Anda di halaman 1dari 198

Untold Story of Pangeran Diponegoro 1

Untold Story of Pangeran Diponegoro


(Sebuah Novel)
Era Muslim
2012 (versi web) (belum selesai)
Alamat web: http://www.eramuslim.com/novel/

@ al-Ma Publishing 2013 (recollecting and editing)


Untold Story of Pangeran Diponegoro 2

CATATAN PENULIS
ahun 1647, Amangkurat I memancung kepala 6.000 ulama Jawa
beserta keluarganya di alun-alun Kraton Plered, Yogyakarta. Syiar
Islam di Tanah Jawa, paska era Wali Songo, pun mandeg. VOC,
sekutu utama Raja Mataram itu, bergembira.
Lebih satu abad kemudian, Diponegoro mengobarkan jihad fi sabilillah
untuk mengusir kaum kafir Belanda dan menegakkan panji syahadat di
Tanah Jawa, dalam bentuk sebuah negara merdeka berasaskan Islam.
Jihad fi sabilillah ini oleh sejarawan Belanda direduksi hanya sebagai
perang sakit hati, yang hanya disebabkan perebutan tahta dan persoalan
tanah makam leluhur.
Sejarah selalu berulang. Dan hari ini, episode Amangkurat I, Pangeran
Diponegoro, Sentot Alibasyah, Kiai Modjo, dan Patih Danuredjo pun
kembali terjadi. Dalam bentuk yang lebih canggih, tapi lakonnya tetaplah
sama. Persis sama []
Dengan penuh hormat dan kebanggaan,
kupersembahkan kepada anak keturunan
dan keluarga besar Pangeran Diponegoro,
semoga kemuliaan perjuangan Beliau
menginspirasi hidup kita semua

Era Muslim

T
Untold Story of Pangeran Diponegoro 3

PROLOG
Plered, Jawa Tengah, 1647
pa yang sekarang dilihat dengan mata dan kepalanya sendiri
sungguh-sungguh membuat Dyah Jayengsari ingin muntah. Dua
jam lalu, kepala juru masak kraton menyuruhnya membakar panci
besi tebal. Bentuknya seperti topi. Dyah Jayengsari tidak berani bertanya
untuk apa panci besi itu dibakar. Sebagai orang baru di kraton, dia harus
tahu diri. Walau diliputi tanda tanya besar, namun gadis dari Krapyak ini
tidak berani bertanya macam-macam.
Setelah panci itu membara, berubah jadi pijar panas yang mengerikan,
dua prajurit Mataram menggotongnya dengan sebuah gerobak kayu ke
bagian selatan alun-alun yang tidak jauh dari tempat Dyah Jayengsari
berdiri. Di sana berkerumun banyak orang. Para prajurit juga berjaga-jaga
Menurut kabar burung, seorang pemberontak pengikut Pangeran Alit
tertangkap. Dia akan segera dihukum. Gadis itu tidak tahu apa
hubungannya dengan panci panas itu.
Didorong penasaran, dia berjalan mendekati kerumunan. Dengan susah
payah Dyah Jayengsari menyibak kerumunan orang, hingga akhirnya dia
berdiri dekat dengan seorang lelaki paruh baya, bertelanjang dada, yang
sedang duduk bersimpuh dengan tangan terikat. Kedua matanya ditutup
secarik kain hitam. Satu tombak di depan lelaki itu, terdapat sebuah
lubang seukuran badan orang dewasa. Lima prajurit kraton berjaga di
sampingnya.
Tanda tanya besar masih memenuhi kepala gadis itu.
Tiba-tiba seorang prajurit Mataram yang bertindak selaku algojo
memerintahkan agar sang pesakitan dipendam di lubang yang ada di
depannya. Lima orang prajurit bertubuh besar yang berjaga di sekeliling
lelaki itu bergegas mengangkatnya. Dengan kasar mereka mengubur
tubuh lelaki itu dari leher ke bawah.
Anehnya, lelaki itu tidak meronta-ronta. Ketika kain hitam dibuka, kedua
matanya tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Sorot matanya begitu
tenang, menyiratkan kepasrahan yang total pada kehendak Yang Maha
Kuasa. Mulutnya terlihat komat-kamit membaca doa-doa dalam bahasa
Arab.
A
Untold Story of Pangeran Diponegoro 4

Dari belakang, dua prajurit yang tadi ikut mengubur lelaki itu menggotong
panci yang masih membara dan kemudian segera menangkupkan panci
itu ke kepala sang pesakitan.
Allahu Akbar!!!
Lelaki itu melolong kesakitan. Begitu keras dan memilukan. Tak kuat
menahan sengatan sakit yang luar biasa, lelaki itu langsung pingsan. Topi
besi panas itu melumerkan batok kepalanya. Suara gemerisik terdengar,
seiring desis daging terbakar. Semua yang menonton menjerit ketakutan.
Termasuk Dyah Jayengsari. Badan gadis itu menggigil hebat. Perutnya
mual. Pandangan matanya berkunang-kunang. Kesadarannya mulai
hilang. Dyah Jayengsari akhirnya jatuh tak sadarkan diri.
Gadis itu tiba-tiba tersadar. Dia menengok ke sekeliling ruangan. Tidak
ada kerumunan orang. Dia ternyata sendirian di bilik tidurnya. Mimpi itu
ternyata terulang kembali. Mimpi nyata yang pernah dilihatnya beberapa
pekan lalu.
Dari atap rumbia yang bolong di sana-sini hingga menyisakan ruang bagi
sorot matahari yang menerobos ke dalam, Dyah Jayengsari tahu bahwa
hari masih siang. Arah sinarnya ke timur menandakan Sang Surya telah
mulai tergelincir ke barat.
Entah mengapa, perasaan gadis itu tidak enak. Keringatnya mengucur
deras membasahi bajunya. Jantungnya berdegup keras menggedor-gedor
relung dadanya. Baru saja dia hendak berdiri, sebuah teriakan keras
mengagetkan dirinya.
Keluar! Atas nama Paduka Yang Mulia, semua yang ada di dalam rumah
ini keluar!
Dyah Jayengsari menggigil ketakutan. Gadis itu tahu, teriakan itu berasal
dari prajurit kraton.
Gerangan apa yang membuat mereka ke sini?
Cepat keluar! Atau kami dobrak!
Sambil berjalan, Dyah Jayengsari merenggut kerudung yang tersampir di
bilik bambu dinding kamar dan menutupi kepala sekadarnya. Gadis itu
bergegas keluar. Rumah sepi. Hanya ada dirinya. Benar saja, di depan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 5

pintu telah berdiri tiga orang prajurit kraton lengkap dengan pedang dan
tombak. Yang membuatnya kaget, ayahnya dan Wulung Ludhira-adik
satu-satunya yang masih berusia sepuluh tahun-sudah berada di antara
pasukan itu dengan pengawalan ketat.
Siapa lagi yang ada di dalam! hardik salah seorang prajurit. Tangan
kanannya menggenggam tombak dengan ujung besi mirip trisula.
Tidak ada lagi, Tuan. Saya sendirian, jawab Dyah pelan. Ketakutan
segera menyergap dirinya. Tapi prajurit-prajurit kraton itu tidak percaya.
Mereka mendobrak gubuk itu lalu menerabas ke dalam. Sesaat kemudian
mereka keluar tanpa membawa siapa pun. Nihil.
Dia benar. Tak ada lagi orang
Seorang prajurit yang sepertinya bertindak sebagai kepala regu
memerintahkan semuanya pergi ke alun-alun. Dyah Jayengsari, ayah,
serta adiknya hanya bisa mengikuti pasukan penjemputnya dengan
menaiki seekor kuda yang telah diikat tali. Untunglah gubuk mereka tidak
begitu jauh dengan alun-alun, sehingga dalam waktu singkat mereka
sudah tiba di lapangan yang luas, di mana di sebelah selatannya berdiri
bangunan Kraton Plered yang belum rampung dibangun. Walau demikian,
Raja Amangkurat I sudah menempatinya.
Kraton Mataram Plered merupakan kraton baru. Yang lama berada di
Kerto, lima kilometer selatan Kotagede. Adalah Susuhunan Amangkurat I
yang memindahkan pusat kerajaannya itu dari Kerto setelah dua tahun
berkuasa.
Berbeda dengan kraton lama yang hanya berpagar kayu, maka kraton
baru ini lebih mirip sebuah benteng. Bangunannya dikelilingi dinding
batubata dan semen, dengan tinggi lima sampai enam meter. Tebalnya
mencapai satu setengah meter. Sebuah parit buatan yang terhubung
dengan Kali Opak dibuat mengelilingi kraton-benteng berbentuk belah
ketupat ini, sehingga pusat kekuasaan Mataram di bawah Amangkurat I
tampak seperti sebuah pulau di kelilingi daratan luas.
Alun-alun kraton ada dua, di utara dan selatan. Antara alun-alun dengan
istana dihubungkan dengan sebuah jembatan yang selalu dijaga ketat
prajurit kraton. Model keraton-benteng ini mengingatkan kita pada model
istana-benteng raja-raja Eropa.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 6

Hanya saja, bangunan Keraton Mataram di Plered tidak dibuat tinggi
bertingkat-tingkat.
Dari atas kudanya yang berjalan lambat, Dyah Jayengsari, Wulung
Ludhira, dan Ki Ageng Ludhira baru memasuki jalan utama menuju alun-
alun kraton. Di sisi kanan dan kiri jalan utama yang lurus terbuat dari
tanah yang dipadatkan, berjejer beringin putih setinggi empat sampai lima
meteran. Di tiap pohon beringin, dua pasukan kraton bersenjatakan
tombak berdiri dalam sikap siaga seolah tengah bersiap berperang.
Ada apa gerangan, Nduk? bisik Ki Ageng Ludhira kepada anaknya yang
duduk di belakangnya mengapit Wulung.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, Aku ndak tahu, Pak. Tapi
perasaanku ndak enak.
Berdoa saja ya, Nduk. Perasaanku juga tidak enak. Mudah-mudahan
tidak terjadi suatu apa.
Walau berkata begitu, tetapi kedua mata Ki Ageng Ludhira tidak bisa
membohongi anaknya. Dyah Jayengsari tahu jika sesuatu yang buruk
pasti akan terjadi. Apa yang dilakukan prajurit-prajurit ini pasti atas
perintah Susuhunan Amangkurat I. Dan semua yang dilakukan raja lalim
ini semuanya pasti berakhir tragis. Karakter raja ini sangat buruk. Dia
amat berbeda dengan ayahnya, Sultan Agung Hanyokrokusumah, dan
juga dengan adik-adiknya
Di awal kekuasaannya, Amangkurat I melakukan pembersihan terhadap
loyalis ayahnya sendiri yang berada di dalam lingkungan kraton maupun
di luar. Mereka dibunuh dengan cara yang sangat keji. Jumlahnya
mencapai tiga ribuan.
Menurut bisik-bisik orang kraton sendiri, Amangkurat I memiliki
kegemaran yang tidak lazim. Selain memiliki nafsu yang tak pernah
terpuaskan terhadap perempuan-perempuan muda, raja ini juga gemar
menyiksa rakyatnya. Bahkan sang raja menciptakan sendiri cara-cara
penyiksaan yang teramat sadis, terlebih kepada orang-orang yang
dicurigai hendak melawan kekuasaannya. Cara-cara penyiksaan ala
Amangkurat I di antaranya adalah:
Untold Story of Pangeran Diponegoro 7

Pertama, dari bagian atas telinga, kepala pesakitan dikuliti sampai batok
kepalanya terlihat. Orang-orang yang mendapat hukuman ini kebanyakan
meninggal dunia. Namun ada pula yang masih bisa bertahan hidup walau
kemudian akhirnya juga menemui ajal dengan amat menyakitkan.
Kedua, kaki pesakitan diikat, lalu digantung dengan posisi kepala di
bawah. Di bawah kepala, ditaruh panci panas berukuran besar berisi
minyak yang mendidih. Kemudian, kepala orang itu dicelupkan ke dalam
minyak yang bergolak sampai sebatas telinga hingga rambut dan kulit
kepalanya mengelupas. Semua yang mengalami siksaan jenis ini menemui
ajal karena sakit yang tak terperikan.
Ketiga, siksaan yang tak kalah menakutkan adalah si terhukum
diperintahkan untuk mengenakan topi besi yang tebal yang telah
dipanaskan hingga menjadi merah membara. Rambut akan hangus, kulit
kepala terkelupas dan gosong, dan otaknya akan terbakar. Tak ada yang
selamat dari jenis siksaan seperti ini.
Dan sore ini, sesuatu yang mengerikan sepertinya akan terjadi. Dyah
Jayengsari mendapati dirinya tidak sendirian. Dari berbagai arah, juga
berdatanganmengalir bagai air bahribuan ulama, guru ngaji, anak-
anak santri dan santriwati, beserta seluruh keluarganya, yang seluruhnya
digiring dan dijaga ketat pasukan Mataram ke alun-alun. Semuanya
dikumpulkan di lapangan yang luas hingga tercipta lautan jubah putih.
Di tanah lapang itu mereka semua dikumpulkan menjadi satu. Semuanya,
tanpa kecuali, disuruh duduk bersila di atas tanah menghadap ke arah
timur di mana sebuah bukit yang tidak begitu tinggi tampak memanjang
searah dengan aliran Kali Opak. Ribuan orang itu, besar dan kecil, tua
dan muda, duduk di atas tanah dalam barisan yang diatur paksa oleh
para prajurit.
Di sekeliling lapangan, tiga lapis pasukan Mataram bersenjata pedang dan
tombak mengepung orang-orang itu dalam formasi siaga. Agaknya
Amangkurat I memerintahkan semua pasukannya mengepung alun-alun
dengan rapat, hingga tak ada celah untuk meloloskan diri.
Ketika hari sudah mulai gelap, ribuan ulama, santri, dan keluarganya
dilarang untuk menunaikan sholat maghrib. Para prajurit mengancam,
siapa pun yang ketahuan mengerjakan sholat, akan langsung ditebas
lehenya. Beberapa ulama tidak mengindahkan ancaman itu dan tetap
Untold Story of Pangeran Diponegoro 8

mengerjakan sholat, walau sambil duduk. Celakanya, hal itu diketahui
para prajurit. Tanpa ampun lagi, mereka memenggal leher beberapa ulama
tersebut dengan pedangnya. Jerit dan tangis segera pecah di tengah
kerumunan massa. Namun suasana dengan cepat jadi senyap kembali
karena para prajurit itu lagi-lagi mengeluarkan ancamannya akan
melakukan hal yang sama jika ada yang berani berteriak atau membuat
ribut.
Dalam kesenyapan yang mencekam itu tiba-tiba semua mata melihat ke
arah pintu gerbang kraton yang menuju ke bukit di sebelah timur alun-
alun yang tanpak bercahaya. Dari gapura batu kali setinggi enam
meteran, serombongan orang dengan membawa tiang obor keluar dari
dalam kraton. Di belakang pasukan obor terlihat sepuluh orang anggota
Trisat Kenya, pasukan khusus pengawal raja yang semuanya terdiri dari
perawan cantik dengan pakaian lelaki bersulam emas, terlihat
menyandang pedang dan tombak. Di bawah cahaya ratusan obor,
pasukan itu terlihat begitu anggun dan gagah.
Trisat Kenya, ujar Dyah Jayengsari lirih. Ayahnya hanya mengangguk-
anggukan kepalanya. Bibirnya yang sudah kering karena tidak diberi air
minum sejak berada di alun-alun, terus bergerak-gerak melantunkan doa
kepada Yang Maha Kuasa. Bola kecil di tenggorokannya terus bergerak-
gerak tak pernah berhenti.
Ki Ageng Ludhira dan juga Dyah Jayengsari tahu, Trisat Kenya
merupakan pasukan khusus pengawal Susuhunan Amangkurat Agung I
yang semuanya terdiri dari para perawan cantik yang dibekali olah
kanjuragan tingkat tinggi. Disebut sebagai pasukan pengawal khusus
karena tugas seorang Trisat Kenya bukan saja bertanggungjawab terhadap
keamanan dan keselamatan fisik sang raja, namun juga wajib menjaga
kewibawaan dan melindungi rahasia sang raja dalam hal yang paling
pribadi sekali pun.
Pasukan ini merupakan hal yang baru dalam tradisi Mataram Islam.
Adalah Kanjeng Ratu Ibu yang membentuk pasukan ini untuk menjaga
Amangkurat I. Sang Ibu sungguh-sungguh paham jika sejak kecil
Amangkurat I yang memiliki perangai buruk, memang punya banyak
musuh. Jauh di dalam hatinya, Kanjeng Ratu Ibu sesungguhnya menyesal
dan meratapi keberadaan Raden Mas Sayidin, nama kecil dari Susuhunan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 9

Amangkurat I, yang bersifat kurang baik, beda dengan adiknya, Pangeran
Alit.
Raden Mas Sayidin sangat temperamental, kekanak-kanakan, dan
memiliki kegemaran yang tidak masuk akal dan tidak terpuaskan
terhadap perempuan. Pada tahun 1637, ketika masih berstatus sebagai
putra mahkota, Raden Mas Sayidin sudah terlibat dalam skandal
memalukan yang melibatkan isteri seorang abdi dalem senior,
Tumenggung Wiraguna. Tumenggung kepercayaan Sultan Agung ini
melaporkan hal itu kepada Sultan Agung. Akibatnya Raden Mas Sayidin
dihukum. Untuk beberapa lama, dia dibuang ke hutan larangan.
Kejadian ini kelak menimbulkan dendam membara di dada putera
mahkota tersebut, sehingga di awal kekuasaanya, Raden Mas Sayidin yang
telah menjadi Susuhunan Amangkurat I membunuh Tumenggung
Wiraguna dan seluruh pengikutnya.
Namun sebagai seorang ibu, apa dan bagaimana pun juga perangai sang
anak, dia tetaplah harus menjaga dan melindungi anaknya, bahkan walau
nyawanya sendiri jadi taruhan. Itulah yang dilakukan Kanjeng Ratu Ibu
yang berinisiatif membentuk pasukan khusus pengawal raja.
Awalnya, Kanjeng Ratu Ibualias Ratu Wetan, puteri dari Tumenggung
Upasanta yang merupakan Bupati Batang keturunan dari Ki Juru
Martanimenginginkan sang raja dijaga prajurit lelaki pilihan. Namun
Amangkurat I sendiri menolaknya dan mengatakan dia tidak bisa
mempercayai laki-laki sedikit pun. Anaknya itu meminta agar seluruh
anggota pasukan pengawal khususnya hanya terdiri dari para perempuan
muda, masih perawan, dan tentu saja harus cantik.
Mereka harus dilatih dengan keras agar terampil menggunakan senjata,
dan juga harus dibekali olah kanuragan yang mumpuni, ujar
Amangkurat I kepada Kanjeng Ratu Ibu. dan tugas atau keanggotaan
setiap Trisat Kenya hanya akan berakhir manakala mereka dihadiahkan
kepada para adipati atau bawahanku.
Sang ibu hanya bisa mengangguk. Setiap keinginan sang raja bagaimana
pun adalah sabda pandhita ratu, yang tidak bisa ditolak sedikit pun.
Akhirnya terbentuklah pasukan Trisat Kenya yang seperti sekarang tengah
berjalan dengan langkah tegap menaiki bukit di timur alun-alun.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 10

Sepuluh Trisat Kenya yang berbaris paling depan adalah pembuka jalan.
Di belakangnya, sepuluh abdi dalem laki-laki bertelanjang dada tanpa
dibekali senjata, menggotong tandu besar berisi kursi raja yang terbuat
dari jati yang berat, lengkap dengan atapnya yang berumbai sutera dan
bordiran benang emas. Di sekeliling raja, tigapuluh anggota Trisat Kenya
berjaga. Ada yang membawa pedang, keris, tombak, dan juga tulup, sejenis
sumpit panjang yang diisi dengan panah kecil yang ujungnya beracun.
Masing-masing Trisat Kenya punya keahlian berbeda dalam penggunaan
senjata dan juga ilmu kanuragannya.
Pelan tapi pasti, rombongan raja itu bergerak menaiki puncak perbukitan.
Beberapa lelaki tua pembawa tiang obor setinggi dua tombak berada
paling depan membuka jalan. Di bagian paling belakang juga ditutup
sejumlah abdi dalem laki-laki sepuh memegang tiang obor. Ketika
singgasana diturunkan di tempat yang paling tinggi, para abdi dalem laki-
laki semuanya langsung turun kembali ke bawah bukit. Demikian pula
dengan yang membawa obor. Sehingga sekarang hanya ada sang raja yang
duduk dengan pongahnya di atas singgasana, dikelilingi empatpuluhan
Trisat Kenya lengkap dengan senjatanya.
Suasana kemudian bertambah hening. Kesenyapan selama beberapa
menit itu sungguh-sungguh meremas jantung. Semua mata memandang
ke atas bukit, menanti apa yang hendak dilakukan atau diperintahkan
oleh sang raja. Untuk beberapa lama sang raja hanya duduk diam di atas
singgasananya. Mungkin dia tengah menikmati lautan jubah putih yang
memenuhi alun-alun yang berada di bawah kakinya. Entah apa yang ada
di dalam benaknya ketika itu.
Dyah Jayengsari, Ki Ageng Ludhira, dan ribuan orang lainnya yang masih
duduk di alun-alun melihat dari kejauhan ketika Susuhunan Amangkurat
I mulai bergerak turun dari singgasananya. Dia berjalan beberapa langkah
ke depan, dan berdiri dengan kedua tangan berkacak pinggang.
Raja lalim itu terus berdiri dengan tegak. Kedua tangannya masih
berkacak pinggang. Dia mengedarkan pandangan ke bawah kakinya,
menyapu seluruh areal alun-alun kratonnya. Bibirnya yang menghitam
mencibir. Sorot matanya yang dipenuhi dendam kesumat berbinar-binar
tanda puas. Kepalanya mengangguk-angguk. Dengan tangan kanan masih
berkacak pinggang, tiba-tiba tangan kirinya diangkat ke atas tinggi-tinggi.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 11

Sebuah perintah yang hanya dipahami seluruh pasukannya yang sedari
sore telah siap dengan senjatanya
Habisi !!! teriak para komandan regu dengan suara yang menggelegar.
Seketika itu juga berlompatanlah para prajurit itu dengan pedang
terhunus ke tengah-tengah lapangan yang dipenuhi lautan manusia tanpa
daya. Dengan teramat ganas, pasukan Mataram itu menyabetkan
pedangnya ke kanan dan kiri, memenggal leher siapa pun yang ada di
dekatnya tanpa pandang bulu, apakah itu laki-laki tua, perempuan,
bahkan anak kecil. Jerit tangis, lolong kesakitan, dan kumandang doa
memenuhi angkasa alun-alun kraton malam itu. Namun tak ada yang
sanggup menghentikan kegilaan yang tengah dipertontonkan pasukan
Mataram yang notabene kebanyakan juga sudah memeluk agama Islam.
Di atas bukit, Amangkurat I masih berkacak pinggang menyaksikan
pembantaian besar yang dilakukan prajuritnya terhadap enam ribuan
ulama, santri, dan seluruh keluarganya. Kepalanya mengangguk-angguk
puas. Sesekali jemarinya memilin kumisnya yang tebal melintang. Dia
benar-benar menikmati pemandangan di bawahnya. Betapa ribuan orang
yang tengah menanti ajal itu sebentar lagi akan lenyap dari muka bumi.
Musuh-musuhnya akan semakin sedikit. Dan dia akan bisa berkuasa
dengan tenang, tanpa diusik oleh siapa pun.
Raja Jawa itu merasa sangat aman berada di atas bukit. Di sekelilingnya
berdiri dengan kewaspadaan penuh puluhan Trisat Kenya.
Dalam waktu teramat singkat, ribuan nyawa melayang dengan kepala
terpisah dari jasadnya. Tanah alun-alun yang begitu luas seketika
berubah menjadi lautan darah. Dari cahaya ratusan tiang obor yang
menyala di sekeliling alun-alun, terlihat pasukan Mataram yang sudah
belepotan darah itu masih saja bergerak buas membunuh ke sana-kemari
tanpa perlawanan. Pasukan yang sebagian pernah ikut menyerang VOC di
Batavia semasa kekuasaan Sultan Agung itu kini berbalik menjadi mesin
penjagal bagi bangsanya sendiri.
Pembantaian yang sangat mengerikan itu berlangsung tidak sampai
setengah jam!
Tiba-tiba terdengar lengkingan peluit panjang tiga kali yang ditiup para
pimpinan regu pasukan. Penyembelihan telah berakhir. Semua orang yang
Untold Story of Pangeran Diponegoro 12

ada di dalam daftar berikut keluarganya sudah dihabisi. Mendengar
isyarat peluit itu, Amangkurat I mengangkat tangan kanannya tinggi-
tinggi.
Buang semua mayat itu ke parit!
Sebagian prajurit yang masih bersiaga dengan pedang terhunus berjajar
satu lapis dalam jarak tiap lima tombak mengepung alun-alun. Pedang
dan badan mereka belepotan darah. Prajurit yang lain menyambut
datangnya gerobak-gerobak dorong yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Gerobak-gerobak itu segera saja diisi dengan mayat-mayat tanpa kepala
dan kepala tanpa jasad hingga penuh. Setelah gerobak penuh, prajurit
yang membawa gerobak itu mendorongnya ke arah parit buatan dan
membuang semua isinya ke dalam parit yang berair deras menuju ke Kali
Opak. Berkali-kali mereka melakukan itu, mondar-mandir bagai kereta
maut, hingga tak satu pun jasad tersisa.
Air parit dan Kali Opak yang tadinya jernih berubah menjadi kental
berwarna merah. Bau anyir darah tercium di mana-mana.
Tanpa diketahui siapa pun, Wulung Ludhira, bocah sepuluh tahun adik
dari Dyah Jayengsari, ternyata masih hidup. Tubuhnya yang kecil
tertutup oleh mayat-mayat tanpa kepala yang sebagiannya menindih
tubuhnya. Anak yang sudah ditinggal ibunya sejak bayi itu menggigil
ketakutan. Ayah dan kakak satu-satunya sudah meninggal dengan cara
yang sangat mengerikan. Dia ingin menjerit dan menangis. Tapi suaranya
tercekat oleh kengerian yang teramat sangat. Bocah itu hanya bisa diam
tak bergerak. Tubuhnya dirasa amat lemas dan juga kaku. Seluruh badan,
kepala, dan rambutnya basah oleh darah kental yang membanjir di
sekitarnya.
Tiba-tiba Wulung Ludhira merasakan tubuh kecilnya ikut digotong dan
dilempar ke dalam gerobak bersama belasan mayat lainnya. Ditumpuk
begitu saja menjadi satu. Bocah itu sungguh-sungguh ketakutan.
Tubuhnya tidak bisa bergerak. Dia nyaris tidak bisa bernafas.Tapi itu
malah menyelamatkan nyawanya.
Bocah kecil itu bisa merasakan jika gerobaknya ditarik dengan kasar oleh
sejumlah prajurit. Roda-rodanya yang terbuat kayu dilapis karet hitam
berderak-derak sebentar, lalu berhenti. Wulung Ludhira bisa merasakan
gerobak tiba-tiba miring. Dia bersama belasan mayat tanpa kepala dan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 13

kepala tanpa jasad yang masih hangat itu pun langsung meluncur bebas
ke dalam parit yang deras airnya. Dia pun hanyut di parit yang sudah
dipenuhi mayat.
Walau pandai berenang, namun bocah itu kesulitan menggerakkan
tubuhnya disebabkan mayat dan kepala ada di mana-mana. Dengan
menahan kengerian yang teramat sangat, dia berpegangan pada salah
satu kaki jasad yang mengambang. Bocah kecil itu terus mengikut
kemana air membawanya.
Pekatnya malam membuatnya tak terlihat oleh pasukannya Amangkurat I
yang masih sibuk membersihkan alun-alun. Bocah kecil itu kelelahan.
Semua kejadian malam itu menguras seluruh tenaga dan perasaannya.
Akhirnya Wulung Ludhira pingsan. Dia terus hanyut dibawa air hingga
jauh dari alun-alun. Hingga tubuhnya tersangkut akar beringin yang
menjulur ke Kali Opak, beberapa kilometer ke selatan Kraton Plered.
Entah sudah berapa lama Wulung Ludhira tak sadarkan diri. Ketika
siuman, matahari sudah berada di atas kepalanya. Bocah kecil itu
mendapati dirinya masih tersangkut suluran akar beringin yang tumbuh
di pinggir kali. Sebagian badannya masih terendam di bawah air kali. Di
beberapa tempat, jasad tanpa kepala dan kepala tanpa badan juga
tersangkut. Kengerian yang teramat sangat kembali menyergapnya. Walau
seluruh tubuhnya sakit, dan juga lelah, dengan sisa-sisa tenaga bocah
kecil itu berusaha merangkak naik ke pinggir kali, hingga dia tergeletak di
atas rerumputan, satu meter dari air kali.
Entah kini dia berada di mana. Bocah itu mengedarkan pandangannya ke
sekeliling. Tidak ada rumah barang satu pun. Yang ada hanya hamparan
rumput dengan tiga pohon beringin besar yang tumbuh di dekat dirinya.
Lainnya hanya berupa semak dan tumbuhan perdu. Anak kecil itu tidak
tahu nama tempat ini. Perutnya yang tidak terisi sejak kemarin terasa
perih. Tubuhnya dirasa makin lemah. Dia menggigil kedinginan. Bocah itu
akhirnya tak sadarkan diri kembali. Dia tergeletak begitu saja di atas
rerumputan, dinaungi pohon beringin besar yang ada didekatnya.
Tak lama kemudian, seorang lelaki tua bertelanjang dada, dengan kepala
ditutupi caping yang sudah kusam, mendekati bocah itu dengan hati-hati.
Ketika mendapati ada bocah kecil yang menggeletak di atas rumput, lelaki
tua itu mengusap kepala Wulung Ludhira dengan lembut. Bibirnya yang
Untold Story of Pangeran Diponegoro 14

sudah sedikit keriput tersenyum tulus. Dengan penuh hati-hati akhirnya
dia menggendong bocah itu dan bergegas pergi menghilang begitu saja ke
arah barat

Untold Story of Pangeran Diponegoro 15

BAB 1

178 tahun kemudian
Gua Selarong, Yogyakarta, 1825
yali lebih penting ketimbang otak! Walau malam ini gelap gulita,
tak ada bulan dan bintang yang menggantung di atas langit,
namun Ki Singalodra tidak perduli. Lelaki kekar dengan wajah
berewokan itu terus memacu kudanya seperti dikejar setan. Derap kaki
kudanya menggetarkan bumi. Kepulan debu yang ditinggalkannya
membentuk tabir pekat yang tak tembus pandang. Semua hewan malam
menyingkir dari jalan jika tak ingin tergilas kegilaan kuda dan
penunggangnya itu.
Jagoan dari Dusun Ngampilan ini memegang tali kekang hanya dengan
sebelah tangan. Tangan yang satunya lagi memeluk seorang bocah kecil
yang tubuhnya berlumuran darah. Bocah itu sudah tak bernyawa. Tubuh
mungilnya bergerak-gerak, seirama gerak kuda yang terus berlari dengan
amat cepat bagai terbang di atas tanah.
Dada Ki Singalodra sungguh-sungguh sesak, terbakar amarah. Setengah
jam lalu dusunnya dibakar Belanda. Celakanya, saat itu dia tengah berada
di dusun tetangga. Mendengar kabar mengejutkan itu, dia langsung
pulang untuk menyelamatkan isteri dan anaknya. Namun terlambat.
Gubuknya sudah terbakar habis. Seluruh isinya tlah jadi arang. Asap
masih mengepul. Bara masih menyala merah di mana-mana. Dengan
histeris tanpa memperdulikan bara yang terinjak kaki dan hawa panas
yang masih menyengat kulit, lelaki itu terus mencari isteri dan anak
semata wayangnya itu. Tapi nasi sudah jadi bubur. Isterinya ditemukan
tergeletak tak bernyawa di dekat sumur. Perempuan yang sangat
dicintainya itu terlihat sedang memeluk anaknya yang nyaris seluruh
tubuhnya terbakar.
Dengan mata berkaca-kaca menahan kesedihan sekaligus kemarahan
yang amat sangat, lelaki itu berteriak histeris.
Dia segera mengambil anak itu dan memeluknya. Setelah mencium kening
isterinya untuk yang terakhir kali, Ki Singalodra langsung melompat ke
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 16

atas kuda hitamnya. Dengan sekali gebrak, kuda itu melesat pergi
meninggalkan dusunnya.
Londo anjing!!!
Belanda telah menggali kapak peperangan dengan dirinya! Sia-sia saja
selama ini dia mengabdi pada mereka, jika balasan yang diterimanya
ternyata seperti ini! Tekadnya telah bulat. Yang dulu kawan mulai malam
ini menjadi lawan terbesarnya. Sekarang juga dia akan bergabung dengan
pasukan Kanjeng Pangeran Diponegoro yang tengah menyusun kekuatan
untuk memerangi Belanda dari Tegalredjo dan Selarong.
Aku akan menjadi pedang yang paling tajam bagi Gusti Kanjeng Pangeran!
Bagi warga Merapi hingga sekitar Laut Kidul, nama Ki Singalodra sudah
tak asing lagi. Sejak pulang dari bertapa dan berguru di berbagai gua,
lembah, dan gunung beberapa tahun lalu, Ki Singalodra kembali ke
dusunnya di Ngampilan dan menantang semua jagoan di sana. Tidak saja
di Ngampilan, lelaki ini juga berkeliling untuk mengadu kesaktian
melawan para jagoan lainnya di sekitar Merapi, Merbabu, Dieng, dan
Lawu. Walau sempat beberapa kali kepayahan dan menderita luka dalam
sejumlah perkelahian, namun kecerdikan dan kenekatannya membuat
dirinya keluar sebagai pemenang. Sosok Ki Singalodra menjadi sosok yang
ditakuti. Dia pun akhirnya bisa mempersunting gadis idaman hatinya,
bunga Dusun Ngampilan, yang sejak kecil telah mencuri perhatiannya.
Ketenaran namanya didengar langsung Residen Yogyakarta. Pejabat
Belanda ini akhirnya memerintahkan kepala pasukan setempat untuk
merekrutnya. Tetapi karena Ki Singalodra tidak mau ditempatkan sebagai
kepala regu pasukan reguler yang harus bekerja tiap hari dan wajib
memiliki disiplin tinggi, akhirnya dia dipekerjakan sebagai tenaga khusus.
Sekarang, Ki Singalodra sama sekali tidak menyangka. Pengabdiannya
yang total selama ini kepada Belanda, ternyata dibalas dengan sangat
menyakitkan.
Ibarat pepatah, air susu dibalas dengan air tuba.
Sebab itu, tidak ada jalan lain. Mulai malam ini, dia akan mengubah
haluan hidupnya seratus delapan puluh derajat. Dendamnya teramat
Untold Story of Pangeran Diponegoro 17

sangat besar. Darah harus dibalas dengan darah. Nyawa harus diganti
nyawa. Kedua matanya merah menyala-nyala.
Belanda, Patih Danuredjo, dan orang-orang kraton cecunguk asing itu
sekarang menjadi musuh terbesarku!
Kedua mata jagoan dari Dusun Ngampilan itu lagi-lagi melotot garang.
Dadanya sesak oleh amarah dan dendam.
Jalan tanah selebar tiga meter di depannya mulai menanjak lurus.
Sebentar lagi dia akan tiba di pelataran menuju Gua Selarong, di mana
Kanjeng Pangeran tengah berada. Mengingat sosok Pangeran Diponegoro,
hatinya diliputi perasaan yang aneh. Antara semangat yang membara dan
kerinduan yang teramat sangat.
Inilah jalanku!
Tiba-tiba kudanya berhenti dan mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi.
Ringkikannya memecah keheningan malam yang sepi. Hampir saja Ki
Singalodra terjatuh jika dia tidak kuat menahan tali kekangnya. Dia
segera merapatkan tubuhnya dengan leher kuda sehingga
keseimbangannya tetap terjaga. Sebelah tangannya tetap kuat mendekap
tubuh anaknya. Tak jauh di depannya, empat lelaki dengan mengenakan
baju wulung hitam dan ikat kepala yang juga hitam mencegatnya dengan
tombak dan pedang terhunus. Salah satunya membawa obor di
tangannya.
Berhenti! teriak mereka.
Hendak kemanakah kisanak dan siapa yang digendong itu! teriak salah
satunya. Dengan penuh kewaspadaan, lelaki yang satu itu mendekati Ki
Singalodra dari sisi kanan. Sedangkan yang satunya lagi bergerak
menyamping ke sisi yang berlainan. Dua lelaki lainnya masih berdiri
menghadang dengan senjata terhunus.
Ketika lelaki itu melihat wajah Ki Singalodra dengan jelas, wajah yang tak
asing lagi dan sangat ditakuti orang-orang kampung, nyalinya agak
bergetar. Namun bayangan sosok Kanjeng Pangeran Diponegoro yang
setiap waktu memberinya nasehat keagamaan membuat dirinya kuat dan
berani.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 18

Takutlah kalian hanya kepada Allah Subhana wa Taala, bukan kepada
mahluk-Nya. Allah Maha Kuat, sedang mahluknya sangatlah lemah
Tangan lelaki itu memperkuat genggaman tangannya pada gagang
pedangnya, Ternyata kau Singalodra. Hendak kemana engkau malam ini
dan siapa lagi itu yang kau bunuh!
Dengan penuh amarah, Ki Singalodra menjawab, Ini anakku! Minggir
kalian semua! Isteri dan anakku mati malam ini dibunuh Belanda! Aku
mau menghadap Gusti Kanjeng Pangeran!
Keempat lelaki yang menghadangnya tak percaya.
Apa katamu? Bukankah engkau pelayan kafir Belanda! Janganlah
berdusta. Pulanglah sekarang. Kembalilah kepada tuanmu itu sebelum
kami membunuhmu!
Wahai prajurit, aku bicara jujur. Aku sekarang ingin menghadap Gusti
Kanjeng Pangeran. Aku mau bergabung dengan kalian. Jika kalian masih
saja menghadangku, maka terpaksa tanganku ini yang akan berbicara!
bentak Ki Singalodra dengan suara mengguntur. Semua orang tahu, Ki
Singalodra memiliki ajian Brajamusti, suatu ilmu pukulan yang sangat
mematikan. Bahkan korbannya bisa hangus terkena pukulan itu.
Keempat lelaki bersenjata pedang dan tombak itu bergerak mundur
sesaat, namun mereka masih mengepung Ki Singalodra dengan penuh
kewaspadaan. Pedang dan tombak masih terhunus. Masing-masing
terdiam sejenak dalam situasi saling menunggu. Namun tiba-tiba suara
derap kuda terdengar mendekat dari arah Gua Selarong.
Tunggu! Berhenti! Siapa itu!
Dalam formasi masih mengepung Ki Singalodra, keempat prajurit itu
menoleh ke arah datangnya suara. Dari pekatnya malam, muncul seorang
penunggang kuda dengan wajah yang sangat berwibawa. Sorot matanya
tajam dengan kumis melintang. Ki Singalodra tahu, lelaki ini pastilah Ki
Guntur Wisesa, seorang ulama yang juga pendekar dari lereng utara
Gunung Merapi yang telah bergabung dengan barisan perlawanan Kanjeng
Pangeran Diponegoro sejak dua tahun lalu. Dia belum pernah bertanding
dengan orang ini karena Ki Guntur selalu saja menghindar dan sama
sekali tidak tertarik untuk melakukan uji kesaktian melawannya
Untold Story of Pangeran Diponegoro 19

Ketika melihat Ki Singalodra yang berkuda sambil menggendong seorang
bocah yang berlumuran darah, Ki Guntur Wisesa menyapanya lembut,
Assalamualaikummusalam warahmatullahi wabarakatuh, wahai
Singalodra. Apa gerangan yang membawamu ke sini! Anak siapa yang kau
bawa itu?
Ketika mendengar sapaan yang lembut, hati Ki Singalodra yang tadinya
panas mendadak sejuk, bagai bara api tersiram air pegunungan.
Waalaikumusalam Aku ingin bergabung dengan barisan Kanjeng Gusti
Pangeran, wahai Ki Guntur Wisesa. Ini anakku, Surya Mandriga. Dia mati
dibunuh Belanda tadi malam, juga isteriku Izinkan aku menghadap
Kanjeng Gusti Pangeran sekarang juga.
Ki Guntur Wisesa bergerak meminggirkan kudanya, memberi jalan pada
tamunya.
Silakan Kisanak. Kami akan mengawal Kisanak sampai di atas sana
Terima kasih, Ki Guntur
Ki Singalodra mengangguk takzim pada ulama-pendekar itu dan kembali
memacu kudanya, namun tidak sekencang tadi. Kuda Ki Guntur Wisesa
berjalan di depan. Sedangkan keempat anak buahnya mengapit di kiri
kanan dan belakangnya. Mereka beriringan melintasi jalan utama yang
terus menanjak menuju Gua Selarong yang berada di bawah sebuah bukit
batu yang besar.
Setibanya mereka di pelataran yang landai di mana di hadapan mereka
terbentang batu karang yang besar dengan sebuah tangga batu menuju ke
atas, Ki Guntur Wisesa memberi aba-aba dengan sebelah tangannya yang
diangkat ke atas.
Ya, kita berhenti sampai disini. Kita turun dan berjalan kaki ke atas
sana.
Ki Guntur yang mengenakan pakaian serba putih melompat dari kuda dan
menambatkannya pada salah satu pokok pohon yang ada di pinggir
pelataran. Ki Singalodra juga melompat turun dari kudanya sambil masih
menggendong Surya Mandriga.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 20

Mari Kisanak, ikut aku, ajak Ki Guntur Wisesa. Dia menghampiri Ki
Singalodra dan menawarkan diri untuk membantu menggendongkan
anaknya. Namun Ki Singalodra menolaknya.
Biar aku saja Tolong tunjukkan saja jalannya.
Kemudian Ki Guntur memerintahkan seorang anak buahnya berlari
terlebih dahulu ke atas untuk memberitahukan kedatangan Ki Singalodra
kepada Kanjeng Pangeran Diponegoro. Anak buah itu segera berlari ke
atas.
Sekarang kita tunggu dulu disini, Kisanak, ujar Ki Guntur.
Ki Singalodra menganggukkan kepala dan tetap berdiri dengan tegap di
ujung bawah susunan bebatuan yang membentuk anak tangga menuju ke
gua yang ada di atasnya.
Tak lama kemudian, anak buah yang tadi ke atas tampak berlompatan
menuruni anak tangga yang sama. Dia langsung melapor kepada Ki
Guntur yang berdiri di sisi kanan Ki Singalodra.
Kanjeng Gusti Pangeran siap menerimanya.
Anak buah itu kemudian bergerak menggeserkan badannya ke samping,
memberi jalan kepada Ki Guntur dan Ki Singalodra. Keduanya lalu
berlompatan bagai Kijang Kencana menaiki tangga batu yang cukup
curam. Hanya dengan beberapa kali hentakan loncatan, badan mereka
sudah melambung ke atas dengan cepat. Keempat prajurit muda yang
melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub.
Mereka segera menyusul kedua orang itu dengan berlari menaiki tangga.
Setibanya di atas, Ki Singalodra tampak sedang diterima Pangeran
Diponegoro. Ustadz Muhammad Taftayani, Pangeran Ngabehi Jayakusuma
alias Pangeran Bei
1
, Ki Guntur Wisesa, dan beberapa alim-ulama lainnya
yang seluruhnya berpakaian putih-putih tampak mendampinginya.
Semuanya menyandang senjata. Ada yang menyelipkan keris di pinggang,
ada pula yang memegang pedang.

1
Putera Sultan Hamengku Buwono II
Untold Story of Pangeran Diponegoro 21

Sebagaimana kawulo-alit yang bertemu dengan rajanya, sambil terus
memeluk jasad anaknya, Ki Singalodra segera berlutut. Dengan kepala
menunduk, lelaki dengan janggut dan cambang yang lebat ini berkata
pelan, Kanjeng Gusti Pangeran, hamba.
Belum selesai lelaki itu mengucapkan perkataannya, Pangeran Diponegoro
yang mengenakan jubah serba putih lengkap dengan surban hijau lembut
yang menutupi sebagian kepalanya menyapa dengan lembut,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh wahai Ki Singalodra
Semoga Allah Subhana wa taalaselalu melindungi, merahmati, dan
memberkati Kisanak
Badan Ki Singalodra menggigil mendengar suara yang sangat berwibawa
itu. Entah mengapa, mendengar salam dari orang-orang berjubah itu dia
merasakan satu getaran yang aneh di dalam dirinya. Getaran yang tidak
pernah dia rasakan sebelumnya. Ki Singalodra tidak berani mengangkat
wajahnya dari tanah. Dia tidak menjawab apa pun. Bibirnya yang juga
bergetar bagaikan terkunci rapat.
Bangunlah saudaraku. Tidak perlu berlutut seperti itu. Kita adalah sama.
Semua manusia itu sederajat. Yang membedakan di antara manusia
bukanlah keturunan, pangkat, atau jabatan, melainkan ketakwaannya
kepada Allah subhana wa taala, ujar Diponegoro lagi.
Lelaki dengan pakaian serba hitam itu perlahan bangun dan berdiri.
Tangannya tetap memeluk jasad anaknya dengan erat. Ki Singalodra
masih saja tidak berani menatap langsung wajah Diponegoro. Dia hanya
melihat ke bawah.
Gerangan apa yang membuatmu ke sini Kisanak?
Maafkan saya Kanjeng Gusti Pangeran Saya ingin bergabung dengan
Kanjeng Gusti Pangeran
Diponegoro tersenyum. Ustadz Muhammad Taftayani yang berdiri di
samping Diponegoro membisikkan sesuatu ke telinga anak didiknya itu,
Sebaiknya kita urus dahulu jenazah anak itu
Pangeran Diponegoro mengangguk dan memanggil dua pengawalnya
untuk mengurus jenazah anak dari Ki Singalodra itu.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 22

Maafkan saya Kisanak. Sebaiknya jenazah anak Kisanak diurus terlebih
dahulu dengan baik. Sebagai Muslim, kita wajib memperlakukan jenazah
dengan layak. Serahkan saja pada kita
Ki Singalodra segera menuruti perkataan Diponegoro. Dengan hati-hati
dan berlinang airmata dia menyerahkan jenazah puteranya itu kepada dua
orang pengawal yang segera menyambutnya.
Setelah jenazah anak itu dibawa, Pangeran Diponegoro berkata kembali,
Nah, apakah seorang Ki Singalodra sungguh-sungguh ingin berjihad di
sisi kami dalam menegakkan kalimah tauhid di tanah Jawa ini? Mengusir
kaum kafir Belanda dari negeri ini?
Dengan mantap lelaki itu mengangguk, Ya, Kanjeng Gusti Pangeran. Saya
bersungguh-sungguh.
Apakah Kisanak mengetahui apa yang sedang kami perjuangkan disini?
Melawan Belanda?
Itu betul. Namun tujuan kami lebih mulia dari itu semua. Belanda
bukanlah musuh kami. Sebagaimana kami tidak memusuhi Danurejo dan
orang-orangnya. Musuh kami adalah kekufuran dan kezaliman. Itu yang
kami perangi. Kami tidak memerangi orang, tapi kami memerangi sistem
yang melawan perintah Allah. Kami memerangi sistem thagut.
Thagut?
Ya. Sebelum bergabung dengan kami, sebaiknya Kisanak bisa memahami
dengan benar apa yang harus diperjuangkan oleh kita semua, kaum
Muslimin, di dalam hidupnya. Untuk itu, jika tidak
keberatan,Kisanak terlebih dahulu akan mengikuti pengajian yang akan
disampaikan Ki Guntur atau Ustadz Taftayani. Beliaulah yang akan
menerangkan kepada kita semua tentang apa dan bagaimana seharusnya
berperang di dalam Islam. Saya pun saat ini masih selalu belajar
memperdalam ilmu agama. Mari kita sama-sama belajar mendalami ilmu,
karena itu adalah perintah agama.
Berperang di dalam Islam..?
Ya. Itu benar, Kisanak. Jihad fi sabilillah namanya. Semuanya nanti akan
diterangkan oleh ustadz-ustadz yang ada di sini. Dan satu lagi
Untold Story of Pangeran Diponegoro 23

Ki Singalodra mengkerutkan dahinya. Dia benar-benar tidak mengerti apa
yang dimaksudkan dengan perang dalam Islam. Baginya perang adalah
membunuh musuh sebanyak-banyaknya, mengalahkannya, hingga
musuh takluk. Itu saja.
Pangeran Diponegoro melanjutkan kalimatnya, semua yang ada disini
harus memperbaharui akidahnya. Jika Kisanak bersedia, silakan
mengikuti perkataan saya sekarang. Bagaimana?
Lelaki berewokan itu menganggukkan kepalanya, Baik Kanjeng Gusti
Pangeran, saya bersedia.
Nah, sekarang ikuti perkataan saya...
Di depan gua yang gelap pekat tanpa penerangan obor, dengan perlahan
namun jelas, Pangeran Diponegoro berjalan mendekati Ki Singalodra yang
masih berdiri mematung. Tanpa ragu Diponegoro mengangkat kedua
tangannya memegang kedua bahu lelaki itu. Kemudian dia mulai
mengucapkan dua kalimah syahadah yang diikuti kata demi kata oleh Ki
Singalodra.
Asyhadu ala Ilaha Ilallah wa asyhadu alla Muhammad ar-Rasulullahu...
Saya bersaksi, tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan saya
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul utusan Allah
Dengan terbata-bata, jagoan dari Dusun Ngampilan yang jika mendengar
namanya saja orang kebanyakan bisa gemetar itu mengucapkan dua
kalimah syahadat. Ki Singalodra cukup cerdas. Sekali saja Diponegoro
menuntunnya, dia sudah bisa mengikutinya. Setelah selesai, semuanya
mengucapkan syukur.
Alhamdulillahi Rabb alAmien
Pangeran Diponegoro kemudian langsung memeluk Ki Singalodra dengan
hangat. Bagai pelukan seorang kekasih yang lama tak berjumpa. Sama
sekali tidak ada kecanggungan tampak di sana. Diponegoro, sang putera
Sultan Hamengku Buwono III, dengan sangat akrab dan hangat memeluk
erat seorang jagoan yang tangannya banyak berlumur darah orang lain.
Hal ini langsung membuat hati Ki Singalodra luluh. Lelaki ini lumer dan
menangis terisak.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 24

Dosa-dosaku sudah banyak, Kanjeng Gusti Pangeran Apakah ada cara
untuk menebusnya agar nanti saya bisa berkumpul dengan anak dan
isteriku di surga?
Pangeran Diponegoro masih memegang kedua bahu Ki Singalodra. Kedua
matanya yang tajam tapi menyejukkan menatap langsung ke dalam mata
lelaki itu.
Saudaraku, Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Semua dosa umat-
Nya akan diampuni asalkan kita mau bersungguh-sungguh bertobat,
terkecuali dosa syirik, yaitu dosa karena menyekutukan Allah dengan
sesuatu. Dosa syirik adalah dosa yang tak terampuni.
Bagaimana caranya agar saya bisa kembali berkumpul nanti dengan
keluargaku di surga? ulang Ki Singalodra.
Berjihadlah dengan ikhlas, semata-mata demi tegaknya tauhid. Li ila
kalimatillah. Asal kita tidak berhutang pada orang lain, setiap orang yang
menemui kematian di jalan jihad, syahid fi sabilillah, dijamin Allah
langsung masuk surgatanpa dihisab.
Kedua mata Ki Singalodra berbinar. Wajahnya menjadi cerah. Terima
kasih, Kanjeng Gusti Pangeran. Terima kasih. Saya akan berjihad
disamping Paduka.
Ustadz Taftayani maju ke depan. Dia kemudian menyalami dan juga
memeluk Ki Singalodra. Setelah itu salah seorang guru dari Pangeran
Diponegoro ini berdiri dan memberikan sambutannya, Dahulu ketika
menghadapi kaum musyrikin Quraisy, Allah subhana wa
taala mengirimkan seorang Hamzah bin Abdul Muthalib, untuk
memperkuat barisan kaum Muslimin. Hamzah adalah Singa Allah dan
Rasul-Nya. Dialah yang menjadi pahlawan Perang Badr dan Uhud. Dan
sekarang, Allah subhana wa taala mengirimkan bagi kita seorang Ki
Singalodra yang gagah berani. Insya Allah, dengan izin Allah, dengan
bergabungnya Ki Singalodra, barisa kita akan bertambah kuat. Cahaya
kemenangan semakin dekat. Saya yakin, Ki Singalodra adalah Hamzah
yang dikirimkan Allah kepada kita. Allahu akbar!
Amien ya Rabb! Allahu akbar! teriak semua yang ada disitu.

Untold Story of Pangeran Diponegoro 25

BAB 2

slam tidak pernah bersekutu dengan Thagut, sebagaimana air yang
tidak pernah bersatu dengan minyak, atau pun al-haq yang tidak
akan pernah berdamai dengan kebathilan. Ustadz Muhammad
Taftayani menegaskan salah satu prinsip Islam ini di dalam setiap
pengajiannya. Seperti juga malam ini, digelar taklim dadakan yang hanya
diikuti tujuh orang anggota pasukan baru, yakni Ki Singalodra dan enam
orang lainnya yang di antaranya para senopati terpilih yang sengaja
dikirim oleh Raja Surakarta, Kanjeng Susuhunan Paku Buwono VI
2
yang
juga merupakan keponakan Diponegoro. Hal ini dilakukan Paku Buwono
VI untuk membantu persiapan perjuangannya pamannya itu.
Selain sejumlah senopati pilihan, Susuhunan Paku Buwono VI juga
mengirimkan pasukan-pasukan kraton terlatih dan dana perang yang
tidak sedikit.
Di dalam gua dengan penerangan sebuah obor kecil di sudut belakang,
terhalang tiga gundukan batu yang besar, Ustadz Taftayani duduk bersila
di atas batu datar menghadap ke bagian pintu gua. Dari tempat
bersilanya, ulama dari Minangkabau yang sudah menetap di Tegalredjo
tersebut bisa melihat dua sosok prajurit yang berjaga di pintu masuk gua.
Walau hanya duduk, tidak berdiri seperti layaknya orang yang tengah
berjaga, namun mereka tetap waspada.

2
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono VI lahir di Surakarta, 26 April 1807 dan
meninggal dalam pembuangan Belanda di Ambon, pada tanggal 2 Juni 1849. Nama
aslinya Raden Mas Sapardan. Beliau naik tahta dalam usia 16 tahun dan setahun
kemudian, dalam usia 17 tahun, beliau telah menjadi pendukung perjuangan
Pangeran Diponegoro yang loyal walau terikat perjanjian dengan Belanda.
Pakubuwana VI meninggal dunia di Ambon pada tanggal 2 Juni 1849. Menurut
keterangan resmi Belanda, beliau meninggal karena kecelakaan saat berpesiar di laut.
Di tahun 1957, jasad Pakubuwana VI dipindahkan dari Ambon ke Astana
Imogiri, kompleks makam keluarga raja Mataram. Pada saat makamnya digali,
ditemukan bukti bahwa tengkorak Pakubuwana VI berlubang di bagian dahi.
Menurut analisis Jenderal TNI Pangeran Haryo Jatikusumo (putera Pakubuwana X),
lubang tersebut seukuran peluru senapan Baker Riffle. Ditinjau dari letak lubang,
kematian Pakubuwana VI jelas ditembak pada bagian dahi, bukan kecelakaan.
I
Untold Story of Pangeran Diponegoro 26

Malam ini, setelah bergabungnya Ki Singalodra ke dalam barisan
Mujahidin, beserta sejumlah orang baru, Ustadz Muhammad Taftayani
segera menggelar pengajian yang bertujuan untuk menyamakan persepsi
tentang perjuangan yang tengah dipersiapkan melawan kafir Belanda dan
antek-anteknya. Semua anggota pasukan Diponegoro harus memiliki
persepsi yang sama di dalam jihad fi sabilillah, sebab itu, setiap ada
anggota baru yang bergabung, maka dia setidaknya harus melewati tiga
tahapan penting: bertobat dan memperbaharui syahadatnya, serta
memiliki pemahaman yang lurus dan benar tentang makna jihad di Jalan
Allah.
Materi pertama malam ini adalah akidah atau Panji Syahadatain. Salah
satu bagiannya mengupas tentang Thagut atau tuhan yang lain.
Dengan suara yang pelan namun jelas, Ustadz Taftayani menerangkan,
Thaghut merupakan tuhan selain Allah subhana wa taala. Segala
pandangan hidup, keyakinan, hukum, norma, peraturan, tradisi, dan
sebagainya yang tidak berasal dari hukum Allah, atau malah bertentangan
dengan syariat dan akidah Allah, maka itulah Thagut Apakah ada yang
ingin bertanya?
Ki Singalodra mengacungkan tangannya, Ustadz, apakah bea kerig-aji
3

juga bisa dianggap sebagaiThagut?
Bea kerig aji, sama saja dengan bea pacumpleng
4
, bea pangawang-
awang
5
, bea pajigar
6
, bea wikah-welit
7
, bea pajongket
8
, bea bekti
9
, bea

3
Pajak atas kepala atau pajak yang dikenakan pada setiap orang, besar dan
kecil tanpa perkecualian.
4
Pajak atas pintu rumah.
5
Pajak atas pekarangan rumah.
6
Pajak atas hewan ternak.
7
Pajak atas kepemilikan lahan kebun atau sawah, walau luasnya hanya sedikit.
8
Pajak yang dikenakan bila hendak pindah rumah.
9
Pajak jika seseorang bertukar tuan tanah atau majikan.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 27

jalan, bea pertunjukan
10
, bea penimbangan
11
, dan banyak lagi yang
lainnya. Semua ini merupakan sebagian kecil dari banyak sekali jenis-
jenis pajak yang dibebankan penjajah kafirin Belanda kepada rakyat kecil.
Jika tidak salah, sekarang ini ada lebih dari 34 jenis pajak yang harus
dibayarkan rakyat kepada pemerintah kafir Belanda. Berbagai pajak ini
amat menyusahkan rakyat kecil yang memang hidupnya melarat.
Kezaliman ini tentu bertentangan dengan Islam. Dan sistem kekuasaan
seperti ini, dimana rakyatnya hidup susah, namun para pejabatnya hidup
bermewah-mewah, jelas merupakan sistem Thagut. Sistem ini harus
diakhiri, dihancurkan, dan diganti dengan sistem yang adil.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Tiba-tiba Pangeran
Diponegoro sudah berada di dalam gua bergabung dengan mereka.
Waalaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh..., jawab Ustadz
Taftayani dan seluruh yang hadir. Sang Pangeran kemudian duduk bersila
di belakang Ki Singalodra. Ketika menyadari siapa yang duduk di
belakangnya, lelaki brewokan itu segera bergeser untuk memberi ruang
kepada Diponegoro. Dia benar-benar tidak enak hati jika harus duduk
membelakangi Kanjeng Pangeran. Tetapi Diponegoro dengan lembut malah
menahannya.
Biarlah saya di sini saja. Kisanak tetap di situ, bisiknya sambil
tersenyum.
Ki Singalodra tidak bisa berbuat apa-apa selain tetap duduk pada
tempatnya semula. Walau hatinya merasa teramat sungkan.
Pangeran, ujar Taftayani. kita disini sedang membahas pajak
dan Thagut. Apakah ada yang ingin ditambahkan?
Apakah soal pajak di Tanah Jawa ini sudah disinggung, Ustadz?

10
Pajak pertunjukkan resminya dikenakan pemerintah kepada warga desa jika
ada pertunjukkan kesenian atau hiburan lainnya. Namun nyatanya, walau tidak
pernah ada pertunjukkan hiburan, rakyat tetap diharuskan membayar jenis pajak ini.
11
Pajak penimbangan padi dilakukan ketika panen. Tapi faktanya, seperti juga
pajak pertunjukkan, padi-padi hasil panen para petani tidak pernah ditimbang,
namun tetap dikenakan pajak. Bahkan banyak petani miskin diwajibkan kerja di
lahan pertanian milik bupati tanpa dibayar sepeser pun.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 28

Sedikit. Silakan paparkan
Diponegoro terdiam seperti tengah mencari sesuatu. Mungkin kalimat
pembuka. Dia kemudian mulai berbicara. Suaranya terdengar halus,
namun mengandung kekuatan.
Pajak awalnya diniatkan sebagai salah satu cara untuk mengisi pundi-
pundi kas suatu negeri, agar negeri tersebut dapat mengelola dan
membangun wilayahnya, termasuk rakyatnya, paparnya.
Kemudian dia melanjutkan, Keberadaan pajak sangat penting, jika
suatu negeri memang tidak punya sumber lain yang bisa dimanfaatkan,
misalnya sumber daya atau kekayaan alam. Namun tidak di Tanah Jawa,
tidak juga di Nusantara. Allah subhana wa taala telah menitipkan
sebagian kekayaan yang ada di surga di tanah ini. Tanah ini sangat subur.
Emas permata ada di mana-mana. Belum lagi kekayaan alam lainnya,
baik yang ada di darat, laut, maupun udara. Kalau dikelola dengan baik,
negeri ini bisa memakmurkan rakyatnya tanpa memungut pajak sedikit
pun. Memungut pajak di negeri yang kaya seperti di Tanah Jawa ini
adalah haram hukumnya
Ki Singalodra dan keenam orang lainnya hanya tertegun mendengar
kalimat yang disampaikan Pangeran Diponegoro. Sangat jelas dan tegas.
Lantas mengapa kafir Belanda memajaki rakyat kita seperti sekarang?
Bahkan orang-orangnya Patih Danuredjo juga memusuhi rakyatnya
sendiri tanya Pangeran Diponegoro. Kemudian dia sendiri yang
menjawabnya, Karena kafir Belanda adalah penjajah bagi bangsa ini.
Penjajah selalu melakukan perampokan terhadap bangsa yang dijajahnya.
Baik perampokan yang dilakukan terang-terangan, juga perampokan yang
dilakukan secara diam-diam, atau berkedok macam-macam, ya seperti
pajak yang sekarang ada. Pajak sekarang ini sudah menjadi sumber bagi
pejabat untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Para pejabat di
negeri ini kian hari kian rakus dengan kelezatan dunia. Kegilaan mereka
ini tidak pernah terpuaskan. Yang menjadi korban adalah rakyat
kebanyakan
Apakah sebab itu kita harus memerangi mereka? Bagaimana berperang
atau jihad fisabilillah itu? tanya salah seorang senopati yang kemarin
baru dikirim Paku Buwono VI.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 29

Diponegoro menengokkan wajahnya ke arah Ustadz Taftayani. Namun
ustadz itu malah mempersilakan Diponegoro untuk menanggapinya,
Silakan Pangeran
Perang di dalam Islam bersifat membebaskan, jawab Diponegoro,
sebab itu, jika suatu kota atau negeri telah ditaklukkan oleh kaum
Muslimin, maka istilahnya bukanlah penaklukan, kalah, dan sebagainya,
tetapi Futuh. Futuh berasal dari bahasa arab yang berarti pembebasan
atau membebaskan. Membebaskan dari apa? Yaitu membebaskan
manusia dari penghambaan kepada selain Allah subhana wa taala, baik
itu ketundukan kepada hukum yang zalim, sistem yang salah, penguasa
yang korup, dan sebagainya. Itulah esensi perang di dalam Islam,
membebaskan manusia dari kebathilan dan kezaliman
Mendengar itu, Ustadz Taftayani tersenyum puas. Dia benar-benar
menyayangi murid yang satu ini. Ulama rendah hati dari tanah seberang
ini tahu jika Pangeran Diponegoro, yang terlahir dengan nama Bendoro
Raden Mas Mustahar, yang kemudian dikenal sebagai Bendoro Raden Mas
Ontowiryo, pada 11 November 1785 di Kraton Yogyakarta ini memiliki
banyak keistimewaan.
Diponegoro
12
adalah anak tertua dari Sultan Hamengku Buwono III dan
Raden Ayu Mangkarawati. Ketika melihat dan memangku bayi Diponegoro,
Sultan Hamengku Buwono I haqul yaqin jika suatu hari nanti Diponegoro
akan tumbuh menjadi pembebas rakyat dari kezaliman dan kesengsaraan.
Bayi ini akan menjadi orang yang memimpin perang besar untuk
mengusir penjajah Belanda dari tanah Jawa. Dia akan menimbulkan
kerusakan yang sangat besar pada kafir Belanda. Dia akan menjelma
menjadi orang besar yang dicintai rakyatnya, melebihi diriku, tegas
Sultan Hamengku Buwono I yang juga kakek buyut dari Diponegoro.
Sebab itu, Sultan secara khusus mengamanahkan agar bayi Diponegoro
kelak diasuh dan dididik permaisurinya sendiri, Ratu Ageng.


12
Nama asli Diponegoro adalah Bendoro Raden Mas (BRM) Mustahar. Lahir di
keraton Jogyakarta, pada Jumat Wage, 7 Muharram Tahun Be (11 Nopember 1785).
Tahun 1805, Sultan HB II mengganti namanya menjadi Bendoro Raden Mas (BRM)
Ontowiryo. Adapun nama Diponegoro dan gelar Pangeran baru disandangnya sejak
tahun 1812 ketika ayahnya naik takhta.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 30

Di masa itu, perempuan-perempuan dan laki-laki Jawa-termasuk di
kalangan bangsawan kraton-lazim menikah di usia yang masih relatif
sangat muda. Ketika Diponegoro dilahirkan, Raden Ayu Mangkarawati,
sang ibu, masih berusia 14 tahun, dan ayahnya 16 tahun
13
. Dan sudah
menjadi kelaziman jika sang anak kemudian diasuh oleh nenek atau
buyutnya. Hal ini merupakan tradisi leluhur agar sang anak mendapatkan
pendidikan dan pengasuhan yang benar dari seseorang kerabat yang jauh
lebih matang dan dewasa. Suatu konversi budaya yang saat ini sudah
punah.
Sesuai amanah khusus dari Hamengku Buwono I, bayi Diponegoro diasuh
oleh nenek buyutnya, Ratu Ageng. Ratu Ageng dikenal sebagai seorang
permaisuri yang sangat taat pada agama dan luas ilmunya. Sampai tahun
1792, ketika suaminya masih berkuasa, Ratu Ageng mengasuh
Diponegoro di kraton dan kemudian meneruskannya di Puri Tegalredjo
setelah suaminya wafat.
Selain seorang pendidik, Ratu Ageng juga merupakan Panglima Bregada
Langen Kesuma-kesatuan pasukan elit khusus perempuan pengawal raja,
seperti hanya Trisat Kenya di zaman Amangkurat I-pada masa kekuasaan
Mangkubumi.
Bregada Langen Kesuma merupakan kesatuan khusus pengawal raja yang
sangat tangguh. Walau semua anggotanya perempuan, namun pasukan
berkuda ini dilengkapi dengan senjata api laras panjang dan pendek,
pedang, keris, tombak, trisula, dwisula, dan lain sebagainya. Keterampilan
mereka dalam olah senjata dan olah kanuragan jangan diragukan lagi.
Ada sebuah kisah yang terjadi pada bulan Juli 1809. Ketika itu Marshall
Hermann Wilhelm Daendels berkunjung ke Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat. Dalam salah satu jamuan penyambutan, diperlihatkan
atraksi dari Bregada Langen Kesuma dan dia terkagum-kagum melihat
atraksi pasukan khusus perempuan ini. Sejarawan Carey mengatakan jika
Langen Kesuma merupakan satu-satunya kesatuan militer pribumi yang
mampu membuat Daendels berdecak kagum ketika melihatnya.

13
Bendoro Raden Mas Mustahar atau Bendoro Raden Mas Ontowiryo atau
Pangeran Diponegoro dilahirkan 11 November 1785. Ayahnya, Raden Mas Surojo atau
yang kemudian dikenal sebagai Hamengku Buwono III dilahirkan pada 20 Februari
1769.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 31

Selain Daendels, J. Greeve bersama Residen Surakarta Hartsinch juga
pernah menyaksikan Bregada Langen Kesuma ini. Mereka disambut
dengan salvo senapan dan meriam yang dipergilirkan dengan amat
sempurna.
Markas dari kesatuan istimewa ini berada di Pesanggrahan
Madyaketawang. Lapangan latihan menembak bagi pasukan ini berada di
alun-alun Pungkuran, di selatan kraton. Serat Rerenggan Karaton, Pupuh
XXII, Sinom, menyebutkan:
Sanggrahan Madya Ketawang, lamun miyos Sri Bupati, pratameng
Langenkusuma, lir priya praboting jurit, tinonton saking tebih, saengga
priya satuhu, samya munggeng turangga, myang yen gladhi neng praja di,
angreh kuda neng ngalun-alun pungkuran.
Artinya lebih kurang sebagai: Di Pesanggrahan Madyaketawang, dan
datanglah Sri Bupati (maksudnya Sri Sultan) untuk menyaksikan mereka,
seorang perempuan yang menjadi pemimpin pasukan Langen Kesuma,
penampilannya mirip prajurit lelaki, dilihat dari jauh, tampak seperti
prajurit laki-laki sungguhan, semua naik kuda, menuju tempat latihan di
ibukota, yaitu di Alun-alun Pungkuran.
Selain menempa pasukan khusus perempuannya dengan ilmu perang dan
kanuragan, Ratu Ageng juga membekali mereka dengan ilmu agama
sehingga pakaian pasukan ini terbilang sangat sopan, dengan tetap
mengedepankan kebebasan gerak untuk berperang. Ratu Ageng sebagai
pengasuh Pangeran Diponegoro adalah panglima pasukan khusus ini.
Bukan hanya sebagai panglima, Ratu Ageng juga merupakan seorang
permaisuri raja yang sangat peduli dengan nilai-nilai keislaman. Sebab
itulah, selain menempa seorang Diponegoro dengan cara-cara seorang
ksatria, Ratu Ageng juga membekali cicit kesayangannya ini dengan ilmu
agama yang cukup dalam.
Namun berbeda sikapnya dengan Diponegoro, terhadap anak kandungnya
sendiri Ratu Ageng malah tidak akur. Ini disebabkan karena Raden Mas
Sundoro dianggap tidak taat dalam menjalankan perintah agama, walau
Raden Mas Sundoro sendiri dikenal sangat anti terhadap penjajah
Belanda.
Sebab itulah, ketika Hamengku Buwono I turun tahta dan digantikan oleh
Raden Mas Sundoro yang kemudian dikenal sebagai Hamengku Buwono II
Untold Story of Pangeran Diponegoro 32

di tahun 1792, Ratu Ageng memilih untuk keluar dari lingkungan kraton
yang dianggapnya sudah cemar oleh tradisi kafir Belanda. Ratu Ageng
lebih memilih tinggal di sebuah dusun terpencil yang kelak dikenal
sebagai Tegalredjo, berjarak sekira tiga kilometer barat kraton. Diponegoro
ikut diboyong keluar dari kraton dan tinggal di dusun di tengah-tengah
rakyatnya sendiri.
Dari Kraton, Puri Tegalredjo tepat berada di arah barat laut, arah yang
dijadikan kiblat bagi umat Islam di Nusantara untuk sholat. Di dalam
kompleks puri, Ratu Ageng juga membangun sebuah masjid di sebelah
barat laut bangunan utama puri yang berupa pendopo utama.
Karena dibesarkan dalam lingkungan kawulo alit atau rakyat kecil, maka
dalam jiwa seorang Diponegoro tumbuh rasa kepedulian yang sangat
besar kepada orang-orang kecil. Apalagi sejak kecil Diponegoro melihat
dengan mata kepalanya sendiri betapa seorang Ratu Ageng, permaisuri
seorang raja, tidak merasa rendah ketika harus bergaul dengan kawulo
alit. Bahkan Ratu Ageng ikut terjun langsung bercocok tanam di sawah
dengan kaki dan tangan penuh lumpur. Ratu Ageng harus bekerja, karena
dia harus menghidupi keluarganya sendiri disebabkan dia menolak
bantuan keuangan dari kraton yang dianggapnya sudah dikotori oleh
kemaksiatan dan kezaliman.
Akan jauh lebih mulia di hadapan Allah jika aku bekerja dengan tangan
dan kakiku sendiri, ketimbang hidup dengan bertumpu pada uang kotor
yang berasal dari memeras keringat dan darah rakyat! tegasnya.
Diponegoro juga melihat betapa Ratu Ageng sangat gandrung pada
literatur-literatur keagamaan, sejarah, dan juga sastra, sehingga
rumahnya yang sederhana di Tegalredjo bagaikan sebuah perpustakaan
kecil. Sebaliknya, terhadap harta benda, Ratu Ageng tidak memiliki minat
yang besar. Dia hanya memiliki barang-barang primer yang memang
dibutuhkan dalam rumah tangga seperti kebanyakan orang.
Semua pengajaran yang diberikan Ratu Ageng dan para ulama yang
dipanggil maupun yang didatangi langsung oleh Diponegoro muda
menyebabkan Pangeran Diponegoro menjadi seorang pemuda yang
bersahaya. Seluruh kehidupannya diusahakan dengan keras mengikuti
teladan Rasulullah SAW. Dia sering menyamar sebagai orang kebanyakan,
mengenakan ikat kepala dan kain wulung dan berbaju hitam. Diam-diam
Untold Story of Pangeran Diponegoro 33

dia sering membaur bersama para santri di pondok-pondok pesantren di
pedesaan dengan menggunakan nama samaran Ngabdurakhim. Di saat
samarannya hampir terbongkar, dia akan segera pindah ke pondok
pesantren yang lain. Selain itu, Diponegoro juga senang mengembara,
keluar masuk hutan, tinggal di gua-gua untuk menyendiri, dan menatap
lama-lama deburan ombak dan langit Laut Kidul.
Pangeran Diponegoro tahu betul, kehidupan para pembesar kraton yang
sebagian besar masih kerabatnya, kian hari malah kian jauh dari
tuntunan agama. Para pejabat kraton yang notabene sudah memeluk
Islam, semakin hari malah semakin mesra dengan kafir Belanda. Islam
bagi mereka hanyalah identitas formal, sedangkan kelakuannya sudah
tidak ada beda lagi dengan kelakuan kaum kafir Belanda yang menyukai
dansa-dansi sampai pagi, minum-minuman keras, gila harta dan judi
dengan taruhan gadis-gadis penari.
Martabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang tadinya begitu tinggi
dan mulia kini sudah cemar, dikotori kafir Belanda dan sebagian besar
pembesar kraton sendiri yang sudah lupa dengan jatidirinya.
Sebab itu, ketika Hamengku Buwono III, ayah kandungnya, hendak
menobatkannya sebagai putera mahkota-walau Diponegoro bukan berasal
dari permaisuri, namun selir-dengan tegas dia menolaknya. Ustadz
Taftayani tahu, penolakan Diponegoro lebih disebabkan ketidaksukaannya
terhadap campur tangan Belanda dalam kekuasaan kraton. Bahkan
pengangkatan seorang raja pun harus disetujui Belanda dan Residen
Belanda-lah yang melantik seorang raja. Diponegoro amat muak dengan
semua ini. Itulah yang melatarbelakangi penolakannya untuk menjadi raja
di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dengan penuh keikhlasan, dia menunjuk adiknya yang masih belia,
Raden Mas Jarot, untuk menerima posisi sebagai putera mahkota.
Dihadapan orang-orang terdekatnya, Diponegoro ketika itu mengatakan,
Rakhmanudin dan kau Akhmad, jadilah saksi saya, kalau-kalau saya
lupa, tolong ingatkan pada saya, bahwa saya bertekad tidak mau
dijadikan pangeran mahkota, walau pun seterusnya akan diangkat
menjadi raja, seperti ayah atau nenenda. Saya sendiri tidak ingin itu
terjadi. Cukuplah saya menjadi seperti apa yang ada sekarang, dekat
dengan Gusti Allah dan rakyatku. Saya bertobat kepada Allah Yang Maha
Untold Story of Pangeran Diponegoro 34

Besar. Hidup di dunia tiada akan lama dan saya tidak ingin hidup saya ini
nantinya dikotori oleh kafir Belanda. Saya tidak ingin hidup dengan
menanggung dosa
14

Bagi Diponegoro, kehidupan penuh glamor di dalam kraton sama sekali
tidak menarik hatinya. Baginya kraton adalah tempat yang penuh dengan
dosa, dan dia tidak mau ikut terkotori. Diponegoro lebih menyukai hidup
dan berada di tempat yang sepi, untuk mencari kesejatian dan makna
hidup, menggali ilmu agama, dan pengetahuan yang bermanfaat.
Seorang Diponegoro lebih menyukai menjalin silaturahim dengan para
alim-ulama dan rakyat biasa, ketimbang berdekat-dekatan dengan
penguasa. Sejumlah ulama besar yang dekat dengan Diponegoro antara
lain Kiai Muhammad Bahwi, penghulu utama kraton, lalu Haji Baharudin
yang menjadi Komandan Pasukan Suronatan, Kiai Kasongan, Kiai
Papringan, juga dengan Kiai Baderan ayah dari Kiai Mojo, dan lain-lain.
Dan seorang Ustadz Muhammad Taftayani merasa bersyukur bisa menjadi
salah satu guru bagi orang yang berhati mulia ini.
Ustadz silakan lanjutkan paparannya. Saya hendak keluar dahulu,
ujar Pangeran Diponegoro membuyarkan semua ingatan Muhammad
Taftayani
15
tentang murid kesayangannya itu.
Astaghfirullah.. saya melamun. Silakan Pangeran. Dan karena hari sudah
semakin malam, pengajian kali ini kita cukupkan sampai disini dahulu.
Mudah-mudahan iman Islam yang kita miliki mampu untuk mengikat hati
kita semua dalam perjuangan yang sebentar lagi akan mendatangi kita.
Cepat atau lambat, semuanya akan diuji oleh perjuangan ini. Saya berdoa
agar Allah subhana wa taala nanti memasukkan dan mengumpulkan kita

14
Kalimat yang diucapkan Pangeran Diponegoro ini tertulis di dalam Babad
Diponegoro jilid I hal.39-40.
15
Menurut laporan Residen Belanda tahun 1805, Ustadz Taftayani yang berasal
dari Sumatera Barat itu mampu memberikan pengajaran dalam bahasa Jawa dan
pernah mengirimkan anak-anaknya ke Surakarta, pusat pendidikan agama pada
waktu itu. Di Surakarta, Taftayani menerjemahkan kitab fiqih Sirat Al-Mustaqim
karya Nuruddin Ar Raniri ke dalam bahasa Jawa. Ini mengindikasikan, Pangeran
Diponegoro belajar Islam dengan serius. (Dr. Kareel A. Steenbrink, 1984, Beberapa
Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta hal.
29).
Untold Story of Pangeran Diponegoro 35

semua di dalam jannah-Nya. Amien ya Rabb. Apakah kisanak semua
masih ada pertanyaan?
Ketujuh lelaki dewasa yang ada di hadapan Ustadz Taftayani saling
berpandangan dan kemudian menggelengkan kepala.
Baiklah. Nanti kita akan berkumpul kembali dalam pengajian berikutnya.
Untuk saat ini saya cukupkan.Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, jawab semuanya.
Pengajian telah berakhir malam itu. Para prajurit ada yang beristirahat,
ada pula yang bertugas jaga. Sedangkan dua senopati, sejumlah sesepuh,
dan pimpinan pasukan lainnya bergabung di sebuah rumah yang cukup
besar di bagian bawah Gua Selarong. Seperti yang dilakukan setiap
malam, semuanya akan mendengar pemaparan perkembangan terakhir
situasi Yogyakarta dan juga kraton dari para telik sandiatau mata-mata
yang dikirim ke berbagai tempat. Pangeran Diponegoro akan langsung
memimpin pertemuan tersebut. []


Untold Story of Pangeran Diponegoro 36

BAB 3

uromenggolo bersama tiga lelaki lainnya sudah duduk bersila di
ruangan agak besar berdinding bambu yang tidak dilabur dengan
kapur, sehingga bilik-biliki bambu yang mengikat dengan saling-
silang itu menampakkan keasliannya. Sebuah pelita kecil sengaja
diikatkan di pokok bambu, tepat di bagian tengah atas ruangan. Keempat
orang itu merupakan bagian dari pasukan telik sandi yang sengaja dikirim
Diponegoro ke daerah-daerah musuh untuk menggali informasi sebanyak-
banyaknya tentang berbagai hal.
Di luar, suara hewan malam terdengar bersahut-sahutan. Sesekali di
kejauhan, lenguhan monyet menimpali. Suaranya begitu memilukan,
bagai meneriakkan nasib rakyat pribumi yang terus-menerus menderita di
bawah kekejaman Belanda dan antek-anteknya.
Suromenggolo sungguh-sungguh kagum dengan Susuhunan Paku
Buwono IV. Keponakan dari Pangeran Diponegoro inilah-bersama
Pangeran Mangkubumi
16
-yang menganjurkan agar pamannya memilih
Gua Selarong sebagai basis perlawanan gerilya. Wilayah Selarong dengan
beberapa guanya memang sangat strategis. Tempatnya berada di
ketinggian sebuah bukit, dikelilingi hutan yang masih lebat walau tidak
luas. Jalan dari dan menuju gua hanya satu dan itu pun kecil sehingga
sulit dilalui kereta yang ditarik kuda. Walau berada di ketinggian, namun
Gua Selarong yang berada di selatan Yogyakarta ini tak begitu jauh
dengan dengan garis pantai Laut Kidul, tempat yang disukai Diponegoro
untuk tafakur .
Di bawah Gua Selarong terdapat perkampungan yang sudah ramai oleh
rumah penduduk. Walau demikian, kontur daerah ini memang
menjadikannya sangat cocok untuk dijadikan markas komando dalam
kacamata militer.

16
Pangeran Mangkubumi merupakan anak dari Sultan Hamengku Buwono II
atau yang lebih populer disebut sebagai Sultan Sepuh. Sultan Hamengku Buwono II
ini sangat anti penjajah Belanda. Sikap ini diwariskan oleh Pangeran Mangkubumi.
Pangeran Diponegoro sendiri lebih dekat kepada Sultan Sepuh ketimbang terhadap
ayahnya sendiri, Sultan Hamengkubu Buwono III yang tidak begitu tegas, bahkan
beberapa kali dengan jelas mendukung Belanda.
S
Untold Story of Pangeran Diponegoro 37

Setelah menyimak dan menimbang saran dari Paku Buwono VI, Pangeran
Diponegoro akhirnya mengakui jika usul keponakannya tersebut memang
tepat. Gua Selarong memang sebuah benteng alami yang cukup tangguh.
Sebagai seseorang yang dididik dan dibesarkan panglima pasukan khusus
pengawal raja, Pangeran Diponegoro tahu banyak soal strategi perang.
Ratu Ageng tidak hanya memberinya pengetahuan keagamaan, tetapi juga
membekalinya dengan dasar-dasar kepemimpinan dan kemiliteran,
pengetahuan tentang taktik perang, penggunaan senjata, manajemen
pasukan, dan lain sebagainya.
Sebab itulah, walau tidak dilakukan tiap malam, selepas pengajian dan di
saat yang lain sudah beristirahat atau kembali berjaga di posnya masing-
masing, Pangeran Diponegoro selalu mengadakan pertemuan terbatas
dengan para telik sandi terpilih untuk memantau perkembangan di luar
sana.
Pangeran Diponegoro percaya dengan informasi yang disampaikan para
telik sandinya. Di sisi lain, tanpa sepengetahuan para telik sandinya,
Diponegoro juga membentuk unit kontra intelijen yang mengawasi dan
mengecek semua informasi yang diterima dari bawahannya. Yang terakhir
ini direkrut dari orang-orang yang sangat dipercayainya, walau pun
jumlahnya tidak banyak. Ustadz Taftayani sendiri yang telah membaiat
mereka dengan kitab suci al-Quran di atas kepala.
Tiba-tiba pintu bilik yang bagian luarnya terbuat dari bambu bergerak
terbuka. Deritnya terdengar pelan. Dari pintu yang terbuka tampak Ki
Guntur Wisesa yang pertama memasuki ruangan, diikuti Pangeran
Diponegoro, Ustadz Taftayani, Pangeran Bei, seorang pengawal khusus,
dan kemudian barulah beberapa orang sesepuh dan para senopati. Salam
pun ditebarkan, dijawab kembali dengan salam saling mendoakan
kebaikan bagi semuanya. Mereka duduk melingkar di tengah ruangan,
diterangi temaram satu-satunya pelita kecil yang diikat di atas dekat
wuwungan.
Tidak ada yang bersuara hingga Ustadz Taftayani membuka pertemuan.
Bagaimana laporanmu Suromenggolo? bisiknya langsung ke pokok
pertemuan.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 38

Lelaki yang disapa Suromenggolo mengangguk pelan. Murid sekaligus
orang kepercayaan Kiai Mojo, ulama kharismatik dari Desa Mojo yang
berada di utara Surakarta, ini tidak segera menjawab. Dia mengedarkan
terlebih dahulu pandangannya ke sekeliling ruangan. Walau nyaris gelap,
namun dia bisa merasakan jika seluruh pimpinan pasukan jihad fi
sabilillah Kanjeng Gusti Pangeran berkumpul di sini.
Setelah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, masih sambil
duduk bersila, Suromenggolo membungkukkan badan dan mulai
mengeluarkan suaranya. Terdengar seperti orang berbisik, namun bisa
didengar dengan jelas.
Alhamdulillah. Semakin banyak ulama dan para pendekar yang
menyatakan dengan tegas jika mereka akan bergabung dengan kita.
Pangeran Diponegoro dan semua yang ada di dalam ruangan tersebut juga
mengucapkan hamdallahtanda syukur kepada Allah subhana wa taala.
Beberapa tahun lalu, Pengeran Diponegoro dan yang lainnya memang
bergerak di segenap penjuru negeri untuk menggalang kekuatan untuk
memerangi dan mengusir Belanda.
Orang pertama yang dikunjungi Diponegoro adalah Kiai Abdani dan Kiai
Anom di Bayat, Klaten. Kedua kiai ini tidak saja menyatakan dengan tegas
kesanggupannya untuk bergabung namun juga memberi Diponegoro
tambahan ilmu bela diri. Dari Bayat, Diponegoro bersama Pangeran
Mangkubumi melanjutkan perjalanan ke Sawit, Boyolali, untuk menemui
Kiai Modjo, seorang Kiai kepercayaan Kanjeng Susuhunan Pakubuwono
VI. Kiai Modjo pun mendukung penuh Pangeran Diponegoro. Lalu dengan
diantar Kiai Modjo, Pangeran Diponegoro menemui Tumenggung
Prawirodigdoyo di Gagatan. Tumenggung ini adalah orang kepercayaan
Susuhunan Paku Buwono VI.
Dan atas saran Kiai Modjo dan Tumenggung Gagatan inilah, Pangeran
Diponegoro pun menemui Paku Buwono VI, keponakan Diponegoro
sendiri.
Hampir semua ulama yang saya temui di sekitar Merapi, Dieng, Merbabu,
Kulon Progo, dan lainnya, semua siap bergabung dengan Kanjeng
Pangeran. Bukan saja para ulama, namun juga para pendekar dan jagoan-
jagoan setempat. Mereka sudah muak dengan Belanda. Mereka hanya
tinggal menunggu perintah dari Kanjeng Pangeran.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 39

Ustadz Taftayani mengangguk-angguk. Alhamdulillah, ini perkembangan
yang baik. Namun ketahuilah, jika perang yang akan kita lakukan ini
adalah perang sabil, Jihad fi sabilillah. Perang yang semata-mata
bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah dan menghapuskan segala
kezaliman. Sebab itu, kita harus mengaktifkan pengajian-pengajian di
seluruh negeri, agar semua yang nantinya bergabung dengan kita
memahami apa tujuan dan hakikat perang ini. Bagaimana Pangeran?
Insya Allah, saya juga berpendapat sama. Kita akan memetik
kemenangan. Tidak ada sedikit pun rasa takut dan cemas menghadapi
hari esok bagi orang-orang beriman. Kematian adalah kepastian. Dan
hanya orang-orang beriman dan tawakal yang kematiannya akan benar-
benar indah. Insya Allah, Ustadz, dan juga yang lainnya, para senopati
dan para ulama, mulai besok kita akan menggencarkan pengajian kepada
semua orang yang bersedia bergabung dalam kafilah tauhid ini. Insya
Allah.., ujar Diponegoro.
Lantas, bagaimana dengan Danuredjo, Kisanak? tanya Ustadz Taftayani
kembali kepada Suromenggolo.
Danurejo makin tak terkendali, Ustadz. Tadi pagi seorang ibu yang
sedang hamil tua bersama dua orang anak kecil yang dibawanya dilarang
lewat jembatan di Desa Jotawang, hanya karena uang yang dimiliki sang
ibu tadi untuk bayar pajak jalannya kurang. Danurejo ada di sana. Dia
tengah menginspeksi pos-pos jalan utama. Dia sendiri yang kemudian
memerintahkan ibu itu dan anak-anaknya untuk menyeberangi Kali Code
yang berbatu-batu yang ada di bawah jembatan. Akhirnya ibu dan anak-
anaknya itu pun terpaksa menyeberangi kali. Dan celaka, mereka jatuh
dan terbawa hanyut air kali yang deras. Tidak ada yang berani
menolongnya karena Danurejo dan pasukannya melarang semua orang
yang ada di situ untuk menolong mereka.
Astaghfirullah al-adziem...., desis semua yang ada di sana.
Dasar anjing Belanda! umpat Ki Singalodra geram. Giginya sampai
terdengar bergemeletuk saking marahnya.
Teruskan Kisanak, ujar Ustadz Taftayani.
Suromenggolo melanjutkan paparannya, Danurejo juga telah
memerintahkan dua orang kepercayaannya, Pangeran Murdaningrat dan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 40

Pangeran Ponular untuk menaikkan tarif pajak di beberapa ruas jalan
yang makin ramai. Siapa saja yang tidak sanggup bayar, dilarang melintas
di jalan itu
Pangeran Diponegoro bergumam, Murdaningrat dan Ponular, jahat benar
mereka
Suromenggolo mendengar gumamannya, Ya, benar Kanjeng Gusti
Pangeran. Mereka berdua telah benar-benar menjadi kaki tangan bagi
Danurejo dan juga kafir Belanda. Bukankah mereka yang menggantikan
Kanjeng Gusti Pangeran dan Pamanda Kanjeng Gusti Mangkubumi di
dewan perwalian?
Diponegoro mengangguk. Ya, mereka yang menggantikanku dan
Paman Mangkubumi di Dewan Perwalian Kraton.
Ustadz Taftayani dan semua orang yang berkumpul di ruangan itu tahu
benar jika sesungguhnya Dewan Perwalian Kraton hanyalah alat bagi
kepentingan Belanda untuk menipu rakyat.
Awalnya adalah ketika Sultan Hamengku Buwono III wafat pada tahun
1814. Saat itu Raden Mas Jarot, adik dari Pangeran Diponegoro, baru
berusia sepuluh tahun. Rakyat menginginkan agar Diponegoro yang
menjadi raja. Namun Diponegoro sejak awal menolak. Dan Belanda pun
tidak menyukai Diponegoro yang tidak mau tunduk pada kepentingannya.
Akhirnya Raden Mas Jarot pun naik tahta, menjadi Sultan Hamengku
Buwono IV dalam usia belia. Belanda menunjuk Paku Alam I sebagai wali
pemerintahannya.
Pada tanggal 20 Januari 1820, ketika Hamengku Buwono IV sudah
hampir berusia enambelas tahun, Paku Alam I meletakkan jabatan
sebagai wali raja. Namun pemerintahan mandiri Hamengku Buwono IV
hanya berjalan selama dua tahun, karena pada tanggal 6 Desember 1822
tengah hari, ketika baru saja sepulangnya dari tamasya, dia meninggal
dunia. Sebab itulah Hamengku Buwono IV disebut juga sebagaiSultan
Seda ing Pesiyar, Sultan yang meninggal dunia ketika tengah tamasya.
Menurut keterangan Belanda, sakitlah yang menjadi sebab kematiannya.
Namun banyak orang yang percaya, jika Belanda atau orang-orangnya
telah meracuni Sultan. Belanda berbuat itu agar kekuasaan Patih
Untold Story of Pangeran Diponegoro 41

Danuredjo IV bisa lebih besar
17
. Patih Danuredjo IV, yang berasal dari
keluarga Danurejan yang memang sejak lama menjadi kaki tangan
Belanda, kemudian menempatkan saudara-saudaranya menduduki
jabatan-jabatan penting di kraton. Dengan meninggalnya Hamengku
Buwono IV, maka otomatis, Raden Mas Gatot Menol, anaknya yang baru
berusia tiga tahun akan naik tahta. Dengan adanya raja balita ini, maka
Patih Danuredjo akan sangat leluasa untuk menguasai seluruh kraton.
Dan kepentingan Belanda pun akan terjamin dalam waktu yang lama.
Dan memang demikian adanya. Raden Mas Gatot Menol yang baru berusia
tiga tahun pun diangkat menjadi Sultan Hamengku Buwono V. Untuk
mendampingi raja kecil ini, Belanda bersama Patih Danuredjo IV
membentuk Dewan Perwalian Kraton, yang terdiri dari orang-orang
terdekat dari sang raja. Dewan ini dibentuk salah satunya untuk
menghilangkan kecurigaan rakyat banyak soal sebab kematian Hamengku
Buwono IV. Dengan adanya Dewan Perwalian, maka Patih Danuredjo bisa
berlindung di balik dewan ini atas semua tindak-tanduknya.
Naiknya Raden Mas Gatot Menol menjadi Hamengku Buwono V dan
dibentuknya Dewan Perwalian Kraton menimbulkan dilema tersendiri bagi
seorang Pangeran Diponegoro. Dia sudah curiga jika Dewan Perwalian
hanyalah hasil akal-akalan dari seorang Danuredjo. Karena keputusan
final pemerintahan tetap berada di tangan Patih Danuredjo IV bersama-
sama dengan Residen Belanda.
Namun jika dia tidak bergabung di dalamnya, maka kraton akan
sepenuhnya dikuasai Danuredjo dan para penjilat kafir Belanda lainnya.
Setelah bertafakur cukup lama di Parangkusumo, dengan
mengucapkanBismillah, maka Pangeran Diponegoro pun memilih untuk
mau bergabung sebagai anggota Dewan Perwalian, bersama dengan
Mangkubumi, pamannya yang sangat dihormati Diponegoro. Diponegoro
berharap dengan bergabungnya dia dan Mangkubumi di dalam Dewan

17
Peter Carey di dalam The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the end of
an old order in Java 1785-1855 (2007) menulis, bagaimana dia wafat sangat
mengerikan-tampaknya ia mendadak kena serangan penyakit ketika sedang makan-
dan tubuhnya langsung membengkak, suatu pertanda menurut dugaan beberapa
orang masa itu, bahwa dia telah diracuni Kematian itu datang dengan tiba-tiba
setelah Hamengku Buwono IV menerima nasi dan makanan Jawa dari Patih
Danuredja IV.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 42

Perwalian Kraton, maka mereka bisa mewarnai kraton agar lebih memihak
umat ketimbang memihak penguasa kafir Belanda.
Namun kenyataan berkata lain. Hampir setiap hari rapat demi rapat
berlangsung, memutuskan ini dan itu terkait kebijakan kraton terhadap
berbagai macam masalah menyangkut rakyat banyak, namun segala
keputusan Dewan Perwalian ternyata tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Semua kebijakan pemerintah ternyata tidak sejalan dengan
hasil musyawarah atau rekomendasi dari Dewan Perwalian. Patih
Danuredjo yang sangat licin dan mahir berbicara ini. bahkan dengan
menyitir banyak ayat Quran, hadits, dan juga siroh Rasul, selalu
menelikung semua keputusan Dewan ini. Sehingga keberadaan Dewan
seolah tidak ada artinya, kecuali hanya sebagai panggung sandiwara.
Danuredjo bisa dengan mudah dan leluasa memutuskan segala hal walau
itu bertentangan dengan hasil musyawarah Dewan Perwalian Kraton.
Patih Danuredjo lebih berkuasa ketimbang Dewan Perwalian itu sendiri.
Dewan yang berfungsi sebagaimana layaknya Dewan Syuro ini tidak
memiliki kekuatan apa-apa jika Danuredjo berkehendak lain.
Semua ini membuat Pangeran Diponegoro bertambah muak. Maka dengan
tegas, Diponegoro-bersama Mangkubumi-menyatakan keluar dari dewan
ini dan bersama-sama umat berjuang dari luar lingkaran kekuasaan yang
bertambah korup. Danuredjo sendiri mengiming-imingi kedudukan dan
uang yang banyak kepada Diponegoro, namun Sang Pangeran tidak goyah
dan tetap memilih berjuang dari luar tembok kraton sepenuhnya.
Dengan tetap mengecilkan volume suara, Suromenggolo melaporkan
semua informasi yang diterimanya di lapangan, baik berkenaan dengan
pergerakan pasukan Belanda dan antek-anteknya, juga kebijakan baru
yang diambil oleh Patih Danuredjo yang kian menyusahkan rakyat.
Di akhir laporannya, Suromenggolo dan kedua rekan anggota
pasukan telik sandi-nya bersepakat jika perkembangan di luar semakin
panas dan bukan tidak mungkin Belanda dan Danuredjo akan mengambil
suatu langkah untuk memprovokasi Pangeran Diponegoro untuk memulai
perang.
Maaf Kanjeng Pangeran.., ujar Suromenggolo. saat ini Kanjeng
Pangeran dan semua yang ada di sini harap lebih waspada dan hati-hati.
Dari berbagai informasi yang kami dapatkan di lapangan, kami yakin jika
Untold Story of Pangeran Diponegoro 43

Belanda dan Patih Danuredjo tengah menyusun siasat agar kita semua
terpancing . Mereka ingin kita melawan mereka secara terbuka terlebih
dahulu. Semua ini agar mereka memiliki alasan untuk menangkap dan
membunuh kita semua di sini []



Untold Story of Pangeran Diponegoro 44

BAB 4
Pertengahan Juli 1825
alam telah turun menyelimuti langit Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat. Di aula kraton, musik Ratu Wilhelmina terdengar
mendayu-dayu dari piringan hitam yang diputar. Gelak tawa para
pembesar Belanda dan para pejabat kraton yang tengah dimabuk whisky
dan Brandy dalam pesta jamuan makan malam yang mewah terdengar
kencang. Diseling cekikikan genit para Noni Belanda dan perempuan-
perempuan muda yang didatangkan orang-orangnya Patih Danuredjo
entah dari mana.
Di salah satu ruangan utama kraton, Patih Dalem Danuredjo IV tampak
duduk semeja dengan Anthonie Hendriks Smissaert, Residen Yogyakarta.
Penggila pesta dan minuman keras itu, dan tentu saja juga wanita,
merupakan Residen Belanda ke-18 untuk Yogyakarta. Sejak bertugas
tahun 1823, hampir tiap pekan Smissaert menggelar pesta dansa-dansi
dan minuman keras dengan mengundang koleganya, termasuk para
pembesar kraton seperti halnya Patih Danuredjo IV dan sebagian
pangeran serta pejabat lainnya.
Di hadapan meja yang dipenuhi abu cerutu dan beberapa botol Whisky
yang sudah berkurang isinya, Patih Danuredjo tengah berembug dengan
residen itu untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya
yang makin lama makin mencemaskan mereka.
Dari para mata-mata yang disebar Belanda dan juga kraton, mereka
mendapatkan keterangan jika kian hari kian banyak saja orang yang
bergabung dengan Diponegoro. Apalagi di Puri Tegalredjo, tempat
kediaman Diponegoro dan Ratu Ageng, sudah lama tercium adanya
pelatihan-pelatihan ilmu bela diri bagi pribumi yang dipimpin oleh
sejumlah ulama pendekar dan para jagoan yang menyatakan setia kepada
Diponegoro. Pelatihan itu tidak saja dilakukan dengan tangan kosong,
namun juga menggunakan berbagai macam senjata.
Patih, Kowe musti bisa bikin cara supaya Diponegoro itu bisa segera
ditangkap!
Patih Danuredjo tersenyum. Dengan suaranya yang lembut dan kalimat
yang teratur rapi, dia menjawab, Insya Allah, Tuan Residen tenang saja.
M
Untold Story of Pangeran Diponegoro 45

Saya dan anak buah saya sedang mencari jalan supaya dia bisa sesegera
mungkin ditangkap.
Kapan? Kowe tidak bisa berlama-lama begitu! Apa mau tunggu sampai
pengikutnya banyak? Jadi susah kita nantinya! sergah Smissaert sambil
menenggak sebotol Whisky dari botolnya langsung. Jakunnya yang besar
terlihat bergerak naik turun di lehernya. Dia kemudian menopangkan
sebelah kakinya yang pendek naik di atas meja ke atas kaki yang lain.
Tapak sepatu lars Smissaert kini menghadap lurus ke wajah Danuredjo.
Patih Danuredjo benar-benar direndahkan olehnya. Tapi patih itu hanya
berdiam diri sambil tetap tersenyum, walau hatinya serasa panas
diperlakukan seperti itu.
Melihat Danuredjo yang belum juga menjawab pertanyaannya, dengan
tidak sabaran lelaki kecil berwajah bulat dengan rambut tipis berwarna
putih keperakan dan bermata biru itu berkata, Aah, jangan-jangan kowe
berkomplot dengan Diponegoro hah!
Danuredjo yang ikut minum Whisky, hanya saja dia meminumnya dari
sloki, tersedak. Airnya sampai tumpah membasahi pakaiannya.
Tidak, bukan begitu, Tuan. Tuan salah besar jika sampai menduga hal
itu. Saya sebenarnya sejak beberapa hari lalu berpikir jika kita sebenarnya
punya cara yang bagus untuk menangkap Diponegoro itu
Kenapa kowe dari tadi diam saja? ketus Smissaert dengan sinis. Bekas
Residen Rembang yang ditunjuk Gubernur Jenderal Van Der Capellen
pada 3 Januari 1823 menjadi Residen Yogyakarta ini, walau bertubuh
kecil dan kikuk, namun sikapnya sangat percaya diri.
Saya baru mau cerita, Tuan
Ya, cepatlah cerita!
Danuredjo membetulkan posisi duduknya. Kini punggungnya ditegakkan
tanpa bersandar ke bagian sandaran kursi rotan yang tinggi. Setelah
terbatuk-batuk kecil sebentar dia mulai memaparkan rencana bulusnya.
Tuan Residen, Tuan pasti tahu proyek jalan lurus dari Yogyakarta ke
Magelang yang sedang kita kerjakan bukan?
Untold Story of Pangeran Diponegoro 46

Smissaert mengangguk-anggukkan kepalanya, Ya, ya, saya tentu tahu.
Ada apa dengan proyek itu?
Wajah Danuredjo mendadak cerah. Dia memang selalu begitu jika sedang
merencanakan sesuatu. Raut wajahnya yang sedemikian licik
mengingatkan Smissaert pada salah satu tokoh penasehat Kurawa dalam
epik Bharata Yudha yang pernah dibacanya semasa masih kecil di Bataaf,
kampung kelahirannya.
Ya, orang ini mirip sekali dengan Patih Sasngkuni!
Tuan Residen, bagaimana jika jalan yang tadinya dibuat lurus itu,
melewati Muntilan, dibelokkan sedikit ke barat, melewati Tegalredjo. Jalan
itu kita buat sengaja menerabas tanah makam leluhur Diponegoro dan
juga kebun miliknya. Kita tancapkan saja patok-patok proyek jalan di
sana. Jika kita melakukan itu, Diponegoro pasti akan marah.
Residen Smissaert menurunkan kedua kakinya dari atas meja. Wajahnya
ikutan cerah. Kedua matanya yang biru terlihat berbinar-binar. Ha! Ini
baru namanya Patih Danuredjo! Tak sia-sia Belanda punya orang seperti
kowe! Ayo, ayo, teruskan ceritamu!
Disanjung demikian, Danuredjo tersenyum lebar. Dengan sikap yang
dibuat-buat dia merendahkan diri dengan mengatakan jika dirinya biasa
saja dan hanya bekerja semaksimal mungkin demi kemuliaan ratu
Belanda.
Tuan pasti sudah bisa menebak kemana arahnya. Kalau Diponegoro
marah, dia pasti akan mengirim utusannya kesini untuk mengajukan
protes. Kita acuhkan saja protesnya dan tetap mematoki tanah itu untuk
dibuat jalan. Bahkan kita kirim saja para kuli ke Tegalredjo dan mulai
mengerjakan proyek ini. Diponegoro pasti akan marah besar. Dia akan
kehilangan akal sehatnya. Bisa jadi dia akan menyerang kuli-kuli kita itu.
Atau bisa jadi pula dia akan menyerang langsung kita di sini. Kalau itu
sampai terjadi, kita tinggal menangkapnya. Kita katakan saja jika
Diponegoro mau memberontak terhadap pemerintah. Bukankah itu
mudah?
Smissaert tersenyum lebar, kedua matanya yang besar menyipit,
Ha..ha..ha.. betul. Betul itu. Nah, belokan saja jalan itu menuju tanah
leluhurnya Diponegoro!
Untold Story of Pangeran Diponegoro 47

Kapan rencana kita bisa dilaksanakan, Tuan?
Secepatnya. Malam ini saja. Biar kita bisa cepat menangkap orang itu!
Baik, Tuan!
Patih Danuredjo kemudian berdiri dari tempat duduknya. Sebentar,
Tuan. Saya akan panggil orang proyek jalan itu sekarang.
Ya, kowe harus bergerak cepat!
Danuredjo membungkuk takzim pada Smissaert, kemudian dia keluar
ruangan diiringi pandangan puas dari Smissaert. Dengan langkah agak
limbung karena pengaruh minuman keras, Danuredjo pergi memanggil
salah seorang anak buahnya yang sudah duduk menunggu di teras dekat
dengan ruangan pertemuannya dengan Tuan Residen. Agaknya Danuredjo
sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Melihat Patih
Danuredjo datang, lelaki yang duduk menunggu itu segera bangkit dan
menyongsong tuannya.
Joko! panggil Danuredjo dari pintu ruangan.
Dalem, Kanjeng Patih! ujar lelaki yang dipanggil Joko seraya bergegas
menghampiri Danuredjo sambil terbungkuk-bungkuk. Lelaki itu berhenti
tepat dua meter di hadapan Danuredjo dengan sikap tubuh masih sedikit
membungkuk dengan kedua tangannya ditangkupkan ke bawah perut.
Tuan Residen sudah setuju dengan rencana kita. Bagaimana kalau
malam ini juga rencana itu dilakukan?
Inggih, Kanjeng Patih. Saya siap
Bagus. Kerjakan segera dan lapor setiap perkembangan yang ada
padaku.
Inggih, Kanjeng Patih. Perintah segera saya laksanakan.
Patih Danuredjo segera kembali ke dalam ruangan di mana Smissaert
tengah asyik menenggak whisky-nya. Dia segera bergabung dengan orang
Belanda nomor satu di Yogyakarta tersebut dan tenggelam dalam pesta
minuman keras.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 48

Patih, kowe sudah panggil itu Sari? tanya Smissaert menyebut salah
satu penari kraton dari Pacitan yang terkenal kecantikannya. Smissaert
agaknya jatuh hati pada gadis yang usianya belum genap delapanbelas
tahun itu. Danuredjo tersenyum lebar penuh arti ketika Smissaert
menanyakan Sari.
Pasti, Tuan. Semuanya sudah saya siapkan, termasuk Sari.
Bagus, bagus. Tolong untuk perempuan itu kowe jangan suruh menari
lama-lama. Nanti diakecapekan. Aku tidak mau kalau dia nanti
cepat capek. Untukmu sendiri pasti sudah juga kan?
Danuredjo tertawa keras sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Smissaert juga ikut tertawa.
Sriayu lagi? goda Smissaert.
Patih itu menggelengkan kepalanya, Untuk malam ini yang lain saja.
Bosan kalau makan sayur asem terus, biar malam ini saya makan sayur
lodeh
Smissaert sekarang yang tertawa keras. Danuredjo pun demikian.
Keduanya memang penggila perempuan. Bahkan di dalam urusan
keputusan pengadilan pun, Patih Danuredjo akan memenangkan pihak
yang memberikan hadiah berupa perempuan muda dan cantik kepadanya.
Hanya Wakil Residen Chevallier yang mampu menandingi mereka dalam
urusan perempuan. Wakil Smissaert ini memiliki banyak kisah asmara,
termasuk dengan puteri-puteri kraton.
Di luar ruangan, musik Ratu Wihelmina masih mengalun dari
phonograph, alat pemutar piringan hitam dengan corong besar berwarna
hitam. Botol minuman keras berserakan di mana-mana. Laki-laki dan
perempuan masih berpelukan di lantai mengikut alunan suara musik.
Yang lain duduk rapat menikmati Whisky sambil tertawa cekikikan. Aula
kraton malam itu tak ubahnya seperti bar atau rumah bordil. Aroma
alkohol menyeruak sampai menembus ke luar dinding tebal kraton.[]

Untold Story of Pangeran Diponegoro 49

BAB 5

Puri Tegalredjo, 04.50 wib
dzan Subuh berkumandang memenuhi angkasa pagi. Suaranya
terdengar mendayu-dayu diteriakkan dari berbagai mushola
dan masjid, besar dan kecil, yang tersebar di seantero dusun di
lembah dan gunung di kaki Merapi. Ayam jantan pun berkokok bersahut-
sahutan.
Masjid yang berada di pojok barat laut kompleks Puri Tegalredjo masih
sunyi. Sejumlah lampu teplok yang biasanya menyala saat waktu Maghrib
dan Isya, juga saat-saat pengajian diadakan, juga sudah padam. Di dalam
masjid yang belum sepenuhnya rampung dibangun ini, walau sudah
difungsikan sebagaimana masjid lainnya, sesosok lelaki berjubah putih
dengan surban hijau pupus tengah asyik terpekur dalam zikirnya. Dia
benar-benar menikmati suasana dini hari yang hening sendirian. Baginya
malam adalah waktu yang tepat untuk berdialog dengan Sang Maha.
Malam adalah selimut bagi jiwa-jiwa yang sepi. Dan malam adalah wahana
untuk mengantarkan ruhani yang dahaga akan keabadian.
Suara derit pintu masjid berbunyi pelan. Seorang anak muda dengan
jubah dan songkok putih melangkahkan kakinya masuk ke dalam masjid.
Dia lalu berdiri tidak jauh dari lelaki itu yang masih saja asyik dengan
zikirnya. Anak muda itu kemudian bertakbir dan mulai menunaikan
sholat tahiyatul masjid, dua rakaat.
Lelaki yang duduk bersila pun menghentikan zikirnya. Dia ikut berdiri,
kemudian melaksanakan sholat sunnah dua rakaat. Tak lama kemudian,
beberapa orang lelaki berpakaian putih-putih tampak mendatangi masjid.
Mereka adalah warga sekitar Puri Tegalredjo yang sering ikut pengajian
pekanan. Tak sampai lima menit masjid kecil itu sudah dipenuhi jamaah
sholat subuh yang nyaris seluruhnya mengenakan baju wulung atau
jubah putih.
Lelaki yang tadi berzikir dan menunaikan sholat sunnah dua rakaat
kemudian berdiri paling depan di mihrab imam. Dia mempersilakan anak
muda yang tadi bersamanya untuk segera mengumandangkaniqamah.
A
Untold Story of Pangeran Diponegoro 50

Dengan suara yang elok, tidak terlalu keras dan juga tidak pelan, anak
muda tadi menangkupkan tangan ke sebelah telinganya dan mulai
meneriakkan iqamah, tanda sholat subuh berjamaah akan segera
didirikan. Selesai iqamah, lelaki yang berdiri di mihrab untuk sesaat
berdiam diri. Lalu dia mengangkat kedua tangannya sebatas telinga.
Dengan penuh kekhusyukkan dia mengucapkan takbir, Allahu Akbar!
Semua yang ada di belakangnya serentak mengikuti takbir sang imam.
Pada rakaat pertama, Pangeran Diponegoro yang menjadi imam sholat
membaca surat Al-Ikhlas. Surat ini merupakan surat ke-112, termasuk
surat al-Makiyah. Surat Al-Ikhlas berisi tentang kemurnian tauhid.
Pangeran Diponegoro selalu mengawali sholat subuh dengan membaca
surat ini. Seorang Muslim wajib memulai hari dengan tauhid yang benar
agar semua ibadah di hari itu mendapatkan keridhaan Allahsubhana wa
taala. Itu salah satu prinsip Pangeran Diponegoro.
Di rakaat kedua, Diponegoro membaca surat At-Takaatsur yang
merupakan surat ke-102 yang menceritakan soal tabiat manusia
kebanyakan yang sering lalai disebabkan kecintaannya pada kemegahan
dan kelezatan dunia yang sesungguhnya menipu. Dengan suara yang
lembut dan merdu, Diponegoro membaca delapan ayat surat tersebut.
Banyak dari jamaahnya yang terisak menangis mendengar suara Sang
Pangeran yang begitu menyayat hati.
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
Sampai kamu masuk ke liang kubur,
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui,
Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui,
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
Niscaya kamu akan sungguh-sungguh menyaksikan neraka jahim,
Dan sesungguhnya kamu akan sungguh-sungguh akan melihatnya dengan
yakin seyakin-yakinnya,
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
(yang kamu bangga-banggakan di dunia itu)
Untold Story of Pangeran Diponegoro 51

Usai sholat, seperti biasanya, Pangeran Diponegoro
mengisi tausiyah
18
subuh yang berisi soal penguatan akidah dan
sebagainya. Dia juga tak segan-segan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang dilontarkan warga desa. Pagi ini, Diponegoro memberikan tausiyah
soal Islam dan Negara.
di dalam sirohnya
19
, Rasulullah shallallahu wa allaihi wa
salam memang tidak secara eksplisit menyebut istilah Negara Islam. Inilah
yang dijadikan senjata oleh orang-orang kafir dan para pengikutnya yang
menyatakan jika tidak pernah ada Negara Islam di dunia ini, hatta di
zaman Rasulullah hidup atau di masa kekuasaan para sahabiyah pun
tidak. Semua ini salah kaprah. Sebagai agama yang kaffah syumuliyah,
lengkap dan melengkapi, Islam mengatur manusia dalam semua sisi
kehidupan, pribadi maupun sosial. Nah, sekarang apakah yang disebut
suatu negara itu? Ada yang tahu?
Diponegoro menatap semua jamaahnya yang duduk bersila menghadap
dirinya. Seorang anak muda jebolan sekolah madrasah di Surakarta
mengangkat tangannya.
Ya, silakan jawab anak muda
Maaf Kanjeng Pangeran. Setahu saya, yang dimaksudkan dengan istilah
negara adalah kumpulan manusia yang berdiam di suatu tempat, memiliki
aturan atau hukum yang disepakati semuanya. Maafkan saya kalau
salah
Diponegoro tersenyum bangga, Kisanak tidak salah.
Jawaban Kisanak betul. Nah, jika kita semua, umat Islam, berkumpul di
suatu tempat, di suatu wilayah yang kita miliki, dan di wilayah itu kita
dengan kesadaran sendiri menerapkan hukum-hukum Islam, hukum-
hukum tauhid, maka itu sudah bisa disebut sebagai Negara Islam. Walau
wilayah yang kita diami atau miliki itu tidak luas. Inilah Daulah
Islamiyah.
Semua yang hadir di masjid itu mengangguk-anggukan kepalanya.

18
(Bahasa Arab): Nasehat.
19
(Bahasa Arab): Sejarah.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 52

Ada lagi yang ingin bertanya?
Seorang lelaki tua mengangkat tangan.
Ya, silakan Pak, ujar Diponegoro.
Dalem, Kanjeng Pangeran. Saya mau tanya bagaimana jika apa
itu Daulah Islamiyah itu belum ada Apa yang harus kita lakukan?
Matur nuwun bapak Iya, Daulah Islamiyah namanya. Atau Negara
Islam. Jika Daulah Islamiyah belum tercipta seperti yang kita inginkan
bersama, maka mulailah dengan menegakkan Daulah Islamiyah itu di
dalam dada kita. Setelah itu tegakkanlah Daulah Islamiyah itu di dalam
keluarga kita, rumah tangga kita. Lalu setelah itu sebarkanlah dengan
damai, menyebar ke tetangga kita, dusun kita, kampung, desa, dan terus
menyebar dan meluas. Dengan sendirinya akan tercipta suatu Daulah
Islamiyah itu, walau mungkin tidak menamakan diri sebagai Negara
Islam.
Maaf, Kanjeng Pangeran, bagaimana jika kita hidup seperti sekarang,
dimana kaum kafir yang berkuasa dan dengan kekuatan senjata pula.
Dan bagaimana dengan orang-orang Islam sendiri yang malah bersekutu
dengan kafir Belanda itu?
Sekarang ini kita hidup di bawah paksaan hukum thagut. Thagut adalah
hukum, sistem kekuasaan, atau penguasa, yang aturan atau tindak-
tanduknya bertentangan dengan kalimat tauhid, bertentangan dengan
perintah dan larangan Allah subhana wa taala. Thagut adalah musuh
Allah. Thagut adalah sekutu iblis. Sebab itu, orang yang Islamnya benar,
maka dia wajib memusuhi dan memerangi thagut sebagaimana dia juga
wajib memerangi iblis, dan bukan malah bersekutu dengannya dengan
alasan atau dalih apa pun. Orang Islam yang bersekutu
dengan thagut adalah orang yang mengkhianati perjanjiannya dengan
Allah subhana wa taala. Pasti ada balasan dari Allah terhadap orang-
orang seperti itu. Apakah sudah jelas sampai bagian ini..?
Para jamaah menganggukkan kepalanya.
Nah, lanjut Diponegoro, bagaimana dengan kita sekarang? Apa yang
harus kita lakukan sekarang ini? Jawabannya adalah: Pertama, kita harus
paham terhadap Islam yang benar, yang haq, yang sesuai dengan al-
Untold Story of Pangeran Diponegoro 53

Quran dan hadits yang shahih, bukan hadits palsu. Kita tegakkan Islam
itu di dalam dada kita. Biarlah Islam menjadi satu-satunya hukum yang
mengatur kehidupan kita dan keluarga kita. Kedua, tancapkan kuat-kuat
cita-cita untuk bisa hidup di dalam kedamaian Daulah Islamiyah. Ketiga,
untuk menggapai cita-cita itu, maka thagut dan seluruh pengikutnya
harus kita perangi, kita lawan, dan kita hancurkan. Bukan malah
bersekutu atau menjadi perpanjangan tangan dari thagut itu.
Seperti halnya perang yang akan kita lakukan di hari-hari ke depannya
melawan kafir Belanda, maka bukan orang Belanda-nya yang kita musuhi,
namun sistem thagut-nya yang kita perangi. Yang akan kita lakukan
adalah perang sabil, perang di jalan Allah atau jihad fi sabilillah. Semua
yang berjihad di jalan Allah tidak akan rugi. Jika kita mati maka pintu
surga telah menanti, dan jika kita menang, maka kita akan hidup bahagia
di dalam suatu negara yang penuh dengan kedamaian dan
kemakmuran
Tapi kafir Belanda pasti tidak akan menyerah
Benar itu. Allah subhana wa taala sendiri di dalam surat al-Baqarah ayat
120 berfirman, Wa lan tardho ankal Yahudu wa Nasharo, hatta tata bian
milatahum yang artinya, Tidak akan pernah rela, tidak akan pernah
sudi, tidak akan pernah mau, orang-orang Yahudi dan Nasrani kepada
kalian wahai umat Islam, hingga kalian semua akan tunduk mengikuti,
mematuhi, dan melaksanakan keyakinan mereka.
Kaum penjajah kafir tidak akan pernah mau pergi dengan sukarela dari
tanah Islam ini. Sebab itu kita harus menghimpun segenap kekuatan
untuk memerangi dan mengusir mereka dari tanah kita sendiri.
Tanah Yogyakarta, Tanah Jawa, adalah tanah milik kita yang diwariskan
nenek moyang kita. Bukan tanah mereka. Tanah mereka ada di seberang
samudera, nun jauh di Eropa sana. Sebab itu kita wajib mengembalikan
mereka ke tanah mereka, ke kampung halaman mereka. Ini perang untuk
menegakkan keadilan. Nanti setelah mereka kembali ke negerinya, maka
kita akan bisa menciptakan satu negeri yang berkeadilan bagi semua
rakyatnya berdasarkan tauhid. Inilah hakikat dari Daulah Islamiyah
Tiba-tiba dari arah alun-alun depan terlihat seorang pemuda berlari
mendekati masjid sambil berteriak-teriak, Kanjeng Gusti Pangeran!
Kanjeng Gusti Pangeran..!
Untold Story of Pangeran Diponegoro 54

Pangeran Diponegoro dan seluruh jamaah masjid langsung melihat
pemuda itu. Diponegoro mengenalinya sebagai salah seorang anggota
pasukan Laskar Ki Joyosuto yang berasal dari Winongo.
Diponegoro bertanya, Ada apa Kisanak berlari-lari seperti itu?
Kanjeng Pangeran! Mereka mematoki tanah makam!
Ambil nafas dan hembuskan pelan-pelan. Tenangkan dirimu dulu. Jika
sudah tenang, ceritakan dengan jelas
Pemuda itu menuruti apa yang dikatakan Pangeran Diponegoro. Setelah
menenangkan diri, walau nafasnya masih tersengal-sengal, dia mulai
bercerita, Tanah makam leluhur dan kebun Kanjeng Pangeran dipatoki
Belanda. Mereka ingin membuat jalan dengan menerabas tanah itu
Kanjeng Pangeran
Wajah Diponegoro seketika berubah menjadi kencang. Lelaki yang
biasanya lemah lembut itu tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.
Pasti ini kerjaan Danuredjo! desisnya.
Apa yang harus kami lakukan Kanjeng Pangeran? ujar salah seorang
pemuda yang lain.
Berikan perintah kepada kami Kanjeng Pangeran, kami sudah siap
bergerak! pekik yang lain.
Suasana mendadak gaduh. Bahkan ada yang bertakbir. Pangeran
Diponegoro segera mengangkat kedua tangannya ke atas, berusaha untuk
menenangkan semua pengikutnya.
Saudara-saudara, tenang! Harap tenang! Pengajian pagi ini kita sudahi
dulu. Sekarang, dengan barisan teratur dan tetap tenang, kita akan
bersama-sama menuju ke tanah makam. Kita akan lihat langsung apa
yang diperbuat kafir Belanda itu kepada leluhur kita, orangtua-orangtua
kita. Saya sendiri akan berangkat memimpin barisan ini!
Seorang pemuda segera keluar dari masjid dan berlari mengambil Kiai
Gentayu-nama dari kuda hitam dengan warna putih di ujung keempat
kakinya-beserta Kiai Ompyang, sebuah nama keris dengan 21 lekukan
yang berasal dari Demak, dan menyerahkannya kepada Pangeran
Untold Story of Pangeran Diponegoro 55

Diponegoro. Setelah mengambil keris dan menyelipkan di pinggang,
dengan tangkas Sang Pangeran melompat naik ke atas Kiai Gentayu.
Sejumlah pengikutnya juga mengambil kudanya masing-masing dan
mengikuti Sang Pangeran.
Dari Puri Tegalredjo, letak tanah makam leluhur tidak terlalu jauh. Tidak
sampai sepuluh menit tibalah mereka di areal pemakaman yang dipenuhi
batu-batu nisan. Betapa geram hati Diponegoro melihat patok-patok kayu
yang biasa dipergunakan sebagai penanda batas proyek jalan raya,
tertancap begitu saja di antara nisan-nisan makam leluhurnya. Bahkan
ada sejumlah patok yang ditancapkan pas di bagian tengah makam,
seakan sengaja dibenamkan ke perut leluhur yang ada di dalam tanahnya.
Pangeran Diponegoro melompat turun dari kuda, diikuti seluruh
pengikutnya yang menyandang berbagai jenis senjata seperti keris,
pedang, dan trisula. Sang Pangeran itu kemudian berlutut di depan
kompleks malam. Tubuhnya bergetar menahan kemarahan yang teramat
sangat. Walau demikian dia mencoba untuk tetap tenang. Bibirnya komat-
kamit berzikir. Diponegoro tampak berusaha keras menguasai dirinya dari
kemarahan yang tiba-tiba menyengat hatinya. Harga dirinya serasa
diinjak-injak.
Ki Guntur Wisesa mendampingi Sang Pangeran. Dia ikut berlutut di
sampingnya. Walau demikian, kedua matanya mengawasi keadaan sekitar
dengan sikap sangat waspada. Sedangkan Pangeran Ngabehi tetap berdiri
di dekat mereka berdua.
Ki Guntur, bisik Diponegoro pelan.
Dalem, Kanjeng Pangeran
Ini sudah keterlaluan! Apa yang harus kita lakukan?
Istighfar, Kanjeng Pangeran. Walau marah tapi kita harus tetap berkepala
dingin. Sebaiknya sekarang kita kembali saja ke Puri
Pangeran Diponegoro tidak segera menjawab. Dia memanjatkan doa
barang sebentar. Kepalanya tertunduk ke tanah. Kemudian Diponegoro
mengangguk pelan, Baiklah Ki Guntur. Kita kembali saja ke Puri. Tolong
kumpulkan para sesepuh dan senopati di masjid sekarang juga.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 56

Inggih, Kanjeng Pangeran. Laksanakan!
Pangeran Diponegoro bangkit dan berdiri dengan tegar. Di hadapan para
pengikutnya yang kian bertambah banyak sehingga membentuk satu
pasukan berkuda yang cukup besar, bagaikan satu kompi kavaleri, dia
berteriak lantang,
Saudara-saudaraku semua, astaghfirullah al-adzim! Tanah makam
leluhur kita telah dinodai. Harga diri kita telah dicederai. Mereka tidak
saja menindas dan menyiksa saudara-saudara kita yang masih hidup.
Para leluhur kita yang sudah mati pun mereka cemari. Sekarang juga, kita
akan cabut semua patok-patok ini! Kita bakar! Kita ganti patok-patok itu
dengan tombak di sekeliling tanah makam ini. Kita akan menyampaikan
protes keras kepada kafir Belanda itu! Kita tunjukkan jika kita tidak
pernah takut kepada orang-orang kafir itu. Allahu Akbar!
Pekik takbir Diponegoro disambut para pengikutnya dengan gegap
gempita. Langit Tegalredjo pagi itu membahana dengan teriakan takbir.
Cahaya matahari yang baru saja menyorot ujung-ujung dedaunan kalah
panas dengan dendam amarah yang memenuhi seluruh rongga dada.
Sekarang kita semua bersiap! Bersiagalah! Siapa pun yang mencintai
Islam sebagai agamanya, yang mencintai saya sebagai hamba dari Sang
Khaliq, Allah subhana wa taala, bergabunglah dalam barisan jihad ini.
Mereka telah menantang kita, dan haram bagi kita untuk takut terhadap
tantangan kafir Belanda itu! Bersiagalah. Tunggu perintah dariku.
Siapkan perbekalan, urus isteri dan anak-anak. Ungsikan mereka ke
tempat yang aman. Semuanya bisa saja terjadi kapan pun. Allah bersama
kita!
Allahu akbar! Pekik takbir membahana sekali lagi.
Aku akan kembali ke Puri Tegalredjo. Siapkanlah diri kalian
semuanya. Bismillah! Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!
Setelah mengucapkan salam, Pangeran Diponegoro memacu Kiai Gentayu
kembali ke dalam puri diikuti Ki Guntur Wisesa dan ratusan pengikutnya.
Debu membumbung tinggi dari kaki ratusan kuda yang meninggalkan
tanah makam. Suaranya benar-benar menakutkan.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 57

Ratusan pengikut Diponegoro yang lain tetap tinggal di tanah makam.
Mereka bekerja cepat mencabuti patok-patok kayu tersebut dan
menggantinya dengan tombak yang mengelilingi tanah makam. Patok-
patok kayu Belanda yang jumlahnya ratusan itu kemudian dibakar hingga
habis menjadi abu.

Untold Story of Pangeran Diponegoro 58

BAB 6
idak sampai satu jam kemudian masjid dan Paseban
20
Puri
Tegalredjo telah dipenuhi para sesepuh dan senopati pasukan
pengikut Diponegoro. Sejumlah laskar juga sudah berdatangan.
Semuanya kebanyakan berjubah putih. Mereka menutupi kepalanya
dengan sorban yang juga berwarna putih, juga warna lainnya. Di dalam
masjid, Pangeran Diponegoro sedang menggelar pertemuan terbatas
dengan sejumlah sesepuh dan pimpinan pasukan.
Bagaimana menurutmu, Paman? tanya Diponegoro kepada Pangeran
Mangkubumi yang baru saja datang dari Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Ya, firasatku juga mengatakan demikian. Mereka telah terang-terangan
menantang kita dengan menodai tanah makam leluhur. Kita harus
mempercepat persiapan pasukan dan segala sesuatunya.
Apakah basis sudah dipersiapkan juga? selidik Diponegoro. Basis adalah
nama sandi bagi Gua Selarong, wilayah yang akan dijadikan markas
komando utama jika Puri Tegalredjo tidak bisa dipertahankan.
Mangkubumi dan Susuhunan Paku Buwono VI-lah yang mengusulkan
lokasi perbukitan yang sangat strategis tersebut. Dan Diponegoro
mengakui jika Gua Selarong memang pilihan yang tepat.
Pangeran Bei yang diberi amanah sebagai Generalismus
21
Laskar
Diponegoro menjawab, Insya Allah Selarong sudah siap. Bukankah begitu
Ki Guntur Wisesa?
Ki Guntur Wisesa yang bertanggungjawab penuh terhadap Gua Selarong
tersenyum dan menganggukkan kepalanya, Insya Allah siap. Demikian
pula dengan jalur, sudah kita amankan
Paman dan semuanya, mulai sekarang kita aktifkan penjagaan duapuluh
empat jam, tidak saja di lingkar tiga, namun juga lingkar dua, dan satu.

20
Bahasa Jawa: Tanah atau Lapangan yang cukup luas.
21
Panglima Besar.
T
Untold Story of Pangeran Diponegoro 59

Pangeran Bei dan Mangkubumi mengangguk, juga yang lainnya. Sebagai
pemuda yang sejak kecil digembleng banyak hal oleh Ratu Ageng,
termasuk dasar-dasar kemiliteran, Pangeran Diponegoro sejak jauh hari
sudah mempersiapkan sistem pertahanan menghadapi pasukan Belanda
jika sewaktu-waktu perang meletus dengan Puri Tegalredjo sebagai poros
utamanya. Hal itu telah ditetapkan Diponegoro tiga tahun lalu ketika dia
masih bergabung di dalam Dewan Perwalian Kraton bersama Pangeran
Mangkubumi.
Sistem pengaman dibuat seperti gelang-gelang dengan radius yang
berbeda. Gelang terluar berjarak empat kilometer dari Puri Tegalredjo yang
disebut sebagai lingkar tiga, gelang kedua berjarak dua sampai dua
setengah kilometer dari Puri dengan sandi lingkar dua. Dan lingkar satu
sejauh satu setengah kilometer dari poros utama. Masing-masing lingkar
dijaga oleh pasukan-pasukan terlatih yang saling berkoordinasi satu
dengan yang lainnya. Dari satu lingkar ke lingkar lainnya dihubungkan
dengan jalur komunikasi dan juga logistik, sehingga memudahkan jika
terjadi sesuatu.
Di luar pasukan reguler, Diponegoro juga memiliki pasukan telik sandi
atau mata-mata yang terdiri dari laki-laki dan juga perempuan dari
berbagai macam usia. Pasukan telik sandi ini dikirim berpencar ke
seluruh penjuru mata angin mengepung Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat. Beberapa dari pasukan ini sengaja ditanam di pihak musuh.
Firasatku mengatakan perang besar melawan kafir Belanda tidak akan
lama lagi meletus. Tolong perempuan dan anak-anak diamankan dahulu,
keluarkan mereka dari Tegalredjo. Namun itu harus dilakukan dengan
diam-diam. Saya tidak ingin mereka menjadi korban kebuasan pasukan
kafir Belanda dan juga pasukannya Danuredjo. Sedikit demi sedikit para
perempuan dan anak-anak harus dikeluarkan dari desa ini, ujar
Diponegoro kepada Joyokirno, seorang senopati yang bertanggungjawab
terhadap keamanan sebelah Lor
22
Desa Tegalredjo.
Joyokirno mengangguk pelan, Inggih, Kanjeng Pangeran. Segera saya
laksanakan.

22
Bahasa Jawa: Utara.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 60

Lakukan dengan hati-hati dan sedikit demi sedikit supaya pergerakan ini
tidak menimbulkan kecurigaan di pihak musuh. Tolong sampaikan pada
para senopati yang lain, ujar Diponegoro lagi sambil menepuk-nepuk
bahu Joyokirno.
Inggih, Kanjeng Pangeran
Baiklah. Sekarang pergilah kembali ke pasukanmu
Joyokirno segera memeluk Diponegoro. Setelah pamit, dia segera
melompat ke atas kudanya dan melesat meninggalkan Puri Tegalredjo
untuk kembali ke pasukannya yang berjaga tigaratusan meter setelah
pintu desa di sebelah utara.
Ustadz, panggil Diponegoro kepada Ustadz Taftayani yang sedang
meneliti peta sederhana kota Yogyakarta yang dihamparkan di atas lantai
masjid. Ulama dari Minangkabau yang sudah menetap di dekat Tegalredjo
itu mendekat.
Ustadz, bagaimana dengan Kiai Modjo dan yang lainnya?
Taftayani mengangguk dan balas berbisik, Insya Allah mereka juga sudah
siap. Bahkan saya dengar jika Kiai Modjo juga tengah mengadakan
konsolidasi dengan pasukan-pasukannya. Dan beliau juga telah
mengontak para alim-ulama dan sesepuh desa ke berbagai daerah di
sekitar Surakarta dan Yogya hingga Magelang untuk bergabung dengan
kita.
Pangeran Diponegoro mengangguk-anggukkan kepalanya, Apakah kita
akan tetap dengan formasi sepuluh komandemen untuk Yogyakarta,
Ustadz?
Mendengar pertanyaan itu, Ustadz Taftayani tidak segera menjawab.
Diponegoro memang telah membagi wilayah Yogyakarta ke dalam sepuluh
daerah komandemen, yang masing-masing daerah dipimpin oleh seorang
komandan. Khusus Madiun, wilayah ini dibagi menjadi tiga komandemen.
Diponegoro telah berhitung, satu daerah komandemen memiliki lebih
kurang 10.000 keluarga. Dari jumlah ini, diharapkan bisa disiapkan
sekira seribuan orang prajurit, lengkap dengan senjata. Mereka harus
menjadi pasukan yang mandiri dan terlatih dengan baik, walau tongkat
Untold Story of Pangeran Diponegoro 61

komando tetap berada di tangan Pangeran Diponegoro. Bagaimana,
Ustadz? tanya Diponegoro lagi.
Menurut hemat saya, Pangeran, pembagian itu sudah cukup. Nanti kita
lihat perkembangannya kemudian. Bukankah dalam peperangan
organisasi hanyalah suatu ikatan yang teramat lentur? Semuanya
tergantung pada improvisasi para pemimpin di lapangan dan kecepatan
dalam bertindak tepat. Itu yang penting.
Ya, itu benar. Dan bagaimana pandangan Ustadz soal perang yang
sebentar lagi akan meletus?
Kanjeng Pangeran, sebaiknya kita menahan diri. Jangan sampai kita
dituding sebagai pihak yang memulai perang. Kita bertahan saja dahulu.
Tentang pancingan atau mungkin jebakan yang dilakukan Belanda dan
Patih Danuredjo, yang menancapkan patok-patok di tanah makam,
sebaiknya Pangeran mengirim nota protes kepada Residen Smissaert
Ya, itu saya setuju, Ustadz. Saya akan mengirim nota protes dan minta
agar kafir Belanda menghentikan proyek itu atau mengubah arah jalan
yang akan dibuat sehingga tanah leluhur aman. Dan yang kedua, saya
minta agar residen kafir itu segera memecat Danuredjo.
Ya, itu bagus. Saya setuju
Tolong panggilkan Ahmad Prawiro, Ustadz. Saya akan siapkan surat
sekarang juga untuk diantar ke residen kafir itu.
Ahmad Prawiro merupakan salah satu kurir andalan Diponegoro. Pemuda
keturunan Cina ini asli Pekalongan yang telah bergabung dengan
Diponegoro sejak awal perekrutan pasukan pertama di sekitar tahun
1820-an.
Ustadz Taftayani mengangguk. Dia bergegas keluar masjid untuk
memanggil pemuda yang dimaksud. Tak lama kemudian guru ngaji itu
datang bersama seorang pemuda berkacamata bulat yang mengenakan
baju koko dan songkok putih.
Ahmad, ujar Diponegoro setelah menjawab salam pemuda itu, Saya
akan tulis surat. Nanti tolong antarkan langsung ke Residen Smissaert.
Pastikan dia yang menerimanya
Untold Story of Pangeran Diponegoro 62

Inggih, Kanjeng Gusti Pangeran.
Tunggu sebentar disini.
Diponegoro kemudian berdiri dan berjalan ke bilik kecil yang terdapat di
samping masjid. Di ruangan sempit itu hanya ada sebuah ranjang kecil
sederhana, sebuah meja kayu kecil, dan bangku kayu yang sudah sedikit
bergoyang jika diduduki. Di atas meja itulah Pangeran Diponegoro menulis
surat protes kepada Residen Yogyakarta A.H. Smissaert, yang isinya
antara lain meminta agar Residen Yogyakarta itu memecat Patih
Danuredjo yang dianggap sudah keterlaluan sikapnya sehingga hampir
semua rakyat Yogyakarta memusuhi dia.
Tidak lama kemudian Diponegoro keluar dari biliknya dan kembali ke
dalam masjid. Ahmad Prawiro masih duduk bersila di tempatnya
didampingi Ustadz Taftayani.
Ini suratnya, Ahmad. Pagi ini juga tolong berikan langsung kepada
residen itu. Berangkatlah dalam nama Allah
Insya Allah, Kanjeng Pangeran. Bismillah
Pemuda itu berdiri dan menerima surat yang telah digulung rapi dan
dimasukkan ke dalam tabung bambu yang kemudian disimpan di dalam
tas kulit yang disandangnya di bahu. Setelah pamit minta diri, Ahmad
keluar dari masjid dan langsung melompat ke atas kudanya. Dengan
sekali gebrak, kuda itu telah melesat keluar dari pekarangan Puri
Tegalredjo.
Sepeninggal Ahmad, Pangeran Diponegoro kembali melanjutan
pembahasan rencana perang dengan sejumlah sesepuh dan senopati.
Setelah itu semua pasukan diperintahkan untuk kembali ke posnya
masing-masing dengan kesiagaan penuh di sekeliling Puri Tegalredjo
dalam radius berlapis. Demikian pula dengan pasukan telik sandi.
Ustadz
Ya, Kanjeng Gusti Pangeran
Untold Story of Pangeran Diponegoro 63

Saya akan menulis beberapa surat perintah kepada orang-orang kita di
pantai utara, di Mancanegara
23
, serta di Bagelen dan Sukawati. Mereka
harus mulai bersiap menyambut apa pun yang akan terjadi esok hari.
Surat perintah?
Benar, Ustadz. Saya menyerukan kepada semua rakyat Mataram, agar
mulai saat ini tidak lagi takut kepada kafir Belanda dan antek-anteknya.
Orang-orang yang mengaku Muslim tapi di dalam hidupnya
menggantungkan diri dan keluarganya kepada thagut, yang menyerahkan
loyalitasnya kepada thagut, bukan kepada Allah dan hukum-hukum-Nya,
juga harus diperangi. Hanya Allah subhana wa taala yang layak dan
berhak ditakuti sekaligus dicintai. Saya hanya ingin mengatakan, jika
terdengar meriam berdentum sepanjang hari dan malam, maka semuanya
harus siap siaga. Itu saja.
Baik, Kanjeng Pangeran. Itu sudah cukup.
Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati
24
, Ustadz! Ini prinsip
kita.
Ustadz Taftayani hanya tersenyum dan mengangguk-anggukkan
kepalanya. []


23
Mancanegara adalah sebutan masa itu untuk wilayah Madiun, Kediri, dan
Rembang).
24
Bahasa Jawa: Sejari sekepala, sejengkal tanah akan dibela sampai titik darah
penghabisan.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 64

BAB 7

hmad terus memacu kudanya melewati jalan utama dari Tegalredjo
ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sudah dipenuhi berbagai
macam penghalang demi memperlambat gerak maju pasukan
reguler Belanda yang biasanya menggunakan kereta penarik meriam.
Penghalang itu bisa berupa batang pohon yang sengaja direbahkan
melintang di jalan, batu-batu besar yang digulingkan secara acak, atau
penggalian sejumlah ruas jalan sedalam setengah meter dengan lebar satu
tombak. Di beberapa tempat yang hanya diketahui Laskar Diponegoro juga
sudah dipasang jebakan dan perangkap berupa lubang-lubang yang
ditutup bilik yang kemudian disamarkan dengan tanah. Siapa pun yang
menginjak lubang itu akan jatuh dan tertusuk belasan mata tombak atau
panah yang telah ditanam menghadap ke atas. Sebab itu, kurir dan rakyat
kebanyakan sejak beberapa hari lalu menghindari jalan-jalan besar sekitar
Tegalredjo dan memilih untuk melewati jalan tikus yang walau kecil dan
berliku namun aman.
Menurut informasi dari pasukan telik sandi, Residen Yogyakarta Smissaert
pagi menjelang siang ini masih berada di dalam kraton usai pesta besar
tadi malam. Namun beberapa kilometer sebelum pintu gerbang kraton,
Ahmad terlebih dahulu mampir ke sebuah rumah di gang sempit sekitar
Sosrowijayan untuk berganti pakaian. Ini adalah salah satu rumah aman
bagi pengikut Diponegoro yang tidak terlalu jauh dari jalan utama menuju
pusat kraton.
Di dalam rumah itu, Ahmad mengganti songkok dan baju koko putihnya,
dengan baju wulung hitam dengan penutup kepala yang berwarna gelap
seperti kebanyakan penduduk sekitar. Setelah itu dia kembali memacu
kudanya menuju kraton melewati jalan utama menuju gerbang kraton
yang serupa garis lurus, yang sekarang dikenal sebagai Jalan Malioboro.
Dari atas kudanya Ahmad bisa melihat dua prajurit kraton berjaga di sisi
kanan dan kiri pintu gerbang lengkap dengan tombak dan pedang. Namun
pemuda itu bersikap tenang, Di dalam lipatan tas kulitnya, telah dijahit
sesobek kain merah putih biru dengan lambang kraton di sisi kanannya
sebagai tanda jika dirinya adalah kurir resmi bagi keresidenan Belanda
A
Untold Story of Pangeran Diponegoro 65

untuk Yogyakarta. Dengan simbol ini dia bebas keluar masuk kraton dan
gedung pemerintahan di wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ahmad terus memacu kudanya. Sepuluh meter di depan gerbang, dua
prajurit kraton menghunjamkan tombak ke arahnya.
Berhenti! Turun! bentak mereka.
Ahmad berhenti namun tidak turun dari pelana kudanya. Dia malah
membentak prajurit itu, Minggir! Ada surat penting dari Gubernur
Jenderal untuk Tuan Residen. Secepatnya harus dibalas oleh Tuan
Residen!
Kedua prajurit itu saling berpandangan. Kemudian salah seorang di
antaranya menjawab dengan nada yang lebih sopan, Coba perlihatkan
kepada kami tanda izin Kisanak!
Dari atas kudanya, Ahmad memperlihatkan bagian dalam tas berisi
sobekan kain merah putih biru dengan simbol kraton di sisi kanannya.
Melihat simbol tersebut, kedua prajurit penjaga tersebut segera memberi
ruang bagi Ahmad dan kudanya.
Silakan lewat.
Tuan Residen ada di ruangan mana? Surat ini harus langsung sampai di
tangannya sekarang juga.
Di ruang kepatihan.
Baiklah, matur nuwun..!
Ahmad kembali memacu kudanya memasuki pelataran halaman muka
kraton dan langsung menuju ruang kepatihan tempat Patih Danuredjo IV
berkantor.
Setelah menambatkan kuda, Ahmad berjalan melintasi aula kraton bagian
dalam. Pemuda itu menahan nafasnya sejenak. Dia tidak tahan dengan
aroma alkohol dan tembakau yang begitu kuat menyeruak di aula itu.
Beberapa puntung rokok masih terlihat berserak di sudut-sudut kaki meja
dan kursi. Namun ketika melihat seorang prajurit jaga yang berdiri di
depan ruangan kepatihan, Ahmad bisa bernafas lega. Prajurit yang tengah
jaga adalah Suryo Widhuro, salah seorang prajurit yang loyal kepada
Untold Story of Pangeran Diponegoro 66

Pangeran Mangkubumi. Ahmad kenal dengannya karena diam-diam Suryo
juga merupakan simpatisan Kanjeng Pangeran Diponegoro.
Walau demikian, sekadar untuk memenuhi formalitas kraton, Suryo
segera menggeledah Ahmad Prawiro. Setelah dianggap bersih, Suryo
segera berbisik, Serahkan saja suratnya padaku, nanti aku sampaikan
pada residen itu.
Ahmad menyerahkan surat yang langsung ditulis tangan oleh Pangeran
Diponegoro, Tolong sampaikan langsung sekarang juga. Tidak perlu
dibalas
Suryo mengangguk. Ahmad segera berlalu darinya. Prajurit itu pun
mengetuk pintu kamar kepatihan tempat Smissaert bermalam. []




Untold Story of Pangeran Diponegoro 67

BAB 8

Kantor Residen Surakarta, 19 Juli 1825
engan wajah yang sangat serius, Residen Surakarta Mac Gillavry
terlihat marah-marah sendiri di kantornya. Sekretarisnya hanya
berdiam diri mendengar atasannya mengomel tak menentu.
Sebabnya, tak lain dan tak bukan, karena surat peringatan akan bahaya
Diponegoro yang ditulisnya-yang ditujukan bagi Residen Yogyakarta
Smissaert-mendapat tanggapan yang dingin. Bahkan Smissaert
menganggap Mac Gillavry terlalu berlebihan dan sedikit paranoid
menghadapi Pangeran Diponegoro dan pasukannya.
Keparat Residen Yogyakarta itu! Sudah saya bantu tapi dia tidak perduli!
Dasar orang tak tahu berterimakasih! Kalau Yogya kacau, kita juga yang
nanti kena getahnya. Maunya apa Smissaert itu! Pesta dan pesta!
Perempuan dan whisky melulu! Dia terlalu menyepelekan Diponegoro
Anthonie! jerit Gillavry. Suaranya mengguntur menyakitkan gendang
telinga.
Sekretaris Residen Surakarta yang sedari tadi berdiri di dekat pintu yang
tertutup dengan agak takut menjawab, Ya, Tuan.
Saya akan menulis surat lagi yang isinya lebih kurang sama. Tapi kali ini
langsung ditujukan untuk Chevallier!
Asisten Sekretaris Residen Yogya itu, Tuan?
Ya, siapa lagi jika bukan dia! Cepat kau siapkan kertas dan pena. Saya
akan diktekan!
Anthonie van Huyn segera mengambil alat tulis dan menarik beberapa
lembar kertas kosong. Siap, Tuan.
Mac Gillavry duduk di atas kursinya yang memiliki sandaran tinggi.
Dengan mengangkat kedua kakinya ke atas meja kecil di samping kursi
dia mulai mendiktekan suratnya yang kali ini ditujukan langsung bagi
bawahan Smissaert. Dia akan potong kompas, sekaligus merendahkan
rekannya itu.
D
Untold Story of Pangeran Diponegoro 68

Amice, ujarnya, De demang der desa Grojogan (de voornamste van
boven bedoelde hoofden) is op last van den Pangeran Dipanegara met 100
man zjin gevolg naar Yogya vertrokken. Eenigen mijner spionnen zijn
terug. Zij brengen de tijding, dat het plan bestaat om eerst Patjitan een te
vallen en met die bevolking Yogya te vermeesteren. Zorg intusschen maar,
dat hij, noch Dipanegara er iets van merken, dat wij hen bespionneeren
Mac Gillavry mengambil nafas. Kemudian dia mulai mendiktekan kembali
kelanjutan suratnya:
Een bijwijf van den demang heeft zich uitgelaten, dat hij naar Yogya was
om nadere orders te ontvangen, meldt mij per extra-post wanner hij weer
van Yogya vertrekt en laat dan door een knappen vent, slechts in de verte,
nagaan of hij ook een anderen koerst neemt. Op de pasars alhier loopt het
gerucht, dat er op Yogya prang (Oorlog) zak jineb eb dat het kleine volk
reeds al zijn goederen geborgen heeft; dat de Rijksbestierder van Yogya de
Merapi heeft beklommen om een gelofte te doen voor dien prang enz., deze
merae nugae (loutere beuzeipraat) allen tot Uwe informatie. Vaarwel, H.C.
Gillavry
25

Ya selesai. Coba aku baca dulu.
Anthoine menyerahkan surat yang barusan ditulisnya. Mac Gillavry
melihatnya dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Senyumnya kini
sudah mulai mengembang.

25
Sahabatku, atas perintah Diponegoro, Demang Desa Grojogan (yang dituakan
di antara para kepala desa yang disebut di atas) berangkat ke Yogyakarta bersama
100 orang anak buahnya. Beberapa mata-mata saya telah kembali. Mereka membawa
berita bahwa ada rencana untuk menyerang Pacitan terlebih dahulu, lalu dengan
kelompok itu mereka akan menguasai Yogyakarta. Sementara itu, usahakan agar
Demang maupun Diponegoro jangan menyadari bahwa kami memata-matai mereka.
Selir sang Demang memberitahukan bahwa dia pergi ke Yogya untuk menunggu
perintah selanjutnya. Tolong beritahu saya melalui pos kapan dia berangkat dari
Yogya dan suruh seseorang mengawasi dari kejauhan apakah Demang juga
mengambil arah lain. Di pasar-pasar sudah tersebar kabar bahwa di Yogya akan
terjadi perang dan bahwa rakyat kecil telah menyimpan harta benda mereka; pepatih
Dalem Yogyakarta telah naik ke Gunung Merapi untuk melakukan kaul bagi perang
ini dsb, merae nugae (omong kosong) ini hanya sebagai informasi buat Anda. Sampai
jumpa, H. Mac Gillavry. (Het Legioen van Mangkoe Nagoro, Let Col H.F. Aukes, page
62, 1935, A.C. Nix & Co, Bdg/ ditulis kembali dari Santosa, Irwan; Legiun
Mangkunegara 1808-1842; Kompas; hal.144-145; Sept, 2011)
Untold Story of Pangeran Diponegoro 69

Hmm bagus. Ya, seperti ini. Tulisanmu lama-lama bagus juga,
Anthoine, ujarnya sambil melirik sekretarisnya itu.
Terima kasih, Tuan, jawab Anthoine tersipu-sipu. Selama delapan bulan
bekerja dengan Gilavry, baru kali ini dia menerima pujian dari si gendut
dengan kumis melintang itu.
Sekarang tolong kamu kirimkan surat itu langsung kepada Chevallier.
Secepatnya! ujar Gillavry kembali berdiri dan menenggak segelas gula
asam lagi, minuman tradisonal kesukaannya.
Anthoine menerima surat itu kembali, melipatnya dan memasukkannya ke
dalam amplop yang kemudian disegel dengan lilin panas yang dicap
simbol kerajaan Belanda. Lalu dia bergegas keluar ruangan menemui
petugas jaga dan menyuruhnya untuk segera memanggil kurir khusus ke
Yogyakarta. Tak lama kemudian, kurir yang dipanggil pun menghadap
Anthoine dengan sikap badan yang terbungkuk-bungkuk.
Serahkan surat ini kepada Residen Yogyakarta Smissaert sekarang juga.
Inggih, Tuan, ujar kurir itu sambil berkali-kali membungkukkan
badannya. Dia kemudian bergegas menuju kudanya yang ditambatkan di
sayap kanan gedung karesidenan Surakarta. Dengan beberapa kali
gebrakan kaki pada badan kuda, dia pun melesat meninggalkan Surakarta
melewati jalan utama menuju Vredeburg Castle yang berada di utara
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 70

BAB 9
esiden Yogyakarta ini kemudian berteriak agar prajurit jaga
memanggil Patih Danuredjo, Panggil itu patih ke sini
menghadapku!
Suryo Widhuro, sang prajurit penjaga kamar kepatihan, segera
menghadap, Inggih, Tuan Residen.
Tak lama kemudian, dengan tergopoh-gopoh Patih Danuredjo datang ke
ruangan di mana Smissaert berada. Baginya, panggilan dari residen
Belanda merupakan panggilan yang sangat penting. Melihat wajahnya
yang kusut, Danuredjo sepertinya juga baru terbangun dari mimpinya.
Ada apa Tuan Residen memanggil saya pagi-pagi begini?
Diponegoro marah. Kowe harus baca itu surat! ujar Belanda itu sambil
melemparkan sebuah gulungan surat yang sudah terbuka segelnya. Patih
Danuredjo dengan sigap menangkap gulungan surat itu dan
membukanya. Wajahnya kemudian terlihat berseri-seri.
Ha.. ha.. ha.. Ini bagus. Apa aku bilang. Dia marah besar. Sebaiknya
orang kita memeriksa patok-patok yang ada di tanah makam itu sekarang
juga. Jika dirusak, kita pasang lagi. Dan pagi ini juga kita panggil
Diponegoro untuk menghadap kesini untuk menjelaskan tentang surat ini.
Dia meminta Tuan untuk memecat saya. Ini sudah makar! Kita tangkap
saja orang itu di sini!
Smissaert mengangguk-angguk, Well, kowe benar-benar pintar
Danuredjo! Ya, periksa patok-patok itu sekarang dan kita panggil
Diponegoro ke sini segera.
Danuredjo ikut mengangguk dan terdiam. Biasanya, jika sedang demikian,
orang itu tengah memikirkan sesuatu atau menyusun rencana. Benar
saja. Tiba-tiba dia menyebut Pangeran Mangkubumi.
Tuan Residen, Diponegoro masih sangat menghormati Pangeran
Mangkubumi. Aku juga curiga dengan orang itu. Bagaimana kalau
Mangkubumi saja yang kita suruh untuk menghadap Diponegoro dan
menyampaikan undangan kita itu.
R
Untold Story of Pangeran Diponegoro 71

Bagus, itu juga rencana yang bagus.
Ya, saya takut kalau kita kirim kurir biasa, pemimpin pemberontak itu
tidak akan mau datang.
Baiklah, kowe atur saja. Yang penting segera undang itu pemberontak
Diponegoro ke sini menghadap kita. Kita tawarkan saja jabatan di kraton
ini. Jika dia menolak ya tangkap saja.
Jabatan di kraton? tukas Danuredjo agak curiga.
Smissaert terkekeh, Jangan takut Patih, kowe tidak perlu cemas seperti
itu
Danuredjo mengangguk-angguk tanda senang. Ya, Tuan Residen. Saya
tahu itu. Tapi menurut hemat saya, kita juga harus tetap menyiagakan
pasukan, kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak kita duga.
Benar juga katamu. Kalau begitu panggil saja Chevallier ke sini. Di mana
dia sekarang? Dan jangan lupa, kita panggil juga si Mangkubumi []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 72

BAB 10
usantara adalah tempat di mana Allah menitipkan sebagian
kekayaan surga-Nya. Tanah dan air Nusantara teramat subur.
Kekayaan alamnya berlimpah-ruah. Udaranya bersih dan
iklimnya bersahabat. Letak Nusantara juga paling strategis di antara
tempat di mana pun di dunia, di pandang dari segi apa pun. Inilah yang
menyebabkan negeri ini sejak berabad lalu hingga sekarang menjadi
rebutan kaum imperialisme dan kolonialis dunia, seperti halnya kafir
Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis, dan sekarang Belanda.
Ironisnya, walau turun-temurun telah menjadi penghuni wilayah yang
sangat istimewa ini, rakyat Nusantara dari tahun ke tahun bukannya
bertambah makmur dan sejahtera, malah bertambah miskin dan melarat.
Belanda mengatakan jika hal itu disebabkan kemalasan dari orang-orang
pribumi. Namun bagi Diponegoro, tudingan itu sama sekali tidak
berdasar. Sebagai orang yang tumbuh besar bersama rakyat, dia tahu jika
sejak sinar matahari menyingsing, sudah banyak orang-orang pribumi
yang pergi ke sawah dengan cangkulnya, dan ada pula yang pergi ke pasar
untuk menjual hasil bumi, atau menjual jasa sebagai tenaga angkut. Dan
mereka baru berhenti atau pulang ketika matahari sudah jauh condong ke
barat.
Bangsa ini adalah bangsa yang sangat rajin dan pekerja keras, namun jika
bangsa yang seperti ini malah menjadi miskin dan melarat, maka pasti
ada sesuatu yang salah dengan sistem kekuasaan yang ada.
Bagi seorang Diponegoro, satu-satunya jalan untuk mengeluarkan
bangsanya dari kemiskinan adalah dengan mengusir penguasa kafir dari
Nusantara dan menginsyafkan orang-orang pribumi yang sudah menjadi
pelayan setianya. Thagut harus ditumbangkan dan dihancurkan, diganti
dengan sistem sosial dan kemasyarakatan yang berkeadilan. Bukannya
dengan mendekati thagut. Hal itu hanya bisa dicapai dengan perjuangan
berlandaskan akidah yang kuat, lurus dan benar, dan sama sekali tidak
bisa bekerjasama atau berkoalisi dengan Thagut atau kemungkaran.
Kanjeng Pangeran, tiba-tiba Ki Singalodra sudah berdiri di
sampingnya. Lelaki kekar dengan jambang dan janggut yang lebat ini-
sehingga sangat mirip dengan seorang Warok Ponorogo-sekarang
wajahnya terlihat lebih bersih dan rapi. Pangeran Diponegoro yang tengah
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 73

berdiri melihat sawah yang membentang di hadapannya dengan latar
belakang Gunung Merapi, menoleh ke samping. Ketika mengetahui siapa
yang datang, Pangeran tersenyum.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Ki Singalodra..
Waalaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh, Kanjeng Pangeran
Ada apa, Kisanak?
Ki Singalodra menundukkan kepalanya.
Kanjeng Pangeran Terima kasih sudah menerima saya sebagai bagian
dari barisan ini. Saya sebenarnya punya satu permintaan, maaf jika
Kanjeng Pangeran nantinya tidak berkenan
Katakan saja, Ki
Saya ingin menjadi pengawal utama dari Kanjeng Pangeran. Biarkan saya
menjaga Kanjeng Pangeran setiap waktu
Pangeran Diponegoro tersenyum bijak. Dia lalu menepuk-nepuk bahu Ki
Singalodra. Sebaik-baiknya penjaga kita adalah Allah subhana wa taala,
Kisanak
Inggih, Kanjeng Pangeran. Saya juga paham. Tapi biarkanlah saya
menjadi perpanjangan tangan dari Allah subhana wa taala untuk menjaga
diri Kanjeng Pangeran
Terima kasih, Ki Singalodra Apa yang menyebabkan Kisanak hendak
menjadi pengawal utamaku
Ki Singalodra tiba-tiba terdiam. Wajahnya dilempar jauh menghadap ke
sawah dan Gunung Merapi di kejauhan. Kedua matanya yang dilindungi
alis yang tebal terlihat basah. Dengan bergetar menahan haru, lelaki itu
berkata lirih, Aku ingin cepat-cepat menggapai syahid fi sabilillah. Aku
ingin cepat-cepat berkumpul kembali dengan isteri dan anakku di surga.
Bukankah orang yang syahid akan membawa syafaat kepada keluarganya
kelak?
Diponegoro mengangguk pelan. Hatinya juga diliputih perasaan haru
mendengar pengakuan bekas penjahat itu. Dia kemudian memeluk Ki
Untold Story of Pangeran Diponegoro 74

Singalodra yang masih terisak. Orang itu agaknya benar-benar
memendam rindu yang teramat sangat kepada isteri dan anak satu-
satunya.
Kisanak, janganlah mengkhawatirkan anak dan isterimu yang sekarang
sudah hidup bahagia di surga. Mereka memang tengah menantikan hari di
mana Kisanak bisa berkumpul bersama-sama mereka. Dalam salah satu
hadits Nabi shalallahu waallaihi wasalam yang diriwayatkan dengan baik
oleh Nasai, Rasululllah bersabda bahwa pada hari kiamat, anak-anak kecil
akan berdiri lalu dikatakan kepada mereka, Masuklah ke surga. Maka
mereka mengatakan,(Saya akan masuk) sehingga bapak-bapak kami
masuk (juga) ke surga. Lalu dikatakan kepada mereka,Masuklah kalian
dan bapak-bapak kalian ke surga. Jadi anak Kisanak itu sudah menunggu
Kisanak di pintu gerbang surga. Janganlah cemas
Lalu Diponegoro membaca ayat-ayat Quran berkenaan dengan syahid
fisabilillah. Antara lain surat al-Baqarah ayat 154, Janganlah kalian
berkata bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, sebenarnya
mereka itu hidup, tetapi kalian tidak menyadarinya. Lalu juga surat Ali
Imron ayat 169.
Ketahuilah Kisanak.., siapa pun yang menggapai mati syahid, maka dia
akan dapat memberikan syafaat bagi tujuhpuluh orang anggota
keluarganya. Itu janji Rasulullah yang telah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Abu Dawud.
Inggih, Kanjeng Pangeran. Sebab itu saya ingin cepat-cepat meraih syahid
itu. Izinkan saya untuk menjaga Kanjeng Pangeran. Bagi saya dan teman-
teman, pintu-pintu surga sebentar lagi akan membentang di depan mata.
Namun bagi Kanjeng Pangeran tidak. Perjalanan Kanjeng Pangeran masih
panjang. Kanjeng Pangeran harus membebaskan negeri ini dahulu dari
tangan kaum kafir dan para pelayannya sebelum menemui syahid. Sebab
itu izinkanlah saya mengawal Kanjeng Pangeran agar Kanjeng Pangeran
bisa menunaikan tugas dengan paripurna
Kedua mata Pangeran Diponegoro berkaca-kaca. Maha Besar Allah.
Hidayah bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja. Dan hidayah bisa
mengubah seorang jagoan yang tangannya berlumuran darah seperti Ki
Singalodra menjadi Singa Allah yang telah bertekad untuk menghibahkan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 75

jiwa dan raganya semata-mata di jalan Allah. Suatu perniagaan yang tidak
akan pernah merugi hingga akhir dunia.
Apa yang sebenarnya mendorong Kisanak untuk bergabung denganku
melawan kafir Belanda?
Ki Singalodra terdiam sejenak. Kemudian dia menjawab, Mereka telah
membunuh anak dan isteriku, Kanjeng Pangeran
Diponegoro menganggukkan kepalanya, Ya, soal itu saya sudah
mendengarnya. Itu saja?
Ya, Kanjeng Pangeran
Jika demikian, kalau anak dan isterimu tidak dibunuh Belanda,
makaKisanak masih akan membela orang-orang kafir itu? selidik
Diponegoro dengan senyum tulus yang mengembang di sudut bibirnya.
Ki Singalodra menundukkan kepalanya. Maafkan saya, Kanjeng
Pangeran Saya memang tidak banyak paham dengan agama Islam.
Diponegoro memegang kedua bahu lelaki itu. Tidak mengapa Kisanak.
Apa yang dilakukan Kisanakdengan membela kafir Belanda juga
dilakukan oleh banyak saudara-saudara kita. Itu disebabkan
ketidaktahuan Kisanak akan agama Allah ini. Kisanak khilaf dan jika
bertobat maka Allah Maha Pengampun. Sayangnya, ada banyak saudara-
saudara kita yang mengerti tentang Islam, namun mereka malah memilih
untuk bersekutu dengan kafir Belanda. Mereka beralasan, jika mereka
tidak masuk ke dalam lingkaran pusat kekuasaan, maka akan semakin
kotor dan zalimlah kekuasaan itu. Namun nyatanya, ketika ikut-ikutan
masuk ke dalam pusat kekuasaan, tinggi sama tinggi dan duduk sama
rendah dengan para pejabat kraton lainnya, makan semeja dengan kaum
kafir, yang terjadi bukannya pejabat kraton yang terwarnai mereka,
namun sebaliknya. Orang-orang yang tahu agama itu malah terwarnai
oleh pandangan dan sikap hidup orang-orang jahil dan orang-orang kafir
itu. Mereka yang tadinya memandang dunia hanya sebagai sarana untuk
menuju keridhoan Allah, sekarang banyak yang memandang dunia
sebagai tujuan utama. Dunia sudah menguasai hati dan pikiran mereka,
bukan lagi panji syahadah Dan Islam telah menjadi sekadar alat untuk
menipu umat dan memperkaya diri
Untold Story of Pangeran Diponegoro 76

Itu benar, Kanjeng Pangeran. Orang-orang yang tahu agama itu, yang
dulu hidup sederhana, berpuasa Daud, sekarang malah suka hidup
bermewah-mewah dengan uang yang tidak jelas. Mereka tidak lagi
memperdulikan umatnya. Tidak lagi peduli dengan perjuangan
menegakkan agama Allah ini. Yang mereka pikirkan hanyalah cara agar
mereka bisa bertambah kaya dan kaya
Diponegoro kembali tersenyum, Benar, Kisanak. Sebab itu, apa
yang Kisanak jalani di masa lalu insya Allah akan diampuni
Allah subhana wa taala, karena dahulu Kisanak jahil terhadap Islam. Ini
sungguh berbeda dengan para ustadz dan ulama yang sekarang sudah
duduk semeja dengan penguasa. Mereka itulah kaum yang Allah katakan
sebagai orang-orang yang menukar agamanya dengan kehidupan
dunia.
Diponegoro menarik nafas dalam-dalam. Perasaannya berat. Agaknya dia
sungguh-sungguh prihatin dengan sikap dan kelakuan sejumlah ulama
yang seperti itu. Kemudian dia bertanya lagi kepada Ki Singalodra,
Kisanak, motivasi Kisanak untuk memerangi Belanda itu tidak lebih dari
pelampiasan dendam. Itu bisa dimaklumi walau kurang
baik. Kisanak harus mengikhlaskan apa yang sudah menjadi suratan
Allah. Satu-satunya niat yang benar dan lurus di dalam berjuang adalah
menegakkan panji tauhid demi menggapai ridho Allah. Itu saja. Jangan
campur-adukkan dengan motivasi-motivasi yang lainnya. Sebab semua itu
akan merusak keikhlasan kita di dalam berjihad. Mengerti Kisanak?
Insya Allah, saya paham, Kanjeng Pangeran
Alhamdulillah. Nah, sekarang apa yang ingin Kisanak lakukan?
Ki Singalodra mengangkat wajahnya. Dengan takut-takut dia menatap
wajah Pangeran Diponegoro. Maaf, beribu maaf, Kanjeng Pangeran. Saya
ingin menjadi pengawal utama dari Kanjeng Pangeran. Itu saja
Pangeran Diponegoro akhirnya tersenyum dan menganggukkan
kepalanya. Dengan izin Allah. Insya Allah, Kisanak akan selalu berada di
sisiku di dalam perjuangan menegakkan kalimat tauhid ini, siang dan
malam. Bismillah, Kisanak.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 77

Ki Singalodra tidak dapat lagi menahan airmata yang kini akhirnya luruh
di kedua matanya. Dia yang kini gantian memeluk Diponegoro sambil
menangis sesenggukan bagai anak kecil.
Semoga Allah subhana wa taala selalu menyatukan hati kita di jalan
lurus ini, Kanjeng Pangeran, hingga kita nanti bisa berjumpa kembali
di Jannah di dalam barisan panjang kaum mujahidin
Amien Ya Rabb alamien.
Ki Singalodra menatap langit yang membiru. Bibirnya tersenyum. Dia
teringat masa kecilnya, di mana sang kakek sering menceritakan jika
buyutnya adalah orang-orang hebat. Kakek buyutmu itu, Singalodra,
bernama Wulung Ludhira. Ketika Susuhunan Amangkurat I membantai
enamribuan ulama di Plered tahun 1647, kakek buyutmu itu yang masih
berusia sepuluh tahun adalah satu-satunya orang yang bisa
menyelamatkan diri. Dari mulut kakek buyutmu itulah, kita semua tahu
betapa Amangkurat I itu sangat lalim. Aku yakin, engkau kelak juga
menjadi orang besar. Yakinlah itu!
Sekarang Ki Singalodra mengerti, Allah telah memilihnya untuk
mendampingi dan mengawal Pangeran Diponegoro. Ini adalah
tanggungjawab besar yang hanya bisa dilakukan oleh orang hebat. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 78

BAB 11

ari belum begitu siang ketika Pangeran Mangkubumi tiba di
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Baru saja Mangkubumi
turun dari kudanya, seorang prajurit jaga dengan tergesa
menghampiri dirinya dan mengatakan jika Patih Danuredjo dan Residen
Smissaert yang masih berada di kraton sedang menunggunya.
Ada apa mereka menungguku, Suryo?
Maaf Pangeran, saya kurang tahu
Dengan langkah lebar-lebar, Pangeran Mangkubumi berjalan menuju
ruang kepatihan. Dia benar-benar muak mencium aroma alkohol dan
tembakau yang begitu merebak di aula kraton. Tiba di ruangan kepatihan,
Mangkubumi langsung masuk tanpa mengetuk pintu lagi. Benar saja, di
dalam kamar kerja Danuredjo, kedua orang itu sudah menunggunya.
Darimana saja engkau Pangeran? sapa Smissaert yang duduk di
belakang meja milik Danuredjo. Seperti biasa, kedua kakinya diangkat ke
atas meja. Mangkubumi benar-benar marah. Namun dia berusaha untuk
bisa mengendalikan diri.
Menengok sawah, jawab Mangkubumi singkat. Ada apa Tuan Residen
memanggilku?
Smissaert tersenyum. Demikian pula dengan Danuredjo yang duduk di
sampingnya.
Duduk dulu Pangeran
Tidak. Biar saya berdiri di sini saja.
Baguslah. Nah, ada tugas untukmu yang harus dikerjakan secepatnya
Tugas? Secepatnya?
Ya.
Apa itu?
H
Untold Story of Pangeran Diponegoro 79

Temui Diponegoro sekarang. Suruh dia menghadapku disini. Dia harus
mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Dia sudah banyak
mengganggu ketertiban umum! Dia harus bertanggungjawab! Aku
menunggunya di sini
Ada surat undangannya? tanya Mangkubumi tetap dingin. Kedua
tangannya bersedekap di depan dadanya yang sengaja dibusungkan.
Baginya, bersikap sombong di depan orang kafir adalah baik.
Anthonie Hendriks Smissaert menjentikkan jarinya, memberi isyarat pada
Danuredjo untuk mengambilkan surat pendek yang telah dilipat dan
disegel dengan rapi. Patih Dalem itu segera berdiri dan mengambil surat
yang diletakkan di atas meja kecil yang terbuat dari kayu jati dengan
ukiran serong di sudut ruangan.
Ini suratnya Tuan Residen, ujar Danuredjo sembari badannya
membungkuk ke arah Smissaert yang masih duduk dengan pongah.
Berikan saja langsung ke dia, ujar Smissaert dengan acuh.
Dengan sikap hormat yang dibuat-buat, Danuredjo menyerahkan surat itu
kepada Pangeran Mangkubumi. Salah seorang paman dari Diponegoro itu
merebut surat dari Danuredjo tanpa mengucap sepatah kata pun. Surat
itu langsung dimasukkan kedalam saku bajunya. Danuredjo sendiri
kembali duduk di samping Smissaert seperti anak ayam berlindung di
balik ketiak induknya.
Saya berangkat, ujar Mangkubumi seraya langsung balik badan dan
keluar ruangan begitu saja. Tanpa menghormat atau pun memberi salam.
Keluar dari kamar kepatihan, Mangkubumi memacu kudanya kembali ke
arah Tegalredjo. Jarak antara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan
Desa Tegalredjo tidak begitu jauh. Jalannya pun sudah lebar, walau jika di
musim hujan sangat menyulitkan karena licin dan tanahnya banyak
lubang. Namun bulan Juli adalah bulan musim panas. Jadi Mangkubumi
bisa memacu kudanya dengan lebih cepat.
Dari kraton menuju Tegalredjo terdapat tiga buah pos penjagaan di mana
orang yang lewat harus membayar bea jalan atau pajak jalan. Namun
Mangkubumi terus saja menggebrak kudanya dengan melompati portal
penghalang yang ada sehingga dia sama sekali tidak membayar pajak.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 80

Petugas jaga yang ada di pos jalan juga sudah memakluminya. Tapi
jangan coba-coba jika rakyat biasa yang lewat, mereka wajib membayar
bea jalan. Tidak ada cara lain. Peraturan biasanya memang hanya berlaku
untuk kawulo alit, namun tidak untuk para penggede


Untold Story of Pangeran Diponegoro 81

BAB 12

katan tali kekang kuda yang dikendarai Pangeran Mangkubumi agak
mengendur. Paman Diponegoro itu melambatkan kecepatan kudanya
dan berhenti terlebih dahulu di bawah batang kekar Delonix Regia
26

yang berdaun lebat dengan bunga-bunga merah yang bermekaran di sana-
sini. Tak sampai semenit dia sudah mengencangkan ikatan itu. Dengan
sekali gebrak, kudanya pun kembali melesat.
Usai melewati Kali Winongo di daerah Pringgokusuman, Mangkubumi
melambatkan lari kudanya. Sejauh mata memandang, hamparan sawah
dan kebun terlihat begitu indah. Tapi bukan itu yang membuat dia
menurunkan kecepatan kudanya. Di berbagai mulut gang dan jalan desa,
para lelaki dewasa, bahkan banyak yang masih remaja belasan tahun,
tampak berkerumun lengkap dengan senjatanya masing-masing. Ada yang
membawa golok, keris, pisau panjang, clurit, tombak atau bambu yang
yang diruncingkan ujungnya, trisula, dan lain sebagainya.
Ada apa ini? tanya Mangkubumi di dalam hati.
Ketika mereka melihat siapa yang sedang berada di atas kuda, semuanya
membungkukkan badan dengan takzim. Pangeran Mangkubumi menyapa
mereka dengan hangat dan menghampiri salah satu dari mereka.
Ada apa Kisanak bergerombol seperti ini lengkap dengan senjata?
tanyanya sambil tetap berada di atas pelana kuda.
Salah seorang bapak yang menyelipkan keris di pinggangnya menjawab,
Beribu ampun Kanjeng Pangeran. Kami ingin membela Kanjeng Pangeran
Diponegoro. Kami dengar Belanda akan menangkap beliau
Pangeran Mangkubumi tersenyum, Siapa yang mengabarkan berita itu
kepada kalian?
Demang
27
, Kanjeng Pangeran

26
Nama latin untuk tumbuhan Bunga Flamboyan.
27
Semacam kepala desa.
I
Untold Story of Pangeran Diponegoro 82

Mangkubumi kembali mengangguk-anggukan kepalanya, Ya, Demang
kalian benar
Lalu sebelum memacu kudanya kembali dia berpesan pada semuanya,
Saudara-saudaraku, tanah makam leluhur memang telah dipatoki
Belanda dan Patih Danuredjo tadi malam. Pangeran Diponegoro sekarang
memang tengah bersiap jika nanti terjadi hal-hal yang buruk. Pesan saya,
tetaplah bersiaga. Sampai ada perintah selanjutnya
Inggih, Kanjeng Pangeran. Kami siap, sahut mereka serempak sembari
mengacungkan berbagai senjata yang mereka miliki. Mangkubumi
menganggukkan kepalanya kembali.
Allah bersama kita! Allahu Akbar! teriaknya.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!! teriak orang-orang di bawahnya dengan
bergemuruh.
Saya sekarang akan menemui Pangeran Diponegoro. Tunggu
perkembangan selanjutnya!
Mangkubumi kembali memacu kudanya menuju Desa Tegalredjo yang
sudah terlihat di kejauhan. Semakin mendekati Tegalredjo, semakin
banyak rakyat yang berkumpul di pinggir jalan dan juga di bukit-bukit
lengkap dengan senjatanya. Bahkan beberapa di antaranya sudah
menunggang kuda. Perasaan haru meliputi Mangkubumi. Rakyat Yogya
memang sungguh-sungguh mencintai Pangeran Diponegoro dengan
perjuangannya. Bagi rakyat Yogyakarta, Diponegoro bukan lagi seorang
pangeran, namun sudah menjadi sultan yang sesungguhnya. Kenyataan
ini menjadikan semangat di dalam dada seorang Mangkubumi untuk
berjuang di sisi keponakannya semakin besar.
Aku akan berdiri di sisinya! bathin Mangkubumi mantap. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 83

BAB 13
angit siang begitu cerah. Angkasa terlihat biru. Di beberapa bagian
ke arah utara, awan tipis seputih kapas tampak berarak bagai
gelombang prajurit berjubah putih yang berbaris menyongsong ke
medan laga. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan raut wajah
Patih Danuredjo siang itu. Usai Pangeran Mangkubumi pergi ke
Tegalredjo, membawa perintah Smissaert untuk membawa Pangeran
Diponegoro ke kraton, Residen Yogyakarta malah memarahi dirinya.
Padahal dia sudah dengan segenap tenaga melayaninya.
Pasalnya kabar pasukan bantuan dari Mangkunegaran belum juga ada
kepastiannya. Demikian pula yang dari Sumenep dan Tidore. Padahal dari
sejumlah telik sandi Belanda yang ditanam di dalam barisan Diponegoro
diperoleh informasi, jika beberapa hari lalu Diponegoro telah memberikan
sejumlah uang yang tidak diketahui asal sumber dananya, kepada dua
orang kepercayaannya untuk dibelikan sejumlah senjata api.
Smissaert tahu, pasukan inti dari Diponegoro tidak bisa dianggap remeh.
Diponegoro memiliki jaringan yang sangat kuat tidak saja di wilayah
Yogyakarta, tapi juga meluas jauh melebihi garis pantai Pulau Jawa. Para
pendukungnya terutama dari kalangan ulama dan pondok pesantren.
Belum lagi pasukan perempuannya yang dilatih sendiri oleh Ratu Ageng.
Kebanyakan dari laskar perempuannya adalah para desertir dari Bregada
Langen Kesuma, yang sangat mahir dalam olah kanuragan dan juga
penggunaan senjata. Semua itu ditambah dengan pasukan telik sandinya
yang cukup hebat dan dapat dukungan dari akar rumput, yakni rakyat
Yogyakarta dan sekitarnya.
Sebab itu, ketika belum ada jawaban pasti dari berbagai pasukan lokal
yang diharapkan bisa membantu Belanda, Smissaert sangat gusar. Semua
kegeraman itu ditumpahkannya pada Patih Danuredjo yang dianggapnya
hanya bisa menjilat namun tidak berusaha maksimal.
Patih, kowe sekarang sudah hidup enak. Kowe sudah menjadi sultan
yang sesungguhnya dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kowe bisa
dengan mudah menipu Sultan Menol yang masih lima tahun itu. Kowe
punya banyak rumah, tanah, hewan ternak, dan lainnya. Perempuan
mana saja yang kowe mau pasti dapat, dari yang masih gadis sampai
janda kembang, dari yang masih bau kencur sampai yang sudah seperti
L
Untold Story of Pangeran Diponegoro 84

mangga masak. Tapi kowe masih saja bekerja setengah-setengah
membantu kita. Apa semuanya mau kita cabut lagi, hah!
Dengan menyembah-nyembah tanpa memperdulikan harga diri, Patih
Danuredjo memohon-mohon kepada Smissaert agar Residen Yogya itu
bersabar sedikit. Sabar, Tuan. Saya sudah berusaha sebaik-baiknya.
Mereka pasti datang. Tunggulah sampai sore, pasti ada berita baik buat
kita
Kowe menyuruh saya sabar. Enak saja. Sekarang begini saja, kalau
sampai sore tidak ada kabar beritanya, maka kowe jangan harap bisa
hidup dengan enak lagi
Aduuuh Janganlah sekejam itu, Tuan. Pasti, Tuan. Pasti akan ada
beritanya. Mereka pasti datang
Sudahlah! Cepat kowe atur itu orang-orang agar kowe bisa selamat!
Baik. Baik, Tuan. Saya akan atur semuanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Smissaert beranjak dari kursinya
dan berjalan keluar ruangan menuju kamar tidur. Dia agaknya masih
mengantuk setelah semalaman hingga dini hari berpesta pora. Patih
Danuredjo sendiri keluar dari ruangan kerjanya dan memerintahkan agar
prajurit jaga memanggil Ki Sentono, salah seorang kepercayaannya.
Cari dia cepat! Suruh dia selekasnya menghadapku! ujar Danuredjo.
Suryo Widhuro, sang prajurit jaga ruangan kepatihan siang itu, segera
berlari. Danuredjo kembali ke ruangannya dan mencoba untuk
menenangkan diri. Hatinya benar-benar panas mendapat omelan dari
Smissaert. Dia mengutuk Belanda itu. Namun hanya itu yang bisa
dilakukannya. Hidupnya sepenuhnya tergantung pada orang itu. Segala
kenikmatan dan kelezatan hidupnya diperoleh berkat pengabdiannya
kepada Belanda.
Duduk seorang diri di ruangan kerjanya membuat Danuredjo tidak
kerasan. Dia lalu berdiri dan membuka pintu samping yang langsung
menuju kamar tidurnya. Dengan perlahan tangannya memegang gagang
kunci dan mendorong pintu itu kedalam. Dari pintu yang terbuka,
Danuredjo bisa mengintip seorang perempuan muda masih berkemul di
Untold Story of Pangeran Diponegoro 85

atas pembaringan. Kedua matanya masih tertutup. Pundaknya yang putih
mulus tersingkap. Juga betisnya. Pemandangan itu membuat darah
Danuredjo naik sampai ke ubun-ubun. Kelelakiannya serasa terbakar
kembali. Dengan cepat dan hati-hati dia segera mengunci pintu kamar.
Lalu bagai seekor serigala kelaparan, dia langsung melompat ke tempat
tidur. Perempuan itu terbangun. Dia malah tersenyum ketika melihat
Danuredjo yang datang.
RESIDEN YOGYAKARTA A.H. Smissaert tidak langsung menuju kamar
tidurnya. Wakil Residen Chevallier mencegatnya beberapa tombak dari
pintu kamar tidur residen tersebut.
Tuan memanggilku? tanya Chevallier. Letnan Satu Kavaleri peraih
medali kehormatan Ridder M.W.O dalam Palagan Waterloo
28
ini
memberikan military salute
29
dengan sikap tubuh tegak sempurna.
Residen Smissaert hanya menganggukkan kepalanya.
Ya. Pagi ini juga kau siapkan pasukan kita di Yogyakarta. Cek juga
bantuan dari Magelang dan Semarang. Bila perlu hubungi langsung
Kolonel Von Jett yang ada di sana. Kita akan segera menangkap
Diponegoro. Pemberontak itu sekarang sudah punya pasukan bersenjata,
kita harus bersiap menghadapi segala kemungkinan
Di dalam hatinya Chevallier tertawa. Dia sudah tahu semua
perkembangan terkini dari Residen Surakarta Mac Gillavry. Namun
wajahnya tetap menunjukkan sikap profesionalnya sebagai Wakil Residen.
Siap, laksanakan!


28
Palagan atau Pertempuran Waterloo terjadi pada tahun antara pasukan
Prancis di bawah komando Jenderal Napoleon Bonaperte melawan
29
Military Salute adalah pemberian hormat secara militer dengan tangan kanan
diangkat setinggi pelipis atau di atas mata kanan. Hampir seluruh pasukan di dunia
modern sekarang masih menggunakan cara penghormatan seperti ini.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 86

BAB 14

angkubumi sungguh-sungguh tidak enak hati menyampaikan
surat dari Residen Smissaert kepada Pangeran Diponegoro.
Untunglah, keponakannya itu sangat bijaksana sehingga tidak
timbul syak wasangka di antara mereka.
Paman, katakan kepada kafir Belanda itu jika saya sama sekali tidak
tertarik dengan semua yang ditawarkannya. Tidak ada jabatan dan
kedudukan yang lebih tinggi dan yang lebih aku inginkan terkecuali
menjadi hamba yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Saya hanya
menginginkan itu. Saya juga ingin kafir Belanda itu segera angkat kaki
dari bumi Jawa ini, dari Nusantara ini, dan biarkanlah negeri yang indah
dan kaya ini kembali menjadi milik pewarisnya yang sah, yaitu kita
semua. Kita sama sekali tidak memerlukan kehadiran mereka sebagai
penguasa di sini
Mereka tidak akan sudi melakukan itu semua
Tidak mengapa, paman. Jika mereka tetap bersikeras untuk meneruskan
penjajahan ini dan ingin terus menindas rakyat seperti sekarang ini, juga
memerangi agama kita, maka tiada jalan lain kecuali kita harus mengusir
mereka dengan pedang. Allah telah menyatakan itu di dalam kitab suci Al-
Quran. Sebab itu, sejak jauh hari kita memang telah bersiap untuk
menghadapi segala kemungkinan. Kita sangat cinta damai, tapi jika
musuh ingin berperang maka seribu pertempuran akan kita gelar!
Kemudian Diponegoro mengutip salah satu ayat al-Quran, surat Al-Anfal
ayat 60 yang berbunyi, Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh
Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya, sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu
nafkahkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu
dan kamu tidak akan dianiaya.
Mendengar jawaban yang sangat tegas itu, Pangeran Mangkubumi seperti
tersihir oleh pesona seorang Diponegoro yang begitu agung.
M
Untold Story of Pangeran Diponegoro 87

Seharusnya memang dia yang menjadi sultan di tanah ini!
Jadi apa keputusanmu, Pangeran?
Maaf, paman. Katakan kepada kafir Belanda itu bahwa aku sama sekali
tidak tertarik dengan semua tawarannya. Dan untuk undangannya
menghadap residen kafir itu, ucapkan terima kasih karena telah
mengundangku, namun aku tidak akan datang kepada dia sampai kapan
pun. Itu saja.
Mangkubumi sudah menduga jika keponakannya akan bersikap demikian.
Dan itu sangat dihargai olehnya. Dia segera pamit untuk menyampaikan
jawaban itu kepada Residen Smissaert.
Pergilah paman. Semoga Allah subhana wa taala melindungi dan
mempermudah semua urusan Paman
Terima kasih, Pangeran.
Usai mengucap salam, Mangkubumi pun pergi kembali ke kraton saat itu
juga. Debu-debu mengepul dari kaki kudanya yang terbang bagaikan
angin. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 88

BAB 15

barat peluru yang tidak bisa dihentikan jika sudah dimuntahkan dari
laras senapan, demikian pula dengan kehidupan seseorang di masa
sekarang yang sesungguhnya merupakan konsekuensi dari
keputusan orang itu di dalam menjalani hidup pada mulanya. Hidup,
sebagaimana halnya dengan sang waktu, terus berjalan ke depan,
mustahil untuk bisa dimundurkan walau barang sekejap.
Berkali-kali sanubari seorang Patih Danuredjo merasakan hal itu dan
sedikit banyak menyesalinya. Namun berkali-kali pula, Danuredjo
menyangkal suara hatinya sendiri dengan mengatakan jika sesuatu itu
sudah kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia hanya menjalani takdir yang
sudah digariskan. Danuredjo selalu merasa gelisah. Namun semua itu
dengan kuat berusaha ditutupinya dengan senyum dan sikapnya yang
sulit ditebak.
Siang itu, usai kesekian kalinya melepaskan hasrat pada perempuan
muda yang seakan tiada pernah terpuaskan, Patih Danuredjo tampak
termangu sendirian duduk di belakang meja kerjanya. Tidak tampak
Residen Smissaert yang sepertinya bersungguh-sungguh meneruskan
istirahatnya. Dan Danuredjo bersyukur atas hal itu.
Sudah hampir satu jam lamanya dia duduk di atas kursi di ruangan
utama kepatihan, namun Ki Sentono belum juga menampakkan batang
hidungnya. Kemarin pagi, Danuredjo memang memerintahkan salah satu
orang kepercayaannya itu untuk meminta konfirmasi dari pihak
Mangkunegaran soal kesiapannya membantu pihak Belanda dan Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, jika terjadi sesuatu yang buruk terkait dengan
pembangkangan Pangeran Diponegoro. Namun sampai sekarang orang itu
belum muncul-muncul juga untuk memberikan laporannya.
Tahun lalu ketika berkunjung ke Kraton Mangkunegaran, Danuredjo
mendapat janji bahwa Legiun Mangkunegaran akan membantu
pemerintah Belanda dan juga kraton jika diperangi musuh atau pun
pemberontak. Danuredjo tadinya merasa aman posisinya dengan
dibentuknya Dewan Perwalian dimana Diponegoro mau bergabung.
Namun ketika tahun 1822 Pangeran Diponegoro mengundurkan diri dari
I
Untold Story of Pangeran Diponegoro 89

Dewan Perwalian dan memilih berjuang di luar struktur pemerintahan
sama sekali, dengan membawa serta Mangkubumi, maka Patih Danuredjo
baru merasa cemas. Ini berarti pemerintah tidak bisa lagi mengendalikan
sepak terjang Diponegoro. Sosok yang satu ini telah semakin sukar untuk
diawasi. Apalagi di kemudian hari, banyak ulama, pangeran, kepala
daerah, dan sejumlah jagoan atau jawara bergabung dengannya. Mereka
sama-sama ingin mengusir Belanda dari Tanah Jawa dan itu berarti
celaka tiga belas bagi Patih Danuredjo.
Ketukan pintu tiga kali terdengar cukup keras membuyarkan lamunan
Danuredjo.
Ya, masuk!
Seorang prajurit jaga membuka pintu, Maaf Kanjeng Patih Dalem, Ki
Sentono sudah ada di aula depan
Bawa saja ke sini sekarang juga!
Inggih, Kanjeng Patih Laksanakan!
Tak lama kemudian terdengar langkah-langkah kaki yang berjalan dengan
cepat di atas lantai kraton. Ketukan kembali terdengar di pintu ruangan.
Masuk saja!
Seorang lelaki tua bertubuh pendek gempal dan berpakaian serba putih,
dengan janggut dan kumis yang juga sudah mulai memutih, masuk ke
dalam ruangan kerja kepatihan dan membungkukkan badannya
menghormat Patih Danuredjo.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, Kanjeng Patih Dalem
Danuredjo berdiri dan menyambut orangtua itu, Waalaikumusalam Ki
Sentono. Mari duduk di sini dan bagaimana kabar dari teman-teman?
Ki Sentono duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Danuredjo.
Dengan senyum mengembang, lelaki tua yang jidatnya menghitam seperti
bekas sujud itu mulai melaporkan hasil kerjanya.
Maafkan saya jika terlambat melapor kepada Tuan. Saya berhasil
mendapatkan konfirmasi dari Kraton Mangkunegaran jika Legiun mereka-
Untold Story of Pangeran Diponegoro 90

termasuk pasukan khusus Jayeng Sekar jika diperlukan-sudah sangat
siap untuk bergerak merapat ke kita. Demikian juga dengan Panembahan
Sumenep Madura, Sultan Madura, Mayor Raja Sulaiman dari Buton,
Laskar Suku Alifuru-Tidore, dan Laskar Ternate. Beberapa pangeran,
kepala desa, dan yang lainnya juga sudah siap untuk membantu
pemerintah. Termasuk sejumlah korps pasukan yang berada langsung di
bawah para Bupati.
Apakah semuanya pasti akan membantu kita, Ki Sentono? Kisanak bisa
menjamin hal itu?
Diri saya menjadi jaminannya, Tuan Patih. Bahkan Kanjeng
Mangkunegara II sudah menyatakan siap dipanggil kapan pun ke
Yogyakarta jika diperlukan. Dari yang lainnya, pasukan dari
Mangkunegaran memang yang terdekat dengan kita. Mereka akan tiba di
Yogya dalam waktu yang tidak lama
Ya. Kisanak benar
Danuredjo menghembuskan nafasnya lega. Dia tahu jika saat ini Belanda
sedang dalam keadaan lemah secara militer. Sebagian pasukan regulernya
masih dalam penugasan ekspedisi militer ke Celebes
30
dan Borneo. Satu-
satunya harapan hanyalah bantuan dari pasukan reguler Belanda yang
ada di Surakarta dan Semarang yang berada di bawah pimpinan Kolonel
Von Jett. Perwira ini adalah komandan kesatuan militer terbesar kedua di
Jawa yang bermarkas di Semarang. Namun itu pun jumlahnya masih
dianggap kurang oleh Danuredjo. Sebab itu, ketika mendengar jaminan
dari Ki Sentono, Patih Danuredjo sangat bersuka cita. Wajahnya yang
tadinya tegang kini sudah bisa tersenyum kembali.
Ki Sentono, entah apa yang harus saya ucapkan kepadamu. Apa yang
sudah Kisanak kerjakan akan sangat berarti bagi kita semua, bagi
pemerintahan yang kita sama-sama berada di belakangnya. Aku berjanji,
Kisanak akan mendapatkan hadiah dari pemerintah. Dan kapan mereka
semua akan bergerak?
Semuanya tinggal menunggu perintah Tuan Patih saja.

30
Celebes adalah nama lain dari Sulawesi.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 91

Danuredjo mengangguk-anggukan kepalanya. Residen Smissaert harus
segera diberitahu hal ini. Tetapi dia agak jengkel juga terhadap Residen
pengganti Baron de Salis ini yang menurutnya tidak bisa bekerja dengan
cepat. Danuredjo menggerutu. Namun bagaimana pun, Smissaert
sekarang adalah orang yang harus dilayaninya dan dia harus bekerja
dengan sebaik-baiknya agar posisinya sungguh-sungguh aman.
Ki Sentono, ujar Danuredjo. Kisanak sekarang saya perintahkan
untuk ke Tegalredjo. Membaurlah di sana dan laporkan dengan cepat
perkembangan yang terjadi di sana. Beberapa teman kita yang juga sudah
berada di Tegalredjo akan membantu Kisanak.
Apakah kodenya berubah, Tuan Patih?
Danuredjo kembali tersenyum. Dia kemudian melihat ke kanan dan kiri
ruangan. Sepi. Dengan pelan Danuredjo menangkupkan kedua tangannya
ke telinga Ki Sentono dan berbisik, Parangkusumo dan Progo.
Tanda?
Tali putih dan hijau pada ujung gagang senjata
Ki Sentono mengangguk. Ini berarti setiap pasukan telik sandi dari
Danuredjo akan mengikat ujung gagang senjatanya, apakah itu keris,
pedang, kelewang, atau pun yang lain, dengan tali putih dan hijau. Dan
untuk konfirmasi, dia harus mengucapkan Parangkusumo dan orang
yang dimaksud harus menjawab, Progo.
Sekarang pergilah Ki Sentono. Selamat bertugas.
Ki Sentono membungkukkan badannya dan mengucap salam kembali.
Setelah itu dia keluar dari ruangan. Danuredjo kembali sendirian di dalam
ruangannya. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 92

BAB 16

khirnya residen smissaert keluar juga dari kamar tidurnya. Dengan
kedua mata yang masih sembab dan seluruh wajahnya kemerah-
merahan bagai udang rebus, pejabat Belanda itu membanting
pantatnya di atas kursi kerja Danuredjo. Dan seperti biasan, kedua
kakinya diangkat ke atas meja.
Bagaimana kabar Mangkubumi? Apakah dia sudah balik dari
Tegalredjo?
Danuredjo menggelengkan kepalanya, Belum Tuan Residen Tapi saya
mendapat kabar bahwa dia sedang menuju ke sini dengan membawa
jawaban dari Diponegoro.
Well, kita tunggu saja di sini.
Belum kering bibir Smissaert berbicara, pintu ruangan terbuka. Sosok
Mangkubumi sudah berada diambang pintu. Dengan langkah tegap dia
masuk ke dalam ruangan. Tanpa memberi salam dia langsung
memberikan jawaban Diponegoro yang disampaikan secara lisan.
Pertama-tama Pangeran Diponegoro mengucapkan terima kasih atas
undangan Tuan Residen. Tapi dia menolak memenuhinya. Pangeran
Diponegoro juga menolak semua tawaran yang Tuan ajukan. Dia hanya
ingin supaya Patih Danuredjo dipecat dan Belanda angkat kaki dari Tanah
Jawa. Baginya, tiada tawaran atau jabatan yang paling utama kecuali
mengharapkan kecintaan dan keridhaan Allah Yang Maha Kuasa. Dia
ingin supaya Tuan Residen menginsyafi kesalahannya dengan membuat
jalan di atas tanah makam leluhur tanpa izin. Itu saja.
Wajah Smissaert merah padam. Dengan penuh amarah dia berteriak,
Diponegoro tidak usah menceramahiku soal tuhannya! Dia benar-benar
tidak tahu diuntung! Dia ingin perang, maka kita akan beri dia perang
yang besar!
Danuredjo hanya berdiam diri. Dia menatap lantai ruangan kerjanya
sendiri yang sepertinya semakin lama entah mengapa semakin
membuatnya gerah. Namun beda dengan Mangkubumi. Lelaki ini tidak
A
Untold Story of Pangeran Diponegoro 93

terpengaruh dengan kemarahan Smissaert yang bagaikan letusan Gunung
Merapi. Dia tetap berdiri dengan tenang dan menatap langsung ke arah
residen itu.
Apalagi yang dikatakan pemberontak itu padamu?
Tidak ada lagi, ujar Mangkubumi. Hanya saja, menurut hematku,
pembangunan jalan raya dengan menerabas tanah makam leluhur dan
sebagian kebun milik Diponegoro tanpa izin memang tidak bisa
dibenarkan. Aku pun secara pribadi keberatan karena itu adalah tanah
makam leluhurku juga
Aku tidak minta pendapatmu. Kowe hanya perlu menjawab
pertanyaanku. Itu saja, ujar Smissaert ketus. Mukanya yang bulat masih
merah padam.
Bagaimana Patih? Apakah kowe punya rencana lagi? tanya residen itu
pada Danuredjo.
Kita beri peringatan terakhir saja kepada Diponegoro. Jika peringatan
terakhir ini, berikut batas waktunya, dia masih juga membangkang, maka
itu berarti dia memang menginginkan perang.
Smissaert agaknya kurang berkenan dengan usulan Danuredjo kali ini.
Dia sempat berdiam agak lama. Setelah menimbang-nimbang sejenak,
Smissaert akhirnya tidak punya pilihan. Pihaknya bagaimana pun juga
harus mengulur waktu karena pasukan yang tersedia belum kuat,
sedangkan pasukan bantuan belum datang. Sambil menunggu datangnya
pasukan bantuan, maka ada baiknya dia mengirim peringatan terakhir
kepada Diponegoro. Dan Mangkubumi sekarang juga harus kembali ke
Tegalredjo.
Mangkubumi! Kowe sekarang juga kembali lagi ke Tegalredjo. Temui
Diponegoro dan katakan padanya jika nanti tengah malam dia masih
bersikap seperti ini, maka tidak ada jalan lain kecuali kami akan
menangkapnya, dengan segala cara! Kami sudah benar-benar habis
kesabaran! Cepat jalan! Dan jika dia tidak mau juga kesini, kowe yang
harus jadi gantinya. Kowe akan kita tahan disini!
Kedua geraham Mangkubumi bergemeretak menahan marah. Tapi dia
tahu, tidak ada gunanya menghadapi orang-orang seperti Smissaert dan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 94

Danuredjo. Keduanya adalah sampah, dan dia benar-benar jijik untuk
berlama-lama dengan keduanya di dalam satu ruangan. Sebab itu dia
segera berangkat kembali ke Tegalredjo bersama kudanya. Tekadnya
sudah bulat, dia akan bergabung secara terang-terangan dengan
pasukannya Diponegoro. Sebelum memacu kudanya, diam-diam dia
segera memanggil Suryo Widhuro, seorang prajurit jaga kraton yang
bersimpati kepada perjuangan Pangeran Diponegoro. Di bawah pohon
beringin yang lebat, sambil berbisik Pangeran Mangkubumi memberikan
pesan kepada Suryo.
Kisanak, inilah terakhir kali aku menginjak kraton sebagai seorang
sahabat. Sore ini aku akan bergabung dengan Pangeran Diponegoro di
Tegalredjo dan tidak akan pernah kembali lagi ke tempat ini sebagai
kawan. Kisanak dan prajurit yang lain, para sahabat kita, tetaplah disini.
Bertugaslah seperti biasa. Sewaktu-waktu kami akan memerlukan
keberadaan Kisanak dan lainnya yang ada di sini
Wajah Suryo Widhuro terlihat tegang. Dia berkali-kali membungkukkan
badannya kepada Pangeran Mangkubumi. Namun Mangkubumi bukanlah
seorang bangsawan yang gila hormat. Dengan tangan kanannya dia
memegang pundah prajurit itu dan menganggukkan kepala sambil
tersenyum.
Suryo, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya pamit
Waalaikumusalam, Kanjeng Pangeran Saya akan setia dan siap selalu!
Mangkubumi segera menggebrak kudanya. Dalam sekejap, kuda hitam
coklat itu meringkik dan kemudian berlari kencang meninggalkan kraton.
Sikap Mangkubumi sudah bulat. Sore ini dia akan bergabung dengan
barisan Diponegoro. Namun walau bagaimana pun, kedua matanya
berkaca-kaca. Hatinya haru harus meninggalkan kraton untuk selama-
lamanya dengan cara seperti ini.
Perjuangan menegakkan kebenaran memang selalu mensyaratkan
pengorbanan. Sebab itu, jalan ini adalah jalan sepi. Jalan yang hanya
kuat dilalui oleh orang-orang yang memiliki kemauan baja dan prinsip
hidup yang tak tergoyahkan

Untold Story of Pangeran Diponegoro 95

BAB 17

angkubumi baru saja pergi meninggalkan kraton untuk kembali
ke Tegalredjo. Residen Smissaert segera memerintahkan Patih
Danuredjo agar menghubungi setiap pasukan lokal yang ada yang
telah menyatakan siap untuk bergabung memperkuat pemerintah.
Panggil seluruh pasukan bantuan yang sudah siap bergabung dengan
kita secepatnya. Terlebih-lebih Legiun Mangkunegaran. Mereka akan tiba
terlebih dahulu, bersama dengan pasukan reguler dari Surakarta. Ke sini
itu Cuma mereka hanya perlu tiga jam dari Surakarta. Setelah itu baru
yang dari Semarang dan lainnya akan datang ke sini.
Betul, Tuan. Saya akan segera kontak agar Legiun Mangkunegaran segera
mengirimkan pasukannya ke sini.
Diponegoro pasti akan tetap tidak mau kesini Orang koeppeg
31
itu
memang harus ditangkap secepatnya.
Betul, saya setuju, Tuan. Termasuk orang-orang yang dekat
dengannya
Apakah Mangkubumi bisa dipercaya, Patih?
Danuredjo menggelengkan kepala, Diponegoro hormat padanya, dan dia
pun sangat menghormati Diponegoro. Keduanya terikat satu tali keluarga.
Saya yakin, Tuan Residen, jika Mangkubumi itu diam-diam juga
bersimpati padanya. Demikian pula dengan sejumlah pangeran yang lain,
seperti Joyokusumah itu
Jika demikian, kalau dia pulang nanti, kita tangkap saja, atau jangan
izinkan dia untuk keluar kraton lagi
Ya, ya, sangat bagus itu, Tuan.

31
Bahasa Belanda: Keras Kepala.
M
Untold Story of Pangeran Diponegoro 96

Jika tidak ada aral melintang, satu jam lagi Mangkubumi akan tiba
kembali di sini. Kita akan dengar apa maunya Diponegoro itu. Apakah dia
memang berani melawan kita atau menyerah
Saya tidak yakin kalau dia mau menyerah, Tuan. Tapi kita lihat saja
nanti
Tiba-tiba pintu ruangan diketuk orang.
Ya, masuk, ujar Danuredjo.
Seorang anak buah Ki Sentono masuk. Setelah memberi salam dan
penghormatan, dia memberikan informasi jika Ki Sentono telah memanggil
pasukan Mangkunegaran agar secepatnya ke Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Mereka sudah dalam perjalanan ke sini, terdiri dari 10 orang kavaleri
Eropa, 100 infanteri, dan limapuluh dragonder
32
. Selain itu, pasukan
reguler dari Surakarta, Magelang, dan Semarang juga sedang bersiap
untuk berangkat ke Yogya
Danuredjo terdiam. Sepertinya dia baru saja berbicara hal itu pada
Smissaert di ruangan ini dan belum didengar siapa pun. Namun mengapa
Ki Sentono sudah mengetahui hal ini dan bergerak cepat? Danuredjo
sungguh-sungguh heran sekaligus takjub.
Darimana Ki Sentono bisa mengetahui apa yang diinginkannya?
Bagus, bagus. Tolong sampaikan pesanku untuk Residen Magelang
bahwa kita juga memerlukan dana yang besar untuk menghadapi
Diponegoro
Senyum Danuredjo bertambah lebar mendengar Smissaert meminta
dukungan dana. Kepalanya mengangguk-angguk. Ya, semuanya memang
butuh dana Aku juga sangat memerlukannya
Patih, kowe siapkan pasukanmu di sini agar bersiap menghadapi segala
kemungkinan. Jangan tersenyum-senyum saja seperti itu. Aku muak
melihatmu seperti itu!

32
Dragonder adalah istilah untuk kavaleri ringan atau infanteri berkuda.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 97

Senyum Danuredjo mendadak hilang dari wajahnya, berganti dengan
keseriusan yang dibuat-buat bagaikan badut.
Ya, Tuan Residen. Saya akan siapkan pasukan disini.
Dan untukmu, prajurit. Terima kasih atas laporanmu dan kembalilah ke
posmu.
Satu lagi Tuan-Tuan, patok-patok jalan raya yang ada di Tegalredjo telah
dicabut oleh pengikutnya Diponegoro. Mereka mengganti patok-patok
jalan itu dengan ratusan tombak. Para pekerjanya pun diusir
Smissaert dan Danuredjo mengangguk-anggukkan kepalanya. Ya, mereka
agaknya memang mau berperang
terima kasih, prajurit. Kembalilah ke posmu.
Siap, Tuan Residen. Siap, Kanjeng Patih Dalem. Laksanakan!
Prajurit itu pun segera keluar dari ruangan. Smissaert melihat Patih
Danuredjo yang masih saja duduk dengan pandangan mata yang
merendahkan. Dengan penuh kegeraman, orang Belanda itu berteriak
kepada Danuredjo, Patih, kowe mau apa lagi di sini? Cepat siapkan
pasukanmu sekarang juga! Panggil senopati-senopati terbaikmu
sekarang!
Mendengar Smissaert berteriak seperti itu, Danuredjo segera lompat dari
kursinya.
Siap! Siap, Tuan Residen. Saya akan segera panggil para senopati untuk
menyiapkan pasukannya! jawabnya sambil berkali-kali membungkukkan
badan ke arah Smissaert yang tengah duduk di belakang meja dengan
kedua kaki dijulurkan tepat ke depan muka Danuredjo. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 98

BAB 18

slam agama yang cinta damai. Namun jika ada musuh yang
memerangi agama tauhid ini, maka Islam mewajibkan umat-Nya
untuk balas memerangi. Walau demikian, balasan yang dilakukan
harus tetap mengindahkan kaidah-kaidah berperang di dalam Islam, yakni
tidak boleh melakukan pengrusakan yang tidak perlu, baik terhadap alam
dan juga terhadap lingkungan, tidak boleh membunuh perempuan dan
anak-anak yang bukan kombatan
33
, tidak boleh membunuh dengan sadis,
dan lain sebagainya. Berkali-kali hal itu ditekankan Pangeran Diponegoro
kepada pasukannya.
Siang menjelang sore, Mangkubumi telah tiba kembali di Puri Tegalredjo.
Kepada Pangeran Diponegoro dan para sesepuh yang lain, Pangeran
Mangkubumi menyampaikan pesan dari Residen Yogya Smissaert. Setelah
itu dia menyatakan diri bergabung sepenuhnya dengan barisan
Diponegoro dan tidak ingin kembali lagi ke kraton.
Dengan penuh haru Diponegoro memeluk pamannya ini. Pamanda,
syukur alhamdulillah paman mau bergabung dengan kami. Mudah-
mudahan Allah subhana wa taala memberikan kekuatan dan ketabahan
pada paman di dalam perjuangan ini. Ahlan wa sahlan, Paman
Amien ya Rabb. Terima kasih, Pangeran. Semoga perjuangan kita
menghadapi kafir Belanda dan antek-anteknya bisa dimudahkan
Allah subhana wa taala. Semoga kafir Belanda dapat segera terusir dari
Tanah Jawa ini
Amien ra Rabb al amien
Pangeran Diponegoro kemudian mengajak Mangkubumi, Pangeran Bei,
Ustadz Taftayani, dan para sesepuh lainnya untuk menggelar musyawarah
kecil di dalam masjid. Rombongan jubah putih itu pun beranjak dari
pendopo depan Puri Tegalredjo menuju masjid yang berdekatan letaknya.

33
Kombatan adalah pasukan tempur. Bukan Kombatan artinya adalah
perempuan dan anak-anak yang bukan bagian dari pasukan tempur.
I
Untold Story of Pangeran Diponegoro 99

Hanya Ki Singalodra yang tetap berpakaian hitam-hitam dengan ikat
kepala yang juga hitam.
Di dalam masjid, Diponegoro membuka musyawarah dengan memaparkan
perkembangan paling baru dari pergerakan musuh.
Dari lapangan, saya mendapatkan informasi jika Residen Yogya dan Patih
Danuredjo sedang menyiapkan pasukan yang dipusatkan di kraton.
Mereka juga memanggil sejumlah pasukan bantuan, baik dari pasukan
pribumi seperti Legiun Mangkunegaran, suku Alifuru, Tidore, Ternate,
Buton, maupun dari pasukan reguler kafir Belanda dari Semarang,
Magelang, dan Surakarta
Mangkubumi menarik nafas dalam-dalam. Huffhhh. ternyata banyak
pula saudara-saudara seiman kita, orang-orang Islam, yang mau
mempertaruhkan nyawanya demi membela kafir Belanda. Mereka ini
nyata-nyata telah menukar agama Allah dengan dunia, dengan harga yang
amat murah!
Ya, paman. Saya juga sedih dengan kenyataan ini. Tapi itulah faktanya.
Banyak orang yang mengaku Islam, namun ternyata loyalitasnya bukan
kepada Allah dan Rasul-Nya, melainkan kepada thagut. Mereka
mengerjakan sholat, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, dan
naik haji berkali-kali, namun semua itu ternyata belum cukup, mereka
belum memahami Islam secara kafaah-syumuliyah, sehingga mereka
sesungguhnya tetap dalam kejahilannya, jawab Diponegoro.
Dan hal ini akan terus terjadi sepanjang sejarah umat manusia
Benar, paman. Musuh kita bukan hanya kaum kafir, kaum musyrik,
tetapi juga orang-orang munafik dan orang-orang jahil. Orang-orang yang
mengaku Islam namun membela thagut, atau hidup dengan melayani
kepentingan thagut, sesungguhnya mereka kaum munafik dan jahil. Kita
harus memerangi mereka juga jika dakwah kita terhadap mereka tidak
mereka perdulikan
Ustadz Taftayani menyela, Kanjeng Pangeran, bagaimana dengan
kesiapan pasukan kita? Yang di sekitar sini maupun yang ada di luar
Tegalredjo?
Untold Story of Pangeran Diponegoro 100

Pangeran Diponegoro mengangguk kemudian berkata, Insya Allah,
Ustadz. Allah akan selalu bersama kita. Sampai dengan sekarang, sudah
banyak ulama, pangeran, kepala desa, dan beberapa sesepuh masyarakat
yang menyatakan siap menolong agama Allah ini dengan bergabung ke
dalam pasukan kita.
Apakah jumlah pasukan kita sudah setara dengan kekuatan musuh,
Kanjeng Pangeran? tanya Senopati Mardhiko dari Magelang.
Pangeran Diponegoro tersenyum bijak. Dia kemudian menjawab, Satu
orang beriman yang berjihad di jalan Allah, akan bisa menghancurkan
sepuluh prajurit musuh. Sepuluh orang beriman yang berjihad di jalan
Allah, akan mampu menghancurkan seratus musuh. Mengapa kita takut
jika jumlah kita lebih sedikit dibandingkan jumlah pasukan musuh Allah
itu? Lupakah Kisanak dengan ibrah dari Perang Badr?
Astaghfirullah al adziiim..., seru Senopati Mardhiko. Maafkan saya
Kanjeng Pangeran
Diponegoro menggelengkan kepalanya, Tidak mengapa Senopati. Khilaf
dan lupa adalah sifat kita semua sebagai manusia biasa.
Apakah Kisanak masih ingat ibrah Perang Badar?
Mardhiko mengangguk, Ya, saya masih ingat.
Coba Kisanak paparkan secara singkat saja.
Senopati Mardhiko mulai bercerita, Perang Badar adalah peperangan
pertama Rasulullah menghadapi Musyrikin Quraisy. Kala itu jumlah
pasukan Islam hanya tigaratus lebih sedikit, harus berhadapan dengan
pasukan kaum Musyrikin Quraisy yang jumlahnya jauh lebih banyak,
sekitar seribuan lebih. Pasukan Muslim juga kalah jauh dalam
kelengkapan kuda, onta, dan persenjataan. Namun Allah telah berjanji
sebagaimana di dalam surat Al-Anfal ayat 65 yang berbunyi, Jika ada
duapuluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh, dan jika ada seratus orang (yang
sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir Dan
Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Dalam perang Badr,
pasukan kaum Muslimin dapat menghancurkan pasukan musyrikin
Quraisy yang jumlah dan kelengkapannya lebih banyak
Untold Story of Pangeran Diponegoro 101

Nah, sejarah sudah memperlihatkan kepada kita semua, ujar Pangeran
Diponegoro. jika kita menolong agama Allah, maka Allah pun akan
menolong kita. Yakinlah, kita pasti menang.
Semua yang ada di situ mengangguk-anggukkan kepalanya. Pangeran
Diponegoro melanjutkan, Kafir Belanda dan antek-anteknya itu tidak
punya kekuatan. Yang Maha Kuat hanyalah Allah subhana wa taala. Dan
jangan takut, lebih dari setengah pangeran, lebih dari setengah demang,
dan sebagian besar rakyat ada di belakang kita. Dari informasi yang
disampaikan para telik sandi kita yang disebar di mana-mana, mereka
semua sudah mempersenjatai diri dan tinggal menunggu perintah. Dengan
pasukan yang sangat kuat dan bantuan serta ridho Allah, insya Allah, kita
akan meraih kemenangan!
Allahu Akbar! teriak Ki Singalodra. Yang lainnya pun meneriakkan takbir
tersebut hingga memenuhi seluruh bagian masjid tersebut.
Dan saudara-saudaraku semua, para ulama, para pangeran, para
demang, dan senopati, kita sudah menempatkan pasukan-pasukan kita di
semua pos sekitar Tegalredjo ini. Kita sekarang hanya menunggu mereka,
karena kita tidak ingin dianggap yang memulai perang
Pangeran Diponegoro kemudian membaca kembali ayat suci Al-Quran,
kali ini surat Al-Hajj ayat 39 dan 40,
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena
Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-
benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang Telah
diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali
Karena mereka berkata: Tuhan kami hanyalah Allah. dan sekiranya Allah
tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain,
tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa
Kalian semua, nanti malam beristirahatlah dengan cukup. Berjagalah
bergantian. Sebab aku punya firasat jika besok akan menjadi hari yang
melelahkan bagi kita semua. Bersiaga dan bersiaplah
Untold Story of Pangeran Diponegoro 102

Siap, Kanjeng Pangeran! ujar para senopati.
Nah, sekarang kembalilah ke pos kalian masing-masing. Jika sesuatu
yang paling buruk menimpa Puri Tegalredjo, maka semuanya sudah tahu
kemana aku dan pasukan akan pergi.
Para senopati dan sesepuh yang lain pun meninggalkan masjid. Mereka
kembali ke pasukannya masing-masing. Beberapa di antaranya menyebar
ke seluruh wilayah sekitar Tegalredjo. Satu jam lagi waktu maghrib akan
tiba. Pangeran Diponegoro segera mengambil wudhu untuk kembali
berzikir menjelang saat pergantian siang ke malam di dalam masjid. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 103

BAB 19

afas Pangeran Diponegoro begitu tenang dan teratur. Bibirnya yang
selalu basah oleh zikir bergerak-gerak kecil. Kedua matanya
dipejamkan. Tangan kanannya begitu khusyuk memilin butiran biji
tasbih yang terbuat dari kayu asam jawa yang begitu langka. Putera
Sultan Hamengku Buwono III ini kuat duduk bersila di dalam masjidnya
semalaman penuh, diseling sholat tahajud yang panjang. Perutnya juga
jarang diisi makanan dan minuman. Sejak remaja di bawah bimbingan
Ratu Ageng, permaisuri dari Hamengku Buwono I, Diponegoro telah
terbiasa melakukan puasa sunnah Daud, selang-seling sehari puasa
sehari tidak.
Di sisi lain, sejak remaja Diponegoro juga mendapatkan gemblengan yang
begitu keras dan penuh disiplin dari Ratu Ageng yang notabene mantan
panglima tertinggi pasukan khusus pengawal raja Langen Kesuma. Selain
Ratu Ageng, sejumlah pendekar dengan ilmu beladiri juga didatangkan
untuk membekali cicit kesayangannya ini agar bisa menjadi manusia yang
shalih, cerdas, serta kuat secara fisik dan mental.
Sehabis menunaikan sholat Isya berjamaah, Pangeran Diponegoro terus
saja berzikir di dalam masjid ditemani Ustadz Taftayani. Ki Singalodra
dengan setia terus berjaga di shaft paling belakang masjid. Dia duduk
bersandar di dinding. Sesepuh yang lain sudah kembali ke biliknya
masing-masing. Sejumlah pasukan dengan senjata lengkap tampak terus
bersiaga di depan gerbang dan di batas desa dalam kelompok-kelompok
kecil. Tak hanya pasukan yang sudah terlatih, para lelaki Desa Tegalredjo
juga tampak melakukan penjagaan secara bergantian.
Malam itu menjadi malam yang menegangkan. Udara malam hari yang
biasanya sejuk bahkan dingin, berubah menjadi sangat gerah. Angin
seolah tidak mau bertiup. Tanda-tanda alam seperti ini sudah dimaklumi
banyak orang. Peristiwa besar pasti akan terjadi esok hari. Entah apa,
hanya Allah Yang Maha Tahu
Di dalam bilik utama di dalam Puri Tegalredjo, isteri Pangeran Diponegoro,
Raden Ayu Retnaningsih-puteri dari Raden Tumenggung Sumoprawiro,
Bupati Jipang Kepadhangan-tengah menidurkan anak-anaknya. Lagu Lir-
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 104

Ilir mengalun merdu perlahan dari bibirnya yang tipis. Dengan penuh
kasih sayang, Raden Ayu Retnaningsih mengusapkan tangannya dengan
lembut ke kening anak-anaknya yang baru saja terlelap. Disibakkannya
rambut di kening anak-anaknya yang sudah agak panjang menutupi
keningnya. Perempuan itu memandangi lekat-lekat wajah mereka. Ada
rasa damai yang sangat indah di dalam relung garbanya, di saat dia
memandangi wajah-wajah mungil tanpa dosa yang tengah tertidur pulas.
Namun penglihatannya tiba-tiba buram. Kedua matanya basah. Bulir-
bulir air mata yang begitu bening pun luruh, merambat turun dengan
pelan di kedua pipinya yang halus. Perempuan shalihah itu galau kala
teringat pesan suaminya, Pangeran Diponegoro, tadi sore, jika dirinya dan
anak-anak mereka harus selalu siap dengan segala kemungkinan yang
terjadi. Belanda dan Patih Danuredjo IV sedang mengincar diri suaminya,
dan bukan tidak mungkin Belanda akan mempergunakan cara apa saja
untuk menangkap mereka, bahkan mungkin membunuhnya.
Sekali lagi diusapnya kening anak-anaknya. Kemudian diciumnya dengan
lembut. Setelah itu dia meraih sebuah mushaf yang selalu tergeletak di
ujung tempat tidurnya. Dalam keadaan masih berwudhu, perempuan itu
kemudian membaca ayat demi ayat Allah dengan suara yang begitu lirih.
Nyaris tak terdengar. Sepanjang malam, Raden Ayu Retnaningsih
bermunajat kepada Allah subhana wa taala agar diberikan ampunan,
ketabahan, sekaligus kekuatan untuk menghadapi hari-hari esok yang
hanya Allah yang Maha Tahu.
Secara pribadi, Retnaningsih sungguh tidak pernah takut jika harus
berhadapan melawan Belanda. Perempuan yang jago memanah dan
memimpin satu pasukan khusus perempuan yang menjadi bagian dari
Laskar Diponegoro ini hanya iba dengan nasib anak-anaknya kelak yang
harus ikut berperang. Walau tangguh dan tegar, Retnaningsih bagaimana
pun seperti seorang ibu kebanyakan, yang ingin anak-anaknya tumbuh
besar di dalam masa yang damai dan tenteram. Namun kenyataan berkata
lain. Agaknya Allah memang memiliki rencana lain terkait semua yang
harus dihadapinya.
Di luar bangunan utama Puri Tegalredjo, Pangeran Diponegoro didampingi
Ustadz Taftayani, Pangeran Bei, Mangkubumi, dan Ki Singalodra, dengan
penjagaan dari satu regu pasukan kawal, masih berada di dalam
masjidnya. Di luar tembok puri, terdapat penjagaan satu lapis lagi di
Untold Story of Pangeran Diponegoro 105

keempat penjuru mata angin. Demikian pula dengan lingkar satu, lingkar
dua, dan tiga. Semua prajurit sudah siap, menanti dengan kesiagaan
penuh apa yang akan terjadi.
Di tanah makam leluhur, tombak-tombak yang sengaja ditancapkan
untuk menggantikan patok-patok proyek jalan, masih berdiri dengan
gagahnya. Ini adalah pesan yang sangat nyata kepada kafir Belanda, jika
pribumi tidak akan pernah takut untuk berjuang menegakkan keadilan,
bahkan jika harus di bayar dengan nyawa sekali pun. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 106

BAB 20

fuk pagi mulai merekah merah. Lampu-lampu sentir dan obor di
beberapa bagian Puri Tegalredjo masih menyala terang. Sebagian
lagi sudah padam. Kompleks Puri Tegalredjo yang memiliki luas
keseluruhan sekira dua hektar are ini tampak sepi. Namun sesungguhnya
tidak demikian. Di tiap sudut bangunan, bawah pohon beringin, dan di
tempat-tempat tersembunyi, selalu saja ada prajurit yang berjaga. Mereka
memang tidak menampakkan penjagaan secara menyolok, sesuai dengan
perintah Senopati Joyonenggolo yang bertanggungjawab terhadap
keamanan seluruh area dalam puri tersebut.
Puri Tegalredjo merupakan kompleks bangunan yang berbeda dengan
bangunan-bangunan lain di desa ini, bahkan jika dibandingkan dengan
bangunan kediaman para pangeran yang lain. Kebanyakan bangunan
masih menggunakan dinding bilik yang dilabur kapur putih dengan
tulang-tulang bambu atau kayu panjang dengan atap sirap atau genteng.
Berbeda dengan Puri tempat kediaman Ratu Ageng dan Pangeran
Diponegoro yang sudah dibangun secara permanen, dengan batu bata dan
semen. Bahkan sebuah tembok setebal setengah sampai hampir satu
meter dibangun mengelilingi kompleks puri ini dengan bagian samping
dan belakang lebih tinggi hingga mencapai tiga meter
34
.
Sebagaimana bangunan bangsawan kraton lainnya, kompleks ini juga
menghadap ke arah selatan di mana Laut Kidul menggelora. Hanya
bangunan kraton yang menghadap ke arah ini, sedangkan rumah rakyat
biasa akan berdiri dengan menghadap bangunan-bangunan kraton.
Gerbang besar Puri Tegalredjo diapit oleh dua pintu kecil yang selalu
terbuka. Di belakang gerbang, membentang sebuah alun-alun kecil
dengan luas lebih kurang empat kali luas lapangan basket. Alun-alun itu
dikelilingi sawo kecik yang berjajar rapi, diseling pohon beringin di sana-
sini. Sebuah pendopo besar dengan atap joglo berdiri di sisi utara alun-
alun yang juga menghadap ke selatan. Di bagian belakang pendopo berdiri
bangunan utama puri sebagai tempat tinggal Ratu Ageng, dan juga
Diponegoro serta keluarganya. Bangunan utama ini dikelilingi bangunan-

34
Disebut juga sebagai Pager Bumi.
U
Untold Story of Pangeran Diponegoro 107

bangunan lain, seperti masjid di sebelah barat, istal kuda, gudang beras
dan hasil bumi lainnya, kamar-kamar tempat menginap para tamu, juga
rumah para pekerja puri ini.
Di Tegalredjo, tanah milik Pangeran Diponegoro cukup luas. Di sebelah
timur dibatasi Kali Winongo yang cukup dalam dan lebar.
Sejak Pangeran Diponegoro diboyong Ratu Ageng keluar dari kraton dan
menetap di Tegalredjo, wilayah ini berkembang dengan pesat. Jumlah
penduduk terus bertambah. Rumah-rumah baru terus bermunculan. Dan
rumah-rumah lama banyak yang diubah bentuknya. Dengan sendirinya
jalur jalan raya mulai membaik dan lebih panjang.
Pangeran Diponegoro sendirilah yang mengatur pohon-pohon, jalan, dan
kolam di daerah ini. Selain tumbuhan, putera Hamengku Buwono III ini
juga gemar memelihara sejumlah hewan piaraan seperti burung perkutut
dan juga kuda. Bisa jadi, dalam skala lebih kecil, Diponegoro tampaknya
mewarisi bakat kakek buyutnya, yakni Sultan Hamengku Buwono I, yang
merupakan seorang arsitek yang hebat, yang merencanakan sendiri tata
ruang serta rancang bangun untuk Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan
seluruh bangunan pendukungnya, termasuk Taman Sari
35
.
Tak jauh dari kompleks puri, masih di dalam areal tanah milik Diponegoro
yang berada di Selohardjo, di tepi Kali Winongo, Diponegoro juga
membangun sebuah panepen, yaitu tempat untuk menyendiri atau
bersemadi. Gedung ini sangat indah yang dilengkapi dengan serambi
depan, tempat menerima tamu, dan juga surau, kolam, dan taman. Di
depan gedung ada sebuah batu datar
36
yang dinaungi pohon Kemuning
yang begitu rimbun daun-daunnya. Di tempat inilah, Pangeran Diponegoro
biasa duduk bertafakur di malam hari. Gedung tersebut dikelilingi kolam
dan di tengah kolam dibuat semacam pulau kecil yang ditumbuhi

35
Gambaran tentang Puri Tegalrejo ini bisa dibaca dari kesaksian Pendeta H.A.
Brumund yang mengunjungi tempat tersebut selang beberapa hari setelah dibakar
dan dihancurkan oleh Belanda pada bulan Juli 1825. Juga dari lukisan karya
Ratmojo di tahun 1973 yang masih terpasang dengan rapi di salah satu ruangan Puri
Tegalredjo yang kini menjadi Museum Monumen Pangeran Diponegoro Sasana
Wiratama, Jogyakarta.
36
Sela gilang.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 108

sebatang pohon beringin putih. Di kolam besar yang airnya jernih itu
banyak terdapat ikan dari berbagai jenis
37
.
Pagi ini, usai melaksanakan sholat subuh berjamaah yang seperti biasa
diikuti ceramah lima menit, Pangeran Diponegoro keluar dari masjid
menuju bangunan utama Puri Tegalredjo. Ustadz Taftayani yang
mendampinginya sejak tadi malam masih berdiam di dalam masjid.
Sedangkan Ki Singalodra tetap mengikuti Diponegoro, namun berhenti
sampai di teras depan bangunan utama.
Dari arah pendopo, Pangeran Mangkubumi berjalan mendekati Ki
Singalodra yang tengah berdiri di depan bangunan utama. Setelah
memberi salam, Mangkubumi menanyakan perihal pangeran kepada Ki
Singalodra.
Bagaimana keadaan Pangeran, Kisanak?
Alhamdulillah, baik
Residen gila itu tadi malam mengutus salah seorang anak buahnya
menemuiku. Dia mengancam, jika Pangeran Diponegoro tidak juga
menemuinya sampai maghrib, maka Belanda akan melakukan segala cara
untuk menangkapnya
Inggih, Kanjeng Pangeran
Tiba-tiba pintu puri terbuka. Seorang laki-laki dengan jubah putih dan
surban hijau pupus keluar dan menyapa Mangkubumi dengan salam doa
keselamatan.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Paman Mangkubumi
Mangkubumi menjawab salam Diponegoro kemudian memberitahukan
soal utusan Residen Smissaert yang menemuinya tadi malam di dekat Puri
Tegalredjo.
Bagaimana sebaiknya, Pangeran?

37
Babad Diponegoro VII: b.40-42.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 109

Untuk sesaat Diponegoro terdiam. Dia tahu jika kali ini Residen Smissaert
rupanya benar-benar marah dan tidak mau menunggu lebih lama lagi.
Sejak beberapa hari lalu dan puncaknya tadi malam, perasaannya
mengatakan jika sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang sungguh-sungguh
berbeda namun Diponegoro tidak tahu apa yang akan terjadi.
Paman, jawabnya. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini
atau besok. Hanya Allah yang Maha Mengetahui Segala Sesuatunya. Kita
sebagai hamba-Nya hanya diperintahkan untuk bersiap jika terjadi
sesuatu. Sebab itu, kita telah mempersiapkan semuanya. Dan mudah-
mudahan, insya Allah, semua yang terjadi akan menjadi kebaikan bagi
kita semua
Pangeran Mangkubumi menganggukkan kepala, Itu benar, Pangeran.
Namun apa yang akan kita kerjakan untuk menjawab ultimatum residen
itu?
Nanti akan saya tulis surat kembali. Surat terakhir kita kepada mereka.
Tentang peneguhan sikap kita. Selain itu, pagi ini juga tolong siapkan
semua pasukan kita di sekitar Tegalredjo ini, Paman.
Baik, Pangeran.
Dan kau Ki Singalodra
Ki Singalodra yang sedari tadi terdiam mendengarkan percakapan kedua
bangsawan di dekatnya itu dengan penuh hormat menjawab, Inggih,
Kanjeng Pangeran
Kau hubungi lagi Senopati Joyonenggolo dan perintahkan dia untuk
memperketat penjagaan. Dan satu lagi, tolong supaya Joyonenggolo
memeriksa jalur penyelamatan ke Gua Selarong sekali lagi. Kita tidak tahu
bagaimana nantinya, namun tidak ada salahnya untuk mempersiapkan
segala sesuatunya
Inggih, Kanjeng Pangeran. Laksanakan
Setelah memberi salam, Ki Singalodra bergegas berjalan menuju kuda
hitamnya. Dengan sekali lompat, dia sudah berada di atas pelana dan
memacu kudanya menuju pos utama puri tempat Senopati Joyonenggolo
berada. []
Untold Story of Pangeran Diponegoro 110

BAB 21

anuredjo tahu jika wakil residen Chevaliers telah menerima surat
langsung dari Residen Surakarta Mac Gillavry yang melaporkan
tentang perkembangan kekuatan pasukan Diponegoro yang
semakin hari semakin besar. Bukan hanya dalam soal jumlah pangeran,
ulama, dan sesepuh desa yang setiap hari terus saja bertambah
mendukungnya, namun juga aliran dana yang diperoleh Diponegoro yang
sampai saat ini masih saja ditelusuri oleh Belanda. Pemerintah masih
kesulitan untuk mencari sumber pendanaan Diponegoro yang diduga kuat
sangat besar disebabkan dia bisa membeli senjata api dan tajam dalam
jumlah banyak, memberi makan pasukan tiap hari yang cukup banyak,
dan juga melaksanakan pelatihan demi pelatihan tempur bagi laskarnya di
berbagai tempat.
Danuredjo sendiri tidak bisa memastikan hal itu. Namun dia yakin jika
sejumlah pangeran, ulama, dan sesepuh yang berdiri di belakang
Diponegoro-lah yang telah menyumbangkan uangnya untuk
memberontak. Itu sudah dikatakannya kepada Smissaert, namun residen
tersebut malah menugaskannya untuk mencari bukti yang kuat agar
Belanda memiliki alasan untuk menangkapnya.
Seorang Danuredjo sesungguhnya malas mengurusi hal seperti itu,
namun dia sudah keburu melaporkan kepada Smissaert sehingga mau
tidak mau dia akhirnya berjanji untuk melakukan itu. Dan bukan seorang
Danuredjo jika dia tidak bisa memutar otak dengan licin. Setelah ditugasi
Smissaert, dia malah memanggil Ki Sentono dan menyerahkan tugas
tersebut kepada orangtua itu.
Siang itu di pendopo alun-alun Lor
38
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
yang berbatasan sepelemparan meriam dari Benteng Vredeburg di mana
Residen Yogyakarta A. H. Smissaert tinggal, Danuredjo tengah
mengumpulkan semua senopati utama kraton dan juga beberapa pasukan
bantuan. Di depan mereka, Patih Dalem tersebut menyatakan bahwa
Pangeran Diponegoro dan pasukannya yang sekarang berkumpul di
sekitar Tegalredjo tengah bersiap untuk melakukan pemberontakan

38
Bahasa Jawa: Utara.
D
Untold Story of Pangeran Diponegoro 111

dengan menyerang kraton dan menghabiskan seluruh pejabat kraton
beserta keluarganya.
Pasukan Belanda akan membantu kita. Akan melindungi kraton kita.
Walau mereka berbeda agama dengan kita, berbeda dengan agama Islam
sebagai falsafah kraton ini, tetapi mereka akan berjuang sampai titik
darah penghabisan untuk mendukung kita. Dengan izin Allah kita akan
menang. Allahu Akbar! ujar Danuredjo berapi-api. Baginya, semua cara
harus ditempuh untuk bisa menyatukan kekuatan di belakangnya,
termasuk menunggangi Islam demi kepentingan pribadinya.
Seluruh senopati yang ada di hadapannya mengangguk-anggukkan
kepala. Walau tahu jika yang dikatakan Patih Dalem tersebut banyak
dustanya, namun para senopati tersebut tidak mau mendebatnya. Mereka
semua tahu, walau wajah Danuredjo selalu memasang senyum, namun
dia sesungguhnya sangat tidak suka didebat, bahkan sekadar untuk
dipertanyakan semua tindak-tanduknya. Dengan tersenyum dia bisa
memerintahkan pembunuhan yang paling keji sekali pun, atau paling
ringan adalah memecat mereka dan mengusir mereka beserta anak
isterinya ke hutan. Siapa pun yang berada dekat dengan Danuredjo tidak
ingin mengambil resiko itu. Di depan orang ini, lebih baik diam daripada
berbicara.
Dengan penuh kutipan ayat-ayat suci al-Quran tentang Islam yang penuh
rahmat bagi semesta, derajat manusia yang sama, Allah Maha Pengasih
dan Penyayang, dan sebagainya, Patih Danuredjo berpidato panjang lebar
menekankan perlunya pihak kraton menjalin kerjasama yang erat dengan
pemerintah Belanda.
Islam tidak melarang kita bermuamalah
39
dengan orang-orang di luar
Islam. Rasulullah dahulu juga melakukan hubungan dagang dengan orang
Yahudi dan bukankah Rasulullah itu sebaik-baiknya teladan bagi umat
manusia? Sebab itu, bekerjasama dengan Belanda itu diperbolehkan di
dalam Islam. Bukankah begitu Kiai Suranudin?
Lelaki tua yang mengenakan jubah panjang berwarna putih dan tangan
kanannya yang selalu memilin sebuah tasbih kecil dari kayu cendana,
menganggukkan kepalanya, Ya. Memang benar Kanjeng Patih

39
(Bahasa Arab): Berinteraksi.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 112

Danuredjo tersenyum puas, Dan saya ingin bertanya kepada kalian
semua. Apakah kita ini semuanya telah beragama Islam?
Inggih, Kanjeng Patih, sahut semuanya serempak.
Bukankah Kanjeng Sri Susuhunan Sultan Hamengku Buwono IV juga
seorang Muslim?
Inggih, Kanjeng Patih
Nah, kita ini adalah kerajaan Islam. Kita adalah pemerintahan Islam.
Semua yang ada di kraton ini adalah orang-orang Islam. Kanjeng Sultan
adalah Imam kita semua. Jika Pangeran Diponegoro hendak melakukan
pemberontakan kepada kraton, terhadap Sultan, berarti dia telah
melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Islam, memberontak
terhadap Imam. Bukankah itu yang di dalam fiqh Islam disebut
sebagai Bughot? Bagaimana Kiai Suranudin?
Kiai Suranudin membelai-belai janggut putihnya yang sudah hampir
menyentuh dadanya, Ya, ya, itu benar. Di dalam fiqh,
kaum bughot adalah kaum atau kelompok bersenjata yang menentang
penguasa kaum Muslimin, menentang Sang Imam. Sepengetahuan saya,
syarat untuk bisa suatu kelompok dianggap
sebagai bughot adalah: Pertama, mereka memiliki pasukan bersenjata
yang akan digunakan untuk melawan Imamnya. Kedua, mereka ini
memiliki pimpinan yang ditaatinya. Ketiga, mereka berbuat demikian
disebabkan karena timbulnya perbedaan pendapat dengan Imamnya
mengenai politik pemerintahannya, sehingga mereka beranggapan bahwa
memberontak adalah suatu keharusan
Belum selesai Kiai Suranudin berbicara, Danuredjo langsung menyela,
Jika demikian, Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya jelas-jelas
memenuhi semua persyaratan disebut sebagai kaum bughot. Bukankah
demikian Kiai?
Ya. Mereka sudah memenuhi ketiga syarat itu, ujar Kiai Suranudin. Dia
sepertinya tidak punya pilihan lain. Danuredjo memang sangat lihai
memutar lidah dan logika, sehingga dia mau tidak mau akan mengatakan
apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh Patih Dalem tersebut. Kiai
Suranudin pun merasa apa yang dikatakannya benar, sudah sesuai
dengan kaidah fiqh, namun entah mengapa hatinya merasa tidak nyaman.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 113


Tiba-tiba seorang kurir dari Residen Smissaert datang ke pendopo alun-
alun Lor. Dia langsung menemui Patih Danuredjo dan menyerahkan surat
dari tuannya. Setelah membuka surat itu, Danuredjo langsung mengakhiri
pertemuan dengan para senopati utama kraton dan yang lainnya.
Sekarang kalian semua persiapkan pasukanmu masing-masing dengan
baik. Dalam waktu dekat kita akan bergerak.
Itu saja. Kemudian dia melangkahkan kaki masuk ke dalam kraton.
Residen Smissaert telah menunggunya di ruangan kepatihan seperti
biasanya. Tak sampai memakan waktu lima menit, Danuredjo telah
membuka pintu ruangan kantornya. Dia tahu Smissaert sudah berada di
dalam. Dan benar saja, Belanda bermuka bulat dengan mata biru dan
rambut tipis seputih kapas di kedua bagian samping kepalanya sudah
berada di atas kursi Danuredjo dengan kedua kaki diselonjorkan ke atas
meja.
Kowe sudah siapkan semua senopati yang ada?
Danuredjo menganggukan kepalanya sambil duduk di depan Residen
Smissaert tanpa memperdulikan jika kedua telapak kaki Belanda yang
masih memakai sepatu itu langsung menghadap ke arah mukanya.
Sudah. Semuanya sudah siap.
Smissaert tertawa. Danuredjo juga. Belanda itu kemudian menurunkan
kakinya dan berdiri kemudian duduk di pinggir meja setelah menggeser
papan nama Patih Dalem Danuredjo IV dari tempatnya semula.
Patih Gillavry dan Von Jett telah mengkonfirmasi semua permintaan
kita. Pasukan mereka telah berangkat dari Surakarta, dan akan menyusul
kemudian yang dari Magelang serta Semarang. Mereka akan bergabung
dengan Legiun Mangkunegaran yang sebentar lagi akan tiba. Kita sudah
kuat kembali. Sore ini kita akan tangkap pemberontak itu!
Apakah tidak sebaiknya kita menunggu surat jawaban darinya dulu,
Tuan Residen. Bagaimana laporan dari kurir kita tadi malam yang
menemui Mangkubumi?
Untold Story of Pangeran Diponegoro 114

Tidak perlu. Kita mengirim kurir dan meminta Diponegoro menulis surat
lagi hanyalah untuk memperbanyak pekerjaannya saja. Kita tidak
menunggu surat itu. Kita akan kepung mereka dengan kekuatan yang
lebih besar ketimbang kekuatan mereka.
Apakah kita sudah tahu berapa kekuatan mereka yang dipusatkan di
Tegalredjo?
Ya. Dari beberapa pasukan telik sandi, kita sudah mendapat
kepastiannya.
Siapa nanti yang memimpin penangkapan?
Smissaert tertawa, Kowe mau, Patih?
Danuredjo menggeleng cepat. Sambil tertawa konyol Danuredjo menjawab,
Tuan Residen pasti tahu saya bukan orang yang tepat untuk mengemban
tugas itu. Wakil Tuan, Chevallier jauh lebih tepat.
Smissaert mengangguk-angguk. Ya, kowe kali ini benar. Chevallier lebih
punya kemampuan untuk itu. Dia orang sudah aku panggil. Sekarang dia
sedang ke sini.
Secepat itukah?
Rencana sudah aku susun dengan sangat rapi.
Jika kowe pintar, kowe akan bisa banyak belajar
Danuredjo hanya manggut-manggut. Tak berapa lama terdengar langkah-
langkah kaki tergesa milik wakil residen itu. Chevallier sudah mengenakan
seragam tempur, lengkap dengan topi dan pedangnya. Dia benar-benar
sudah siap diterjunkan ke medan laga. Setelah memberikan military-
salute, dengan sikap sempurna Chevallier melapor pada atasannya,
Residen Anthonie Hendriks Smissaert.
Lapor Tuan Residen! Kami siap dan tinggal menunggu perintah!
Berapa kekuatanmu untuk operasi nanti sore?
Untold Story of Pangeran Diponegoro 115

Siap! Duapuluh lima flankeurs
40
, duapuluh lima huzaren
41
, dan
dua veldstuk
42
. Demikian pula dengan pasukan prang Sultan, pasukan
prang Pangeran Pakualaman, Legiun Mangkunegaran, dan lainnya.
Semuanya sudah siap bergerak. Mereka kini berada di posnya masing-
masing untuk menunggu perintah. Letnan Satu Thierry dari Resimen
Huzaren ke-7 menjadi pimpinan operasi. Saya sendiri ikut di dalam
pasukan ini.
Senyum Smissaert mengembang di wajahnya. Sambil mengangguk-
angguk, dia memberikan beberapa perintah. Jika sampai pukul setengah
tiga sore Mangkubumi belum juga datang dengan membawa pimpinan
pemberontak itu ke sini, maka kedua orang itu-Mangkubumi dan
Diponegoro-harus kalian tangkap, hidup atau mati. Tak ada bedanya
bagiku. Gunakan segala cara untuk menyeret kedua orang itu ke
hadapanku. Secepatnya!
Smissaert melirik lemari jam Junghans yang berdiri di sudut ruangan
kepatihan. Jarum pendeknya yang berwarna keemasan telah mendekati
angka dua. Smissaert tahu, jarum itu akan terus bergerak pasti, detik
demi detik, menit demi menit, seirama gerak dua bandul yang
bergelantungan di bawah bulatan dengan dua jarum jam.
Residen itu kemudian menatap wakilnya yang masih berdiri dengan sikap
sempurna, Chevallier, kowepunya waktu kurang dari satu jam untuk
bersiap. Sekarang kembalilah ke pasukanmu. Bersiaplah. Sebelum hari
menjadi gelap, aku sangat berharap pimpinan pemberontak itu
sudah kowe seret ke sini. Kita perlihatkan kepada semua orang, hukuman
apa yang bakal menimpa orang-orang yang berani melawan pemerintah
yang sah ini!
Siap! jawab Chevallier singkat dan tegas. Setelah memberikan
penghormatan kembali, dia kemudian membalikkan badan. Dengan
setengah berlari, veteran Palagan Waterloo itu melintasi lorong yang satu
ke lorong yang lain di dalam kraton menuju alun-alun Lor tempat semua
pasukannya berkumpul.

40
Infanteri
41
Kavaleri
42
Artileri (pembawa meriam)
Untold Story of Pangeran Diponegoro 116

Matahari bulan Juli yang terik semakin tergelincir ke barat. Chevallier
telah tiba di ujung alun-alun. Dari kejauhan, nampak semua pasukannya
telah berbaris rapi di lapangan yang luas. Chevallier tersenyum. Walau
tubuhnya bermandikan keringat, namun semangatnya begitu tinggi. Sore
nanti, Pangeran Diponegoro-Kepala Pemberontak itu-beserta Pangeran
Mangkubumi, sudah harus dibawanya ke Residen Smissaert. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 117

BAB 22

nformasi merupakan sesuatu yang amat sangat berharga dalam
sebuah peperangan. Siapa yang menguasai informasi musuhnya,
maka dia akan keluar sebagai pemenang. Pangeran Diponegoro
sangat mengetahui hal ini.
Sebab itu, jauh-jauh hari Diponegoro telah menugaskan Pangeran Bei
untuk menyebarkan sejumlah pasukan telik sandi ke kantung-kantung
musuh, bahkan ke dalam kraton dan juga Vredeburg, benteng Belanda
yang berada tak jauh di utara kraton. Pasukan telik sandi Diponegoro
bukan hanya terdiri dari kaum lelaki, namun juga perempuan. Para isteri
pangeran, selir raja, pelayan kraton, tukang masak, hingga para penari,
dan pedagang yang diam-diam bersimpati pada perjuangan Pangeran
Diponegoro. Mereka secara suka rela bekerja, mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya mengenai perkembangan dan pergerakan pasukan
musuh.
Mengenai pasukan telik sandi ini, laskar Diponegoro memiliki dua jenis.
Yang pertama adalah pasukan telik sandi sukarela, yang terdiri dari
banyak profesi dari berbagai macam lapisan masyarakat. Sedangkan yang
kedua adalah pasukan telik sandi utama, yaitu pasukan yang sengaja
dibentuk dari orang-orang terpilih, direkrut dan dilatih secara rahasia,
dan secara terencana serta terukur ditempatkan di posnya masing-
masing. Dengan sendirinya, tingkat kredibilitas informasi yang diperoleh
pasukan telik sandi utama ini jauh lebih terpercaya ketimbang yang
pertama.
Berdasarkan masukan dari pasukan telik sandi utama inilah, Pangeran
Bei bersama Pangeran Diponegoro menyusun sistem pengaman di sekitar
wilayah Tegalredjo, yang terbagi ke dalam tiga lingkaran dengan radius
yang berbeda. Satu lingkaran dipimpin oleh seorang senopati yang
membawahi empat komandan arah mata angin, komandan Lor
43
, Kulon
44
,

43
(Bahasa Jawa): Utara
44
(Bahasa Jawa): Timur
I
Untold Story of Pangeran Diponegoro 118

Kidul
45
, dan Wetan
46
. Jadi total ada tiga senopati yang masing-masing
membawahi empat komandan sesuai dengan mata angin.
Siang itu bada Dzuhur, dengan menunggang Kiai Gentayu, Pangeran
Diponegoro melakukan inspeksi ke seluruh pasukannya. Ki Singalodra,
Mangkubumi, Pangeran Bei, Ustadz Taftayani, dan tiga orang laskar
menyertainya.
Tiba di tepi sebelah barat Kali Winongo yang berbatasan dengan wilayah
Badran dan Pringgokusuman, Pangeran Diponegoro beserta seluruh
rombongannya menemui Joyomustopo dan Joyoprawiro yang memimpin
laskar setempat. Jumlah laskarnya lebih kurang ada sekitar duaratusan
orang bersenjata tombak, keris, dan pedang. Beberapa di antaranya
terlihat memegang senjata berupa tiga buah bola besi sebesar kepalan
tangan orang dewasa yang diberi besi tajam di sana-sini, yang
dihubungkan dengan rantai dan diputar-putar hingga mengenai musuh.
Senjata ini disebut sebagai Bandil
47
.
Setelah itu rombongan melanjutkan inspeksinya ke seluruh wilayah
Tegalredjo. Inspeksi seperti ini diperlukan, selain untuk koordinasi antar
pimpinan pasukan, juga untuk menaikkan semangat berjuang di kalangan
laskar atau prajurit.
Menjelang kumandang adzan Asyar, Diponegoro dan rombongan sudah
kembali ke dalam masjid Puri Tegalredjo. Setelah beristirahat dan sholat
berjamaah, Diponegoro memanggil Mangkubumi.
Paman, saya akan menulis surat terakhir untuk residen. Kita akan tetap
pada pendirian kita semula. Tak goyah sedikit pun. Tolong sebentar lagi
panggilkan Ahmad Prawiro untuk mengantarkan surat ini ke kraton.

45
(Bahasa Jawa): Selatan
46
(Bahasa Jawa): Barat.
47
Senjata bandil, keris, tombak, pedang, trisula, dwisula, dan sebagainya masih
tersimpan dengan baik di Monumen Pangeran Diponegoro Sasana Wiratama, museum
yang dibangun di atas lahan bekas Puri Tegalredjo di Desa Tegalredjo, sebelah barat
Stasiun Tugu, Yogyakarta.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 119

Setelah itu Pangeran Diponegoro masuk ke dalam biliknya. Pangeran
Mangkubumi menunggu di dalam masjid. Beberapa sesepuh dan laskar
masih ada yang berzikir di dalam masjid.
Seorang kurir dengan tergopoh-gopoh masuk ke dalam masjid. Menyadari
Pangeran Diponegoro tengah menulis surat di dalam biliknya, kurir
tersebut mendekati Pangeran Mangkubumi yang tengah duduk bersila dan
segera menyampaikan berita yang menggembirakan.
Kanjeng Pangeran, Kiai Modjo dari Surakarta menyampaikan salam pada
Kanjeng Pangeran dan semua yang ada di Tegalredjo ini. Saat ini beliau,
bersama anaknya, Kiai Ghazali, dan seluruh pasukan santrinya tengah
menuju ke sini untuk memperkuat pertahanan
Kiai Modjo dan anaknya?
Betul, Kanjeng Pangeran. Mereka semua sedang berjalan ke Tegalredjo
ini
Pangeran Mangkubumi mengangguk-angguk, Baiklah. Terima kasih atas
informasinya, Kisanak. Saya akan sampaikan berita menggembirakan ini
kepada Pangeran Diponegoro secepatnya.
Inggih, Kanjeng Pangeran. Saya minta diri
Setelah mengucapkan salam, kurir tersebut keluar dari masjid untuk
mengambil air wudhu. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 120

BAB 23

afas Suromenggolo tersengal-sengal. Salah seorang kepercayaan
Diponegoro itu kemudian lompat dari kudanya dan langsung berlari
menuju masjid, di mana Pangeran Diponegoro dan para sesepuh
lainnya berada.
Assalamualaikum! ujarnya setengah berteriak. Dadanya terlihat turun
naik. Nafasnya masih satu-satu. Kanjeng Pangeran ada? tanyanya
kepada salah seorang laskar yang masih berada di masjid. Laskar itu
kemudian menunjukkan ibu jarinya ke arah sudut depan masjid dimana
bilik Pangeran Diponegoro berada.
Beliau sedang menulis surat di biliknya
Suromenggolo mengangguk dan masuk ke dalam masjid. Begitu melihat
Mangkubumi juga ada di masjid, Suromenggolo memberi salam
mendekatinya.
Salam, Kanjeng Pangeran Mangkubumi
Salam juga, Kisanak. Apakah ada perkembangan baru di lapangan.
Kenapa Kisanak terengah-engah begitu?
Suromenggolo menganggukkan kepalanya cepat, Ya. Belanda. Pasukan
Belanda sudah bergerak dari alun-alun Lor menuju ke sini. Dua kilometer
lagi mereka tiba di jembatan Kali Winongo!
Mangkubumi agak terkejut. Dia kemudian berdiri, Cepat sekali gerakan
mereka. Berapa kekuatannya?
Dua meriam baja ukuran sedang yang ditarik dua kereta model Osten-
Grey. Meriam itu masih baru. Ada juga puluhan infanteri dengan senjata
laras panjang flintlock, puluhan kavaleri berkuda dengan pedang dan
senjata api. Legiun Mangkunegaran juga ada di sana. Jumlahnya sekira
limaratusan
Mereka ingin menangkap Pangeran Diponegoro?
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 121

Ya. Selain Kanjeng Pangeran Diponegoro, juga beberapa pimpinan
lainnya.
Termasuk aku?
Suromenggolo mengangguk, Ya, termasuk.
Menyadari bahaya yang semakin mendekat, Mangkubumi akhirnya
bergegas mengetuk pintu bilik di mana Pangeran Diponegoro sedang
menulis surat. Pintu dibuka dari dalam. Pangeran Diponegoro sudah
berdiri diambang pintu. Mangkubumi segera melaporkan semuanya.
Pasukan Belanda sudah mendekati jembatan Kali Winongo!
Diponegoro tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Jembatan Kali
Winongo sangat dekat dengan Puri Tegalredjo. Namun pergerakan
pasukan Belanda juga akan sedikit terhambat dengan banyaknya barikade
dan jebakan yang sudah dipasang dengan cermat. Laskar yang menjaga
sekitar wilayah Winongo juga akan tidak tinggal diam. Pertempuran
sebentar lagi akan terjadi.
Kepada Mangkubumi, Diponegoro berkata, Paman, sekarang para kafirin
dan murtadin itu sudah di depan mata kita. Mereka menyerang kita.
Tentu kita tidak akan tinggal diam. Kini bersiaplah. Kita akan sambut
mereka. Kita kibarkan panji-panji gula kelapa!
48
Kita kibarkan juga panji
kejayaan negeri ini
49
. Allah bersama kita! Allahu Akbar!
Allahu Akbar! Kami semua siap, Pangeran!
Oh iya, Pangeran. Ada juga berita gembira. Kiai Modjo dan anaknya, Kiai
Ghazali, tengah berjalan ke sini memimpin pasukannya untuk
memperkuat Tegalredjo.

48
Panji Gula-Kelapa adalah panji atau bendera merah putih. Lambang
pemberontakan untuk merdeka.
49
Yang dimaksudkan dengan Panji Kejayaan adalah bendera berwarna kuning
yang melambangkan tanda kebesaran . Bendera ini merupakan simbol perjuangan
leluhur yang sudah berabad lamanya tidak pernah dikibarkan, sejak tahun 1292
pada masa Jayakatwang hingga Sultan Agung.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 122

Alhamdulillah. Semoga Allah subhana wa taala melindungi kita semua,
Paman
Amien ya Rabb
Setelah mengucap salam, Mangkubumi bergegas keluar dari masjid,
diikuti seluruh sesepuh dan laskar yang ada. Hanya Ki Singalodra dan tiga
prajurit kawal yang tetap berdiri di samping Diponegoro. Dengan senyum
tipis di bibirnya, Diponegoro menoleh kepada Ki Singalodra.
Kisanak, pintu surga sebentar lagi akan terbuka lebar-lebar di hadapan
kita. Bersiaplah untuk menyambutnya. Saya akan persiapkan isteri dan
anak-anak dahulu. Tolong siapkan Kiai Gentayu. SilakanKisanak tunggu
disini
Setelah mengucapkan kalimat itu, Pangeran Diponegoro bergegas masuk
ke dalam bangunan utama Puri Tegalredjo. Seorang prajurit keluar dari
masjid untuk mengambil salah satu kuda kesayangan Pangeran
Diponegoro dan menambatkannya di depan masjid. Dia sendiri menjaga
kuda itu.
Pada saat bersamaan, tepat di seberang Kali Winongo, limapuluh meter di
selatan jembatan, seorang pengintai yang bersembunyi di balik pohon
tampak memicingkan matanya di jendela intip teropong besi berukuran
kecil yang diberi lensa di kedua sisinya. Dari teropongnya, dia sudah bisa
melihat bagian depan pasukan Belanda yang membawa dua buah meriam
ukuran sedang. Beberapa tampak menunggang kuda, sedangkan yang lain
berjalan kaki. Semuanya bersenjata lengkap.
Menurut informasi yang diterima, pasukan Belanda ini berniat menangkap
Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi, hidup atau mati.
Namun dia dan seluruh laskar Diponegoro tidak percaya. Dengan
membawa pasukan bersenjata lengkap, Belanda tidak akan sekadar
menangkap Diponegoro dan Mangkubumi, namun juga akan
menghancurkan laskarnya. Belanda memang menginginkan perang.
Pengintai itu meletakkan teropongnya. Dia segera memberi kode kepada
pasukan pemukul yang tigapuluh meter bersembunyi di belakangnya
dengan mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menggoyangkan-
goyangkan dahan pohon yang dipegangnya ke atas. Para komandan regu
melihat isyarat tersebut. Mereka tahu, musuh sudah bergerak mendekati
Untold Story of Pangeran Diponegoro 123

ujung wetan
50
jembatan Kali Winongo. Namun sesuai dengan perintah
Pangeran Diponegoro, mereka tak diperbolehkan menyerang terlebih
dahulu. Sebab itu, sambil terus bersembunyi ke rerimbunan pohon dan
semak, mereka hanya menunggu apa yang akan dilakukan pasukan
Belanda tersebut.
Di sisi lain, pasukan pemanah sudah mempersiapkan anak panah mereka
di tali busur yang tinggal direntangkan. Pasukan pemanah bersembunyi di
dua sisi yang agak tinggi, di kiri dan kanan jembatan. Mereka akan
menyambut pasukan Belanda yang pasti akan melintasi jembatan Kali
Winongo di depannya.
Di kejauhan, Letnan Satu Thierry memerintahkan pasukannya untuk
berhenti sejenak di ujung jembatan. Pimpinan pasukan itu menyuruh tiga
prajuritnya memeriksa jembatan hingga ke ujungnya. Mereka agaknya
curiga, kalau-kalau jembatan sudah disabotase atau dirusak oleh Laskar
Diponegoro, sehingga bisa saja ketika meriam dan pasukan melintas,
jembatan itu akan ambruk ke bawah dan mereka akan jatuh tenggelam ke
dalam sungai yang cukup dalam tersebut.
Baru saja ketiga prajurit Belanda itu sampai di tengah jembatan, tanpa
diduga siapa pun, dari arah berlawanan tiba-tiba datang sejumlah warga
desa yang memegang aneka senjata tajam. Sambil berteriak-teriak riuh-
rendah, mereka mengacung-acungkan senjatanya ke arah Belanda.
Beberapa di antaranya bahkan mulai menembaki pasukan itu dengan
ketapelnya. Beberapa lagi menimpuki pasukan Belanda itu dengan batu-
batu.
Joyo Prawiro dan Joyo Mustopo tertegun. Pimpinan duaratusan laskar
yang bertugas mempertahankan jembatan Kali Winongo dan sekitarnya
saling berpandangan. Mereka benar-benar tidak menduga jika warga desa
akan berani menyongsong pasukan Belanda yang bersenjata lengkap
seperti itu.
Uedan! Mereka kira ono pesta opo? umpat Joyo Prawiro sambil terus
merunduk di balik pohon nangka.

50
(Bahasa Jawa): Timur.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 124

Joyo Mustopo mengangguk cepat, Yo wis. Kita lihat saja bagaimana
Belanda itu. Kalau mereka mulai menyerang, kita balas!
Belum kering Joyo Mustopo berkata, tiba-tiba terdengar suara dentuman
yang amat keras. Beberapa detik kemudian, dentuman serupa terdengar
lagi.
Meriam Belanda! ujar Joyo Prawiro. Bukannya takut, orang ini malah
kegirangan. Dia benar-benar menunggu momen untuk bisa berperang
melawan kafir Belanda. Tak jauh beda dengan Joyo Prawiro, Joyo Mustopo
juga menyeringai. Belanda telah menyerang! Itu berarti mereka sudah
boleh menyerbu tentara kafir itu.
Dengan penuh semangat Joyo Mustopo berdiri, keluar dari tempat
persembunyiannya. Sambil mengacungkan pedangnya, dia berteriak,
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Serbuu..!!!
Dua orang prajurit yang masing-masing membawa panji gula kelapa dan
panji kuning dengan kalimah syahadah yang dibordir dengan benang
emas berdiri sambil mengibar-kibarkan kedua panji tersebut ke atas.
Melihat panji perang sudah berkibar tinggi, dua ratusan laskar dengan
senjata aneka macam serentak keluar dari tempat persembunyiannya
sambil meneriakkan takbir. Tanpa takut mereka berlari menyongsong
musuh yang sebagian sudah berhasil melintasi jembatan. Pasukan
berkuda Belanda yang diikuti regu senapan juga baru saja menyeberangi
jembatan. Mereka terus merangsek maju dilindungi tembakan dari
senapan flintclock yang larasnya diarahkan rendah setinggi pinggang. Dari
seberang kali, dua meriam dengan kereta Osten Grey-nya masih tetap
menembak ke arah laskar untuk membuyarkan konsentrasi barisan
mereka.
Di ujung jembatan, duel jarak dekat tak bisa dihindari. Dengan
bersenjatakan keris, pedang, tombak, bandil, dan apa saja yang bisa
dijadikan senjata, dengan gagah berani mereka berusaha menahan laju
pasukan Belanda.
Joyo Mustopo terus merangsek ke depan. Tangan kanannya begitu lincah
menyabetkan pedang pendeknya ke kanan dan kiri. Sedangkan tangan
kirinya menggenggam trisula yang akan melukai siapa pun yang berada di
dekatnya. Dengan kecepatan yang mengagumkan, salah seorang pimpinan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 125

laskar ini berlompatan kesana-kemari menghadapi pasukan Belanda yang
terus saja berusaha untuk maju.
Sedangkan Joyo Prawiro yang berada lima meter di sebelah kanannya,
dengan ganas mengayun-ayunkan bandil dengan tiga bola besi berduri
yang bisa meremukkan tulang tengkorak. Kedua kakinya juga lincah
berlompatan menghindar dari ujung sangkur Belanda yang ditusukkan ke
segala arah.
Sambil bertempur jarak dekat, Joyo Prawiro dan Joyo Mustopo melihat
Legiun Mangkunegaran mulai berdatangan. Bagai air bah, prajurit-prajurit
Jawa yang dikirim Mangkunegara II tersebut membantu pasukan Belanda
yang sesungguhnya mulai kepayahan. Mendapat bantuan yang besar,
pasukan kafir itu mulai bersemangat. Di depan mereka, pasukan kavaleri
mulai melabrak barisan bagian dalam laskar yang akhirnya membuat
laskar itu kocar-kacir.
Joyo Mustopo dan Joyo Prawiro tahu bahwa pasukan Belanda dan kaum
murtadin itu tidak akan bisa dibendung lagi. Kekuatan tidak imbang.
Mereka akhirnya memilih mundur teratur sembari melakukan perlawanan
kecil. Dua serangkai tersebut kemudian berbagi tugas. Joyo Mustopo akan
memberikan laporan ke puri, sedangkan Joyo Prawiro akan terus
memimpin laskarnya yang masih tersisa untuk mengundurkan diri ke
arah barat.
Sampaikan salamku untuk Kanjeng Gusti Pangeran! teriak Joyo Prawiro.
Joyo Mustopo menggebrak kudanya. Dia langsung melesat meninggalkan
arena pertempuran yang mengepulkan asap yang begitu pekat. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 126

BAB 24
entuman meriam Belanda terdengar keras hingga ke dalam Puri
Tegalredjo. Disusul bunyi tembakan yang begitu ramai bersahut-
sahutan. Suara itu kian lama kian nyaring, menandakan pasukan
Belanda semakin dekat. Semua laskar bersiap dengan senjata di tangan.
Ada yang menjaga bagian luar dinding puri, ada yang berjaga di dalam.
Pintu gerbang utama sendiri dijaga seratusan laskar bersenjatakan
pedang dan beberapa pucuk senapan, dipimpin langsung Senopati Joyo
Nenggolo.
Di sekitar kompleks Puri Tegalredjo, ratusan warga desa dengan senjata
seadanya juga turut berjaga-jaga. Bahkan di antara mereka ada yang
menyongsong pasukan Belanda yang datang dari utara, timur, dan
selatan. Mereka menyambut musuh dengan begitu bernafsu bagai
menyambut datangnya gadis jelita untuk dipinang. Teriakan-teriakan
penyemangat dan takbir membahana di angkasa. Rakyat yang setiap hari
akrab dengan cangkul dan sawah, hari itu berlarian menjemput pasukan
Belanda tanpa rasa takut sedikit pun dengan senjata seadanya di tangan.
Kecintaan mereka kepada Pangeran Diponegoro dan agama Islam
membuat mereka rela berkorban jiwa dan raga. Mati satu tumbuh seribu.
Di tengah ketegangan itu, Ki Singalodra kehilangan Pangeran Diponegoro.
Dia terus berkeliling, memanjangkan leher ke kiri dan ke kanan mencari
orang yang harus dilindunginya. Namun sosok Pangeran Diponegoro tidak
ada juga, bagai hilang ditelan bumi. Ki Singalodra terus berdiri di ruang
terbuka antara rumah utama dengan masjid, duapuluh meter dari dinding
bagian barat Puri Tegalredjo.
Pangeran Bei masih berada di dalam pendopo utama. Dia menerima
sejumlah kurir yang melaporkan dengan cepat bahwa pasukan Belanda
ternyata tidak saja menyerang dari arah timur, tapi juga utara dan
selatan. Sedangkan di bagian barat, lebih sedikit terbuka.
Tiba-tiba sisi kiri gapura utama yang berada di selatan kompleks puri
meledak dan hancur terkena peluru meriam. Bunyinya begitu keras.
Setelah asap menghilang, bagai air bah, gabungan pasukan Belanda dan
Legiun Mangkunegaran mulai merangsek masuk ke dalam kompleks puri.
Pasukan kafir dan murtadin itu langsung disambut oleh tombak dan
D
Untold Story of Pangeran Diponegoro 127

sabetan pedang oleh laskar Diponegoro. Duel jarak dekat terjadi. Puri
Tegalredjo mulai dibasahi darah. Bumi Mataram kembali bergolak.
Belanda ternyata tidak saja membawa peluru meriam konvensional,
namun juga peluru bakar
51
, sehingga dari mulut meriam berukuran
sedang itu terlontar bola-bola api yang menyala yang langsung membakar
apa pun yang dikenainya.
Ki Singalodra menyaksikan bangunan utama Puri Tegalredjo mulai
terbakar. Api mulai menjilat atapnya yang terbuat dari bambu dan daun
rumbia. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk memadamkannya. Sambil
terus mengayunkan pedang untuk membunuh pasukan Belanda dan
kaum murtadin sebanyak-banyaknya, matanya masih sibuk mencari-cari
keberadaan Pangeran Diponegoro.
Lama-kelamaan jumlah prajurit Belanda dan para murtadin itu kian
banyak. Mereka sudah berada sangat dekat dengan bangunan utama puri.
Ki Singalodra dan sejumlah laskar pengawal utama Diponegoro mati-
matian mempertahankan bangunan utama itu agar Belanda tidak
memasukinya.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, Pangeran Diponegoro ternyata masih
berada di dalam biliknya. Raden Ayu Retnaningsih jatuh pingsan setelah
kepalanya tertimpa sebatang bambu menyala yang jatuh dari atap rumah.
Sambil menggendong isterinya tercinta, Pangeran Diponegoro
memerintahkan supaya para emban menggendong anak-anaknya satu
persatu.
Jaga anak-anak itu. Cepat ikuti saya! teriaknya.
Walau membawa tubuh isterinya, namun Diponegoro bisa melompat ,
keluar melewati dinding bangunan utama puri yang sudah berlubang di
satu sisinya. Kiai Gentayu juga sudah menunggu di dekat situ, seakan
sudah tahu jika tuannya akan keluar dari lubang tersebut. Ki Singalodra
merasa lega setelah melihat Pangeran Diponegoro masih hidup. Dengan

51
Peluru meriam konvensional di zaman itu hanya berupa bola-bola besi.Yang
dimaksudkan peluru bakar adalah bola-bola besi yang sudah dilumuri ter dan
dibakar sehingga ketika dilontarkan lewat mulut meriam, bola-bola api itu tidak
hanya menghancurkan benda yang terkena namun sekaligus membakarnya.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 128

cepat dia mendekati Diponegoro dan menjadikan dirinya sebagai tameng
hidup.
Lewat dinding barat saja, Kanjeng Pangeran. Tembok itu harus kita
lompati. Semua arah sudah dikepung pasukan kafir! teriak Ki Singalodra
sambil tangannya menunjuk dinding sayap barat Puri Tegalredjo yang
tingginya mencapai tiga meter dan tebal hampir satu meter.
Tidak mungkin, Kisanak. Anak-anak sulit melompat! Sekarang kamu jaga
isteriku ini dahulu!
Dengan cepat dan hati-hati, Diponegoro membaringkan Raden Ayu
Retnaningsih di atas Kiai Gentayu. Setelah itu dia berdiri tegak sejauh tiga
meter dari dinding tebal tersebut. Di belakang Diponegoro, Ki Singalodra
dan laskar yang lainnya membuat benteng hidup agar Belanda dan Legiun
Mangkunegaran tidak mampu mencapai Sang Pangeran.
Pangeran Diponegoro sendiri menghadapkan badannya ke tembok besar
itu. Sambil memejamkan mata, kedua tangannya terangkat ke atas dan
mengepal. Secepat kilat dia kemudian berlari menerjang tembok,
menubrukkan badannya, dan menghantamkan tangannya keras-keras.
Suara menggelegar terdengar . Asap mengepul begitu pekat. Tembok tebal
itu pun jebol berantakan bagai terkena peluru meriam yang besar.
Pangeran Diponegoro segera melompat ke punggung Kiai Gentayu di mana
tubuh isterinya masih terbaring lemas. Dia mempersilakan Ki Singalodra
dan yang lainya naik ke kudanya masing-masing, juga para emban yang
masing-masing membawa satu anaknya.
Cepat! Kita pergi ke barat! teriaknya.
Baru saja rombongan hendak bergerak, tiba-tiba dari arah belakang
sejumlah prajurit Belanda muncul dengan senapan flintclock siap tembak.
Dalam hitungan sepersekian detik, para emban segera memacu kudanya
melewati tembol yang jebol itu, diikuti Pangeran Diponegoro dan yang
lainnya, termasuk Mangkubumi dan Pangeran Bei. Ukuran tembok jebol
cukup besar, setinggi lebih dari dua meter dengan lebar hampir dua meter
juga, sehingga bisa dilalui orang yang berkuda dengan leluasa.
Seratusan meter di selatan, Letnan Satu Thierry dan Chevallier masih
berada di atas kudanya. Mereka mengawasi penyerbuan dari depan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 129

gapura yang sudah sepenuhnya dikuasai pasukan Belanda dan Legiun
Mangkunegara. Sejumlah pasukan kawal berada di keliling mereka. Lalu
seorang opsir dengan kudanya mendekat.
Tuan! Para pimpinan pemberontak sudah meloloskan diri ke arah barat!
Chevallier terkejut. Demikian pula Thierry. Setahu mereka, dari data yang
dihimpun dari pasukan mata-mata, termasuk tukang yang memandikan
Kiai Gentayu setiap hari yang disusupkan Belanda, tidak ada lubang
sedikit pun di sepanjang dinding arah barat yang bisa digunakan untuk
meloloskan diri.
Barat? Mana bisa? Bukankah di sana tidak ada pintu? Mengapa kalian
tidak bisa mencegahnya! sergah Thierry.
Ampun, Tuan. Diponegoro menjebol temboknya
Chevallier dan Letnan Satu Thierry kaget bukan kepalang. Apa katamu?
Menjebolnya? Tembok itu sangat tebal. Kowe jangan bohongi saya, opsir!
ujar Chevallier naik pitam.
Tidak! Saya tidak bohong Tuan! Silakan Tuan lihat sendiri. Kita sudah
menguasai jalur ke sana. Mari ikuti saya
Keduanya, diiring para pengawal berkuda, segera mengikuti opsir
tersebut. Sampai di depan tembok tebal yang dijebol Diponegoro, baik
Chevallier maupun Letnan Satu Thierry ternganga-nganga. Mereka sama
sekali tidak bisa membayangkan apa dan bagaimana cara seorang
Diponegoro melakukannya hingga mampu menjebol tembok tebal dan
kuat seperti itu
52
.
Keterkejutan mereka hanya sesaat. Berganti dengan kemarahan yang
amat sangat. Chevallier tahu, Residen Smissaert pasti akan memarahinya
habis-habisan. Misinya gagal. Walau Puri Tegalredjo sudah dikuasai
namun mereka tidak mampu menangkap Diponegoro dan Mangkubumi.
Dengan menahan kegeraman, keduanya lalu memerintahkan agar seluruh
bangunan di Puri Tegalredjo dibakar.

52
Sampai sekarang, tembok yang dijebol Pangeran Diponegoro masih bisa
disaksikan di Monumen Pangeran Diponegoro, Sasana Wiratama, Jalan H.O.S.
Cokroaminoto 430, Tegalredjo, Yogyakarta. Telp. (0274) 622668.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 130

Hancurkan! Bakar habis semuanya! []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 131

BAB 25

pi yang menjilat seluruh bangunan kompleks Puri Tegalredjo
terlihat membumbung tinggi dari atas bukit karang, di mana
Pangeran Diponegoro dan seluruh rombongannya beristirahat
sejenak. Raden Ayu Retnaningsih sudah siuman. Isteri Pangeran
Diponegoro itu sedang dirawat Ki Maswadhi, tabib puri yang juga berhasil
melarikan diri bersama mereka. Perempuan itu dibaringkan di atas
rumput kering dan diselimuti kain batik panjang berwarna kecoklatan
yang biasanya dipakai untuk mengganjal kursi pelana dengan punggung
kuda.
Dari atas Kiai Gentayu, Pangeran Diponegoro menatap jauh ke bawah, ke
arah timur di mana Puri Tegalredjo berada. Hatinya teriris melihat rumah
kediamannya sejak kecil dibakar habis oleh pasukan kafir Belanda yang
dibantu prajurit Legiun Mangkunegaran. Kedua matanya meremang
basah. Bibirnya bergetar menahan sedih, dan juga amarah.
Paman, ujar Diponegoro kepada Pangeran Mangkubumi yang berada di
sampingnya, lihatlah sekarang. Rumah dan masjidku sudah dibakar
kaum kafir. Aku sudah tidak punya apa-apa lagi di dunia ini Hanya
Allah subhana wa taala dan Rasul-Nya yang aku punya. Insya Allah,
sampai mati, aku akan selalu berjuang membela agama haq ini
Mendengar ucapan keponakannya yang dituturkan dengan penuh
perasaan, Mangkubumi ikut terharu. Kedua matanya juga ikut basah.
Dengan perlahan dia mencoba memberi penghiburan kepada
keponakannya yang tengah gundah.
Pangeran, Allah Maha Kuasa dan Maha Kaya. Barangsiapa yang
menggantungkan diri hanya kepada-Nya, maka dia akan menjadi orang
yang paling beruntung di dunia kini dan akherat nanti. Cukuplah Allah
sebagai pelindung. Dia-lah sebaik-baik pelindung
Pangeran Diponegoro mengangguk pelan, Benar, Paman. Apa yang terjadi
hari ini belumlah apa-apa dibandingkan dengan perang sesungguhnya.
Semoga Allah subhana wa taala memberikan perlindungan, kekuatan,
dan ketabahan bagi kita semua
A
Untold Story of Pangeran Diponegoro 132

Amien ya Rabb
Paman, mari kita segera berangkat. Hari sudah mulai gelap. Desa Dekso
masihlah jauh. Mudah-mudahan kita bisa sampai di sana dengan
selamat
Pangeran Mangkubumi dan Ngabehi memerintahkan supaya semuanya
bersiap kembali. Desa Dekso yang sudah masuk ke wilayah Kulon Progo
masih jauh. Di desa ini, Pangeran Diponegoro berencana menitipkan
anak-anak dan keluarganya, juga para emban, dan yang lainnya yang
bukan termasuk kombatan. Sedang dirinya sendiri, juga Mangkubumi,
Pangeran Bei, Ki Singalodra, Ustadz Taftayani, dan yang lainnya-termasuk
isterinya sendiri, Raden Ayu Retnaningsih-setelah dari Dekso akan
berjalan kembali menuju Gua Selarong. Di sanalah markas komando
utama berada. Ki Guntur Wisesa sudah mempersiapkan segalanya di
Selarong. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 133

BAB 26

yala api masih begitu besar membakar hampir semua bangunan di
dalam kompleks Puri Tegalredjo. Asapnya membubung tinggi
mewarnai langit sore yang seharusnya berwarna jingga dengan
nuansa kelabu yang begitu pekat. Adzan maghrib yang biasanya mengalun
merdu dari masjid Tegalredjo, kini tiada terdengar lagi. Demikian pula
dengan rombongan warga desa berjubah putih yang biasanya berbondong-
bondong berjalan kaki menuju masjid untuk menunaikan sholat, sudah
tidak ada. Semuanya menghilang, seiring serbuan pasukan gabungan
Belanda dan Legiun dari Surakarta ke kediaman Ratu Ageng, tempat di
mana Bendoro Raden Mas Ontowiryo, yang kemudian lebih populer
disebut Pangeran Diponegoro, menempa diri sejak kecil dengan ilmu dan
amal.
Letnan Satu Thierry bersama pasukannya malam itu terus bertahan di
Tegalredjo. Demikian pula dengan Chevallier. Sebagai pimpinan pasukan,
Thierry merasa bertanggungjawab untuk terus melakukan pengejaran ke
arah Barat, arah di mana rombongan Pangeran Diponegoro melarikan diri.
Sedangkan Chevallier, walau tidak mengakui, namun sepertinya enggan
untuk kembali ke tempat Residen Smissaert berada malam ini. Lolosnya
Pangeran Diponegoro dan juga Mangkubumi pasti akan menimbulkan
kemarahan Residen Yogyakarta yang baru bertugas dua tahun itu. Sebab
itu dia memilih untuk tetap tinggal bersama Thierry.
Hari sudah mulai gelap. Penjagaan di sekeliling lahan bekas puri
diperketat. Para prajurit Legiun Mangkunegaran ditempatkan di pos-pos
jaga terluar dari kompleks puri. Menurut laporan sejumlah opsir
lapangan, pasukan Belanda ternyata belum sepenuhnya menguasai
wilayah ini sepenuhnya. Di sejumlah titik yang menyebar di sekitar
Tegalredjo, masih terdapat sisa-sisa laskar pemberontak. Mereka tidak
terorganisir dengan rapi, sehingga mirip dengan gerombolan kriminal.
Yang sama sekali tidak diketahui Thierry dan juga Chevallier, berita
penyerangan pasukan Belanda ke Puri Tegalredjo ternyata mengundang
simpati yang begitu dalam dari rakyat pribumi terhadap Pangeran
Diponegoro. Tanpa dikomando, dari berbagai desa dan pelosok kampung,
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 134

dari lembah dan gunung, mengalir laskar-laskar dadakan dengan
membawa aneka jenis senjata yang berjalan menuju Tegalredjo. Laskar-
laskar dadakan ini dipimpin oleh Demang, ulama, atau jagoan setempat.
Tujuan mereka satu, untuk merebut kembali kompleks Puri Tegalredjo,
yang oleh rakyat pribumi sudah dianggap sebagai kraton sesungguhnya.
Laskar-laskar dadakan ini mengepung wilayah Tegalredjo dari segala arah.
Kecuali sekitar jembatan Kali Winongo menuju Kraton dan Benteng
Vredeburg, di mana jalur satu-satunya keluar-masuk Kraton-Puro
Tegalredjo yang aman dijaga dengan kuat oleh pasukan gabungan
Belanda-Legiun Mangkunegaran.
Di berbagai akses jalan, laskar dadakan ini melakukan blokade hampir di
semua jalan utama. Mereka menebangi pohon-pohon besar dan sengaja
membiarkannya melintang di jalan raya, batu-batu besar digulingkan, dan
sebagian bahkan mulai menggali lubang-lubang dan selokan tepat di
tengah-tengah jalan. Letnan Satu Thierry dan Chevallier cemas. Thierry
kemudian memanggil sejumlah kurir yang dikumpulkannya di depan
tenda komando yang didirikan di utara alun-alun, dekat dengan bagian
depan pendopo yang hampir keseluruhan bangunannya sudah hancur.
Kalian semua secepatnya ke kraton. Temui Residen Smissaert. Katakan
padanya jika sekarang juga memerlukan pasukan bantuan. Para
pemberontak berdatangan dari segala arah. Nasib kita semua di sini
bergantung pada kalian semua! Pergilah cepat!
Laksanakan, Komandan!
Dengan naik kuda, mereka segera menuju jembatan Kali Winongo yang
sudah diamankan. Setelah dari jembatan itu, mereka menyebar menuju
Benteng Vredeburg dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Baru saja para kurir itu pergi dengan kudanya, seorang opsir kembali
datang, Lapor komandan! Para pemberontak semakin mendekati utara
dan selatan kita! ujarnya.
Utara dan selatan? Seberapa banyak kekuatan mereka?
Masing-masing sekira seratusan orang. Mereka dipimpin para Demang,
pendekar, dan pemimpin Islam, dengan senjata tajam.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 135

Bagaimana dengan pasukan kita?
Mereka siap di posnya masing-masing. Yang di utara, di sekitar Bener
dan Kricak, sudah diperkuat oleh limapuluh prajurit Legiun. Limapuluh
prajurit Legiun lagi sekarang sedang bergerak ke pos selatan, di sekitar
Ngemper dan Gampingan, untuk memperkuat kedudukan kita di sana.
Thierry memandang sejenak ke arah Chevallier yang sedang duduk di atas
meja sambil mendengarkan laporan opsir tersebut. Kemudian perwira
tersebut memerintahkan agar beberapa regu pasukan yang masih ada di
dalam kompleks puri segera diberangkatkan ke pos wilayah utara dan
selatan Tegalredjo untuk menghadapi ancaman yang tidak bisa diduga itu.
Bagaimana dengan pos Barat dan Timur kita?
Pos Barat dan Timur sudah kuat. Juga akses kita ke pusat lewat
jembatan Kali Winongo sudah kuat
Good, kita sudah meminta tambahan pasukan dari Yogyakarta. Mudah-
mudahan mereka segera tiba di sini. Untuk pengamanan di dalam puri
cukup satu peleton pasukan
Setelah opsir itu berlalu dari hadapannya, Letnan Satu Thierry mendekati
Chevallier. Dengan berbisik dia berkata, Komandan, saya punya firasat
jika apa yang kita lakukan sore ini akan menjadi awal dari sebuah perang
besar. Pangeran Diponegoro bukan sekadar pangeran pemberontak. Tapi
dia sudah menjadi pemimpin, raja yang sesungguhnya, dari inlander. Para
inlander itu akan bersatu di belakangnya untuk melawan kita semua
Chevallier terdiam. Kedua matanya menatap lurus ke arah Thierry yang
jauh lebih muda. Dengan penuh keingintahuan, Chevallier juga berbisik,
Kamu yakin?
Letnan Satu Thierry mengangguk. Begitu yakin.
Apa yang membuatmu yakin seperti itu, Letnan? selidik Chevallier.
Ini penilaian obyektifku saja sebagai seorang tentara. Pemimpin yang
dicintai rakyatnya adalah pemimpin sejati. Adalah sangat sulit
mengalahkan peperangan yang dipimpin langsung oleh pemimpin yang
seperti ini. Rakyat akan rela mati demi pemimpin seperti ini. Mereka tidak
lagi menganggapnya sebagai seorang manusia yang memiliki kekurangan,
Untold Story of Pangeran Diponegoro 136

namun mereka akan menganggapnya sebagai Pemimpin Agama mereka
sendiri. Diponegoro sudah memenuhi semua syarat itu. Ini akan jadi
peperangan yang besar, Komandan. Sama seperti sepuluh tahun lalu
ketika Napoleon memimpin pasukan Prancis di Waterloo menghadapi
Duke Wellington
Chevallier mengangguk-anggukkan kepalanya. Pernyataan Letnan Satu
Thierry mengingatkannya akan pertempuran besar yang pernah diikutinya
sepuluh tahun lalu di sisi seorang Napoleon Bonaparte.
Kita sekarang melawan raja sesungguhnya dari para inlander. Suatu
ketika, sejarah bangsa ini akan menulis Pangeran Diponegoro dengan
tinta emas. Pemberontak itu akan dianggap sebagai pahlawan besar. Aku
yakin itu, ujar Thierry. Chevallier mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dia juga punya pandangan yang sama dengan perwira yang lebih muda
darinya itu. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 137

BAB 27

dara malam yang biasanya sangat sejuk kali ini dirasakan begitu
panas bagi Residen Yogyakarta, Anthonie Hendriks Smissaert. Itu
dirasakannya setelah mendengar kegagalan misi yang diemban
Letnan Satu Thierry dan Chevallier dari seorang opsir yang baru saja tiba
di depan mejanya.
Kerja begitu saja tidak becus! Buat apa membawa pasukan banyak
seperti itu, dengan meriam pula, kalau untuk menangkap dua pimpinan
pemberontak seperti itu saja tidak bisa! semprotnya pada opsir itu.
Prajurit rendahan tersebut hanya mematung diam.
Dan sekarang dia minta bantuan pada kita untuk menyelamatkan
dirinya! Gila apa! Apa seluruh Yogyakarta ini mau dikosongkan hanya
untuk menyelamatkan pasukannya yang terkepung di Tegalredjo! Buat
apa bertahan di situ kalau para pemimpin pemberontak itu kabur? Buat
apa bikin pos disitu dan bukannya mengejar sampai mereka tertangkap!
Opsir itu masih saja mematung dengan dagu tegak. Smissaert geleng-
geleng kepalanya. Wajahnya kemudian didongakkan ke atas sembari
menghembuskan nafas panjang-panjang.
Thierry dan Chevallier itu bikin malu saja. Apa kata Mac Gillavry
nantinya kalau ternyata dia tahu? Mau disembunyikan kemana mukaku
ini, hah!
Smissaert rupanya benar-benar marah. Beberapa hari lalu, Mac Gillavry
memang menulis surat kepada dirinya yang isinya memperingatkan
tentang bahayanya Pangeran Diponegoro yang berhasil menghimpun
pasukan yang cukup kuat. Namun kala itu Smissaert malah
mentertawakannya dan mengacuhkannya. Ternyata faktanya berkata lain.
Diponegoro berhasil lolos dari kepungan pasukan gabungan Belanda dan
Legiun Mangkunegaran. Sebab itu, dia sungguh-sungguh malu kepada
Residen Surakarta tersebut.
Opsir!
Siap, Tuan!
U
Untold Story of Pangeran Diponegoro 138

Apa benar pasukan kita terjepit di sana dan perlu penambahan
pasukan?
Dengan dagu tetap terangkat ke atas, opsir tersebut menjawab tegas,
Siap, Tuan. Saya hanya menyampaikan perintah dari Letnan Satu
Thierry.
Smissaert kembali mengangguk-angguk. Prajurit memang hanyalah pion,
yang hanya dilatih untuk mematuhi atau menyampaikan perintah, bukan
untuk berpikir. Yang berpikir mengatur strategi adalah para perwira. Tapi
dia benar-benar kesal. Kalau saja Thiery atau Chevallier yang datang saat
ini di depannya, pasti dia akan memarahi habis-habisan kedua orang itu.
Akhirnya setelah berpikir sebentar dia punya satu rencana bagus. Thierry
dan Chevallier memang harus diberi pelajaran, namun hal itu tidak akan
sampai mengorbankan profesionalitasnya sebagai panglima tertinggi
pasukan pemerintah seluruh wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat.
Opsir..! ujarnya lagi.
Siap, Tuan!
Dengarkan baik-baik dan sampaikan pada komandanmu di Tegalredjo
Siap, Tuan!
Saya sebagai Panglima Tertinggi Pasukan Pemerintah di Ngayogyakarta
Hadiningrat memutuskan tidak akan memberi tambahan pasukan di
Tegalredjo dalam waktu cepat. Komandanmu itu harus bertahan dahulu
menghadapi para pemberontak di sana dengan sekuat tenaga. Dan tolong
sampaikan pada komandanmu itu, mereka harus menulis laporan yang
berisi alasan pentingnya bertahan di Puri Tegalredjo padahal target sudah
kabur. Mengapa mereka tidak ikut mengejar Diponegoro dan malah
mendirikan pos komando di Puri Tegalredjo. Itu saja. Cepat sampaikan
dengan utuh!
Siap, Tuan! Saya akan sampaikan semuanya dengan utuh!
Laksanakan!
Siap, laksanakan!
Untold Story of Pangeran Diponegoro 139

Setelah memberikan penghormatan secara militer, opsir itu segera berlalu
dari hadapan Smissaert dan langsung menggebrak kudanya kembali ke
Tegalredjo.
Setelah ruangannya sepi, Smissaert kemudian menulis surat yang secara
singkat meminta bantuan kepada Residen Surakarta, Magelang, dan juga
Semarang, untuk secepatnya mengirim pasukan bantuan ke Yogyakarta.
Khusus kepada Residen Magelang, Smissaert juga meminta pasokan dana
untuk membiayai operasi ini. Selesai menulis beberapa surat, dia segera
memanggil seorang kurir khusus yang sudah biasa ke Surakarta dan
dikenal Mac Gillavry dengan baik. Sutowijoyo namanya.
Selamat malam, Tuan, sapa Sutowijoyo begitu masuk ke dalam ruangan
kepatihan. Dia kemudian berdiri saja di depan Smissaert.
Ya, malam. Kowe sekarang juga pergi ke Surakarta dan temui Residen
Mac Gillavry di sana. Sampaikan salamku dan juga surat ini. Sedangkan
surat-surat yang lain nanti kowe sampaikan pada kurir yang lain sesuai
dengan tujuannya. Berhati-hatilah di jalan. Para pemberontak sudah
berada di mana-mana
Siap, Tuan. Laksanakan!
Sutowijoyo segera menerima surat-surat tersebut kemudian langsung
bergegas menuju kudanya.
Di dalam kamar kerjanya, Smissaert terkekeh sendirian. Dia puas sudah
mengerjai Thierry dan Chevallier. Wajah mereka berdua pasti akan terlihat
lucu ketika menerima laporan dari kurirnya jika dirinya menolak memberi
pasukan tambahan ke Tegalredjo []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 140

BAB 28

esiden Surakarta, Hendrik Mauritz Mac Gillavry berdiri
memandangi langit malam dari jendela gedung karesidenan yang
lebar. Malam di pertengahan Juli benar-benar pekat. Nun jauh di
atas langit, ribuan titik kecil berwarna putih dan kuning bercahaya bagai
tebaran mutiara yang menggantung di awan yang gelap. Di bawahnya,
dari tempatnya berdiri, puluhan kunang-kunang beterbangan ke sana-
kemari dengan lincah di antara pucuk-pucuk ilalang, pohon, dan semak.
Walau mencoba untuk bersikap tenang, namun kedua mata Mac Gillavry
yang dilindungi tulang pipi yang kuat tidak bisa menyembunyikan
kegusaran di dalam hatinya. Mac Gillavry sekarang benar-benar kesal
dengan Anthonie Hendriks Smissaert yang menurutnya tidak becus
bekerja di wilayah sepenting Yogyakarta.
Dari tempatnya yang berada di sebelah Lor Wetan
53
wilayah Karesidenan
Yogyakarta, Mac Gillavry terus mengikuti perkembangan demi
perkembangan operasi penangkapan terhadap Pangeran Diponegoro dan
sejumlah pangeran pemberontak lainnya yang gagal di Tegalredjo.
Secara pribadi, Mac Gillavry tidak menyalahkan komandan di lapangan
terkait kegagalan operasi itu. Yang salah tetap komandan tertinggi di
Karesidenan Yogya, yakni Smissaert. Sudah sejak awal dia telah
memperingatkan, berkali-kali dia kirim surat yang melaporkan
perkembangan kekuatan pasukan Diponegoro dari hari ke hari-sesuatu
yang sesungguhnya bukan kewajibannya-kepada Smissaert, tetapi
Residen Yogya ini malah mengabaikannya. Dan ketika perang sudah
pecah seperti malam ini, di mana banyak rakyat pribumi membentuk
satuan-satuan laskar tersendiri dan berperang di belakang Diponegoro,
maka keadaan menjadi sulit untuk dikendalikan dan diprediksi.
Dan semua ini membuat posisi Mac Gillavry serba salah. Mau tidak mau
dia harus memenuhi permintaan dari Smissaert untuk mengirimkan
pasukan tambahan ke Yogyakarta. Permintaan yang sama yang ditujukan
bagi Mangkunegara II dengan Legiun Mangkunegarannya.

53
(Bahasa Jawa): Timur Laut
R
Untold Story of Pangeran Diponegoro 141

Kebetulan, malam ini baru saja tiba Letnan-Kolonel Genie
54
Cochius dari
Markas Komando Semarang, yang berencana akan menginspeksi pasukan
besok pagi. Sebentar lagi, bawahan dari Kolonel Von Jett ini akan datang
di ruangannya untuk membahas strategi pertahanan Yogyakarta.
Benar saja, tak lama kemudian terdengar langkah-langkah kakinya di atas
lantai marmer yang dingin di malam yang sunyi itu. Setelah saling
memberikan hormat secara militer dan bersalaman, Cochius dan Mac
Gillavry membentangkan sebuah peta Karesidenan Yogyakarta dan
sekitarnya di atas meja bundar, tempat di mana biasanya dilangsungkan
rapat antar pejabat karesidenan.
Sambil menunjukkan jarinya di satu titik merah di atas peta, Gillavry
berkata, Ini Tegalredjo. Semula Diponegoro dan yang lainnya tinggal dan
bermarkas di sini. Tadi sore Chevallier dan Letnan Satu Thierry
menyerang kedudukan mereka dari segala arah, terutama selatan, timur,
dan utara. Pasukan dari arah barat sendiri rupanya terhambat blokade
jalan dan banyak jebakan di sana sehingga Diponegoro dan yang lainnya
berhasil meloloskan diri ke arah barat ini.
Kemana kira-kira perginya mereka?
Mac Gillavry mengangkat kedua bahunya. Entahlah. Mereka mungkin
sudah mempersiapkan segalanya, termasuk jalur pelarian. Yang jadi
masalah, sepeninggal Diponegoro dari Puri Tegalredjo sore tadi, sepanjang
malam ini timbul pemberontakan di mana-mana. Pasukan kita cukup
kewalahan sekarang. Bukan tidak mungkin, pemberontakan akan
merembet ke Surakarta ini
Ya, ya itu benar. Saya juga mendengar kabar jika pasukan Kiai Modjo
juga telah bergerak untuk bergabung dengan Diponegoro. Entah, mereka
sudah bertemu atau belum
Mac Gillavry tidak begitu kaget dengan kabar yang dikatakan Cochius. Dia
tahu, Kiai Modjo dan banyak guru agama di wilayahnya memang sangat
dekat dengan Diponegoro sejak lama. Bahkan ada juga di antara mereka
yang mengikatkan diri dalam tali kekeluargaan dengan mengawinkan satu
anak dengan yang lainnya.

54
Insinyur kemiliteran, atau Korps Zeni.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 142

Agama Islam telah menyatukan mereka semua. Inilah yang
sesungguhnya sangat berbahaya. Kita akan sulit untuk menundukkan
para pemberontak yang disatukan oleh agama ini. Sejarah telah memberi
kita banyak pelajaran tentang hal itu, sejak masa-masa awal penyebaran
agama ini di Arab hingga masa Perang Salib di Yerusalem
Cochius mengangguk-anggukkan kepalanya. Di dalam hatinya dia benar-
benar kagum dengan residen yang satu ini yang mempunyai wawasan
kesejarahan yang cukup baik. Berbeda sekali dengan Smissaert. Cochius
kemudian menoleh kepada Gillavry dan bertanya mengenai apa yang
sudah dilakukan Smissaert dalam menghadapi Diponegoro, Tuan
Residen, apa yang kemudian diperbuat oleh Karesidenan Yogya untuk
menghadapi hal ini?
Mac Gillavry tidak bisa menyembunyikan kejengkelannya. Tidak ada!
Nyaris tidak ada! Sejak awal aku sudah peringatkan mereka akan
bahayanya Diponegoro ini, tetapi mereka tidak perduli. Sekarang setelah
semuanya terjadi, dengan enaknya mereka meminta bantuan pasukan
kepada kita. Mau tidak mau, kita pasti akan membantu mereka. Segala
sesuatu yang terjadi di Yogya, sudah pasti akan dirasakan juga disini!
Lantas jika demikian, apa yang sekarang Tuan Residen buat?
Apa yang aku perbuat?
Ya. Yang pertama sudah pasti Tuan akan berusaha keras mencegah
pemberontakan akan merembet di wilayah ini. Benar bukan?
Residen Surakarta itu mengamini pandangan Cochius, Ya. Itu sudah
pasti
Dan yang kedua?
Bagaimana menurutmu sendiri, Letkol? Gillavry balik bertanya.
Memadamkan pemberontakan terhadap pemerintah adalah tugas kita
semua. Di mana pun itu terjadi. Apalagi yang berada dekat dengan
wilayah kita sendiri. Bukankah demikian, Tuan Residen?
Itu benar. Kita memang harus ikut memadamkan pemberontakan dengan
menangkap pimpinan pemberontakan itu.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 143

Bagaimana dengan permintaan penambahan pasukan ke Yogyakarta?
Besok pagi engkau akan menginspeksi pasukan kita disini. Kita akan
memberangkatkan sejumlah pasukan ke Yogya besok pagi itu. Kita
hubungi juga Legiun untuk ikut berangkat ke Yogyakarta bersama-sama
kita.
Legiun sudah siap. Mereka akan berangkat besok pagi menambah jumlah
pasukan mereka di Yogya. Jika tidak ada halangan, Ritmeester
55
Raden
Mas Suwongso sendiri yang akan memimpin Legiun. Mereka ini akan
memperkuat pertahanan di sekeliling kraton
Baguslah jika begitu. Bagaimana dengan kabar dari Semarang sendiri?
Kolonel Von Jett sudah menyanggupi untuk mengirim satu kompi
infanteri ditambah artileri sebanyak duaratusan prajurit infanteri dan
kavaleri yang akan dipimpin Kapten Kumsius. Mereka akan lewat
Magelang karena Residen Magelang akan menitipkan dana tambahan
untuk pertahanan Yogyakarta seperti yang Residen Smissaert minta.
Apakah Kolonel Von Jett sendiri akan langsung memimpin pasukannya?
Sepertinya begitu. Tapi sampai sekarang belum ada informasi yang valid
tentang itu
Menurut penilaianmu pribadi?
Besar kemungkinan dia akan terjun langsung. Dia seorang pimpinan
yang tidak betah berada di belakang meja
Gillavry tertawa, Beruntung kau punya pimpinan seperti dia
Ya. Dan Tuan Residen juga beruntung memiliki sekutu kuat yang sangat
setia pada kerajaan kita di sini
Oh ya? Siapa yang Anda maksud, Letkol?
Siapa lagi jika bukan Susuhunan Mangkunegara II, si Raja Tua itu

55
Pangkat setara Kapten.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 144

Mac Gillavry tersenyum lebar dan mengangguk-angguk, Ya, kau benar,
Letkol. Raja itu sangat setia pada kita. Dia patut mendapatkan medali
kehormatan atas kesetiaannya selama ini. Kesetiaan yang tanpa cela
Malam bertambah larut. Letnan Kolonel Genie Cochius dan Residen Mac
Gillavry terus membahas strategi yang bisa dilakukan untuk
mengantisipasi perkembangan terakhir. Mereka terus berbincang sampai
dini hari. Pukul tiga pagi mereka baru masuk ke dalam kamarnya masing-
masing untuk beristirahat. Keduanya percaya, esok hari adalah hari yang
amat melelahkan
Tak jauh di perbatasan antara Karesidenan Surakarta dengan Yogyakarta,
di sejumlah tempat masih terjadi pertempuran dalam skala kecil antara
laskar-laskar dadakan melawan prajurit Belanda dan juga Legiun. Pos-pos
penjagaan jalan dan juga pos intai diserang. Korban terus berjatuhan di
kedua belah pihak. Sesekali masih terdengar suara tembakan bersahut-
sahutan. Malam yang biasanya sunyi, kali ini begitu meriah. Sebuah awal
bagi perang besar []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 145

BAB 29

eran perempuan di nusantara ternyata sudah jauh ada sebelum
Raden Ayu Kartini lahir. Dua abad sebelum era Kartini, di Aceh
Darussalam terdapat Sri Sultanah Ratu Safiatudin Tajul Alam. Ratu
ini selain sangat cerdas-menguasai sekurangnya tujuh bahasa asing,
pelahap karya sastra dan sejarah, dan diplomat ulung, juga seorang yang
perempuan shalihah yang begitu taat memegang ajarannya. Salah satunya
adalah catatan yang mengisahkan dia selalu menerima semua tamu
negara yang bukan muhrim dari balik hijab sutera berhiaskan emas
permata. Semua itu ditambah dengan kegagahannya memimpin satu
pasukan khusus perempuan pengawal istana yang ikut maju bertempur
dengan gagah berani dalam Perang Malaka di tahun 1639.
Di Tanah Jawa, puluhan tahun sebelum Kartini lahir, seorang Ratu
Ageng-permaisuri Sultan Hamengku Buwono I-juga menyamai kualitas
seorang Sultanah Safiatudin. Hal itu diwariskan kepada Raden Ayu
Retnaningsih, isteri dari Pangeran Diponegoro, yang tidak saja cantik,
cerdas, dan sholihah, namun juga mampu memimpin pasukan khusus
perempuan sebagaimana Bregada Langen Kesuma, yang turut berperang
di sisi Diponegoro dengan gagah berani melawan kafir Belanda dan antek-
anteknya.
Setelah siuman dari pingsannya, dengan masih merasakan lemas di
sekujur badan, Raden Ayu Retnaningsih sudah mengendarai kuda
sendirian. Perjalanan dari Tegalredjo ke Dekso yang sudah masuk ke
dalam wilayah Kulon Progo
56
sebenarnya bukan perjalanan yang sulit dan
melelahkan. Namun disebabkan mereka mengambil jalur agak melambung
ke utara, dan tidak melalui jalan raya, melainkan melalui jalan kecil
bahkan harus menerabas hutan dan pinggiran sawah, maka mereka baru
tiba di desa kecil tersebut lewat tengah malam.
Sesekali dari atas kudanya, Pangeran Diponegoro mendekati isterinya
tersebut dan menanyakan apakah Retnaningsih sudah lelah dan
menawarkan istirahat. Namun dengan tegar dan tersenyum, perempuan

56
Kulon Progo berarti Sebelah barat Kali Progo
P
Untold Story of Pangeran Diponegoro 146

itu selalu menggelengkan kepalanya dan bersikeras agar perjalanan
dilanjutkan saja hingga tiba di desa tujuan.
Menurut rencana yang disusun bersama dengan Ki Guntur Wisesa, jika
Puri Tegalredjo tidak bisa dipertahankan maka semua anak-anak kecil,
para emban, dan siapa pun yang bukan atau belum bisa menjadi
kombatan, akan dititipkan di Dekso. Setelah itu, Pangeran Diponegoro,
Pangeran Mangkubumi, Pangeran Bei, Ustadz Taftayani, dan yang lainnya
akan melanjutkan perjalanan ke wilayah Gua Selarong yang sudah lama
ditetapkan sebagai basis perjuangan melawan kafir Belanda.
Perpisahan yang terjadi antara Raden Ayu Retnaningsih dan anak-
anaknya yang masih kecil di Dekso sungguh-sungguh mengharukan.
Sambil mengumpulkan semua anaknya di dalam rengkuhan pelukannya,
dengan penuh perasaan cinta Retnaningsih berkata,
Anak-anakku, ibu atau bapakmu cepat atau lambat pasti akan
meninggalkanmu semua. Namun Allahsubhana wa taala tidak akan
pernah meninggalkanmu. Gusti Allah akan selalu menjagamu. Sebab itu,
janganlah sekali-kali melupakan atau meninggalkan Gusti Allah. Hanya
Gusti Allah sebaik-baik pelindung dan tempat mengadu. Ibu dan bapakmu
akan terus berjuang untuk kemerdekaan dan kebebasan kalian dan
semua saudara-saudara seiman. Doakanlah kami. Dan kami pun akan
selalu mendoakan kalian. Jika kalian selalu bersama Allah, maka kalian
juga akan selalu bersama ibu dan bapakmu ini. Yakinlah, kita akan segera
bertemu dan berkumpul kembali. Allah Maha Kuasa. Gusti Allah Maha
Kuat
Walau berusaha tetap tegar, namun Retnaningsih tidak mampu
membendung airmata haru yang akhirnya mengalir keluar dari kedua
sudut matanya. Dipeluknya anak-anak itu satu-persatu dengan hangat.
Tidak ada yang tahu, apakah ini pertemuan terakhir atau bukan. Namun
semua berharap, agar mereka bisa kembali bertemu dalam satu keluarga
yang utuh.
Setelah Raden Ayu Retnaningsih memeluk anak-anaknya, giliran
Pangeran Diponegoro yang mencium dan melepas semua anak-anaknya,
juga dengan peluk dan cium.
Anak-anaku sayang, yakinlah dengan keyakinan yang sebenar-benarnya.
Allah akan selalu bersamamu. Jika suatu hari kalian melihat cahaya yang
Untold Story of Pangeran Diponegoro 147

indah, kapan pun itu, itu adalah aku. Tumbuh besarlah dan menjadi
kuatlah. Pegang agama kita sekuat-kuatnya, gigitlah dengan sekeras-
kerasnya, hingga nafas terakhirJika kalian selalu bersama Allah, aku
dan ibumu ada di sana
Semua yang hadir malam itu berlinang airmata. Sebuah perpisahan yang
amat sangat mengharukan.
Di Dekso, mereka semua tidak berlama-lama. Malam itu juga mereka
melanjutkan perjalanan, kali ini terus ke arah selatan, menuju Gua
Selarong. Beberapa lelaki dewasa yang ada di Dekso mengikuti rombongan
dengan membawa senjatanya masing-masing dan bersumpah sehidup
semati bersama Pangeran Diponegoro. Di setiap kampung dan dusun yang
dilewati, jumlah rombongan selalu bertambah. Lebih dari setengah lelaki
yang sudah mampu berperang, memilih ikut bersama Pangeran
Diponegoro. Dari yang semula hanya berjumlah puluhan, semakin
mendekati Selarong, rombongan mereka sudah mencapai ratusan hingga
membentuk satu pasukan besar.
Rombongan besar ini mencapai Selarong disambut dengan gema adzan
subuh dan kokok ayam jantan. Ratusan laskar yang sudah berada di
Selarong menyambut rombongan itu dengan gegap gempita dan takbir.
Kedua mata Pangeran Diponegoro kembali basah karena terharu. Dia
teringat satu episode sejarah Rasul Muhammad SAW ketika hijrah
menghindari kezaliman kaum musyrik Quraisy, dari Makkah menuju
Madinah. Saat menginjak perbatasan kota Madinah, penduduk asli
Madinah yang dikenal sebagai Kaum Anshor menyambut rombongan
Rasulullah dengan takbir dan lagu-lagu perjuangan. Diponegoro
tersenyum. Mereka adalah kaum Muhajirin sekarang dan laskar serta
penduduk Selarong adalah kaum Anshor-nya.
Sejarah memang selalu berulang, dalam bentuk dan pola yang sama. Yang
berganti hanyalah nama-nama []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 148

BAB 30

anuredjo sepanjang malam tidak berada di ruangan kerjanya di
kraton. Secara khusus Residen Smissaert menyuruhnya untuk
membuat selebaran dan memperbanyaknya.
Patih, kowe cepat bikin pamflet. Umumkan jika Diponegoro itu penjahat
yang berbahaya. Siapa pun yang mengikutinya maka mereka akan kita
anggap juga sebagai pemberontak dan akan kita hukum seberat-beratnya.
Besok pagi pamflet-pamflet itu harus sudah tertempel di banyak tempat
strategis di seluruh karesidenan ini! ujar Smissaert.
Patih Danuredjo tidak bisa membantah. Sebab itu, ketika Letnan Satu
Thierry dan Chevallier berangkat memimpin pasukan yang cukup besar ke
Tegalredjo, Patih Danuredjo malah sibuk menulis dan menyusun kata
demi kata untuk selebarannya di ruangan percetakan di dalam kraton.
Menulis kata demi kata untuk memfitnah seseorang adalah salah satu
keahlian Patih Danuredjo yang jarang dimiliki orang lain. Danuredjo tahu
jika sebuah peperangan bukan hanya mengandalkan pertempuran dengan
senjata yang mematikan di lapangan, tetapi juga mengandalkan banyak
pertempuran di palagan lain yang tidak menggunakan senjata api atau
senjata tajam. Salah satunya adalah pertempuran di lapangan media atau
propaganda.
Pertempuran di bidang propaganda bertujuan untuk memenangkan opini
masyarakat, meraih dukungan dan simpati yang luas, sekaligus
menghancurkan karakter musuh sehancur-hancurnya, sehingga musuh
tidak mendapatkan dukungan rakyat, dan akan jauh lebih baik jika
musuh bisa dijadikan common-enemy atau musuh bersama yang harus
diperangi. Dengan propaganda yang hebat, orang baik bisa dijadikan
orang jahat, juga sebaliknya.
Patih Danuredjo sungguh-sungguh paham akan hal ini. Patih Danuredjo,
yang diam-diam mengidolakan Machiavelli dengan Il Principe-nya
57
, telah
belajar banyak dari filsuf Italia kelahiran abad ke-15 Masehi ini tentang

57
http://id.wikipedia.org/wiki/Niccol%C3%B2_Machiavelli
D
Untold Story of Pangeran Diponegoro 149

bagaimana cara untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan
segala tatktik dan strategi. Tujuan menghalalkan kekuasaan, itulah
Machiavelisme.
Untuk membuat sebuah selebaran, bukan perkara yang sulit bagi
Danuredjo. Sebuah pamflet yang efektif dan tepat sasaran, harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain ditulis dengan bahasa yang
mudah dipahami semua orang, ringkas, to the point, menggunakan
tulisan yang jelas dan mudah terbaca, kertas dan tinta dengan warna yang
mencolok sehingga menjadi pusat perhatian orang banyak, dan
sebagainya.
Kepada juru tulis kraton, Patih Danuredjo memerintahkan untuk menulis
kata demi kata sesuai dengan perintahnya, Coba kau tulis semua yang
akan kukatakan ini.
Inggih, Kanjeng Patih
Pengumuman, ujar Danuredjo memulai kalimatnya. Juru tulis kraton
itu mulai menuliskan satu persatu kata yang keluar dari bibir Danuredjo.
Tak sampai limabelas menit, konsep pamflet selesai. Danuredjo
membacanya kembali untuk memeriksa segala sesuatunya. Kepalanya
kemudian mengangguk-angguk.
Bagus, wis bagus. Ya ini saja kamu cetak dan perbanyak. Malam ini juga
kamu sebar. Tempelkan di tempat-tempat strategis di seluruh wilayah
Yogyakarta. Besok aku ingin lihat, di semua tempat yang strategis, di
persimpangan jalan, depan semua toko, depan stasiun, pos penjagaan,
jembatan, tiang-tiang dan pohon, di depan masjid dan gereja, di semua
tempat, pamflet ini sudah harus tertempel
Inggih, Kanjeng Patih Dalem
Dan satu lagi Siapa pun yang terlihat merusak atau mencabut pamflet
ini, tangkap saja. Mereka pastilah bagian dari pemberontak itu
Setelah memberikan perintah itu, Patih Danuredjo segera keluar dari
ruang percetakan dengan membawa satu salinan konsep pamflet tersebut
yang akan diperlihatkannya kepada Smissaert. Dia bergegas menuju
ruang kepatihan di mana Residen Smissaert masih ada di sana.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 150

Patih Danuredjo benar-benar menyukai tugas yang satu ini.
Menghancurkan karakter orang lain lewat sebuah pamfler atau selebaran
efeknya bisa jauh lebih parah ketimbang daya hancur sebuah peluru
meriam. Dan hal ini sah-sah saja di dalam perang, bahkan bisa
dipergunakan di masa-masa damai pula untuk menghancurkan karakter
orang yang tidak disukai.
Pihak yang anti pemerintah juga suka menggunakan selebaran untuk
menyerang kekuasaan. Danuredjo ingat, salah satu kasus mengenai
selebaran yang pernah sangat dikenalnya adalah yang terjadi di masa
kekuasaan Pakubuwono III
58
. Hanya saja, selebaran di masa itu malah
dibuat oleh seorang yang berseberangan dengan pemerintah.
Alkisah, sebuah pamflet gelap ditemukan menempel di tempat
penyimpanan gamelan kramat milik keraton. Isinya, ringkas dan padat:
Haruskah orang-orang Eropa itu dianggap lebih kuat daripada Allah?
Ketika selebaran itu sampai ke telinga Pakubuwono III, raja yang sangat
setia terhadap penguasa kolonial Belanda tersebut langsung marah. Dia
segera memerintahkan supaya dicari orang yang dianggap
bertanggungjawab atas selebaran tersebut. Tidak ada petunjuk apa pun
selain sebuah coretan kecil di bagian bawah selebaran bertuliskan:
Susuhunan Ayunjaya Adimurti Senapati Ingulaga.
Setelah mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Belanda,
Pakubuwono III kemudian memerintahkan agar Kiai Alim Demak, seorang
ulama yang hanif dan berada di luar struktur kekuasaan, ditangkap dan
dipenjarakan. Kiai yang buta huruf latin itu langsung dianggap bersalah.
Hukuman berat menantinya.
Tanpa pengadilan, orangtua itu dijatuhi hukuman mati dengan cara yang
sangat mengerikan. Di hadapan rakyat biasa yang diperintahkan untuk
menonton, di tengah alun-alun, Kiai Alim Demak digantung terbalik di
sebuah tiang dengan kaki di atas. Dengan perlahan kulit kepalanya
dikelupas selapis demi selapis. Lalu tepat di bawah wajahnya, pamflet
yang menjadi sebab-musabab itu dibakar.

58
Sri Susuhunan Pakubuwana III lahir di Kartasura tahun 1732 dan wafat
tahun 1788 adalah raja kedua Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1749
1788. Dia merupakan raja keturunan Mataram pertama yang dilantik oleh Belanda.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 151

Malam sudah semakin larut. Namun di dalam kraton sejumlah senopati,
pasukan telik sandi, beberapa prajurit kepala, dan kurir tampak masih
hilir-mudik dengan wajah tegang. Perkembangan di Tegalredjo sangatlah
mencemaskan. Dari sejumlah laporan, gabungan pasukan Belanda dan
Legiun yang dipimpin Letnan Satu Thierry dan Chevallier yang sore tadi
merebut Tegalredjo, malam ini malah terkepung oleh laskar pendukung
Pangeran Diponegoro. Walau laskar-laskar tersebut hanya bersenjatakan
alat-alat sederhana, seperti keris, pedang, tombak atau bambu runcing,
dan lainnya, namun semangat yang mereka miliki sungguh mengerikan.
Jika pasukan Belanda dan Legiun berperang untuk menyelamatkan diri,
maka para pendukung Pangeran Diponegoro itu pergi berperang untuk
mencari mati.
Patih Danuredjo tahu betul jika seruan jihad Diponegoro-lah yang
menyebabkan itu semua. Sebab itulah di dalam selebarannya, Danuredjo
berusaha keras jika yang digelorakan Diponegoro bukanlah jihad, namun
teror dan ajakan setan.
Sambil terus bergegas menuju ruangannya, Patih Dalem Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat itu bergumam, Orang-orang harus percaya
kalau dia itu mengangkat senjata hanya karena sakit hati tidak terpilih
menjadi Sultan. Islam hanya dijadikan kambing hitam untuk mengobati
kekecewaan hatinya. []


Untold Story of Pangeran Diponegoro 152

BAB 31

arak dari Tegalredjo ke Dekso yang sudah masuk ke wilayah Kulon
Progo
59
memang tidak begitu jauh. Namun juga tidak bisa dibilang
dekat. Apalagi rombongan Pangeran Diponegoro selalu menghindari
jalan besar. Rombongan ini selalu memilih lewat jalan-jalan kecil, jalan
setapak, bahkan harus menembus rapatnya belukar hutan, pematang
sawah, pinggir kali dan jurang, dan yang lainnya hanya dengan
mengandalkan cahaya bulan. Semua itu dilakukan untuk menghindarkan
keberadaan mereka dari intaian mata-mata Belanda dan Danuredjo.
Sebab itu, setelah beberapa kali berhenti untuk beristirahat, sholat, dan
juga makan, rombongan ini baru tiba di Dekso menjelang tengah malam.
Setelah melepas anak-anak, para emban, dan beberapa lainnya yang
bukan kombatan, rombongan kembali berjalan menerabas hutan menuju
selatan. Sesuai dengan arahan Mangkubumi dan Susuhunan
Pakubuwono VI, mereka akan menuju wilayah Gua Selarong yang sangat
strategis.
Perjalanan dari Dekso ke Selarong juga tidak mudah. Mereka harus
menyeberangi Kali Progo yang di musim panas seperti bulan Juli ini airnya
surut sehingga bisa dilalui, walau tetap harus berhati-hati karena
bebatuannya licin dan banyak ular. Mereka juga harus menyeberangi
beberapa kali kecil seperti Kali Konteng dan lainnya.
Mendekati Gua Selarong yang berada di wilayah Bantul, hari sudah
menjelang pagi walau matahari belum menampakkan wajahnya. Beberapa
dari anggota rombongan tampak kelelahan dan mengantuk, bahkan ada
yang sampai tertidur di atas kudanya, namun tidak demikian dengan
Pangeran Diponegoro, Mangkubumi, Pangeran Bei, Ustadz Taftayani, dan
para sesepuh lainnya. Mereka sudah terbiasa di dalam hidupnya
menyedikitkan tidur dan memperbanyak sholat sunnah, zikir, dan ibadah
lainnya.

59
Progo adalah nama sebuah sungai besar di sebelah barat Yogyakarta yang
berhulu di Puncak Gunung Merapi di utara Yogya dan bermuara di Pantai Selatan.
Kulon Progo berarti sebelah barat Kali Progo.
J
Untold Story of Pangeran Diponegoro 153

Adzan subuh bergema tepat ketika mereka memasuki batas Desa Selarong
di mana Ki Guntur Wisesa dan banyak laskarnya sudah menunggu di
kedua sisi jalan.
Ahlan wa sahlan, Kanjeng Pangeran! sambut Ki Guntur Wisesa ketika
menyambut kedatangan Pangeran Diponegoro dan yang lainnya. Kedua
pasukan bertemu dan saling berangkulan. Beberapa di antara mereka
sampai menetaskan airmata haru. Persaudaraan di dalam Islam memang
sedemikian indah. Walau banyak yang tidak saling mengenal,
namun ukhuwah Islamiyah yang tlah tertanam di dalam dada mereka
membuat semuanya merasa sebagai satu bangunan yang kokoh, yang
saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Kanjeng Pangeran, subuh telah tiba. Mari kita ke masjid terlebih dahulu,
ajak Ki Guntur Wisesa yang segera membawa pasukan besar itu ke
sebuah masjid sederhana yang tidak begitu jauh dari gerbang desa. Walau
masjid kecil, tapi halaman rumputnya luas sehingga sebagian pasukan
bisa turut mengikuti sholat subuh berjamaah di halaman tersebut.
Kanjeng Pangeran dan yang lainnya silakan sholat terlebih dahulu. Kami
akan berjaga-jaga di sini bergantian, ujar Ki Guntur.
Setelah menunaikan sholat, semuanya berjalan beriringan menuju Gua
Selarong yang berada di ketinggian bukit, dikelilingi oleh pohon-pohon
besar. Para senopati dan ulama pendekar sendiri berkumpul untuk
melakukan musyawarah mengenai pelaksanaan strategi pertahanan dan
penyerangan melawan pasukan kafir Belanda dan para murtadin lainnya
yang menjadi kaki tangan penjajah. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 154

BAB 32

rang-orang kampung berlarian menyambut datangnya barisan
panjang laskar Pangeran Diponegoro di Selarong. Mereka, tua dan
muda, berteriak-teriak kegirangan.
Kanjeng Pangeran Diponegoro datang! Kanjeng Pangeran Diponegoro
datang!
Pagi-pagi buta itu, di mana hawa masih terasa dingin mengigit tulang,
kaum perempuan, anak-anak, dan orang-orang tua, bergegas keluar dari
rumahnya dan berdiri di pinggir jalan. Takbir berulang-ulang diteriakkan
memenuhi langit. Dari atas Kiai Gentayu, kuda hitam dengan kaus kaki
putih di keempat kakinya, Pangeran Diponegoro dengan mengenakan
jubah dan sorban serba putih terus menebar senyum dan membalas
takbir dengan tak kalah semangat. Pangeran Bei dan Mangkubumi,
disertai Senopati Ki Guntur Wisesa, Ustadz Taftayani, dan Ki Singalodra,
berkuda di sekeliling Diponegoro.
Di bagian belakang rombongan, tak kurang sekira limaratus meter dari
keberadaan Pangeran Diponegoro di depan, terlihat di kejauhan satu
pasukan besar dipimpin dua lelaki yang mengenakan jubah dan sorban
putih, sebagaimana Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi pakai.
Pasukan besar itu mengibarkan satu panji berwarna hitam.
Siapa mereka? ujar Abdullah pelan. Lelaki yang menjabat sebagai kepala
regu yang bertugas mengamankan bagian paling belakang barisan
Diponegoro, bersama sepuluh anak buahnya, langsung berbalik arah dan
menunggu mereka. Sedangkan pasukan yang lain melanjutkan perjalanan
ke Gua Selarong dengan perlahan.
Abdullah menghela kudanya perlahan, diikuti anak buahnya. Mereka
berjalan berlawanan arah dengan rombongan Diponegoro untuk
menyambut kedatangan pasukan besar yang masih terlihat di kejauhan
sedang memasuki gerbang desa dengan sikap waspada. Ketika jarak di
antara mereka sudah sekira seratusan meter, Abdullah menarik nafas
lega. Dari jauh dia sudah mengenali dua lelaki berjubah dan bersorban di
depan pasukan besar.
O
Untold Story of Pangeran Diponegoro 155

Kanjeng Kiai Modjo dan Kiai Ghazali, desisnya gembira.
Kiai Ghazali adalah anak dari Kiai Modjo. Mereka berdua telah menyusul
Diponegoro ke Selarong membawa serta pasukan Boelkiyo, pasukan
khusus yang mendapat gemblengan dari Kiai Modjo dan ulama pendekar
lainnya di Surakarta.
Topo, cepat kau lapor pada Kanjeng Pangeran bahwa Kiai Modjo dan
pasukannya sudah menyusul kita di Selarong! ujar Abdullah.
Sutopo, salah seorang laskar dari Sambiredjo segera memacu kudanya
melewati rombongan pasukan dari samping jalan menuju ke bagian depan
di mana Pangeran Diponegoro dan para sesepuh lainnya berada.
Sedangkan Abdullah dan beberapa anak buahnya tetap menunggu laskar
Kiai Modjo yang menurut kabar memang sudah berangkat dari Surakarta
kemarin siang, sebelum terjadi penyerangan Belanda ke Tegalredjo.
Pasukan besar itu kian dekat. Abdullah benar. Panji hitam yang dilihatnya
sekarang sudah menampakkan tulisan syahadatain di bagian tengahnya
yang dibuat dari sulaman benang emas sehingga tulisan arab itu
bercahaya ditimpa sinar mentari pagi yang baru saja muncul di ufuk
timur. Sosok Kiai Modjo dan Kiai Ghazali pun sudah tampak jelas. Dia
segera menyongsong ke depan.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh! Ahlan wa sahlan Kiai!
ujar Abdullah lantang seraya menggebrak kudanya mendekati Kiai Modjo
dan Kiai Ghazali.
Kiai Modjo tersenyum. Ulama besar dari daerah Modjo di Surakarta itu
membalas salam dari Abdullah. []
Sebentar lagi Kanjeng Pangeran Diponegoro akan menemui Kanjeng
Kiai..
Belum kering bibir Abdullah mengucapkan kalimat itu, dari arah belakang
terdengar derap kaki kuda yang kian lama kian jelas. Pangeran
Diponegoro, disertai Mangkubumi, Ki Singalodra, dan Ustadz Taftayani
terlihat memacu kudanya ikut menyambut Kiai Modjo. Dari atas kudanya,
mereka semua bersalaman dan berpelukan. Kedua pasukan besar itu pun
bergabung menjadi satu. Pangeran Diponegoro mengajak Kiai Modjo dan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 156

Kiai Ghazali ke bagian depan. Mereka kemudian segera memacu kudanya
menuju pelataran yang terletak di bagian bawah Gua Selarong.
Ki Guntur Wisesa yang berada di depan barisan memanggil sejumlah
kepala regu. Kepada mereka semua, Senopati yang bertanggungjawab atas
wilayah Selarong ini memerintahkan agar mereka semua mengatur
pasukannya masing-masing, untuk mengisi pos-pos pertahanan yang
sudah dipersiapkan.
Tempati posisi kalian semua. Isi posnya masing-masing. Bersiagalah,
jangan lengah! teriaknya.
Para kepala regu segera membubarkan diri kembali ke regunya masing-
masing.
Setibanya di pelataran depan anak tangga menuju ke Gua Selarong,
Pangeran Diponegoro dan lainnya turun dari kudanya. Diponegoro
bersama para sesepuh lainnya menaiki tangga yang dibuat dari susunan
bebatuan menuju ke gua yang berada di bagian atas. Isteri dari Pangeran
Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih beserta puluhan Laskar Puteri,
menunggu di bawah membiarkan kaum laki-laki naik ke atas terlebih
dahulu. Setelah para sesepuh naik semua, barulah mereka menaiki
tangga menuju gua yang satunya lagi.
Gua Selarong seakan memang diciptakan berpasangan. Satu di sebelah
barat dan satu lagi di timur. Yang di sebelah barat di sebut Gua Kakung
karena dipakai sebagai pusat komando pasukan laki-laki, sedangkan yang
di timur disebut Gua Puteri yang akan dihuni oleh Raden Ayu
Retnaningsih beserta pasukannya.
Pagi yang sama jauh di utara Selarong, tepatnya di Semarang,Residen
Semarang dan Kolonel Von Jett tengah melakukan persiapan untuk
menginspeksi duaratusan pasukan artileri dan infanteri di bawah
pimpinan Kapten Kumsius yang akan segera berangkat ke Yogyakarta
siang atau sore harinya. Menurut rencana, pasukan ini akan transit
terlebih dulu ke Magelang untuk mengambil uang titipan dari residennya
sesuai dengan permintaan Residen Yogyakarta, A.H. Smissaert.
Kabar tentang pemberontakan yang meletus di Yogyakarta sendiri sangat
mengejutkan Semarang. Warga Semarang terbelah menjadi dua. Ada yang
mendukungnya namun lebih banyak yang cemas. Pemerintah jajahan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 157

sendiri menyebarkan fitnah jika yang memberontak di Yogyakarta adalah
para kriminal dan penjahat yang kabur setelah menjebol berbagai penjara.
Mereka ditampung oleh Pangeran Diponegoro dan dijadikan anggota
pasukannya. Kebanyakan warga Semarang, di antaranya banyak warga
Cina yang berprofesi sebagai pedagang, dilanda ketakutan yang teramat
sangat. Mereka takut jika pemberontakan itu akan menjalar ke Semarang.
Mereka segera berkumpul dan berencana membentuk satuan-satuan sipil
bersenjata-mirip pamswakarsa-yang akan mempertahankan kampungnya
dari segala ancaman yang mungkin saja timbul.
Karesidenan Semarang sendiri, sama seperti karesidenan-karesidenan
lainnya, berusaha turut memadamkan pemberontakan Diponegoro dengan
mengirimkan pasukannya ke Yogyakarta. Duaratusan pasukan infanteri
dan kavaleri yang dipimpin Kapten Kumsius sedang bersiap berangkat.
Komandan pasukan Belanda di Semarang, Kolonel Von Jett, malah
berinisiatif datang langsung ke Yogyakarta untuk bergabung dengan para
pembuat kebijakan secara langsung menghadapi pemberontakan itu. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 158

BAB 33

alah seorang prajurit jaga melapor pada Ki Guntur Wisesa yang
baru saja hendak mendaki susunan tangga batu menuju Gua
Kakung tempat di mana Diponegoro akan melangsungkan
musyawarah.
Ada apa, Kisanak? selidik senopati itu.
Maaf Ki, ada kabar penting yang hendak disampaikan anggota pasukan
telik sandi kita dari Plered kepada Kanjeng Pangeran
Kanjeng Pangeran hendak memimpin pertemuan terbatas. Sampaikan
saja padaku, nanti aku teruskan pada Kanjeng Pangeran
Inggih, Ki.
Apakah itu orangnya? Ki Guntur Wisesa menunjuk seorang lelaki muda
berpakaian wulung hitam-hitam yang tengah berdiri sekira tujuh tombak
di belakang mereka. Prajurit jaga itu mengangguk. Dia kemudian
memanggil lelaki itu dan mempersilakan untuk menyampaikan informasi
yang dimiliki kepada Ki Guntur Wisesa.
Apa yang hendak Kisanak sampaikan?
Dengan perlahan, prajurit mata-mata itu menyampaikan laporan jika
Sentot Prawirodirdjo dengan limaratusan pasukannya sudah menyatakan
akan bergabung di Selarong. Insya Allah, dalam waktu dekat
Ki Guntur Wisesa mengangguk-anggukkan kepalanya. Tapi dia sepertinya
belum yakin benar dengan kabar yang dibawa prajurit itu. Kisanak dari
Plered?
Prajurit itu mengangguk, Inggih, Ki
Siapa nama pemimpinmu? selidik Ki Guntur. Kalimat ini sesungguhnya
adalah kata sandi yang harus dijawab dengan sesuai oleh orang yang
memang bagian dari pasukan telik sandi yang ditempatkan di Plered. Ada
dua kombinasi pertanyaan dan jawaban.
S
Untold Story of Pangeran Diponegoro 159

Semarang Magelang, jawabnya pelan.
Apa?
Magelang Yogyakarta
Ki Guntur tersenyum. Kombinasi jawaban prajurit itu sesuai. Baru dia
yakin jika informasi yang disampaikan prajurit itu benar adanya. Sambil
menepuk-nepuk punggung prajurit tersebut, Ki Guntur mengucapkan
terima kasih.
Terima kasih, Kisanak. Sekarang saya akan ke atas, melaporkan kabar
ini kepada Kanjeng Pangeran.
Prajurit itu segera minta diri dan menghilang dalam kesibukan para laskar
dan kepala regu yang tengah mempersiapkan segala sesuatunya.
Ki Guntur sendiri bergegas menaiki susunan tangga batu menuju Gua
Kakung dimana Pangeran Diponegoro akan mengadakan tukar pikiran
dengan Kiai Modjo, Ustadz Taftayani, Pangeran Bei, dan Pangeran
Mangkubumi. Setibanya di mulut gua, semuanya sudah duduk melingkar.
Setelah memberi salam, Ki Guntur menyampaikan maaf karena datang
terlambat. Ndak apa-apa, Ki Guntur. Kita baru saja akan mulai, ujar
Pangeran Diponegoro sembari mempersilakan Senopati Selarong itu
duduk di sampingnya.
Tukar pikiran dibuka dengan pembacaan beberapa ayat al-Quran yang
dilakukan oleh Kiai Modjo. Setelah itu, Pangeran Diponegoro
mempersilahkan masing-masing untuk bicara.
Ki Guntur Wisesa mengangkat tangan terlebih dahulu, Kanjeng Pangeran,
Kiai, dan Ustadz, maafkan saya bila lancang berbicara terlebih dahulu.
Saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari pasukan telik sandi
kita yang ada di Plered. Dia mengabarkan jika Sentot Prawirodirdjo dan
pasukannya insya Allah akan bergabung disini. Itu saja.
Semua yang hadir di dalam gua tersebut mengucapkan syukur,
Alhamdulillah
Berita baik ini tentu menggembirakan semuanya. Bergabungnya Sentot
dan pasukannya merupakan suntikan darah segar pada barisan kaum
Untold Story of Pangeran Diponegoro 160

mujahidin yang tengah menggalang kekuatan untuk mengusir kekuatan
penjajah kafir Belanda dan antek-anteknya dari Bumi Mataram.
Bagi para sesepuh dan kerabat Kraton, sosok Sentot Prawirodirdjo yang
dilahirkan pada tahun 1807 tidaklah asing lagi. Ayahnya, Raden Ronggo
Prawirodirjo III, merupakan ipar Sultan Hamengku Buwono IV, dan
sekaligus juga mertua Pangeran Diponegoro dimana salah satu isterinya
yang bernama Raden Ayu Citrowati, merupakan anak dari Raden Ronggo
namun beda ibu dengan Sentot.
Berbeda dengan keluarga Danuredjan, keluarga Raden Ronggo dikenal
sebagai keluarga yang gigih menentang penjajah kafir Belanda. Bahkan
ayah Sentot Prawirodirdjo sendiri akhirnya meninggal dibunuh Daendels.
Hal ini memicu dendam membara di dalam dada seorang Sentot yang
sangat membanggakan ayahnya tersebut. Inilah yang menjadi salah satu
penyebab bergabungnya Sentot ke dalam pasukan Diponegoro.
Beda dengan remaja seusianya, seorang Sentot Prawirodirjo sejak masih
kanak-kanak telah digemblengberbagai macam ilmu dan pengetahuan,
seperti olah diri, cara berkelahi, ilmu agama, hingga dasar-dasar
kesatriaan atau ilmu perang.
Sebab itulah, walau masih terbilang remaja, namun Sentot tumbuh
menjadi seorang laki-laki yang berkepribadian matang dan dewasa. Salah
satunya diwujudkan dalam keberaniannya memilih cara berpakaian yang
sungguh berbeda dengan orang kebanyakan, yaitu jubah putih dengan
surban, yang serupa dengan Pangeran Diponegoro dan Kiai Modjo.
Sentot yang cerdas tahu jika sebuah pakaian bisa dijadikan sebagai
identitas sekaligus alat perlawanan. Jika kebanyakan rakyat Mataram
hanya berpakaian wulung, atau para pejabat kraton mulai mengenakan
pakaian jas dan pantalon, seperti lazimnya orang-orang kafir, maka Sentot
menuruti jejak Pangeran Diponegoro dan Kiai Modjo yang mengenakan
pakaian jubah dan surban sebagai identitasnya. Ini juga sekaligus
maklumatnya kepada rakyat Mataram jika dirinya merupakan bagian dari
kaum Muslimin dunia, yang siap mati syahid demi tegaknya kalimat
tauhid di seluruh muka bumi.
Alhamdulillah, apa yang dikabarkan oleh Ki Guntur insya Allah benar,
ujar Kiai Modjo menanggapi. Saya mengenal Adinda Sentot dengan
baik. Sejak lama dia memang telah mempersiapkan diri dan juga
Untold Story of Pangeran Diponegoro 161

menyusun pasukannya untuk bergabung dengan kita, untuk mengusir
penjajah kafir dari Bumi Mataram. Dengan adanya Sentot, insya Allah kita
akan semakin kuat. Anak muda itu memiliki wawasan dan kecakapan
perang yang hebat
Pangeran Diponegoro mengangguk-angguk. Demikian pula dengan
Pangeran Bei yang menjadi panglima tertinggi pasukan Diponegoro, dan
juga yang lainnya.
Ya, itu benar Kiai. Saya mengenalnya dan mengagumi banyak hal yang
ada pada dirinya. Jika semuanya berkenan, saya ingin Sentot memimpin
pasukan kita semua di dalam peperangan, ujar Pangeran Bei dengan
wajah bersungguh-sungguh. Apakah ada pendapat lain?
Ustadz Taftayani menjawab, Insya Allah, peperangan ini adalah
peperangan untuk menegakkan La Illaha ilallah, menegakkan ketauhidan,
di bumi kita. Saya yakin, seorang Sentot Prawirodirdjo akan menjadi
Usamah bin Zaid bin Haritsah
60
di dalam barisan ini. Bismillah
Ya, bi idznillah, Ustadz. Dengan izin Allah.., ujar Diponegoro.
Paman Mangkubumi, bagaimana dengan perkembangan pasukan kita di
lapangan? tanya Diponegoro kepada Pangeran Mangkubumi.
Pertempuran masih berlangsung hingga pagi tadi di Tegalredjo. Rakyat di
sana bangkit melawan kafir Belanda. Bukan hanya yang ada di Tegalredjo
dan sekitarnya, namun banyak laskar yang terus mengalir ke sana untuk
mengusir kafir Belanda dan antek-anteknya itu. Di berbagai desa, laskar-
laskar baru bermunculan. Mereka dipimpin para ulama, pendekar,
demang, atau jagoan setempat. Mereka telah berjanji setia pada garis
perjuangan di jalan Allah ini
Pangeran Mangkubumi terdiam sebentar. Setelah menegakkan
punggungnya, dia melanjutkan laporannya. Pangeran, pasukan kita
sendiri sudah berada di posisinya masing-masing. Kafir Belanda yang ada
di Yogyakarta juga sudah meminta bantuan pasukan dari Semarang dan

60
Usamah bin Zaid bin Haritsah adalah panglima pasukan Rasulullah SAW
yang masih sangat muda, usianya belum 20 tahun ketika memimpin pasukan kaum
Muslimin dalam membebaskan beberapa negeri. Lihat:
http://en.wikipedia.org/wiki/Usama_ibn_Zayd
Untold Story of Pangeran Diponegoro 162

Magelang. Legiun Mangkunegaran juga sudah mengirimkan kembali
pasukannya untuk membantu kaum kafir itu.
Pangeran Ngabehi Djayakusumah terlihat geleng-geleng kepala. Dia tidak
habis pikir dengan orang-orang Mataram sendiri, juga para pejabatnya,
yang malah berpihak pada kafir Belanda, bukan memihak pada rakyatnya
sendiri dan Allah. Padahal banyak dari para antek kafir Belanda itu yang
sudah memeluk Islam sebagai agamanya.
Pangeran Bei, ujar Mangkubumi.
Ya, saudaraku
Saya juga dapat kabar dari Pisangan, jika laskar yang dipimpin Mulyo
Sentiko sudah siap menghadang pasukan bantuan kafir Belanda yang
datang dari arah Magelang. Menurut kabar dari telik sandi kita, pasukan
itu juga membawa uang dalam jumlah besar yang diberikan Residen
Magelang kepada Residen Yogyakarta. Beberapa orang kita malah turut
sebagai kuli angkut yang berada di dalam barisan kafirin itu..
Pangeran Bei mengangguk-angguk senang, Berapa jumlah pasukan
bantuan kafir itu?
Sekitar duaratusan prajurit, terdiri dari pasukan infanteri dan kavaleri,
dipimpin seorang kapten Belanda.
Dan jumlah laskar Mulyo Sentiko?
Paling banyak seratusan. Tapi laskar-laskar setempat sudah
menggabungkan diri dengannya.
Pangeran Bei terdiam sesaat. Kemudian dia berkata pada yang lainnya.
Saudara-saudaraku semua, insya Allah, kita semua sudah siap dengan
segala kemungkinan yang terjadi. Kita akan menggunakan strategi
perang Dhedhemitan atau Gebag ancat nrabas geblas
61
. Kita akan serbu
atau sergap pasukan kafir itu, lalu dengan cepat menghilang ke hutan-
hutan. Kita akan gunakan hutan sebagai benteng alam.Insya Allah, orang-
orang kafir itu akan kalah!

61
Istilah ini merupakan prinsip-prinsip dari Perang Gerilya.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 163

Dan satu lagi Pangeran, ujar Kiai Modjo dengan suara yang berwibawa.
Ulama yang disegani dari wilayah Modjo, Surakarta, itu kemudian
mengeluarkan secarik kertas yang dilipat empat dari saku jubahnya dan
membukanya.
Selebaran ini saya dapat dari seorang prajurit saya. Dia bilang di
Yogyakarta dan sekitarnya sudah banyak tertempel selebaran seperti ini
subuh tadi. Isinya mengatakan jika Pangeran Diponegoro adalah penjahat
dan pasukannya terdiri dari para kriminal dan tahanan yang lari dari
penjara, yang telah disulap seolah-olah pasukan santri dan ulama. Kita
dituding sebagai orang-orang yang memperalat agama demi mencapai
ambisi kekuasaan duniawi. Dan siapa pun yang bergabung dengan kita,
akan dianggap sebagai penjahat dan akan diperangi oleh Belanda. Ini jelas
buatan Belanda atau antek-anteknya semacam Danuredjo itu. Bagaimana
pendapat sinuhun sendiri?
Pangeran Ngabehi menerima selebaran itu yang diserahkan oleh Kiai
Modjo kepadanya. Setelah membacanya sebentar, selebaran itu kemudian
diserahkannya kepada Pangeran Diponegoro.
Aku sudah menduga jika kafir Belanda tidak saja menyerang kita secara
fisik, tetapi juga berusaha menghancurkan kita lewat cara-cara seperti ini.
Sejarah sudah mengajarkan kepada kita jika musuh-musuh Allah
senantiasa menggunakan berbagai macam cara untuk melenyapkan api
tauhid ini untuk selama-lamanya. Ini adalah bagian dari Ghouz al fikri,
perang urat syaraf. Allah subhana wa taala di dalam al Quran telah
memperingatkan kita semua akan hal ini.., papar Diponegoro yang
kemudian menyerahkan selebaran itu kepada Ustadz Taftayani. Setelah
membacanya sebentar, guru agama yang sudah mendidik Diponegoro
sejak usia kanak-kanak di Pesantren Mlangi dekat dengan Puri Tegalredjo
itu berkata,
Selebaran berisi fitnah seperti ini mengingatkan kita pada satu episode
dalam siroh Rasul shalallohu wa alaihi wassalam tentang berita dari kaum
fasik. Adalah Al-Walid bin Uqbah bin Abi Muith, yang diutus Rasulullah
untuk mengambil zakat dari Suku Bani Al-Musththaliq yang dipimpin
waktu itu oleh Al-Harits bin Dhirar, seperti diriwayatkan Imam Ahmad. Al-
Walid malah menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka
enggan membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya. Padalah
sesungguhnya al-Walid tidak pernah sampai ke perkampungan Bani
Untold Story of Pangeran Diponegoro 164

Musththaliq. Rasulullah marah. Namun Beliau harus mengecek
kebenaran berita itu. Rasulullah lalu mengutus Khalid untuk mengecek
kebenarannya. Ternyata al-Walid terbukti berdusta. Peristiwa ini
menyebabkan Allah subhana wa taala menurunkan firman-Nya seperti
yang tercatat di dalam surat al-Hujurat ayat 6:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.
Ayat ini, seperti yang dikemukakan Ibnu Katsir, termasuk ayat yang
agung, karena berisi pelajaran yang amat penting agar umat tidak mudah
terprovokasi oleh fitnah atau berita dusta, atau mudah menerima begitu
saja berita yang tidak jelas sumbernya, atau berita yang jelas sumbernya,
tetapi sumber itu dikenal sebagai media penyebar fitnah. Apalagi perintah
Allah ini berada di dalam surat Al-Hujurat, surat yang sarat dengan pesan
etika, moral, dan prinsip-prinsip muamalah. Insya Allah Pangeran, para
ulama kita akan membimbing saudara-saudara kita, rakyat Mataram
sampai ke desa-desa, agar tidak mudah percaya dengan selebaran-
selebaran yang dibuat oleh orang kafir dan kaum murtadin semacam ini.
Fitnah ini tidak akan mengurangi kekuatan kita sedikit pun!
Ya, Ustadz. At-Tabayyun minaLlah wal ajalatu Minasy Syaithan, sikap
tabayun
62
merupakan perintah Allah, sementara sikap terburu-buru
merupakan arahan syaitan, jawab Diponegoro. []



62
(Bahasa Arab) Tabayyun lebih kurang berarti cek dan ricek.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 165

BAB 34

ngin adalah prajurit Allah di medan perang. Dua orang anggota
laskar Mulyo Sentiko yang dikirim ke garis paling depan-sekira
duaratusan meter di luar gerbang Desa Lagorok, Pisangan-telah
mencium kedatangan pasukan kafir dari arah utara. Angin yang bertiup
dari Merapi ke arah Laut Kidul membawa serta bebauan orang-orang kafir
tersebut lewat udara, sehingga keberadaan mereka bisa diketahui jauh
sebelum sosok mereka terlihat.
Djauhari serta Djamhadi, dua orang laskar kepercayaan Mulyo Sentiko
segera memacu kudanya kembali ke perkemahan induk pasukan yang
berada di atas bukit kecil di tepi jalan raya Desa Lagorok.
Perkemahan pasukan mereka juga berada di atas bukit di sisi kanan dan
kiri jalan raya yang terlindung lebatnya pohon dan semak. Jalan raya yang
berada di bawah mereka agak menanjak dan menikung. Mulyo Sentiko
menganggap jalan dengan kondisi seperti ini sangat bagus untuk
dijadikan tempat penyergapan. Maka ketika dia menerima kabar dari
pasukan telik sandi jika pasukan Kapten Kumsius telah berangkat dari
Magelang menuju Yogyakarta lewat jalan ini, maka Mulyo Sentiko
memerintahkan pasukannya mendirikan kemah di tempat ini sekaligus
menyusun strategi penyergapan.
Di kedua sisi bukit yang mengapit jalan di bawahnya, para laskar
menghimpun batu-batu kali dengan ukuran besar dan disusun
sedemikian rupa sehingga terkesan alami. Batu-batu kali ini akan
digelontorkan ke bawah untuk menimbun pasukan kafir Belanda yang
akan lewat.
Selain batu-batu, pasukan panah juga disiapkan berjajar di kedua sisi
bukit dalam jarak tembak efektif. Mereka bersembunyi di dalam lubang-
lubang yang sudah disamarkan oleh ilalang dan semak, dan dilindungi
oleh batang-batang pohon, baik yang masih berdiri maupun yang sudah
mati.
Di selatan jalan, Mulyo Sentiko membuat lubang jebakan selebar
duameter dengan kedalaman satu meter yang ditutup dengan ranting dan
ditimbun dengan tanah kembali. Kuda atau siapa pun yang lewat akan
A
Untold Story of Pangeran Diponegoro 166

terperosok jatuh ke dalam lubang, di mana dasarnya telah ditanami
banyak ujung tombak yang ujungnya menghadap ke atas dan telah diberi
racun ular weling.
Di utara jalan, dimana nanti ekor pasukan kafir Belanda berada, sedianya
akan ditutup oleh gelondongan-gelondongan kayu dan batu-batu yang
digelontorkan dari atas bukit sehingga pasukan Belanda akan terkurung
di jalan yang diapit dua bukit di kedua sisinya, serta tidak bisa maju atau
pun mundur. Dalam keadaan terkurung, laskar Mulyo Sentiko akan
menghabisi pasukan ini dengan mudah.
Semua pasukan sudah berada di tempatnya masing-masing. Mereka
tinggal menunggu datangnya dua pengintai yang memberi tanda jika
rombongan pasukan kafir Belanda sudah dekat.
Yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dari arah utara dua pengendara kuda
memacu kudanya cepat-cepat. Debu beterbangan dan dengan cepat
menghilang dibawa angin.
Bersiap! Bersiap! ujar Djauhari dan Djamhadi. Kedua pasukan pengintai
itu segera masuk ke dalam jalan setapak yang segera ditutup semak dan
dedaunan kering oleh prajurit yang bertugas menghapus jejak kedua
pengintai tersebut.
Semuanya semakin waspada. Mereka tinggal menunggu aba-aba dari
seorang pengintai yang berada di puncak sebuah pohon beringin yang
tinggi di puncak bukit. Jika pasukan Belanda sudah tampak dan dekat,
dia akan segera menirukan suara monyet, tanda bahwa semua sudah
harus benar-benar bersiap untuk menyergap pasukan Belanda pimpinan
Kapten Kumsius tersebut.
Detik demi detik berlalu dengan penuh ketegangan. Semuanya sudah
memegang dengan erat senjatanya masing-masing. Anak panah mulai
diselipkan di tali busur. Suasana begitu mencekam. Tak lama kemudian
terdengar suara monyet melengking tinggi tiga kali.
Belanda sudah tiba!
Mulyo Sentiko yang berada di atas bukit sebelah barat sudah memberi
isyarat dengan tangannya agar seluruh prajurit yang bertugas
menggulingkan batu di bukit barat dan timur bersiap. Bagian depan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 167

pasukan Belanda sudah terlihat mulai memasuki jalan yang menyempit
yang diapit bukit. Mulyo Sentiko menunggu agar inti pasukan tersebut
benar-benar berada di tengah agar konsentrasi pasukan mereka buyar.
Mulyo Sentiko dan pasukannya tahu jika sejumlah kuli pengangkut
barang yang berada di ekor pasukan merupakan anggota laskar
Diponegoro yang sengaja disusupkan.
Semua menunggu tak sabar.
Tiba-tiba Mulyo Sentiko mendorong batu besar yang ada di depannya.
Semua anggota laskar yang bertugas menggelontorkan batu dan batang
pohon ke bawah mengikutinya. Suaranya menggemuruh bagai tanah
longsor. Pasukan Belanda yang berada di bawah seketika melihat ke atas.
Sesaat mereka tertegun. Lalu mereka berlarian ke segala arah mengindari
longsoran batu-batu besar dan batang-batang pohon yang tiba-tiba saja
menghujani mereka. Beberapa prajurit yang tak sempat menghindar
tertimbun hidup-hidup. Dari ketinggian, Mulyo Sentiko dan laskarnya
menyaksikan bagaimana pasukan pimpinan Kapten Kumsius tersebut
kacau-balau.
Ketika asap sudah agak mereda, Mulyo Sentiko mengibarkan panji
berwarna merah tinggi-tinggi. Kini giliran pasukan pemanah yang
bertugas menghujani pasukan Belanda yang masih kacau tersebut dari
atas bukit. Bagai ratusan burung walet yang beterbangan, meluncur lurus
ke bawah dalam kecepatan tinggi, anak-anak panah yang ujungnya telah
dicelup racun tersebut berlomba untuk menancap dan masuk ke dalam
kulit pasukan kafir tersebut. Tak lama kemudian, setelah hujan panah
usai, puluhan pasukan penombak maju dari arah depan dan atas dengan
meneriakkan takbir.
Pasukan Belanda yang sama sekali tidak siap berusaha membuat satu
formasi pertahanan. Namun sia-sia, jalan terlalu sempit dan musuh sudah
terlalu dekat. Pertarungan jarak dekat pun terjadi. Laskar Mulyo Sentiko
yang dibantu laskar setempat tanpa takut sedikit pun menerjang lawan.
Dengan kekuatan seadanya, pasukan Belanda membuang senjata api
laras panjangnya dan mencabut pedang. Mereka berkelahi dengan kalap
dan tak lagi menghirakan kawan dan lawan. Kapten Kumsius sendiri
diiringi empat prajuritnya sejak dari awal penyerangan sudah melarikan
diri dengan memacu kudanya ke arah Yogyakarta, meninggalkan
pasukannya yang semakin terdesak dan bergelimpangan mati di sana-sini.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 168

Sejumlah kuli angkut yang membawa berbagai barang-termasuk uang
yang berada di dalam peti kecil yang berada di atas kuda-sudah terlebih
dahulu melarikan diri dan bergabung dengan laskar Mulyo Sentiko.
Pertempuran itu tidak sampai memakan waktu satu jam. Mulyo Sentiko
dengan bertelanjang dada berdiri di tengah-tengah jalan yang dipenuhi
mayat pasukan Belanda. Darah musuh memenuhi dada dan celananya.
Pedangnya juga demikian.
Teriakan takbir kembali membahana tatkala mengetahui jika pasukan
Belanda sudah dikalahkan. Semuanya mati dan tak ada tawanan satu
orang pun. Mulyo Sentiko tersenyum dan menengadahkan kepalanya ke
langit yang luas.
Matur nuwun sanget ya Gusti Allah
Melihat hampir semua laskarnya juga bertelanjang dada, bahkan banyak
yang celananya robek terkena sabetan pedang dan tanah, serta belepotan
darah musuh, Mulyo Sentiko segera memerintahkan anak buahnya agar
mengganti bajunya dengan mengenakan seragam tentara Belanda yang
masih sangat bagus. Tanpa diperintah dua kali, anak buahnya berlomba
melucuti seragam tentara Belanda tersebut dan mengenakannya.
Termasuk topi, pedang, senjata api laras panjang dan pendek, belati, dan
lainnya.
Apakah semuanya sudah kebagian? teriak Mulyo Sentiko.
Para anak buahnya ada yang menjawab sudah dan ada juga yang belum.
Namun disebabkan tidak ada lagi seragam Belanda yang tersisa, maka
Mulyo Sentiko memerintahkan agar semuanya berbaris kembali. Dia
kemudian menaiki kudanya dan mengambil posisi di depan barisan.
Allahu Akbar! teriaknya disambut takbir oleh seluruh laskarnya.
Alhamdulillah! Alhamdulillahi Rabb alamin! Ini adalah kemenangan
pertama kita terhadap penjajah kafir Belanda.
Sekarang juga, kemenangan ini akan kita laporkan kepada Kanjeng
Pangeran Diponegoro di Selarong. Mari kita berbaris dengan tertib. Insya
Allah, jika tidak ada aral melintang, beberapa jam ke depan kita sudah
tiba di sana!
Untold Story of Pangeran Diponegoro 169

BAB 35

afas Kapten Kumsius terdengar seperti lokomotif tua yang kelebihan
beban. Setelah memacu kudanya sejauh lebih kurang 7 paal atau 10
kilometer, hingga mencapai Yogyakarta, Kumsius tiba di Benteng
Vredeburg dan langsung menghadap Kolonel Von Jett yang sudah tiba
terlebih dahulu dari Semarang. Dengan suara tersengal, Kumsius
melaporkan tragedi yang baru saja dialaminya.
Demi mendengar laporan anak buahnya, Kolonel Von Jett segera
memerintahkan Letnan Delatree untuk memimpin satu detasemen
kavaleri untuk secepatnya membantu pasukan Belanda yang sedang
disergap pemberontak di Pisangan. Dalam waktu singkat, Letnan Delatree
pun berangkat bersama pasukan berkudanya meninggalkan debu musim
panas yang beterbangan sepanjang jalan.
Kolonel Vont Jett sendiri memerintahkan agar Kapten Kumsius
beristirahat di salah satu barak Benteng Vredeburg dan sesegera mungkin
membuat laporan tentang kejadian yang baru saja dialami.
Tak sampai satu setengah jam kemudian, Letnan Delatree dan
pasukannya tiba kembali. Sama seperti Kapten Kumsius, Letnan Delatree
dengan nafas tersengal juga melaporkan bahwa musuh yang sekarang
sudah mengenakan seragam pasukan Belanda tiba-tiba menyerangnya,
sedangkan pasukan yang dipimpinnya benar-benar tidak siap menghadapi
musuh yang disangka teman sendiri.
Para pemberontak itu mengenakan seragam pasukan kita. Semua senjata
kita juga sudah berada di tangan mereka. Dari jauh kami mengira jika
mereka itu sisa-sisa dari pasukan Kapten Kumsius yang berhasil lolos dari
penyergapan. Ternyata kami keliru. Mereka ternyata para pemberontak
yang mengenakan seragam kita dan tiba-tiba saja menyerang dengan
membabi-buta. Kita tidak siap!
Kolonel Von Jett sungguh-sungguh geram. Berapa anggota pasukanmu
yang tersisa!
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 170

Begitu kami menyadari musuh, kami hanya bertempur sebentar dan
segera menyelamatkan diri kembali ke sini. Korban di pihak kita tidak
banyak, Kolonel. Mereka terlalu kuat dan jumlahnya pun banyak sekali
Von Jett mengangguk-angguk. Dia baru sadar jika Belanda sekarang tidak
bisa menganggap remeh kekuatan pasukannya Diponegoro. Setelah
menerima laporan dari Letnan Delatree, Von Jett segera bertemu dengan
Residen Yogyakarta Anthonie Hendriks Smissaert, Asisten Residen
Chevallier, dan juga Patih Dalem Danuredjo IV, untuk membahas
perkembangan terakhir. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 171

BAB 36

urat kegembiraan terpancar jelas di wajah seluruh laskar Mulyo
Sentiko yang dalam waktu seharian telah memetik sekaligus dua
kemenangan gemilang: menghancurkan kolonel pimpinan Kapten
Kumsius dan memukul mundur detasemen kavalerinya Letnan Delatree.
Mulyo Sentiko yang juga mengenakan seragam pasukan Belanda lengkap
dengan pedang panjangnya memimpin di depan barisan. Sedangkan
seluruh laskarnya yang juga berseragam pasukan Belanda lengkap
dengan topi dan atributnya, juga semua senjata yang bisa direbut,
mengikutinya dari belakang. Dengan penuh kebanggaan, laskar ini terus
bergerak menuju Gua Selarong.
Bada Asyar, ketika Pangeran Diponegoro, Kiai Modjo, Ustadz Taftayani,
Pangeran Mangkubumi, Pangeran Bei, dan lainnya tengah berkumpul di
Gua Kakung, di batas terluar wilayah Selarong sekira seratus meteran dari
pelataran luas di bawah tangga menuju gua, dua orang prajurit jaga-
Luthfi dan Manto-yang sedang berada di posnya tampak gugup. Mereka
memicingkan mata, berusaha sekuat tenaga memperjelas penglihatannya,
jauh melampaui hamparan sawah dan kebun di ujung jalan, tampak
barisan panjang pasukan kavaleri dan infanteri Belanda tengah mendekati
mereka dengan perlahan.
Jahanam! Londo wis uedan!
63
Siang-siang begini mereka mau menyerang
kita! jerit Luthfi. Laskar Selarong yang berasal dari Arab-Pekalongan ini
kepalanya turun-naik seperti burung onta dengan sebelah mata ditutup
dan dipayungi sebelah tangannya untuk memastikan apakah iring-iringan
pasukan yang masih jauh itu sungguh-sungguh Belanda atau bukan.
Kowe ojo kesusu
64
. Lihat dulu baik-baik, ujar Manto yang juga
memicingkan matanya. Manto masih ragu apakah benar pasukan Belanda
akan mendatangi Gua Selarong siang-siang begini. Dia masih ragu. Tapi
semakin dekat, tampaknya apa yang dicemaskan Luthfi cukup beralasan

63
(Bahasa Jawa kasar): Jahanam! Belanda sudah gila!
64
(Bahasa Jawa kasar): Kamu jangan terburu-buru atau Kamu jangan
gegabah.
G
Untold Story of Pangeran Diponegoro 172

juga. Apalagi dari kejauhan, seseorang dari pasukan Belanda itu yang
berada di paling depan tiba-tiba tampak memacu kudanya sendirian
kencang-kencang mendatangi mereka. Kontan, keduanya bersiaga. Baru
saja keduanya hendak melompat ke atas kuda, terdengar teriakan yang
tidak asing di telinga mereka.
Assalamualaikum! Ini saya, Mulyo Sentiko!
Luthfi yang sudah berada di atas kuda hendak mengambil langkah seribu
menahan tali kudanya. Sedangkan Manto yang masih berada di bawah
menyambut kedatangan Mulyo Sentiko yang sore itu tampak gagah
dengan seragam kavaleri Belandanya. Keduanya bernafas lega karena
awalnya mereka menyangka jika pasukan Mulyo Sentiko adalah pasukan
Belanda yang hendak menyerang mereka.
Uedan kowe, dapat dari mana seragam kafir londo itu?
Mulyo Sentiko terkekeh, Pasukanku baru saja mengalahkan wong kafir
itu. Ambrol mereka!
Manto geleng-geleng kepala. Demikian pula dengan Luthfi.
Alhamdulillah! ujar Manto. Prajurit jaga itu kemudian menyuruh Luthfi
yang sudah kadung berada di atas kuda menghantarkan Mulyo Sentiko
dan pasukannya ke Gua Selarong agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Sebaiknya Paman terlebih dahulu masuk ke Selarong agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang lainnya. Dan pasukan yang lain mengikuti dari
belakang Ujar Manto.
Matur Nuwun! jawab Mulyo Sentiko yang kemudian langsung
menggebrak kudanya mengikuti Luthfi yang telah berlari duluan.
Kedatangan Mulyo Sentiko dan anggota pasukannya yang mengenakan
seragam Belanda dan membawa serta aneka persenjataan, serta uang
yang cukup banyak, sangat menggembirakan seluruh laskar Diponegoro
yang berada di sekitar Selarong. Mereka mengelu-elukan barisan laskar
berseragam Belanda yang baru saja memenangkan pertempuran melawan
kaum kafir itu.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 173

Mengetahui kedatangan laskar dari Pisangan ini, Pangeran Diponegoro
dan para sesepuh lainnya keluar dari gua dan menyambut Mulyo Sentiko
dengan penuh haru.
Insya Allah, kemenanganmu tadi merupakan awal dari kemenangan
perjuangan kita untuk mengusir kaum kafir penjajah dari Bumi Mataram
yang kita cintai ini.
Amien Ya Rabb alamien Terima kasih Kanjeng Gusti Pangeran,
jawab Mulyo Sentiko. []



Untold Story of Pangeran Diponegoro 174

BAB 37

etakutan melanda warga Eropa dan Cina di Yogyakarta dan
sekitarnya. Pemberontakan Pangeran Diponegoro yang awalnya
sempat dianggap remeh ternyata malah membesar dan meluas.
Banyak kepala desa, terutama di wilayah-wilayah perdikan yang banyak
terdapat sekolah agama, dengan terang-terangan memihak Diponegoro.
Bahkan para kepala desa itu membentuk laskarnya sendiri-sendiri dan
mulai mengganggu pos-pos jaga Belanda di sejumlah titik. Sejumlah
pasukan kraton juga bergabung dengan Diponegoro dengan membawa
serta persenjataan dan kudanya.
Dan di dalam kraton sendiri, terjadi perpecahan di kalangan kerabat
kerajaan. Lebih dari setengah pangeran dan bangsawan bergabung ke
Selarong. Mereka ingin ber sama-sama membebaskan Bumi Mataram dari
tangan kotor kafir Belanda dan juga menghukum Patih Danuredjo IV yang
telah mengotori kraton dan memperdaya Sultan Hamengku Buwono V
yang masih bocah. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dibangun
Sultan Hamengku Buwono I dengan begitu berwibawa dan sakral, oleh
Danuredjo malah dicemari, hingga kini tak ubahnya bagai rumah bordil.
Para pangeran dan bangsawan bagaimana pun menghendaki kemuliaan
kraton bisa kembali seperti awalnya
65
.
Semua perkembangan ini yang terjadi dengan begitu cepat membuat pihak
Belanda cemas. Dari Batavia, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard
Philip baron van der Capellen menuding Residen Anthonie Hendriks
Smissaert tidak becus mengurus Yogya. Van der Capellen berjanji akan
sangat serius memperhatikan salah satu anak buahnya ini dan
mengancam akan mengambil tindakan tegas jika Smissaert masih saja
lemah.

65
Para putera Sultan Hamengku Buwono I, II, dan III yang berjumlah 23 orang
bergabung dengan Pangeran Diponegoro, demikian pula dengan cucu dan cicit
mereka yang jumlahnya tak kurang dari 54 orang. Itu diluar angka 74 bangsawan
kraton yang juga menggabungkan diri dengan pasukan Diponegoro di Selarong.
Sedangkan para ulama, hampir semuanya bergabung dengan Diponegoro, kecuali
segelintir orang yang memilih bersekutu dengan Danuredjo dan Belanda.
K
Untold Story of Pangeran Diponegoro 175

Sore itu Kolonel Von Jett mondar-mandir di ruangan peta yang berada di
dalam kompleks Benteng Vredeburg. Residen Smissaert dan Danuredjo
tampak duduk di atas kursi kayu yang menempel di dinding ruangan
dekat jendela. Keduanya tampak tegang memperhatikan Von Jett yang
tampak begitu serius, bahkan tak bisa menyembunyikan sedikit
kecemasannya.
Gila! Ini sungguh gila jika dibiarkan. Baru tiga hari Diponegoro
memberontak, tapi dimana-mana sudah banyak orang yang bergabung
dengannya. Pasukannya bertambah kuat. Sedangkan pasukan yang mau
membantu kita masih saja berada di jalan. Lambat sekali mereka. Mana
itu laskar Sumenep! Mana laskar Tidore! Mana Legiun yang katanya mau
mengirim pasukan tambahan lagi ke sini!
Von Jett masih saja mondar-mandir. Dia kemudian menggeleng-gelangkan
kepalanya. Lalu dia berkata lagi. Masih dengan nada yang tinggi, Mana
Kapten Bouwensch! Panggil dia!
Smissaert dan Danuredjo saling berpandangan. Di ruangan hanya ada
mereka berdua selain Von Jett. Danuredjo akhirnya berdiri dengan kikuk.
Dia bergegas keluar ruangan memanggil salah seorang prajurit jaga dan
menyuruhnya memanggil Kapten Bouwensch, Komandan Garnisun
Karesidenan Yogyakarta. Setelah itu Danuredjo kembali masuk ke
ruangan.
Residen, ujar Von Jett. Smissaert menatap lelaki jangkung tersebut.
Tatapan matanya masih saja angkuh, walau dia menyadari jika
pemberontakan Diponegoro yang membesar dengan cepat merupakan
kesalahannya. Von Jett tidak menghiraukan semua itu sama sekali.
Kemudian Von Jett melanjutkan, tidak ada jalan lain bagi kita kecuali
menghentikan pemberontakan Diponegoro ini secepatnya. Dia orang harus
ditangkap segera. Menurut pasukan mata-mata kita, pemberontak itu
bersama yang lainnya sekarang ini berada di Selarong. Dan saya sudah
menyiapkan satu koloni pasukan untuk menyerbu markasnya di sana.
Smissaert hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Von Jett agaknya
tidak puas jika residen tersebut hanya mengangguk-anggukkan kepalanya
begitu saja.
Bagaimana pandanganmu, Tuan Residen? ujarnya dengan ketus.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 176

Masih menganggukkan kepalanya, Smissaert menjawab, Ya, tidak ada
jalan lain, memang. Dia orang secepatnya harus ditangkap.
Itu sudah pasti. Sekarang saya minta agar Yogyakarta menyiapkan
dukungan logistik bagi pasukan yang akan ke Selarong. Kiriman dari
Magelang sudah direbut musuh, Yogya harus menanggungnya.
Oke, oke Chevallier yang akan menyiapkan
Tiba-tiba pintu ruangan diketuk orang, Maaf, saya Kapten Bouwensch
Ya. Masuk, jawab Kolonel Von Jett datar.
Bouwensch masuk dan memberi hormat secara militer. Von Jett hanya
menganggukkan kepalanya dan tidak menyuruhnya duduk, sehingga
orang nomor satu yang bertanggungjawab atas keamanan Karesidenan
Yogya ini terus saja berdiri dengan sikap sempurna.
Kapten
Siap, Kolonel!
Sekarang juga siapkan pasukanmu dengan perbekalan tempur garis
pertama. Besok pagi-pagi sekali sebelum ayam berkokok, berangkatlah ke
Selarong untuk menangkap Diponegoro. Pimpin langsung pasukan itu.
Siap, Kolonel. Berapa kekuatan yang akan kita kerahkan ke Selarong?
Satu koloni, gabungan kavaleri dan invanteri, didukung artileri ringan.
Seluruh Legiun dari Mangkunegaran harus ikut.
Keamanan di dalam Yogya?
Serahkan pada prajurit Sultan dan beberapa regu pasukan reguler. Jika
serangan esok hari gagal, maka kita akan berada di dalam situasi yang
sangat sulit. Bisa-bisa kita akan bertahan di dalam benteng ini saja.
Kapten Bouwensch mengamini pandangan komandannya itu. Keadaan
dalam tiga hari terakhir ini memang bertambah buruk bagi mereka.
Pemberontak mendapat dukungan dari mana-mana. Inlanderbangkit di
hampir semua desa dan dusun. Dan semakin lama Karesidenan
Yogyakarta semakin terkepung oleh berbagai laskar yang muncul di mana-
Untold Story of Pangeran Diponegoro 177

mana. Perjalanan ke Kedu, Magelang, dan Surakarta sudah tidak aman
lagi.
Bagaimana perkembangan terakhir keamanan di sini?
Semua pasukan reguler bertugas mengamankan dalam kota, bersama-
sama pasukan kraton dengan tambahan Legiun
Pasukan bantuan dari Tidore dan Sumenep?
Dalam waktu tak lama lagi mereka akan tiba.
Berapa hari lagi kita menunggu mereka?
Jika tidak ada halangan, paling lama dua hari lagi.
Apa rencanamu jika sewaktu-waktu pemberontak benar-benar
mengepung dan menyerang Yogya?
Sultan dan semua pembesar kraton harus diamankan di dalam benteng
ini.
Von Jett mengangguk-anggukkan kepalanya, Bagus. Benteng ini adalah
tempat terakhir yang harus memberikan keamanan bagi Sultan dan yang
lainnya. Batavia terus memantau perkembangan di sini setiap waktu.
Mereka tidak segan mengambil tindakan yang tidak kita sukai jika itu
memang diperlukan. Terhadap semuanya, ujar Von Jett yang menatap
Smissaert dengan tajam ketika mengucapkan kalimat terakhir yang
terdengar bagaikan ancaman.[]
Itu saja, Kapten. Kembalilah kepada pasukanmu dan siapkan mereka
dengan baik.
Siap, Kolonel!
Bouwensch kembali memberikan hormat dan bergegas meninggalkan
ruangan. Sepeninggal kapten tersebut, Kolonel Von Jett bertanya kepada
Danuredjo.
Patih, apa yang sudah kamu lakukan? Von Jett kemudian duduk di atas
meja, menghadap Danuredjo yang masih duduk di kursi kayu dekat
jendela bersebarangan dengan Smissaert.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 178

Saya sudah mempersiapkan semuanya, Tuan Kolonel. Pasukan kraton
sudah berada di posnya masing-masing bersama Legiun dan pasukan
Belanda. Selebaran sudah tertempel di mana-mana. Dan sekarang kita
tinggal menunggu datangnya pasukan bantuan dari luar Yogya. Mereka
semua sudah dalam perjalanan ke sini.
Dan untuk pasukan bantuan, apakah hanya dari Tidore dan Madura
saja?
Tidak juga, Tuan Kolonel. Jayeng Sekar
66
juga sudah kita minta. Belum
lagi dari Mayor Raja Sulaiman dari Buton, laskar Alifuru Tidore, Ternate,
dan sejumlah korps para bupati di Jawa. Mereka semua sudah saya minta
untuk mengirimkan pasukannya ke sini, selain untuk memperkuat
keberadaan mereka di daerahnya masing-masing. Apakah kita juga mau
merekrut para relawan?
Maksudmu?
Danuredjo terkekeh, Apakah Tuan lupa dengan sejarah perang salib?
Kolonel Von Jett belum memahami apa yang hendak dimaksudkan Patih
Danuredjo ini. Keningnya berkerut sambil menatap Danuredjo dalam-
dalam.
Maksudmu? ujarnya dingin.
Apa yang dilakukan Paus Urbanus II saat menggelorakan perang salib
untuk merebut Yerusalem di dalam Konsili di Clermont tahun 1095?
tanya Danuredjo sedikit bangga karena bisa dengan baik mengingat
sebagian isi buku kecil sejarah perang salib yang pernah dibacanya di
perpustakaan karesidenan.
Mendengar itu Kolonel Von Jett segera tersadar, Ya. Ya, aku ingat. Yang
kamu maksud merekrut para tahanan untuk dijadikan pasukan, bukan?

66
Jayeng Sekar merupakan pasukan yang dibentuk oleh Daendels yang direkrut
dari putera keluarga kaya di Jawa yang bekerja sebagai polisi. Anggota pasukan ini
kebanyakan putera keluarga pengusaha, bangsawan, pejabat kraton, dan sebagainya.
Mereka terlatih dengan baik dan digaji lumayan besar ketimbang pasukan reguler
lainnya, dan ditugaskan di sejumlah karesidenan.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 179

Danuredjo tersenyum kembali. Kepalanya mengangguk-angguk bagaikan
boneka-bonekaan khas Yogyakarta yang terbuat dari tanah liat yang
dikeringkan dan diberi per di leher bagian dalamnya.
Betul, Tuan. Ketika merekrut pasukan untuk mendukung penyerangan
ke Yerusalem, selain mengerahkan pasukan gereja dan pasukan reguler
utusan kerajaan-kerajaan Eropa, Paus juga menyerukan para kriminal
dan penjahat yang memenuhi berbagai penjara di Eropa agar bergabung
dengan pasukannya
Dan supaya para kriminal itu mau bergabung, Paus akan menghapus
semua dosa mereka dan menjanjikannya surga. Demikian bukan?
Danuredjo terkekeh, He..he..he.., ya, ya benar. Tuan Kolonel juga
membaca sejarah perang salib rupanya.
Residen Smissaert menggerutu dalam hati. Dia benar-benar tidak
menyukai gaya Danuredjo yang menurutnya terlalu lebay. Tertawa
Danuredjo yang dibuat-buat itu malah menimbulkan kekesalan di
hatinya. Namun Smissaert tertawa dalam hati. Kolonel Von Jett ternyata
tidak ikut tertawa sedikit pun. Tersenyum pun tidak. Sehingga semua itu
membuat Danuredjo tahu diri dan dengan teratur menghentikan tawanya
dan kembali memasang topeng wajah serius.
Patih
Ya, Tuan Kolonel.
Kowe sekarang rekrut para relawan. Kowe harus bisa kosongkan penjara-
penjara yang ada di wilayah ini, dan mengubah para tahanan yang kuat
secara fisik untuk dijadikan anggota pasukan yang tangguh yang dapat
menghancurkan pemberontak itu
Danuredjo hendak menyela. Dia agaknya tidak begitu setuju jika
dirinyalah yang harus melaksanakan tugas ini. Namun Kolonel Von Jett
tidak memberikan kesempatan.
Kowe harus bisa. Dan saya tidak mau mendengar alasan apa pun.
Laksanakan saja.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 180

Smissaert tersenyum dikulum. Beda dengan Danuredjo yang hanya bisa
menundukkan kepala menatap lantai lekat-lekat sambil menggerutu
dalam hati. Entah apa yang ada di dalam benaknya. []

Untold Story of Pangeran Diponegoro 181

BAB 38

ntuk memperkuat pertahanan di sekitar Selarong, Pangeran
Ngabehi dan sesepuh yang lain telah memerintahkan agar semua
akses jalan menuju dan dari Selarong diberi berbagai jebakan dan
blokade. Di berbagai tempat strategis, namun tersembunyi sehingga tidak
diketahui banyak orang, didirikan pos pengintaian. Bahkan sejumlah
laskar diperintahkan agar berbaur dengan warga sekitar dan turut
membantu meringankan hidup keseharian mereka dimana pasokan
beberapa kebutuhan pokok mulai disabotase Belanda dan pihak
Danuredjo.
Hampir setiap jam, Pangeran Ngabehi dan Mangkubumi menerima
kedatangan pasukan telik-sandi yang melaporkan perkembangan terbaru
dari lapangan, dan juga para utusan laskar-laskar dari berbagai daerah
yang baru saja terbentuk untuk mendukung perjuangan Pangeran
Diponegoro. Ada yang dari Semarang, Kedu, Banyumas, Pacitan,
Magelang, Wonosari, dan sebagainya. Mereka semuanya melaporkan jika
di semua daerah, rakyat telah bangkit dan menyusun barisannya sendiri-
sendiri untuk ikut berjuang mengusir kaum penjajah kafir Belanda dari
Bumi Mataram dan mengembalikan kewibawaan Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat yang telah dicemari Danuredjo dan kawan-kawannya.
Kepada mereka, Pangeran Ngabehi dan Diponegoro hanya berpesan agar
kebangkitan perjuangan bersenjata melawan kafir Belanda semata-mata
diniatkan demi tegaknya agama Allah di Bumi Mataram. Islam itu agama
yang adil dan membebaskan. Janganlah berbuat zalim, bahkan terhadap
musuhmu sekali pun, tulis Diponegoro di dalam setiap suratnya yang
disampaikan kepada para laskar yang bangkit di berbagai daerah.
Sore itu setelah Asar, Akhmad Prawiro-kurir khusus yang sering
mengantarkan surat-surat Diponegoro ke kraton-bergegas menaiki
ratusan anak tangga menuju Gua Kakung tempat Pangeran Diponegoro
dan para sesepuh lainnya berkumpul. Akhmad Prawiro tidak sendirian. Di
belakangnya, Ki Singalodra mengawal.[]

U
Untold Story of Pangeran Diponegoro 182


Setibanya di pelataran atas, Akhmad Prawiro berdiri di depan gua dan
mengucapkan salam. Pangeran Diponegoro dan yang lainnya menjawab
salam pemuda keturunan Cina tersebut.
Mari masuk, Kisanak, ajak Diponegoro.
Dengan penuh hormat, Akhmad Prawiro melangkahkan kaki kanannya
terlebih dahulu-demikian yang diajarkan para guru ngaji sejak dia masih
kanak-kanak-untuk memasuki rumah atau bangunan lainnya. Dia
kemudian duduk bersila, mengikuti seluruh sesepuh yang ada di dalam
gua tersebut.
Nah, anak muda, sekarang tolong ceritakan kepada kami, apa yang
membuatmu tergesa seperti itu? tanya Pangeran Ngabehi.
Maaf, Kanjeng Pangeran. Saya baru saja bertemu dengan beberapa orang
prajurit kraton yang bersimpati kepada jihad kita. Mereka mengatakan
bahwa beberapa jam lalu Kolonel Von Jett, Kapten Bouwensch, Smissaert,
serta Danuredjo bertemu di Vredeburg dan mereka merencanakan untuk
menyerang kita di Selarong secepatnya.
Benarkah?
Inggih, Kanjeng Pangeran. Bouwensch sendiri telah memerintahkan
pasukan Belanda untuk segera bersiap dengan membawa perlengkapan
tempur garis pertama.
Pangeran Bei terdiam sejenak. Demikian pula dengan Pangeran
Diponegoro dan yang lainnya. Semuanya tahu bahwa diperlukan waktu
sekitar satu-dua jam bagi pasukan Belanda di Vredeburg untuk bersiap
dan berangkat. Dan perjalanan dari Benteng Vredeburg ke Selarong lebih
singkat lagi. Ini berarti serangan itu bisa terjadi tengah malam nanti atau
besok pagi.
Kisanak, ada lagi yang ingin kamu sampaikan?
Akhmad Prawiro menggelengkan kepalanya. Itu saja, Kanjeng
Pangeran
Kisanak, dan kau juga Ki Singalodra
Untold Story of Pangeran Diponegoro 183

Inggih, Gusti Kanjeng Pangeran, jawab Akhmad Prawiro dan Ki
Singalodra bersamaan.
Katakan kepada seluruh kepala regu laskar yang berada di Selarong
agar secepatnya bersiap hijrah sementara ke arah selatan, tepatnya di
sekitar Sendangsari, di tepi Kali Progo. Siapa yang sudah siap, silakan
berangkat. Tidak perlu menunggu kita semua. Kita akan bersiap pula
secepatnya. Nah, sekarang turunlah dan temui para kepala regu di
bawah
Setelah mengucapkan salam, keduanya kemudian langsung turun. Ki
Guntur Wisesa yang berada di tengah-tengah mereka berdiri, Kanjeng
Pangeran, saya akan ke bawah dahulu mengatur semuanya.
Silakan, Ki, jawab Diponegoro.
Sebagai orang yang bertanggungjawab atas keamanan wilayah Selarong,
Ki Guntur segera melompat ke bawah mendahulu Ki Singalodra dan
Akhmad Prawiro. Ki Guntur segera menemui sejumlah kepala pasukan
dan menginstruksikan agar tidak ada satu pun laskar yang melakukan
perlawanan terhadap kolone Belanda pimpinan Kapten Bouwensch yang
akan menyerang Selarong.
Kita secepatnya menyingkir ke Sendangsari sekarang juga. Biarkan
mereka menemui Selarong yang kosong! tegasnya.
Untunglah semua kepala laskar yang ada patuh tanpa banyak tanya.
Mereka segera bersiap untuk menggerakkan pasukannya ke Sendangsari
seperti yang diperintahkan. Ki Guntur Wisesa sendiri sebenarnya ingin
bertanya mengapa mereka harus menghindari serangan Belanda,
sedangkan pasukan mereka di Selarong ini sudah cukup kuat. Dia yakin,
semuanya bisa menghancurkan kolone Kapten Bouwensch.
Ah, nanti saja saya akan bertanya pada Kanjeng Pangeran Diponegoro!
Tiba-tiba pundak Ki Guntur Wisesa ditepuk seseorang. Ki Guntur segera
menoleh ke belakang. Pangeran Diponegoro telah berdiri di dekatnya,
disertai para sesepuh. Dengan senyum yang begitu tulus, Diponegoro
berkata, Ki Guntur saudaraku, kita kali ini sengaja menghindar dari
serangan pasukan kafir Belanda
Untold Story of Pangeran Diponegoro 184

Ki Guntur salah tingkah. Dia benar-benar tidak menduga Pangeran
Diponegoro mengetahui apa yang tengah berkecamuk di dalam kepalanya.
Eh, maafkan saya, Kanjeng Pangeran. Bukan maksud saya untuk
berburuk sangka
Tidak mengapa, Ki. Rasulullah saja sering didebat para sahabatnya.
Bahkan Umar radiyallahu anhupernah diacungkan pedang tepat di hari
pelantikannya sebagai khalifah oleh umatnya. Mengapa pula saya tidak.
Saya hanyalah manusia biasa, tidak berbeda denganmu dan dengan yang
lainnya. Strategi menghindar kali ini memang sengaja kita gunakan agar
kafir Belanda mengira kita lemah, belum cukup kuat. Kemenangan telak
yang diraih laskar Mulyo Sentiko di Pisangan terhadap dua pasukan kafir
pimpinan Kapten Kumsius dan Letnan Delatree amat mengejutkan
Belanda. Dan mereka akan bertambah kaget manakala pasukan mereka
kembali hancur di Selarong. Mereka akan memanggil seluruh
kekuatannya dari Batavia dan dari luar Jawa. Mereka juga akan menekan
seluruh raja untuk mengerahkan pasukan bantuannya untuk menyerang
kita. Ini tentu kita tidak inginkan. Biarlah kali ini kita menghindar, agar
mereka lengah. Dan pada saatnya nanti, insya Allah tidak akan lama lagi,
kita akan melakukan serangan besar-besaran terhadap jantung kekuatan
mereka di Bumi Mataram. Kita akan kepung Yogya dan
membebaskannya! papar Diponegoro panjang lebar.
Serangan besar?
Betul, Kisanak. Kita akan kepung Yogyakarta, memutuskannya dari
dunia luar, dan serang mereka di jantungnya! Insya Allah, kita akan bisa
menghancurkan mereka
Amien ya Rabb!
Ki Guntur Wisesa benar-benar kagum dengan rencana itu. Dia pun segera
pamit. Setelah menunaikan sholat maghrib berjamaah, semua laskar yang
ada di Selarong berangkat hijrah ke selatan melewati jalur khusus yang
telah diamankan oleh anggota laskar. Pangeran Diponegoro dan sesepuh
lainnya berada di tengah rombongan. Di depan barisan, Ki Guntur Wisesa
dan Pangeran Bei memimpin. Sedangkan di bagian paling belakang, laskar
elit Bulkiyo pimpinan Kiai Modjo mengawal. Di bawah siraman cahaya
rembulan, mereka semua meniti jalan setapak menuju daerah yang aman
di tepian Kali Progo. []
Untold Story of Pangeran Diponegoro 185

BAB 39

ilai pendadakan dalam suatu serangan menempati posisi sangat
penting dalam sukses tidaknya suatu operasi pertempuran. Kapten
Bouwensch sangat mengetahui hal ini. Sebab itu, setelah keluar dari
ruang pertemuan, dimana Kolonel Von Jett memerintahkan persiapan
serangan ke markas pemberontak di Gua Selarong, dia segera
menghimpun beberapa komandan pasukan dan hanya mengatakan jika
mereka akan segera berangkat melakukan serangan ke suatu daerah.
Namun Bouwensch agaknya lupa, Benteng Vredeburg tidak hanya dihuni
oleh orang-orang Eropa. Di dalam benteng yang letaknya hanya
sepelemparan meriam di utara Kraton Yogyakarta itu, terdapat ratusan
orang pribumi. Mereka menempati strata terendah dalam kehidupan sosial
di dalam benteng, dipekerjakan sebagai budak yang antara lain bertugas
melayani kebutuhan prajurit dan perwira Belanda, tukang sapu, tukang
rumput, perawat kuda, tukang masak, dan sebagainya. Dan Pangeran
Diponegoro serta sesepuh yang lain memanfaatkan hal ini dengan
menyusupkan banyak orangnya ke dalam benteng sebagai pelayan.
Sebab itu, ketika Kapten Bouwensch mengumpulkan para komandan
pasukannya dan memerintahkan persiapan garis tempur pertama untuk
diberangkatkan ke Selarong, informasi ini didengar oleh seorang pelayan
dan segera membocorkannya.
Pangeran Diponegoro memiliki banyak telinga di Benteng Vredeburg dan
juga di dalam Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sendiri. Sebab itu, ketika
Diponegoro dan laskarnya sudah berangkat menuju wilayah aman di
selatan Selarong malam harinya, maka di dalam benteng, Kapten
Bouwensch dan pasukannya baru melaksanakan apel di lapangan luas
yang berada di tengah-tengah bangunan utama, lengkap dengan segala
perlengkapannya.
Satu jam sebelum memberangkatkan pasukannya, Bouwensch terlebih
dahulu mengirim satu regu perintis dengan kawalan pasukan bersenjata
yang bertugas mengamankan akses jalan menuju Selarong. Menurut
sejumlah mata-mata, pergerakan laskar dan simpatisan pemberontak
sangat luar biasa. Hanya dalam radius yang sangat sempit, semua akses
N
Untold Story of Pangeran Diponegoro 186

jalan yang berdekatan dengan Vredeburg dan Kraton sudah banyak yang
dirusak atau dipasang jebakan dan blokade, berupa lubang-lubang atau
pengrusakan jalan yang disengaja, pohon-pohon besar yang
ditumbangkan dan batangnya dibiarkan melintang menutupi jalan,
pemampatan aliran air hingga air meluber ke jalan tanah membuat jalan
menjadi becek bahkan gembur, penimbunan jalan oleh batu-batu kali,
dan sebagainya. Pasukan perintis bertugas menyingkirkan semua itu agar
pergerakan pasukan penyerang yang di antaranya membawa kereta
meriam yang berat yang ditarik kuda bisa lebih lancar.
Tentu saja hal ini membuat lambat pergerakan pasukan Belanda. Laskar
Diponegoro yang hanya terdiri dari pasukan berkuda dan berjalan kaki-
kavaleri dan infanteri-jauh lebih cepat ketimbang pasukan Belanda. Sebab
itu, ketika pasukan Diponegoro telah tiba di Sendangsari dan membuat
perkemahan di tengah rerimbunan hutan di sepanjang tepian Kali Progo,
Kapten Bouwensch dan pasukannya baru beranjak beberapa kilometer
dari Vredeburg.
Wilayah Selarong sendiri sudah benar-benar bersih dari laskar dan juga
lelaki dewasa. Yang tinggal di desa itu cuma perempuan dan anak-anak.
Semua lelaki yang sudah dianggap besar sengaja diperintahkan
meninggalkan desa untuk sementara waktu. Ini dilakukan untuk
menghindarkan mereka dari sasaran kemarahan Belanda yang dipastikan
gagal menemukan Diponegoro dan laskarnya.
Tanpa diketahui siapa pun, sebagian anggota laskar perempuan di bawah
komando Raden Ayu Retnaningsih tetap tinggal di Selarong dan berpura-
pura menjadi warga sekitar. Mereka diperintahkan menggali informasi
tentang kekuatan pasukan Kapten Bouwensch, dan juga memberi rasa
aman kepada penduduk asli Selarong.
Seperti halnya Trisat Kenya atau Bregada Langen Kesuma, laskar puteri
Diponegoro juga memiliki kecakapan tempur terlatih dan olah kanuragan
yang tinggi, sehingga srikandi-srikandi ini, walau diluarnya tampak lemah
gemulai, namun menyimpan kekuatan dan keberanian yang dahsyat.
Lewat tengah malam, pasukan Kapten Bouwensch telah tiba di perbatasan
terluar Desa Selarong. Mereka tidak langsung masuk, namun mengirim
pasukan pelopor terlebih dahulu, yang terdiri dari tiga regu pasukan
Untold Story of Pangeran Diponegoro 187

infanteri bersenjatakan senapan flintlock
67
dan pedang, dan mengikuti
pasukan itu dari belakang. Pasukan pelopor terdiri dari gabungan
pasukan Eropa dan Legiun Mangkunegaran yang semuanya berkuda serta
dilengkapi pedang serta karaben Musketon.
Situasi di sekitar Gua Selarong sangat sepi. Pasukan Bouwensch dengan
amat leluasa masuk dan menyisir seluruh bagian tanpa menemukan
seorang laskar pun. Sadarlah Bouwensch jika pergerakan pasukannya
sudah tercium oleh pasukan Diponegoro. Walau geram, dia mengakui jika
pasukan mata-mata Diponegoro kali ini ternyata lebih lihai dibanding
Belanda.
Setelah setengah jam menyisir wilayah itu tanpa hasil, Kapten Bouwensch
memutuskan untuk kembali ke Vredeburg dan tidak mempertahankan
Selarong. Diajuga tidak memerintahkan pasukannya untuk menyisir di
luar wilayah Selarong, sesuatu yang amat berbahaya karena sikap
permusuhan rakyat pribumi terhadap Belanda semakin memuncak
disebabkan pemberontakan Diponegoro dan para pangeran lainnya ini.
Namun Bouwensch juga menilai, dengan menyingkirnya para
pemberontak dari pasukannya, maka itu berarti kekuatan pemberontak
masih lemah.
Kepergian pasukan Bouwensch dari Selarong diikuti oleh pandangan mata
ratusan perempuan pribumi dan anak-anak, yang di antaranya anggota
laskar puteri Diponegoro. Mereka lega, strategi menahan diri mereka
berhasil. Belanda akan mengira mereka masih lemah. Dengan begitu
mereka akan lebih leluasa untuk memperkuat pasukan dan mengepung
Yogyakarta nantinya. []


67
Senapan Flintlock merupakan senjata api laras panjang yang harus diisi
kembali dengan bubuk mesiu setiap melepas 12 kali tembakan. Kelemahan jenis
senjata ini adalah bubuk mesiu yang dimasukkan harus benar-benar kering. Sebab
itu, jika musim hujan, senapan ini sering tidak berfungsi karena bubuk mesiu
menjadi lembab.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 188

BAB 40

ngin sekali sesungguhnya Ki Singalodra membunuh sebanyak-
banyaknya pasukan Belanda. Dia yakin, dia mampu melakukan itu.
Tapi karena Pangeran Diponegoro dan para sesepuh lainnya memilih
untuk menggunakan taktik menghindar sementara, dia mau tidak mau
harus patuh dan taat dengan keputusan syuro itu.
Lewat tengah malam, Ki Singalodra dikejutkan oleh suara derap kaki kuda
yang kian lama kian mendekat ke arah perkemahan mereka di tepian Kali
Progo dekat dengan wilayah Sendangsari. Lelaki yang tengah tertidur di
bawah pohon di luar arena perkemahan itu segera bangkit dan berdiri
untuk melihat siapa yang datang malam-malam begini. Penglihatannya
yang tajam menangkap tiga penunggang kuda perempuan yang tengah
memacu kudanya menuju perkemahan.
Pasukan telik sandi Laskar Puteri!
Ki Singalodra melompat keluar dari rerimbunan semak dan melambaikan
tangannya kepada tiga laskar puteri penunggang kuda tersebut.
Tahan! Tahan! Aku Singalodra! Ada kabar penting rupanya.
Ketiga penunggang tersebut menarik tali kekang kudanya dan berhenti
hanya dalam jarak dua meter dari tempat Ki Singalodra berdiri. Mereka
memberi salam yang segera dijawab oleh Ki Singalodra.
Ki Singalodra, kami utusan dari Raden Ayu Retnaningsih untuk
menyampaikan kabar terbaru dari Selarong
Ya. Saya tahu.
Bisakah kami diantar menemui Kanjeng Pangeran Diponegoro?
Ki Singalodra menganggukkan kepalanya. Sebentar, katanya. Kemudian
lelaki itu mengeluarkan suara burung gagak dan dari rerimbunan semak
keluar seekor kuda hitam yang berjalan perlahan menghampiri tuannya.
Ki Singalodra pun segera melompat ke punggung kudanya itu.
Mari ikut saya!
I
Untold Story of Pangeran Diponegoro 189

Ki Singalodra berjalan di depan, diikuti ketiga laskar perempuan yang
menyelipkan keris dan trisula di pinggangnya. Mereka berempat tidak
dapat memacu kudanya kencang-kencang karena jalan tanah yang sempit
dengan banyak suluran akar pohon di bawahnya. Beberapa kali mereka
bahkan harus menundukkan kepala dan merendahkan badannya agar
tidak terkena cabang dan batang pohon di hutan ini yang menjalar ke
mana-mana. Tidak sampai setengah jam kemudian, hamparan rumput
hijau yang tidak terlalu luas membentang di depan mereka. Di bawah
sorot cahaya rembulan yang agak redup, hamparan rumput itu tampak
sarat dengan misteri. Di ujung hamparan rumput tersebut, terlihat tenda-
tenda pasukan Diponegoro yang disamarkan vegetasi sekitarnya.
Itu tenda Kanjeng Pangeran, ujar Ki Singalodra dengan menunjukkan
tangan kirinya ke arah sebuah tenda yang tidak berbeda dengan tenda
yang lainnya, hanya saja terdapat pohon jati yang meranggas di dekatnya.
Ki Singalodra kemudian menuntun kuda hitamnya menyusuri jalan
setapak di antara hamparan rumput tersebut menuju tenda tersebut.
Assalamualaikum, Ki
Tiba-tiba Pangeran Mangkubumi sudah muncul di depan mereka,
bagaikan muncul begitu saja dari dalam bumi.
Dengan sedikit terkejut, Ki Singalodra menjawab salam itu, eh Kanjeng
Pangeran MangkubumiWaalaikumusalam
Siapa yang mengikutimu itu, Ki?
Ki Singalodra turun dari kudanya dan menjelaskan jika ketiga
penunggang kuda dibelakangnya adalah laskar puteri utusan isteri
Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnanningsih, yang hendak
menyampaikan kabar terbaru dari Selarong.
Mereka akan menyampaikan pesan terbaru dari Selarong kepada Kanjeng
Pangeran Diponegoro
Mangkubumi berjalan mendekati ketiga penunggang kuda perempuan
tersebut dan berhenti dua meter dihadapan mereka. Paman dari
Diponegoro tersebut kemudian berdiam diri sejenak. Entah apa yang
tengah dilakukannya. Setelah itu dia menganggukkan kepalanya dan
mempersilakan Ki Singalodra dan ketiga penunggang perempuan tersebut
Untold Story of Pangeran Diponegoro 190

berjalan kembali. Mangkubumi bahkan mengiringi tamu-tamunya itu
berjalan menuju tenda Pangeran Diponegoro, yang ternyata bukan seperti
yang ditunjukkan Ki Singalodra, namun lebih ke dalam, hanya berjarak
sepuluh meter dari tepi Kali Progo.
Pangeran Diponegoro sendiri ternyata tidak berada di dalam tendanya.
Ketika para tamunya sudah tiba di depan tenda, Sang Pangeran ternyata
muncul dari balik pepohonan yang rapat dari arah kali. Mangkubumi dan
yang lainnya mengucapkan salam yang segera dijawab dengan hangat oleh
Diponegoro.
Wahai laskar puteri, apa yang hendak kalian sampaikan padaku?
Seorang dari ketiga laskar itu menjawab, Kami ingin menyampaikan jika
saat ini seluruh rakyat Mataram di Selarong dalam keadaan sehat wal-
afiat
Alhamdulillah ya Rabb, ujar Diponegoro.
Kapten Bouwensch dan pasukannya memang datang dan melakukan
penyisiran. Selain di sekitar wilayah gua juga di beberapa rumah
penduduk secara acak. Setelah tidak menemukan apa yang dicari, mereka
kemudian mengancam penduduk agar tidak ikut-ikutan mendukung
perjuangan kita. Setelah itu mereka pergi kembali ke Vredeburg
Pangeran Diponegoro mendengarkan dengan penuh seksama. Wajahnya
menunduk menekuri lantai rumput yang dilapisi dedaunan kering dan
kain lebar yang terlihat sudah lusuh. Dia kemudian berkata dengan pelan,
Bagaimana dengan rakyat di sana. Apakah mereka disakiti atau
rumahnya dibakar?
Tidak Kanjeng Pangeran. Belanda tidak melakukan pembakaran. Mereka
hanya datang dan mengancam kami semua. Mereka juga sempat berusaha
mempengaruhi kami jika pemberontakan ini hanyalah alat Kanjeng
Pangeran agar bisa menguasai Kraton Ngayogyarakarta Hadiningrat
Diponegoro mengucap istighfar. Dia sudah mendengar hal itu sebelumnya.
Belanda memang menggunakan segala cara untuk menghancurkan
perjuangannya. Diponegoro sama sekali tidak marah. Dia menyadari jika
apa yang diperjuangkannya adalah apa yang juga diperjuangkan para nabi
Allah dan Rasul-Nya, dari Adam, Musa, Nuh, Ibrahim, Isa, hingga
Untold Story of Pangeran Diponegoro 191

Muhammad Shalallahu waallaihi salam. Perjuangan menegakkan
ketauhidan merupakan jalan sepi dan sunyi, sangat jauh dari hingar-
bingar duniawi.
Apakah pasukan kafir itu sudah pergi seluruhnya dari Selarong?
Betul Kanjeng Pangeran. Mereka tidak lama di Selarong dan kembali
secepatnya ke benteng mereka. Laskar kami sudah mengikuti mereka
sampai beberapa paal dari batas terluar desa.
Paman, ujar Diponegoro kepada Mangkubumi.
Ya, Pangeran.
Insya Allah, selarong malam ini sudah aman kembali. Apakah sekarang
juga kita kembali atau bagaimana menurut Paman?
Mangkubumi terdiam sesaat. Kemudian dia menjawab, Sebaiknya kita
mengadakan musyawarah terlebih dahulu, Pangeran.
Diponegoro menganggukkan kepalanya. Baiklah jika demikian, Paman.
Tolong panggil Kiai Modjo, paman Ngabehi, Ki Guntur Wisesa, Ustadz
Taftayani, dan yang lainnya ke sini.
Baik, Pangeran.
Mangkubumi segera meninggalkan tenda dan memanggil sejumlah
sesepuh yang biasanya menggelar syuro terlebih dahulu sebelum
memutuskan pergerakan pasukan. Pangeran Diponegoro kemudian
kembali bertanya pada salah seorang laskar puteri yang masih duduk
bersimpuh di hadapannya.
Siapa nama kalian dan darimana asal kalian?
Masing-masing dari ketiga laskar puteri tersebut menyebutkan namanya,
yaitu Arum, Asih, dan Retnowati. Mereka dari Wonosari, Krapyak, dan
Kedu.
Jika kalian lelah, kalian bisa istirahat terlebih dahulu di tenda keputerian
tidak jauh dari sini. Ki Singalodra bisa mengantarkan kalian.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 192

Terima kasih Kanjeng Pangeran. Alhamdulillah, kami tidak lelah. Kami
akan segera kembali ke Selarong. Adakah pesan atau perintah Kanjeng
Pangeran kepada kami semua di sana?
Ya. Tolong sampaikan kepada rakyat Mataram yang ada di Selarong, agar
mereka tidak perlu takut. Takutlah hanya kepada Allah subhana wa
taala, bukan kepada mahluk-Nya. Kita semua akan segera kembali ke
sana dan akan terus berjuang hingga agama Allah ini tegak. Sampaikan
juga rasa terima kasihku karena kesetiaan mereka dengan perjuangan ini.
Mungkin itu saja.
Ketiga laskar puteri tersebut kemudian pamit dan keluar dari tendanya.
Pangeran Diponegoro memerintahkan agar Ki Singalodra mengawal ketiga
tamu itu hingga ke batas Sendangsari.
Bersamaan dengan pulangnya ketiga tamu itu, para sesepuh seperti Kiai
Modjo, Pangeran Bei, dan yang lainnya terlihat berjalan mendekati tenda
Diponegoro. Mereka segera menggelar musyawarah kecil dan akhirnya
sepakat jika malam itu juga seluruh pasukan akan kembali ke Selarong.
Insya Allah, kita akan sampai jauh sebelum ayam jantan berkokok, ujar
Pangeran Diponegoro. Yang lain mengaminkan. []


Untold Story of Pangeran Diponegoro 193

BAB 41

olone Kapten Bouwensch tiba kembali di Benteng Vredeburg saat
hari masih gelap. Tanpa beristirahat terlebih dahulu, Bouwensch
langsung melaporkan semuanya kepada Kolonel Von Jett yang
masih saja berada di ruangan kerjanya. Dengan wajah mengantuk,
Kolonel Von Jett mendengarkan semua laporan kapten yang
bertanggungjawab atas keamanan di seluruh wilayah Karesidenan
Ngayogyakarta Hadiningrat itu.
Kami sengaja tidak menduduki Selarong karena tidak ada urgensinya.
Dan dengan kejadian ini, kami berkesimpulan jika pasukan pemberontak
belumlah cukup kuat untuk melakukan ancaman langsung ke Yogya.
Mereka masih dalam tahap menghimpun kekuatan dan belum mencapai
situasi yang cukup untuk berhadapan dengan kita di sini.
Ya, ya, bisa jadi itu memang benar, ujar Kolonel Von Jett. Namun kamu
juga tidak boleh lengah dengan keberadaan mereka. Ingat, mereka sudah
berani menghadang kita di Pisangan dan merebut semua senjata kita di
sana
Saya kira mereka itu nekat saja. Dan keberuntungan saat itu kebetulan
berada di pihak mereka, Kolonel.
Mungkin saja demikian
Bagaimana dengan perjalananmu, pergi dan pulang?
Aman, Kolonel. Pasukan perintis kita sudah menyingkirkan semua
blokade dan rintangan yang mereka buat untuk menghalangi jalan kita.
Jalur dari sini ke Selarong sudah aman.
Apakah kamu menempatkan pasukanmu di sepanjang jalan itu?
Tidak.
Tiba-tiba Kolonel Von Jett tertawa. Sebentar. Kemudian terdiam dengan
tatapan mata yang tajam ke arah Bouwensch. Kapten Bouwensch yang
berdiri di hadapannya bingung.
K
Untold Story of Pangeran Diponegoro 194

Kapten! Sudah berapa lama Anda mengamankan karesidenan ini!
Siap, Kolonel! Sudah
Belum selesai Bouwensch menjawab, Von Jett menukas, Anda tidak
menempatkan pasukan Anda di sepanjang jalur ke Selarong. Hanya
menyingkirkan semua rintangan yang ada. Bagaimana Anda bisa
meyakinkanku jika jalur itu sudah aman sekarang! Pemberontak itu bisa
saja setiap waktu kembali memblokade dan membuat rintangan-rintangan
di jalan itu dengan bebas. Kapten, Anda benar-benar memalukan dengan
jawaban itu!
Bouwensch menyadari kesilapannya. Dia benar-benar tidak bermaksud
meyakinkan keamanan jalur itu selamanya. Namun nasi sudah menjadi
bubur. Dia sudah salah omong. Dan Kolonel Von Jett sudah menelannya
mentah-menatah. Tapi bagaimana pun dia harus membela diri.
Siap, Kolonel! Saya memang salah dengan kalimat itu. Saya hanya ingin
menegaskan jika selama perjalanan, pergi dan pulang, jalur itu sudah
kami bersihkan. Itu saja
Von Jett duduk dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Anda memang salah Kapten. Tapi sudahlah. Pemberontak memang sudah
ada di mana-mana. Sekarang kamu istirahatkan pasukan dan bekerjalah
kembali seperti biasa. Dan untuk kamu, jangan jauh-jauh dari benteng
ini.
Siap, Kolonel! Terimakasih!
Bouwensch pun menghormat dan balik badan, langsung keluar dari
ruangan Kolonel Von Jett.

Untold Story of Pangeran Diponegoro 195

BAB 42

ugaan Kapten Bouwensch ternyata salah total. Sekembalinya dari
Selarong ke Benteng Vredeburg, hampir di segala penjuru Yogya,
para penduduk keluar rumah dengan membawa berbagai macam
senjata. Mereka berkumpul di alun-alun kampung dan desa untuk
mendengarkan instruksi dari para kepala dan berangkat berbondong-
bondong ke Selarong. Mereka semua mendengar jika Belanda baru saja
menyerang Selarong. Hal ini menimbulkan kemarahan di dalam dada
rakyat banyak dan mereka segera angkat senjata dan pergi ke Selarong
untuk membantu Pangeran Diponegoro dan yang lainnya.
Selain ada yang berangkat ke Selarong, para penduduk sekitar Yogya juga
banyak yang memilih untuk mengepung pusat karesidenan ini sehingga
jantung pemerintahan Karesidenan Ngayogyakarta Hadiningrat tertutup
dari dunia luar. Kraton dan Benteng Vredeburg terkepung. Kolonel Von
Jett tidak bisa melakukan koordinasi dengan markas induk pasukannya
di Semarang. Smissaert tidak bisa berkomunikasi dengan residen-residen
tetangga, dan Danuredjo pun untuk sementara waktu tidak bisa lagi
mengimpor perempuan-perempaun muda yang cantik seperti yang biasa
dilakukannya hampir setiap malam.
Himbauan dan ancaman dari para kaki tangan Patih Danuredjo IV tidak
dipedulikan rakyat. Mereka lebih mematuhi perintah Pangeran Diponegoro
untuk bersama-sama mulai berjuang angkat senjata mengusir kaum kafir
dari Bumi Mataram dan menghancurkan kaki tangannya.
Berkali-kali usaha menembus blokade ini menemui kegagalan, dari cara-
cara halus dengan bujuk rayu dan sebagainya hingga menggunakan
ancaman dan juga kekerasan. Hingga setelah tiga hari terkepung, maka
para pembesar Karesidenan Yogya boleh merasa sedikit lega
ketika Ritmeester Raden Mas Soewongso berinisiatif untuk menjebol
pengepungan dan mengontak Solo untuk memberitahukan tentang
pengepungan itu. Ritmeester Raden Mas Soewongso adalah komandan
Legiun Mangkunegaran yang sedang diperbantukan di Karesidenan
Ngayogyakarta Hadiningrat sejak penyerangan ke Puri Tegalredjo beberapa
hari lalu. Ketika mendengar usulannya, Danuredjo kontan tersenyum
D
Untold Story of Pangeran Diponegoro 196

lebar. Sedangkan Smissaert dan yang lainnya hanya memberinya
dukungan.
Danuredjo berharap, pengepungan Yogya oleh laskar-laskar pendukung
Diponegoro bisa segera berakhir atau dipatahkan, agar dia bisa kembali
kepada hobinya: mencari perempuan-perempuan cantik untuk
diboyongnya ke tempat tidur. Sebab itu, dia sangat mendukung inisiatif
yang diambil oleh Raden Mas Soewongso yang akan menjebol
pengepungan itu dengan pasukan Legiun Mangkunegaran yang tersisa.
Keesokan harinya, hanya beberapa menit sebelum adzan subuh bergema,
diam-diam Raden Mas Soewongso memimpin pasukannya yang terdiri dari
25 pasukan infanteri dan 12 dragonder
68
keluar dari Kraton. Dengan
penuh keberanian, bahkan nekat, mereka mencoba menerobos garis
pengepungan yang dilakukan para laskar Diponegoro. Pertempuran jarak
dekat pun tak terhindarkan. Korban berjatuhan di kedua belah pihak di
hari yang masih terasa dingin itu.
Pasukan Legiun Mangkunegaran sendiri tinggal sisa dua dragonder. Raden
Mas Soewongso segera memacu kudanya diiringi dua orang dragonder
yang masih tersisa dari seluruh pasukannya. Sejumlah laskar berkuda
mengejarnya di belakang.
Kejar-kejaran terjadi di pagi-pagi buta itu. Nyaris mencapai Kalasan, dari
kudanya yang berlari kencang, seorang laskar Diponegoro menembakkan
batu dari ketapelnya dan tepat mengenai kepala bagian belakang dari
Raden Mas Soewongso. Pimpinan Legiun Mangkunegaran itu pun pingsan
dan terjatuh dari kudanya. Setelah sempat terseret beberapa puluh meter
dari kudanya, lelaki itu menggeletak di jalan. Dua orang Dragonder yang
tersisa akhirnya menyerah. Mereka kemudian dibawa oleh laskar
Diponegoro ke Selarong untuk dihadapkan kepada Pangeran Diponegoro.
Setibanya di Selarong, Raden Mas Soewongso yang sudah siuman diberi
pengobatan pada kepala bagian belakangnya. Pangeran Diponegoro
bersama sejumlah sesepuh menengoknya di dalam sebuah rumah yang
dijadikan tempat pengobatan. Dengan sikap bersahabat, Diponegoro
memberi salam dan menyapa putera mahkota Kraton Mangkunegaran ini.

68
Kesatuan kavaleri ringan atau infanteri berkuda.
Untold Story of Pangeran Diponegoro 197

Bagaimana kepalamu?
Alhamdulillah, sudah agak baikan.
Saya kesini dalam rangka mengajak saudaraku untuk bergabung dalam
kafilah jihad ini, mengusir kaum kafir Belanda dari Bumi Mataram yang
sama-sama kita cintai ini. Apakah saudaraku mau bergabung dengan
kafilah kami?
Raden Mas Soewongso menggelengkan kepalanya. Namun Pangeran
Diponegoro tidak marah. Dengan senyum yang tulus dia berkata,
Pertimbangkanlah kembali tawaranku ini saudaraku. Ini adalah tugas
suci dari Allah subhana wa taala. Al-Jannah adalah jaminannya. Saya
beri waktu dua hari untukmu berpikir. Kami tidak akan menyiksamu dan
tidak akan menyakitimu. Jika kamu memerlukan apa pun, bilang saja
pada kami, insya Allah kami penuhi
Akhirnya Diponegoro bersama para sesepuh lainnya minta diri. Dan
benar, seperti yang Diponegoro katakan, dua hari kemudian dia datang
kembali dan menanyakan hal yang sama. Namun sikap Raden Mas
Soewongso tidak berubah.
Maaf, saya tetap pada jalanku ini. Lebih baik mati di sini ketimbang
mengkhianati mertuaku. Terserah apa yang hendak engkau lakukan
padaku ini, jawab Raden Mas Soewongso ketus.
Diponegoro dan sesepuh yang lainnya tidak berkata apa-apa lagi. Setelah
mengucapkan salam, mereka semua pergi meninggalkan Raden Mas
Soewongso yang masih dijaga oleh sejumlah laskar.
Lepaskan dia dan dua pengawalnya dengan baik. Kawal sampai
Delanggu, bisik Pangeran Diponegoro kepada dua orang penjaga yang
berdiri di depan rumah yang dijadikan tempat menginap Raden Mas
Soewongso dan dua orang pengawalnya. (Bersambung)

Sumber: http://www.eramuslim.com/novel/

Anda mungkin juga menyukai