ridak diperdagangkan
Untuk umum
J
Milik Departemen P dan K
em a •
Slamet Riyadi
Suwaji
'
.
-)epartemen
....
fTendidikan dan Kebu&clyaan
-
..
•
J Alih aksara
SLAMET RIYADI
Alih Bahasa Bebas
SUWAJI
•
•
•
••
..
- •
Diterbitkan oleh
- Proyek Penerbitan Buku 'sastra
Indonesia dan Daerah
Hak pengarang dillndungi ~dang-undang
..
•
•
KATA PENGANTAR
Jakarta, 1981
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah
•
DAFTARISI
'
-
..1
•
I. (Dandanggula)
Babad Demak ini ditulis pada hari Kamis, tanggal 8 Zulkae-
dah, wuku Wugu, windu Adi, tahun Alip 1835 (sara bahning
slireng rat) a tau tahun 1323 Hijrah (guna dhesthi lir daharlil
sasra), dan bert epa tan pula dengan tanggal 5 J anuari 1906. ( ra- . .
sa nir trustheng rupa). Penulisan babad ini atas kehendak sul-
tan Yogyakarta yang ketujuh untuk melanjutkan babad perta-
ma yang telah ditulis sebelumnya. Yang diperintahkannya me-
mimpin pelaksanaan penulisan babad ini ialah Raden Tumeng-
gung. Suryadi,. yaitu putra Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mang-
kubumi. Kebetulan Raden Tumenggung Suryadi ini juga sebagai
menantu .raja Yogyakarta yang .keenam, sedangkan Pangeran .
Adipati Mangkubumi adalah adik raja Y ogyakarta yang ketujuh
dan juga sebagaj cucu raja yang kelima.
Cerita bq.bad ini dimulai sesudah Prabu Brawijaya meng-
hilang di hutan Panggerit. Sepeninggal Prabu Brawijaya itu, para
sentana dan para prajurit bersedih hati. Hanya putra Prabu Bra-
wijayalah yang mereka harapkan dapat menggantikan kedudu-
kan Prabu Brawijaya menjadi raja, yaitu Raden Angkawijaya.
Dialah yang mereka pandang pantas menjadi raja. Karena se-
• •
jak semula ia memang sudah dicalonkan menjadi raja, maka de-
ngan senang hati semua orang menerima penobatannya. Setelah
dinobatkan menjadi raja, Raden Angkawijaya tetap memakai
nama almarhum ayahnya, Prabu Brawijaya. Namanya sebagai
raj~ terkenal di se!lJ!uh dunia dan di J ~w~ tiada raja l~in . ya~g
•
menyamamya.
Menghilangnya Prabu Brawijaya di hutan tadi diikuti pula
oleh pCJ,tihnya, yaitu Patih Banteng. Patih Banteng ini mening-
galkan seorang anak laki-laki yang bernama Raden Gajah. Atas
\
kehendak Prabu Brawijaya, raja bam itu, · Raden Gajah diang-
kat ·=m
- -enjadi · patih, menggantikan ayahnya dengan nama Patih
Gajahmada. Ia mendapat tugas memimpin seluruh prajurit Ma-
japahit. Kerajaan Majapahit makin lama makin rarriai, murah
sand~ng pangan, dan aman serta tenteram. Semua rakyat meng-
abdi kepada Prabu Brawijaya dengan perasaan senang. - . -
Pada suatu malam hari Prabu Bra~ijaya be11nimpi kawin
9
dengan putri cantik dari Cempa. Di dalam mimpinya itu seolah-
olah Prabu Brawijaya tidur bersama-sama dengan putri Cempa
•
itu sebagai suami istri. Karena mimpinya itul~ kemudian Pra- ..
bu Brawijaya jatuh cinta kepada putri Cempa. Raden Arya Pa-
I nular diutusnya pergi menghadap raja Cempa untuk melamar
putrinya. Sesampainya di sana, maksud kedatangannya itu di-
sampaikannya kepada raja Cempa. Meskipun raja Cempa sen-
diri sangat setuju dengan lamaran itu, tetapi ia belum membe-
rikan jawaban dengan terns terang kecuali seolah~lah hanya
ingin m~rendahkan dirinya ~ Di samping itu, ia juga lebih dahulu
ingin menanyai putrinya.
Raja Cempa menemui putrinya di istana. Karena raja Cem-
pa mempunyai dua orang putri, maka putrinya yang tertualah
yang dipanggilnya. Dikatakanlah oleh raja Cempa itu kepada
putrinya bahwa ia dilamar oleh Prabu Brawijaya dari Majapa-
hit. Banyak sekali nasihat yang disampaikan raja Cempa kepa-
da putrinya itu dengan maksud supaya putrinya itu kelak men-
jadi istri raja yang baik. Dalam nasihatnya itu raja Cempa an-
tara lain menyarankan kepada putrinya itu supaya pandai-pan-
dai menempatkan diri, berhati-hati, dapat menyimpan rahasia
laki-laki, dapat membedakan perkataan yang baik dan yang bu-
ruk, melaksanakan dengan senang hati kehendak suaminya, ti-
dak berbuat sekehendak hatinya, berguru kepada suaminya, ti-
. .
dak beranggapan bahwa suami dan istri itu sama, tiqak berla-
gak pandai, dan yang penting pula adalah dapat mengimbangi
keinginan suami dengan keindahan perasaan cinta yang tulus.
Sebagai contoh, raja Cempa menunjukkan seorang putri yang
pada jaman dahulu. menjadi suri teladan bagi para istri, yaitu
Dewi Drupadi, putri Cempalaarja. Ia dikawinkan dengan Danna-
putra, raja Amarta. Ketika Drupadi datang di Amarta, Darma-
putra yang ketika itu berada di keraton tidak menjemputnya.
Drupadi sangat malu karenanya, .dan bahkan ia sampai pingsan.
Setelah siuman kembali, Drupadi oleh Ywang Narada diperin-
tahkan supaya terns saja menghadap dan menyembah Dattna-
putra. Sudah menjadi kelaziman, istri raja mesti datang mengha-
dap dan menyembah suaminya.
10
Atas perintah raja Cempa, ayahnya, sang putri berdandan
baik-baik dan kemudian menghadap ayahnya itu di balai peng-
hadapan. Raden Arya. Panular, utusan dari Majapahlt, oleh raja
•
Cempa dipanggil menghadap. Di saria raja Cempa menyerahkan
putrinya kepada Raden Arya Panular supaya dibawa ke Maja-
pahlt. Dalam perjalanannya pulang, Raden Arya Panular sing-
gab di Gresik. Untuk sementara, putri Cempa itu ditinggalkan-
nya di Gresik. Atas saran Raden Arya Panular, Prabu Brawija-
ya kemudian berkenan menjemput putri Cempa itu ke Gre-
sik. ,
n. (Mijil)
Sesampainya di Majapahit, sang putri langsung diajaknya
menuju istana. Sang putri telah resmi menjadi istri Prabu Bra-
wijaya dan kem}'dian mendapat gelar Ratu Darawati. .
Beberapa waktu kemudian setelah Ratu Darawati berada
di Majapahit, negara Cempa kedatangan tamu dari Arab, yaitu
Ibrahim, saudara muda Sultan Syarif. Tujuan kepergiannya dari
Arab itu sebenarnya akan mengislamkan seluruh Jawa. Nama-
nya kemudian digantinya dengan Syeh Wall Lanang. Setibanya
di negara Cempa, ia dapat bertemu sendiri dengan raja Cempa.
Atas kehadirannya itu, raja Cempa kemudian memeluk agama
, Islam pula. Syeh Wall Lanang lama tinggal di Cempa, dan bah-
kan ia telah diambil sebagai menantu raja Gempa, dikawinkan
dengan adik Ratu Darawati.
Yang terjadi di Majapahit lain lagi kisahnya. Di sebuah hu-
tan rimba hiduplah dua raksasa, laki-laki dan perempuan, kakak
beradik. Raksasa perempuan sedang gila asmara. Ia sangat ingin
diperistri Prabu Brawijaya. Meskipun dilarang oleh raksasa laki-
laki, kakaknya, ia tetap tidak mau mengurungkan niatnya itu.
Dengan pertolongan Betari Durga, berubahlah wujud raksasa
perempuan itu menjadi seorang wanita yang cantik sekali, hi-
lang sifat-sifat keraksasaannya. Wanita cantik ini kemu~ian meng-
hadap Prabu Brawijaya. Namanya adalah Rara Endang. Demi
melihat Rara Endang, tergiurlah hati Prabu Brawijaya. Akhir-
nya, Rara Endang diperistri oleh Prabu Brawijaya. Beberapa
11
'
..
..
waktu kemudian ia hamil pula. Ketika itu ia mengidam daging
mentah. Karena makan daging mentah itu, seketika kembalilah
perwujudan Rara Endang menjadi raksasa perempuan yang
menakutkan. Dengan perasaan puas, cepat<epat ia kembali la-
gi ke hutan ketika mengetahui Prabu Brawijaya akan membu-
nuhnya.
Berselang beberapa bulan kemudian, rnksasa perempuan
yang kembali ke hutan itu melahirkan seorang anak laki-laki
yang bagus rupanya. Anak laki-laki itu kemudian dikenal dengan
nama Raden Dilah. Setelah dewasa, Raden Dilah ingin menca-
ri ayahnya yang sebenarnya, yaitu Prabu Brawijaya. Walaupun
dihalang-halangi oleh ibu dan pak tuanya, ia tetap bersikeras
· akan mencari ayahnya itu.
Ill. (Pocung)
Ibu Raden Dilah berlinang air matanya karena tidak ber-
hasil menegahkan kehendak anaknya itu. Akhirnya, ia merela-
kan juga kepergian anaknya itu, demikian juga pak tua Raden
Dilah. Berangkatlah Raden Dilah menuju Majapahit. Di sepan-
jang jalan yang dilaluinya banyak sekali wanita yang memper-
hatikannya. Mereka jatuh cinta melihat keelokan rupa Raden
Dilah.
Ketika Raden Dilah tiba di Majapahit, kebetulan ketika
itu Prabu Brawijaya sedang dihadap oleh para hambanya. Atas
perintah Prabu Brawijaya, dengan senang hati Raden Dilah da-
tang menghadap di balai penghadapan seperti orang-<>rang lain-
nya yang sedang menghadap di sana. Sampai lama Prabu Bra-
wijaya memperhatikan Raden Dilah itu, dan hatinya pun mulai
tertarik kepadanya. Oleh karena itu, Raden Dilah yang datang
dengan maksud akan mengabdi itu oleh Prabu Brawijaya diteri-
ma dengan senang hati.
Beberapa waktu kemudian setelah Raden Dilah berada
di Majapahit, Prabu Brawijaya bettnaksud akan pergi berceng-
kerama ke hutan dengan tujuan mencari binatang-binatag hu-
tan. Pada saat itu Raden Dilah, disebut juga Jaka Dilah, mem-
beranikan diri menegahkan kehendak Prabu . Brawijaya itu. Ia
12
,
IV. (Kinanti)
Binatang-binatang hutan yang sudah berada di alun-alWl
itu oleh Prabu Brawijaya akan dijadikan sasaran perburuan.
Para prajurit diperintahkan · mengepung binatang-binatang itu.
Prabu Brawijaya sendiri dengan pedatinya menerjang ke tengah
alun-alun dan melepaskan panahnya. Karena banyaknya tombak,
panah, ataupun lembing yang datang dari berbagai arah, maka
binatang-binatang hutan yang banyak itu banyak pula yang ma-
ti terbunuh. Yang masih hidup berlindung di bawah pohon be-
ringin kembar. Binatang-binatang yang terus didesak oleh para
prajurit ini segera lari menetjang barisan prajwit yang menge-
pungnya. Para prajwit geger dan cerai-berai karena amukan ha-
13
-
•
• •
-
•
rimau dan singa yang masih terhindar dari pembunuhan. Orang-
orang yang memanjat pohon beringin banyak yang jatuh karena
kuatnya goncangan pohon yang mereka panjat itu, dan banyak
pula yang tewas. Hanya dengan keroyokan para prajurit, bina-
tang-binatang buas yang mengamuk itu dapat diatasi, dan bah-
kan semua binatang yang berada di sana telah habis terbunuh.
Sesudah kejadian itu, dalam suatu pertemuan Prabu Bra-
wijaya memutuskan bahwa Jaka Dilah diangkat menjadi adipati
di negara Palembang dengan nama Adipati Arya Damar. Di sam-
ping itu, Jaka Dilah oleh Prabu Brawijaya diangkat sebagai anak-
nya pula. Karena kedudukan barunya itu, Jaka Dilah kemudi-
.~an pergi meninggalkan Majapahit. Dari Majapahit ia menuju
Gresik dan beristirahat pula di sana.
Kepergian Jaka Dilah atau Arya Damar ke Gresik itu kemu-
dian disusul oleh Patih Gajahmada. Kedatangan Patih Gajah-
mada di Gresik itu karena diutus Prabu Brawijaya supaya menye-
rahkan seorang putri Cina kepada Arya Damar. Putri Cina itu
sebenarnya adalah istri muda Prabu Brawijaya sendiri, tetapi
karena Ratu Darawati tidak mau dipettnadukan, maka putri
Cina itu oleh Prabu Brawijaya diberikan kepada Arya Damar
supaya diperistri. Meskipun putri itu sudah mengandung, Arya
Damar menyatakan mau menerimanya dengan senang hati ka-
rena pemberian itu memang atas kehendak Prabu Brawijaya •
sendiri. Setibanya kembali di Majapahit, Patih Gajahmada me-
laporkan hal itu kepada Prabu Brawijaya. Senang sekali _!lati
Prabu Brawijaya karenanya.
Sementara itu Maulana Ibrahim, yang dahulu kawin dengan
putri Cempa, telah mempunyai dua orang anak laki-laki yang
elok-elok rupanya. Masing-masing bernama Raden Rahmat dan
Raden Alip. Keduanya bertnaksud akan pergi ke Majapahit.
Di samping minta pamit kepada ayahnya, sebelum berangkat me-
reka berpamitan pula -kepada raja Cempa. Setelah menerima
nasihat-nasihat raja Cempa itu, mereka segera berangkat berla-
yar ke Majapahit.
V. (Dudukwuluh)
Selama menempuh perjalanan di laut mereka berdua selalu
14
• •
-
memohon syafaat agar petjalanan mereka selamat sampai di
tempat tujuan. Sesuai dengan tujuan petjalanan, di tiap desa
yang mereka singgahi selalu menyebarkan ajaran agama Islam.
Sesampainya di Majapahit, segera mereka mendapat kesempat-
an menghadap Prabu Brawijaya. Di dalam kesempatan itulah Pra-
bu Brawijaya mengerti bahwa Raden Rahmat dan Raden Alip
sebenarnya adalah kemenakan Ratu Darawati sendiri. Kehadiran
mereka berdua di Majapahit mendapat sambutan baik sebab
di samping mereka masih dekat hubungan kekeluargaannya
dengan Ratu Darawati, di sana mereka juga menyebarkan ajar-
an agama Islam.
Lama Raden Rahmat dan Raden Alip berada di Majapa-
hit. Raden Rahmat kemudian oleh Prabu Brawijaya dikawin-
kan dengan Dyah Manila, anak Arya Teja dari Tuban. Raden
Alip dikawink~ dengan sentana Prabu Brawijaya sendiri, dan
oleh Prabu Br4wijaya ia ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat
mendapa tempat di Ampelgading dengan nama Sunan Ampel.
Semua orang oleh Prabu Brawijaya diizinkan memeluk aga-
ma Islam meskipun Prabu Brawijaya sendiri belum ingin meme-
luk agama Islam itu.
Makin
•
lama Ampelgading makin kelihatan maju dan be-
sar. Orang Majapahit banyak yang sudah memeluk agama Is-
. lam yang diajarkan Sunan Ampel di sana. Salah seorang putra
Sunan Ampel sendiri terkenal dan menjadi waliullah. Prabu
Satmata namanya. Karena tempat tinggalnya di Gunung Muria,
ia terkenal pula dengan sebutan Sunan Gunung Muria. Adik-
nya bernama Syeh Benton dan Maulana Iskak. Mereka menjadi
imam di sana pula. Putra Sunan Ampel yang sulung bernama
Sunan Bonang. Sejak semula ia tidak akan kawin selama lamanya.
Zakarnya bahkan telah dipotong dan diciptanya menjadi se-
buah keris, Kalamunyeng namanya. Keris ini menjadi pusaka
yang ampuh dan telah diberikan kepada adiknya, Sunan
Gunung Muria.
VI. (Sinom)
Setelah negaranya jatuh, dengan ketakutan Prabu Daya-
15
...
16
•
17
•
• .. . .... .
-
Jaka Sengara itu seorang jelmaan dewa yang menguasai Gunung
Kendalisada. Namanya adalah Resi Mayangkara. Dari Resi Ma-
yangkara ini Jaka Sengara menerima wejangan yang berupa tiga
buah aji. Sehabis menyampaikan wejangan itu, Resi Mayang-
kara menyarankan supaya Jaka Sengara mengabdikan diri ke-
pada raja Majapahit.
Kebetulan negara Majapahit sedang menghadapi suatu ma-
salah yang belum terpecahkan. Sudah lama raja Bali tidak mau
menghadap Prabu Brawijaya. Rupanya ia bettnaksud akan mem-
bangkang sehingga Prabu Brawijaya sangat marah karenanya.
Namun demikian, Prabu Brawijaya menginginkan agar Bali da-
pat ditaklukkan tidak dengan peperangan meskipun Patih Ga-
jahmada mengusulkan supaya Bali diperangi saja. Dalam keada-
an yang demikian ·inilah Jaka Sengara yang belum lama berada
di Majapahit merasa mendapat kesempatan. Di hadapan Patih
Gajahmada ia mengatakan kesanggupannya menaklukkan Bali.
Oleh Patih Gajahmada pun hal ini segera dilaporkan kepada Pra-
bu Brawijaya.
Jaka Sengara kemudian dipanggil menghadap Prabu Bra-
wijaya. Demi mengetahui Jaka Sengara, Prabu Brawijaya ter-
ingat akan saudaranya di Pengging, yaitu Prabu Dayaningrat,
yang menurut penglihatannya mirip dengan Jaka Sengara itu.
Dihadapan Prabu Brawijaya, Jaka Sengara mengulangi pernyata-
an tentang kesanggupannya menaklukkan Bali. Oleh karena itu,
ia segera diperintahkan berangkat oleh Prabu Brawijaya dengan
diikuti oleh prajurit Pajang yang dipimpin oleh Pancakarya. -
Vlll. (Pangkur) I •
18
•
19
•
I
IX. (Dandanggula)
Upacara perkawinan antara Dayaningrat dan Dyah Manda-
yaresmi diselenggarakan dengan meriah. Prabu Brawijaya puas
atas perkawinan itu, apalagi kemudian sepasang pengantin barn
tampak hidup rukun dengan penuh kasih sayang. Sebulan se-
telah hari perkawinannya itu, dua sejoli itu dipanggil mengha-
dap Prabu Brawijaya. Di sana Prabu Brawijaya menyampaikan
pesan dan nasihat kepada Dayaningrat serta istrinya sebelurn
mereka ini diperintahkannya meninggalkan Majapahit untuk
kemudian menuju Pengging. Sebagai penguasa di Pengglng, Adi-
pati Dayaningrat menerima wasiat yang berupa keris, tombak,
dan canang Udanarum. Semuanya ini sebenarnya dulu ber-
asal dari Resi Dayaningrat yang menghilang meninggalkan nega-
ranya.
Di samping putrinya yang baru dinikahkan dengan Adi-
p~ti Dayaningrat tersebut, Prabu Brawijaya masih mempunyai
lagi beberapa putra. Putranya yang sulung dengan Ratu Dara-
wati bernama Lembupeteng, tempat tinggalnya di Madura. De-
ngan istrinya yang berasal dari Bagelen, Prabu Brawijaya mem-
punyai seorang putri yang telah menikah pula. Putra Brawija-
ya yang lain adalah Raden J aranpanolih yang telah diberinya
kekuasaan · di Pamekasan. Seorang putrinya lagi ada yang dika-
winkan pula dengan Gawong. Berikutnya adalah Raden Betara
Katong, yaitu Putra Prabu Brawijaya yang berada di Panaraga.
Putra Prabu Brawijaya yang berbeda dengan saudara-saudara-
nya yang lain adalah Raden Gugur. Ia adalah seorang pertapa
di Gunung Lawu, dan di sana ia memetintah bangsa siluman.
Prabu Brawijaya, yaitu Prabu Brawijaya yang telah me-
•
ninggal dengan cara menghilang dulu itu, mempunyai seorang
20
- ...
X. (Asmar,&.na) •
22
•
24
\
Xlll. (Megatruh)
Terkejutlah kedua orangjuru sungging yang masih di atas
demi merasakan layang-layangnya terbawa angin. Mereka sudah
merasa akan menemui ajalnya karena kehendak Prabu Brawi-
jaya. Layang-layang terus membubung mengikuti arab angin.
Prabakara dan Purbengkara menangis. Yang dipikirkannya ha-
nyalah anak dan istrinya. Mengetahui nasib malang yang me-
nimpa kedua orang juru sungging itu, Dewa Citragota segera
mengejar layang-layang raksasa itu. Setelah terkejar, layang-
layang itu segera__Jlltangkap dan kemudian dibawanya ke ka-
yangan. Sesampainya di kayangan, Dewa Citragota mene-
rangkan kepada Prabakara dan Purbengkara masalah perbuat-
an manusia di dunia, baik perbua~an yang betul maupun per-
buatan yang salah. Berdasarkan catatannya, Dewa Citragota
menilai bahwa kedua orang juru sungging yang malang itu te-
lah mengabdi dan melaksanakan perintah rajanya dengan sung-
guh-sungguh. Oleh Dewa Citargota, Pra}?akara dan Purbengkara
kemudian diajak melihat beberapa benda kayangan yang terti-
hat di sana.
Rupanya kedua orang juru sungging itu telah merasa se-
nang tinggal di kayangan atau di surga. Ketika Dewa Citrago-
ta memerintahkannya supaya kembali ke dunia, mereka ber-
dua menyampaikan keinginannya tetap tinggal di surga. Dengan
agak marah ·o ewa Citragota segera memegang dan kemudian
melemparkan kedua orang itu ke bawah. Bagaikan kilat me-
reka meluncur ke bawah dan jatuh sendiri-sendiri di tempat
yang terpisah. Prabakara jatuh lebih dulu di negara Sepanyol,
sedangkan Purbengkara yang lebih kemudian jatuh di· negara
Cina. Sifat kemanusiaan mereka sekarang telah hilang, dan ke-
kuasaannya pun melebihi jin. Tanah Jawa dan negara seberang
telah mereka kuasai.
27
•
..
XIV . . (Sinom)
Nyai Randa di Tarub senang sekali mengasuh anaknya yang
dahulu diperolehnya dari Syeh Maulana Magribi. Anaknya itu
sekarang telah besar dan terkenal dengan nama Jaka Tarub.
Kegemaran Jaka Tarub adalah berkelana di hutan. Karena ke-
gemarannya itu, ia sering meninggalkan dan bahkan melupakan
rumahnya. Ibunya inenjadi sedih karenanya. Maksud ibunya,
Jaka Tarub supaya tidak usah pergi ke hutan sebab dapat mem-
bahayakan keselamatan dirinya. Di samping itu, di rumah te-
\ lah tersedia barang-b~rang yang menyenangkan hati. Dan lagi,
apa pun yang diminta Jaka Tarub akan dipenuhi oleh Nyai
Randa asalkan Jaka Tarub juga mau menurut kehendak ibu-
nya itu. Lebih daripada itu, Nyai Randa juga sangat mengingin-
kan supaya Jaka Tarub mau segera kawin, tetapi rupanya Jaka
Tarub sama sekali belum berniat kawin.
Pagi-pagi Jaka Tarub pergi lagi ke hutan dengan memba-
wa sumpitan sangkur. Dengan berani ia masuk hutan seorang
diri. Sesampainya di sana, ia mendengar ada seekor burung per-
kutut sedang berbunyi. Karena tertarik akan keindahan bu-
-
nyi burung itu, Jaka Tarub kemudian mendekatinya. Ke ma-
na pun perginya burung itu, Jaka Tarub selalu mengikutinya.
Sampailah ia kemudian di sebuah telaga yang jernih sekali air-
nya. Kebetulan di sana ada lima orang bidadari yang sedang
mandi. Kelima orang bidadari dari kayangan itu adalah Ga-
gattnayang, Mayangsari, Surendra, Sukarsih, dan Nawangwu-
lan. Sebenarnya tujuan Jaka Tarub sampai di tempat itu hanya
ingin mengejar seekor burung perkutut yang selalu menggoda
hatinya, t etapi ternyata burung itu tidak terlihat lagi. Bunyi-
28
•
XV. (Kinanti)
Tidak lama kemudian Jaka Tarub telah tiba kembali di
tempat persembunyiannya semula. Pada saat itulah para bida-
dari yang masih asyik mandi di telaga merasa mencium bau
manusia. Cepat-cepat mereka, kecuali Nawangwulan, naik ke
darat dan segera terbang ke angkasa. Karena pakaiannya hilang,
Nawangwulan tidak . lagi dapat terbang seperti teman-teman- •
29
rapkan Nawangwulan dari Jaka Tarub adalah pertolongannya.
Setiap kali pembicaraan Jaka Tarub menyinggung rnasalah ikat-
an suami istri, Nawangwulan selalu menghindarinya. Jaka Ta-
rub merasa agak kecewa atas sikap Nawangwulan yang demi-
kian itu. Namun demikian, Jaka Tarub terns berusaha mende-
sak hati Nawangwulan supaya terbuka baginya. Setel~ lama
berpikir dan mempertirnbangkan masak-masak maksud Jaka
Tarub , Nawangwulan kemudian bersedia menerirna kehendak
Jaka Tarub . itu. Mendengar kesanggupan Nawangwulan, Jaka
Tarub· kemudian menyerahkan pakaian yang dibawanya dan
rumah kepada Nawangwulan. Dengan senang hati Jaka Tarub
membawa Nawangwulan ke desa Tarub. Di sepanjang perjalan-
an mereka berdua selalu bersenang-senang seperti halnya ke-
tika .Arjuna pulang bersama-sama dengan Dewi Supraba sete-
lah berhasil dalarn peperangannya melawan N ewata.
Nyai Randa, ibu Jaka Tarub, senang sekali hatinya mene-
rima kedatangan anaknya yang telah menikah dengan Nawahg-
wulan yang cantik itu. Di sana Nawangwulan selalu dihibur ha-
tinya oleh Jaka Tarub supaya senang, tetapi agaknya ia masih
tergoda hatinya atas nasib yang menimpa dirinya. Walaupun
demikian, pada hari-hari berikutnya pasangan baru itu berha-
sil membangun rumah tangga di dalam kerukunan dan keda-
maian. Beberapa waktu kemudian mereka dikaruniai seorang
anak perempuan yang elok pula rupanya. Namanya adalah Na-·
wangsih, mirip dengan nama ibunya. -
Jaka Tarub sayang sekali kepada anaknya itu. Anehnya,
ketika kira-kira baru berumur tiga bulan, bayi itu menangis
sejadi-jadinya. Oleh Jaka Tarub bayi itu kemudian disusul-
kan kepada ibunya yang kebetulan pada saat itu sedang me-
ngukus nasi di dapur. Karena tidak ada orang lain, Nawang-
wulan bertnaksud akan memanggil pembantunya ke telaga sam-
bil menggendong anaknya itu. Jaka Tarub dimintaQya supaya
menunggu~ nasi yang belurn masak di dapur, tetapi dengan pe-
san supaya tidak berbuat sesuatu yang tidak semestinya. Mung-
kin sudah menjadi kehendak Tuhan, Jaka Tarub lupa akan pe-
san istrinya. Dengan perlahan-lahan tutup kukusan dibukanya.
30
\
XVI. (Mijil)
Kesedihan hati yang mendalam tidak hanya diderita oleh
Nawangwulan. Yang ditinggalkannya pun sama pula penderita-
an hatinya. Jaka Tarub sedih karena memikirkan anaknya yang
telah ditinggalkan pergi ibunya, tetapi ada juga hal yang masih
dapat melegakan hatinya. Sebelum meneruskan perjalanannya
31
'
32
J
•
•
an yang luar biasa. Tidak hanya para perawan saja yang jatuh
cinta kepadanya, tetapi orang laki-laki pun banyak yang men-
datangi Bondangejawan.
XVII. ( Dandanggula)
Senyampang pada waktu itu Bondangejawan tidak ada di
rwnah, Ki Juru Sawah bettnaksud akan pergi mengantarkan
beras ke keraton Majapahit . Istrinya dipesannya supaya tidak
memberitahukan hal itu kepada Bondangejawan sebab jika ta-
hu, ia pasti ikut. Sepeninggal Ki Jwu Sawah, Bondangejawan
pulang dari kepergiannya. Tahulah ia dari keterangan ibunya
bahwa ayahnya pergi. Segera Bondangejawan pergi menyusul
ayahnya itu meskipun Nyai Juru, ibunya, melarangnya. Hanya
seorang diri ia berangkat ke keraton Majapahit.
Setibanya -di--sana, ia langsung menuju balai penghadapan .
Ki Juru Sawah terkejut demi m engetahui Bondangejawan telah
berada di sampingnya. Atas pertanyaan Ki Juru Sawah, Bon-
dangejawan menyatakan keinginannya akan mengetahui k eada-
an dalam puri dan akan menabuh gong supaya bunyinya ter-
dengar m.enggema. Gamelan Sekardlima dan Keboganggang yang
terdapat di dalam puri dikatakannya sebagai miliknya sendiri. '
Ki Juru Sawah melarang maksud anaknya yang seperti it u, t e-
' tapi dengan lebih dahulu menyikut Ki Jwu Sawah kuat-kuat ,
Bondangejawan dapat masuk ke dalam puri. Segera gong Sekar-
dlima dan Keboganggang ditabuhnya bertubi-tubi. Prabu Bra-
wijaya terkejut mendengar bunyi gong itu dan marah pula ka-
renanya.
Dari keterangan utusannya, Prabu Brawijaya mengetahui
•
33
dengan Bondanserati, putranya dengan Ratu Darawati.
Seperti ada sesuatu yang dirahasiakan, Prabu Brawijaya
kemudian berkata kepada Ki Juru Sawah dengan cara berbisik.
Dikatakan olehnya bahwa negara Majapahit sudah hampir ja-
tuh. Oleh karena itu, Ki Juru Sawah diperintahkannya supaya
mengabdikan Bondangejawan ke Tarub. Dikatakan pul~ selan-
jutnya oleh Prabu Brawijaya bahwa menurut pernujuman, yang
menjatuhkan Majapahit nanti adalah keturunannya sendiri ju-
ga. Nanti yang akan menjadi raja adalah Bondangejawan sam-
pai kepada keturunan-keturunannya. Tanah Jawa akan dikua-
sainya. Negara-negara seberang akan tw1duk juga. Demikian
kata Prabu Brawijaya kepada Ki Juru Sawah.
Sebelum berangkat ke Tarub , Bondangejawan oleh Pra-
bu Brawijaya diberi dua buah keris pusaka, yaitu Jangkung-
pacar yang sekarang namanya diganti dengan Kiai Culik dan
yang sebuah adalah Jaka Mendung. Di samping itu, Bondange-
jawan menerima pula pertnata sebagai tanda bahwa ia adalah
putra Prabu Brawijaya.
Dari Majapahit Bondangejawan dan Ki Juru Sawah ber-
maksud akan langsung menuju Tarub. Sesampainya di tengah
sebuah hutan, mereka berdua beristirahat. Kebetulan di tern-
pat itu kemudian datang pula kawanan penjahat yang terdiri
dari empat orang. Mengetahui pakaian Bondangejawan yang
serba bagus, mereka bertnaksud akan merampasnya.
-
XVIII. (Durtna)
Bondangejawan sama sekali tidak .takut menghadapi me-
reka itu. Terjadilah kemudian perkelahian yang sengit. Dengan
perjuangan yang berat akhirnya Bondangejawan berhasil mene-
waskan tiga orang lawannya. Tinggallah seorang di antara para
penjahat itu yang hidup, yaitu Soma, tetapi ia telah bertobat
dan bettnaksud akan ikut Bondangejawan. Bondangejawan pun
menerirnanya sebagai ternan baru.
Kedatangan Ki Juru Sawah dan Bondangejawan di Tarub
telah diketahui sebelumnya oleh Ki Ageng . Tarub. Oleh karena
itu, Ki Ageng Tarub sebelumnya telah menyuruh anaknya, Na-
34
\
XIX. (Sinom)
Bondangejawan di Tarub merasa telah menemukan sesua-
tu yang dicarinya. Siang dan malam hanya ajaran-ajaran Ki Ageng
Tarub yang diperhatikannya. Di samping elok rupanya, Bon-
dangejawan memang pandai menerima petunjuk-petunjuk gaib
dari Ki Ageng Tarub. Senang sekali Ki Ageng Tarub meneri-
ma kehadiran Bondangejawan di sana sebab yang diasuhnya itu
adalah putta raja:--I)i samping itu, Ki Ageng Tarub rupanya me-
rasa bahwa Nawangsih akan mendapat tunangan. Atas anjur-
an Ki Ageng Tarub, kemudian nama Bondangejawan diganti
dengan Lembupeteng.
Setelah menyerahkan Bondangejawan kepada Ki Ageng
Tarub, Ki Juru Sawah pergi. Bondangejawan ditinggalkannya
di Tarub. Sepeninggal Ki Juru Sawah, Ki Ageng Tarub mem-
berikan ajaran-ajarannya kepada Bondangejawan. Atas perta-
nyaan Ki Ageng Tarub, Bondangejawan mengatakan bahwa
kehadirannya berguru di Tarub itu karena melaksanakan pe-
rintah Prabu Brawijaya. Senang sekali Ki Ageng Tarub mende-
ngarkan jawaban itu. Sudah semestinya orang melaksanakan
perintah rajanya i~u sebab sebenarnya raja itu adalah utusan
•
Tuhan yang mesti disembah pula. Di samping menyembah ra-
janya, menurut ajaran Ki Ageng Tarub, orang juga harus me-
nyembah Tuhan, gurunya, dan orang tuanya. Apabila ingin
menjadi raja, berkenaan dengan yang pemah dikatakan Prabu
Brawijaya, Bondangejawan disarankan oleh Ki Ageng Tarub
supaya memohon kepada Tuhan. Petunjuk ini diindahkan dan
dilaksanakan oleh Bondangejawan sehingga ia mendapat ilham
tentang kebenaran kata-kata yang pernah diucapkan oleh Pra-
bu Brawijaya, tersebut, yaitu tentang akan jatuhnya Majapa-
35
...
hit.
Selesai menyampaikan ajaran-ajarannya kepada Bondang-
ejawan, Ki Ageng Tarub memanggil Nawangsih dengan maksud
akan diperkenalkan dengan Bondangejawan itu. Ketika itu Na-
wangsih kira-kira baru berumur sepuluh tahun. Bondangejawan
yang baru datang di Tarub itu oleh Ki Ageng Tarub ~ikata •
XX. (Asmaradana) -
Bondangejawan di dalam hatinya mengharapkan supaya
Ki Ageng Tarub segera mengawinkan dirinya dengan Nawang-
sih. Karena kesedihannya memikirkan Nawangsih itu, Bondang-
ejawan berhari-hari tidur di humanya, tidak pulang ke rumah.
Si Soma, temannya, tidak betah menemani Bondangejawan di
sana. Ia kemudian pulang. Nawangsih diberi tahu olehnya ten-
tang Bondangejawan yang tidur di burna itu. Ki Ageng Tarub
yang juga mendengar hal itu memerintahkan Nawangsih supa-
ya mengirimi makanan Bondangejawan.
Nawangsih beserta empat orang pe~empuan pengiring-
nya segera berangkat. Sesampainya di burna, Nawangsih lang-
36
•
XXI. (Pucung)
Sambil bersenandung Bondangejawan melampiaskan as-
maranya di dalam bentuk puisi tembang. Ia mengharapkan kem-
•
balinya Nawangsih di hatinya sebab bagaimanapun juga ia ti-
dak dapat berpi&ah dengan Nawangsih. Sampai menemui ajal
pun Bondangej.awan akan menempuhnya asal Nawangsih dapat
diperisterinya. Sayang sekali Nawangsih cepat-cepat lari pu-
lang karena marah dan telah jauh pula larinya itu sehingga Bon-
dangejawan tidak berhasil mengejarnya.
Demikian getaran asmara Bondangejawan yang ditem-
bangkan. Mendengar hal itu, Soma mengajak Bondangejawan
pulang saj'a, tetapi yang diajak tetap tidak mau.
XXII. (Asmaradana)
Soma segera pulang dengan tujuan akan menyampaikan
perihal Bondangejawan kepada Ki Ageng Tarub. Nawangsih
yang ternyata datangnya dari huma lebih kemudian mengadu-
kan peristiwa yang baru saja dialaminya kepada Ki Ageng Ta-
rub pula. Pada saat itulah Ki Ageng Tarub berkata terus terang
kepada Nawangsih bahwa Bondangejawan atau Lembupeteng
itu sebenarnya memang bukan saudara Nawangsih, melainkan
putra raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Oleh karena itu, Ki Ageng
Tarub justru menyarankan supaya Nawangsih mau diperistri
Lembupeteng. Rupanya Nawangsih tidak keberatan pula, dan
tentu saja Lembupeteng menerimanya dengan senang hati.
Upacara perkawinan mereka berdua segera akan dilaksa-
37
nakan. Ki Ageng Tarub memerintahkan orang-orangnya supa-
ya mempersiapkan segala-galanya. Nawangwulan, ibu Nawang-
sih, tak lama kemudian datang di sana. Tujuan kedatangannya
di sana adalah akan merias Nawangsih dan ingin melihat me-
nantunya. Sesudah upacara perkawinan itu selesai, ia akan se-
gera pulang ke kay~ngan. Ki Ageng Tarub bertnaksud mena-
han dan bahkan ingin ikut Nawangwulan, tetapi Nawangwu-
lan tidak mau. Hanya saja, Nawangwulan berjanji akan meng-
ajaknya apabila nanti Ki Ageng Tarub sudah bercucu.
Sepeninggal ibunya itu, Nawangsih agak sedih hatinya de-
mi mengetahui kecintaan ayahnya terhadap ibunya. Perlahan-
lahan Nawangsih pergi meninggalkan tempatnya menuju tern-
pat tidur. Lembupeteng mendekatinya dengan maksud akan
menghiburnya.
XXIll. (Dandanggula)
· Di sana tiada habis-habisnya Lembupeteng memuji ke-
cantikan istrinya. Nawangsih tersenyum mendengarkan segala
pujian itu. Ia baru pertama kali itu mendengarkan kata-kata
Lembupeteng yang demikian sebab sebelumnya Lembupeteng
selalu mengaku sebagai saudara Nawangsih. Walaupun demi-
kian, mereka sekarang telah mulai membangun cinta sebagai
suami istri. .
Adipati Arya Damar yang dahulu menerima istri pem-
berian Prabu Brawijaya, sekarang telah hidup bahagia di Palem-
bang. Istri yang diterimanya dalam keadaan hamil itu telah -me-
lahirkan seorang putra, yaitu Raden Patah. Beberapa waktu
kemudian lahir pula putranya yang kedua, yaitu Raden Tim-
bal. Meskipun Raden Patah dan Raden Timbal ini berlainan
ayah, tetapi keduanya kelihatan seperti saudara seayah dan se-
ibu.
Pada saatnya, Adipati Arya Damar menjelaskan kepada
kedua orang putranya bahwa sebenarnya Raden Patah ada-
lab putra Prabu Braw~iaya di Majapahit. Diterangkannya pula
bahwa ibu Raden Patah diperistri Adipati Arya Damar sudah
dalam keadaan hamil. lbunya itu semula adalah istri Prabu Bra-
38
\
'
wijaya. Ketika itu Prabu Brawijaya khawatir, jangan-jangan pu-
tranya dengan istrinya itu nanti akan berkuasa di Majapahit
dengan menggeser kedudukan Bondanserati, yaitu putra Prabu
Brawijaya dengan pennaisurinya. Oleh karena itu, istri yang
dalam keadaan hamil itu diserahkan kepada Adipati Arya Da-
mar. Meskipun demikian, Adipati Arya Damar mengharapkan
agar kelak Raden Patah mau menggantikan kedudukannya di
Palembang.
Mendengar semua keterangan Adipati Arya Damar itu,
Raden Patah merasa telah dibuang oleh Prabu Brawijaya. Ia
merasa telah banyak berhutang budi kepada Adipati Arya Da-
mar yang telah mengasuhnya sejak bayi sampai dewasa. Atas
anjuran Adipati Arya Damar'· pula, Raden Patah akan pergi ke
Majapahit mengabdi kepada Prabu Brawijaya bersama-sama de-
ngan Raden Timbal.
Setelah mi~pamit kepada Adipati Arya Damar dan ibu-
nya, Raden Patah dan Raden Timbal berangkat berlayar me-
nuju Majapahit. Pengikutnya betjumlah dua puluh orang. Se-
sampainya di Pulau Jawa merek~ singgah di Cirebon, tempat
Pangeran Modang. Atas pertanyaan Pangeran Modang ini, Ra-
den Patah berkata terus terang bahwa akan mengabdi kepaqa
Prabu Brawijaya di Majapahit. Pangeran Modang menyarankan
agar Raden Patah dan Raden Timbal menyembunyikan mak-
sudnya dengan cara mengatakan bahwa tujuannya akan bergu-
ru tentang ajaran Islam. Setelah menginap semalam di Cire-
bon, keesokan harinya mereka berangkat ke Majapahit.
Petjalanan mereka melalui hutan belantara yang gawat
keadaannya. 'Agak takut mereka meneruskan petjalanannya,
dan ternyata di sana ada kawanan penyamun yang ·terdiri da-
ri empat orang. Salah seorang di antaranya, Wana namanya,
sudah terkenal kesaktiannya. Si Wana sendiri ini pula yang
bettnaksud akan membegal Raden Patah dan kawan-kawan-
nya.
XXIV. (Girisa)
Dengan alasan akan diberikan kepada orang yang mela-
rat, si Wana meminta barang bawaan Raden Patah. Ikat ping-
gang Raden Patah pun segera diberikannya kepada si Wana de-
ngan tulus ikhlas. Sesudah itu Raden Patah meneruskan per-
jalanannya. Melihat sikap Raden Patah yang demikian itu, si
Wana dan kawan-kawannya tercengang, tidak dapat berkata
apa-apa. Segera mereka menyusul Raden Patah yang sudah agak
jauh petjalanannya. Sesampainya di tempat Raden Patah, me-
reka menyatakan tobat atas segala perbuatannya dan menya-
takan keinginannya akan menjadi pengikut Raden Patah. Raden
Patah pun menerirna kehadiran mereka itu sebagai pengikutnya. Si
Wana oleh Raden Patah diganti namanya dengan Wanapala sebab
\
XXV. (Pangkur)
Mendengar berita tentang pembabatan hutan yang dila-
kukan oleh Raden Patah itu, Prabu Brawijaya bukan main nia-
rahnya. Patih Gajahmada diperintahkannya supaya memerik-
. sa keadaan di hutan bintara itu. Para Prajurit mengusulkan agar
pembabat hutan itu diperangi saja, tetapi _P atih Gajahmada ti-
40
•
41
-
orang yang sedang bertapa di dalam sebuah gua. Orang ini se-
benarnya adalah Syeh Maulana Magribi. Sudah lama ia bertapa
di dalam gua itu sehingga kuku dan rambutnya telah panjang
- serta pakaiannya telah.. rusak sama sekali. Syeh Melaya heran
melihat orang yang telah bertapa lama sekali itu tidak mening-
gal. Ia mencoba mengganggunya, tetapi pertapa itu hanya ber-
kata di dalam hati supaya Syeh Melaya itu tidak mengganggu-
nya karena ketika -itu ia sedang berbicara dengan Tuhan. Wa-
laupun hanya diperingatkan dengan kata-kata di dalam hati,
Syeh Melaya telah memahami semuanya itu. Ia kemudian ke-
luar dari d~lam gua dengan perasaan menyesal atas perbuat-
annya itu. ,
Syeh Melaya berjalan menuju arab barat. Sampailah ia
. .. . kemudian di Cirebon. Di sana ia bertapa dengan cara tidur di
sebuah perempatan jalan besar. Perbuatannya itu segera dila-
porkan orang kepada Pangeran Modang. Demi mendengar la-
poran itu, Pangeran Modang kemudian memerintahkan istri-
nya supaya menggoda Syeh Melaya yang sedang bertapa itu.
XXVI. (Dandanggula)
Empat orang istri Pangeran Modang berangkat ke tern-
pat Syeh Melaya, tetapi di sana mereka tidak berhasil, dan bah-
kan mereka segera pulang karena melihat pemandangan yang
memalukan. Mendengar laporan para istrinya itu, Pangeran
Modang menduga bahwa yang tidur di jalan itu adalah seorang
wall. Oleh karenaitu, ia kemudian datang pula ke tempat per-
' tujuh hari ia menunggu di sana, barulah Syeh
tap·a itu. Setelah
Melaya mau bangun. Walaupun demikian, Syeh Melaya tidak
mau singgah di tempat Pangeran Modang sebab akan langsung
menyusul Sunan Bonang, gurunya, yang mau naik haji.
Setelah menyebrangi lautan, sampailah Syeh Melaya di
Pulau Upih. Di sana ia bertemu dengan Syeh Maulana Magri-
bi yang ketika itu belum dikenalnya. Atas pertanyaan Syeh
Maulana Magribi, Syeh Melaya berkata terus terang bahwa akan
naik haji ke Mekah, tetapi Syeh Maulana Magribi melarang-
nya. Mendengar ajaran-ajaran Syeh Maulana Magribi yang di-
42
.
•
•
'
·' •
43
•
44
•
•
Sunan Kalijaga melanjutkan pekerjaanya semula, yaitu men-
carl kayu untuk • tiang masjid. Ketika itu ia mengetahui ada se-
ekor katak yang sedang dicaplok oleh seekor ular. Atas oer-
tolongan Sunan Kalijaga, katak itu terhindar dari kematian-
nya. Sebaliknya, katak yang merasa berhutang budi itu berjan-
ji akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangk.ut kayu
Sunan Kalijaga.
XXVII. (Kinanti)
Pada kesempatan berikutnya Sunan Kalijaga menjumpai
Rasawulan, adiknya, yang hidup berkumpul dengan kijang dan
rusa. Ketika dipanggilnya, Rasawulan malah lari merijauhi ka-
rena mungkin sudah lupa kepada sunan Kalijaga, Jaka Supa
dan Iman Semantri oleh Sunan Kalijaga segera diperintahkan
mengejar Rasawulan. Hanya dengan kekerasan, Rasawulan da-
pat tertangkap. Segera Jaka Supa memberikan sehelai kain ke-
pada Rasawulan yang dalam keadaan telanjang itu. Sesuaah
itu Rasawulan dapat ingat kembai kepada Sunan Kalijaga yang
berada di depannya. Oleh Sunan Kalijaga, Rasawulan dianj ur-
kan pulang ke Tuban supaya nanti dapat menggantikan kedu-
dukan ayahnya. Di samping itu, Sunan Kalijaga juga menyaran-
kan supaya Rasawulan nanti kawin dengan Jaka Supa.
Setibanya keinbali di Tuban, Rasawulan beJ.jwnpa dengan
ayah dan ibunya. Sunan Kalijaga di sana menceritakan dirinya
yang telah menjadi wall, dan bercerita pula tentang diri Rasa-
wulan. Adipati Tuban sebenarnya mengharapkan supaya anak
laki-lak.inya mau menggantikan kedudukan di Tuban, te-
tapi ternyata Sunan Kalijaga telah menjadi wall. Hanya saja,
Rasawulan yang sejak dahulu belum mau kawin sekarang akan
menikah dengan Jaka Supa. sunan Kalijaga sendiri yang akan
menikahkannya.
Kira-kira setengah bulan berada di Tuban, Sunan Kalija-
ga berntaksud akan membuat sebuah keris. Supalah yang dipe-
rintahkannya mengerjakan. Besi yang dibuat keris diserahkan-
nya kepada Supa. Besi itu hanya sebesar biji asam sehingga Supa
menyatakan keraguannya, apakah besi sekecil itu dapat dij acli
'
..
,
I
'
nya mau memerintah di Tuban ternyata tidak bersedia. Ia rna-
laban mengusulkan supaya Supalah yang nanti menduduki ja-
batan itu.
•
.. XXVID. (Asmarandana)
Sunan Kalijaga minta pamit kepada ayah dan ibunya. Ia
bettnaksud akan kembali ke Demak. Bersama-sama dengan mu-
ridnya ia akan· membangun masjid di sana. Sementara itu Supa
beberapa waktu kemudian akan pergi ke Majapahit dengan is-
trinya karena sudah lama ia tidak berjumpa dengan ayahnya,
Ki Tumenggung Supadriya.
•
46
'
•
,
Ketika Sunan Kalijaga tiba di Demak, Adipati Natapraja
•
sudah menyiapkan kayu-kayu bahan bangunan masjid. Sunan
Giri, Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Pangeran Sitijenar, dan
Sunan Bonang juga sudah tiba di sana. Mereka masing-masing
membawa empat tiang, tetapi Sunan Kalijaga hanya memba-
wa tiga tiang. Itu pun yang mengangkut adalah katak-katak
yang dikerahkan oleh seekor katak yang dahulu merasa terto-
long oleh Sunan Kalijaga. Syeh Maulana memerintahkan supa-
ya Sunan Kalijaga mencari sebuah tiang lagi. Karena waktunya
sudah mendesak , semalam suntuk Sunan Kalijaga mencari se-
buah tiang yang dimaksudkan tersebut. Tatal-tatal yang ada di-
aturnya membujur, danjadilah sebuah tiang.
Secara kebetulan pada saat Sunan Kalijaga meletakkan
beliungnya, muncullah seekor anjing tanah tepat di bawah be-
liung itu. Leber anjing . tanah terpotong karenanya sehingga an-
jing tanah itu merintih kesakitan. Ia merasa tidak berdosa. Oleh
karena itu, ia meminta supaya Sunan Kalijaga mau menyem-
buhkannya dengan menyambungkan kembali lehernya. Sunan
Kalijaga sendiri sebenarnya merasa tidak bersalah juga, tetapi
merasa kasihan melihat anjing tanah itu. Dipegangnya anjing
tanah itu kemudian disambungnya kembali lehernya dengan ,
XXIX. (Pangkur)
Sampai lama perdebatan tentang kiblat masjid belum ber-
47
akhir. Sunan Kalijaga mencoba mengakhiri perdebatan itu. De-
ngan berdiri menghadap ke selatan, puncak masjid Demak dipe-
gangnya kemudian dipertemukannya dengan masjid Mekah.
Para wall takut dan heran menyaksikan kejadian itu. Mereka
semua atas pertanyaan Sunan Kalijaga menyatakan bahwa kib-
lat masjid Demak telah betul. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga
segera melepaskan kedua masjid itu dari kedua belah tangannya.
Masjid Mekah kembali ke tempatnya semula, sedangkan yang
terlihat tinggalah masjid Demak.
Setelah pembangunannya rampung seluruhnya, masjid
Demak dicoba untuk sembahyang Jumat. Semua yang ikut sem-
bahyang dapat tertampung di dalamnya karena besarnya masjid
itu. Sehabis sembahyang para wall duduk-duduk sambil meli-
hat keadaan bangunan masjid bagian dalam. Lama-kelamaan di
atas terlihat oleh mereka sebuah bungkusan kulit domba yang
bergantung. Oleh Sunan Bonang bungkusan itu diambil dan
dibukanya. Di dalamnya terdapat sepucuk surat dan sebuah
baju yang sangat indah. Menurut surat dari Kanjeng Nabi itu,
baju yang indah itu supaya diberikan kepada Sunan Kalijaga.
· Nama baju yang indah itu adalah Kiai Antrakusuma. Sunan
Bonang pun segera_ menyerahkan baju itu kepada Sunan Kali-
jaga yang berhak menerimanya.
Karena tertarik akan baju itu, Sunan Bonang bettnaksud
akan membuat baju seperti itu dengan mencontoh Kiai Antra-
kusuma. Sunan Kalijaga menyerahkan Kiai Antrakusuma lkepada
Sunan Bonang supaya dipakai sebagai contoh. Tidak lama kemu-
dian baju yang dibuat Sunan Bonang ini telah jadi dan diberinya
nama Kiai Gondil, tetapi ketika dipakai, baju itu terlalu kecil
buat Sunan Bonang. Rupanya Sunan Bonang salah mengukur,
sehingga baju buatannya itu terlalu kecil baginya. Kiai Gondil
kemudian diminta dan dipakai oleh Sunan Girl, tetapi ternyata
juga kekecilan. Demikian juga para wall lainnya. Oleh karena
itu, Kiai Gondil oleh Sunan Bonang diberikan kepada Sunan
Kalijaga. Ternyata baju ini pas bagi Sunan Kalijaga. I tulah per-
tanda bahwa Sunan Kalijaga dikasihi oleh Kangjeng Nabi.
Perjalanan Supa dari Tuban beserta istrinya telah sampai
•
48
•
kan peperangan kedua keris itu. Keris Jigja pun kemudian ke-
luar dari sarungnya dan langsung ikut memerangi Kiai Condong-
campur, tetapi menderita kalah karena patah. Kiai Sengkelat
meneruskan perang tandingnya sehingga dapat mengalahkan
Kiai Condongcampur
Kiai Condong~pur segera lari dan cepat-cepat masuk ke
dalam peti emasnya. Prabu Brawijaya terbangun karena men-
dengar bunyi yang tidak keruan dari arab tempat Kiai Condong-
campur. Prabu Brawijaya kemudian mencari apa sebenarnya
yang berbunyi itu, tetapi tidak ada sesuatu yang terlihat. Orang-
orang di dalam pura masih tidur dengan nyenyak, kecuali Supa
yang memang tidak tidur.
49
•
,
•
51
'
XXXI. (Dandanggula)
.
· Supa Sedih memikirkan kerisnya yang tidak ditemukan
di tempatnya, padahal petinya tidak berubah. Dewi Rasawulan
~ pun tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, Supa dan Rasawu-
lan menemui Sunan Kalijaga untuk melaporkan hal itu. Sebe-
lum menjelaskan masalah hilangnya Kiai Sengkelat, Sunan Ka-
lijaga meminta supaya Rasawulan menanak nasi. Segera Rasa-
wulan memenuhi perintah itu. Karena agak tergesa-gesa, ayam
anaknya ditangkapnya untuk disembelih. Ketika Rasawulan me-
nanak nasi itu, Sunan Kalijaga menjelaskan masalah hilangnya
Kiai Sengkelat kepada Supa. Dikatakannya bahwa Kiai Sengke-
lat dicuri oleh Caluring, utusan Adipati Siyunglaut dari Blam-
bangan. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga menyarankan supaya
•
Supa dapat mengembalikan Kiai Sengkelat ke Tuban. Supa pun
•
menyanggupmya.
Sementara it:.: a.nak Supa yang tadi sedang tidur
•
sekarang
telah bangun. Dari tempat tidurnya ia langsung menuju kolam
untuk memberi makan ikan di kolam itu. Karena kurang hati-
hati, ia tetjerumus ke dalam kolam sehingga menemui ajalnya.
Seorang pun tidak ada yang mengetahuinya, dan semua orang
mengira bahwa anak itu masih tidur. -
Sunan Kalijaga yang sudah agak lama duduk-duduk di sa-
na ingin mengetahui anak Supa. Karena dikira masih tidur, Su-
pa disuruhnya membangunkan anaknya itu. Karena itulah Supa
baru mengetahui bahwa anaknya telah tewas di dalam kolam,
tetapi berita kematian anaknya itu masih dirahasiakannya ka-
rena ia ingat bahwa Sunan Kalijaga baru akan makan. Rasawu-
lan pun tidak diberi tabu. Supa mengembalikan mayat anak-
nya ke tempat tidurnya semula, dan di sana mayat itu diatur
seperti anak yang masih hidup sedang tidur.
Dengan tetap merahasiakan kematian anaknya, Supa mem-
52
'
53
•
•
•
XXXII. (Asmaradana)
Melihat kepandaian Pitrang dalam hal membuat keris, tim-
-
bul keinginan Adipati Siyunglaut supaya Pitrang dapat pula mem-
buat sebuah keris lagi, yaitu sebuah keris yang sama dengan
Kiai Sengkelat. Atas pertanyaan Adipati Siyunglaut, Pitrang
menyatakan kesanggupannya. Sebagai contoh, Kiai Sengkelat
oleh Adipati Siyunglaut diperlihatkan kepada Pitrang. Tidak
lupa Pitrang terhadap keris pusakanya yang telah hilang itu.
Ia meminta kepada Adipati Siyunglaut supaya diperboleh.kan
membawa Kiai Sengkelat untuk dipakai sebagai contoh pem-
buatan keris yang dilakukannya. Syarat lainnya, Pitrang minta
dicarikan .tempat yang sepi dan gelap serta minta supaya disedia-
kan sajen yang diperlukannya. Adipati Siyunglaut kemudian
54
,
.\
-
sil menaklukkan istrinya dalam pelukannya.
Berselang tujuh hari kemudian dari hari perkawina'n nya.
Pangeran Sendang minta pamit kepada Adipati Siyunglaut. Ia
bersama istrinya akan berangkat ke Sendang Sedayu. Baik Adi-
pati Siyunglaut maupun Patih Caluring menyetujui keberang-
katan mereka. Semula Sendang Sedayu itu sebenamya adalah tern-
pat tinggal saudara laki-laki Adipati Siyunglaut. Karena s~udara
laki-lakinya itu meninggal dengan tidak meninggalkan seorang
anak pun , maka Adipati Siyunglaut dapat menguasai tempat
itu. Sekarang Sendang Sedayu oleh Adipati Siyunglaut diserah-
...
kan kepada putrinya yang telah menikah dengan Pangeran Sen-
dang atau Ki Supa dari Tuban itu.
Setelah agak lama tidak terdengar kisahnya, Ki Ageng Ta-
rub sekarang telah mempunyai seorang anak laki-laki, Getas
Pendawa namanya. Bondangejawan telah meninggal dan digan-
tikan oleh anaknya, tetapi tempat tinggalnya berpindah ke Se-
la. Ki Ageng Sela sendiri sekarang tertarik akan ilmu kebatin-
an. Ia dahulu sudah berguru kepada Sunan Kalijaga sehingga
kemudian dipersaudarakannya dengan Adipati Natapraja. Ki
Ageng Sela menyetujui maksud Adipati Natapraja mengislam-
. kan seluruh orang Majapahit, tettnasuk juga Prabu Brawijaya.
Oleh karena itu, segera Adipati Natapraja bettnaksud akan
menghadap Prabu Brawijaya di Majapahit.
Setibanya di sana, ia langsung dapat bertemu dengan Pra-
bu Brawijaya.
-
XXXIII. (Sinom)
Atas pertanyaan Prabu Brawijaya, Adipati Natapraja me-
nyatakan tujuan kedatangannya di sana. Ia memohon supaya
Prabu Brawijaya dan seluruh orang Majapahit mau melaksana-
kan syariat agama Islam. Di samping itu, disarankannya pula
sebaiknya Prabu Brawijaya dapat membangun sebuah masjid
seperti masjid Bintara. Prabu Brawijaya atas maksud Adipati
Natapraja itu hanya menjawab bahwa ia tidak melarang siapa
pun yang akan memeluk agama Islam, tetapi ia sendiri tidak
akan berganti agama.
56
Mengetahui bagaimana perasaan hati Adipati Natapraja
mendengar jawabannya itu, Prabu Brawijaya kemudian meng-
alihkan pembicaraannya dengan Patih Gajahmada. Yang diper-
tanyakan Prabu Brawijaya adalah sebuah keris yang bercorak
seribu untuk keselamatan negara Majapahit, tetapi Patih Ga-
jahmada mengatakan bahwa sampai saat itu belum ada seorang
empu pun yang sanggup membuatnya. Karena marahnya, ma-
ka kepada Patih Gajahmada diperintahkannya supaya menca-
ri empu yang sanggup membuat keris yang dimaksudkannya
itu. Patih Gajahmada dilarang pulang sebelum mendapatkan
empu yang dicarinya.
Patih Gajahmada berangkat mencari empu dan Adipati
Natapraja juga keluar dari pura. Prabu Brawijaya pergi ke tern-
pat orang-orang yang sedang bekerja. Di sana para empu di-
perintahkannya supaya membuat keris, tetapi satu pun tidak
ada keris di antara buatan para empu itu yang mirip dengan
keris yang dikehendaki Prabu Brawijaya. Walaupun demikian
Prabu Brawijaya tidak tampak kecewa, tetapi malahan sambil
bergurau ia mengajak para peketja berbincang-bincang tentang
peketjaan mereka dan penghasilannya. Akhirnya, Prabu Bra-
wijaya kembali lagi ke masalah keris yang diinginkannya. Dika-
takannya, siapa pun yang dapat membuat keris yang diingin-
kannya itu akan diangkat menjadi adipati, tetapi para empu
menyatakan tidak sanggup. Oleh karena itu, Prabu Brawijaya
kemudian menanyakan Supa, anak Supadriya, yang pada waktu
itu tidak tampak ikut bekerja. Atas pertanyaan ini, Supadriya
mengatakan bahwa anaknya berada di Tuban karena baru saja
menikah dengan putri .Tuban. Prabu Brawijaya kemudian me-
merintahkan supaya Supadriya pergi ke Tuban menyusul anak-
nya itu.
SekembaJinya dari Majapahit, Adipati Natapraja tidak lang-
sung ke Bintara, tetapi singgah dulu di Ampelgading. Ia mera-
sa malu karena tidak berhasil mengislamkan Prabu Brawijaya, ,
ayahnya. Ia malu karena ayahnya adalah pemeluk agama Bu-
dha yang dinilainya -sebagai seorang kafrr. Oleh karena itu, ia le-
bih senang apabila tidak diaku sebagai anak Prabu Brawijaya.
57
,
'
58
•
XXXIV. (Pangkur)
Sesampainya di Majapahit, Tumenggung Supradriya me-
laporkan kegagalannya memanggil Supa kepada Prabu Brawi-
jaya. Hanya saja, ia berhasil membawa anak Supa ke Majapahit
dengan harapan supaya nanti Supa menyusulnya. Prabu Bra-
wijaya membenarkan maksud Tumenggung Supradiya itu.
Walaupun anak Supa itu masih kecil, Prabu Brawijaya her-
tanya kepadanya, apakah anak itu dapat membuat sebuah · ke-
ris yang dimaksudkan itu, ia akan diberi hadiah tanah dan di-
angkat sebagai adipati oleh Prabu Brawijaya. Raden Anom me-
nyatakan belum dapat membuat keris, tetapi apabila Prabu Bra-
wijaya memang menghendakinya, ia akan mencobanya. Hanya
saja, ia minta supaya semua besi tua yang ada ditaruh di tepi laut ,
di utara pantai Tuban.
Mendengar pettnintaan Raden Anom itu, Prabu Brawija-
ya heran; tidak mengira ia bahwa anak sekecil itu mempunyai
pikiran seperti pikiran orang dewasa. Oleh karena itu, pettnin-
taan Raden Anom akan dipenuhinya. Orang Majapahit diperin-
tahkan oleh Prabu Brawijaya supaya mengantarkan besi tua
yang dimaksudkan ke Tuban. Setelah semuanya siap, berang-
katlah Tumenggung Supadriya mengantarkan cucunya ke pesi-
sir utara.
Pangeran Sendang yang sudah agak lama berada di Sen-
59
•
60
supaya dibuat keris di dalam laut. Besi itu diterimanya, tetapi
kemudian Raden Anom mengatakan kepada Sunan Kalijaga
bahwa tidak mungkinlah besi sekecil itu dapat dijadikan keris.
Sunan Kalijaga tersenyum. Sesaat kemudian, atas keampuhan
ucapan Sunan Kalijaga, besi itu dapat menjadi segunung besar-
nya. Raden Anom tercengang melihat itu.
Dalam perjalanannya pulang ke Tuban, Pangerail Sendang
mendengar kabar bahwa para empu Majapahit sedang membu-
at keris di pantai utara. Oleh karena itu, Pangeran_Sendang ber-
maksud akan menuju tempat mereka bekerja itu. Setibanya di
sana, ia bertemu dengan Sunan Kalijaga. Atas pertanyaan Su-
nan Kalijaga, Pangeran Sendang yang dahulu bemama Supa itu
mengatakan bahwa ia telah berhasil menemukan kernbali Kiai
Sengkelat yang telah hilang dari Tuban.
Setelah sating melepaskan kerinduan dengan ayahnya,
Raden Anom oleh Srinan Kalijaga diperintahkan membuat besi
sebesar biji asam tadi menjadi sebuah keris seperti Kiai Sengke-
lat. Besi yang tadi menja~li sebesar gunung dan sekarang telah
kembali menjadi sebiji asam itu diterima oleh Raden Anom
dan kemudian dibawanya ke dalam laut. Tidak lama kemudian
keris yang dimaksudkan telah selesai dibuat oleh Raden
Anom • Sunan Kalijaga memerintahkan Raden Anom supaya
keris yang hampir sama ujudnya dengan Kiai Sengkelat ini di-
serahkan kepada Prabu Brawijaya.
Kiai Sengkelat oleh Sunan Kalijaga diberikan kembali ke-
pada Pangeran Sendang, tetapi Pangeran Sendang menolaknya
sebab khawatir, jangan-jangan Kiai Sengkelat nanti hilang lagi.
Kecuali itu, yang berhak memakai Kiai Sengkelat adalah seo-
•
rang raja. Oleh .karena itu, Pangeran Sendang menyerahkannya
kepada Sunan Kalijaga. Sunan ICalijaga sendiri membenarkan
dan dapat memahami maksud Pangeran Sendang itu. Sesudah
itu Sunan Kalijaga pergi lagi.
Pangeran Sendang dan Raden Anom segera menemui para
empu Majapahit yang sedang bekerja. Tumenggung Supadriya
senang sekali dapat beijumpa dengan anak dan cucunya di sana.
Dan lagi, cucunya telah berhasil membuat sebuah keris yang
'
61
dimaksudkan oleh Prabu Brawijaya. Para empu pun ikut ber-
gembira. Mereka semua yang berada di Tuban kembali ke Ma-
japahit.
XXXV. (Dandanggula)
Setibanya di Majapahit, Tumenggung Supadriya, Pangeran
Sendang, Raden Anom , dan para empu menghadap Prabu Bra-
wijaya. Di sana Tumenggung Supadriya melaporkan segala yang
dilakukan Raden Anom dari awal sampai akhir; tidak keting-
galan juga tentang diri Supa yang telah mendapat gelar Pange-
ran Sendang. Senang dan heran Prabu Brawijaya atas kepandai-
an Supa beserta anaknya. Keris buatan Raden Anom yang dibe-
ri nama Nagasasra atau Segarawedang diterima oleh Prabu Bra-
wijaya. Pangeran Sendang kemudian oleh Prabu Brawijaya di-
perintahkan supaya menatah keris itu dengan pettnata.
Atas keberhasilannya membuat sebuah keris yang berco-
rak seribu itu, Raden Anom oleh Prabu Brawijaya diangkat
menjadi tumenggung, menggantikan kedudukan kakeknya di
Tuban. Supa tetap berkedudukan di Sendang Sedayu dengan
gelar Pangeran Sendang. Patih Gajahmada diduga oleh Prabu
'
Brawijaya telah meninggal sebab sampai saat itu ia belum pu-
lang sejak diperintahkan mencari empu yang dapat membuat
sebuah keris seperti Nagasasra. Oleh karena itu, Prabu Brawija-
ya mengangkat Adipati Waban dari Daha sebagai pengganti Patih
Gajahmada. Penggantian patih ini diumumkan oleh Empl! Lorn-
bang kepada semua yang menghadap Prabu Brawijaya ·pada wak-
tu itu. Raden Anom sesudah itu diperintahkan oleh Prabu Bra-
wijaya supaya segera kembali ke Tuban. Pangeran Sendang te-
tap tinggal di dalam pura karena masih mempunyai pekerjaan
menatah Nagasasra.
Adipati Natapraja, Ki Ageng Sela, Ki Patih Wanasalam,
dan Iman Semantri yang dahulu mengadakan perjalanan ber-
sama-sama siang dan malam selalu tirakat di dalam gua atau
tempat-tempat yang sepi. Mereka sekarang menuju Pulau Upih.
Sesampainya di sana, mereka bertemu dengan Sunan Kalijaga. Wa-
laupun mereka tidak mengatakan maksud kedatangannya,
62
Sunan Kalijaga telah mengerti tujuan mereka itu, khususnya
keinginan Adipati Natapraja. Dikatakan oleh Sunan Kalija-
ga bahwa wahyu kejayaan Majapahit sudah hampir berpindah,
tetapi belum dapat jatuh ke tangan Adipati Natapraja. Oleh
karena itu, Kiai Sengkelat oleh Sunan Kalijaga diserahkan kepa-
da Adipati Natapraja. Jika Kiai Sengkelat kerasan tinggal di
tempat Adipati Natapraja selama setahun, berarti bahwa Adi-
pati Natapraja akan dapat menjadi raja, menguasai seluruh Pu-
lau Jawa. Setelah menyerahkan Kiai Sengkelat, Sunan Kalijaga
menyarankan supaya Adipati Natapraja minta dukungan atas
tujuannya kepada adipati Palembang dan Sunan Cirebon. Adi-
pati Natapraja mengindahkan anjuran Sunan Kalijaga. Ia
dan ketiga temannya kemudian minta pamit akan meneruskan
perjalanannya.
Sepeninggal mereka berempat, Sunan Kalijaga teringat
akan Cakrajaya yang iinggal di Bagelen.
_;;;;;;.-- . Cakrajaya adalah seo-
rang yang melarat. Ia hidup di dekat hutan dengan istri dan se-
orang anaknya laki-laki. Ia tertarik akan ilmu yang dimiliki Su-
nan Kalijaga sehingga ia bettnaksud akan berguru kepadanya.
Sunan Kalijaga menyetujuinya, tetapi sebagai tanda akan ke-
sungguhan hatinya, Cakrajaya oleh Sunan Kalijaga diminta me-
nelungkup di tanah. Hal ini telah dilakukan Cakrajaya selama
setahun. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga bettnaksud akan me-
nengoknya.
Setibanya di sana, ia melihat bahwa tempat bertapa Ca-
krajaya telah penuh dengan tetumbuhan sehingga para murid
Sunan Kalijaga tidak berhasil menemukan Cakrajaya. Sunan
Kalijaga kemudian memerintahkan mereka supaya tetumbuh-
an itu dibakar. Meskipun badannya hangus dan pakaiannya ha- ·
bis terbakar, Cakrajaya tetap diam saja. Ia tetap menelungkup
di tanah dalam keadaan telanjang, tetapi kemudian ia dibangun-
kan oleh Sunan Kalijaga. Sejak saat itu nama Cakrajaya oleh
Sunan Kalijaga diganti dengan Pangeran Geseng. Kesetiaan Ca-
krajaya sebagai orang yang berguru diterima dengan senang ha-
ti oleh Sunan Kalijaga. Sesudah itu ia menerima ajaran-ajaran
baru dari Sunan Kalijaga.
63
Atas perintah Sunan Kalijaga, Cakrajaya nanti akan ber-
tempat tinggal di desa Lowanu. Hal itu dikatakan oleh Cakra-
jaya ketika betjumpa kembali dengan anak dan istrinya. Di sam-
ping itu, ia juga mengatakan bahwa namanya sekarang adalah
Pangeran Geseng, sedangkan namanya sendiri yang lama akan
menjadi nama anaknya, si Jakagedug. Sesudah itu ia memerin-
tahkan istrinya supaya menanak nasi sebab ia lapar dan sudah
· setahun larnanya tidak makan. Sementara istrinya memasak,
Pangeran Geseng pergi mengail ikan di sungai. Sesampainya
di sungai, ia mengail ikan dengan bersernbunyi di ba1ik sebuah
pohon.
Beberapa saat kemudian Jakagedug datang menyusulnya.
Ia mengintip ayahnya dengan memanjat pohon. Mengetahui
hal itu, Pangeran Geseng mengatakan bahwa anaknya yang me-
ngintip dengan memanjat pohon itu seperti kera. Karena am-
puhnya ucapan itu, seketika Jakagedug berubah menjadi seekor
kera ·besar, tetapi masih memakai kain dan dapat berbicara se-
perti orang biasa. Pangeran Geseng menghibur anaknya supaya
tidak bersedih hati atas kejadian itu sebab memang sudah di-
takdirkan demikian. Supaya dapat kernbali seperti wujudnya
semula, Jakagedug diperintahkannya bertapa di Bagelen dengan
nama Nilasraba. Jakagedug pun menurut perintah ayahnya itu.
Pangeran Geseng dan istrinya kemudian menuju desa Lo-
wanu. Di sana ia membabat hutan sehingga tempat itu akhir-
nya menjadi de sa yang banyak penghuninya, subur, dan mak-
mur.
XXXVI. (Asmarandana)
Adipati Semarang, Ki Ageng Pandanaran, terkenal seba-
gai orang yang kaya. Narnun demikian, keinginannya menum-
puk kekayaan tiada habis-habisnya. Setiap ada barang yang mu-
rah dibelinya, dan nanti dijualnya apabila harganya telah ting-
gi. Tiap hari ia berkeliling pasar mencari barang dagangan yang
tidak habis terjual.
· Mengerti akan sifat Ki Ageng Pandanaran yang derniki-
an itu, Sunan Kalijaga bettnaksud ak~ mencobanya. Untuk
64
•
65 .
Karena belum percaya pula Ki Ageng Pandanaran akan se-
muanya itu, penjual rumput pun belum putus asa. Ia meng-
ambil cangkul yang berada di dekatnya kemudian dicangkul-
kannya ke tanah. Sekali mencangkul diperolehnyalah segum-
pal emas. Dikatakan oleh penjual rumput tadi bahwa emas
itu adalah emas surga yang diberikan kepadanya. Ki Ageng Pan-
danaran tertegun dan tidak dapat berkata apa-apa melihat ke-
jadian itu. Dengan perasaan takut ia kemudian menggandeng
penjual rumput itu ke dalam rumah. Setelah minta maaf atas
kesalahannya, Ki Ageng Pandanaran menyatakan keinginannya
berguru kepada penjual rumput. Penjual rumput itu pun meng-
izinkannya asal Ki Ageng Pandanaran memenuhi beberapa sya-
rat yang ditentukan oleh penjual rumput itu. Beberapa syarat
itu antara lain beriman, mengislamkan orang Semarang, mem.;
buat langgar beserta beduknya, berzakat dengan kerelaan hati,
dan jika benar-benar ingin berguru, ia supaya menyusul pen-
jual rumput ke Jabalkat. Pada waktu itulah penjual rumput ber-
kata terus terang bahwa ia sebenarnya adalah Syeh Melaya atau
Sunan Kalijaga. Tempat tinggalnya di Jabalkat atau di desa Ba-
yat.
Sepeninggal S~.; ~an Kalijaga, Ki Ageng Pandanaran berpa-
mitan kepada kedelapan orang istrinya. Ia akan pergi berguru
kepada Sunan Kalijaga. Hanya istrinya yang tertualah yang ti-
dak mau ditinggalkan sehingga terpaksa diajaknya ikut.
XXXVII. (Kinanti)
Dengan pakaian serba putih, Ki Ageng Pandanaran beser-
ta seorang istrinya berangkat. Dalam perjalanan itu Ki Ageng
Pandanaran melarang istrinya membawa barang-barang berhar-
ga sebab hal itu merupakan larangan gurunya. Walaupun de-
mikian, istri Ki Ageng Pandanaran dengan tidak sepengetahuan
suaminya menyembunyikan petJnata di dalam tongkatnya. Ia
selalu berjalan di belakang suaminya karena takut · akan keta-
huan pettnata bawaannya oleh suaminya.
Sesampainya di tengah hutan, Ki Ageng Pandanaran di-
adang oleh tiga orang penjahat yang be11naksud akan meminta
66
barang bawaannya. Ki Ageng Pandanaran berkata kepada me-
reka itu bahwa tidak membawa apa-apa, tetapi ia kemudian
menunjukkan bahwa istrinya membawa pettnata di dalam
tongkatnya. Atas petunjuk ini, ketiga orang penjahat itu ke-
mudian merebut tongkat istri Ki Ageng Pandanaran.
Seorang penjahat yang lain, Sambangdalan namanya, da-
tang pula kemudian menyusul petjalanan Ki Ageng Pandana-
ran. Tongkat Ki Ageng Pandanaran direbutnya, tetapi karena
ternyata tidak ada isinya, tongkat itu dikembalikan lagi oleh
Sambangdalan kepada Ki Ageng Pandanaran. Karena belum
mendapat apa-apa, Sambangdalan mendesak kepada Ki Ageng
Pandanaran supaya memberinya barang berharga yang lain.
Yang diminta adalah pettnata, tetapi Ki Ageng Pandanaran
tidak memberinya karena memang tidak membawa. Karena
tidak percaya akan jawaban ini, Sambangdalan oleh Ki Ageng
Pandanaran dikatak--afi seperti domba sifatnya. Seketika itu juga
Sambangdalan berubah wujudnya menjadi seekor domba. Me-
ngetahui dirinya berubah menjadi seekor domba, Sambangda-
lan dengan menangis menyusul perjalanan Ki Ageng Panda-
naran.
Sesampainya di Bayat, Ki Ageng Pandanaran langsung
mendaki Gunung Jabalkat. Di sana dijumpainya sebuah padas- -
an yang tak berair dan sebuah masjid kecil. Sambangdalan men-
dapat tugas mengisi padasan itu siang dan malam sehingga ia
tidak pernah dapat tidur karena padasan tadi tidak pernah da-
pat dipenuhinya. Pekerjaan yang berat itu dilakukannya ka-
rena Sambangdalan ingin wujudnya pulih seperti keadaannya
semula. Di hadapan Sunan Kalijaga ia menyerahkan nasibnya.
Ia oleh Sunan Kalijaga dianjurkan supaya bertobat dan me-
mohon kepulihan dirinya kepada Tuhan. Lantaran ~mpuhnya
ucapan Sunan Kalijaga, pada saat itu pula Sambangdalan ber-
ubah kembali seperti wujudnya yang semula sebagai manusia.
Sunan Kalijaga kemudian mencabut tongkatnya yang menan-
cap di tanah. Timbullah di tempat itu sebuah mata air yang ke-
mudian dijadikan sebuah kolam.
Ki Ageng Pandanaran menurut Sunan Kalijaga memang
67
...
XXXVIII. (Dandanggula)
.. Orang hidup di dunia ini tidak lama, dapat diumpama-
kan sebagai orang yang pergi ke pasar. Di pasar ia tidak lama,
dan ia akan segera Kembali ke rumah tempat asalnya. Apabi-
la ia tidak tabu asalnya itu, maka ia telah tersesat. Orang
yang mati jangan sampai nanti tersesat seperti itu. Rohnya yang
tersesat itu akan mengembara ke mana-mana karena tidak
mempunyai tujuan. Untuk menghindari hal itu, apabila sese-
orang sampai pada ajalnya janganlah lupa berdikir terus-me-
nerus dan waspada akan dirinya sendiri. Pada saat itu banyak
pemandangan yang sengaja akan menghilangkan iman seseo-
rang. Orang yang tersesat akan menemui pemandangan-pe-
mandangan seperti itu, bahkan pemandangan yang indah dan
menggiurkan hati pula. Sebaliknya, orang yang tahu akan jalan-
nya tidak melihat hal-hal itu, kecuali sukma yang memang ter-
lihat dengan jelas. Pemandangan-pemandangan lain yang seka-
ligus sebagai pertanda bahwa seseorang tidak tersesat dapat
diliha t pula.
Di sam ping wejangan yang telah . disampaikan tersebut,
68 ' .,
•
,
I
•
69
akhirnya dapat bertemu kem.bali dengan anak cucunya. Me-
reka ini ikut tinggal di sana dan ikut mempelajari ilmu yang
diajarkan Pangeran Bayat.
XXXIX. (Durma)
Patih Gajahmada yang dahulu oleb Prabu Brawijaya di-
perintahkan mencari empu yang dapat membuat sebuab ke-
ris bercorak seribu, sampai sekarang belum memperoleh hasil. Oleb
karena itu, ia tidak bettnaksud akan pulang sebab memang be-
lum diizinkan pulang oleb Prabu Brawijaya sebelum menemu-
kan empu yang dicarinya itu. Akan tetapi, sekarang Patih Ga-
jahmada
.... mendengar kabar bahwa kedudukannya sebagai pa-
tih telab digantikan oleh Adipati Waban. Marab ia mendengar
kabar ini sehingga timbullab keinginannya akan mengamuk ke
Majapahit.
Bersama-sama dengan dua orang sentananya, Patib Ga-
jahmada secara sembunyi-sembunyi pulang ke Majapahit. Yang
mereka tuju adalab tempat Patih Waban. Sesampainya di sa-
na, tetjadilah peperangan antara mereka dan para penjaga ke-
diaman Patih Waban. Setelab prajuritnya banyak yang tewas,
•
Patih Waban keluar mengbadapi serangan lawan. Bertemulah
ia di sana dengan Patih Gajahmada dalam suatu perang tan-
ding yang seru. Akhirnya, Patih Gajahmada dan Patih Waban te-
was bersama dalam peperangan itu setelab masing-masing me-
nikamkan keris buatan Empu Keleng ke arab dada lawan-
nya. Mengetahui Patih Gajahmada telab tewas, kedua senta.::
nanya tidak memperhitungkan lagi keselamatan jiwanya ke-
cuali banya akan mengamuk. Banyak korban yang jatuh kare-
na amukan mereka ini, tetapi mereka berdua akhirnya tewas
pula karena dikeroyok oleb prajurit Majapahit.
Laporan tentang tewasnya Patih Waban oleb amukan Pa-
tih Gajahmada segera disampaikan kepada Prabu Brawijaya.
Prabu Brawijaya kemudian memerintahkan dua orang utus-
annya supaya mengambil mayat kedua orang patih yang
tewas itu. Ia ingin melihatnya. Kedua orang utusan itu sege-
ra berangkat. Setibanya kembali di badapan .Prabu Brawija-
70
ya mereka menyerahkan kedua mayat yang tidak dapat me-
reka pisahkan antata yang satu dengan yang lain itu. Mengeta-
hui keadaan kedua mayat itu, Prabu Brawijaya berkata dalam
hati bahwa negara Majapahit sudah ditakdirkan akan beran-
takan. Selanjutnya, Prabu Brawijaya memerintahkan supaya
mayat Patih Wahan dibakar dan dirawat baik-baik, sedangkan
mayat Patih Gajahmada dan kedua orang sentananya supaya
dikubur di hutan.
Sepeninggal kedua orang patih itu, tiada lagi orang lain
yang dapat dipilih menjadi patih. Sangat heran Prabu Brawi-
jaya menerima keadaan negara Majapahit pada saat itu. Keja-
dian-kejadian yang aneh tetjadi pula kemudian ; gempa bumi
terjadi sampai tujuh kali sehari, Gunung Merapi dan Gunung
Kelud meletus, serta kemudian menyusul pula terjadinya ger-
hana matahari dan bulan. Keadaan yang seperti ini ditandai
dengan angka tahun 14(JQ ( nir sony eng. gana, her sucenireng
jalmi). Orang Majapahit diliputi oleh rasa takut , dan mereka
mengira bahwa hari kiamat telah tiba saatnya.
XL. (Asmaradana)
Pada suatu malam hari Prabu Brawijaya masuk ke dalam
tempat semadinya. Di sana ia memanjatkan doa supaya nega-
ra dan rakyat Majapahit tetap selamat serta ia sendiri tetap da-
pat menguasai Pulau Jawa. Mengetahui pertnohonan Prabu
Brawijaya, datanglah pada waktu itu Ywang Mahadewa. Suara-
Nya terdengar oleh Prabu Brawijaya meskipun diri-Nya tidak
terlihat. Menurut Ywang Mahadewa, sebenarnya Prabu Bra-
wijaya adalah raja Budha yang terakhir. Yang menggantikan-
nya nanti adalah raja Islam, yang akan menguasai Pulau Jawa.
Hanya saja, siapa yang akan menjadi raja nanti belum terlihat
sekarang. Dikatakan-Nya pula bahwa yang ·akan menjadi raja
itu adalah putra Prabu Brawijaya sendiri. Itu adalah takdir
yang sudah tidak dapat diubah lagi. Oleh karena itu, Prabu Bra-
wijaya oleh Ywang Mahadewa diperintahkan supaya mencari
seorang empu yang masih kanak-kanak; namanya adalah Jaka-
sura.
71
Dalam suatu pertemuan keesokan harinya, Prabu Brawi- .
jaya bertanya kepada semua yang menghadap, apakah di an-
tara mereka ada yang mengetahui seorang empu yang masih
kanak-kanak itu. Tumenggung Supadriya mengatakan bahwa
belum tahu. Demikian pula Pangeran Sendang, para empu, dan
yang lain pun tidak tahu. Oleh karena itu, Prabu Brawijaya me-
merintahkan supaya empu yang dimaksudkan itu mereka cari.
Para empu segera berangkat mencarinya. Pangeran Sendang
pun berangkat bersama anaknya, Raden Anom.
Pada waktu itu Pangeran Sendang sama sekali tidak ter-
ingat akan istrinya yang ditinggalkannya di Sendang. Dahulu
ketika ditinggal pergi oleh Pangeran Sendang, ia sedang mengan-
dung tiga bulan. Sebelum pergi, Pangeran Sendang berpesan
supaya anaknya kelak , jika laki-laki, diberi nama Jakasura. Se-
karang Jakasura ini telah lahir dan bahkan telah berumur tujuh
tahun.
Pada suatu hari Jakasura menemukan sebuah bungkusan
di dalam peti ketika ia mencari kain panjang. Menurut ke-
terangan ibunya, yang terdapat di dalam bungkusan itu ada-
lab bakal keris peninggalan ayah Jakasura. Diterangkan pula
selanjutnya oleh ibunya, bahwa ayah Jakasura dulu bernama
Supa. Ketika datang di Blambangan, ia bernama Pitrang dan
kemudian mendapat gelar Pangeran Sendang dari adipati Blam-
bangan. Mendengar keterangan-keterangan dari ibunya ten-
tang kepergian dan tentang diri ayahnya, timbul keinginan Ja-
- kasura untuk mencarinya. Ibunya melarangnya sebab ia ber- -
anggapan bahwa Jakasura akan dapat diterima atau diakui se-
bagai anak oleh ayahnya jika ia pandai membuat keris seperti
ayahnya dulu. Jakasura mau mengurungkan niatnya sehingga
ibunya pun senang hatinya. Sekarang Jakasura ingin belajar
membuat keris.
XLI. (Megatruh)
Setibanya di tempat seseorang empu tua, Jakasura me-
nyampaikan keinginannya akan berguru membuat keris ke-
padanya. Empu tua ·yang m ~ngaku hanya dap~t membuat
72
•
•
XLII. (Dandanggula)
Sesampainya di sebuah desa di Majapahit, karena tidak
tabu jalan yang harus ditempuhnya, Jakasura bertanya kepa-
da anak-anak yang menggembala di ladang. Mereka ini kemu- .
dian dimintanya mengantarkannya dengan upah besi bakal
73
•
74
dang, Prabu Brawijaya menyuruh Jakasura supaya membuat-
kannya sebuah keris yang dinamai Kiai Mangkurat. Jakasura
pun menyanggupinya. Belum sarnpai Prabu Brawijaya menye-
rahkan besi yang akan dibuat keris itu, dengan kekuatan ba-
tinnya Jakasura telah berhasil mencipta besi putih yang kemu-
dian dibuatnya menjadi sebuah keris. Tanpa beringsut dari tern-
pat duduknya, Jakasura telah dapat menyelesaikan pekerja-
annya. Sebuah keris yang telah jadi dengan nama Kiai Mang-
kurat itu diserahkannya kepada Prabu Brawijaya. Dengan de-
mikian, di samping telah memiliki keris Segarawedang buat-
an Raden Anom, Prabu Brawijaya mempunyai lagi sebuah
keris, Kiai Mangkurat buatan J akasura.
Prabu Brawijaya selanjutnya melarang Jakasura membu-
at keris lagi, sedangkan keris-keris yang terlanjur dibuatnya su-
paya diserahkannya kepada Prabu Brawijaya. Dalam kesempat-
an itu Jakasura berkata terus terang bahwa telah membuat de-
Japan keris selama perjalanannya menuju Majapahit. Kedela-
pan buah keris itu dipergunakannya untuk upah mereka yang
telah berjasa menunjukkan jalan menuju Majapahit. Keris-ke-
ris ini tettnasuk yang diminta Prabu Brawijaya pula.
Atas keberhasilannya membuat Kiai Mangkurat , Jakasura
oleh Prabu Brawijaya diserahi daerah Jenu. Di samping itu, ia
akan dikawinkan dengan Rasasekar, putri Prabu Brawijaya sen-
diri.
Sehabis menghadap Prabu Brawijaya, Pangeran Sendang
pulang bersama kedua orang anaknya, yaitu Raden Anom dan
Jakasura. Setibanya di rumah, Pangeran Sendang mencerita-
kan asal mula Jakasura kepada istrinya Rasawulan. Mendengar
semuanya itu, Rasawulan ikut bergembira dan mencintai Ja-
kasura pula. lbu Jakasura sendiri senang pula hatinya ketika
bertemu dengan madunya dan mengerti kisah Pangeran Sen-
dang pada masa yang lalu.
Di dalam pura Prabu Brawijaya bercerita tentang keha-
diran Jakasura di Majapahit kepada Ratu Darawati. Akhirnya,
dikatakan oleh Prabu Brawijaya bahwa Jakasura alcan dikawin-
kannya dengan Rasasekar. Ratu Darawati purt menyetujui mak-
75
sud suaminya itu. Jakasura jadi dinika~an dengan Rasasekar.
Setelah dirias dan diberi berpakaian temanten, keduanya di-
pertemukan.
XLlll. (Sinom)
Di hadapan Jakasura, Prabu Brawijaya menyerahkan pu-
trinya, dan sekaligus memerintahkan Jakasura supaya nanti
membawanya ke Jenu. Upacara perkawinan pengantin berdua
kemudian diselenggarakan secara meriah.
Rasasekar tampak cinta sekali kepada Jakasura, tetapi
Jakasura agaknya masih terlalu muda sebagai seorang pengan-
tin. Ia belum berahi dan bahkao masih takut menghadapi pe-
rempuan yang menjadi istrinya itu. Namun demikian, lama- . .
kelamaan ia dapat mengimbangi nafsu asmara istrinya. Kejadi- .
an seperti itu memang telah dibenarkan oleh ibarat yang me-
ngatakan bahwa apabila seorang laki-laki menghadapi seorang
• perempuan atau seorang perempuan menghadapi seorang laki-
laki, masing-masing dapat dikatakan sebagai kucing dan anak
tikus atau sebagai api dan jerami kering yang berdekatan. Sa-
lah satu di antaranya akan menjadi mangsa yang lain. Demiki-
anlah akhirnya kedua mempelai itu dapat membangun cinta-
nya dengan penuh kasih sayang. Beberapa waktu kemudian
mereka berangkat ke Jenu.
• Kedua orang utusan Prabu Brawijaya yang dulu menda-
pat tugas memanggil Adipati Natapraja di Bintara telah sampai
di sana. Sudah satu hari mereka tinggal di sana, tetapi Adipati
Natapraja yang mereka harapkan mau datang menghadap Pra-
bu Brawijaya belum menyatakan kesediaannnya. Ia malahan
mengatakan kepada kedua orang utusan itu bahwa keenggan-
annya datang menghadap ke Majapahit disebabkan oleh Prabu
Brawijaya sendiri yang belurn mau memeluk agama Islam. Adi-
pati Natapraja selanjutnya menyatakan bahwa tidak sepantas-
nya ia sebagai orang Islam mau menyembah orang Budha mes-
kipun orang Budha itu ayahnya sendiri. Oleh karena itu, ia ti-
dak akan datang ke Majapahit sebelum Prabu Brawijaya me-
meluk agama Islam.
76
•
Kedua orang utusan Prabu Brawijaya tertegun, dengan
penuh rasa ketakutan mendengar ucapan Adipati Natapraja.
Mereka kemudian minta pamit akan pulang. Sepeninggal me- •
reka, Patih Wanasalam mengusulkan agar Adipati Natapraja
mempersiapkan diri untuk berperang sabil melawan Prabu
Brawijaya. Alasannya, tidak urung Prabu Brawijaya akan ma-
rah kepada Adipati Natapraja apabila mendengar laporan ke-
dua orang utusannya tadi. Jika hal ini benar, maka peperang-
an pun akan segera terjadi. Oleh karena itu, lebih baik Adipa-
ti Natapraja bersiap-siap dan kemudian menyatakan perang ke-
, pada Prabu Brawijaya.
Senang Adipati Natapraja mendengar usul Patih Wana-
salam, dan kehendak Patih Wanasalam yang seperti itu di-
turutnya. Persiapan dan pengaturan prajurit diserahkannya
kepada Patih Wanasalam, sedangkan Adipati Natapraja sen-
diri akan pergi minta izin kepada ,p ara wall. Sesampainya di
hadapan Sunan Ampel, ia minta izin akan merebut negara Ma-
japahit. Dengan senang hati Sunan Ampel mengizinkannya ka-
rena memang sudah tiba saatnya. Dari sini Adipati Natapraja
meneruskan perjalanannya ke tempat Sunan Bonang dan Su-
nan Girl. Di sana ia juga menyatakan maksudnya akan me-
merangi Majapahit. Dengan senang hati pula mereka menye-
tujuinya dan kemudian pergi ke Bintara.
Kedua orang utusan Prabu Brawijaya yang pergi ke Bin-
tara telah tiba kembali di Majapahit. Di hadapan Prabu Bra-
wijaya mereka melaporkan basil perjalanannya itu. Menqengar
bahwa Adipati Natapraja tidak mau datang menghadap kepa-
danya, Prabu Brawijaya terkejut dan keheran-heranan. Dengan
suara yang keras ia memerintahkan supaya adipati Terung, Pe-
cattanda, dipanggil menghadap. Tidak lama kemudian yang di-
panggil pun telah datang menghadap.
•
XLIV. (Pangkur)
Adipati Pecattanda oleh Prabu Brawijaya diperintahkan
supaya pergi ke Bintara untuk memanggil Adipati Natapraja.
Jika Adipati Natapraja mau datang ke Majapahit bersmna-sa-
77
rna dengan Adipati Pecattanda, segala kesalahannya akan di-
maafkan oleh Prabu Brawijaya. Akan tetapi, jika ia tidak mau,
Adipati Pecattanda diperintahkan memaksanya. Ia dilarang
pulang oleh Prabu Brawijaya jika tidak dapat membawa Adi-
pati Natapraja. Untuk melaksanakan tugas itu, Adipati Pe-
cattanda oleh Prabu Brawijaya dipersenjatai dengan keris Se-
garawedang. Setelah segala sesuatunya selesai dipersiapkan,
prajurit Majapahit yang akan mengikuti peJ.jalanan Adipati Pe-
cattanda segera diberangkatkan.
Sepeninggal pasukan Majapahit. TeJ.jadilah hal-hal seba-
gai alamat peristiwa atau kejadian yang akan datang. Hujan ber-
campur angin turun dengan lebatnya. Binatang-binatang dari
hutan banyak yang datang. Bunyi guruh menggelegar di ang-
kasa bersahut-sahutan dengan bunyi gunung meletus. Langit ke-
lihatan berawan merah bagaikan lautan darah. -
Sesampainya di wilayah Demak, Adipati Pecattanda ma-
suk sebuah desa dan mendirikan pesanggrahan di sana beserta
para prajuritnya. Kehadiran mereka dengan tujuan akan me-
nyerang Bintara itu telah tersiar beritanya. Dua orang praju-
rit Bintara segera mela}1orkan hal itu kepada Adipati Natapra-
•
Ja.
Mendengar laporan itu, Adipati Natapraja bingung hati-
nya sebab Adipati Pecattanda yang akan menyerang itu ada-
lab adiknya sendiri, saudara seibu. Oleh karena itu, ia minta
pertimbangan kepada Patih Wanasalam. Dengan tidak ragu-
ragu Patih Wanasalam menganjurkan supaya Adipati Natapra-
ja tidak usah khawatir. Berperang melawan adiknya sendiri ti-
dak perlu dijadikan alasan untuk mengurungkan peperangan.
Sebagai contoh, Patih Wanasalam menunjukkan· peperangan
yang teJ.jadi antara AJjuna dan Karna dalam cerita wayang. Ke-
duanya juga saudara seibu, tetapi peperangan yang mesti teija-
di harus teijadi pula. Pendapat Patih Wanasalam ini didukung
oleh Iman Semantri dan Getas Pendawa sehingga Adipati Na-
tapraja pun akhirnya menyetujui maksud mereka itu. Ia kemu-
dian pergi menjumpai para wali.
Ketika Adipati Natapraja tiba di masjid Demak, para wa-
78
li sudah berada di sana. Mereka mulai mengetj~an serambi
masjid, Adipati Natapraja kemudian memberitahukan kepada
Sunan Ampel bahwa ia akan diserang oleh Adipati Pecattan-
da, utusan Prabu Brawijaya. Untuk menghadapi serangan itu,
Sunan Ampel melarang Adipati Natapraja maju perang, teta-
pi ia memerintahkan Sunan Girl supaya memimpin peperang-
an. Sunan Girl sendiri kemudian menunjuk Sunan Ngudung
sebagai senapati. Sunan Ngudung bersedia melaksanakan tu-
gas
. ini, tetapi ia sebelumnya minta supaya dipinjami baju An-
trakusuma milik Sunan Kalijaga.
Senang hati Sunan Ngudung setelah mendapat pinjam-
an baju Antrakusuma. Akan tetapi ia kemudian takabur karena
memakai baju Antrakusuma itu sehingga Sunan Kalijaga mem-
peringatkannya supaya tidak mengamuk membabi buta. Ki
Ageng Sela dan lman Semantri mengikuti Sunan Ngudung ma-
ju ke medan perang. Setelah semuanya siap, para prajurit se-
gera diberangkatkan. Sesampainya di dekat pesanggrahan mu-
suh, mereka berhenti untuk menyusun barisan.
Mengetahui kedatangan lawan, prajurit Majapahit sege-
ra melaporkan kepada Adipati Pecattanda. Kesepakatan se-
gera tercapai sehingga dengan segera pula prajurit Majapahit
menyusun barisannnya. Melihat besarnya barisan Majapahit,
prajurit Demak merasa perlu mendatangkan bantuan, tetapi Su-
nan Ngudung menolaknya. Ia tidak takut menghadapi mu-
suh yang berjumlah lebih besar.
XLV. (Durtna)
Sunan Ngudung memerintahkan supaya prajurit Binta-
ra menghadapi musuh yang datang menyerang. lman Semantri
dan Getas Pendawa mendapat tugas memimpin barisan. Pe-
perangan seru segera tetjadi, tetapi prajurit Demak menjadi
berantakan. Karenanya Sunan Ngudung terpaksa mengumpul-
kan dan menyusun lagi barisan prajuritnya. Ia sendiri kemudi-
an juga maju dengan mengendarai kudanya.
Bertemulah akhimya Sunan Ngudung dengan Adipati Pe-
cattanda. Perang tanding segera tetjadi antara keduanya. Masing-
79
•
80
•
'
XLVI. (Asntarandana)
Di hadapan para wall, Adipati Natapraja minta pertim- "'
bangan, siapa selanjutnya yang akan diangkat menjadi sena-
pati setelah Sunan Ngudung tewas. Atas pettnintaan ini, Su-
nan Girl menunjuk si Jaka Ngudung sebagai senapati untuk
menggantikan ay~ya. Para wall dan para pendeta dimintanya
merestui pengangkatan senapati barn ini. Gelar yang diberikan
kepada senapati barn ini adalah Pangeran Kudus. Karena sena-
pati barn ini masih muda, maka Patih Wanasalam mendapat tu-
gas sebagai pendampingnya. Sunan Kalijaga oleh Sunan Ampel
diminta memanfaatkan kesaktiannya untuk memusuhi orang
Majapahit. Bagaimanapun juga, jika hanya mengandalkan ke-
kuatan, prajurit Demak akan keberatan menghadapi prajurit
Majapahit. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga diminta dapat men-
carl akal untuk mengatasi serangan prajurit Majapahit itu.
Sunan Kalijaga menyanggupinya. Para wall telah bersepa-
kat pula akan mengenakan tipu muslihatnya pada malam hari
itu, dan akan menye.r ang musuh pada esok harinya. Untuk itu,
Sunan Kalijaga minta kepada Adipati Natapraja peti dari Pa-
lembang dan baju kutang pemberian dari Cirebon. Peti dan baju ·
segera diambil oleh Adipati Natapraja dan kemudian diberikan
kepada senapati barn tadi. Cara menggunakan diterangkan pu-
la kepadanya oleh Adipati Natapraja. Pada malam hari sebelum
diadakan penyerangan pada esok harinya , baju kutang itu su-
paya dikebaskan tiga kall, dan esok harinya peti tersebut supa-
ya dibuka di medan perang.
81
•
Di samping itu, Sunan Ampel masih meminta lagi keris Ka-
lamunyeng milik Sunan Girl supaya diberikan pula kepada Se-
napati baru tersebut. Sambil menyerahkan kerisnya Sunan Gi-
rl berpesan supaya kerisnya itu dihunus apabila sudah berada
di medan perang bersarnaan dengan pernbukaan peti tadi. Se-
sudah itu, prajurit diberangkatkan menuju rnedan perang. Iman
Semantri yang semula telah terpukul mundur kembali ikut ma-
ju perang lagi.
Sesampainya di pesanggrahannya, para prajurit beristira-
hat. Di sana rnereka bertemu dengan Ki Ageng Sela yang sebe-
lurnnya memang mengharapkan kedatangan mereka itu. Atas
pettnintaan Ki Ageng Sela, peti dan baju kutang yang dibawa
oleh mereka yang baru datang itu dibuka. Ketika tutup peti
itu dibuka keluarlah lebah-lebah dari dalam peti itu. Keheran-
heranan
. mereka yang menyaksikannya. Cepat-cepat peti itu
ditutup kembali. Pada kesempatan berikutnya Patih Wanasa-
lam membuka baju kutang. Seketika itu juga keluarlah sepasang
tikus yang kernudian lari berputar-putar. Terkejutlah mereka
semua yang menyaksikannya. Sampai malam mereka tidak ti-
dur dan selalu berdna mudah-mudahan dapat menang dalam
perang.
Menjelang tengah malam Pangeran Kudus dan Patih Wana-
salam keluar dari pesanggrahannya menuju tempat musuh. Se-
sampainya di sana, Pangeran Kudus mengenakan mantranya
sehingga orang Majapahit tetap tidur nyenyak, dan tidak menge-
tahui bahwa musuh mendatanginya. Baju kutang segera dike-
baskan tiga kali oleh Pangeran Kudus sehingga datanglah berju-
ta-juta tikus yang langsung merusak barang-barang milik praju-
rit Majapahit.
Prajurit Majapahit ketakutan karena kedatangan berjuta-
juta tikus itu. Mereka berusaha membunuh tikus itu, tetapi ter-
nyata tikus yang datang justru makin banyak. Geger prajurit
Majapahit karenanya. Esok harinya mereka dapat melihat ke-
rusakan yang mereka derita.
Pangeran Kudus yang sudah tiba kembali di pesanggrahan
mengadakan pembicaraan dengan Ki Ageng Sela. Atas kesepa-
82
•
katannya, para prajurit segera dipersiapkan untuk berperang.
Setelah segala-galanya siap_, mereka diberangkatkan.
Pagi hari itu juga Adipati Pecattanda membicarakan ke-
rusakan-kerusakan yang diderita oleh prajurit Majapahit. Pada
malam hari banyak sekali tikus yang datang merusak, tetapi
pagi hari seekor pun tidak ada yang kelihatan . Heran Adipati
Pecattanda melihat kejadian ini. Belum sampai pembicaraan
mereka berakhir, datanglah seorang prajurit yang melaporkan
bahwa prajurit Bintara datang menyerang. Dikatakannya bah-
wa senapatinya adalah Sunan Ngudung yang sudah tewas, teta-
pi sekarang telah dihidupkan kembali. Mendengar laporan itu,
Adipati Pecattanda marah. Segera prajurit Majapahit dikerah-
kannya untuk menghadapi prajurit Demak. Mereka terpaksa
harus berjalan kaki karena perlengkapan kudanya telah dihan-
curkan oleh berjuta-juta tikus tadi malam. Setelah berjumpa
dengan musuh, mereka mengatw barisan untuk mengimbangi
susunan barisan lawan. Arya Tiron, Arya Bobos, dan Arya Pus-
pa ikut ambil bagian dalam barisan prajurit Majapahit ini.
XLVII. (Pangkur)
Peperangan antara prajurit Majapahit dan prajurit Demak
segera terjadi. Suara prajurit bersorak terdengar ramai sekali.
Demikian juga bunyi tembakan, tam bur, selompret, dan sen-
jata-senjata tajam yang berbenturan. Kedua belah pihak saling
menyerang sehingga sama-sama banyak melukai ataupun me-
newaskan prajurit lawannya. Barulah ketika prajurit kelihatan
agak terdesak, Pangeran Kudus turun dari kudanya kemudian
•
me~bawa petinya ke tengah medan perang. Ketika peti itu,
dibuka, keluarlah berjuta-juta lebah yang kemudian mengeroyok·
dan menyengat prajurit Majapahit. Bingung orang Majapahit
menghadapi keroyokan lebah-lebah itu sehingga mereka ter-
paksa mundur.
Melihat kejadian itu, bukan main marahnya Adipati Pe-
cattanda. Ia sendiri segera maju ke medan perang dengan meng-
andalkan bentakannya. Seketika lebah yang banyak sekali jum-
lahnya itu lenyap karena bentakan Adipati Pecattanda. Demi-
83
..
-
,
84
-----~~~ ,.~~~---
XLVIII. (Dandanggula)
Kepergian Pangeran Sendang beserta seluruh keluarganya
itu telah diberitahukan kepada putranya, Raden Anom , yang
bingung menerima kabar ini. Ia juga khawatir, jangan-jangan Pra-
bu Brawijaya nanti minta tanggung jawabnya atas kepergian
ayahnya itu. Oleh karena itu, ia telah bersepakat dengan istri-
nya akan menyusul Pangeran Sendang. Akhirnya, mereka ber-
,
temu dengan yang disusul. Ketika itu teringatlah Pangeran Sen-
dang kepada istrinya yang masih tertinggal di Sendang Sedayu.
Sementara yang lain meneruskan perjalanan ke Mataram, Pange-
ran Sendang kembali menemui istrinya yang berada di Sendang
itu.
Sunan Kalijaga setelah tiba di dalam pura Majapahit sege-
ra memasang jimatnya. Ia kemudian berkeliling di dalam pura
Majapahit dengan harapan supaya nanti Prabu Brawijaya tidak
•
maju perang.
Sudah agak lama Prabu Brawijaya menanti berita tentang
kepergian prajurit Majapahit yang menyerang ke Bintara. Atas
pertanyaan Prabu Brawijaya, Arya Simping yang juga telah ikut
ke Bintara melaporkan bahwa peperangan antara prajurit Bin-
tara dan prajurit Majapahit telah terjadi'. Semula prajurit Maja-
• 85
• • pahit unggul dalam peperangan itu, Prajurit Bintara banyak
yang tewas, dan senapatinya pun tewas dalam peperangan. Akan
tetapi, keadaannya sekarang berbalik, Adipati Pecattanda ter-
pukul mundur. Bala tentara Majapahit berantakan semuanya;
sebagian ada yang tidak berani maju perang lagi dan sebagian
telah melarikan diri dari barisan. Dengan sembunyi-sembunyi
Pangeran Sendang telah pergi pula meninggalkan Majapahit.
Istri dan kedua orang anaknya ikut semuanya.
Mendengar laporan itu, bukan main marahnya Prabu Bra-
wijaya. Siapa pun yang bertemu dengan Pangeran Sendang be-
serta anak istrinya diperintahkan membunuhnya. Bondansera-
ti segera diperintahkan bersiap-siap perang dan Prabu Brawija-
ya sendiri juga bettnaksud akan ikut menyerang ke Demak be-
serta seluruh prajuritnya.
Malam hari sebelum memberangkatkan prajuritnya, Prabu
Brawijaya tidak tidur. Ia semadi di tempat pemujaannya un-
tuk menghadap kepada Tuhannya. Dengan jelas pada saat itu
Prabu Brawijaya dapat melihat bahwa kerajaannya akan jatuh.
Wahyunya_ sebagai raja telah berpindah kepada putranya, yaitu
Raden Patah atau yang sekarang bernama Adipati Natapraja
•
di Bintara. Oleh karena itu, Prabu Brawijaya mengurungkan
niatnya memerangi Demak. Keratonnya kemudan dipindah-
kannya ke gunung. Para istri dan putranya ikut berpindah ke
sana. Raden Gugurlah yang kemudian datang menjemput Pra-
bu Brawijaya dan mereka itu. Yang masih tetap tinggal di ke-
raton hanyalah Ratu Darawati yang telah memeluk agama Is-
lam.
Sementara itu peperangan antara prajurit Demak dan Ma-
japahit masih terhenti. Pangeran Kudus dan para prajuritnya ti-
dak mau maju menyerang karena mengetahui kesaktian musuh-
nya yang luar biasa. Banyak yang terpelanting jauh karena ben-
takan Adipati Pecattanda sehingga yang lain pun sulit menye-
rang. Oleh karena itu, Pangeran Kudus minta pertimbangan
Ki Ageng Sela, bagaimana sebaiknya. Atas perntintaan ini, Ki
Ageng Sela mengusulkan , sebaiknya Adipati Pecattanda dimin-
ta menyerah untuk kemudian dijadikan ternan memerangi Ma-
86
I
japahit. Jika hal ini tidak dapat diusahakan, sulitlah menjatuh-
kan Majapahit. Sebaliknya, kalau Adipati Pecattanda mau me-
nyerah, Majapahit pasti akan jatuh meskipun ada lagi lainnya
yang dapat diangkat menjadi senapati untuk menggantikannya.
Pangeran Kudus setuju akan usul yang diajukan oleh Ki Ageng
Sela ini. Ia kemudian menulis sepucuk surat untuk Adipati Pe-
cattanda yang segera diantarkan oleh kedua orang utusannya,
Raga dan Jiwa.
Di lain pihak, sebenarnya prajurit Majapahit juga tidak
mau berperang lagi karena takut menghadapi musuh yang di-
pimpin para wall itu. Adipati Pecattanda bingung karena ti-
dak ada lagi temannya maju perang. Akan mundur ia malu, te-
tapi jika meneruskan peperangannya, ia merasa berat
menghadapi musuhnya itu apalagi masih saudaranya sendiri. Me-
nyesal ia karena telah menyanggupi perintah Prabu Brawijaya
yang temyata menimbulkan peper~ngan itu. Para pengikutnya
menyarankan supaya ia menyerah saja kepada kakaknya di
Demak itu, tetapi Adipati Pecattanda sendiri merasa berdosa
karena telah membunuh Sunan Ngudung. Menurut pikirannya,
ia akan dibunuh pula.
Pada saat itu datanglah dua orang utusan dari Demak me-
nyampaikan sepucuk surat kepada Adipati Pecattanda. Surat
yang ditulis oleh Pangeran Kudus itu berisi suatu pettnintaan
supaya Adipati Pecattanda mau bersatu dengan Adipati Nata-
praja, kakaknya. Dikatakan pula di dalam surat itu bahwa Adi-
pati Natapraja bertnaksud akan mengangkat diri menjadi raja.
Untuk itu, lebih dulu akan menjatuhkan Majapahit. Jika Adi-
pati Pecattanda mau menyerah dan bersatu, Pangeran Kudus
menyatakan akan menjamin keselamatannya meskipun Adipa-
ti Pecattanda telah membunuh Sunan Ngudung dalam pepe-
rangan.
Meskipun masih sangsi akan jaminan keselamatan jiwa-
nya, Adipati Pecattanda mencoba memenuhi pennintaan Pa-
ngeran Kudus itu. Ia akan menyerah kepada kakaknya , Adi-
pati Natapraja. Surat balasan segera ditulisnya dan kemudian
diserahkan kepada kedua orang utusan dari Demak tadi. Se-
87
•
IL. (Sinom)
Seorang prajurit datang menghadap Pangeran Kudus. Ia
memberitahukan bahwa Adipati Pecattanda beserta bala tenta-
ranya telah tiba. Iman Semantri oleh Pangeran Kudus diperin-
tahkan menjemputnya. Segera ja melaksanakan perintah itu.
Setelah dapat beJjumpa dengan Adipati Pecattanda, ia kemu-
dian mengajaknya menuju tempat Pangeran Kudus. Dari sana
Pangeran Kudus mengajak Adipati Pecattanda pergi ke Bintara
untuk menemui Adipati Natapraja. "
Dengan senang hati Adipati. Natapraja memaafkan segala
kesalahan Adipati Pecattanda, tetapi ia meminta bantuan adik-
nya itu untuk ikut menjatuhkan negara Majapahit. Adipati Pe-
cattanda dimintanya mencegah kehadiran para adipati dari
daerah bagian timur yang akan membantu perang Prabu Bra- '
wijaya. Bagaimana caranya menaklukkan mereka itu diserah-
kan kepada Adipati Pecattanda, tetapi Adipati Natapraja ber-
harap mudah-mudahan tidak ada yang melawan. Setelah jelas
apa yang akan dilakukan, Adipati Pecattanda dan bala tentara-
n ya berangka t.
Sepeninggal mereka itu, Adipati N atapraja sendiri juga
bersiap-siap akan menyerang Majapahit. Para wall ikut men-
88
•
89
dari Majapahit. Itulah sebabnya maka ia tidak berhasil men-
jumpainya, apalagi pura Majapahit telah menghilang pula. Be-
kas tempat pura itu berubah menjadi sebuah rawa. Melihat ke-
nyataan ini, Bondanserati tidak dapat berkata apa-apa. Dengan
sembunyi-sembunyi ia beserta anak dan istrinya pergi mening-
galkan tempat itu.
Di luar pura prajurit masih menanti Bondanserati yang
semula bettnaksud akan menyerang Bintara. Arya Simping yang
juga berada di luar pura kemudian masuk dengan tujuan men-
•
jenlput Bondanserati, tetapi ternyata yang dicari tidak ada di
sana. Keraton tampak sepi karena telah berubah menjadi rawa.
Yang masih terlihat hanyalah tempat tinggal Ratu Darawati.
Arya Simping segera keluar lagi memberitahukan kepada me-
reka yang berada di luar pura bahwa baik Prabu Brawijaya mau-
pun Bondanserati telah pergi. Mereka terkejut dan sedih men-
dengar kabar itu. Hilangnya Prabu Brawijaya beserta puranya
dan Bondanserati itu oleh Arya Simping ditandai dengan ang-
ka tahun 1400 (nir ilang kartining jagad).
Akhirnya, Arya Simping dan para prajurit yang masih ada
itu menyerah kepada Adipati Natapraja dari Bintara. Dengan
demikian, keinginan Adipati Natapraja menjadi raja Islam te-
lah tercapai.
L. ( Asmarandana)
Mendengar kepergian Bondanserati dan Raden Jambale-
ka, Lembana dan Lembusa segera memberitahukan hal itu ke
kadipaten. Karena pemberitahuan itu, para istri yang ditinggal
pergi suaminya di sana menjerit seketika. Mereka dalam keada-
an gugup segera mencari suaminya yang telah pergi itu bersama-
sama dengan teman-temannya yang lain. Laki-laki dan perem-
puan lari tunggang-langgang melewati hutan, naik gunung, dan
. turun jurang. ·
Arya Simping, para bupati, dan para prajurit yang tetap
tinggal di Majapahit telah bersepakat akan menyerahkan diri
kepada Adipati Natapraja di Bintara. Senjata-senjata dan juga
harta benda telah mereka siapkan unt~ mereka angkut ke sa-
I
90
na. Ratu Darawati yang telah diberi tahu juga akan maksud
mereka itu menyatakan persetujuannya. Setelah semuanya
siap, mereka pun segera berangkat dengan barang-barang bawa-
annya.
Mendengar berita kedatangan orang Majapahit yang akan
menyerah itu, senang sekali hati Adipati Natapraja. Akan te-
tapi, ia sangat heran setelah diberi tahu bahwa Prabu Brawija-
ya telah menghilang dari Majapahit. Atas perintah Patih Wa-
nasalam, Arya Simping, Arya Puspa, dan Arya Tiron segera da-
tang menghadap Adipati Natapraja. Di hadapan Adipati Nata-
praja itu Arya Simping menyatakan bahwa sepeninggal Prabu
Brawijaya, tidak ada lagi orang Majapahit yang akan berani me-
merangi Adipati Natapraja. Mereka semua telah bersepakat akan
menyerahkan diri kepada Adipati Natapraja di bintara. Lebih
lanjut mereka telah bersepakat pula akan mengangkat Adipa-
ti Natapraja sebagai raja di Majapahit untuk menggantikan Pra-
bu Brawijaya. Dalam kesempatan itu Adipati Natapraja menje-
laskan bahwa sebenamya ia tidak bettnaksud mel\iatuhkan
Majapahit. Tujuannya semula hanyalah meminta supaya Pra-
bu Brawijaya mau memeluk agama Islam dan meninggalkan aga-
ma Budha. Atas pertanyaan Adipati Natapraja selanjutnya, Ar-
ya Simping pun menyatakan bahwa orang Majapahit yang da-
tang menyerah itu bersedia memeluk agama Islam seperti orang
Bintara. Oleh karena itu, mereka kemudian diajak ke Bintara
oleh Adipati Natapraja.
Pangeran Kudus oleh Adipati Natapraja diperintahkan
memboyong Ratu Darawati yang pada saat itu masih berada
di dalam pura Majapahit. Pangeran Kudus juga diperintahkan-
nya membawa barang-barang milik Prabu Brawijaya yang rna-
sib ada di sana sebab temyata barang-barang kesayangan Prabu
Brawijaya banyak yang hilang bersama-sama dengan menghi-
langnya Prabu Brawijaya. Misalnya, tempat duduknya, gamel-
an Sekardlima, tombak, keris, d-an panahnya. Di samping itu,
Prabu Brawijaya juga mengajak beberapa orang abdi kesayang-
annya. Menurut orang-orang yang mengerti, menghilangnya
Prabu Brawijaya itu sebenarnya hanyalah berpindah keraton
91
ke Gunung Lawu. Di sana ia berganti nama Sunan Lawu dengan
keraton yang masih tetap seperti semula.
Ratu Darawati . yang tidak ikut pergi dengan Prabu Bra-
wijaya telah mendengar kabar bahwa ia akan diboyong ke
Bintara. Senang sekali ia menerima kabar itu sebab yang mem-
boyong adalah putranya pula, yang kelak akan menjadi raja
Islam. Oleh karena itu, ia kemudian bersiap-siap dan mempei-
siapkan barang-barang bawaannya. Sesudah itu ia bertemu de-
ligan Pangeran Kudus yang telah datang di sana untuk menjem-
putnya. Rupanya Pangeran Kudus ketika itu mulai menaruh
hati kepada Ratu Darawati sebab sebelumnya ia sudah diberi
tahu oleh Adipati Natapraja bahwa akan dikawinkan dengan-
nya. Kepada Ratu Darawati itu ia selanjutnya menyatakan tu-
juan kedatangannya di sana, yaitu memboyong Ratu Dara-
wati dan mengangkut barang-barang yang masih tertinggal di
dalam pura. Ratu Darawati yang sudah bersiap-siap sejak tadi
•
segera dapat berangkat. Demikian pula barang-barang yang akan
dibawa ke Bintara dapat segera diangkut beramai-ramai oleh
orang Majapahit.
U. (Pangkur)
Arya Bobos yang berangkat kemudian mengerahkan orang
Majapahit lainnya untuk mengangkut dua buah bangsal pura
Majapahit ke Bintara. Kedua bangsal itu akan dipasang lagi di
masjid Demak. Orang Majapahit di sarnping mengangkut ba-
rang-barang ke Bintara, sekaligus juga diperintahkan berpin-
dah rumah ke sana. Mereka yang membangkang dipaksa oleh
teman-temannya yang lain supaya ikut berpindah ke sana. Ha-
nya para putra Prabu Brawijaya yang merasa malu tidak ikut
pergi ke Bintara. Bersama anak dan istrinya mereka mening-
galk:an Majapal}it 'pada malam hari. Mereka mengungsi ke hu-
tan atau ke gunung dengan tujuan bertapa untuk menyembu-
nyikan dirinya.
Pangeran Kudus setelah tiba di Demak segera menghadap
Adipati Natapraja. Ia melaporkan perjalanannya ke Majapahit
dan tentang keberhasilannya memboyong Ratu Darawati.
• 92
•
93
•
r
LII. (Dandanggula)
Adipati Pecattanda ketika itu masih melaksanakan tugas-
- nya. Negara-negara di bagian timur Pulau Jawa yang akan mem-
berikan bantuan perang ke Majapahit dicegahnya. Para adipati
yang tidak mau ditegahkan kehendaknya diperanginya. Dengan
cara ini Adipati Pecattanda telah dapat menaklukan banyak
.. negara. Sebagian takluk karena berperang, sedangkan yang
lain banyak pula yang takluk secara damai. Mereka yang sudah
takluk diberinya pelajaran agama Islam dan disuruh datang meng-
hadap Sultan Bintara.
Hanya negara Blambangan dan Bali yang sampai pada saat
itu b~lum mau takluk. Adipati Siyunglaut dari Blambangan
ingin menjadi raja yang berkuasa atas seluruh Pulau Jawa. Ia
telah bersekongkol dengan raja Bali akan menyerang Binta-
ra. Beberapa negara lain yang membantunya telah bersiap-siap
di Blambangan.
Mendengar kabar itu, Adipati Pecattanda sangat marah.
Para adipati negara-negara yang telah bersatu dengan Adipati
Pecattanda juga telah bersepakat akan menyerang Blambang-
an. Oleh karena itu, Adipati Pecattanda memerintahkan su-
paya para prajurit dipersiapkan, tetapi ketika itu datanglah utus-
an Sultan Bintara menyampaikan sepucuk surat. Dalam suratnya
itu Sultan Bintara memberitahukan kepada Adipati Pecattan-
94
•
95
dan Adipati Sidapeksa. Orang Bintara yang masih hidup kemu-
dian pulang, sedangkan bala tentara Blambangan yang menang
juga mundur. Meskipun menang, orang Blambangan sangat
•
kecewa hatinya karena ternyata musuhnya itu bukan orang
Terung. Tumenggung Artadaya yang tewas itu sebenarnya ada-
lah paman Adipati Siyunglaut sendiri, sedangkan Tumenggung
Tohjiwa adalah adiknya.
Adipati Pecattanda yang telah tiba di Bintara langsung
'
menghadap Sultan Bintara. Atas jasa-jasanya, Sultan Bintara
mengucapkan terima kasih kepadanya. Dalam kesempatan itu
Adipati Pecattanda melaporkan bahwa para adipati di Jawa
•
bagian timur telah ditaklukannya, kecuali adipati Gendung,
Sruwung, Pejarakan, dan Bandung yang memihak Blambang-
•
an. Mereka ini sebenarnya akan ditakluk.kannya sekaligus, te-
tapi ketika itu datang surat Sultan Bintara yang memerintah-
kannya supaya pulang.
Sultan Bintara selanjutnya memberitahukan kepada Adi-
pati Pecattanda, bahwa masalah Blambangan akan diselesai-
kan secara damai. Ia telah mengutus Tumenggung Artadaya
dan Tumenggung Tohjiwa untuk menyampaikan surat ke sana.
Adipati Siyunglaut diizinkannya tidak menghadap asal dua buah
kerisnya, Kiai Sengkelat, diserahkan kepada Sultan Bintara.
Apabila kedua buah keris ini sudah berada di tangan Sultan
Bintara, Blambangan akan mudah ditaklukan.
Mendengar penjelasan Sultan Bintara yang seperti itu, Adi-
pati Pecattanda sekali lagi memberitahukan bahwa Adipati Si-
yunglaut jelas tidak akan mau takluk karena ia sendiri ingin
menjadi raja. Namun demikian, apabila Sultan Bintara ingin me-
makai sebuah keris, Adipati Pecattanda dengan senang hati akan
menyerahkan kerisnya, Kiai Segarawedang, kepadanya. Senang
sekali Sultan Bintara menerima keris pusaka dari adiknya itu.
Sesaat kemudian datanglah para prajurit yang terpukul
mundur dalam peperangannya melawan bala tentara Blambangan.
Di hadapan Sultan Bintara mereka melaporkan terjadinya pe-
perangan dari awal sampai akhir, tennasuk juga tewasnya Tu-
menggung Artadaya.
96
•
LII. (Asmarandana)
Dua orang utusan, Kodrat dan Malangsumirang, berang-
kat memanggil Syeh Sitijenar. Dalam waktu sekejap mata saja
mereka telah sampai di pertapaan Syeh Sitijenar. Ketika mere-
ka tiba di sana, Syeh Sitijenar masih tetap bertapa di dalam
sebuah gua. Mereka memanggil nama Syeh Sitijenar dari luar
gua, tetapi jawaban yang mereka dengan menyatakan bahwa
Syeh Sitijenar tidak berada di dalam gua; yang ada di dalam gua
hanyalah Allah. Kedua orang utusan itu terpaksa kembali lagi
ke Demak untuk melaporkan hal itu. Atas keterangan itu, Su-
nan Giri mengutus mereka lagi supaya memanggil Syeh Sitije-
nar dengan menyebutnya sebagai Allah. Akan tetapi, ketika me-
reka memanggil nama Allah dari luar gua tadi, jawaban yang di-
dengarnya juga berubah; Tuan Allah sudah tiada, Sitijenarlah
yang menggantikannya. Kedua orang utusan terpaksa kemball
lagi ke Demak. Akhirnya, Sunan Girl memerintahkan utusan-
nya tadi supaya memanggil Syeh Sitijenar dengan sebutan Tuan
Allah Sitijenar. Dengan panggilan inilah Syeh Sitijenar mau ke-
luar dari guanya dan kemudian mengikuti kedua orang utus-
an itu menjumpai Sunan Girl.
Di sana Sunan Girl menyatakan bahwa tujuannya me-
manggil Syeh Sitijenar adalah akan mengajaknya bettnusya-
warah dengan para wall lainnya tentang pengetahuan dan ilmu
yang mereka miliki. Dalam kesempatan itu para wall dapat me-
ngemukakan pendapat dan pandangannya masing-masing. Pa-
1
97
-
98
•
I
99
• •
LIV. (Pangkur)
'
Yang sedang dibicarakan di sana adalah kedatangan Adipa-
ti Pecattanda yang akan menyerang Blambangan. Atas perta-
nyaan Siyunglaut, Ki Patih menyatakan lebih baik orang Blam-
bangan melawannya. Para adipati yang menjadi sekutu Siyung-
laut pun menyetujuinya, apalagi ternyata Adipati Pecattanda
dari Terung itu telah membantu Adipati Natapraja menakluk-
kan Majapahit.
Pada waktu itu datanglah seorang prajurit memberitahu-
kan bahwa Adipati Pecattanda beserta bala tentaranya telah tiba
di Blambangan. Derrii mendengar pemberitahuan itu, Siyung-
laut segera mempersiapkan prajuritnya untuk mengadakan per-
lawanan. Di lain .Ji: .ak, Adipati Pecattanda yang sudah ber-
baris di luar kota mulai menggerakkan maju bala tentaranya.
Peperangan seru segera teijadi setelah kedua belah pihak ber-
temu di medan perang. Akan tetapi, karena prajurit Blambang-
an bagaikan kebanjiran musuh , kedudukannya makin terde-
sak. Banyak prajuritnya yang tewas. Orang Bandung, Kedung-
sruwung, Pejarakan, dan Prabalingga lari ketakutan. Sidapeksa
pun telah melarikan diri. Setelah tiada seorang pun yang bera-
ni maju melawan, Adipati Pecattanda dan para adipati turun
dari kudanya dan kemudian masuk ke dalam pura Blambang-
an.
Raja Siyunglaut dan Patih Caluring masih tetap berada di
dalam pura. Mereka rupanya tidak berniat lagi maju perang ka-
rena melihat banyaknya orang Blambangan yang telah tewas.
Namun demikian, mereka selalu tetap waspada di dalam pura.
Akhirnya, timbul juga keinginan Patih Caluring untuk mem-
pertahankan negaranya. Ia meminta supaya Raja Siyunglaut
100
.
maju perang, tetapi rajanya itu. tetap tidak mau berperang ka-
rena ketakutannya. Tentu saja Patih Caluring tidak senang dan
bahkan ia menjadi jengkel karena sikap rajanya yang seperti
itu. Oleh karena itu, Raja Siyunglaut pun dihina, diumpat, dan
ditantangnya pula. Karena marahnya, Raja Siyunglaut segera
menghunus kerisnya dan ditikamkannya ke dada Patih Calu-
ring. Meskipun dadanya telah tertikam, Patih Caluring masih
dapat~ melakukan perlawanan. Keris Raja Siyunglaut direbut-
nya dan kemudian ditikamkannya kepada rajanya itu sehing-
ga mereka berdua mati bersama-sama. Melihat kejadian itu, is-
tri Siyunglaut menangis.
Ketika tiba di dalam pura, Adipati Pecattanda tidak
mendapat perlawanan. Ia mengetahui bahwa ternyata Raja Si-
yunglaut dan Patih Caluring telah tewas. Atas pertanyaan Adi-
pati Pecattanda, istri Siyunglaut menceritakan i tewasnya ke-
dua orang itu dari awal sampai akhir. Anak Patih Caluring oleh
Adipati Pecattanaa diangkat magang. Orang Blambangan dipe-
rintahkan oleh Adipati P.ecattanda supaya takluk kepada Sul-
tan Bintara, sedangkan istri Raja Siyunglaut diboyongnya ke
Bintara. Barang-barang berharga milik Raja Siyunglaut diangkut-
nya ke Bintara, tertnasuk pula dua buah keris kembar yang se- ~
rupa dengan Kiai Sengkelat yang sebenarnya.
Sesampainya di Bintara, Adipati Pecattanda melaporkan
-.., perjalanannya ke Blambangan yang telah memperoleh keme-
nangan. Barang-barang rampasan dan dua buah keris kembar
yang dibawanya kemudian diserahkannya kepada Sultan Bin-
tara. Atas keberhasilannya itu, Adipati Pecattanda menerima
ucapan terima kasih dan pujian dari Sultan Bintara.
{
LV. (Sinom) ·
Putri Adipati Pecattanda oleh Sultan Bintara dinikahkan
dengan Pangeran Kudus yang kemudian bergelar Sunan Kudus.
Sultan Bintara sendiri oleh para adipati di tanah J awa telah di-
sepakati untuk menjadi raja. Para wall memberinya gelar Sena-
pati Jimbun Panembahan Palembang. ·P utra Sultan Bintara
yang bernama Ki Wanapala diangkat menjadi patih dengan ge-
101
•
102
•
.
pa. Pada hari ketuj uh ia bertapa di sana, terdengarlah olehnya
suara ayahnya. Menurut suara itu, Raden Wanabaya diperintah-
kan pergi ke Mangir. Ia dianjurkan membuat desa di sana sebab
nanti dengan cara itu ia akan memperoleh kebahagiaan.
Raden Wanabaya mengikuti perintah suara ayahnya itu.
Ia segera keluar dari dalam gua itu dan kemudian betjalan ke
arah selatan sampai di pantai. Dari sana ia kemudian berjalan
ke barat melewati Sungai Gajahmungkur. Sungai berikutnya
yang dilewatinya adalah Sungai Opak. Sesampainya di muara
Sungai Praga, Raden Wanabaya berhenti. Di sana ia bertanya
kepada salah seorang yang sedang mencari ikan tentang arah tegal
Mangir dari tempat itu. Atas bantuan pencari ikan itu, Raden
Wanabaya akhirnya dapat menemukan tegal Mangir y·ang ke-
mudian berhasil dibuatnya menjadi desa.
Di tempat baru ini Raden Wanabaya kemudian menikah
dengan putri dari J,.uwana. Dari perkawinannya ini ia memper-
oleh seorang anak laki-laki yang set'elah dewasa dikawinkannya
dengan Bocor.
L~. (Dandan~a)
103
kedua orang sahabatnya kemudian mengikuti Sunan Bonang
men1:1ju D·em.ak ~
· Ses~painya di masjid Demak, mereka menerima ajaran-
ajarari dari Sunan Bonang. Di samping itu, mereka sempat me-
minta ajaran ilmu gaib kepadanya tentang asal mula dan akhir
kehidupan. Dalam hal ini Sunaa Bonang meminta agar mereka
nanti pada waktu dalam kadaan sekarat tetap hati-hati. Maksud-
nya, supaya mereka nant i tidak terlalu mudah tertarik oleh pe-
mandangan yang indah dan suara yang mengenakkan telinga
sebab semuanya itu adalah buatan para iblis yang disengaja un-
tuk menyesatkan m_anusia yang meninggal.
LVII. (Kinanti)
Sunan Kalijaga yang semula dikabarkan pergi berkeliJing
dunia sekarang bettnaksud akan pulang karena sudah rindu kepa-
da anak dan istrinya. Akan tetapi, ketika
.
ia tiba di rumah, putra-
nya tidak terlihat. Menurut keterangan istri Sunan Kalijaga,
Raden Mas Adi telah pergi menyusul Sunan Kalijaga beserta
dua orang sahabatnya. Demi mendengar itu , Sunan Kalijaga se-
gera kembali ke Mekah. Ternyata setibanya kembali di sana,
ia tidak juga menemukan putranya. Segera ia kembali ke Jawa
lagi. Di Bintara ia tidak dapat menemukan putrany~ang sudah
besar dan tidak dikenalnya lagi itu. Sunan Kalijaga akhirnya
bettnaksud menyamar sebagai penambul bertopeng. Ia menam-
bul di depan warung-warung yang dilaluinya dengan harapan
supaya ditonton oleh anak-anak kecil, tetapi ia tidak memin-
ta upah. Seorang pun tidak ada yang mengetahui bahwa penam-
bul itu adalah Sunan Kalijaga.
\ Namun demikian, Sunan Bonang dalam hatinya sudah ti-
dak sangsi lagi bahwa penambul itu ~dalah Sunan Kalijaga. Oleh
karena itu, penambul tadi dipanggilnya. Di situlah Sunan Bo-
nang mempertemukan Sunan Kalijaga dan putranya, yaitu Ra-
den Mas Adi. Oleh Sunan Bonang selanjutnya Raden Mas Adi
diberi nama Pangeran Hadikesuma.
Malam hari sesudah pertemuan itu Sunan Bonang bettnak-
sud mempergelarkan wayang kulit semalam suntuk. Cerita
104
•
LVID. (Sinom)
Menantu Prabu Brawijaya di Pengging, Adipati Dayaningrat ,
telah lama meninggal dunia. Ia meninggalkan dua orang anak
laki-laki, yaitu Kebokanigara dan Kebokenanga. Setelah Majapahlt
jatuh, Raden Kebokenanga berguru kepada Syeh Sitijenar tentang
agama Islam bersama-sama dengan Ki Ageng Tingkir. Orang
Pengging akhirnya juga memeluk agama Islam semuanya. Raden
Kebokenanga kemudian menikah dengan adik Ki Ageng Butuh,
sedangkan hubungannya dengan Ki Ageng Tingkir bagaikan dua
orang bersaudara.
Negara Pengging di bawah pemerintahan Raden Kebokena-
nga, a tau kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Ageng Pengging,
makin lama makin berkembang, tetapi Sultan Bintara mulai tidak
senang terhadap sikap Ki Ageng Pengging. Ia menganggap Ki
Ageng Pengging sebagai penghalangnya menjadi raja . Oleh-karena
itu, Sultan Bintara mengirimkan dua orang utusan supaya me-
manggil Ki Ageng Pengging itu.
Sesampainya di Pengging, merek~ mengatakan maksud
105
kedatangannya kepada Ki Ageng Pengging. Akan tetapi, Ki Ageng
Pengging menyatakan tidak mau datang menghadap Sultan Bintara
sehingga kedua orang utusan itu terpaksa pulang tanpa hasil.
Sepeninggal mereka, Ki Ageng Tingkir menyadarkan supaya
Ki Ageng Pengging mau datang ke Bintara, tetapi usahanya itu pun
tidak berhasil. Ki Ageng Pengging tetap pada pendiriannya semula
sehingga Ki Ageng Tingkir akhirnya menyetujuinya pula, dan bah-
kan menyarankan supaya Ki Ageng Pengging bersiap-siap perang.
Kebetulan ketika Ki Ageng Tingkir b~rada di Pengging itu,
istri Ki Ageng Pengging melahirkan. Bayi laki-laki yang baru
lahir itu oleh Ki Ageng Tingkir diberi nama Mas Karebet.
Sementara itu dua orang utusan Sultan Bintara yang pergi
ke Pengging telah tiba kembali di Demak. Keengganan Ki Ageng
Pengging datang ke Demak mereka laporkan kepada Sultan
Bintara. Mendengar laporan itu, Sultan Bintara menjadi sangat
marah. Ki Ageng Wanapala diutusnya pergi ke Pengging untuk
menanyakan kehendak Ki Ageng Pengging yang sebenarnya.
Dengan empat orang sahabatnya Ki Ageng Wanapala segera berang-
kat ke Pengging.
Setibanya di Pengging, Ki Ageng Wanapala memperkenalkan
diri kepada Ki Ageng Pengging sebagai utusan Bintara. Tujuan
kedatangannya di Pengging adalah ingin mengetahui kehendak
Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Wanapala mengemukakan dua hal
dari Sultan Bintara yang harus dipilih salah satu oleh Ki Ageng
Pengging.
LIX. (Asmaradana)
Kedua hal yang ditawarkan Ki Ageng Wanapala itu berupa
dua pilihan yang berbeda atau berlawanan, yaitu antara yang ada
secara berlebihan dan yang sama sekali tidak ada; antara yang
tidur hanya sekali tetapi selamanya berjaga dan yang tidur tiap
malam tetapi tiap hari betjaga; dan antara yang makannya hanya
sekali tetapi kenyang selama-lamanya dan yang makan tiap hari
tetapi laparnya juga tiap hari. Jika Ki Ageng Pengging memilih
yang ada dan dapat makan setiap hari, maka ia oleh Ki Ageng
Wanapala diperintahkan mengambil negara senyampang Sultan
106
,
LX. (Pangkur)
Di gelanggang yang telah disiapkan Ki Ageng Sela dihadapkan
kepada seekor banteng yang menjadi lawannya. Meskipun sama
sekali tidak takut menghadapi banteng i itu, Ki Ageng Sela tidak
mau mendahului menyerang. Baru setelah banteng itu menyerang,
ia mengadakan perlawanan. Kedua tanduk banteng itu dipe-
gangnya untuk memilin kepala • Kepala banteng yang t elah
dipilinnya itu kemudian ditinjunya kuat-kuat sehingga pecah
107
~eketika itu juga. Otaknya keluar, dan Ki Ageng Sela menoleh
ke belakang.
M ng tahui Ki Ageng Sela n1enoleh ke belakang itu, Sultan
Bintara mengutus patihnya supaya menanyakan mengapa pada
:~a at itu Ki Ageng Sela menoleh ke belakang. A ta pertanyaan Ki
Patih ini Ki Ageng Sela tnengatakan bahwa tidak tahan akan bau
darah yang mengenai badannya. Keterangan Ki Ag ng Sela ini
kemudian dlsampaikan ol h Ki Patih kepada Sultan Bintara.
Karena keterangan Ki Ageng Sela yang ~~mik.ian itu, maka Sultan
Bintara menilai Ki Ageng Sela sebagai penakut. Sultan Bintara
mengutus Ki Patih lagi ~upaya menyuruh Ki Ageng Sela pulang
kar na Sultan Bintara tidak menyuk:ai perbuatannya tadi.
Dengan perasaan mendongkol Ki Ageng Sela egera pulang
k . rumahnya setelah menerima p rintah ultan Bin tara itu.
Se ampainya di rumah ia kemudian menyiapkan pr<ijuritnya
untuk meny rang Sultan Bintara. D ngan tnenunggang kuda dan
dengan senjata Kiai Pleret ""iap di tangannya Ki Ageng Sela berang-
kat menyerang Sultan Bintara.
Kedatangan Ki Ageng Sela dengan tujuan akan menyerang
itu dilaporkan ol h Ki Patih kepada Sultan Bintara. Walaupun
d mkian, Sultan Bintara tidak berma.ksud akan melawannya.
Para prajuritnya dip rintahkannya n1enyamar dan membiarkan
Ki Ageng Sela datang di hadapan Sultan Bintara. Dengan derniki-
an ketika Kl Ageng Sela masuk ke dalam pura tidak mendapat
perlawanan sama sekali. Akan tetapi, Sultan Bin tara yang juga nte-
nyarnar selalu waspada. S gala perbutan Ki Ag ng SeJa di sana
s lalu diawasinya. Dari kejauhan Sultan Bintara kemudian mele-
pa kan anak panaJmya. Anak panah itu tepat mengenai hldung
kuda Ki Ag ng Sela ~ehingga kuda itu rnelarikan cliri. Orang Sela
lari pula mengikutinya hingga Sultan Bintara tertawa karena-
nya.
Setibanya di rumah, Ki Ageng Sela yang menderita kaJah
•
itu diam aja tidak mau b rkata apa ..apa.
LXI. (Dandanggula)
Ke edihan hat i karcna kalah dalam peperangan itu tclah
108
menimbulkan keinginan Ki Agcng Sela untuk prihatin. Ia meJijadi
lupa akan makan dan minum, dan tiap malarn ia mengadar.
Pada suatu malam menjelang pagi hari ia mendengar suara yang
mcnyatakan bahwa ia nanti akan memperoleh sebuah canang
ebagai tengara perang dan scbagai pusaka r(ija. Ki Ageng Sela
tcrbangun dari tidurnya karena mendengar suara itu . Sesudah
kejadian ini ia lebih merungkatkan lagi prihatinnya.
Kejadian yang hampir sama dialami pula oleh seorang dalang
di desa Bicak. Kctika bertafakur di tepi telaga Madirda, ia ber-
mimpi dijumpai ayahnya. Dikatakan oleh ayahnya itu bahwa di
dalam telaga itu terdapat sebuah canang, dulu bemarria Panca-
janya. anang itu, menurut ayahnya tadi akan mendatangkan
kcbahagiaan. Oleh karena itu , dalang itu diswuhnya mengambil.
Tcmyata canang ini s telah diarnbilnya mendatangkan kebaha-
giaan pula. Dalang Bicak itu mcnjadi laris, banyak yang menang-
gap.
Kelarisan dalang Bicak dan kecantikan istrinya telah terdc-
ngar oleh Ki Agcng Sela. Timbul keinginan Ki Ageng Sela untuk
menyaksikan sendiri pertwijukan wayang kulit yang dimainkan
oleh dalang Bicak itu. Dengan cara menyarnar IG Ageng S la
bersama-sama dcngan Soma menuju tempat pertwijukan. Di sana
ia dapat meliha t sendiri be tapa cantiknya istri dalang Bicak tadi.
Karena jatuh cinta kepadanya, Ki Ageng Sela sampai lalai. Dalang
Bicak dipanahnya sehingga tewa seketika itu juga. Ki Ageng
· Sela menyesal atas perbuatannya terhadap dalang yang tidak
bersalah itu tetapi ia merasa scnang dapat memperoleh sebuah
canang milik dalang tadi.
Sunan Kalijaga yang ketika itu sedang berkeliling dunia
ingin sckali singgah eli Sela. Tujuan kedatangannya di sana adalah
akan melihat canang yang baru diperoleh Ki Ageng Sela itu.
D ngan ketakutan karena merasa bersalah Ki Ageng Sela mem-
perlihatkan canangnya kepada Sunan Kalijaga. Menurut Sunan
Kalijaga, canang itu kelak akan menjadi tengara perang bagi ana.k
cucu Ki Ageng Sela yang menjadi rcija tanah Jawa. Canang itu
semula adalah milik Dananjaya. NaJTlanya dulu adalah Panc{\ja-
nya, dan sckarang oleh Sunan Kalijaga diganti" dengan si Bicak.
109
Kecuali telah memperoleh canang itu, Ki Ageng Sela menerima
sebuah keris dari Sunan Kalijaga, Kiai Kopek namanya.
Sepeninggal Sunan Kalijaga, Ki Ageng Sela memanggil putra-
nya, Raden Jaka Enis. Dalam kesempatan itu Ki Ageng Sela
menyampaikan nasihat-nasihat atau ajaran-ajarannya kepada
putranya itu. Kisah canang dan keris Kiai Kopek pemberian Sunan
Kalijaga diceritakannya pula kepada Raden Jaka Enis. Ki Ageng
Sela sendiri sekarang terbawa oleh kekeramatan Kiai Kopek
sehingga ia dapat menjadikan desa Sela bagaikan sebuah kerajaan
yang besar. Ajaran-ajarannya ditulisnya dalam dua buah buku,
Penali dan Suluk Luwanging Jalmi.
Ki Ageng Sela mempunyai tujuh orang anak. Semuanya
perempuan kecuali Raden Jaka Enis. Setelah Ki Ageng Sela me-
ninggal, Raden J aka En is a tau Ki Ageng Enis ini diangkat sebagai
penggan tiny a.
LXII. (Asmaradana)
Sampai pada batas waktu yang telah ditentukan, Ki Ageng
Pengging tetap tidak mau datang ke Demak. Sultan Bintara men-
jadi marah karenanya. Sunan Kudus diperintahkannya supaya
pergi ke Pengging. Dengan tujuh orang sahabatnya ia segera
berangkat melaksanakan perintah. Canang Ki Ageng Macan diba-
wanya.
Ketika mereka itu memasuki wilayah Pengging, Ki Ageng
Tingkir telah meninggal dunia. Ia dimakamkan di Gunung Purwa.
Ki Ageng Pengging sedih hatinya atas meninggalnya Ki Ageng
Tingldr itu. Sementara itu Sunan Kudus beserta teman-temannya
telah tiba di Cemara. Mereka memilih tempat beristirahat di
tengah hutan. Pada malam hari itu mereka mencoba menabuh
canang Kiai Macan yang dibawanya. Bunyinya bagaikan bunyi
harimau sehingga orang-orang desa di sekitar tempat itu mengira
bahwa malam hari itu ada harimau. Keesokan harinya mereka
mencari harimau yang dimaksudkan itu, tetapi temyata tidak
ada kecuali Sunan Kudus dan para sahabatnya.
Dari tempat itu, yang oleh Sunan Kudus dinamakan desa
Sima, mereka meneruskan perjalanannya ke arah selatan melewati
110
Kalibutak. Sesampainya di desa Pengging mereka beristirahat lagi.
LXIll. (Megatruh)
Lama sekali Sunan Kudus beserta para sahabatnya beristira-
hat di sana. Dari seorang laki-laki tua yang dijumpai di tempat
itu Sunan Kudus memperoleh keterangan bahwa Ki Ageng Peng-
ging sedang prihatin karena Ki Ageng Tingkir baru saja mening-
gal.
Dari tempat peristirahatannya itu Sunan Kudus kemudian
mendekati tempat tinggal Ki Ageng Pengging. Dengan perantara-
an seorang nenek-nenek Sunan Kudus dapat bertemu dengan Ki
Ageng Pengging. Atas perintah Sultan Bintara, Sunan Kudus me-
nawarkan dua pilihan kepada Ki Ageng Pengging supaya dipilihnya
salah satu. Seperti halnya ketika menjawab pertanyaan yang
serupa pada waktu yang lalu, Ki Ageng Pengging sekali lagi me-
nyatakan tidak dapat memilih atau menqlak salah satu di antara-
nya.
LXIV. (Dandanggula)
Yang berada di luar atau di dalam dan yang berada di bawah
ataupun di atas diterima semuanya oleh Ki Ageng Pengging kare-
na ia merasa memilikinya. Atas keterangan itu, Sunan Kudus
menilai Ki Ageng Pengging bagai tidak memiliki keteguhan hati
terhadap sesuatu yang dianutnya. Namun demikian, Sunan
Kudus masih ingin mengetahui bagaimana Ki Ageng Pengging
pada hari itu dapat mati atas kehendaknya sendiri. Ki Ageng
Pengging mau berbuat demi.kian dengan pettnintaan supaya
sepeninggalnya nanti tidak ada orang lain yang berbuat seperti itu.
Setelah pertnintaannya dipenuhi, seketika itu juga Ki Ageng Peng-
ging meninggal dunia.
Mengetahui suaminya telah meninggal, Nyi Ageng Pengging
menjerit; demikian pula para abdi perempuan yang mengetahui-
nya. Kabar meninggalnya K.i Ageng Pengging segera tersiar. Ki
Ageng Pengging meninggal karena ditipu oleh musuh. Orang
Pengging segera pula dikerahkan untuk mengejar musuh yang telah
membunuh Ki Ageng Pengging itu. Canang Kiai Udanarum
111
,
ditabuhnya.
Di lain pihak, Sunan Kudus tersenyum demi mengetahui
orang Pengging datang menyerang. Canang Kiai Macan ditabuhnya,
tetapi orang Pengging terus mendesak. Mengetahui hal itu, Sunan
Kudus menghentikan perjalanannya. Tongkatnya diacungkannya
ke arah timur sehingga ke arab itu pula orang Pengging terus
mengejar sebab m~reka mengira Sunan Kudus dan bala tentaranya
lari ke sana. Akan tetapi, akhirnya orang Pengging hilang kema-
.. rahannya, dan mereka kembali ke Pengging. Sunan Kudus kemu-
dian dapat meneruskan perjalanannya ke Demak.
Jenazah Ki Ageng Pengging telah dimakamkan di sebelah
barat laut rumahnya. Berselang tujuh hari kemudian Nyi Ageng
Pengging meninggal pula dan dimakamkan di dekat suaminya. Mas
Karebet, putra Ki Ageng Pengging, yang pada waktu itu masih
kecil kelak diharapkan dapat menggantikan ayahnya.
Sekembalinya Sunan Kudus dari Pengging, nama Sultan
Bintara sebagai seorang raja makin terkenal. Sultan Bintara mem-
punyai enam orang putra. Pangeran Sabranglor, putranya yang
sulung, menggantikan kedudukannya sebagai raja setelah ia me-
ninggal. Akan tetapi, tidak lama kemudian Pangeran Sabranglor
ini meninggal pula. Kedudukannya digantikan oleh adiknya, yaitu
· Raden Trenggana yang kemudian bergelar Sultan Demak. Yang
menjadi patihnya adalah Patih Wanasalam, putra Patih Mangku-
rat.
Mas Karebet setelah besar diajak ke Tingkir oleh Nyi Ageng
Tingkir. Di sana ia terkenal dengan nama Ki Jakatingkir. Ia senang
menyepi di dalam gua-gua yang sunyi karena keinginannya menja- .
di prajurit yang sakti.
Buku ini selesai ditulis pada hari Kamis Pon, tanggal 11 Zul-
k aedah, tahun Ehe 1836 (rasa atri mangesthi sri narapati), yang
bertepatan pula dengan tahun • 1324 Hijrah (warna dwi katon
jumbuh) atau tanggal 27 Desember 1906 (kang rasa akumbul terus
ing langit). Cerita se1anjutnya tetntuat di dalam buku berikutnya.
112
'
BABADDEMAK
1
'
•
•
I
PURWAKA *)
..
•
•
I
I. DHANDHANGGULA
(1) (k. 1) Kadya madu pinastikeng kawi, rikalanya duk kala si-
nerat, siyang jam sawelas rine, Respati Manis tengsu, kaping
astha candra lumaris, Dulkangidah kang warsa, Alip wuku
Wungu, Windu Adi Pitu mangsa, Lambang Langkir sangkala-
nira win ami, sara bahning slireng rat.
(2) (k. 2) Hijrah nabi apan dentengeri, guna dhesthi lir dahana
sasra, Welandi ping panca kang lek, Januari lumaku, sineng-
kalan angkaning warsi, rasa nir trustheng rupa, kang karsa
Sang Bagus, Sara Bendara Rahadyan, Tumenggung Suryadi
karsa dalem aji, kin en ngrehken sagungnya,
(3) (k. 3) punokawan Ian wong magang sami, denejuma mrih ja
walangdriya, yen ana karya ywa mengeng, de Radyan kang
sesunu, Kangjeng Gusti Pangran Dipati, Mangkubumi ri nar-
pa, Ngayugya pin~pitu, wayah dale!ll Jeng Sri Nata, kaping
panca Ian kaping nem Sri Bupati, Dyan mantuning narendra.
(4) Kangjeng Sultan ping sapta mandhiri, ing Ngayugya Sang
Dyah rum-arumnya, Ratu Bendara Sang Sinom, putri sing
sori ri Prabu, Kangjeng Ratu Kencana adi, dadya panggih
nak-sanak, kang karsa Sang Kusnun, nyambeti srat angka
juga, kang kawama samukswane Sri Bupati, Maha Sang Bra-
••
WIJaya.
5) Majapait neng wana Panggerit, gunging wadya myang para
sentana, prasamrlya· sungkaweng batos, tan lyan kacipteng
kalbu, ;;unung sira Sang Narpa Siwi, Radyan Angkawijaya,
pantes madeg prabu, sumulih swargi ramendra, pra pratiwa
anung sampun rempag sami, badhe ngangkat narendra.
(6) Enjingira wus sumewa sami, gunging wadya miwah manca
praja, pra sentana (k. 4) pepak andher, myang pratiwa nung-
anung, karsa ngangkat sang narpa siwi, Jeng Pangran Adi-
patya, paglaran supenuh, mangkana sang narpatmaja, wus
pinarak neng kering dhamparing swargi, ingay~p gung pa-
wongan.
117
(7) Ngampil upacaraning narpati, wusing tata narpatma ngatur-
an, Ienggah dhampar kancana ge , sampun jumeneng ratu ,
gung pratiwa mestu pra sami, sira Jeng Narpa Mudha, wus
tetep Sang Prabu, ngrenggani ing Majalengka, saniskara tan
ana kang malang kapti, nata dig by a taruna.
(8) Nguni sampun ginandhang darma ji, matnta sampun suka
gunging wadya, Brawijaya bisikane, kasu b ing rat pinunjul,
tanah J awa tan ana kalih , sadaya kumawula, pra dipati
- mangrug, marang nagri Majalengka, ratu agung sudigbya
saha mungkasi, jumeneng ratu Buda.
(9) Karsanira ri sang baru aji, atma patya bantheng kang nut
murca , kakung juga kang pengarseng, Dyan Gajah nameni-
pun, karsa narpa jinunjung singgih, gumantya ra- (k. 5)
manira, wus riyek sewadu, wus tetep nggentosi darma, angu-
yuni sagung wadya Maospait, ngran Patih Gajah mada.
( 10) Tan winarna ya ta wus alami, nagri Majalengka langkung arja,
mirah sandhang Ian bogane, tan ana laku sandu, saking adi-
lira nerpati , mbek darma palamarta, mring dasih sawegung,
kang wadya geng alit trisna, unggennya ngabdi mring Gusti
Sri Narpati, wus engga ngrengeng dewa.
( 11) Sri Narendra supena ing latri, krama antuk putri adi Cempa,
sewantah wus nunggil sare , mangun kasmatjeng lulut, dugya
pawor sajroning guling, kagyat wungu narendra, lenggah tyas
mangungun, kapeteg brantaning nendra, Jeng Sri Narpa tan
antuk sarea malih, natas wus dugi rina.
( 12) Nujwa Soma nata gya tinangkil, lenggah mungging em per
c.. bangsal rukma, penuh wadya kang sumiweng, pratiwa anung-
anung, ing pasisir myang manca nagri, ndher penuh penang-
kilan, Sang Nata gya dhawuh, ni (k. 6) mbali Rekyana Pa-
tya, Gajahmada Ian pratiwa tekap ngarsi, Sang Nata gya
ngandika.
( 13) "Patih sira apa amiyarsi, raj eng Cempa lamun darbe putra,
wanodya ayu wamane" , Gajahmada wotsantun, "lnggih
Gusti ulun miyatsi, kelamun rajeng Cempa, gadhah atma
118
' ..
119
-
'
(20) Pan kinarya timbangane mukti, Prabu Brawijaya mesih jaka,
durung ana timbangane, sunjarwani putrengsun, porn a sira ja
mindho krami, nec1.yaa angawuia, iku ratu agung, Nini sira
diabisa, watak priya yen kadhinginan kang karsi, ewa weka-
san ceia.
(2I) Basa cela iku anyelaki, sira bakal binirat ing priya, dene
sira wus kacenthet, soiahira kang dudu, manna Nini dipun-
awedi, wong wadon iku uga, wewadining kakung, ujar becik
Iawan ala, iya sira kang bisa kamot mengkoni, sebarang re-
hing priya.
(22) Basa wa- (k. 9) don Ian priya aiaki, nglakonana sakarsaning
priya, iair trusna ing driyangger, aja ari1 benceng kawruh,
Ian ja darbe karsa pribadi, pan ana walerira, estri Iawan ka-
kung, nadyan bodho wonge priya, pan wong estri katekem
ing priya yekti, slokane Nabi Adam,
(23) Ian Bu Kawa nguni benceng karsi, duk neng swarga myang
tumrun ing donya, meksa perdondi karsane, wajibe estri
iku, nggegurua marang ing laki, ja pegat prihatinnya, prayit-
naa kewuh, weruha careming karsa, Ieiungide ing nala aja
salisir, sira Iawan sang nata.
(24) Aja ambek padha sira Nini, lamun ingsun benjang tekeng
ajal, lakenira Ielirone, ibumu Iawan ingsun, dunung sembahi-
ra kang yekti, donya prapta delahan, tan pisah ing besuk,
muiane ana saioka, yen wong krama lamun panas apa geni,
yen adhem apa tir- (k. 10) ta.
(25) Aja watak pugung kumawani, sedyakena angguru mring
priya, apa saprentah linakon, yen wong sinihan kakung, ing-
kang nora sedya ngewani, atanggap tan gumisa, yen rengu
tyas wurung, ina cubluk tanpa karya, kaya reca temahane
njejem beri, dienget sajroning ty as.
(26) lku arang kang kanggo ing Iaki, poma Nini sira ngowahana,
patrap kang mengkono kuwe, aja ngungasken wuwus, ngucap-
aken kakung liyaning, priya salah graita, temahan tuk sen-
dhu, Ian aja ngreka carita; wadon iku apes mudha wuta tuli,
120
•
121
•
--- -----------------------· ~. ------~~
•
•
•
tekap byantara aji, sang nata Ion ngandika, marang duta pra-
bu, "Panular ya karsaningwang, putraningsun pinundhut
marang sang aji, ya sun sumanggeng karsa.
(34) Binelaha sun rila nrus galih, putraningsun ora pindha garwa,
sedya nyethekken mring katong, sun wus percaya tuhu,
kurang apa putrengsun aji, kawogan katempuhan, ing lega-
I waningsun", wusnya amit sang dute- (k. 13) ndra, sang Dyah
budhal Arya Panular lumiring, ing lampah tan winama.
(35) Prapta nagri Garesik ndhimini, gegancangan prapta Majaleng-
ka, laju cundhuk matur rajeng, "Sampun amba ingutus, dha-
teng Cempa nglamar sang putri, putusing atur amba, raman-
ta jumurung, ing galih sampun percaya, mangke sang Dyah
sam pun kabekteng neng margi, kendel Garesik pura.
(36) Yen marengi ing karsa dewaji, prayogine tindak amethuka,
ing Rayi dalem sang Sinom, menawi dados rengu, tan nim-
bangi sib ramanta ji", tyas narpa langkung trustha, gya daud
sewadu, kinare-kare gung wadya, Sri Narendra wiyosnya glis
prapta Gresik, mijilken sih mring garwa.
II. MIJIL -
( 1) Nata sareng pagut ing pangliring, Iawan sang lir sin om, ka-
dya panjang putra duk tumibeng, pyuhing tresna persasat
- wus nunggil, ing rasa sejati, narpa Ian sang ing rum.
(2) Nata ngraket asteng Dyah kinanthi, linenggahken a- (k. 14)
Ion, Dyah wespadeng marang warna rajeng, wedana nglir
yayangireng tulis, trisna saljeng galih, sinamun jroning kung.
•
(3) Jrih lumawan de lenggah njajari, sang Dyah Ian sang Katong,
keng kaesthi mung danna wulange, lir kesambet tyasira sang
Dewi, nata Ion ngraketi, sang Dyah gya sinambut.
(4) Linenggahken jajar sang Iir suji, Iawan P~a Katong, Dyah
tumungkul kelangkung ajrihe, nata ngliring tansah ngartyeng
galih, "Nyata yen yu luwih, ing Cempa sang ing rum.
122
r
•
\
•
•
•
(5) Neng pangimpen wusanane panggih, tan wiwang pasemon,
paribawa anjiblesi kabeh, kaya dudu manungsa sayekti, uga
widadari, J ungringslaka tum run.
(6) Nora wiwang dadi prameswari, mengkoni kedhaton, iki si
wong ayu sewantahe, kaya paran nggonsun angraketi , dhuh
Dewa sun lalis, yen tanpa wor lulut."
(7) Tan ingucap brantanireng aji, mrih Iangen karoron, dugi
karsa (k. 15) gya kondur sang rajeng, lawan garwa singgah-
an semargi, ingkang anjajari, wadya ngurung-urung.
(8) Tan winarna ing nagri wus prapti, sang nata ngedhaton, gar-
wa tansah kinanthi astane, wus jejuluk Ratu Darawati, nar-
pa dugyerig karsi, nggen pawor salulut.
(9) Sang Dyah Ratu mangembahing manis, kang pra sinom-
sinom, nadyan kathah kang pra garwa rajeng, datan wonten
ingkang memper mirip , Ratu Darawati, sihira sang Prabu. _
(10) Sang Sri Cempa laminya wus asring, ngintuni sang Sinom,
raja brana adi busanane, gentya winarna ing ft.rab nagri,
Sang Sri Sultan Sarip, nguni trah J eng Rasul.
-
(11) Darbe kadang wangi Nyai Brahim, pan kapernah anom,
kinon kentar manata gamune, binetan wus pusaka mring
aji, wesi udarati, nguni gem J eng Rasul.
( 12) Gegamparan paringan sing swargi, geng perbaweng kaot,
kinon ngislamken Ja- (k. 16) wi sakehe, Sang Ibrahim wus
mesat sira glis, Arab wus kawuri, gya layar ing laut.
( 13) Kang sinedya pulo tanah Jawi, nulya san tun julok, Sang Seh
Wall Lanang bisikane, lampah prapta gisik tanah Jawi, njujug
Cempa nagri, manjing pura pangguh, .
( 14) Ian Sri Cempa pinanggihan sepi, nata ngandika Ion, "Sang-
king pundi Ki Seh pinangkane", kang tinanya Ion paweceng
aji, "Sangk.ing Arab nagri, amba trahing Rasul.
( 15) Kin en ngislamaken tanah J awi, yen sarju tyas katong, yogi
Islam kelawan wadyane, bekti sukma ing Sang Mahasuci",
nata pethuk karsi, gya nut gam a Rasul.
123
•
(16) Dugi lami Seh kemantu aji, dhaup Ian sang Sinom, rinya
Sang Dyah Ratu kang wus muktyeng, dugya lama Sri Cempa
ngemasi, kang putra gum anti, priya madeg prabu.
( 17) Kuneng gantya diyu neng wanadri, jalwestri dhedhepok,
kalih samya gentur sutapane, gya rase- (k. 17) ksa Ian rayi
raseksi, raseksi sang Dewi, dahad nandhang wuyung.
( 18) Tyas kesmaran kagarwa Ian aji, Brawijaya katong, paj ar raka
driya lukitane, "Kakang mangke am ba yun rlyenyethi, Ian
sang Maospait, Brawijaya Prabu."
( 19) Raseksa ngling amangsuli rayi, "Ng1engkara reningngong,
sira diktya tur amis gandane, warnanira de seQ.gga memedi,
mundhak apa Yayi, temah nggege lampus."
(20) Ni Raseksi gya minteng dewadi, ing tyas ngesthi layon, ama-
teni sanga plawangane, panca driya wus kaesthi tunggil,
tursinanya keksi, kang pinancer junun.
(21) Katarima apsari nuruni, Dyah Durga gya rawoh, laju ngusap
jaja wedanane, maHh warna wanodya yu luwih, nir sipat ra-
,
seksi, wus tan mantra diyu.
(22) Warnanira anglir widadari, raseksa myat gawok, Dyah mring
· raka alon ing wuwuse, "Nggih kantuna Kakang (k. 18) amba
am it, dhateng Maospait, ayun nyethi Prabu."
(23) Raka mestu karsanireng Rayi, gya busana kaot, melok-me-
lok sang Dyah wedanane, nglamat manda kadya Sinta Dewi,
gendreh-gendreh manis, cingak kang andulu.
(24) Tinon kadya datan ngambah siti, lir Supraba tumron, mung-
ging marcapada ing lampahe, prapta jroning nagri Maospait,
marengi sang Aji, siniweng gung wadu.
(25) Kagyat myafsa gederireng Jawi, gungjalma nenonton, Kyana
Patih kinen mriksa age, wadya matur, "Jawi wonten estri,
tedhakan sing ardi, sedya nyethi Prabu."
(26) Wusnya katur ngandika sang Aji, "Timbalana mring jro, ya
sun arsa uninga warnane", sang Dyah nulya aglis den tim bali,
seksanagya kerid, tekap ngarsa Prabu.
124
'
I
'
(27) Kagiwang tyas nata sareng uning, wanodya yu kaot, lir Su-
praba Kendran ing wamane, tandya kondur Dyah binekteng
purl, cinendha- (k. 19) k kang kawi, narpa wus wor lulu t.
(28) Datan kena pisah siyang 1atri, karenan sang Katong, ngantya
supe mring Dyah Ratu mangke, Rara Endhang pan wus ang-
garbini, antuk tigang sasi, nyidham-nyidham sang Rum ,
(29) gecok mentah renanireng karsi, cethi wus lumados, gecok
mentah dhinahar sira ge, nulya mengrik sang Dyah malih
wami, siyungjatha ngisis, rema gimbal mawut.
(30) Warna diyu sewantah ngajrihi, kagyat sang Akatong, ing jro
pura gumerah swarane, geger alok kalebon raseksi, kapita
sang Aji, glis mangasta lawung.
(31) Ngembat-em bat arsa deniarihi, sang Diktyestri anon, kendra
rena agancang playune, manjing wana wus tan dentututi,
Jeng Sri Narapati, legeg tyas mangungun.
(3 2) Enget garwanira pratneswari, ing Cempa katonton, gya salu-
lut wus pulih tresnane, gantya diyu kang mantuk wanadri,
tekeng sangang sasi, mba- (k. 20) bar priya bagus.
(33) Cahya gumilang apindha sasi, kang wa trusna among, sinung
•
tengran Dilah wewangine, wus diwasa tanya kang sudarmi,
kang wa Ion n.auri, "Ya sun sudarmamu."
(34) Radyan Dilah tan rena ing kapti, kedah tanya yektos, ing we-
cane darmanya tuhune, kewran ing tyas kang ibu raseksi,
rinaos ing galih, yen putra ngelangut.
(35) Nora wurung ·s un kelangan siwi, wusana nglingnya Ion, "Wis
kendeia ja udrasa Angger, sudarmamu iya kang sayekti, dudu
sameng jabni, ratu kang satuhu.
(36) Majalengka Sri Brawijaya Ji", Dyan trustha nglingoya Ion,
"Yen mengkono sun so wan sang Raj eng", ibu Ian wa sami
ngampah siwi, "Aja seba Kaki, yen ora diaku.
(37) Sira tilar sapa suntingali, tan ana sunemong", putra matur,
"Kedah dennya marseng, palangana nedya sunlumpati, na-
dyan sowan mami, tan pisah lir pocung.
125
•
•
lll. POCUNG
•
(1) (k. 21) Nggih kantuna lbu kula amit laju, yun ngawu1eng
nata", kang ibu waspanya mijil, "Jaka Dilah nuwuna mit
Ian kang Uwa."
(2) Kang wa ngrangkul ngling ngideni sarwi nimbul, anjurung
pamuja, "lya Kulup mugi-mugi, anemua rahayu salakonira.
(3) Amanggiha wibawa tekaning besuk", Radyan gya ngabektya,
ibu lan wa wus nglilani, wisata glis tumrun ngarga ngudayana.
( 4) Lampah gancang prapta nagri Majalangu, langkung marga
•
besar, keh jalmestri kang ningali, sami brangta katemben
•
urungeng wama.
(5) Anglir dewa tumurun ing bagusipun, nglembananing kenya,
"Baya sun darbea laki, pan sunkarya sekar bale aneng wisma.
(6) Nora etung ngentekena tapih pinjung, nging latri tutura, sun-
karya pacitan ngantih", ri wusira Radyan laju manjing pura.
(7) Nulya njujug sakidule ngringin kurung, ce1ak Pagelaran, sang
Nata nujwa tinangki- (k. 22) 1, neng manguntur lenggah
dhampar pinaremas.
(8) Ndher supenuh gung wadya neng ngarsa Prabu, Nata dangu
lenggah, wrin esmu kagyat ing galih, jalma baru keksi nyele
- nggennya sowan.
• •
(9) Tebih katon nglela wamanira bagus, nata ndangu patya,
"Patih ika bocah ngendi, bagus anom" patih matur, "Tan 1 )
•
wnn purwa. ~
•
(10) Dugi ulun jalma baran sing wana gung", "Ge priksanen pa-
tya, bocah seba dhewe mencil", gandhek nembah tumrun
sangking Sitibentar.
( 11) Prapta pangguh nggen sewaka sang Abagus, duta dhawuh
sebda, "Nggeh Sanak napi keng karsi, jengandika purun so-
wan neng pandengan.
1) asline : ta
126
•
( 12) Kin en mriksa Sanak pundi wijilipun, Ian sin ten sinam bat",
Dyan matur mring duta Aji, "Dlap mestani J aka Dilah nami
kula.
( 13) Lare baran wana tan wrin wijilipun, mila kula sowan, su-
medya ngabdi nerpati", gandhek wangsul wus tekap byantara
narpa.
(14) (k. 23) Saniskara lukita wus katur Prabu, Nata Ion ngandika,
"Timbalana ngarsa mami", kang sinung ling sandika wot-
sekar kentar.
( 15) Gandhek pangguh Ian J aka ndhawuhken wuwus, "Sanak pe- ;
kenira, ngandikan Kangjeng sang Aji", Dyan umatur sandika
kerid cundhaka.
(16) Tekap ngarsanira Kangjeng Sang Aprabu, Jaka Dilah nulya,
kinen nunggil putra lit, Jaka Dilah dangu liniring mring
nata.
( 17) Tang pamirsa kraos driya dalem prabu, marang Raden Dilah,
wus nganggab denira ngabdi, ri wusira nata kondur angedha-
tyan.
( 18) Raden Dilah kinarya bedhaya kakung, nunggil para putra,
sang Nata kelangkung asih, rinten dalu tan tebih mungging
ngarsendra.
( 19) Radyan I;>ilah abagus wicekseng tern bung, dados sekar pura,
keh kenya kesmaran ngeksi, ya ta mangkya wau Kangjeng
Sri Narendra,
(20) karsa miyos cengkrama dhateng wana gung, anggrit kidang -
sangsam, antaka Ian kenthus kanci- (k. 24) 1, sagung wadya
· wus ngundhangan segeng ngarsa.
(21) J aka Dilah sumengka matur ring prabu, "Am ba matur nata,
nuwun duka ingkang abdi, Gusti mangke sam pun miyos dha-
teng wana.
(22) Nagri dalem mangke sepen temahipun, kathah kang bebaya,
yen estu karsa dewaji, kelangenan arsa ngambil satu wana.
(23) Ulun sagah ngerig wonten ngalun-alun, mangke amba kesah,
• • 127
r
128
•
(35) Sakeh jalma ebat wrin tingkah sang Bagus, tuhu punjul sa-
. rna, kinare lampah semargi, huron wana dulur seiur lir tinata.
•
(36) Pan wus prapta neng lun-alun beg supenuh, gya miyos sang
Nata, ginarebeg sagung dasih, wus anengga gung wadya sa-
astreng yuda.
(37) Narpa lenggah siniweng wadya bala gung, nararya dipatya,
kang mungging ngarsa narpati, J aka Dilah kadulu ing prap-
tanira.
(38) Ingiringken sakeh buron ing wana gung, ngalun-alun aglar,
sato-sato amepaki, angajrihi kang swara sareng brung gumrah.
(39) Nata lumyat nglembana sedalem kalbu, "Tuhu yen kuwasa,
si Dilah ature yekti, solah bawa pantes amengkoni praja.
(40) Dadi rowang pikukuhe prajaning- (k. 27) sun", sedene pra
wadya, wrin gawok dig by a sang Pekik, njomblong weneh ge-
. dandap ajrih ing wari{a, ·
( 41) bantheng warak singa wraha Ian andanu, kancil kidang
sangsam, · sing tebihan glar ngajrihi, keh singunen jalma wrin
• •
warnanmg smga.
(42) Radyan Dilah merdapa sor wringin kurung, doh ngawe mring
nata, Ion majeng tekap ngarsa J i, Dyan wotsekar Ion umatur
ing narendra.
(43) "Sampun ulun kinen pados sato sagung, senipun wanarga,
punika warnine sami, sampun aglar wonten lering weringin
kern bar."
(44) Sang Nata ngling, "lya banget trimaningsun, ing sakaryanira,
nguni gawe kagol mami, lipur ingsun sira nganthi huron alas."
IV. KINANTHI
( 1) Sang Nata anulya dhawuh, mring arya Bupati Mantri, kinen
sanega nurangga, sang Nata nitih bedhati, karsa mbereg sato
wana, Ian gatwa Dyah Prameswari.
(2) (k. 28) Tenapi kang para arum , bedhati titihan sami, kinarekare
129
•
130
-
-------------------- · --------~~~~------~
•
•
•
•
( 13) Gya luwaran Jeng Sang Prabu, Arya Dilah ken tar nuli, sang-
king nagri Majalengka~ kendel nagri ing Garesik, anata kang
pamondhokan, nahantya winarna malih. •
131
•
132
...
•
'
••
(36) Lamun teksa ing lakumu, temah kacupetan budi", Dyan ka-
lih nuwun sandika, langkung trustha antuk idi, puma mit
ngenjali agra, duduk layar manjing tasik.
V. DUDUKWULUH
(1) Raden Rahmat Ian Rayi ngambang neng laut, mbekta wesi
udaratih, nguni gamparan Jeng Rasul, paringan sangking swar-
ga di, sumenging jaja mencorong.
(2) (k. 35) Raden k;m neng laut tansah nenuwun, supangat
Ywang Mahasuci, nenekung neng· inadyeng prau, baita ka-
silir ngangin, antuk rahmat ing Ywang Manon.
(3) Panjang lamun winarna ingkang manekung, rerem ponang
j alanidi, lir kurmat kang gam a Rasul, glis prapta tepining
jladri, mentas sangking palwa karo.
(4) Yayang ing rat kadya dutaning Ywang Agung, lampahe sa-
triya kalih, kontha ragane kang semu, 1ir malekat tumrun
keksi, ndhawuhken sebda Ywang Manon.
(5) Saben dhukuh ingampiran mring Dyan Bagus, medharken
ngehnining Widi, apanjang lamun winuwus, prapta nagri
Maospait, nulya katur Jeng Sang Katong.
(6) Gya ngandikan kalih mungging ngarsa Prabu, lunggyeng ma-
bukuh wor siti, sang Nata ngandika arum, "Heh bagea Kaki
Santri, satekanta nagreningong."
(7) Kang liningan sang kaJih nembah: (k. 36) "Tur nuwun, pa-
sihan dalem kapundhi, dadosa raharja hayu", sang Nata •
133
.. •
. ..
Aji, tunggil yayah Ian pun lbu", sang Nata lingira aris, "Yen
mengkono tan liyan wong.
(9) Sira meksih kaponakane Bok Ratu, Yayi Dewi Darawati",
Dyan kalih tur sembah nuwun, tan saged mangsuli kang sih,
ing sih wilasanya Katong.
( I 0) Nata ngartyeng, " De Bagus wicekseng sem u " , Dyan kalih
wus kinen panggih, Ian garwendra sang Dyah Ratu, Darawa-
ti wus pepanggih, dwi sinung busana kaot. -
( 11 ) Klangkung denny a sinuba-suba sang Bagus, dhasar kapenakan
j
yekti, ping kalih amawa ngelmu, wus lami Maospait, lang-
kung sihnya Jeng Sang Katong.
-. ( 12) Raden Rahmat pinaring garwa mring Prabu, putra Arya Teja
Tubin, Dyah Manila kang rum-arum , runtut dennya pala-
krami, wamanen Dyan ingkang (k. 37) anom.
( 13) Mapan sampun pinaring ganva mring Prabu, kaprenah senta-
na Aji, tinanem Garesik sampun, Dyan Rahmat pinrenah
· mungging, Ngampeldenta sengga katong.
(14) Nenggya Sunan ing Ampel .
jejulukipun, sang Nata wus angli-
lani, ngadekken Jumungah wektu, karseng narpa tan mange-
ni, marang sagung kang ponang wong.
( 15) Kang asarna Islam anut gam a Rasul, nging sang Nata dereng
•
arsi, tan winarna lamenipun, kang dhedhukuh Ngampelga-
dhing, tengkar-tumengkar wus agrong.
( 16) Sugih putra wus arja dhukuhanipun, anggenggeng kadya ne-
-
~
gari, wadya gung ing Majalangu, kathah remen nut agami,
putranya angkat sang kaot,
(17) tapa ngluwat antuk satus dina sampun, katarima ing Ywang
. Widi, kongas istijrat sang Bagus, jumeneng waliyollahi,
wenang mangreh wall Katong.
( 18) Pra uliya sedaya sami jumurung, Prabu Satmata wewangi,
gedhaton neng Wurya (k. 38) gunung, kathah ingkang sabat
murid, kang rayi nama Seh Ben thong. ,
( 19) Ari malih ~.fulana Isk ak jej uluk , ngirnani ing Wurya Girl,
134 •
.,
•
. ' .
•
VI. SINOM
( 1) Sabedhahe Pengging pura, sang Dayaningrat nerpati, duk •
135
. - '
- . .
136
\..
mun sareng karsi, nuwun tern a mantuk dhukuh", sarwi ngli-
ring sang Retna, ing driya katujweng karsi, ke- (k. 42) sareng-
an Ian kakung pangliringira.
( 13) Kalih duk campuh paningal, lir kilat barung Ian thathit, tyas
rempu tanpa jamuga, sang Kakung tan draneng galih, tandya
mrepeki ririh, sang Retna alon sinambut, pinondhong aka-
ngihan, pan sarwi dipunarasi, sang Dyah laju binekta manjing
papreman.
( 14) Kakung ndhatengaken karsa, kyat sura mangesthi lungit,
Dyah sumarah datan lawan, sru kagyat kepraneng lungit,
katemben sang lir suji, pinaresmen ing tilam rum, labet Dyah
wus diwasa, brangta mring kakung kayektin, ing asmara pe-
nuh limut tengah lena.
( 15) Dumugi nggen pulang raras, Kakung Putri sihnya sami, tan
winama ing resminya, sang Dyah kadya nendra ngimpi, sa-
solahireng resmi, ~punnya wudhar pulang yun, wau ta
sang Kusuma, tumrun sangking jinem wangi, pura sima ka-
tingal malih bengawan.
( 16) Legeg tyasira sang Retna, rinasa kerseng galih, nulya mantuk
lampah sigra, prapta dhukuh- (k. 43) ira wukir, lenggah da-
ngu tan angling, sarwi kegagas ing kalbu, leng-leng m buh ka-
wimbuhan, kerasa kalane nguni, driya trenyuh salira lesu
' marlupa.
( 17) Mangke win am a sang Retna, anggarbini tuk sesasi, andung-
kap ping kalih candra, tri tengsu katon manglentrih, sangsa-
ya ngetawisi, sudanna wrin tanya gupuh, marang putra sang
Retna, "Nyawa Anak ingsun Gusti, ya sun tanya diweca
sapa rowangnya.
( 18) Priya kang nggonjak mring sira", putra sang Dyah matur
ririh, "Rama datan ngraos amba, yen gadhah rowang sagu-
ling, sangking karseng dewaji, lampahane awak ulun", y a ta
antara lama, wus dugi ing sangang sasi, nggennya mbobot
sang Retna anulya mbabar,
( 19) jalu cahyanya gumilang, lir pendah pumameng sasi, kadya
137
murca kinedhepna, soroting cahya nelahi, sudanna sareng
uning, sanget merang jroning kalbu, manutuh kang sarira,
"Katuwone awak mami", awusana kang rama alon ngandika.
(20) (k. 44) "Wis Lara sira keria, ingsun datan bisa uning, di-
bisa momong nakira", kang putra asru manangis, tinilar ibu
danni, a pan sami momong sunu, sapa asih ngukupa, dadi ran-
dha kawJas asih, sakendranya Ki Juru malih winama.
(2J) Kiwa tengene sedaya, anjagong ngemiti bayi, kang wus mirsa
sami welas, dene rare kawlas asih, wau ta kang winami,
wonten jalma kamisepuh, mbekta rowang sekawan, datan to-
wong saben Jatri, sabibare kang njagong kantun priyangga.
(22) Jalma catur Jan bekelnya, saben dalu nggennya pmpti, apan
sarwi ambebekta, Dyah uning wus dugeng galih, mring tamu
kang ngatuni, kengetan duk siram ngranu, sang Kakung Jon
delingnya, "Adhuh Nimas ingsun Gusti, dipunenget sunwe-
waler marang sira.
(23) Sabatihmu jarwanana, gung abmge wong pawestri, ja ngung-
kuli mring wong priya, mesthi ngilangken kasektin, sing-
kima diagupit, aja katon mring wong (k. 45) kakung, Yayi-
ku ja tan ora, pituhunen jarwa mami", sarwi nyelak ngli-
ling putra ingarasan.
(24) Pumeng jarwa mangkya dugya, puput ingkang jabang bayi,
jalma panca pan karipan, supe nendranya kepati, dandanane
jalmestri, mbenthuki sing aneng Juhur, ngungkuli kang anen-
dra, sumladhang neng pangrat nginggil, gya ngelilir baya seta
kamanungsan.
(25) Sru nebda sang bajuJ seta, "Dhuh Yayi racuten aglis, bethot
kisi neng luhuran", sang Retna enget glis ngambil, kang sum-
Jadhang neng nginggil, wama kisi lawan bethut, pinranah
neng pungkuran, baya putih wignya nglilir, gya mrepeki
mring sang Dyah.alon.delingnya.
(26) "Dibecik pamomongira, marang putranira Yayi", sang Dyah
mingu ngemu waspa, sayenget ~roning galih, "Uga laid-
sun yekti•', kang mawarah nulya laju, bajul manjing benga-
138
•
wan, wus sima kang guna sekti, temah brangta pratignya dadi
sengsara.
VII. ASMARADANA
(I) (k. 46) Lestari sang Baya Putih, kamanunpan malih wama,
asma putra nut sebdane, sinung ran Jaka Sengara, ing ben-
jang turon karwa, antuk rahmat ing Ywang Agung, tinurun-
an dadi nata.
(2) Nging kang lbu kawlas asih, sedangunya m01nong putra,
Dyah kelangkung mesakate, anggung manutuh sarira, tan ibu
tan sudanna, denngengerken putranipun, tan akuwat keng
kanggenan.
(3) Singa kang kanggenan agring, wau nganm Dyan Sengara,
nanging bejanira akeh, beja kang kuwat kanggonan, mangke
Dyan wayahira, lagi yuswa kawan taun, amothah taken su-
danna.
(4) Siyang dalu tansah nangis, kang ibu welas miyarsa, Dyah be·
bisik mring putrane, "Pan wis mulih mring bengawan, Kulup
sudannanira, wus tan darbe kadang tuhu, mulanira kawlas
arsa."
(S) Jaka Sengara wus ngerti, duk jinarwan ibonira, gya tan arsa
dhahar sare, yen rina nutug sadina, sanget manting sarira,
dadi ja- (k. 47) lma kawlas ayun, tanpa kadang yayah rena.
· (6) ~u tapa pinggir kali, yen dalu ngideri wana, yen siyang
angon suryane, lami dennya akekadhar, yen jawuh manjing
guwa., samun mungging ereng gunung, mangeli yen banjir
band hang.
(7) Lami dennya manting dhiri, tan uning seda ibunya, saya ngla-
ngut Dyan karsane, laju tapa aneng arga, ngrannya Kendha-
lisada, tapa nendra sengga lampus, gya antuk pannaning
dewa.
(8) Prapta kang ngrenggani wukir, dewata mangeja wantah,
Ywang Mayangkara juluke, sinung wignya dwi kang wama,
139
-
duk pragosa Anoman, wonten malih julukipun, nenggya
Dyan ciri wenara.
(9) Baywatmaja andel westhi, Senggana duk timurira, Ian Sri
Rama wus pjnutreng, yekti putra Sang Ywang Siwah, mila
punjul ing jagad, semangke Anjani sunu, wantah wruna
manungsendah.
( 10) Tan siwah lir Ywang Basuki, madeg nguwuh l'n ring kang nen-
dra, "Heh tangia Pu- (k. 48) toni!lgngong", kagyat wungu
Radyan J aka, lenggah tata mangrepa, wotsekar alon umatur,
"Inggih sin ten kang pinuja.
(11) De ulun katemben uning", nebda Resi Mayangkara, "Kita
lamun tambuh mring ngong, ya wruhanta ingsun dewa, ngran
Sang Ywang Mayangkara, batik kita banget nglampus, neng
Arga Kendhalisada, ,
.
( 12) ya apa sinedya kapti") umatur J aka Sengara, "Kilap puna-
pa Ywang ingong, saderenge ulun weca, kados Ywang wus
waskitha", ngling Sang Ywang "Ya bener Putu , sun wis
uning sasedyanta.
( 13) Kita arsa punjul sami, ge majua ingsun wejang", wotsekar
Dyan majeng alon, magut winisik Dyan J aka, keng Aji tri
prakara, Dyan Ian tip ing tyas kecakup, tri pamejang wus tan
kewran.
(1 4) Sang Resi sawusnya misik, apan sarwi angandika, "Sunjar-
wani Putoningngong, kita null ngawulaa, mring nateng Ma-
~ jalengka, ing kono jalaran tuhu, kita antuk kanugrahan."
( 15) (k. 49) Nembah sandika sang Pekik, sang Resi nulya murcita,
Dyan seklangkung enggar tyase, seksana linggar sing arga,
laju mring Majalengka, kuneng lampah tan winuwus, war-
nanen garwa narendra.
( 16) Keng lagyarsa branteng ngelmi, J eng Ratu Andarawatya,
nujwa marek Raja Rajeng, umatur, "Eruning jalma, jimrah-
nya kang pawarta, yen gung dasih Majalangu, kathah kelu
lampah gama.
140
( 17) Srengat baru sangking habi, J eng Rasul niyakaning rat, tum-
run Jawa wali kaot, mrih mundhuta dhateng putra, Sunan
ing Ampeldenta", nging sang Nata datan ayun , sesenengan
kang sarengat. ,
( 18) "lngsun Yayi tan mangeni, wong satanah Nungsa J awa, kang
kesdu mangsuk gamane, anut Eslam Ian putranta, m buwang
sarengat Buda, Yayi sira lamun sarju, sakarsanta sun suma-
rah."
( 19) Wusana Dyah matur Aji, "Yen marengi ing karsendra, inggih
amba arsa ngaos, dhateng anak Ngarnpeldenta", sang Nata ·
Ion ngangika, "Ya se- (50) nengan Nimas Ratu , apan ingsun
ora nyegah."
(20) Wusnya lengser Dyah ngyekteni, ngaos Turutan myang Qur-
an, dhateng putra Sunan Ngampel, pendhak dinten sampun
tamat, Quran myang kitab-kitab, miwah suraosing ngehnu,
sang Retna lantip tan kewryn. .
(21) Langkung sihira sang Dewi, mring kang putra Ngarnpeldenta,
noya mili peparinge, busana tenapi arta, tan siwah garwa
sunan, tan pegat ngandikan malbu, mungsawarat.ngehni rasa.
(22) Kuneng gantya kang winarni, rajeng Bali pan wus lama,
nggennya datan cundhuk katong, sumedya m baleleng karsa,
sang Nata myarsa duka, Kya Patih ngandikan ayun, sang Nata
ngling, "Sapa bisa,
(23) mrih teluka raja Bali, aja kongsi marga perang", Kya Patih
riyek ature, Ian serowang pra dipatya, patih matur wotsekar,
"Yen marengi karsa Prabu, nggih yogi linanggar yuda."
(24) Nata emeng jengkar (k. 51) purl, Patih wangsul mring Pagla-
ran, laju nggusthi karsa rajeng, wuwusen kang lagya magang,
wau Jaka Sengara, ngraos tuk jalaran tuhu, rriargi dhawuh
sayumbara.
..
(25) Gya majeng ngarseng Kya Patih, saweca umatur sagah, lu-
- •
kita ing karsa rajeng, Kya Patih suka tyasira, gya manjing
cundhuk narpa, Dyan J aka neng J awi ngantun, tekap ngar-
sendra tur sem bah.
141
-
...
.
(26) "Amba matur Jeng Dew~i, perkawis keng sayumban,
juga magang dasih J"CQeng, sagah nglanggar Bali pura, linaan-
pahan pribadya, kanendra tan klilan pupuh", nata ngling,
"Sapa jenengnya."
(27) "Jaka Sengara keng nami, wijilipun tyang ngumbara", Nata
trustha ngandika Jon, "Timbalana mring ngarsengwang",
nembah mijil Kya Patya, sapraptane jawi pangguh, dhawuh
kerid mat\iing pura.
(28) Wus tekap byantara Aji, kalih ngrepa sileng ngarsa, wau
ta Kangjeng Sang Katong, sapraptanya rare Jaka, dangu tan
sinung sebda, wonten kraos driya (k. 52) Prabu, kadang peng-
aing Dayaningrat.
(29) Denemper keraseng galih, alon nebda marang Jaka, "Bagea
de anyar katon, ngendi wijil sapa yoga, Ian aranira sapa",
kang sinung ling nembah matur, "Ulun wijil tyang ngumba-
ra.
(30) Yatin tan wrin yayah danni, namilun Jaka Sengara", rum
ngandika J eng Sang Raj eng, "Heh J aka Sengara sira, pa te-
rnen saguhira, nglanggar Bali mrihe teluk, ~a marga bitu-
tama."
(31) Jaka matur awowri, "Lamun antuk sebda Narpa, danni lu-
mampah dasihe", langkung beja pandukendra, gya nata
dhawuh patya, "Patih ge mataha wadu, ing Pajang si Panca-
karya.
(32) Nuta Jaka selakuning, Pancakarya dombanana, ngb)g ja pe-
rak Jan· ja adoh, wis Jaka nuli mangkata", kalih sandika nem-
bah, lengser mijil jawi pangguh, Ian wadya kang n~ak yuda.
VOl. PANGKUR
(I) Pancakarya wus jinarwan, mring Kya Patih lukita karsa J\ji,
sandika ing aturipun, Pancakarya (k. 53) sanengga, kalih
sareng mit ing patih-linilan wus, budhalan sewadya gancang,
neng maJga wus andum kardi.
142
•
...
(2) Dyan Jaka lumakyeng ngarsa, mung pribadi tanpa rowang
lestari, Pancakarya Ian sewadu, lampahnya 1ir wong dagang,
tan kawama gancanging lampah prapta wus, tlatah nagri ing
Blambangan, kendel makuwon sedasih.
(3) Nengna kang wus amondhokan, gya warnanen kang kentar
ngrumiyini, prapta tepi samodra gung, mangu kendel Dyan
Jaka, nulya arsa matak ajinya sang Dagus, wangsit sing Ywang
Mayangkara, Tunggengmaya Ian ji Mundri.
( 4) Winatek wus datan kepyan, kalih J\ji katrima ing Dewadi,
J aka Sengara gya laju, manampak kang samodra, datan teles
lir bebalang anut Jesus, sakedhap ing Bali prapta, lampah san-
di sengga ejim.
(5) Tan siwah duk lampahira, Dyan Anoman nguni dinuteng Gu•
ti, kinen panggya garwa Prabu, Dyan Sinta neng (k. 54)
· pingitan, antuk karya nggen dinuta pangguh sang Rum, kew-
ran ing driya dinuta, ngupadya kunCareng wuri.
(6) Karya tilas tandha ing prang, neng Ngalengka rinoban ing
ajurit, unggul Ngalengka meh gempur, sing sekti Dyan
Wenara, mung sajuga ngentasi kirdhaning pupuh, mekaten ba-
rating duta, Jaka Sengara kang pinrih.
(7) Tangeh ngrengga sang Dutendra, kuneng gantya wamanen
rajeng Bali, Dewamambang juluk prabu, ri sedhengnya si-
newa, lenggah bangsal pepak pratiwa nung-anung, mungging
kursi glar matata, Kya Patih kang mungging ngarsi.
. (8) Lenggah siyang dugi latra, abujana minum ngentingken jang-
ji, riyek ngantya enjangipun, nggennya mbudhalken wadya,
nglanggar ing prang dhateng nagri M~alangu, kuneng nata
nggen sanega, gya J aka Sengara prapti.
(9) Solah sengga kang ngeluman, "Heh ta sira Dewamatnbang
sang Aji, sidakna manglanggar pupuh, mungsuh wong M~a
lengka, durung klakon sira rampung dening (k. 55) ingsun,
nora susah Sri Narendra, dutane bae nguwisi."
( 10) Nata kagyat sareng myarsa, swareng jalma sru nglela tan
143
kaeksi, wusana mangsuli wuwus, "Sinten Panduka prapta,
de ngandika prana ~umling tan kadulu, napa dewa Suralaya, ,
kang namun sru dennya angling."
( 11 ) " Ya ingsun J aka Sengara, magang anyar din uta mring sang
Aji, mula prapta Bali ingsun, kin en nelukken sira, .ge wecaa
sang Nata kelawan ingsun, apa anut apa mrengkang", Nata
kanggog nggustheng galih.
( 12) Wusana ngling marang duta, "Nggeh caraka amba lumiring
karsi, nging kawula mangke nyuwun, panduka ngatingala",
kang sinung ling alon amangsuli wuwus, "Apa temen ujar-
ira, sira yun uning ing kami."
( 13) Ngling narpa "Nggeh ayun wikan", Dyan gya ngrucat kema-
yanira Aji, byar wus keksi ngarseng Prabu, dangu Nata nggen
mriksa, tyas sandeya Nata glis suwareng wadu, dutendra
kinen nye- (k. 56) penga, gregud tandang wadya Bali.
( 14) Dyan Jaka Sengara yitna, matak Aji Goramenggala ngesthi,
petak anggreng mawa lindhu, obah kang mahentala, nateng
Bali Ian sewadya dhawah lumpuh, cape sami tan wigya bah,
asrah to bat mring sang Pekik.
( 15) J aka Sengara kras nebda, "Ge sang Nata tangia sunanteni,
nora suntinggal pelayu, entekna budenira", Nata nebda,
" Angger amba sampun anut, wus tan nedya yen puruna,
mring panduka myang nerpati."
( 16) Radyan ngling, "Pa tern en Nata, lamun tuhu ya padha tangia
glis", gya sima lumpuhnya Prabu, Ian sewadya waluya, na-
teng Bali mring Dyan J aka gepah ngrangkul, linenggahken
kursi rukma, jajar Ian sang Nateng Bali.
( 17) Nata mangrepa wacana, "Angger amba mangke nggih ndhe-
rek karsi, menggah katuripun Prabu, pun Bapa tan lenggaha,
amung titip pejah gesang Ian sang Bagus, amba namung nyu-
wun ge- (k. 57) sang, tulusa dasih nerpati.
( 18) Dhateng Sang Sri Brawijaya, Majalengka sin em bah ing rat
· Jawi", J aka Sengara nglingnya rum , "Nggeh sampun sum-
144
•
-
(27) Nata ngling: "Padha bagea", nembah sareng kalih anuwun
kang sib, Jaka Sengara Ion matur, ngaturken reb dinuta,
purweng madya wusana ngaturken prabu, sang nata sareng
miyarsa, langkung trustha galih aji.
(28) Wusana sang nata nebda, purweng weca marang narendra Ba-
li, kang dinangu Ion umatur, ing tingkah sang dutendra,
dipunandhar lir wong ndhalang ingkang atur, wau narpa
Dewamambang, nggennya ngaturken sang pekik.
(29) Nyang ngaturken kedigbyannya, "Nggih Dewaji eram lun de-
reng uning, titahipun juwata gung, kang mirib sang duten-
dra, saaturlun tan ngirangi datan langkung", puma tur
mesem sang nata, kapraneng lejar ing galih.
(30) Driya nglembana mring Radyan, "Nyata luwih si Jaka sameng
jalmi", wusana ngandika prabu, marang Sri Dewamambang,
"Sunapura nata (k. 60) Bali sadosamu, nging ja owah idhep-
ira, se baa ing sam ben warsi."
(31) Sandika kang tam pi sebda, malih nata ngandika mring sang
pekik, "Heh Jaka tarima ingsun, bisa karya sukengwang",
Raden Jaka piya manembah umatur, "Pun dasih da11ni lu-
mampah, sangking pangestu Dewaji."
(32) Gya sang nata dhawuh patya, "Gajahmada ing mengko karsa
mami, Jaka Sengara sunjunjung, lungguhe adipatya, aneng
Pengging Dayaningrat kang jejuluk, dadi lengen prajaning-
wang, ngreh tampingan kulon nagri.
(33) Lan maneh sira dhawuha, mring wadyengsun tata aboja
krami, wangunen jroning kedhatun, tratag langse tuwuhan,
dina Soma penganten nggonira dhaup, nuli padha tuman-
danga'', patih sandika wotsari.
(34) Wus puma ~arsa narendra, tedhak dhampar gya maJ\iing da-
lem purl, Kyana Patih Ian sewadu, tan ana mantuk wisma,
laju sami nambut karya jro kedhatun, kuneng wu- (k. 61)
sen Dayaningrat, sinung pakuwon purl.
(35) Mungging wetaning plataran, pan warnanen jro pura Jeng
Sang Aji, lenggah ingayap pra arum, Jeng Ratu D~watya,
146
lenggah jajar lawan raka Jeng Sang Prabu, nata nebda paring
jarwa, mring garwa dyah prameswari.
(36) lng purwa karsa narendra, sang dyah mestu ing karsa sang
raka ji, nulya putra sang retna yu, kinen amaesana, Dyah
Mandaya resmi binusanan sampun, a bra muncar kang busana,
mimbuhi rarasing dewi.
(37) Dhasar putri yu kang warna, raga krana lir sang Dyah Ra-
gilkuning, kadya murca yen dinulu, dyah pu)\jul sameng
kenya, tur winasis kawignyan sesmita putus, kempyangira
tan kawentar, pambek tyasnya ngrahaJjani.
(38) Ri wusnya dyah pinaesan, para sang dyah tur uning Jeng
Sang J\ji, sang nata seksana dhawuh, marang niyaka kenya,
animbali Kya Patih lan pratiwa nung, angirida kang teman-
tyan, gya dute- (k. 62) stri nembah mijil.
(39) Prapta jawi pangguh patya, ndhawuhaken timbalan dalem
aji, ngandikan Ian pratiwa nung, kinon nggerbeg teman-
tayan, turnya patih sandika kerid sewadu, mal\iing prapta
kuwoning Dyan, wamanen wau sang pekik.
( 40) Mangkya sampun binusanan, kampuh pelung paningset renda
adi, dhuwung sinung oncen sawut, lancingan cindhe puspa,
tirahira rinenda dinasih murub, binge) kana tebah jaja,
kelat bau sarpa aji.
( 41) Arumbing kinala calera, mas ingonce pinatik ing retna di,
jamang tinundha tri sungsun, cundhuk srat grudha wuntat,
Radyan saya embah ingkang warna bagus, pendah kadya
Ywang Asmara, tumrun nukma Maospait.
(42) Ri wusira gya ngendikan, dyan temanten kerid Rekyana Pa-
tih, prapteng plataran mabukuh, wamanen Jeng Sri Narpa,
Jan pra garwa lenggah sami ngimur sunu, nata Jon ngandi-
keng putra, "Ya kramaa Nini Pu- (k. 63) tri.
(43) Tuka Jan Jaka Sengara, warna bagus bisa ngentasi kardi,
wus dadi ubayaningsun, ya lara lakonana", sang dyah esmu
merang lenggahnya tumungkul, minggu datan wigya weca,
mung kang asta nerat siti.
147
•
•
(44) Nata wus kadugeng driya, tandya kinon nimbali sang ape-
kik, parekan lengser sing ngayun, prapta ndhawuhken seb-
da, dyan temanten kerid tekap ngarsa prabu, lir konjem
kisma mukanya, Ion ngandika Jeng Sang Aji.
(45) "Heh ta sira Dayaningrat, tampanana putrengsun nini pu-
tri, timbang legane tyasingsun, karyanen jatukrama, da-
dya rowang mukti neng Pengging pikukuh", nembah nuwun
Dayaningrat, "Pasihan dalem kapundhi."
(46) Nata nl)lya dhawuh garwa, ingkang putra kinon nganthi
mring purl, kang liningan mestu dhawuh, pra garwa leng-
ser samya, tan ginustha temanten ing dhaubipun, latri nata
lenggah bangsai, nimbali sentana siwi.
(47) Lan gung wireng Majalengka, (k. 64) Kyana Patih tenapi
rajeng Bali, agiar mungging ngarsa prabu, sang nata Ion
ngandika, "Gajahmada apa pepak wadyaningsun", Kyana Pa-
tih matur nembah, "lnggih sampun sowan sami."
(48) Ngandika malih sang nata, "Patih ingsun pan arsa kembui
bukti, pan wis dadi nadar ingsun, marga si Dayaningrat,
bisa ngejum Ian v'ong Bali~ nora pupuh, tan karya rusaking
wadya, bisa tern bung adu manis."
(IX DHANDHANGGULA)
(1) Purneng karsa nata gya nimbali, marang putra risang pi-
nengantyan, kering prapta ngarsa rajeng, wus kinen nga-
yun, nunggil lawan pra putra aji, gya nata dhawuh tnrik-
sa, lengser kang ingutus, pinriksa sampun mirantya, sa-
gung dhahar glar penuh neng bangsal manis, padam awama
mubyar. .
(2) Nata tedhak kang jageng rumanti, gangsa Kya Sekar Dati-
rna, gumrenggeng bale sawone, wus lenggah Jeng Sang Prabu,
pan ingapit pra putra sami, patih Ian pra dipatya, sumam-
bung ate- (k. 65) pung, mungging kursi tan aseia, nata dha-
har sinendhon gangsa ngerangin, tandhak ngelik wor ra-
ras.
148
(3) Pathet sanga sareng munya ririh, gendhing ciunthang sami
kraosira, amung ngambang Ian rebabe, kang swara maweh ke-
nyut , marang sagung sami miyarsi, ngenting suka narendra ,
boja sinlan minum , wau ta Rekyana Patya, dhawuh weca
aminta harjaning nagri, tuiusa madeg nata.
(4) Pinanjangna yuswa daiem aji, Ian tuiusa putra pinangan-
tyan, dugya ngantya saiuhure, tenapi dasih prabu, atuiusa
ngabdi nerpati, puma wus weceng patya, kunnat huse ba-
rung, ambai swara mbata rebah , dugya karsa Iuwar ngedha-
ton sang aji, Ian putra pinengantyan.
(5) Patih mijil Ian sang nateng Bali, myang dipati mantuk
sowang-sowang, wusen pura dyan temanten , panggihnya Ian
sang ing rum , atut dennya apalakrami, tan pegat puiang
raras, aneng jro ke- (k. 66) dhatun, winetara wus sacan
dra, wus aruntut nata uning trustheng galih, wusen enjang
ngandikan. ,
( 6) Kakung putri wus tekap ngarsa ji, sri narendra alon angan-
dika, "Y a karo dipara ngarseng, Kaki Ian N ini Gaiuh , aja
adoh kelawan mami" , wus majeng nata nebda, "Ya nyata
putrengsun, karo suntimbali padha, ing samengko muliha
prajanta Pengging, arjakna nagrenira.
(7) Lan suntitip garwaninra Kaki, mesih blilu angladeni pri-
ya, mung diagung apurane , Ian diatut aruntut , aja ana kang
benceng karsi , supaya dadi tepa , netepi trah Iuhung, sun-
pintakken marang dewa , ya tulusa sira mukti aneng Pengging,
jejeg amengku praja.
(8) Lan maninge ingsun titip Kaki, nagri kuion pasisir urut-
nya, gunung kidui apa dene , aja wiguh angrengkuh, Iawan
sira sunwasiyati, wama kris Iawan tumbak, Bendhe Sida-
~ narum, kabeh (k. 67) iku beberkatan, Dayaningrat kang mur-
ca atilar nagri, dadya keprabonira.
(9) Iki arta kehe sewu ringgit, pan karyanen sangu aneng mar-
ga, myang peni raja branane, miwah jalmestri jaiu, de kang
arta karyanen Kaki, ngegama tyasing wadya, dimen praja
kukuh", Sang Dipati Dayaningrat, matur nuwun mit nembah
•
149
•
X. ASMARADANA
(I) Tyasnya muring Dyan Mas Sahit, pan laju angadhang marga,
mbegal jalma ing karsane, samben-samben pan mangkana,
yen kasor nggen botohan, ngadhang jalma bakul langkung,
tan ajrih rinampok kathah.
lSI
•
152
------- ·
153
\
( 19) Yen ora kelawan yekti, yektine wong sanggup setya, apa
wani sira Jebeng, s.unpendhem neng tengah wana, lawase
satus dina, yen wani sira satuhu, jumeneng sah waliollah."
(20) Lo- (k. 76) n umatur Raden Sahit, "Kawula sumanggeng kar-
sa, tan nedya dora Ywang Manon, nadyan sakit tuwin pejah,
nggih a mba tan suminggah", sang Wiku driyanya pethuk,
dyan rinangkullon sebdanya.
(21) "Ya sun darma dadi margi, Jebeng r;tarang sesedyanta, sa-
tuhune sira dhewe, ing sakarsa-karsanira, narima mring kang
murba, heh sabat murid digupuh, Ki Jebeng gawekna klu-
wang."
(22) Wusnya wau Raden Sahit, pinetak madyaning wana, wit man-
dira tetangere, kang pinetak gya tinilar, sang Wiku laju tin-
dak, mring Mekah sakedhap rawuh, nulya salat aglis bakda,
(23) inijil Kakbah 3 ) panggih murid, laju ken tar mider ing rat,
kuneng gantya winiraos, Rasawulan putri Tuban, langkung
branta ing tapa, mareng ngengidang sang Ayu, awor lawan sa-
to wana.
(24) Aneng alas Glagahwangi, separane ponang kidang, sang Dyah
anut neng wurine, angga- (k. 77) yani ron taruna, sang Retna
tumut dhahar, laminya datan winuwus, dyah wanuh Ian ki-
dang sangsam.
(25) Gya sang Retna manggih beji, toyanya wening kalintang,
aresik kathah selane, kumriwik ilining tirta, ayom kauban
wreksa, wreksa geng ronira singub, nginggil pangnya amer-
kakah.
(26) Panging wreksa dipunnggeni, manungsa amangun tapa, pi-
tekur aneng epange, wijilira kang nretapa, mulana sangking
Arab, tedhakira Kangjeng Rasul, juluknya Seh Maulana.
•
154
•
155
"Priye karane (k. 80) wak ingong, wong tapa ngalong dinu-
kan, apa dinalih ingwang, anginjen wanodya adus, de sun wus
tan darbe dakat.
(3 8) Pan uga sapengga estri, wus tan darbe nyineng priya, de
mung sangkuh gaman ingong, tinarka nyidra asmara, sayekti
lamun ora, sira nggarbini satuhu, seka karsaning Pangeran."
(39) Rasawulan sareng myarsi, mring wuwuse sang Pandhita,
- ngraos lepat sang Dyah ndhodhok, sarwi matur angrarepa,
"Jenang sela kawula, nuwun ngapunten sang Wiku, sangking
_ ribeng dahat wirang. .
(40) Kawula perawan yekti, kumini tan arsa krama, ing mangke
kawula mbobot, tan angraos darbe lawan, pan amung wewa-
yangan, kang katingal jroning ranu, keng warni ugi panduka.
(41) De amung ujungan liring, ampuhe kagila-gila, temah amba
laju mbobot, ulun nuwun ing sang Tapa, anunten sirnakena,
(k. 81) bebayi kang ulun kandhut, sam pun medal marga ina.
( 42) Yen sang tapa tan paring sih, angruwat wirang kawula, lu-
wung pejahana ingong, mupung tan wonten kang wikan",
sang Wiku Ion sebdanya, "Age mungkura wong ayu, sungen-
dame dimen medal."
( 43) Alon mungkur sang Retna Di, pan sarwi ngore remanya, sang
Wiku ngepel astane, jabang bayi kinethekan, pan kadya ngun-
dang sata, bayi aglis mijil nglambung, mencolot lir anak
kidang.
( 44) Dhawah mungging pangkon4 ) yugi, kakung bagus ingkang
wama, mencorong mancur jwalane, pan kadya wulan puma-
rna, tan wonten mbing-mbingira, wus dhaut aneng swarga
yu, pratandha kekasihing Ywang.
(45) Sang Wiku ngandika aris, "Nimas bayi sunweh aran, Kidang-
tlangkas prayogane, dene sira lawan ingwang, panuju tapa
ngidang", Rasawulan mestu matur, "Sumangga karsa sang
Tapa.
4) asline: pakon
156
(46) (k. 82) Nging kawula datan apti, amomong pun Kidangtlang-
kas", sang Tapa alon delinge, "Iku ta aja mengkana, sira apa
tan welas; mring pasihane Ywang Agung", Rasawulan nulya
kesah.
( 4 7) Sang Tapa rib eng kang galih, pinasrahan ingkang putra, tyang
Tapa dede karsane, tur priya neng madyeng wana, priyangga
tanpa rowang, nulya linggar sang Awiku, ing Tarub sinedyeng
karsa.
( 48) A pan sarwi nggembol bayi, wuluh gadhing tekenira, kinarya
deder sangkuhe, kuneng gantya kang lelampah, dhukuh Ta- •
rub winarna, nenggya Nyai Randha Tarub, meksih nom tini-
lar lal<ya.
XI. SINOM
(21) Ni Randha Tarub geng brangta, de nak laki sami lalis) tam-
bub ingkang tinoleha, bojo mati anak mati, yen rina datan
bukti, yen latri tan antuk turu, Bok Randha nendra kadhar,
duk ngliyep Ni Randha ngimpi, (k. 83) keksi nendra pinang-
gihan lakenira.
(2) Sung jarwa kinen narima, lawan anyukani esthi, alit kinen
nyratenana, ing tembe marakken mukti, Ni Randha nglilir
aglis, mirsa padhang anglir daru, tibeng prenah makaman,
neng kubure laki siwi, byarnya rina Ni Randha marang kubu-
.... ran.
(3) Sapraptane ing makaman, Bok Randha anulya panggih, Ian
Sang Eseh Maulana, Ni Randha dipunjarwani, laju sinungan
bayi, kinen ngakert anak tuhu, sekalir wus jinarwan, Ian bayi
dentetangeri, tulup sangkuh pinaringken Ni Bok Randha.
(4) Majeng tinampen seksana, sangkuh lawan jabang bayi, wus-
nya sang Wiku gya linggar, sumedyarsa nglaya bumi, Ni Ran-
dha mantuk aglis, sapraptaning wisma laju, mbrokohi ngun-
dang-undang, marang anak putu sami, ambrokohi anak mati
bisa ge- (k. 84) sang.
157
I
(5) J alma Tarub nggili prapta, tuwi bayi urip maning, dugi dalu
ajagongan, keh nak putu ingkang prapti, myang mrepat ka-
nan kering, praptanya nyumbang sedarum, bayi nekakken
beja, Bok Rondha temahan sugih, jabang bayi datan arsa si-
nesepan.
(6) Nesep jempoie pribadya, tutut tan ndarbeni tangis, bayi
saliranya akas, gaib takdiring Ywang Widi, cahya man cur ka-
eksi, wahyu nurunaken ratu, kuneng Tarub- Ni Randha, gen-
tya kang winama malih, Sunan Benang enget mring pe-
takanira.
(7) Sabat muridnya pinepak, kinen mbekta pacul bodhik,
wusnya sang Wiku gya tindak, neng marga datan winami, wu-
wusen Dyan Mas Sahit, kang branta marang pituduh, pine-
tak madyeng wana, antuk rahmating Ywang Widi, samben
candra kepanggya lawan utusan.
(8) Keksi malih panggih darma, sungjarwa yen badhe wall, panu-
tan pra waliollah, panutuping (k. 85) sagung wali, wonten
ngekseni maiih, eyangira prapta ngrangkul, sung jarwa wus
katrima, nggenira amanting dhiri, Ian malihe aparing ngelmi
paminta
(9) Dugi lama ingancara, anuiya dipunpanggihi, Ian Jeng Nabi
niyakeng rat, sapraptanya ngrangkul ririh, prenah kang jaja
kering, tinekem ing julukipun, Jeng Nabi mundhut priksa,
"Ya apa kang kapiyarsi", Dyan umatur, "Kawula mireng su-
wara."
( 10) Wus ngaturken kang suwara, Jeng Nabi ngandika aris, "Wus
bener unining swara", nulya kin en aningali, Dyan mestu man-
deng aglis, keksi padhang kadya daru, nrus bumi langit sap-
ta, tan wonten katingal malih, linglang-linglung neng jagad
datanpa rowang.
l
( 11) Dyan Sahit tan· ngraos lena, amung enget mring Jeng Nabi,
wus ngraos juga pribadya, semana alame satin, tan alam kadya
mangkin, nenggya alamnya Jeng Rasul, ingran Andarusalam,
tan padhang lir surya sa- (k. 86) si, pan puniku padhang pe-
158
•
\
160
prapta laju cinengkraman, sapisan lir grahira Ji, trustheng
tyas Sri Bupati, baya wus karseng Dewa Gung, Dyah Putri
Wandhan pura, tuhu titis Dyah Srikandi, karseng nata d yah
nginggahken garwa ngarsa.
(27) Kinembar Ian sang Dyah Cempa , Dyah Wandhan sinungan
wangi, Jeng Ratu Kemayawatya, dugi lami dyah nggarbini,
sareng Ian gaJWa ngarsi , Sang Dyah Cempa mbobotipun,
lama prapteng diwasa, sangang candra nggen nggarbini, sang
Dyah kalih ing mangke nggerahi samya.
(28) Ambabar kakung sedaya, kang mijil Dyah Darawati, Kakung
Bagus keng suwarna, ingran Dyan Bondhanserati, ginadhang5 )
gumantya Ji, mring sudarma Jeng Sang Prab u, kang mijil
Ratu Wandhan, Sang Dyah kemaya kang siwi, nenggya ka-
(k. 91) kung kang warna bagus kalintang.
(29) Keng ibu seda kunduran, nata langkung emeng galih, ke-
gagas keraseng driya, kesthi sihnya garwa siwi, wus pesthi
bethara Di, mung sepa\a yuswa sang Rum , narpa tyas brang-
ta, linipur meksa tan lilih, mulyeng gerah ingantya cuwa ngas-
mara.
(30) Dumadya nir sihing putra, atmendra mijilken Jawi, pinaring-
ken juru sawah, kinen ngaku anak yekti, pacuhan dasih sami,
yen warta putraning prabu, mestu kang sinung sebda, juru
nembah lengser mijil, nata meksih katonton manising garwa.
(1) Jeng Sri Narpa latri nujwa guling, asupena panggih Sang
Dyah Wandhan, sawantah anunggil sare, mangun kasmarjeng
lulut, dugi pawor sajroning guling, kagyat wungu narendra,
lenggah tyas mangungun, kapeteg brangtaning nendra, Jeng
Sri N arpa sedalu tan angsal guling, natas wus d ugi rina.
(2) Narpa lenggah Ian Dyah (k. 92) Darawati, pan ingayap mang-
5) asline: kinandhang
161
•
162
(9) Laju kinen ngirid mring pasisir, Prabakara wus masuk kong
gedhah, anulya cinemplungake, lirih denira ngulur, samben
mina pating seliri, wus ginambar ing kertas, curl parang gu-
nung, kang aneng teleng udaya, saya dhasar mina geng-ageng
sawukir, wus tumrap ing migora.
(10) Wonten mina pendah arga siwi, tutuk ndhe1ak lir clangap
muara, muka kadya parang rejeng, netranya brit mawelu,
golar-galir 1ir banas pati, trisula mindha kilat, ngatimang keng
siyung, gundhala atap kumambang, kelap-ke1ap ilate jingga
kumitir, mungup pyarsaning guwa.
(11) Awak nengong pan datan kaeksi, mung mukane wau kang gi-
nambar, kong ge1as nedya sinerod, wonten parmeng dewa
gung, sareng lawan dhawuh nerpati, yen wus jang- (k. 95)
kep tri candra, kong gelas dinudud, tinarik kras prapteng dha-
rat, laju kentar Prabakara prapteng purl, nata tan arsa pang-
gya,
(12) amung gambar kang pinundhut Aji, pinariksa sang Nata tyas
eram, jro tasik isen-isene, sato kewan myang manuk, saisine
ang1enta sami, katimbangan sedaya, amung sanesipun, sungut
sisik 1awan angsang, tandya mriksa gambar muka angajrihi,
· angganya datan ana.
(13) Tyas sandeya kinen mriksa sungging, aturira wau kang dinu-
ta, pun Prabakara ature, "Mina langkung gengipun, awak
nengong boten kaeksi", sang Nata angendikas "Cuwa nggon-
._ sun ndulu", kate1ah dalah semangkya, ponang gambar ing-
aran Parong Cuwiri, tyas narpa tan lipura. (
163
sawemaning luhur, sam pun kantos kaliwatan", Prabakara
mandheku Ion matur patih, "Nggih datan saged amba.
( 16) Sabab ulun tan saged wiyati, pendah nguni lir Sri Pancanaba,
saged ngumbara wiyate, tan kewran warneng luhur, jer
punika wus de\tva yekti, pan sanes Ian kawula" , Kya Patih
amuwus, "Andika yen tan sanggupa, Jeng Sri Narpa tan arsa
angaken abdi, tan klilan an eng J awa."
( 17) Prabakara angles jroning ati, awusana Ion saweceng patya,
"Yen mekaten karsa rajeng, amba klilan anyuwun, (k. 97)
kanthi miwah prantosing kardi, kinaryakna layangan, kang
geng kwawi ulun, sinunganakeng lentera, lamun dalu supados
•
sageda keksi, Ian kenur sapanjangnya."
( 18) Kyana Patih wangsul manjing purl, prapta ngarsa matur pa-
nuwunnya, Prabakara saature, nyanggemi karsa Prabu, na-
mung gadhah panuwun Gusti , layangan keng santosa, kenging
darnel mum bul, sang Nata legaweng driya, dhawuh aglis kar-
ya layangan wus dadi, kenur saprantenira. 6 )
( 19) Pinaringken dhumateng Kya Sungging, kinen ngundha ma-
dyeng pangurakan, juga bupati kang kinon, pinatah ngulur
kenur, prapteng Jawi seksana panggih, Ian Sungging Praba-
kara , myang kang badhe ngulur, Kya Patih ndhawuhken seb-
da, Prabakara sandika sanega null, saprantinya binekta.
(20) Wonten kadang Prabakara Sungging, juga sami tunggil karya-
nira, nenggya kang kinanthekake, Purbengkara ngranipun,
(k. 98) kalih samya wuse kang kapti, nglampahi karyeng na-
ta, nadyan tekeng lampus, Prabakara Purbengkara, sarembag
wus kalihnya anunggal kapti, marcapada delahan.
(21) Ri wusira ka1ih manjing telih, keng layangan gung wadya
tumandang, mangulur ponang kenure, prapta ler wringin
kurung, nulya wonten angin ndhatengi, sru nempuh mring
layangan, mumbulnya nut Jesus, dugi madya ing dirganta,
pan kaeksi saisining wana ardi, ginambar pan wus d~dya.
6) asline : sapraptenira
164
\
Xlll. MEGATRUH
(1) Ingkang kinon tumandang manigas sam pun, kenur pedhot ka-
tyup angin, kagyat tyase kang neng luhur, kalih ngraos te-
keng pati, a wit sangking karsa katong.
(2) Kang layangan ndedel separan nut lesus, sang kalih asru ma-
nangis, kang ketang mung garwa sunu, kesthi sajronireng
kingkin, "Adhuh nyawa Anak ingong,
(3) (k. 100) akeria dip inter ngawula ratu, mring sang Brawijaya
Aji, ingsun kang nglabuhi lampus, heh Juwata kang linuwih,
nyuwun tulung raganingong.
(4) Dasih ulun yektine tan dosa tuhu, de kawula pinrih pati,
Ian Sri Narpa Majalangu, kawulane amung titip, ingkang kan-
tun ngabdi katong."
(5) Kuneng ingkang masambat kawelas ayun, Prabakara lawan
Sungging, warnanen dewa swarga gung, kang marna jagad
sekalir, Sang Ywang Penyarikan anom.
165
,
(6) Dasih narpa ing yekti tan dosa tuhu, gya linggar sing marcu
aglis, jumantara gancang niyup, Iayangan pinegang aglis, bi-
nekta ngayangan karo.
(7) Prabakara mardana manguswa suku, Ian Sungging nut anga-
bekti, dwi ngartika jroning kalbu, Iamun jwateng ing swarga
di, Prabakara matur aion.
(8) "Dhuh Ywang uiun sin ten tuiung kawias ayun", Ywang Pe-
nyarikan nglingnya ris, "lng-- (k. I 01) sun dewa ing swarga
gung, Citragotra sinran carik, mring Ywang Nutipati ingong.
(9) Titahi~g Ywang salumahe jagad sagung, ingkang bener Iawan
sisip, satingkah manungsa tuhu, ya sun ingkang anekseni,
kang sisip miwah kang dados.
(10) Bener Iuput wus tinulis nglokil makpu1, karseng Ywang tan
ken a gingsir, muiane ya kita iku, Iabet mantep anglakoni,
ing sapangrehireng katong."
(11) Prabakara manembah sokur Ywang Agung, Ywang Citra
ngandika malih, "Mayo sunasungi weruh, margeng kamulyan-
ta benjing", tandya Ywang linggar sing enggon.
( 12) Prapteng pintu Junggrings1eka wus kadulu, nggen pingitan
Ywang Pramesthi, rerenggan wama kadulu, ing sajroning
swargan adi, Prabakara wus wespaos.
(13) Awusana mring Ywang Citra Ion umatur, "Ywang punika
nggih punapi, wami kadya kentheng ngiangut", Ywang Citra
ngandika aris, "Ya ika gadhuhan i- (k. 102) ngong.
(14) lngran Sastra siring dewa metu iku, lamun ana karya gati,
wektuning Sastra kang dhawuh, mring sagung juwata sami",
kang sinung ling awotsinom.
(15) Prabakara uning malih nembah matur, "Ywang punika won-
ten ma1ih, warn eng ndah renggannya man cur", "Ika rasa kang
kaeksi, rinarengga ing rukma byor.
( 16) J aladara ing nguni kagunganipun, putra Singge1a kekasih,
Bisawarna sekti punjul, kang bisa mlayu pribadi, dharat wi-
yat datan kegoh.
166
\
(17) Pan ing nguni ing purwa cariteng pungkur, duk Bisawarna
ajurit, Ian kadang Rahwana Prabu, wit Jaladara ingambil,
tan suka rinebat ing rok.
(18) Rame aprang gya sinapih mring Ywang Guru, Bisawarna ki-
non mukti, manjing dewa te1ung puluh, silih Komajaya wa-
ngi, Cakrakembang kang winengkon.
( 19) Prabakara kita sunjarwani tuhu, sunlilani kita kardi, jro kas-
wargan kang kadulu, roro iku sunwaleri, rata Sastra warna
roro.
(20) (k. 103) Ngentenana benjang akir jamanipun, yen Jawa na
ratu kalih, kinembar puraning Prabu, Bremana ingkang nga-
dani, aneng Jawa among katong.
(21) Heh ta uwis Prabakara jar.waningsun, sira balia tumuli, rna-
rang marcapada tumrun", Prabakara matur ririh, "Yen ma-
rengi karseng manon.
(22) Sampun eca wonten swargan sang Ahulun, boten ngraos atis
perih", Ywang Citra ngandika sendhu, "Prabakara nora keni,
yen tan antuk sihing Manon."
(23) Seksana glis sang kaJih pinegang gupuh, binuncang dhawah
lir thathit, sowang~owang dhawahipun, Prabakara dhawah
rumyin, wonten nagri ing Sepanyol.
(24) Purbakara nagri Cina dhawahipun, kalih wus sinungan luwih,
... sima manungsanya tuhu, anglangkungi sangking ejim, J awa
sabrang wus winengkon.
(25) Pan cinendhak sang kalih caritanipun, mangsuli ing Maospait,
narpa Brawijaya (k. 104) Prabu, nir d uka enget mring Sung-
ging, de tan sisip pinrih layon.
(26) Tri pandurat tan ngandika Jeng Sang Prabu, tyas kaduwung
ingkang karsi, mring Sungging dhawahnya rengu, tan sisip
pinrih kang pati, ngraos cobaning Ywang Manon.
(27) Awusana nata marang patih dhawuh, "Warise panyungging
kalih, kin en netepi kang lungguh", sandika kang sinung ang-
ling, Sri Natajengkar ngedhaton.
167
XIV. SINOM
168
•
169
,
•
170
\
'
sun bisa pepanggya, Ia wan sang Dyah salah siji, laju sunkarya
rabi", dyan nempuh byat ngesthi edur, gya nguthik kang
rasukan, kenging kang tumumpang nginggil, kaleresan agem-
nya Dyah Nawangwulan. .
(23) Wusnya dyan lirih undumya, kang siram tan ana uning,
Dyan Jaka glis nggennya linggar, (k. Ill) pan sarwi nggem-
bol kelambi, gancang ing wisma prapti, ibu pawong tan na •
XV. KINANTHI
(1) Glis prapta tlaga wana gung, alon tindak mindhik-mindhik,
dupi celak dyan rumangkang, nyarpa dumung awor siti, am-·
pingan wreksa waunya, nggennya nginjen kang dus warih.
(2) Warnanen kang samya adus, dyah catur ngartika sami, mam-
bet gandanireng jabna, sareng mentasnya wiragi, sangkep
gancang angumbara, ndedel nggayuh ing wiyati.
(3) Sakeclap wus tan kadulu, pra dyah kayangannya prapti,
mantuk prenah sowang-sowang, (k. 112) de sajuga meksih
karl, angum aneng toyeng tlaga, ica1 bajune sang Dewi.
(4) Mila dyah tan saged mabur, saenggane kadya peksi, lumpuh
ical penjawatnya, tambuh solahe sang Dewi, kusuma yu
Nawangwulan, minggah tumrun manjing warih.
(5) Amuwun sedalam kalbu, Nawangwulan sang Retna Di, ngun-
andika ing werdaya, "Dewa tulungana mami, nora wurung
sun palastra, an eng ~ad ya ing wana dri."
(6) Dadya pratignya sang ing rum, ngandika kawedhar nglathi,
"Sapa baya tu1ung mring wang, anutupi wirang mami, kela-
I
I 171
..
•
172
nasabi ing kawlas arsa", Dyan Jaka nglingira aris, "Gampil
I
Y ayi kang wicara, sagah dereng angyekteni.
(18) Lamun wonten jangjenipun", Nawangwulan weca manis,
"Yen panduka welas mring wang, manjinga sudara wedi, nga-
wal akir sam pun pisah", Dyan J aka mangsuli aris.
( 19) "De sepele jangjenipun", ngandika malih sang Dewi, "Mangke
ujar kang punapa", dyan weca prana piningi- (k. 115) t,
"lnggih yekti darbe amba, busanane tyang pawestri.
(20) Sun pantes gadhanganipun, benjang karya matut rabi", dyah
tanggap panglungit nebda, "Nggih ngemungna mitra yekti",
Dyan Jaka ngling esmu ewa, "Yen tan pethuk rembag Yayi,
(21) nggih amba pan arsa mantuk, panduka kantuna beji", dyan
kumepyur ing tyasira, yen arsa tinilar mulih, gyuh tyasnya
sosonggen nebda, "Bok mangke disabar karsi.
(22) Rinembag ing saenipun, dinedya amrih basuki, yen tan pa-
reng nggih binucal", d yan wangsul pan sarwi angling, "Ing-
gih ta kadi punapa", dyah tumungkul ngartyeng galih.
(23) "Yen ta tan nuruti ingsun, kaya paran wekasaning, tan wu-
rung sun matyeng wana, tan na kang ngulati kami, baya wus
pesthi ragengwang, marang dewa kang linuwih.
(24) Kramantuk manungsa tuhu, nom pekik tembunge manis,
lawan kang ndarbeni bawah, tlaga lebak wana wukir" , dangu
minggu dyah kawentar, sanetya co- (k. 116) ndhong ing
.... kapti.
(25) Merang esomya sinamun, saweca "Nggih ndherek karsi",
Kidangtlangkas nulya mbuka, wastra di kinendhut rempit,
sarwi mesem Ion sebdanya, "Punika wastrane Y ayi,
(26) nyamping baju lawan sampur, mrecapada wus pinilih, Yayi
nunten busanaa", kang wastra sampun tinampin, sang Dyah
sarwi angujiwat, sedhere 1ir Pasopati.
(27) Kumeclap prana mring kakung, sareng pagut ing panglir-
ing, dwi sub rempu driyanira, ri wusnya ngarja sang Dewi,
lir Supraba kendra prenah, Ian sang Parta apepanggih.
173
•
• •
• ,
(28) D~k prang Ian Newata unggul, Aijuna kondur saiimbit, Ian
Sang Ayu Dyah Supraba, samarga mangenggar galih, wau
Sang Dyah Nawangwulan, lampah marga tan winarni.
(29) Prapta wismanira sampun, Bok Randha bingah tan sipi, de
kang putra wus akrama, antuk widadari luwih, laju Randha
- boja krama, mreteni kadange sami.
(30) J alma Tarub keh kang rawuh, (k. 117) tur-atur pasumbang
gili, dupi surup Sang Ywang Arka, kagentyan padhanging
sasi, kakung raket ngimur garwa, neng tilam tansah sinan-
dhing.
(31) N awangwulan sang lir san tun, minggu m bombrong neng ji-
nem mrik, kegagas keraseng driya, pisah rowang yayah danni,
raka ngraket ngimur sebda, "Dhuh mirah pepujan mami,
(32) sesotyane swarga luhung, kang memba retna ingukir, tetung-
gule waragana, sunpraja dadi Mas Gusti, dinadhuhken Kidang-
tlangkas, mung Gusti mantuna kingkin.
(33) Sampun ketang darma lbu, mung ketanga ingkang abdi,
Kidangtlangkas nahen brongta, datan liyan kang paring sib,
kejawi panduka Mirah", sang Dyah mesem nedha tiring.
(34) Kumeciap mranani kakung, raka tan deraneng galih, dyah
sinambut ingarasan, sam bat ngeses tangkis weni, kakung ngra-
suk ngungkih prana, dyah kacundhuk tikswa lungit.
(35) Kalenggak sambatnya lampus, katemben tinujweng resmi,
wudhar resmi tan kinandha, pasihane kakung pu- (k. 118)
tri, wine tara dugi lama, Sang Jaka Tarub ngge.n krami.
(36) Sang kalih atut aruntut, sang Dyah nulya anggarbini, anut
kedhep sepuhira, wetawisnya sangang sasi, ing semaya sam-
pun dugya, mbabar putra miyos putri.
(37) Gumilang keng cahya mancur, mencorong lir pendah sasi,
rama ibu langkung sihnya, keng putra sinung wewangi, Dyah
- Nawangsih kang wamendah, Ian ibu sorote sami.
(38) Tan winama lamenipun, Kidangtlangkas gyannya siwi, putra
tansah neng embanan, yuswanira Dyah Nawangsih, apan la-
174
\
- • '
175
•
-
pari salumbung meh brastha, sang Dyah langkung kawlas
asih.
(50) Mung raka ingkang tinutuh, tan kawedhar mung jro galih,
tan winama saya lama, nggennya bethak cara jalmi, langkung
boros tlasing beras, labetnya mbelah kang galih.
(51 ) Sabatihnya apan tum us, tan kena sa bar kang bukti, pan tun
salumbung meh telas, kang rasukan nulya panggih, glis i-
(k. 121 ) ngagem marang sang Dyah, antrakusuma sing swargi.
(52) Sang Dyah ing tyas kanggeg ngungun, lir ginugah ingkang run-
tik, nir dyah trisneng garwa putra, mung ketang cidraning
laki, sang Dyah ngunadikeng driya, "De tan slisir cipta mami.
(53) Katitik ing dhusthanipun, kumbi nyeler klambi mami" ,
langkung runtik sang Kusuma, gya kang raka denprepeki,
mit sing laki ngaras putra, "Ki omah kantuna arji.
(54) Disaged momong kang sunu, amba ayun mantuk swargi, pan-
duka kelawan amba, wus pinesthi Bethara Di, dika pisah
lawan kula, pandukantuk widadari,
(55) dursila cara marang sun, remen karya wirang mami, kumbi
suntiti tan weca, mangke sami dum basuki", raka angling ang-
rerepa, "Apuranen ingsun Yayi.
(56) Tolehen Gusti putramu, yen katilar priye mami, tan bisa
· amomong putra'', kang garwa tinubruk aglis, dyah kendra
laju nggegana, raka kantun sru manangis.
(57) Lamun tinon amla- (k. 122) s ayun, sesambate lir pawestri,
" Ad huh Mirah Gusteningwang, kay a paran polah mami,
wong priya amomong putra, nora bisa ditangisi.
•
(58) Mirah welasa putramu, sapa baya kang nesepi, baya lagya ti-
gang candra, becike gawanen Yayi, dimen ageng putranira,
• •
supaya panJanga unp.
(59) Yen wis ageng putraningsun, Y ayi paringena malih, ya sun
ingkang amomonga", mojar Retna Nawangsasi, "Lamun mu-
wun pantra dika, karyakna panggung kang inggil, ·
(60) pun rara inggahna panggung, Ian mbesmia menyan amrik,
176
\
..
XVI. MIJIL
(1) Tan winarna ingkang anilar sih, nenggya sang lir sinom,
Nawangwulan kang nilar putrane, pan ingemong mring rama
pribadi, langkung kawlas asih, Ki Ageng ing Tarub,
(2) Embah sengkal ing driya wiyati, dene putra wadon, meksih
timur tinilar ibune, mring kayangan ing kawidadarin, mila
gung rudatin, tan kenging sinusul.
(3) Nanging wonten ecane kang galih, narimeng Sukma Non,
duk muksane kang garwa welinge, lamun putra anuwun ke-
pati, kinen nginggahna mring, panggungan keng luhur.
(4) Kyageng Tarub semangke akardi, panggungan wus dados,
samben-samben amuwun putrane, (k. 124) nginggahaken
mring panggungan inggil, mrang kutug dupa mrik, kume-
lun mring luhur.
(5) Nrus ngawiyat kang ganda dupa mrik, mangkana sang Sinom,
samben mambet kang ganda dupane, gya tumurun mring
panggungan prapti, nesepi kang siwi, yen wus tuwuk wang-
sui.
(6) Kyageng dugi putra wus tan nangis, gya nginggahan gupoh,
putra nulya ingemban sira ge, binekta wus tumurun kang
siwi, 1angkung sukeng galih, Ki Ageng ing Tarub.
177
..
(7) Samben-samben mangkana kang siwi, lami tan winuwos,
enggal ageng ing Tarub putrane, dugya wanci dyah rumaja
putri, danna saya kingin, dyah tinilar ibu.
. - (8) Warneng putra lir ibu tan kalih, sami yu kinaot, liyep nglin-
dri sang Retna semune, citra nawang purnamaning sasi,
tuhu yen yu luwih, dadi panjang kidung.
(9) Yen cinandra warnanya sang Dewi, wedana mencorong,. ka-
dya emas sinangling sorote, melok-melok lir candra ndha-
dhari, pada meded tri- (k. 125) ncing, pengadegnya runtut.
( 10) Driji nglayung nglungit amucuk ri, srenteg sedhet sengoh,
mung samadya sang Retna pambeke, esmu ruruh gandhang
sebda manis, mrak ati ngembahi, solah bawa sang Rum.
( 11) Tinon kadya kang cithakan rukmi, siningi mencorot, nawon
kemit sang Retna madyane, kang alagya gumana respati,
wiraganya manis, luwes solahnya Ius.
, •
178
•
\
•
•
179
kin, diwasa sang Pekik, langkung sih Ki Juru.
(29) Gengnya wanci kumela sang Pekik, cahya mbah mencorong,
nedheng lagya brai busanane, solah bawa teka ngrespateni,
• tuhu njungkar angin, karya brangteng ndulu,
(30) Dadya tebih kondhanging gung jalmi, kasosreng pa- (k. 129)
wartos, prawan lanjar prapta brangta ngenger, n~dyan sami
priya keh kang prapti, warok Pranaragi, ngluruh mring
· dyan sunu,
(31) prapta atur busana agili, mrih rena sang Anom, wastra rukma
miwah klangenane, sata peksi keng swara geng dumling,
wonten prapta ngabdi, ngran wus Warok Bukung.
(32) Sangking papa mung kedah kinasih, mring dyan wigya
among, atur srameng mung kateguhane, wus tan pasah tila-
sireng kikir, templek sara mimis, penthung tibeng putung.
· (33) Karya sendhon kidunging pangrepi, kakung miwah wadon,
barang sebda tan supe mung Raden, ing Gejuron sang Naren-
dra Siwi, saya em bah manis, srengkaraning kidung.
XVD. DHANDHft~'!t;GULA
....
( 1) Pan warn an en wau J uru Sabin, mulat mring dyan mangke
wus diwasa, sib tresnanya nrus driyane, marang dyan narpa
sunu, garwanira Nyai tumut sih, rinojong sakarsanya, tyas
ajrih wor lulut, tri- (k. 130) snanya lir putra yoga, Kyai Juru
· amisik marang ing rabi, alon ing sebdanira.
(2) "Nyi sun arsa ngaturke bras nuli, kawruhana nakira Ki
Bondhan, sira wis wruh ing adate, yen uning mesthi klayu,
kudu arsa wruh jroniug nagri, pan ora kena pisah, Ki Jaka Ian
ingsun, mumpung lagi lunga dolan, tungkulena" seksana Ki
Juru Sabin, sanega sabektanya.
(3) Sedayanya nak putu kinerig, kang ambekta rembatan uwos-
nya, gung jalma kang sami tanen, gya kentar Kyai Juru,
•
sarowange tan kena keri, wamanen Radyan Bondhan, ge-
jawen keng kantun, prapta kliling tanya bapa, anauri Nyai ·
180
--
\
181
•
(k. 133) ta sareng muwus, "Sira iku bocah apa, nabuh gang-
sa sarta lungguh kanthil gadhing, pan ngendi omahira.
( 11) Dene sira ndadak wani-wani, nabuh gangsa kagungan naren-
dra, baya sira wis untu~ge , kinisas marang prabu, dene
bocah bosena urip, sira anake sapa, Ian sapa aranmu", nauri
Rahadyan Bondhan, "Pan ya ingsun anake Ki Jwu Sabin,
si Bapa aneng jaba.
(12) Jar sun nabuh gangsa sun pribadi, ya aturna marang Sri Na-
rendra, yen kang nabuh gangsa ingong", dutestri tandya
wangsul, samya ngungun sajroning ati, sapraptanireng ngarsa,
dutestri umatur, "Sampun Gusti lun mariksa, ingkang nabuh
kagungan gangsa dewaji, lun tanya aturira, •
(13) anakipun Kyai Juru Sabin, meksih lare sepangen ageng ya,
keng warni Iangkung baguse, ing mangke bapakipun, Juru
Sabin wonten ing jawi", sang Nata sareng myarsa, kraos da-
(k. 134) 1em kaibu, wusana nir dukeng nata, esmu mesem
Brawijaya Sri Bupati, Ion nebda mring pawongan.
(14) "Age sira metua pribadi, bapakane sira timbalana, iya marang
ngarsaningong", pawongan wisata wus, jawi panggya Ian
Juru• Sabin, duta ndhawuhken sebda, nggeh nedha IG Juru,
"Pekenira angendikan, mring narendra" geter tyase Juru Sa-
bin, tan ngraos darbe gesang.
( 15) Gugup kerit lawan duta estri, Juru tekap ing byantara narpa,
1ir konjem kisma mukane, rum nebda Jeng Sang Prabu,
"Anakira lumebeng purl, apa ta mengko sira, kang akon
malebu", umatur Ki Juru Sawah, sarwi nembah, "Kawula
boten udani", sang Nata malih nebda.
(16) "Yen mengkono Juru nakmu nuli, timbalana kaya pa kang
warna, iriden mring ngarsaningong", sandika nembah mun-
dur, prapteng jawi ngungun ningali_,kang putra pinarpekan,
Radyan panggih 1ungguh, mungging kanthi- (k. 135) 1 nabuh
gangsa, pinelayon rinangkul sebdanya ririh, "Ngger sira
angandikan,
( 17) iya marang Kangjeng Sri Bupati, payo enggal aja kelalayat-
182
-
•
\
an, antuk siku yen kasuwen'', Dyan .J aka nulya tum run, ke- _
•
rit marang Ki Juru Sabin, satekap ing byantara, narpa sareng
ndulu, mesem ngunadikeng driya, "Bocah iki tan geseh Ian
Bondhansrati, bagus cahyane timbang."
( I8) Wusnya nuiya ngandika sang Aji, "Sapa rane Juru anakira",
kang sinung ling nembah weceng, "Tan ngantos ulun asung,
sampun mundhut nama pribadi, nami Bondhan-gejawan",
mesem Jeng Sang Prabu, wusana rum angandika, esmu wadi
nggen ndhawuhi Juru Sabin, "Peraka ngarsaningwang."
(19) Nembah majeng wus celak Ian Aji, Juru Sawah nuiya bini-
sikan, wewadose karsa rajeng, "Majalengka wis sepuh, mula
sira ingsun jarwani, samengko karsaningwang, sira ingsun
utus, pu- (k. 136) traningsun Kaki Bondhan, singkirena seka
nagri Majapait, ya Juru wruhanira,
(20) pan meh bedhah nagri Majapait, jer wus tetep anglungguhi
jaman, satus taun gumantine, swargan dewa kang tinut, sang
Gumarang sirnaning sikil, Ian kasor unggul ing prang, Wisnu
rambut cuiung, tinerusan lambang jangka, Eyang Prabu ing
Galuh Banjaransari, nguni merwaseng ajar.
(21) J ayabaya wus tan ken a gingsir, putraningsun iya ngenger-
ena, Ki Bondhan-gejawan mengko, nguni sun darbe karuh,
pawong mintra amangun teki, dhedhukuh madyeng wana, Ki
Bayi ing Tarub, iya pasrahna ing kana, putraningsun jebeng
Tarub wis udani, terns pangidhepira.
(22) Ngreh ta mangsa bodhoa Ki Bayi, Tarub uga wijiling atapa,
wis wruh gaib sadurunge, dienggal ing Iakumu, kaya sira nora
menangi, rusaking Majalengka, wirayating nujum, pamung-
ka- (k. 137) s sun mengku ing rat, dudu liya kang mbedhah
ing Majapait, meksih talersun uga."
(23) Nembah matur Kyai Juru Sabin, "Sinten ingkang purun pan-
dukendra, de narpa digby a kinaot, ngrat J awi wradin nung-
kul, tuwin sabrang sami tur bekti, mangrengeng Jeng Sri ·
Narpa, sungkemnya sumuyut, tan wonten purun malanga",
malih nebda sang Nata mring Juru Sabin, "Karseng Ywang
183
•
•
nora kena. •
(27) Pan alaju sangking Maospait, raja ·putra lawan Juru Sawah,
tan mawi mantuk wismane, Tarub sinedyeng kayun, pan wus
tebih sangking negari, prapta madyaning wana, gya kendel
sang sunu, aneng sore wit mandira, ron ngrembuyung katyup
ing maruta midid, maweh sumrahing angga.
(28) Gya wamanen jahna neng wanadri, duk ing dalu ngampak
tan tuk karya, laju manjing ing wana grong, yen siyang kar-
yanipun, mbegal jalma kang langkung mencil, santri warok
ngelo- (k. 139) mpra, Amatana pethut, kalih ngran Sura-
menggala, jalma bumi Sumadinala katrineng, catumya Ian
Pak Soma,
(29) neng sor putat nglindhung sami ninis, weneh petan sinam-
bi rerasan, siyale tan antuk gawe, duk dalu tujonipun, padha
slamet tan tekeng pati, dugi nggennya rerasan, Soma awas
ndulu, yen wonten jalma araywan, sor mandira juga anom
menganggya di, nebda mring Amatana. --
(30) "Lurah nika kados won ten jahni, sami kendel juga mengang-
184
\
'
XVIll. DURMA
Sl.
•
185
rowang pejah, sru kurdha sareng mangsah, Radyan sudira
tan gigrig, rinasuk kendra, rikat tandang sang Pekik.
(10) Lir Bimanyu kinembulan dening diktya, aneng madya wana-
dri, asikareng marga, mangincih amrih lena, tetindhih ban
diktya estri, kyat ing ayuda, Dyan repot nger ing jurit.
( 11) Kerasuk wus mring dwi begal kinalihan, mangglu- (k. 142)
d udreg tan kontit , dangu maputeran, dwi samya ngetog kro-
san, mamrih mbanting mring sang Pekik, wrat tan kuwagang,
Dyan krura kyat ing jurit.
( 12) J alma kalih pinegang ing kering kanan, ngukel tan bisa budi,
dyan ambek sarosa, dwi sareng ngadu kumba, sirah crah laju
ngemasi, kantun sajuga, tobat nedya umiring.
( 13) N ami Soma tanpa tam bang mung ngelampra , cubluk blilu
kepati, dene tumut mbegal, mung nyingkek pakaryanya,
yen latri tuk robah maJing, Soma pinatah, ambekta ngrumi-
• •
y1n1.
(14) Pan wus nganggep kang tobat gya laju Radyan, Juru Soma
neng wuri, marga tan winarna, jajahan Tarub prapta, Kya-
geng Tarub kang winarni, sampun waskitha, yen tamonira
ka1ih.
( 15) Ngling ing putra "Ge Kasihan tetebaha, cawisa jam be wangi,
sun bakal dhayohan, gandhek ing Majalengka, sesajia kang
abecik", datan antara, praptane Juru Sabin.
( 16) (k. 143) Kyageng Tarub ngancari wus tata lenggah, Dyan
Bondhan mungging wuri, Kyageng Tarub nebda, "Sami ba-
suki Sanak", Juru Sa wah mangsuli ngling, "Nuwun katedha,
ing pasihan sang Yogi."
(17) Ri wusira Juru Sawah Ion saweca, marang sang Mahayogi,
"Amba dinuteng ndra, maringken pangestunya, sang Narpa
karsanya malih, inggih kang putra, kihen maringken Yogi."
( 18) Lon mangsuli Kyageng marang sang Dutendra, "Nggih sanget
nuwun mami, putranya sang Nata, sok ugi narimaha, ing wu-
lange tiyang miskin, tan saged amba, Sri Nata kedah asih."
186
•
.
\
XIX. SINOM •
187
--
'
..... ( 13) N ayaning Medhang tan wignya, bebara pungkasing Aji, me-
nawa murwani nata, mintaa mring Sukmana di, tuwuha ben-
jang wuri , wecane ramanta Prabu, yen salin jamanira, inge-
• ring rat wus pinesthi, doh cedhake iya sira ingkang darbya."
(14) Radyan nggergut ing pitedah, ingering rat wus kaesthi, myang
pandulu datan samar, mobah mosik praja ngarsi, mangke wus
I
•
antuk wangsit, lam bang jangka ingeripun, Gumarang J aya-
• baya, dadya jaman satus warsi, datan siwah sampurnan pung-
188 ••
•
\
•
kasing tunggal.
•
( 15) Dugi dennya paring wulang, Kyageng marang sang Apekik,
agal lembut pan wus brastha, wutah mring dyan wus kapus- ..
thi, Ki Ageng saya asih, dyan ajrih sungkemnya klangkung,
Ki Ageng malih nebda, "Kaki Raden sunweh uning, mau ta-
re estri iya kadangira.
( 16) Banget dennya kawlas arsa, sunarani Ni Nawangsih, sira ka-
dangira priya", gya sang Retna dentimbali, "Rara mare-
(k. 148) nea glis, iki kadangmu kang rawuh, kang seka ange-
lana", amituhu sang Retna Di, sadhawuhnya sudanna datan
nglenggana.
(17) Wantu meksih timur sang Dyah, yuswanira apan lagi, seda-
sa warsa lumakya, lir kang ibu datan kalih , suba sita dereng .. •
wrin, wau kusumaning ayu , ngajengken brai sekar, mbangun .
turut dyah mring danni, sapangrehnya tan lenggana ing sa-
karsa.
( 18) Sang Dyah langkung raket tresna, mring Raka Dyan baru
prapti, mapan kakang basanira, ciptaning driya sang Dewi,
lir tunggiJ ibu danni, tyas tan taha kusuma yu, nging dereng
sapocapan, sudarma ngling jatwa ririh, "Heh ta Nini saruwe-
nen kakangira."
( 19) Sang Retna alon wecana, "Kakang bagea d uk prapti", Ra-
' dyan ewed wangsulannya , tan nebda amung nganthuki,
ing driya lir jinait, dyan putra brangta ing kalbu, duk ngaruh
mring sang Retna, Ki Ageng uningeng wadi, Ion ngandika
mring putra ri sang A- (k. 149) tmendra.
(20) "Kaki aja sira taha, angrengkuh mring kadang estri", nulya
Sang Rara Kasihan, Ion winulang mring sudarmi, sungkem-
nya mring dyan pekik, sang Retna am bangun turut, lulut
sih mring Dyan Jaka, tan darbe nyana sang Dewi, yen kang
raka punika pacanganira.
(21) Dennyana kadang pribadya, mila nir sitaning galih, yen dha-
har tunggil ambengan , yen kirang dyah kang nanduki , nging
Radyan nahen brangti , ketang wulangnya sang Wiku , nir
189
••
•
enget sang darmendra, semangke wus dugi lami, Radyan
Putra neng Tarub sampun kerasan.
(22) Dyan nenanem pakaryannya, kang taneman warni-warni,
sam ben dint en neng begagan, keng gaga dinulu asri, supe
kondur sang pekik, yen luwe mung mundhut kintun, lagya
rena neng wana, pangreh guru denlampahi, dyan tan nggran-
tes saciptanya ing werdaya.
(23) Warnanira wau sang retna, brai busana dumugi, saya (k.ISO)
embah ayonira, dyah sasolahe mantesi, Ian ibu datan ka-
lih, lir satu limbagan jumbuh, wamanira sang retna, lagya
sapisan nedhaki, Dyah Kasihan ingkang ibu widadarya.
(24) Dattnanira pan manungsa, mangkya dyah ngangkat birai,
anglir gambar wewangunan, ayunya datanpa tandhing, yen
cinandra kang warni , kirang kawi warna langkung, tan na
kang winaonan, ratuning ayu sayekti, mila Radyan wrin
rayi anggung kasmaran.
(XX ASMARADANA)
(1) Neng dalem tan saged ngeksi, marang rayi Dyah Kasihan,
ciptaning dyan jro driyane, dhateng rama sang pandhita,
nunten dhlnaupena, Ian kang rayi sang retna yu, dera ngantya
pan wus lama,
(2) Sangking sangete kang kingkin, ngantya sare neng begagan,
mungging gubug Ian prepate, sedalu natas raina, aminggu
tanpa nebda, langkung ribeng tyas sang bagus, mung Na-
wangsih kang kacipta.
(3) (k.ISI) Warnanen pFepat sang pekik, pun Soma tan betah
nglapa , nuwun mentuk sanget luwe, klilan laju mantuk
wisma, manggihj sang kusuma, Soma Ian dyah Ion umatur,
" Raden sedalu t2.n dhahar,
( 4) Lan rnalih tan saged guling, tengga won ten ing begagan,
kelangkung kathah lemute", Kyageng Tarub amiyarsa, atur-
nya prepat Soma, Ion ngandika marang sunu, "Nini sira
190
\
'
angirima."
(5) Mestu dyah gya ngeratengi, ginelak nggenira bethak, wus
sumekta kentar age, ngirim raka mriang begagan, ingiring
kang pawongan, catur estri kang tut pungkur, mbekta sumbul
lawan dhulang.
(6) Kang sajuga ngemban kendhl , kalih dhulang dhedhaharan ,
tan winarna ing lampahe , sang dyah prapta ing begagan,
unggyane kuwu raka, laju sang dyah lenggah gubug, raka
nulya ingaturan.
(7) "Kakang alinggiha dhimin, yen luwe age dhahara 7 ), (k. 152)
mengko tumandanga maneh" , Dyan J aka anulya lenggah,
sinandhlng. ri Kasihan , sarwi nyandhak astanipun, kinipat-
ken mring sang retna.
(8) Sang dyah angling semu runtik , dene nganggo nyekel tangan,
tan persaja sasolahe, Radyan alon ngandikanya, "Pan k leru
Areningwang , ingsun arsa nyandhak kelut , tan uning yen as-
tanira.
(9) Yayi aja sira runtik, nadyan ingsun anyekela, mring as-
tane kadang anom , kadang tuwa pan winenang, ingsun gan-
tining danna, wenang nulung ngemban ingsun, menawa yen
sira mular.
( 10) Wis aja dinawa Yayi, tulusa asih mring kadang, milane
,_ belero ingong, sangking perihe teningwang, sawengi sun
karipan, aneng gubug tan tuk turu, awit wingi sun tan dha-
har."
( 11) Sang retna lilih kang runtik, glis mijilken kang kiriman,
sekul kelawan ulame , wus tinata mungging ngarsa, anulya
wijik Radyan, sarwi .nebda mring renipu- (k.l53) n, "Yayi
mayo sareng dhahar." · •
7) asline : dhohar
191
•
pengkeredan.
•
(13) Api kaseretan bukti, sekul tinutulken sang dyah, kenging
kiwa pangrasane, dyah kagyat wus nggennya dhahar, Radyan
dhahar kepelan, sarwi gumujeng sang bagus, "Mari sun se-
reten dhahar.
(14) Sang retna kelangkung runtik, merang lumyat mring Dyan
Jaka, saya sanes graitane, "Basakena ta si Kakang, _jarene
kadang tuwa, dene nutul pipeningsun, kaya wong mendem
weragang.
( 15) Pantes dudu kadang yekti, dene nutul pipeningwang,
lir nutul pipi bojone, ujare angaku kadang, patrape ce1u-
thangan, sunaturken ramaningsun, mesthi njabut nyawa-
,
nira. ''
(16) Sang dyah sirung dennya ng1iring, Dyan Jaka wespadeng
tinga1, yen kang rayi runti- (k.154) k tyase, arsa rinang-
kul sang retna, dy_ah glis ngendrani medal, sangking gubug
gya lumayu, laju kondur tilar rowang.
.
( 17) Pawongan kalih nututi, tum ut mantuk mring sang retna,
dyan gegetun ing solahe, kuwanguran ingkang karsa, dera
mrih mring sang retna, tan wande kelamun wadul, dyah
• mring rama sang pandhita .
. (18) Tan arsa kondur sang pekik, merang mring rayi sang ret-
na, cethi kinen mantuk age, kang dhaharan pan tinilar,
Radyan kantun anggana, aneng gubug soring pucung, ngre-
repa wedharing brangta.
(XXI PUCUNG) .
ngarsanireng dattna.
(2) Matur wewadul wor tangis, saweca apegat-pegat, mrih gina-
liha ature, purwanya tekeng wusana, puma atur sang ret-
na, kang rama ngandika arum , "Nini aja ngrudah driya.
(3) Mengko turuten jar mami, pan ya ika wruhanira, sunjar-
wani sayektine, bener dudu kadangira, ika putrane nata,
raja putra Majalangu, ange- (k.156) ngeri marang sira.
(4) Pantes bae lamun wani, anggegonjak marang sira, jer wus
-.. lawas aneng kene , ngenteni biraenira, mengko sira diwasa,
wus wancine putraningsun, ing samengko lakonana.
(5) Akramaa sira Nini, antuka Ian kakangira, Lembupeteng
putra rajeng, pira-pira Nini sira, anaking dhudha papa,
kinarsan putraning ratu, sasat srra krama dew a."
( 6) Sang dyah kendel datan angling, ngartika sajroning dri-
ya, "Katujune cangkem ingong, nora clathu nyanyah-nyu-
nyah, ujar wus antuk prentah, ndluya ndadrane kebacut,
wong sembrana ngarah prana."
(7) Kang rama waskitheng galing, anggennya ngliring mring kang
putra, ginalih pareng semute, kendele semu nggraita, tumung-
193
•
194
( 16) Nggih nun ten panggihna nuli, yun mirsa mring mantoning-
wang, atmajane sang akatong, yen wus uning warnanira ,
amba mantuk kayangalf, inggih kula amung njangkung , sa-
solahe pu tra dika. .
( 17) Lan mintakken mring dewadi, tulusa nggen palakrama, tim-
hula wahyuning raj eng", Ki Ageng alon de ling- (k.159)
nya, "Sunandheg sira mirah, padha momong putra mantu,
sun lama nganti sihira."
( 18) Mojar Retna Nawangsasi, "Ramakne wus datan kena, yen
unggila malih ingong, angur ta ingkang manungsa, kenging
tungg~ Ian amba" , raka alon wuwusipun , "Yayi sun milu
mring sira."
( 19) Kang rayi nauri aris, "Nggih ta benjang kula bekta, yen
sampun momong wayahe, tambuh ingkang winicara , nggih
pundi mantoningwang" , warnanen wau sang bagus, a pan sam-
pun binusanan.
(20) Busanane adi luwih, angagem raja kaputran, rukma pinatik
retna byor, murub campur Ian ujwala, tuhu bagus kang
warna, karengga bus~na murub, sima kamanungsanira.
(21) Lir Ywang Komajaya nitis, sing amulat ngengleng brangta,
Radyan sangkep busanane, tinimbalan mring ngajengan , sa-
praptanireng tratag, sang dyah pinethukken ngayun , ki-
nanthi marang i- (k.160) bunya.
(22) Kalih ngasta masak rawis, Radyan dhinawuhan danna, "Ba-
langen arimu Angger" , dyan mistu gantal binuncang, dha-
wah tuk jaja sang dyah, sang retna malesi antuk, lathi raka
kang kepranan.
(23) Sami trustha kang ningali, wrin solahe dyah temantyan,
tan mawi merang sang sinom , Soma langkung dennya suka,
sesirig awor kenya, kedhesuk anyondhol bukung, gina-
blagan ngestri kathah.
(24) Gya Ki Ageng ngandika ris, marang putra dyan temantyan,
"Kulup pondhongen diage, gawanen lenggah mring tilam",
195
. ..
..
mestu kang sinung sebda, Ion pinondhong sang retna yu ,
binekta lenggah mring tilam
(25) Kadang mitra tata linggih, atembak kang kwula wangsa ,
sami manggihken temanten, nulya boja krama modal, njawi
lebet kuwratan, kang boja penuh pinanggung, kwula wang-
sa sami suka.
(26) Kang tamanten jajar linggih, lir Ratih Ian Komajaya, akarya
brangtaning tumon, (k.l60) mbangun twut Dyah kasihan ,
pan kinen sareng dhahar, Ian kakung atunggil kembul, sang
retna datan lenggana. •
(27) Dhasare wus wanuh dhimin, mila datan mawi merang, mung
ngentosi ing saate, wus dugi kang boja krama, mundur
mbrekat sedaya, . Nawangwulan amit wangsul, sapandulon
nul ya sima.
(28) Kang tinilar tansah brangti, Kyageng ngiwa mring caba-
kan, amemuja mring Ywang Manon, tulusa kang putra kenya,
nggenira palakrama, enggala pep·utra kakung, kinaotna
•
mg sesama.
(29) Dyan Kasihan esmu kingkin, mirsa lejeme kang rama, yen
kesmaran mring ibune , alon kendra sangking prenah, mring
tilam tanpa nebda, sang kakung mrepeki ngimur, nggunturi
• •
marus mg garwa.
(XXIll DHANDHANGGULA)
(I) "Yayang tilam dewataning sari, kang turunan sangking
swarga loka, uwitira mas guligen, patra mulya sumunu,
kongas puspa nrus ing pratiwi, berdapa mirah sela, (k.l62)
pentil inten jumrut, pinuja mantra ing dewa, gya pinatut
ingukir gum ana dadi, neng Tarub Uyah Kasihan.
(2) Lembupeteng mangke kang ndarbeni , pan sunkarya jimating
agesang, wong ayu nggon ingsun ngenger, kang sih tresna .
marang sun, darbe kadang wus dadi rabi, sampun cuwa mas
mirah, mupu kawlas ayun , pun kakang mangestu pada, mar-
•
196
•
(6) Tangeh lamun rinengga kang resmi, pan wus bedhah Tarub '
Jaronira, sub rempu nungging kelangon ,~ dwi langku.ng .asih !
197
•
198
•
karsaning dewa gung, sun darbe putra ing sira, pan sun
gadhang nggenteni kaprabon mami, ing P1embang wengkon-
ana.
( 16) Sabab sira putraningsun ngarsi, mung suntitip benjang are-
nira, yen bisantuk sihing katong, nging poma wekasing-
sun, mung arimu lurana benjing, utawa sira Timbal, didhep
kadang sepuh", putra kalih sareng pyama, Radyan Patah
nggatjita sajroning galih, ngraos wiji binucal,
( 17) Marang dattua sri Brawijaya ji, mangke pinu- (k.167) pu
mring raka Plembang, driya dahat penlangsane, tokit Ywang
Sukmana Gung, jiwa datan ngraos ndarbeni, mung ketang
sihing raka, Plembang nggennya mengku, paran dennya
umalesa, de kang raka awong duk meksih ginaib , mbabar
prapteng diwasa.
( 18) Pan ing mangke sung pituduh yekti , pangreh raka Radyan
tan lenggana, nuwun amit Ian arine, mring raka ibu sam-
pun, kalilan wus sinangon sami, dyan kalih ngaras pada,
ingemak kang embun, tinimbul ngreh hayu lampah, mring
bu raka dwi wus lengser sangking ngarsi, ingiringaken em-
ban.
(19) Nulya linggar wau Radyan kalih, sangking Plembang glis
manitih palwa, dwi dasa dasih kang ndherek, samya atmeng
tumenggung, ndherek magang mring Maospait , ing lampah
tan kinandha, nggennya ngambang laut, Pulo Plembang wus
kawuntat, gancang· prapta ing muara Pulo Jawi , Ion men-
tas gisik tand ya.
(20) Kampir Crobon wau Radyan kalih , rna- (k.l68) njing pura
panggih Pangran Modang, Dyan dinangu ing karsane, piya-
ma Radyan matur, arsa ngabdi mring Maospait, danyu an-
tareng Pangran, lenggah nggusthi ndulu, nrus driya sam-
pun waskitha, Radyan Patah katonton kuwunging aji, wu-
sana Pangran nebda.
(21) "Nging pinliring Radyan ing pamingit, akanthia lampah
puruita, sarengat gama Islame, jejeging ratu luhung" , dyan
199
• ..
(25) Wana lamun mrik maruseng jalmi , datan ajrih rinampog ing
kathah, lir pendah grebyag kulite, jumenggleng yen si-
•
nuduk, sara mimis templek tan titis, kongas mring manca
desa, ·girls myarsa teguh , nadyan Wana bengseng nglompra ,-
pambenya Ius asih marang jalma meskin, mila mulya ke-
•
nngan.
. .
(26) Jalma catur semangke nujoni, royom kubeng madad minum
medang, lher ginodhog kendhi pothol, kagol kang pretu
kantu, dereng wuru pa- (k.l70) n arsa nyukit, rowangnya
kinen padya , ron tayungan kang lun, rowang mestu ken-
. , tar paya, dereng antuk kesaru uningeng jalmi, langkung
arantap-rantap.
·-
(27) Gya cengkelak wangsul suka uning, mring pun Wana "Nggeh
200
- - - - - - - -., .- - -
(XXIV GIRISA)
( 1) Wana kentarira sigra, nututi ingkang lelampah, prapta
laju nyugat marga, sru nebda "Sira mandhega", Dyan ken-
kel sarowang samya, sarwi alon dennya nebda, "Heh ta
sira arep apa , ngandheg-andheg wong lelampah."
(2) Ki Wana sugal wuwusnya, "lngsun jaluk sangonira, sameng-
ko ing karsaningwang, sunwehake wong kang mlarat, kang
tan bisa nyandhang mangan, telungane mengko sira, bisa
sugih bra- (k.l71) na rowang" , Radyan Patah Ion maneb-
da,
(3) "Bener seka ucapira, ya sun ingkang sugih brana", seksa-
-
na Rahadyan Patah, ngambil usu-ususira, sangu paringan
ibunya, ing jro isi nawa retna , gya sinampiraken Wana,
ngelawer mungging ingjangga.
(4) Radyan Patah laju kentar, Ki Wana minggu tan obah, mi-
tenggengen datan ngucap, myang serowang jalma tiga, war-
nanen dyan kang lelampah, lawan rayi pan wus tebah, wi-
netawis saonjotan, tebihira nggennya tindak. ,
(5) Warnanen wuri Ki Wana, driya eling titahing Ywarig, ang-
les telas manahira, ngucap tobat marang rowang, yen pu- ,
runa malih mbegal, caturnya wus rembag kentar, nusul
mring tindaknya Radyan, tut wingking neng wurenira.
(6) Dupi celak matur mring dyan, mangrepa ngaturken tobat,
Ian ngesrahken jiwa raga, nedyan ndherek ing sakarsa, Ra-
dyan Patah ris sebdanya, "Suntrima setyamu Wa- (k .172)
na, iya marang jeneng ingwang, Ian sira sunwehi aran,
(7) Wanapala aprayoga, de ngranmu mau si Wana, wijilira de-
sa Pala", mestuti kang sinung sebda, wusnya laju lumak-
201
-
•
nyataning karsa wus dadya.
(18) Braja di awarna katga , Kaiamunyeng tengranira , kang wus
kagem Ian ri narpa , sesunan ing Giripura, nahan tya kang
winurcita, nenggya wau Raden Patah, sapraptaning Ngampei-
denta, laju cundhuk Ian sang tapa.
(19) Sunan Ngampel wus waskitha, salir ba- (k.175) wa mring
kang prapta, pan laju ingambil putra, dhaup lawan atma
sang dyah, duk dhaupnya tan kinandha , atut dennya paia-
krama, Sunan Ngampel l~ngkung sihnya, mring baru man-
tu pyan Patah. __
(20) Dhasar wikan gaiping Ywang, yen Dyan Patah badhe nata, -
wuwusen ing mangke Radyan, tinimbalan dartnanira, Ian
kang garwa sang kusuma, tekap ngarsa darma nebda, "Heh
ta Patah Putraningwang, sunjarwani sira nyawa,
(21) Marganira tuk nugraha, ken tara ngalas Bin tara, upayanen ·
glagah ngganda, yen kepangguh wismanana , babaden karya-
... nen dhekah, dimantep olah agama, bokmenawa temu ben-
jang, jangjine alas Bin tara.
(22) amiwiti ana nata, sima Buda gama Islam, Ian diasih pra
uliya, ngadegna masjid yen atja" , putra mestu dhawuh
darma, nembah saildika turira, gaya amit mangaras pada,
garwa kinen atut wuntat.
(XXV PANGKUR)
(1) Sang Dyah mestu tan 1eng- (k.176) gana, nembah sareng
sinangon kang brana di, miwah dasih estri jalu, wusnya
203
•
.
•
-
lengser sing ngarsa, sang pandhita mestuti muji Ywang
Agung, lestari alampah dharat , ngaler ngilen nggen luma-
•
ns.
(2) Tan sowan mring Majalengka, prapteng enggen ngirupi sa-
gung jalmi, kuneng kawarna Sang Prabu, Sri Narpa Brawi-
jaya, trang miyarsa lamun wonten baris agung, babad dhu-
kuh las Bintara, langkung duka sri Bupati.
(3) Nata dhawuh marang patya, kinen mriksa mring Bintara
kang baris, patih wusnya tampi dhawuh, gya undhang marang
wadya, ing karsendra kinen nelik tiyang dhukuh, gung wa-
dya ngaturken rem bag, yogine ginecak jurit.
(4) Kya. Patih tan reneng rembag, karseng narpa pan namung
kinen nelik, putra Plembang kang winuwus, sedangonira
sowan , mangke ngraos yen antuk jalaran tuhu, Ion umatur
mring Kya Patya, sagah mriksa tiyang baris.
(5) Kya Patih kelangkung trustha , Raden Usen wus ngaturake-
(k .177) n aji , katrimah pemegangipun , kinarya Iurah rna-
gang, de nyagahi mriksa tiyang ingkang dhukuh, wonten
wana ing Bintara, gya kinen mangkat sedasih. ,..
(6) Dyan Usen seksana kentar, Ian serowang gung magang kinon
. rtgiring, winetara astha puluh, kang sami trah prawira, kum-
pul lawan gung prajurit Majalangu, sumekta astraning
yuda, wus lepas nggennya lumaris.
(7) Neng marga datan winama, gancang lampah Bintara pan wus
prapti, Dyan Usen manjing sewadu, marang sajroning dhe-
kah, Ian serowang astha dasa kang tut pungkur, katur la-
wan Radyan Patah, yen putra
.
Plembang kang prapti.
(8) Dyan Patah nulya parentah,
.
marang wadya pacuwan magut
jurit, kin en singidan neng pungkur, Dyan Patah mijil si-
gra, sapraptanya pangguh rayi datan ·pandung, Dyap Usen
lumajar sigra , ngrangkul padeng raka nangis.
(9) Sesambatnya lir wanodya , "Dhuh Kakangmas tan nyana
saged panggih, lir supena (k . l78) amba tuhu, tujonipun tan
204
I
' •
'
205
rama Ian kawuia, inggih namung tunggil bibi.
( 18) Sami patut putri Cina, duk pinanggih Ian rama Ki Dipati,
sampun wawrat kawan tengsu, mbabar pun Kakang Patah,
boten lami tumunten amba sumundhul, mila pisah Ian ka-
wula, pun kakang aremen ngaji.
~
206
\
(26) Sang Dipati Natapraja, sampun amit kelawan Kyana Patih,
tenapi Dipati Terung, sewadya santri bingah, kur-ungkur-
an kang mring Demak lawan Terung, wadya lit sami kasu-
kan, slawatan emprak semargi.
(27) Mulyeng donya milih marga, dhuh Gustiku nenggih sang Adi-
pati, mahalena temah mangguh, suwarga luwih mulya, tuk
supangat ing Jeng Gusti Nabi Rasul, kelawan-' para sekabat,
mila sami denkawruhi,
(28) mring ngelmu kawan prakara, ingkang dhihin iman tokit
ping ka1ih, tri makripat Islam catur, iku ngehnu kang nyata,
awit antuk sebdaning rama sang wiku, sesunan ing Ngam-
peldenta, ibu raka Plembang sami.
(29) Njurung ingkang puji arsa, myang sebdaning sagung kang
para wall, marang sang dipati wau, mila sagunging jalma,
mituhua prabote ngelmu satuhu, dhihin srengat Ian kake-
kat, tarekat ingkang kaping tri.
(30) (k.l83) Ping catur ingkang makripat, mila gunging umat _
mukarap sami, sapa kang nglakoni tuhu, mantep nyuwun
mring Sukma, mulyeng donya nadyan Buda kapir kawuk, sa-
yekti pan tinurutan, mrih mulyane donya ngakir.
(31) Senadyan jalma Islama, yen tan mantep cipta dadi sawiji,
nggenira minta Ywang Agung, yekti datanpa dadya, mila
sami dipunmantep sedyanipun, ywa nganti mangro karsanya,
poma sami dipuneling."
(32) Nengna dwi kang sukeng marga, pan wus dugi ing prajanira
sami, ya ta gantya kang winuwus, warnanen putra Tuban,
Seh Melaya kang mardika mring Ywang Agung, langkung
dennya bekti Sukma, tan nggalih kamukten dhiri.
(33) Saenggen-enggen mertapa, mider ing rat mangambah wana
ardi, nenepi neng guwa samun, samben guwa jinajah, gung
pesantren sedaya ingambah sampun, wus katrima mring
Ywang Sukma, tan samar ing tingal gaib.
(34) Mangke nu (k.l84) jwa ngider jagad, Seh Melaya tindak
urut pesisir, prapta ing samodra kidul, uninga jalma tapa,
207
...
(XX\'1 DHANDHANGGULA)
( 1) Garwa catur seksana umijil, prapteng lurung prenahnya
kang nendra, kang winungu eca sare, sedalu neng nglelu-
rung, sang dyah catur anggodha ganti, marang kang tapa
nendra, winungu tan keguh, tan pady a lamun musika, (k.18.6)
208
•
•
209
J
(8) Ya wis aneng ing sira pribadi, kang linuwih amurba misesa,
aneng sira ·paesane, pama yen ngilo iku, neng caremin katon
keka1ih, jatine iku tunggal, wayangan kadulu, datan ndulu
kang layangan, sangking tan wruh marang kang ngilo jro car-
min, wis Jebeng awangsu1a."
(9) Seh Me1aya kacaryan sebdaning, mendhak arsa mangaras
kang pada, sang Wiku alon delinge, "Dhuh Jebeng sampun-
sampun, kita Jebeng pan boya keni, kita ~rus pinangeran,
wall kang panutup, sakeh wall kang atapa, tan madhani
brangtanira mring Y wang Widi, sakarsa wus suntrim a."
(10) Seh Me1aya matur tanya niti, ''Tuwan pundi sinten kang pi-
nuja, amba ayun andhedherek", ngandika sang Awiku, "Ya
sun Eseh Mu1ana Mahrib, ngasrama Perna- (k. 189) ncingan,
Ngarab angsal ingsun, aja susah mintraningwang, sira arsa
anggeguru marang mami, ya J ebeng nora ken a.
( 11) Lamun kita nora dililani, marang guronira kang kawitan,
wenangsun mlambangi bae, pecak wong setyeng guru, mrih
katrima marang Ywang Widi, kita luwung tapaa, neng kali
atunggu, wot ga1inggang kang neng marga, dhedhukuha pin-
tanen gurunta yekti, kang prapta panggepokan.
( 12-) lngkang tebih tan wangenan mesthi, dinyatakna kang kadi •
Satmata, dikerasa ing rasane, ya uwis jarwaningsun", jawab
asta laju lumaris, warranen Seh Melaya, kang kantun de-
1anggung, anenggani wot galinggang, aneng wana tanpa dha-
har tanpa guling, sesendhen wit ga1inggang.
( 13) Satus dina kramatira dadi, ponang glinggang ngrembuyung
godhongnya, ngaubi nggenira sendhen, sangking parmeng
Ywang Agung, kayu aking sinendhen urip, wuwusen Suna-
(k. 190) n Benang, kang andon manglangut, tindak nguwot
neng galinggang, nulya uning kang rayi neng pinggir kali,
winungu uluk salam.
(14) Seh Melaya kagyat wungu ngeksi, mring kang raka gupuh
nyandhak asta, Sunan Benang Ion sebdane, "Paran karsa
Reningsun, aneng alas anjaga kali, yen mengkono ta sira, ya
•
210
•
. - . ..
211
\
•
,
•
nya, 11rube nyang ndi parane", kang rayi glis umatur, kale-
resan dennya nampeni, lepas kang panggraita, tanduk sarta
wahyu,_sineksen marang Ywang Sukma, kang pratandha se-
sangka Ian Sang Ywang'Rawi, pecoblong tanpa cahya.
(22) Sunan Kili1angkung nuwun kang sih, majeng nembah manga-
ra~ kang pada, Sunan Benang lingnya alon, "Yayi diawas
emut, aja kongsi kawedhar nglathi, (k. 193) iku sebda larang-
an, yel! kawedhar wuwus, sagunge ingkang tumitah, yen ma-
ngerti dadi manungsa linuwih, kupur kapir sampurna."
(23) Nulya wonten cacing lur mangarti, ingkang wangsit sesmita
k amuksan, cacing katut nglempung pop~k, duk Sunan Kali
nyawuk, ngambil endhut katutan cacing, wor popok ing bai-
ta, mangarti ing semu, nulya ngucap kadi jalma, aglis matur,
"Kawula mangarti wangsit, amba yun puruhita."
(24) Sunarr Benang kagyat amiyarsi, angandika, "Heh sapa kang
ngucap, dene tan katon warnane", ponang cacing Ion matur,
'" "Kawula lur mangarti wangsit, duk Tuwan asesmita, lun
natnpeni semu, semune jati manungsa, pan kawula tumut ka-
dya.sesmita di, ngraos dados manungsa."
(25) Sunan Benang angandika aris, "Wus pinesthi kodrating
Ywang Sukma, cacing ngrungu dadi uwong", mandi sebda-
, ning wiku, cacing nulya awar- (k. 194) ni jalmi, pan sarwi
c ngaras pada, ngandika sang Wiku, "lya uwis suntarima, se-
tyanira kang tuhu marang ing kami, arana Sitijenar.
(26) Maneh ngmna Seh Lemahbang becik, dene angsal seka ngle- --
mah abang", kang sinebdan nuwun ture, ngling malih sang
. Awiku, marang Rayi Sesunan Kali, "Iku Yayi pratandha,
kluwihan Ywang Agung, tan kena kinaya ngapa, Yayi sira
•
duk durung sunwejang uwis, sinelir mring Ywang Sukma. -
(27) Rikalane sira arsa kaji, kinon wangsul mring Seh Maulana,
sira neng kali sesendhen, kongsi antuk tri tengsu, krasanira
sakedhap guling, yen aja sinelira, mesthi ajur murnur, Yayi .
jiwa raganira, perbawane sira brangta mring Ywang Widi,
tanpa guru lakunya.
212
'
•
•
'
(28) Luhung sira Yayi wis sinelir, mring Ywang Sukma langgeng
ananira, badan langgeng ing anail.e, urip tan kena nglampus,
urip datan ana nguripi, nadyan prapteng akerat, langgeng
ananipun, sakeh- (k. 195) e uliya, durung ana kang nyabrang
segara pati, patitis kaya sira. -
(29) Ya sun iki upamane Yayi, ngadhep madu mungging jroning
gelas, mung weruh mayane bae, rasane durung weruh, sun
kepengin kaya si Yayi, nyabrang segara rahmat, yen kena
Reningsun, Y ayi ingsun pirsakena, basan lem·b u anusu mring
anak genti, guru meguru sabat."
(30) Lon umatur Rayi Sunan Kali, "Nggih swnangga mung ngater
kewala, margenipun gampil angel, tan kenging was ing kalbu,
langkung rungsit ndhemit kang margi", sigra madeg kalihnya,
sunan gya manekung, asta sami ngmngkul madya, suku jajar
-mremanakken tingal ening, sakedhap prapta Mekah.
(31) Sitijenar wrin arsa nututi, nut ing guru madeg suku tunggal,
mateni8 ) panca driyane, sakedhap netra rawuh, Katbah Me-
kah anulya panggih, 1an sagung waliollah, Jawa wali wolu,
sami asalat Jumungah, minggah Katbah wall wolu sinung
wang- (k. 196) sit, sanganya Sitijenar.
(32) Wali wolu wus wenang nimbangi, mesjid Mekah ginambar
neng Dem.ak, pinaring surat kutbahe, bakda Jumungah man-
tuk, para wali gancang wus prapti, ing Jawa njujug Demak,
• seksana pinangguh, Ian dipati ing Bintara, Natapraja gupuh
angancari linggih, gya lenggah pra uliya.
(33) Sang Dipati mider angabekti, gung pra wall pan asih sakirna,
asung pandonga luhure, sang Dipati jrih suhud, gung prn wall
denkawulani, rinojong sakarsanya, pemangsutira rum , wall
sakima memuja, mring Ywang Sukma kadugena sang Dipati,
nggen minta mengku ing rat.
(34) Sunan Girl angandika aris, marang Rayi Dipati Bintara,
"Yayi cawisa kayu k eh, kinarya masjid agung, para wall
213
-
•
214
(
(41) Sunan Kali tanggap turira ris, ''Yen mekaten amba yu- (k.
199) n uninga, Kalimasada ungele", srat gya sinungken sam-
pun, sunan mbuka winaos ririh, wusnya maos saweca, "Pan-
duka napa yun, nut suraseng Klimasada, nggeh punika ngel-
mi}ling Y wang kang linuwih, kang tinut pra uliya." =
xxvn. KINANTm
( 1) (k. 201) Sang Wiku ngling "lya besuk, sakarsanta nggenira
sih", 1uwar wus sang Wiku linggar, ingiring pra sabat murid,
215
•
•
•
...
216
turira, "lnggih antuk silting Widi."
( 13) Sang Dipati ngandika rum, mring putra kang lagya prapti,
"Sunjarwani Putraningwang, ingsun pan wis sepuh Kaki, aja
sira lunga-lunga, adhepan nagrimu Tubin.
(14) Yen ingsun wus prapteng lam pus, sira yogya ·k ang nggenteni",
sunan alon weceng danna, ing purwa ngaturken sami, nggen
jumeneng waliollah, myang solahnya ri sang Dewi.
( 15) Sang Dipati d uk myarsa tur, ing driya katujweng galih, sa-
karseng putra sumarah, de putra wus digbya sekti, seksana
gya dhawuh patya, sumektarsa boja krami.
(16) Wadya Tubm sao- (k. 204) s tugur, ing latri wuwusen enjing,
sang Dipati nulya lenggah, manggihken putra sang Dewi, kang
mangku Sang Jaka Supa, patihira sang Dipati.
(17) Patih Supa wus neng ngayun, nulya wau Sunan Kali, ngija-
baken kang temantyan, wusnya ijab laju panggih, luwaran
patih sewadya, wusen temantyan neng purl.
( 18) Kakung Pu tri keksi run tu t, sunan wrin trustha kang galih,
dugi ing samadya candra, sang Wiku aneng ing Tubin, mang-
kyarsa a darbe karsa, yasa braj a warn a keris.
(19) Nuduh muridira sampun, Rayi Supa dentimbali, kering dha-
teng Kepatihan, lampahira aglis prapti, mungging ngarsa Raka
' Sunan, sa11g Wiku ngandika aris.
(20) "Jebeng karyakena ingsun, keris cothen kang prayogi, arsa
sunagem pribadya, iki Jebeng ingkang wesi, wijil seka akha-
diyat, mung saklungsu J ebeng iki."
(21) Kang wesi tinampen sam pun, mring Supa awrat (k. 205)
nglangkungi, wusana Ion aturira, "Tosan Tuwan langkung
alit, mung saklungsu ing agengnya, boten kenging dipun-
supit.
(22) Won ten nglebet brama murub, pinalua boten kenging" ,
sang Wiku Ion ngandikanya, "Ngarah apa wesi cilik, nora su-
sah winuwuhan, wus engga arga kang wesi."
(23) Gya wesi wewah gengipun, keksi njenggeleg sawukir, kagyat
217
Supa dennya mulat, yen wesi wewah saardi, Supa ajrih kew-
ran driya, wigyuh dennya arsa nyupit.
(24) Yen wesi malih sagunung, wiku uning wlas nulya ngling,
"Wesi sagunung kang ilang, saklungsu mung ingkang meksih",
gya sima wesi saarga, mung kantun saklungsu malih.
(25) Sangking mandi sebdeng wiku, Supa ngungun ing tyas ajrih,
penang \vesi gya cinandhak, dennyet-enyet dadya keris, soret
abang lir Sengkelat, sukan langkung trustheng galih.
(26) Wrin digbyane (k. 206) arenipun, de nyubaki ingkang karsi,
kang dhuwung pinundhut nulya, katur ingasta kang keris,
sang Wiku ngandika tanya, "Dhapur apa keris iki."
(27) Supa sumangga kang atur, sunan nebda amestani, "Iki ngran
dhapur Sengkelat, de a bang soroting wesi, anging iki tan pra-
yoga, dianggo wong laku santri.
(28) Ya kang pantes ngagem besuk, pertinggine nungsa Jawi",
dhuwung pinaringken Supa, nembah tinampan pinundhi,
gya sang Wiku malih nebda, "Sunggawekna keris maning.
(29) Dinggo cothen ingkang patut, ~embelehan ingkang pranti,
pantesen dinggo wong gam a, mengko ingsun gresek wesi",
sang Wiku gya nyipta tosan, sing mertabat wahdad wijil.
(30) Mung sadherekan gengipun, gya sinungken Supa aglis, tinam-
pin nulya kinarya, pinijet-pijet kaping tri, braja katga aglis
dadya, ingaturken mring sang Yogi.
(31) Kaleresan karsanipun, crubuk dha- (k. 207) pure kang keris,
Sunan langkung trustheng driya, wusana ngandika aris,
"Jebeng banget trimaningwang, ingsun darbe keris kalih.
(32) Anging ta panduganingsun, ya si Crubuk benjang wuri, dadi
ageming narendra, ing turun-tumurun benjing", sang Jumu-
rung karsa, purneng karsa kondur yogi.
(33) Manjing dalemnya karuhun, laju lenggah lawan murid, sang
Wiku medharken wulang, "Sunjarwani sira sami, ing apa pa-
murung lampah, kang ginelar ing dumadi.
218
(34) J a darbe kareman kalbu, sapratingkah dipuneling~ dipadha
ngrasa kawula, yen wus sinung ja ngengkoki, ya 1ku gegah-
ing Sukma", tumya nuwun sang Semantri.
(35) Sang Wiku puma kang wuwus, ing semangke nagri Tubin,
sagung dasih sampun wrata, anut Islam kang agami, ing sa-
rengat nabi duta, ngelmining Ywang Mahasuci.
(36) Wus madeg Jumuwahipun, sinungan bedbug Ian mesjid, na-
gri Tubin wus kuncara, wau sunan manjiPg puri, prapta ngar-
(k. 208) saning sud anna, ngawe kin on jajar lingglh.
(37) Rayi Supa mungging ngayun, Ian garwa Sang Retna Dewi,
sang Dipati driya trustha, sapraptanya putra kalih, samangke
wus sami krama, mula trusthanira ngenting. ,
(38) Sang Dipati ngandika rum , dhateng putra Sunan Kali, "Kaki
paran karsanira, sunsrah nagrenira Tubin, sedheng ingsun pan
wis tuwa, yoga sira kang gumanti.
(39) J er sira putrasun sepuh, mayo sunsebakken Aji, Brawijaya ,
219
(45) Kang tinenga sang Awiku, wau ta Sesunan Kali, dugi karsa
enget driya, ubaya ngadegken masjid, Ion nebda mring Rayi
Supa, "Ya J ebeng keria nagri.
(46) Sakreh renteng ing praja gung, sawengkone nagri Tubin,
mongsa bodhoa ing sira, Iawan sira sunjarwani, kerisira si
Sengkeiat, ya pundhinen diabecik.
(4 7) Lamu- (k. 21 0) n weya kang pangrengkuh, si Sengkelat me-
nek mutik, kongsi murca seka sira, mesthi ngrengkakaken
nagri, yen Sengkelat bisa krasan, ana tandhanira mesthi.
(48) Kudu keh kramate tuhu, kinedhepan sam eng jalmi, sasat
ndulu mring sang Nata, trusing driya lulut asih, Jebeng iya
marang sira, Iabet Sengkelat karya brangti."
XXVIll. ASMARADANA
( 1) Mestu ingkang sinung angling, Sun an gya amit ing danna,
wangsu1 mring Demak karsane, rama ibunya sumarah, gya
Sunan mijil pura, Ian muridnya pan wus pangguh, laju kentar
gegancangan.
(2) Tan winarna kang lumaris, warnanen malih sang Supa, kang
pasihan Ian garwane, mangkyarsa mring Majalengka, de wus
lama tan panggya, arsa tuwi rama ibu, Ki Tumenggung Su-
padriya.
(3) Sang Retna tan kena keri, kedah tumut mring kang raka,
amit rama Ian ibune, arsa uning maratuwa, mangkya dyah
wus kalilan, gi- (k. 211) nrebeg pawonganipun, jalu estri
wolung dasa.
(4) Wus bud hal sang Retna Tub in, nitih joli jinejaran, asang-
kep upacarane, sang Supa nitih turangga, respati songsong
abang, kang ningali kathah wuyung, sang Supa bagus taruna.
(5) Kuneng wau kang Iumaris, ya ta gentya kang winarna, nagri
Demak miniraos, Sang Dipati Natapraja, sanega sagung wrek-
sa, ingkang badhe masjid agung, pra wali pepak sakirna.
(6) Sunan Girl pan wus prapti, ambekta saka sekawan, pan sami
220
jati sungune, Pangeran Palembang prapta, Ian Sunan Ngam-
peldenta, saka catur bektanipun, Ngudung Sunan Wuryapada.
(7) Sunan Wukitjati prapti, ambekta saka sekawan, rampak ageng
myang panjange, prapta Pangran Sitijenar, catur bektanya
saka, Sunan Kalijaga rawuh, mbekta saka pan mung tiga.
(8) Seh Mu1ana Benang prapti, wus pepak wali (k. 212) sakirna,
mukmin uliya sedene, ladosane pan nyekawan, mung Sunan
Kalijaga, pan tiga Iadosanipun, canthoka kang sami mbekta.
(9) Juga canthoka kang ngirig, kebut anak putonira, munya
barung kodhok ngorek, piniarsa anglir gangsa, kagungannya
narendra, Keboganggang munya umyung, karya ngaben danu
•
s1nga.
(I 0) Canthoka kang tebih myarsi, ing rong dharat miwah tirta,
Iir ngundhangan myarsa swareng, mijil men co lot sing prenah,
sukeng tyas manjing tirta, kebut precil cebongipun, mbekta
balok mungging tirta.
( I1) Kirang juga nggen ngladosi, dereng angsal angu pay a, pra
mukmin wus sami prapteng, sumekta bektanya saka, bine-
bahan nyekawan, sedaya sami pinatut, pinasahan rinempelas.
( I2) Kumrubut kang para wali, ngundhageni kang sesaka, pine-
tang gung sesakane, a (k. 213) geng alit wolung dasa, anging
' kirang sajuga, Seh Mulana Ion amuwus, marang Sunan Kali-
•
aga.
( 13) "Heh Ki J ebeng Sunan Kali, aja paran ngeca-eca, sesuk-
esuk ing adege, saka guru meksih kurang, kang ngether
Kaki sira", Sunan Kali Ion turipun, "Nggih mangke dalu
ngu pad ya." ·
(14) Wau ta Sesunan Kali, kasesa nggen pados saka, ngadhepi
tyang madung mothel, dugi latri nglembur saka, nglempakken
sagung tatal, tinumpuk tinata mujur, kinarya panjanging
saka.
( 15) Seksana dipuntatahi, ingawang law an deduga, gya pin ethel
pangerete, pamethele kendel mangkya, nyelehken kang
•
221
'
XXIX. PANGKUR
•
(1) Mesjid Demak sampun dadya, tundha tiga dinulu langkung
asri, tengah pangimananipun, kanan ~ering ginatra, aprayoga
sagung pra wall andulu, nging meksih pradondi keblat, tan-
dya samya minteng Widi.
(2) Kende~ ingkang nambut karya, de pra wali karsanya apra-
dondi, kang mawas ing keblatipun, kang jejeg leres Mekah,
geseh-geseh sagung wall kang pandulu, tan wonten wusana- .
nira, ngantya nengah Sang Ywang Rawi.
(3) Tandya Sunan Kalijaga, madeg nyandhak mestakanireng mas-
223
jid, mbergagah majeng mangidul, asta kang tengen megang,
mestakane mesjid Demak nulya gathuk, kelawan mestaka
Katbah, keblatipun wus sinami.
(4) Nebda Sunan Kalijaga, nebda kanca winawas kang prayogi,
Keblat mesjid sampun gathuk, nggeh lawan Ka- (k. 218)
tbah Mekah", kang pra wali ajrih gawok ing pandulu, nauri
sam pun sedaya, leres keblatipun masjid.
(5) Dwi ngeculken sangking asta, mesjid Mekah wus wangsul
tan kaeksi, mung mesjid Demak kadulu, glis nulya ing-inggali-
an, ingetrapan usuk lawan erengipun, wuwung Ian penangga-
pira, saka rawa wus ngideri.
(6) Wus dadi sami sandika, kang penanggap pinayu wus weradin,
tumpang tiga pangretipun, suka kang nambut karya, lawan
ingkang pangimbaran wus pinatut, pra wall suka tumingal,
respatine jroning masjid.
(7) Dinadak karya Jumungah, Sunan Benang mangkya kang angi-
mani, Sunan Girl Khutbahipun, Sunan Kali musiral, ingkang
adan Sunan Wurya lawan Ngudung, Pangran Crebon lawan
Plembang , sekawan ingkang ngadani.
(8) Pra wall mukmin ngulama , nggennya salat mungging sajro-
ning masjid , pra sabat Ian murid sagung, neng wuri nggen-
nya (k. 2 19) salat, pirang-pirang kang salat sami kalebu, sang-
king geng masjid ajembar, Ian sebdaning para wali.
(9) Wus bakda salat Jumungah, kang pra mukmin wus samya
bubar rumyin , gung pra wali roeksih kantun, sami maos pu-
jian, dhikir saman nggennya dhikir kongsi wuru, tan wing-
wang ing jiwa raga, mremanakken ninging dhikir.
( 10) Sedaya wus datan samar, pan ajumbuh tingaling kwula Gusti,
sangking wuru dhikiripun, paesan pan katingal, warna rupa
sarupa Ian jiwanipun, pendah kalak Ian kenanga, lir Kresna
Ian Wisnumurti.
( 11) Nenggya sagung pra nguliya , para wall yen tinon nggennya
dhikir, rampak ing solah aruntut, anglir bedhaya Semang,
224
gegemakan sarwi mijil sebdanya hu, ya hu nebut asma Allah,
kang sih gumlar ing dumadi.
( 12) Wau ta para ullya, wali sanga glis samya lintu dhiri, pam a
samodra Ian alun, tan tebih panikelnya, tinarima sami kra-
(k. 220) os raosipun, tan wonten rasa rumangsa, rasane ka-
wula Gusti.
(13) Luwar sangking jati purba, para wall Sunan &nang nu1ya
ngllng, u1uk salam wuwusipun, laju maos kudangan, kudanga-
ne Jeng Nabi andika rasu1, apan sarwi sesalaman, wau sagung
para wall.
(14) Sawusira· sesalaman, sagung wali lenggah tumengeng nginggil,
wangun jro masjid dinulu , dangu-dangu katingal, kaimanan
kaeksi wonten gumandhul, buntelan cennating domba, nya-
pa sagung para wall.
( 15) Ngandika Sesunan Benang, "Kang gumandhul yogine denti-
ngali", pra wall sedaya pethuk, Sunan Benang seksana, ngam-
bil jungkat manguthik ingkang gumandhul, wus kenging
nulya ingasta, cennating domba respati.
( 16) Ingasta laju binuka, ponang certnat ing jro pan isi tulis, ke-
kalih warna kadulu, rasukan langkung endah, gya binuka
kang se- (k. 221) rat ijemanipun, "Penget saha nabiollah,
mustapa ingkang sinelir.
( 1Z) Panutan panata gam a, ngalam donya ngakerat tur sinelir, I
(20) J ebeng age sira gem a, warnanira ingsun ya arsa uning", seda-
ya tinampen sampun, mring Sunan Kalijaga, gya ingagem
kang rasukan se- (k. 222) daya wus, kek uwunge wor kumi-
lat, sakedhap-kedhap amalih.
(21) Sunan Benang maJih nebda, ate tanya mring sagung para wali,
"Nggeh punapa warnenipun, Kyai Antrakusuma", para wali
sedaya mangsuli wuwus, sanes-sanes pandulunya, tan kenging
dipunwestani.
(22) Lon ngandika Sunan Benang, dhateng rayi "Dhuh Jebeng
Sunan Kali, ya sun bae Yayi mujur, ules cennating domba,
sunkaryane rasukan k otang anurun 8 ), mring Kyai Antraku-
suma, dene ingsun kang ngimani."
(23) Kang rayi matur sumangga, ingaturken cettnat sampun ti-
nampin, Antrakusuma tinurun, tan dangu nulya dadya, si-
nung tengran Kyai Gondhil nameng baju, mupakat wall sa-
kirna, kang sami nut angimani.
(24) Rasukan cinobi tandya, marang Sunan Benang ingkang akar-
di, nanging sanget sesakipun, ngampret aneng sarira, Sunan
Be- (k. 223) nang kalepatan nggennya ngukur, tan ingukur
kang sarira, dennya mola baju Kyai.
(25) Nulya rayi narpa jawab, Kyai Gondhil pinundhut Sunan Girl,
ngaturken ingagem sampun, tan cekap kang rasukan, Sunan
Ngudung nyuwun nglorod ingagem wus, mungging angga
datan cekap sedaya kang para wall,
(26) ageng alit anem tuwa, sami nyobi angagem Kyai Gondhil,
sedaya sami tan cukup, singa ngagem pan sesak, pinaringken
marang Sunan Kali sampun, ngagem nyamleng neng sarira,
lir denukur Kyai Gondhil.
(2 7) Sun an Benang malih nebda, "Wis pinesthi ingkang sinihan
nabi, Ki Jebeng Kall pinunjul, mring samaning uliya, pertan-
dhane de wuwuh ganjaranipun, wus pinasthi nungsa Jawa,
J ebeng Kali kang ngimani."
8) asline : amurun
•
226
(28) Wus mangkana aluwaran, para wali kuneng gantya winarni,
wau nagri Majalangu, Sang Prabu Brawija- (k. 224) ya, neng
jro pura langkung punteg driya Prabu, dera nagri Majalengka,
mangke tinut ing gegering.
(29) Akeh wong mati gedadak, gering sore enjang laju ngemasi,
gring enjang bedhug gya lampus, marga luntak ludira, weneh
ngeser berak umbellaju lampus, marga sambang neluhjalma,
pura kedhik ingkang kemit.
(30) Tumus marang praja desa, neka warna kang dadi margeng
sakit, kang wentala datan lampus, dhengkelen tan bisa bah,
yen ginrayang malah nular datan mantun, mila surem mano-
ning rat, keh ndieya dasih nerpati.
(31) J ro pura kathah pepejah, garwa narpa J eng Ratu Darawati,
grah sanget sariranipun, wus lami dennya gerah, sangking sa-
nget dennya gerah supe wektu, tan wonten dhukun mulyak-
na, lumintu usaha prapti.
(32) Langkung kingkin Sri Narendra, lamun dalu nata tyas lang-
kung ajrih, sagung kang kemit kedhatun, kine- (k. 225) n
majeng ngayunan, amungoni mungging dagannya Jeng Ratu,
keng patuh kemit ing pura, Iurah empu lawan ngampil.
(33) Majeng kalih pagiliran, lurah empu kelawan lurah ngampil,
, semangke giliranipun, Tumenggung Supadriya9 ), Ian kang
Raka Supagati rowang tungguk, anuju sakit sedaya, kekalih
tan saged kemit.
(34) Sami kewran ing driyanya, sangking sanget serenge dhawuh
Aji, nujwa sakit darbe laku, majeng kemit jro pura, empu
kalih sami sulih sunonipun, Supagati Supadriya, rembag sa-
mi sulih siwi.
(35) Supagati sulihira, sutanipun Jigja ingkang wewangi, Supa-
driya Ki Tumenggung, wus sulih sutanira, tengran Supa
amarengi Iagya rawuh, Ian kang garwa putri Tuban, abaru
temantyan panggih.
9) asline: Supatriya
227
\
22
I
bin ~ nulyn · nggnnipun dhuwun ~, kt n » (k. 2 8) wa "ta Ki
l, tgkl'lat, s d h '' konus san king wran lk:t laju '3tH puh, ran1c
yuda prang... p itll~rang, Ul a wikan s3ya ajrih.
(45) Sapandurat dnt, n ol a.h, San a Ji ja dhuwun l' Sl"dh "t tnijil ~
san kin.. wrangka an ~an~ tulun kalih n• t'll s;an1 i yasa
dhuwut Ji 'ia warnn h= )u. dl'(h:g turut gr~'Ud nglantbun
"31\ kin' k n~tn, "ondhong ~arnpur (h.'nk·•lihi.
(4<>) iringan ant n ing tnwnng, d huwun .J i "ia n larihi san ki _
k~ring, ya winak's p nang hunhung ~ tan litit nging krag -
ngan~ ingkan t' lul and 'ngkc.ng "H 'n ~ a 1utun \ ~unung K i
'ngk 'lat pan" rnh, ran1u rok-ronorok n 1ngkih.
( 4 7) KaliJnpu t d 'nira yucta ondhong \ tn pur t 'tlHth kasor k~tn'
jurit, "ru k pnnras grl:n '11 ).1 un ~ 1 anton~ ka thah tint pal, k -
_.. ar-karir dndi t ' luh l raja tnuwut, ujarin won k.ang \VU~ wi-
kan dadi can •k rang gabn y pt..:.nthin .
( 48) ondh ngcnn1p ar gyu lu nt~ ar, n- (k . .... ~ Q) . lis ntanjing ''O...
dha Ta 10 ) rukn1a tnalih, k ' "'and hun , wara kunlrupyuk,
tuundur Kyni l' ngk tat, narpa n 'ndrJ tnyarsa "Wara sru ktun ..
rupyuk prcnah ngul n n~ 'nny n 'ndra n )' 'll gup ·t
n ungak tank k~ i.
(4 ) Dangu nata n ulat --ulat, kanan k 'rin in ngarsa n1iwah wuri,
tan ana ingkang kadulu , tyan pura eca lll)tl ra, sir 'P ja ln1a
datan wont n in 'kang watuk nnan Ki up·t k· n ~ tan tll1ll..
d a nging ndh 'k uk.ul u i ulin ~.
(50) Waman n wau kang gl1tlth ~arwn nata Jt)U Ratu Oarc1wati,
ngrn " ..)nth '11 g rahit un, I '11 wungu n lt,nnyn nendra, snr-
wi ' k h sung Nata upuh n~bda nun, ·~ocn' wun u sira
Nin1a \ apa t.:·k ca kang su it."
(51) Kang Jarwa al n a turnya~ " In ih asrcp rao l' ingkang ukit ",
gya san T R tna ngandika run1, , Won turu a tan ia ':. k tmg
n ng jnunbah ginn uhan s(dayn wus, gupuh nglilir prn pawo-
ngan bl'dhaya n tn ntar 'k "anti.
I 0) aslinc: g ·ndha
I
XXX. SINOM
( 1) (k. 230) Ya ta sam pun byar raina, Supa Jigja sami mijil, sang-
king pura Prabayeksa, dwi katrima mring sang Aji, dene
nujwa marengi, nulya gerahnya Jeng Ratu, sangking Iek Supa
Jigja, kekalih ginanjar sami, arta sinjang sabuk baju Iawan
dhesthar.
(2) Wus mijil sangking jro pura, tumenggungan sampun prapti,
sang Supa Ian Raka Jigja, kalih sami lenggah sepi, Supa sa-
weca ririh, mring raka duk kala dalu, yen agemnya curiga,
purun Ian pusaka Aji, nulya Jigja aglis narik curiganya.
(3) Sedhet wrin tyasira kagyat, de ndengkeng luke kang keris,
gowang wuri landhepira, tempak pucuke sakedhik, gawok
Jigja ningali, gegetunira kelangkung, dene dalu tan wikan,
duk dhuwunge sami jurit, lawan dhuwung pusakanira sang
Nata.
(4) Supa narik curiganya, kang aran Sangkelat aglis, meksih we-
tah datan ewah, mung mba- (k. 231) lur kadi kinikir, glis
sinarungken malih, wau Jigja dhuwungipun, Sabukinten dha-
purnya, kang gowang ii1gurut malih, sampun pulih nging alit
tangguhing J igj a.
(5) J igja nebda mring arinya, "Dhuwungira luwih becik, Yayi
mengko umpetena, bok kapirsa mring sang Aji, temahan an-
tuk sisip, Ian ja warta areningsun, marang ing jalma liyan,
nadyan ingsun nora bribin, dhuwung ingsun wus sunpang-
ling warnanira."
(6) Supa Ion mangsuli sebda, "Yogi kula mantuk Tubin, bok
menawi wonten wikan", Jigja langkung anjurungi, luwaran
sang Akalih, Supa amit ramanipun, Tumenggung Supadriya,
mangke wus mulya kang sakit, putra amit kalilan binektan
bran a.
(7) Rasawulan amit nembah, marang maratuwa kalih, pinaring-
an brana arta, langkung nuwun sang lir suji, mijil budhal
sarimbit, dasih Tubin tan na kantun, nitih jo- (k. 232) li sang
230
I
231
d(ttan kari, Japan Jigja Ta- (k. 234) pan cundhuk, patih wus
tekap ngarsa, kinen majeng a'Yotsari, Sri Narendra dhawuh
sebda marang patya.
( 15) "Patih me~gko karsaningwang, ingsun arsa mangun keris,
pan sunkarya. kris pusaka, Condhongcampur ingsun besmi,
•
k inarya keris maning, Supadriya riden malbu", patih matur
sandika, tandya tedhak Jeng. Sang Aji, mring pungkuran Ian
Kya Patih Gajahmada
(16) Empu catur kinen karya, gunging sajen amiranti, pungkur-
an b esalenira, empu caos pranti kardi, Condhongcampur
ingambil, gya tinarik mring sang Prabu, patih kinen amoia,
geng panjange nuiya dadi, Condhongcampur pinaringken
Supadriya.
(1 7) Condhongcampur wus tinampan, aglis nuiya dipunbesmi,
Iangkung ageng kang dahana, aglis bang nulya sinupit, ingam-
bil sangking geni, tinumpangken paron sampun, Supadriya
angangkat, , kang palu arsa manggitik, Condhongcampur bias
sima mu- (k. 235) mbul ngawiyat.
( 18) Sarwi anggreng swara gora, gumludhug aneng wiyati, nimba-
ngi kang samodyarga, ing Kelu t lahare mijil, Iir pendah tirta
api, nampak jalma kewan Iampus, ngakasa alimengan, udan
padhas ndadak wradin, gora sato peksi bingung keh pralaya.
( i 9) Sima jawah jagad giglag, Condhongcampur pan kaeksi, kum-
pui lawan teluh braja, duk sima kalaning latri, wus nunggal
dadya siji, neng lintang amijil kukus, langkung geng kuku-
sira, kumutug wor mega putih, ingkang latri nuju padhang lir
•
ram a.
(20) K athah jalma kang tumingal, duk umbule geni, neng ngawi-
yat awor lintang, kumelun geng anglangkungi, wus katur
Jeng Sang Aji, narpa tedhak karsa ndulu, tumengeng ing nga-
wiyat, wespadeng keng lintang agring, tan adangu kang lin-
tang wigy a nyuwara.
(21) "Heh Sang Prabu Brawijaya, apoma dingati-ati, sira pitenah
mring ingwang, (k. 236) ingsun darma anglakoni, dadi pratan-
232
•
233
tengranya pun Caluring, lurah jineman pinunjul, julig amen-
dra guna, kentar lampahnya wor angin, gancang prapta nagri
Tubin manjing pura.
(29) Tan wonten jalma uninga, dhustha neng jro kewran ngesthi,
matak ajinya begandan, perbawa ingkang dipunprih, kela-
wan saged mijil, kang pinrih saenggenipun, ajenira katrima,
Ki Sengkelat nulya mijil, sangking pethi mrepeki pandung
kang prapta.
(30) Ki Sengkelat gya cinandhak, marang sang Dhustha Caluring,
sukeng tyas dhustha gya mesat, gancang Belambangan prap-
ti, laju marseng dipati, Kiyai Sengkelat katur, ingasta pan si-
nawang, sang Dipati trustheng galih, pandhung Cluring ginan-
jar ingaken kadang.
(31 ) Pan laju jinunjung lenggah, kinarya patih nguyuni, mring
sedasih Belambangan, geng alit rug sami asih, marang Patih
Caluring, sami jrih wrin sektenipun, kuneng kang wus sinung
wirya, ga- (k. 239) ntya wau kang winarni, Pulo Upih neng-
gya Sunan Kalijaga,
(32) kang lagya nganglang buwana, tan kilap ing agal alit, uning ..
marang arenira, yen pundhene kenging maling, kang rayi tan
udani, duk lebete ponang pandung, Sunan tedhak mring
Tuban, sakedhap netra wus prapti, tanpa sangkan panggih-
nya lawan ri Supa.
(33) Kagyat Supa atur sembah, sarwi ngaras pada Yogi, sang
Wiku gya lenggah langgar, Supa lunggyengnya neng ngarsi,
sang Wiku ngandika ris, "lngsun Jebeng arsa weruh, dadine
si Sangkelat", Supa nembah lengser aglis, ngambil dhuwung
srengkara dangu tan panggya.
XXJa. DHANDHANGGULA
(1) Supa langkung kumepyur ing galih, rumatane ing pethi tan
ana, dene tan ewah kuncine, nulya tetanya gupuh, marang
garwa Sang Retna Dewi, dewi weca tan wikan, nggennya
. 234
rumat dhuwung, nulya sami marseng raka, asarimbit Rasa-
wulan angabekti, mring Raka Sang Pandhita.
(2) (k. 240) Wus tinrima bektine sang Dewi, lenggah jajar mung-
ging ngarseng Raka, Wiku ndangu Ion delinge, "Endi Jebeng
kerismu", Supa ndheku matur wotsari, "Kawula nuwun
duka, dhuwung dereng pangguh, ing pethi suweng kiwala,
Rayi Dalem luntakeni boten ngelih, nggenipun Ki Sengkelat."
(3) Malih nebda wau sang Ayogi, marang Rayi Sang Dyah Rasa-
wulan, "Yayi bethaka diage, lembaran sekul wuduk", Rasa-
wulan nembah sira glis, lengser pan arsa bethak , ing semu ka-
susu, nyepeng kuthuke kang putra, tan pepoyan dene putra
meksih alit, cumucut lagi nendra.
(4) Sunan nulya nebda bisik-bisik, "Heh ta Jebeng ingsun awe-
warta, ya mring sira sayektine, sira pan ora weruh, si Sengke-
lat ginawa mating, Celurin~ rane dhustha, sekti guna punjul,
dinuta marang dipatya, ing Blambangan kang nedya mengku
rat J awi, ngupaya sarating rat."
(5) Y a wis weruh jangjine kang nagri, (k. 241 ) pan wis ming-
sor pulunging narendra, neng Tuban panglerenane, jatine
Jebeng tuhu, kerisira lamun tan panggih, mesthi kabeh ngrat
Jawa, Blambangan kang mengku, yen sira bisa miguna, ulata-
na margane Sengkelat mulih, amrih tilassun wuntat."
(6) Tnr sendika Supa awotsari, " lnggih darmi kawula lumam-
pah, ngupadosi kang pepundhen, amung nyuwun pangestu,
ingkang mugi sageda panggih", sang Wiku Ion ngandika,
"Ya pangestoningsun, selameta lakonira, aja lawas ya null
bisaa panggih, dibisa laku samar."
(7) Nengna mangkya kang manglilir guling, Supa putra laju rna-
rang blumbang, makani mina sedyane, bawane lare tanggung,
dereng wikan dugi prayogi, kajegur neng balumbang, tan na
jahna kang wruh, dangu kablebeg irtg tirta, laju lena layon
kwnambang neng warih, lestari tan konangan.
(8) Sunan ndangu lenggah tanya siwi, "Heh ta Jebeng suwe
(k. 242) nggonsun lenggah, de atmamu tan na katon, unda-
235
•
237
•
238
-
tun, prapta laju anambut kardi, karya dhuwung dipatya,
•
mawama keng dhapur, Patih Caluring jenengnya, neng besa-
len nyelani akarya lading, dhateng Ki Empu (k. 249) Sarap .
•
(29) Kyai Sarap tan pelaur kardi, panjak Pitrang kinen mring
Ki Sarap, akarya lading tunggule, aglis kinarya sam pun, inga-
turken marang Kya Patih, semangke wanci dugya, patih Sa-
rap mantuk, praptanira neng dalemnya, laju lenggah pan sar-
wi angasta lading, baru arsa ingasah,
(30) kaweningan mring putranirestri, Ni Bok Rara rumusuh wan-
cinya, ingugung barang karsane, angrebat lading tunggul,
lelandhepe cinandhak keni, asta beser sarema, niba laju lam-
pus, Ki Patih kagyat karuna, datan nyana yen putra laju nge-
masi, keksi tatu sarema.
(31) lngkang lena sam pun densuceni, pinetak wus d·h ateng ing
makaman, wusnya patih ing karsane, lading tunggul pinun-
dhut, wus ingasah laju kinardi, pinrangken wong dedosan,
tan jro tatonipun, rah tan medal laju pejah, (k.250) pinerang-
ken uwiting kayu kumuning, tan dangu rone gagrag.
(32) Angartika Ki Patih Caluring, "Lading tunggul ampuhe kagila,
dudu Ki Sarap kang gawe, kang karya panjakipun, mendah
gawe tumbak Ian keris, patut gawe betuwah, dene luwih
ampuh, bok yaa sunkone karya, panjak Sarap menawa bisaa
kardi, kris tumbak kang prayoga."
(33) Ya ta enjang Kya Patih Caluring, mring besalen panggih Ian
Mpu Sarap, sami sowan neng besalen, Ki Pitrang datan kan-
tun, nunggil panjak nggenira linggih, Ki Patih Ion manebda,
Pitrang kang tinembung, kinen karya kris Ian tumbak, Empu
Sarap umatur marang Kya Patih, sumangga aturira.
(34) Alon nebda Ki Patih Caluring, mring Ki Pitrang "Adhi
abebana, manira nebda gawene, dika karyakna dhuwung,
kang bisampuh sami Ian lading, ing wingi dika karya, lading
alit tung- (k. 251) gul, ampuhe kagila-gila, aniwasi anak kula
mati siji, estri kabeser pejah.
.. (35) Lamun becik antuk dika kardi, mesthi dika katur mring di-
239
J
•
xxxn·. ASMARADANA
(1) Ngandika sang Adipati, marang ingkang lagya prapta,
"Abagea sira pandhe, iya aneng ngarsaningwang", nembah
nuwun Ki Pitrang, sang Dipati malih muwus, "Pitrang sira
pa kaduga,
(2) agawe keris kang becik, dikembar Ian agem ingwang, pusaka-
ne praja kene, yen kaduga karyakena, sunkarya kekembar-
an", Ki Pitrang nembah umatur, "Angsal wonten kang tine-
pa,
(3) kawula darmi nglampahi, a won sae pan sumangga", gya ing-
asta cwi- (k. 253) gane, agemira Ki Sengkelat, tinarik mung
•
sakedhap, Ki Pitrang tan samar ndulu, mring pundhene Ki
Sengkelat.
240
•
(4) Sang Dipati ma1ih angling, "Kaya priye sira Pitrang, apa wis
awas warnane, yen pana ya karyakena, sunkarya kekembar-
an", Pitrang alon aturipun, "Kawula pan·dereng pana.
(5) Lamun amba kinen kardi, kembaran agem panduka, kaparing-
na pepolane, Ian panggenan keng prayoga, kenginga darnel
muja, keng peteng panggenanipun, mrih ketawis ingkang
cahya.
(6) Lawan sajen ikeng suci, kajenengana Ki Patya", Pitrang kang-
geb ing ature, sang Dipati gya ngandika, marang Rekyana
Patya, "Heh Yayi Patih suntuduh, njenengana mring si Pi-
trang.
(7) Karyakena nggon kang sepi, kang peteng suci sajennya, sa-
rat. muja mring dewane" , nulya dhuwung Ki Sengkelat, wi-
nadhah neng gendhaga, sarunganira ingantun, pinaringa-
(k. 254) ken leligan.
(8) Gya tinampin Ian Ki Patih, Ki Sengkelat neng gendhaga, Ian
wesi kawuk badhene, waja pam or dadya juga, wus munggeng
jro gendhaga, kalih mijil sing gedhatun, Ki Patih lawan Ki
Pitrang.
(9) Prapen Srimanganti prapti, penuh mranti sajenira, para empu
panjak andhe!, unggyan mawi sesegogan, apeteng ginubahan,
Ki Patih precayeng kalbu, wau dhateng Empu Pitrang.
(10) Dhuwung pusaka dipati, pinasrahken mring Kya Pitrang,
n~ng prenah senthong besalen, Ki Patih njawi nggenira, Ian
Kyai Empu Sarap, amranteni sajenipun, kutug menyan da-
tan pegat.
(11) Wuwusen wus dugi latri, Ki Pitrang manjing senthongan ,
amemuja sih Ywang Manon, kang badhe dhuwung pinuja, ka-
trima mring Ywang Sukma, wus dadya kalih kang dhuwung,
tiganira Ki Sengkelat.
(12) Dhuwung tri wamane sami, tan ana geseh sarema, (k. 255)
sami Sengkelat dhapure, Ki Pitrang bakda memuja, gya ma-
tak sirepira, katarima sirepipun, kang jagi tilem sedaya,
241
( 13) Ki Sarap Ian Kyana Patih, kepati nggenira nendra, ngorok
- medal singidan, angempit Ki
senggur waja kerot, Ki Pitrang
Sengkelat, kentar mring kali jinujug, nyingidaken Ki Seng-
ke1at.
(14) Sinilem sajroning warih, tinindhihan watu abang, amrih ki-
wa ja uning wong, Pitrang wangsul gegancangan, ing prape-
nira prapta, laju manjing senthong gupuh, dhuwung kekalih
tinata,
( 15) mungging gendhaga Mas Adi, ucapen sam pun raina, Pitrang
mijil sangking senthong, mungu mring .kang sami nendra,
patih kagyat gedandap, ndulu padhang sru gumuyu, angu-
cap taken pawarta.
( 16) Ki Pitrang Ion matur aris, "Punika ingkang gendhaga, su-
mangga mangke kature, yekti amba dereng wikan, senipun
keng gendhaga", (k. 256) Ki Patih nampeni gupuh, gendha-
ga nulya binuka.
(17) Pan wus isi dhuwung ka1ih, pan sami dhapur Sengkelat,
kembar tan ana bedane, Ki Patih ebat tumingal, mring
warnaning curi~a, wusira patih gya cundhuk, tekap ngarsa-
ning dipatya.
( 18) Ngaturken solahing kardi, sang Dipati nulya mbuka, dhu-
wung kalih sampun dados, sang Dipati tyas kacaryan, nulya
nebda tetanya, "Pitrang endi kang rumuhun, apa kering apa
kanan"
( 19) Pitrang matur awotsari, "Kawula boten uninga, lun sumang-
ga ikeng karseng", sang Dipati kewran driya, gya ngasta kang
I
sarungan, sinarungken ponang dhuwung, sarema tan mawi
renggang.
(20) Sinarungken ganti-ganti, kekalih tan ana renggang, wrangka
siji dhuwung roro, apan sami panjingira, dhuwung kembar
kang warna, sang Dipati malih muwus, "Kang endi pepun-
dhen ingwang."
(21) Ki Pitrang matur tan uning, " Sumang- (k. 257) ga karsa pan-
duka, dhuwung dalem kang pepundhen, yekti .a mba dereng
242
pana", Ieieng tyas sang Dipatya, tansah sinawang kang dhu-
wung, ginanti manjing werangka.
(22) Sarema tan mawi milir, dhuwung kembar kemanigan, wall-
wall pendangune, sang Dipati mring Mpu Pitrang, tan sanes
aturira, nyumanggaken aturipun, langkung gawok sang Di-
patya.
(23) Wusana ngling sang Dipati, "Y a karo pepundhen ingwang,
sunlarangi karya maneh, keris kang dhapur Sengkelat, kongsia
kembar warna, yen wis ana kang kebanjur, mengko null di-
lebura."
(24) Ki Pitrang Ian Kyana Patih, manembah sandika tumya,
sang Dipati maHh nglinge, "Luwih banget trimaningwang,
tan ana sunwaiesna, mring si Pitrang setya tuhu, nganti di-
• •
rewang1 muja,
(25) ing dadine krissun iki, dudu si Pitrang kang karya, antuke
muja dewane, tersandhane nora wikan, kang dhingin Ian keng
anyar", Ki Patih matur wotsantu- (k. 258) n, "Leres ingkang
pangandika."
(26) Sang Dipati dhawuh patih, "Si Pitrang sunjunjung lenggah,
neng Sendhang Sedayu prajeng, Ian arana Pangran Sendhang,
kramaa putraningwang, Ni Sugihan warna ayu", Patih Pitrang
mestu karsa.
(2 7) Gya Dipati dhawuh dasih, nggen manggihken ingkang putra,
K;;la Patih dados besanem, kinen mangku mring Kya Pitrang,
patih tyas langkung trustha, dhasar wus ngaken sadulur,
nggenira sih tan kepalang.
(28) Busekan wong nambut kardi, jro pura Ian Kepatihan, gangsa
tinata ngenggene, tuguran amain sukan, po dhadhu pei
kowah, .,njawi keplek posing penuh, gimer pekya Ian segotan.
(29) beiambangan penuh jalmi, dugi dennya main suka, keh da-
sih sima wirange, labet kasor ngebotohan, saengga lir wano-
dya, akeh ngodhe miwah geiung, sangking dangune kasukan.
(30) Miwah rengganireng Iatri, penuh pada- (k. 259) m neng ga-
•
243
pura ·sinelan embak tirtane, awetara sapta dina, ungele kang
bredangga, enjang pengantyan pinundhut, ngendikan man-
jing ing pura.
(31) Kyana Patih kang mangirid, myang serowang pra bupatya,
angiringken kang temanten, sapraptanya neng jro pura, pe-
nganten binusanan, miwah putra Sang Retna Yu, mangkya
•
sampun pmaesan.
(32) Binusanan adi luwih, tangeh rengganing busana, tuhu putri
yu kinaot, karengga dening busana, lir murca kinedhepna,
musthikane wanodya Yu, respati neng ngarseng darma.
(33) Pangran Sendhang dentimbali, prapta ngarsa amredapa,
sang Dipati Ion delinge, "Iki Sendhang tampanana, pretan-
dhane sib ingwang, putrengsun wanodya ayu, adadia krama-
nira."
(34) Matur nuwun kang sinung ling, "Kelangkung nuwun patik
bra, pinaring jimat dasihe", nulya pinondhong sang Retna,
nginggahken mring jempana, pawongan ngiring se- (k. 260)
darum, sami mbekta upacara.
(35) Wus mijil san£::r' ,:g jro purl, Pangran anjajari ngarsa, srimpi
neng wuri temanten, budhal prapta pangurakan, Pangeran
nitih kuda, sinongsongan kertas biru, tinelacap ing perada.
(36) Ing wingking Sang Retna Dewi, respati nitih jempana, am era-
. pit jajarane, tangeh rengganing lumampah, wus prapta kepa-
tihan, gya tumedhak Kusuma Yu, pinethukken Ian Pangeran.
(37) Gya pinondhong Sang Retna Di, prapta dalem tata lenggah,
njawi lebet penuh andher, tan dangu sunggata medal, ngle-
bet njawi adhahar, dugi nggen bujana kembul, wusnya sami
ta ta lenggah.
(38) Patih dhawuh ngajengna glis, dhalang pasindhen niyaga, Ian
dyah srimpi kinen miyos, mestu dhalang myang niyaga, gya
munya ponang gangsa, tedhak sangking gendhingipun, nge-
raiJgi akarya brangta.
(39) Nulya dyah sarimpi mijil, tindak: pindha sima lupa, wiraga
244
a- (k. 261) nut gendhinge, mangreh brangtaning tumingal,
dyah Ienggah suwuk gangsa, suiuk ngrengga kang pra arum,
laras barang barung rebab.
(40) Wau karsa methik tulis, kang carita nagri Ngarab, garwa
Sang J ayengpaiugon, Dyah Prangakik Keiaswara, Ian Cina
Dyah Daninggar, druwala prang mamrih Iampus, kalih musthi
sara dibya.
(41) Rampung panggusthining kawi, munya gangsa gendhing Mun-
car, ngrangin dhawah ladrang Grompol, runtut rebab Ian
gambangnya, kapyarsa lir karuna, mengeti kang arsa pupuh,
putri Cina mbek karuna.
(42) Gya campuh rame kang jirit, putri Cina kaprewasa, ambruk
nggiadrah neng kismane, besa kentha gelangsaran, karya Ies
kang amulat, purna campuh gangsa suwuk, ngerangu gen-
. dhing pamungkas.
(43) Munya bendrong bibar tami, amung kantun kang tumantyan,
Pangran lawan Sang Dyah Sinom, mbangun turut tan beba-
kal, sang Dyah (k. 262) Ion pinrepekan, kang asta cinandhak
gupuh, mring Kakung Pangeran Sendhang.
(44) Sang Retna ingaras wanti, mengo tangkis ukel rema, suma-
wur mawut sarine, sang Dyah nebda angujiwat, "Iki ta arsa
apa, dene teka arumengkuh, durung mangsa sun ingaras.
(45) Temah rusak ukel mami, mangsi bisa matrapena", raka me-
sem Ion delinge, "Dhuh Mas Mirah pujaningwang, abdine tan
suminggah, katempah wudhar kang gelung, muiyane rujitan
puspa.
(46) Mung kedah sun adedasih, ngestu pada neng papreman, tan ,
ngraos krama abdine, mung minta sih dika mirah, abdine
kawlas arsa, panjak pandhe sin-yan ngratu, kang misesa Be-
lambangan.
(47) Nguni amba nglaya bumi, sejagad tan ·padya memba, keng
kadya abdika angger, kang Iir retna ngreka jalma, kadya
apsari swarga, mugi tulusa sihipun, mupu pandhe kawias arsa.
(48) (k. 263) Dhuh Mirah sunatur pati, tinuweka ing kenaka, sa-
245
.,
246
\
..
247
(65) Gya ingirid manjing purl, sapraptanya ing plataran, sang Nata
anulya miyos, lenggah mungging bangsal rukma, Kya Patih
Ian dipatya, ingawe gya mangsah ngayun, Sri Nata andangu
putra.
XXXlll. SINOM
( 1) (k. 267) "Heh bageya Ki Dipatya, dene nglangke seba mami,
apa ana karyanira", nembah nuwun kang sinung ling, "Mila
sowan ngarsa Ji, yen marengi karsa Prabu, inggih panuwun
amba, di dalem ing Maospait, sedayanya sami nglampahana
gam a.
(2) Panduka karsaa Islam, prayogi yasaa masjid, keng kados mas-
jid Bintara, kaidena para wali", sang Nata ngandika ris,
"Sesenengan ujar iku, ingsun pan ora nyegah, kang padha ge-
Iem nglakoni, nging ta ingsun tan arsa salin agama. '~
(3)" Sang Dipati tyasnya merang, de atumya tan ginalih, konjem
datan muiat ing lyan, mung mandeng jiwa pribadi, sang Nata
uning wadi, sinamun ngandika arum, "Heh Patih kaya paran,
sakehe wong pandhe wesi, pa wis ana kang sanggup karya
•
cunga.
( 4) Keris siji dhapur sasra", Kya Patih matur wotsari, "Abdi da-
Iem empu samya, sepuh (k. 268) anem ageng alit, tan wonten
kang kadugi, dereng uning warnenipun", sang Nata esmu
duka, dhawahing renga Ki Patih, kras ngandika "Sira dhewe
lumakua.
(5) Ngupayaa empu guna, aja sira pati mulih, yen tan ana kang
sanggupa, anutugi karya mami, ya wis mundura Patih", ka-
lih sareng awotsantun, lengser mijil sing pura, pan laju sami
lumaris, asewangan Ian Dipati Natapraja.
(6) Kumeng wau kang Ieiampah, warnanen malih sang Aji, te- •
248
(7) Peneti Ian Salaita, Bekel Jati lawan mQdin, Surateman Wana-
baya, Kuwungkeleng lawan Singkir, sagung empu kirerig,
sami kinen karya dhuwung, keng dhapur wama-wama, nging
tan wonten kang nyubaki, (k. 269) kris sajuga ingkang mem-
per dhapur sasra.
(8) Sang Nata nebda paguywan, mring kang sami nambut kardi,
"Heh ta mranggi ingsun tanya, apa dayanira kardi, nglakoni
karya mami, apa antuk brekah ngratu" , mranggi nembah
tur weca, "Tan angsal berkahing Gusti, boten nedha yen bo-
ten won ten ganjaran."
(9) Sang Nata mesem ngandika, "lngsun pan darma maringi, wus
pinesthi karepi.ra, mung nrima ganjaran mami, tan antu~
berkah ngabdi, lawan sira bocah empu, sira matura weca,
antukira nambut kardi, apa antuk sira berkah wong ngawu-
la."
(10) Ki Empu matur manembah, "Inggih terkadhangan Gusti,
bilih wonten lelangkungan, nggih punika berkah ngabdi, yen
tan wonten karya Ji, mung cekap peparing Prabu", malih
Nata ngandika, "Kemasan matura yekti, sira apa antuk ber-
kah wong ngawula."
( 11) Kriya kencana tur sembah, "Terkadhangan nggih pun dasih,
lamun amba nglebur rukma, yekto- (k. 270) s angsal berkah
Gusti, sampun mesthi sakodhi, saged angsal kalih tangsul,
mendhet silip kawula, sepalih tangsul setail, tan ketawis war-
ni ~·awrat boten suda.
{ 12) N adyan dipuntengganana, dipunprayitna nggen ngeksi, ma-
lah dados rena amba, tan ewed amendhet silip, sangking
prapen keng mawi, punika ing silip ulun, areng ingkang am-
bekta, tur sangking berkah nerpati, lamun leres ageng ganjar-
an narendra.''
( 13) Sang Nata gumujeng suka, pan sarwi ngandika aris, "lku be-
ner aturira, sekalir karyaning dasih, apan kinarya ngam bil,
yekti berkah seka ngratu, nadyan sira culika, seka suka nggen-
mu ngambil, alantaran seka berkah wong ngawula.
249
'
..
(14) Sayekti ratu winenang, ngingoni dasih keng kardi, ngupaya
dasih utama, ngutamani saklir kardi, ya ratu kang ngajeni,
karyaning dasih kang luhung, tan ketang culikanya, kali-
ngan kar- (k. 271) ya kang luwih, ganjarane ngluwihi ajining
karya.
( 15) Yen dasih mundhak gawenya, yekti ratu ngganjar maning,
sira Empu Supadriya, kabeh padha tan ngarani, yen ana bisa
kardi, keris siji dhapur sewu, gedhe ganjaran ingwang, mesthi
sunjunjung dipati", kang pra empu angaturken pejah gesang.
(16) Nata ndangu Supadriya, "Anald.ra ana ngendi, kang sira ara-
ni Supa, dene nora nana keksi, tan melu nyambut kardi",
Supadriya nembah matur, "Di dalem imah-imah, tinriman
putri ing Tub in, ngetutaken dereng klilan yen mantuka."
(17) Sang Nata mesem ngandika, "Dene beja ditrimani, marang
lbu Ratu Tuban, mesthi mukti tan weh mulih, mengko sira
suntuding, mentara mring Tuban gupuh, nakira timbalana,
tembungen mring Ki Dipati", Supadriya nembah amit leng-
ser ngarsa. \
( 18) Wus mijil sangking jro pura, prapta wisma jarwa rabi, gya
pepak kwu- (k. 272) la wangsanya, saupacara miranti, nulya
daus sedasih, catur dasll kang tut pungkur, kuneng kang rna-
rang Tuban, ya ta gentya kang winarni, Sang Dipati Natapra-
j a ing Bintara.
(19) Lawan raka ing Sesela, Wanasalam lari Semantri, sangking
nagri Majalengka, sowan marang sudanna Ji, ngaturi santun
gami, nging dannendra dataJ1 ayun, dipati ing tyas merang,
tan arsa kondur ing nagri, laju arsa sowan darma Ngampel-
denta.
(20) Tekap ngarsanireng Sunan, tandya ingancaran aglis, putra
majeng ngaras pada, rinangkul wus kinen linggih, Kya Pen-
dhawa nut bekti, salengesernya lenggah kumpul, sang Wiku
namudana, marang putra sang Dipati, matur weca sang Dipati
mring sang Tapa.
(21) "Amba inggih sampun sowan, dhumateng Rama Sang Aji,
250
..
251
•
252
Supadriya, kendel neng plataran keksi, nulya ngancaran aglis,
majeng lenggah Ki Tumenggung, sang Dipati rum nebda,
"Kakang samia basuki", Ki Tumenggung turnya nuwun
gya saweca.
(37) "Sang Dipati lampah amba, ingutus putranta Aji, kinen nim-
bali pun Supa, dhawuh kinrig nambut kardi, sagung empu rat
Jawi, sing karsa putranta Prabu, nggih sami kinen karya,
keng dhuwung satunggil-tunggil, dhapur sasra namung dereng
wonten wikan."
(38) Dipati mangsuli sebda, " Sumangga ing asta kalih, nanging
anak dika Supa, sawek kesah atut wuri, nggih dhateng Sunan
Kali, wus lami tan wonten mantuk, punika wayah dika, pun
Anom nggih mentas nangis, taken rama arsa nusul kula am-
pah."
(39) Gya tumrun Kya Supadriya, ingkang wayah denprepeki, Ion
binopong Supa putra, ingimur binekta linggih, (k. 278) neb-
da sang Supa siwi, "Iki sapa mangku mring sun", nauri Su-
padriya, "Y a sun eyangira Gusti, map an uga sudarmane ra- •
manira."
(40) Supa putra lejar tyasnya, mring eyangira wus uning, sasat
panggih ramanira, bingahe sang Supa siwi, ya ta kendel sela-
tri, Supadriya Ki Tumenggung, enjangnya gya pamit-
an, marang ri sang Adipati, Supa putra klayu Eyang Supadri-
ya.
(41) Tumut dhateng Majalengka, ingampah ibu tan kenging, yang
dipati nut mangampah, malah kentar ngrumiyini, nebda Ion
sang Dipati, marang putra Sang Retna Yu, "Nini ya turuta-
na, putranira malah dhimin", Ki Tumenggung neng wuri nu-
tuti w~yah.
XXXIV. PANGKUR •
253
•
254
( 10) Ya atema marang Tuban, pagutena ya aneng tepi jladri, Ian
wong sikep Majalangu, ya padha konen nggavla., ngater-
ena kang wesi gerangan sagung, saisine jroning praja kang
gerang pundhu- (k. 281 ) ten sami.
( 11) Ya atern a marang Tub an, pagutena an eng pinggiring jiadri,
Ian wong sikep Majalangu , ya padha konen nggawa, ngeter-
ena gerangane wesi sagung", kang kin on sareng wotsekar,
nulya mijil sing jro puri.
(12) Sapraptanya Pagelaran, Supadriya wus panggih rowang sami,
Ian gung sikep Majalangu, kang kinen · mbekta tosan, wus
sumekta nulya bidhal Ki Tumenggung, ngiring wayah Supa
putra, ngaler dhateng ing pasisir.
(13) Kuneng wau kang Ielampah, pan wamanen kang sampun ken-
tar Iami, Pangran Sendhang kang winuwus, keng lagya sih
mring garwa, aneng dalem Pangran enget yen ingutus, mring
Sesunan Kalijaga, ngupaya pusakeng nagri.
(14) Lawan enget garwa putra, kang tinilar aneng negari Tubin,
Pangeran alon amuwus, mring garwa mit mangaras, "Dhuh
Mas Mirah 1ilanana raganingsun, arsa tuwi marang Tuban, ing-
sun nilar putra alit.
(15) Yun uning geng warna- (k. 282) nira , putraningsun kang
keri aneng Tubin", kang garwa minggu tan matur, kumem-
beng netranira, de kang garwa lagya pasihan 12 ) Ian kakung,
nggen nggarbini pan wis tuwa, pitung candra anglenggahi.
(16) Awrat lamun tinilara, esmu waspa kang raka denbondheti,
Pangeran waskitheng semu, yen garwa pepasihan, anging
Pangran tan liya kacipteng kalbu, mung pusaka Ki Sengke-
lat, kang siningidaken kad.i.
( 17) Pangeran gya ngimur garwa, neng papreman mrih lejar tyas-
ing Rayi, ngasih-asih kang pangungrum, "Dhuh Gusti Mirah
ingwang, kang sih tresna wong ayu marang kang kakung, ing
donya prapteng delahan, tan nedya pisah Ian mami.
255
( 18) Tan beda lawan pun Kakang, amung sira garwengsun donya
ngakir", kathah manising pangungrum, bettnara ngisep
patma, kagunturan sang Dyah lejar ing tyasipun, karseng raka
tan lenggana, cinendhak rengganing resmi.
( 19) Sinamun sami kerasa, sam pun weleh kalih neng tilam sari,
Pangran ne- (k. 283) bda manis arum, "Dhuh Mirah sunwe-
wekas, ingsun tilar kelamun mbabar putramu, yen kakung
wehana aran, Jakasura iya benjing.
(20) Yen lair estri putrengwang, ya sakarsa Yayi sira mestani, Ian
iki tetilar ingsun, calon kris kalih welas, gung sawabe rawa-
tana diberukut, wus sunbuntel ngupih samya, rumatana
an eng pethi."
(21) Wus puma nggen paring jarwa, Pangran Sendhang mit ngaras
necep lathi, pan kadya gemak atarung, luwatnya dyah
ngabektya, Pangran nimbul wusnya mijil tindak mangu, sang
Retna kantun anggana, kemengan ingkang lumaris.
(22) Wus lepas ing lampahira, Pangran Sendhang tan mawi rowang
siji, anamun lampahnya ndarung, mangidul mring Blam-
bangan, angampiri nggennya rumat ingkang dhuwung, pepun-
dhene Ki Sengkelat, kang siningid madyeng kali.
(23) Neng marga datan winarna, Pangran Sendhang ing Blambang-
an wus prapti, njujug lepen tan na kang wruh, ngambil ru-
matanira, Ki Sangkelat neng tir- (k. 284) ta tinindhih watu,
pitung candra neng jro toy a, tan teles silem ing warih.
(24) Wus ingambil Ki Sengkelat, sangking tirta aglis binuntel ngu-
pih, cinangk.long sinamar brukut, Pangran anulya kentar,
murang marga tumrun jurang minggah gunung, katiwang-
tiwang lampahnya, pringga baya tan katolih.
(25) Siyang dalu alelampah, ngaler ngilen Tuban sinedyeng karsi,
nengna wau kang lelaku, kocapa Supa putra, neng samodra
nggennya pandhe madyeng ranu, myang pra empu Majaleng-
ka, sami pandhe neng gegisik.
(26) De kang pandhe jro samodra, Supa putra gung wesi denbes-
256
•
257
antuk pitulung Ywang Agung, nrimaa yen titahing Ywang,
aja suka ja rudatin.
(35) Dene ingsun ora nyana, lamun sira bisa pandhe jro jladri,
mara sun gawekna dhuwung, babaran jro samodra, iki wesi
kodrat gedhene saklungsu", Supa putra mengsah nembah,
• • •
pan sarwt namperu west.
(36) Wusana Su- (k. 287) patma weca, "Dene kedhik punapa da-
dos keris, de punika saarga gung, tosan sing Majalengka, bo-
ten wonten keng dados kinarya dhuwung", sang Wiku mesem
ngandika, "Iku padha lawan wukir."
(37) Wesi saklungsu nut sebda, gengnya mindhak njenggeleg seng-
ga ardi, Supa Nom kagyat sru njumbul, asta kawratan tosan,
sinelehken saya wewah agengipun, pan kadya perbata suta,
mitenggengen Supa siwi.
(38) Warnanen ingkang lelampah, Pangran Sendhang kang mantuk
• dhateng Tubin, neng marga miyarsa tutur, yen empu Maja-
lengka, nyambut karya pasisir ler sami kebut, nulya laju Pang-
ran Sendhang, anut marga kang mring tasik.
(39) Gancang prapta prenahira, nggennya pandhe pra empu Maos-
pait, Pangran Sendhang awas ndulu, marang kang Raka Su-
nan, gya pinlayon tekap ing ngarsa mabukuh, mangsah nem-
bah ngaras pada, lengsemya lenggah neng ngarsi.
(40) (k. 288) Jeng Sunan alon ngandika, "Dene lawas apa ta
antuk kardi", kang dinangu nembah matur, ngaturken we-
ceng lampah, sangking purwa madya wusananing ngutus, wus-
nya Sunan mesem nebda, "Jebeng sira antuk bathi."
(41) Pangran nembah nuwun tumya, "Inggih danni kawula ang-
lampahi, sangking berkah sang Pukulun", malih nebda Jeng
Sunan, mring Supa Nom pan sarwi angasta dhuwung, "Ya
iki karyanen tepa, gedhe cilike kang keris."
(42) Supatma dangu tan weca, langkung kewran dene ageng kang
wesi, jrih matur lenggah tumungkul, sang Wiku paring pirsa,
mring ri Supa "Jebeng sira apa pandung, iya marang putra-
nira, si Anom diwasa mangkin.
258
(43) Heh Nom iku ramanira, Iagi prapta kepareng sira panggih",
sami supe kalihipun, gya sareng pengrangkulnya, ingkang
putra ngabekti tansah pinengkui, ingaras Iungayanira, bingah
lir rnanggih Retna Di.
(44) Dugi oneng (k. 289) kalihira, Pangran Sendhang panggihnya
Ian kang siwi, gya ngandika sang Awiku, "Ge Kaki Supa mu-
dha, null wesi saklungsu karyanen dhuwung", Supa Nom ma-
tur sandika, ponang wesi aglis malih,
(45) anut sebdanireng Sunan, ponang wesi gengnya sakiungsu
malih, seksana ingambil gupuh, marang Sang Supa atma, nu-
wun amit mring wa darmanira sam~un, ngiden wangsul man-
•
jing sagra, tan dangu wesi dados kris.
(46) Nuiya mentas Supa putra, dhuwung katur mring Uwa Sunan
Kali, ingasta nulya ingukur, sinami Ian Ki Sengkiat, sami
genge miwah cacah ingkang eluk, amung kaot mawi naga, pre-
nab mungging ing gegandhik.
(4 7) Wusnya sang Wiku ngandika, "Keris iki dhapure sunarani,
Nagasasra kris kang dhapur, rana Segarawedang, ya muiane
Nagasasra dhapur tuhu, dene seka sanggupira, dhapur sewu
keris siji.
(48) Iki sawiji naganya, Wisnu tapa dhapure keris maning, Sega-
rawedang ngran patut, witi- (k. 290) ra nggonmu karya, jro
sarnodra apanas rasaning banyu, pantes dadi agem nata,
ya atuma mring sang Aji."
(49) Dhuwung pinaringken putra, malih wiku ngandika dhateng
•
Rayi, "Enya Jebeng ingkang dhuwung, pundhenira si Seng-
keiat", Pangran Sendhang anuwun ing aturipun, "Amba ajrih
yen nganggea, menawi ical ping kalih.
(50) Kapok sarnpun kelarnpahan, lawan malih sebda Tuwan ing
nguni, Sengkeiat ageming ratu, kang mengku rat buwana,
pan ing mangke arnba sumangga Pukulun, jer panduka kang
winenang, mengku ing rat Nungsa Jawi."
(51) Ngling sang Wiku, "Bener sira, wis nrimaa sira tan andarbeni,
259
,
kang wajib warising ratu, iya kang pancer lanang, wis ta nuli
sebaa marang sang Prabu", wusnya sang Wiku gya linggar,
kinedhepken tan kaeksi..
(52) Pangran Ian putra seksana, amanggihi pra empu Maospait .
kang nambut karya sedarum, Tumenggung Supadriya, lang-
kung bingah nggennya panggih wayah (k. 291) sunu, dene
wayah kang pinatah, mring nata anambut kardi,
(53) aneng madyaning samodra, sampun dadya kris sewu dhapur
siji, wus jinarwan kang pra empu, sedaya suka ing tyas,
nulya daud mantuk dhateng Majalangu, Supadriya tyasnya
dugya, embah pendhandhang nerpati.
XXXV. DHANDHANGGULA
(1) Prapta laju tumameng jro purl, gung pra empu wus katur
narendra, nulya tinimbalan age, marang jroning kedhatun,
I
nata nulya miyos tinangkil, pepak wadya sumewa, Paglaran •
supenuh, sagunging manca dipatya, myang sentana tumeng-
gung prameya mantri, mlandang Ian juru sawah.
(2) Sri Narendra lenggah bangsal rukmi, animbali pra empu
sakima, wus tekap ing ngarsa rajeng, Mpu Lembang Ki
Tumenggung, Supadriya Ian Supa siwi, sekawan Pangran Sen-
dhang, kang maharseng ngayun, Supadriya matur nembah,
ngaturaken sasolahe Supa siwi, purwa prapteng wusana.
(3) Lan ngaturken praptanireng siwi, (k. 292) wau Supa antuk
nami Pangran, sam pun katur sedayane, trustha ngungun sang
Prabu, marang Supa tenapi siwi, dene sami prawira, darma
lawan sunu, nulya dhuwung Nagasasra, sampun katur gya
ingasta mring sang .Aj i, tansah sinawang-sawang.
(4) Sri N arendra angandika aris, "Y a sun melu ngideni turira,
nom juluki keris ingong, nging prayogane patut, Nagasasra
ginanjar becik, tinatrap ing Mas Retna, sapa kang asanggup",
Supadriya matur nembah, " Nggih di dalem pun Supa kados
kadugi, yen wonten karsa narpa."
•
260
...
261
kalih mitra tan kena keri, Ki Patih Wanasalam, separan
tut pungkur, Iman Semantri tan pisah, pyagung catur rabin-
ten dalu lumaris, nenepi guwa sonya.
(12) Saos bekti m·ring sagung pra wali, gung pandhita anjurung
pandonga, kadugena sakarsane, semana tindakipun , laju ·ngi-
le- (k.295) n mring Pulo Upih, prapta gya cundhuk Sunan,
katrinya tan kantun, wiku ngawe mring kang prapta, sang
Dipati mestu· mangsah angabekti, tri gantya mangras pada.
( 13) Wusnya bekti tata lenggah ngarsi, J eng Susunan alon angan-
dika; " Abageya Areningngong", kang rayi matur nuwun,
malih nebda wau sang Yogi, "J ebeng apa karanya, nglangke
panggih Ian sun", umatur sang Adipatya, "Saderenge ulun
maturing sang Yogi, pan sampun kaweningan."
(14) Sang Pandhita mesem ngandika ris, "Ya wis weruh Jebeng
karsanira, arsa anggenti warise, iki meh mangsa dhawuh,
laelatul kadar meh nga1ih, nging durung tiba sira, pan meksih
ginantung, iya aneng kodrattolah, rnengko Yayi sun darbe
pusaka Aji, gadhuhen lamun krasan .
•
( 15) Y a suntandha lamine sawarsi, lamun krasan J ebeng an eng
ira, sida kita madeg katong, ing rat Jawa kawengku, marang
sira anggenti (k. 296) waris, nya Jebeng tampanana, iki dhu-
wung ingsun, ya arane si Sengkelat", nembah majeng tinam-
penan asta kalih, pusaka Ki Sengkelat.
( 16) Sang Dipati langkung srep ing ga1ih, lir tin timan lara ayu
endah, dahat nuwun ing ature, ngling malih sang Awiku,
"Jebeng uwis padha ndum kardi, mengko lajua sira, mring
Palembang gupuh, kita mintaa serana, mring rakamta ing
Palembang sang Dipati, katrima istijratnya.
( 17) Lan kampira mring Carebon Yayi, ya mintaa sarating ayuda,
•
Sunan Cerbon keh gunane", mestu kang tampi dhawuh, sang
Dipati amit ngabekti, sekawan gantya nembah, lumengser
sing ngayun, gya laju catur lampahnya, kawusa Jeng Sunan
enget ing gaJih, yen darbe pepetakan.
( 18) Tanah Baglen wijile kang jalmi, Cakrajaya nderes karyanira,
262
•
smung rasa-pengrasa.
-
263
•
(25) Mulya dhewe sangking kang dumadi, aja mengeng ing sacip-
ta tunggal, tunggal rasa sasolahe, isining buwana gung, anggep
siji manungsa jati, mengku sagung kahanan, ya manungsa
tuhu, Ian diwruhi sikseng tunggal, nut ing sukma saliring ja-
gad dumadi, ku tekat wus sam puma."
(26) Pangran Geseng kelangkung nuwun sih, wus kadriya sawu-
lang Jeng Sunan, wus tan pangling jro driyane, pamuksaning
sawujud, nanging lair sasat piningit, sangrehing kapandhitan,
ing tyas wus kawengku, pamurbaning jagad raya, kelairan
jatine pan ora silip, Jeng Sunan malih nebda.
(27) "Ya wismaa neng Lowanu becik, dene anakira ya si Jaka,
nunggak semi ya arane, ngran Cakrajaya patut, wis ta Jebeng
muliha aglis, dimantep mring agama, yen Jumungah wetu,
salata mring mesjid Demak, sasat sira rna- (k. 300) rang
Mekah munggah kaji", Pangran nuwun tur sembah.
(28) Wusnya jarwa gya linggar sang Yogi, Pangran Geseng mantuk
dhateng wisma, prapta panggih Ian garwane, miwah kang
putra jalu, Jakagedhug laju ngabekti, kang garwa sru karuna,
de tan nyana mantuk, Pangran saweca mring garwa, "Aja
nangis mengko sira sunjarwani, sun mentas amertapa,
(29) angiakoni parentahing Gusti, waliollah Sunan Kalijaga, Pulo
Upih dhedhukuhe, mau panggih Ian ingsun, dhawuh kinen
luwar mertapi, Ian kinen ngalih wisma, mring desa Nglowa-
nu, Ian ingsun ginanjar nama, Pangran Geseng dene namaning-
sun lami, sumulih ya putran ta.
(30) J akagedhug sira sunjarwani, sumuliha aran Cakrajaya", kang
putra nuwun ature , Pangeran malih muwus, "Guia emas pen-
dhemen nuli, ya sasabana sela, sabrahala iku, heh Nyai
age bethaka, ingsun luwe sawarsa pan durung bukti, mengko
arsa riaya. "
(3 1) Wusnya jarwa Pangran dhateng kali, mbekta pancing arsa
ngambi- (k. 301) 1 mina, mangilen dhumateng lepen, prapta
kali nggen kedhung, sesingidan nggenira mancing, sarwi ali-
ngan wreksa, wuwusen kang kantun, Ki Jaka nusul ramanya,
264
prapta kali manginjen semune ajrih, gya menek lingan wreksa.
(32) lngkang rama wespadeng pangeksi, alon mojar, " Kaya kethek
sira, nginjen wong sarta memenek" , mandi sebdaning wiku,
J akagedhug gya malih warni, rewanda geng bangkokan,
bedhes aranipun, tur meksih mengangge sinjang, lawan tek-
sih saged ngucap tata jalmi, karuna sam b&~ ram a.
(33) Pangran Geseng kendel nggennya mancing, mantuk aglis
kang putra tut wuntat, prapteng wisma ngandika Ion, " Wis
menenga Nak ingsun, narima yen wis pinesthi, sira anak pan-
dhita, tuk salah warnamu , jer sira tan melu tapa, karsaning
Ywang sira kinen mangun teki, tunggunen gula em as.
(34) Lan nderesa kang klapa sauwit, aja mangan yen tan dadi
emas, (k. 302) mrih wluya sira warnane, lawan sunwehi ju-
luk, Nilasraba bedhes Bagelin, turuten ujar ingwang", putra
mestu matur, ing rama ndherekken karsa, "Lun nglampahi
sugi sala sebdeng Kyai, nun ten sageda luwar."
(35) lngkang garwa lara-lara nangis, wlas ing putra Pangran angan-
dika, "wis Nyai aja rinaos, ya mayo mangkat gupuh, mring
Lowanu tuduhing Gusti, wis ta Kaki keria , tapaa dijunun,
sarta alas babadana, tandurana kang enak pinangan jalmi",
putra matur sandika.
(36) Pangran kentar gancang nggen lumaris, mring Lowanu sema-
na wus prapta, laju babad wana agrong, lami wus dadya dhu-
kuh, ing Lowanu papane radin, laminya tan kinandha, gemah
atjeng dhukuh, kathah jalma tumut wisma, temah aija ing
Lowanu sengga nagri, keh brangta kelu dhekah.
XXXVI. ASMARADANA
(1) Kuneng gantya kang winarni, Kyai Ageng Pandhanaran, rasa
barang gaotane, kathah ana- (k. 303) k putonira, sugih ban-
dha ber donya, nderbala tan kena ngetung, wong dagang pan
utang samya.
(2) Gemi mlekine nglangkungi, lumuh kurang nyandhang
265
mangan, tur rosa nggota karyane, nggen nglampahken sam ben
dina, pados indhaking donya, sebarang murah tinuku, yen
larang karya dagangan.
(3) Tan mantra yen sampun mukti, samben dinten kUling pasar,
mborongi yen wonten wudhon, kuneng warnanen Jeng
Sunan, Kalijaga wus wikan, Kyageng badhe mukmin tuhu,
ngelmine dereng binuka.
(4) Ki Gedhe nulya cinobi, Jeng Sunan mindha kawula, karsa
wade kambengane, nging sajroning alang-alang, sinung arta
buntelan, selawe ketheng kehipun, Jeng Sunan wus prapta
pasar.
(5) Kyageng kang winarna malih, prapta pasar amemriksa, ngu-
pados yen wonten wudhon, prapta nggyaning dollang-alang,
Ion tanya mring kang mindha, "Pira regane sapikul, Paman
alang-alang rika. ''
(6) (k. 304) Kang tinanya Ion mangsuli, "Regine kambengan
kula, inggih mung selawe ketheng, boten kenging dipun-
anyang, yen boten pepajengan, yekti kula bekta mantuk",
Ki Ageng gumujeng suka.
(7) Pan sarwi nglingira aris, "Pathok bangkrung Paman rika, ya
ngongtempuh saregane, mayo Pam an aterena, marang ing wis-
maningwang", wusnya Ki Ageng gya mantuk, Jeng Sunan
ngrembat tut wuntat.
(8) Prapta manjing dalem wingking, Ki Ageng gya mbayar uwang,
selawe ketheng kathahe, pan sarwi ngling awewekas, "Man
adol alang-alang, lamun akeh tunggilipun, suntuku ya atere-
na"
(9) Kang mindha nauri aris, "Nggeh ta Kyai benjang enjang,
kula ater kambengane", Jeng Sunan anulya ken tar, Ki Ageng
gya parentah, ngudhal alang-alangipun, kinarya mayu gedho-
gan.
( 10) Ingudhal gya wonten keksi, buntelan jron alang-alang, binuka
arta isine, selawe ke- (k. 305) theng kehira, gya ngaturken
266
dipatya, sang Dipati aris muwus, "Iki artane si Paman.
( 11) binunte1 dene akeri, an eng jroning alang-alang, bay a klep-
yan pamanane, pan wis pesthi bejaningwang, tetuku tan ke-
langan", arta sinung ngepok sam pun, Kyageng manjing dalem
tandya.
(12) Bihar dasih nambut kardi, kang mangguh arta buntelan,
nggarundellawan rowange , "Mau aja ingatuma, ku wajib rna-
rang ingwang", wusen dalu enjangipun, sang Dipati karsa
lenggah,
(13) neng plataran mungging kursi, goyang kenap kering kanan,
nglenggahi rengganing mukten, wedang pinanggung patehan,
teh epun rum gandanya, sarwi nggantang peksi kutut, geng
suwara tanduk laras.
(14) Putra wayah sami nyambi, nguwet puyuh myang dherekan,
sinelan nggetak darane, miber neng tawang kalangan, yen ti-
non sangking ngandhap, lir usar ngajar nglun-alun, dugi su-
kaning dipatya.
( 15) Gya (k. 306) linggar pan karsa bukti, lenggah bale ing pringgi-
tan, ingayap sagung garwane, Kyageng dhawuh mundhut dha-
har, tumandang kang pra garwa, kang dhahar tinata ngayun,
sapit kalak ginarangan.
(16) Kang namur kawula prapti, wau Sunan Kalijaga, sarwi ngrem-
bat kambengane, laju manjing neng plataran, keksi sangking
pringgitan, Ki Dipati alon muwus, "Heh Paman kono lunggu-
ha."
( 17) Sunan nulya lenggah ririh, mungging tritis dalem ngarsa, sarwi
ngadhep rembatane, ngentosi nggenira dhahar, Dipati ing Se-
marang, nggennya dhahar wau sam pun, tan winaris kang loro-
dan.
(18) Ki Dipati nulya angling, marang ingkang mindha kwula,
"Dene esuk teka kene, apa perak wismanira", mangsuli kang
tinanya, "Wisma kula tebih klangkung, ngardi nami ing Jabal-
kat."
( 19) Ki Dipati nebda malih, "Dene a doh wismanira, mondhok
ngendi ya neng kene", Jeng Sunan nauri sebda, "Tan mawi
mondhok kula, sangking Jabalkat nggih bangun, (k. 307)
enjang dugi ing Semarang."
(20) Langkung gawok Ki Dipati, myarsa sebdane kang mindha,
nulya glis ngambil artane, selawe ketheng kehira, gya sinung-
ken kang mindha, arta tinampenan sampun, Sunan angling
ameminta.
(21) "Kula niki Ki Dipati, nedha priman mring panduka, inggih
sarila-rilane, lamun pareng lawan karsa", anulya Ki Dipatya,
aglis ngambil artanipun, seketheng nguncalken sigra,
(22) marang ingkang namur karsi, tiba jubin sru kumencrang,
kang mindha alon wuwuse, "Kula boten ngemis arta, tan re-
men donya brana, yen pareng kang kula suwun, ungele be-
dbug Semarang."
(23) Ki Dipati ngucap wengis, "Langguk temen Paman sira, tan
dhemen donya seketheng, iku gempalane reyal, reyal gem pal- I
268
clokan mas sasingkal."
(28) Ki Dipati mesem angling; "Anggadebus Pam an sira, kay a wis
wruh suwargane, yen weruha kang senyata, mangsi dol alang-
alang, Ian mangsa ngemisa bedhug, (k. 309) mesthi krasan
aneng swarga."
(29) Kang mindha aris nauri, "Yen manira remen emas, tan su-
sah rumat emase, angedhuk mangsi suwea, sunngambil mas
sasingkal", sang Wiku wrin wonten pacul, ingambil gya macul
kisma.
(30) Sagaclokan nulya dadi, mas puthon genge sasingkal, ingung-
kil katut pacule, kang mindha ngling mring dipatya, "Andika
punaparsa, niki emas swarga ayu, kang pinaringken manira."
(31) Nulya turun Ki Dipati, ngungak keksi mas sasingkal, menco-
rong kathah tunggile, Kyageng njenger datan nebda, jroning
tyas ajrih tresna, rukma winangsulken gupuh, mring kisma
wus tan katingal.
(32) Sang Dipati driya ajrih, marang ingkang namur kwula, nulya
cin~dhak astane, kinanthi ngaturan lenggah, neng bale leng-
gah jajar, Kyageng ngrepa wuwusipun, niti warti nata krama.
(33) "Nggih nedha ngapunten Kyai, sangking kalepatan kula,
langguk angina samine, (k. 31 0) mangke Kyai nggih kawula,
ngasrahken jiwa raga, estu kula nuwun ngguru, inggih amba
anut karsa.
(34) Nadyah prapteng lara pati, kawula boten suminggah, punapa
. Kyai karsane, amba ndherek ing pitedah, nging nunten ka-
wejanga, ewede a mba tumuwuh, menawi kalangan lena.'?
(35) Sang Wiku ngandika aris, "Lamun ternan jenengira, ya arsa
nggeguru mring ngong, pan manira nedha tandha, tandhaning
puruhita, mesthi anut pakon guru, supaya yen kawejanga.
(36) Manira anedha yekti, tri prakara kang sunpinta, ngibadaha
selamine, ngadegena iman Islam, ngeslamna wong Semarang,
angingua santri kaum, Ian karyaa bedhug langgar.
(37) Dene ta kang kaping kalih, dika jakat krana lila, wajibe tc . g
269
donya akeh, jinakatha wong kasihan, sapangkat dimurwata,
lawan kaping tiganipun, wajibe wong puruhita.
(38) Angendrani seka panti, nu- (k. 311) ntumena kang bedhiyan,
mring dhepoke ing gurune, yen temen nggen puruhita, dha-
teng jeneng manira, andika nusula mring sun, dhateng ardi
ing Jabalkat."
(39) Ki Ageng atanya niti, "Jabalkat pundi prenahnya, Ian Tuwan
sinten kasihe", Jeng Sunan mangsuli weca, "Nggeh dhukuh
tanah Bay at, Seh Melaya juluk ingsun", wusnya weca sarwi
linggar. .
( 40) Tan kenging dipuntututi, sakedhap anulya sima, Kyageng
brangta ing driyane, tan nyana yen kedhatengan, wall panu-
tuping rat, Ki Ageng pan arsa nusul, dhateng ardi ing Jabal-
kat.
(41) Kyageng amit marang rabi, wewolu kathahing garwa, tur pe-
putra sedayane, ayu-ayu wamanira, werata sugih donya, tur
sami atmeng tumenggung, prandene tan ana ketang.
(42) Sagung brana wus winaris, dhateng putra myang sentana,
tenapi jakat santrine, wus dumugi ingkang karsa, nggennira
amematah, rumeksane praja kukuh, geng alit dinu- (k. 312)
man wrata.
(43) Miwah lakuning negari, linintu sangking berana, tan kena
ewah lakune, sinrahken kang kamituwa, tertibe lampah praja,
miwah lakune gung etung 13 ) , wusnya ratnpung nggen merna-
tab.
(44) Garwa kang sepuh pribadi, sanget lumuh tinilara, kedah
tumut selakune, ngasih-asih aturira, "Dhuh Kyai nggih kawu-
la, ajur luluh kula tumut, ing donya prapta delahan.
(45 ) Tan ketang brana myang siwi, mung nedya nunggil panuk-
ma, lawan Kyai ing akire, swarga nraka sam pun pisah, kawula
ngestu pada", raka alon wuwusipun, "Ya dadia kanthening-
wang.
13) asline : o tung
270
XXXVD. KINANTHI
( 1) Y ayi lamun tern en melu, arsa amateni dhiri, nanging aja
nggawa brana, wewalere guru mami, brana iku pan brahala,
ametengi margeng swargi.
(2) Lan aja menganggo luhung, salina busana putih", kang garwa
amestu sebda, nulya wau Ki Dipati, amengang- (k. 313)
ge sarwi seta, kalung kestul teken ecis.
(3) Amit marang garwa pitu, ingkang kantun miwah siwi, tinim-
bulan wus werata, apan sarwi paring weling, kinen runtut
akekadang, nembah mestu kang sinung ling.
(4) Ki Ageng seksarria laju, datan mawi rowang siji, sumedyarsa
mati raga, lestari nggennya lumaris, Nyai Ageng kang neng
wuntat, penganggenya sarwi putih.
(5) Wuluh gadhing tekenipun, jro ngisenan Retna Adi, dinar la-
wan lelantakan, kebak jroning wuluh gadhing, ngati-ati peng-
rasanya, kathah lire tyang lumaris.
(6) Tan weca mring kakungipun, angontel lumampah wuri, ajrih
lamun kaweningan, nggennya mbekta brana adi, mring laki
sang Adipatya, neng wuri kepareng tebih.
(7) Kyageng gancang lampahipun, kapungkur tanah Semawis,
langkung wana terataban, tebih desa kanan kering, Kyageng
nggennya ngambah wana, bayeng marga andhatengi.
(8) Jahna katri (k. 314) neng delanggung, nedya ngadhang tyang
lumaris, sru angling ngandheg dipatya, "Heh Paman man-
dhega dhimin, ingsun njaluk angsal-angsal", kandheg Kya-
geng Ion nauri.
(9) "Tan nggegawa lakoningsun, yen sira kurangan bukti, wuri
ika garwaningwang, nggawa rukma Retna Adi, neng teken
wuluh wadhahnya, mengko rebutan dikeni .
•
( 10) Nging ja nggepok awakipun, yen wis ken a wuluh gadhing,
mesthi tuwuk sira pangan, jrone wuluh ingkang isi" , nulya •
laju sesewangan, tiga wangsul ngadhang margi.
-
271
( 11) N yi Dip.ati nu1ya langkung, glis teken rinebat keni, N yai
Ageng gya lumajar, sru nangis nututi laki, "Kyai nedha tulung
kula, tyang· tiga nyalahi kami."
(12) Mangke katlah raning dhusun, Salahtiga dugi mangkin, kang
tuk wuluh gya pinecah, amencorong ting parelik, mas dinar
in ten sosotya, j.alma tri bungah tan sipi.
( 13) Wus ngedum pinara telu, nulya won ten prapta malih, jalma
tengran Sambangdalan, kasep ·tan me- (k. 315) lu tuk kardi,
winartan marang kang angsal, "Ika tututana nuli.
( 14) Tekene kang lanang durung, kena rinebut wong katri 2 lagi
kang wadon kang kena, kang lanang lumaku dhirnin", gugup
tyase Sambangdalan, gya nututi kang lumaris.
( 15) Warnanen ingkang lelaku, kang nututi marang laki, atebih
nggennya kecandhak, Nyai Ageng sru manangis, sesambate
melas a.F&a, "Baya lali laki mami.
( 16) Darbe rabi marang ingsun, dene sun tan dentulungi, tega
temen tilar mring wang", Ki Dipati muwus aris, "Sira dhe-
we kang anjarag, lali nggawa Retna Adi.
( 17) Majade tan ana kang wruh, ing jerone wuluh gadhing, sepran-
dene nora kilap, mung tekenmu kang pinilih, wis Yayi sira
nrimaa, jar pinundhut kang ndarbeni.
( 18) Ge mayo anggera ngayun, ingsun kang lumaku wuri", nulya
laju kalihira, ucapen ingkang nututi, Sambangdalan aglis prap-
ta, laju ngre- (k. 316) bat teken ecis.
( 19) Wus sinungken tekenipun, kayu sadhang tanpa isi, tinampik
wus tinampanan, teken marang Ki Dipati, Sambangdalan asru
ngucap, "Paman njaluk olih-olih."
(20) Ki Ageng nauri wuwus, "Sun tan nggawa olih-olih", Sam-
bangdalan pan ameksa, nggennya minta mring dipati, "Pa-
man endi njaluk ingwang, dinar dirham Ian Retna Di."
(2 1) Ki Ageng nauri sendhu, " Ndlurung temen ya wong iki~ kaya
wedhus pambekira, nora idhep ujar becik", Sambangdalan
malih warna, sipat do mba ageng inggil.
272
\
(22) Ki Dipati awas ndulu, yen kang mbegal malih warni, esmu
ajrih glis lumampah, ponang domba anututi, tan wruh yen
amalih warna, nanging teksih tata jalmi.
(23) Nulya prapta nglepen mangu, tan wigya manapak warih14 ~·
nulya uning layangannya, ngraos tiwas malih warni, asru na-
ngis ngaru-aru, sarah tobat anututi.
(24) ing salampah atut pungkur, semar- (k .217) ga-marga ana-
ngis, Kyageng wau nggen lelampah, seklangkung brangta
ing ga1ih, datan lyan ingkang •kacipta, pan ·a mung Jeng Sunan
•
Kali.
.
(25) Gancanging lampah winuwus, tlatah Bayat pan wus prapti,
minggah ing Ardi Jabalkat, manggih padasan sawiji, datan
won ten toyanira, lawan manggih mesjid alit.
(26) Wau laju adhedhukuh, neng wukir tan ana warih, Sambang-
dalan angawula, aminta luwaring warni, kinen ngiseni pa-
dasan, datan mawi dentutupi.
(27) Lawan tan kalilan tum, yen dereng kebak kang warih, pa-
dasan enceh ngengnya, saperangkulireng jalmi, inggile sa-
penggayuhan, rinten dalu deniseni.
(28) Yen ngambil tirta tumurun, saonjotan prapta kalih, sang-
king wrate arsa luwar, Sambangdalan anglampahi, ing tyas
langkung ajrihira, nedya laju ngguru nadi.
(29) Pendhak dinten lamenipun, nggennya prapta aneng wukir,
Sambangdalan tan tuk ne- (k.318) ndra, karipan nggen
ngambil warih, padasan tan saged kebak, umancur toyanya
•
wenmg.
•
(30) Seksana Jeng Sunan rawuh, alenggah sela cendhani, K.i Di-
pati mangsah nembah, tumundha Nyai Dipati, ngaras pa-
danireng_Sunan, Sambangdalan nut ngabekti.
(31) Sang wjku Ion dennya ndangu, "Dene domba atur bekti,
bisa ngucap tata jalma, ya apa purwaning nguni", ponang
domba nembah weca, "Mangsi borong sang ayogi.
14
) as1ine: marlh.
273
(32) Saderenge amba matur, Jeng Tuwan sampun udani", sang
wiku alon ngandika, "Ya wis ingsun kang paring sih, sira
tobata maring I wang, mintas waluyeng dhiri.
(33) Jatine manungsa tuhu, ya muliha anglir jalmi", mandi seb-
danireng Sunan, Sambangdalan ingkang warni, sima nggen-
nya warna domba, wluya kadyajalmi ma1ih.
(34) Nguni kagol nggennya ngangsu, mangke enceh kebak warih,
gya sang wiku awas mriksa, wau dhateng Nyi Dipati, dene
estri pisan tirta, Sunan sa- (k.319) nget minneng galih.
(35) Kang cis tumancep dinudut, tapaking cis mijil warih, mun-
car sateken umbulnya, tirta tapakireng ecis, tinambak kiwa
tengenny~, dugi mangke dadya belik.
274
(43) Larangane wall ratu, yen kawedhar aneng lathi, binesmi
dening sarengat, kakekande tanpa dadi, gurokna lawan ta-
rekat, sarengat makripat sidik.
(44) Wruhanira urip lampus, tan tinggal penggawe becik, wong ala
ya nemu ala, wong becik nemu basuki, yen wong gesang
gung sangsara, kentar donya tanpa dadi.
•
XXXVIllDHANDHANGGULA
(1) Uripira neng donya tan lami, upamane Jebeng wong nyang
pasar, tan su- (k.321) we aneng pasare, nora wurung yen
mantuk, mring wismane sangkane nguni, ing mengko aja
samar, mring sangkane mau, yen mengko nora weruha,
iyat marang sangkan 15 ) parane ing nguni, kesasar ambe-
lasar.
(2) Yen ing pati ja kesasar benjing, dadi tiwas uripe neng donya,
tanpa pencokan sukmane, separan-paran nglangut, kadi
mega katyup ing angin, wekasan dadi udan, mullh sating
ranu, dadi bali nut ing wadhag, ing yektine sukma datan
kena pati, langgeng donya ngakherat.
(3) Lamun sira Jebeng tekeng jangji, aja pegat Jebeng dhikir-
ira, diawas ing rupa dhewe , poma-poma ya iku, ngelmu supi
dipunudani, abot dalem sekarat, akeh kang kadulu, ana
rupa pawong sanak, ana rupa pindha guru gusti darmi, pan
{U"Sa njarah iman.
( 4) Sarya weca tawa swarga luwih, ana ingkang ngaku mala-
(k.322) ekat, angater widadarine, tur warna luwih ayu,
null sira ta ndulu mesjid, gumantung ngawang-awang, tanpa
canthel iku, sinung langse sarwi endah, keksi gumyur gung-
ing warna angembahi, jingga seta turutan.
(5) Ponang mesjid kencana kinardi, lawang kembar inep sinung
gedhah, bisa menga minep dhewe, yen minep katon mancur,
kadi wulan purnama sidi, kesisan dening ima, trenggana
1
S) asline : sakan.
275
sumunu, iku katon marang sasar, kang sampurna tan ana
warna nemoni, mung sukma kang ngalela.
(6) Lamun ana kadulu ing pati, warna rupa ikut calera bawa,
pandulonira jatine, dene ingkang kadulu, ireng abang ku-
ning Ian putih, kang ireng lawan abang, pan kanepson iku,
kuning nuntun mring penginan, ingkang putih mung suci
sejati ening, iku kang badan sukma.
(7) Lamun ana kang murub sawiji, warna wolu katon jron se-
karat, iku peitnana a- (k.323) rane, ya cahyanira tuhu,
ingkang kadi peputran gadhing, cahya mancur kumilat,
tumeja ngenguwung, iku paesaning Sukma, pan ya ingkang
amurba misesa luwih, tuhu tunggal pinangka.
(8) Lan Ywang Sukma murba sira yekti, telu uga pan teluning
tunggal, tunggal rasa Ian uripe, pan bareng ananipun, kang
paesan jagad linuwih, lamun iku tan ana, kabeh jagad suwung,
ginulung ing ananira, lamun iku pinanggih neng donya
ngakir, barang cinipta ana.
(9) Perna-perna J ebeng aja lali, lamun sira Jebeng narik nap as,
diawas ing rupa dhewe, ja pegat dhikir kalbu, tan na rupa
ingkang kae~~-=.1, isenira wisesa, purbanen satuhu, lamun sira
tan percaya, nyatakena mupung sira meksih urip, ja kan-
dheg basa swara.
(10) Upamane yen manungsa luwih, jeneng urip anglakoni pejah,
dipangguh rupa rasane, niskara ngilo iku, (k.324) wewa-
yangan sajroning catntin, sengga rupa rasanya, tan kang
ngilo iku, kang ana sajroning kaca, iya sira jenenge manungsa
jati, kang ngilo Sukma purba.
( 11) Lamun sima wayangan kang keksi, marang endi sirnaning
wayangan, wespadakna16) ing sirnane, warnanen aja pandung,
Ian rasane dikrasa kapti, yen wis kerasa sira, samben-samben
wetu, dicaremna ing satmata, yen tan bisa samben wetu
•
sira panggih, panggiha samben candra. •
16
) asline ;pespadakna
276
. \
( 12) Lamun datan panggih sam ben asi, ing sawarsa panggiha
sapisan, yen tan panggih sawarsane, ya sepisan saumur,
ja tan ora dibisa panggih, kelawan dhewekira, iku pan wrana
gung, datan ana kang memadha, kembar rupa kelawan
sira pribadi, rasane aneng sira.
(13) De margane adhemit tur rungsit, patukune luwih dening
larang, gampang angel patukone, abot lamun tinuku, gam-
pang lamun dipunlakoni, dudu (k.325) mas setya mulya,
Jebeng tukonipun, mung legawa lila suka, setya tuhu ke-
lawan legaweng pati, pilih prapta sinedya.
(14) Poma Jebeng iku diagemi, ja rerasan mring jalma kang liyan,
yen ora Ian pugrahane, lamun sira memuruk, Ian nak putu
kadang myang dasih, tengonen werdayanya, ana tengeripun,
ketara ing solah muna, ulat liring iku gebayaning kapti, mi-
nangka pangeran.
(15) Pan ya ngelmu kang minangka wiji, kang winuruk upamane
papan, myang saengga kacang dhele, sinebar aneng watu,
yen watune datanpa siti, wiji mangsa thukula, jer ta sonya
suwung, mundhak binendon mring Sukma, wong amuruk
lamun tan nugraha yekti, 1ir pendah mangan wisa."
(16) Ki Dipati nuwun atur bekti, wus kacathet tyas padhang
sumilak, tan ana walang sangkere, ang wiku ngandika rum,
"Lab ta uwis Jebeng dibeci- (k.326) k, patrape ing sarengat,
......
iku werana gung, ya wis padha akaria", puma sima Jeng
S11nan datan kaeksi, tiga kantun anggana17).
( 17) Pangran Bayat tyasira wus ening, praptaning wahyu nga-
man ninnala, sumilak ilang regede, kang garwa wus winuruk,
Ian seh Domba sampun winisik, manjing kadang taruna,
wenang dadi guru, warnanen Pangeran Bayat, karsa tedhak
mring desa Wedhi ngimani, amulang gama Islam.
(18) Sampun kentar amindha pekathik, marang desa ing Wedhi
wus prapta, njujug Ki Tasik wismane, angenger dados batur,
1
1) asline :agana
277
karyanira garwa Ki Tasik, awande srabi cara, pendhak pasar
metu, semana nuju pasaran, Nyai Tasik medali pasarnya
Wedhi, Pangeran pekathiknya.
( 19) Medalaken barange wong nyrabi, keren tebok jladren wus
rinembat, miwah toya kalenthinge, kasesa kayu kantun,
pangkatira Pangran tan kanti, kang tumbas srabi kathah,
(k.327) kantu dening kayu, Nyi Tasik gusar sru nebda,
"Heh pekathik apa gawe kayu iki, dene kayu katilar,"
(20) Apa tanganira kang kinardi, angeneni srabi lawan cara,
kesusu kang tuku akeh", Pangeran nulya anut, astanira
tengen kinardi, nggeneni jeladrennya, munggeng keren mu-
rub, mrengangah amulat-mulat, Pangran angling: "Ge Nyai
andika nyrabi, geni sampun mrengangah."
(21) Nyai Tasik gumeter duk uning, driya ajrih dhateng peka-
thiknya, nggen nyrabi ginelak bae, glis telas jladrenipun,
tyang sepasar kathah ningali, dupi wrin gawok ing tyas,
jalestri mangrubung, gya enget kang namur lampah, lino-
rod wus astanya pejah kang agni, puma rum yin kang mindha.
(22) Nyai Tasik ngepeng mbeborongi, gung wowohan kang manis
rasanya, wusnya mantuk age-age, praptaning wisma laju,
panggih laki anjarwa titi, solahe pekathiknya, (k.328) neng
pasar tinutur, Ki Tasik nggraiteng driya, datan nyana yen
wali kang mindha abdi, nembah nuwun ngapura.
(23) Nyai Tasik nulya atur bekti, sarwi nyaosaken kang dha-
haran, nembah mangrepa ature, Pangran ngandika arum,
"Suntarima sira Ni Tasik, muga ta alarisa, barang dol tinuku,
keh Ki Tasik sun aminta, sawarnane ya nak putonira We-
dhi, ngi.mana marang Bay at."
(24) Tan winarna !amine sang yogi, nggennya dhukuh an eng Arga
Bay at, gemah kadya praja genge, wong Semarang keh rawuh, ••
putra wayah wus sami panggih, laju andherek wisma, anut
branteng ngelrnu, kuneng gantya kang winarna, nenggya
Patih Gajahmada Maospait, kang ngundur pepatihnya.
278
XXXIXDURMA
(1) Duk Semana Kyana Patih Gajahmada, nggennya kendra wus
lami, dinuta mring nata, ngupaya empu guna, kang awigya
karya keris, keng dhapur sasra, nguning denpe- (k.329)
pacuhi,
(2) mring narendra tan kalilan yen mantuka, lamun tan ang-
sal kardi, manna Kyana Patya, tan sae mantuk praja, nggen
ngupaya tan tuk kardi, wah mangke myarsa, klungsur leng-
gahnya patih.
(3) Ginentyanan marang Kya Dipati Wahan, trang myarsa kur-
dheng galih, sedya ngamuk patya, sentana dwi tan pisah,
singidan mantuk mring nagri, wuse kacipta, katri tyasira
gent.•
(4) Tiga samya amusthi wos pusaka, sami tangguh anjani, en-
jang nggen lumampah, mring dalem kepatihan, prapta waos-
nya tinarik, mungging gapura, ingandheg mring kang jagi.
(5) Tan pingarsa pengandhege wong kepatyan, tri laju angla-
rihi, antuk jaja pejah, mragalba Kyana Patya, gung kemit
tandang nututi) dwi dasa gancang, sikep watang nggethini.
(6) Rame campuh jalma tri rinoban yuda, mabenthak silih ung-
kik, tiga sura panggah, uleng madyeng gapura, wireng ke-
patyan keh lalis, mundur kang cur- (k.330) na, ngglirih
singidan gupit.
(7) Apuyengan gegere wadya kepatyan, keh prapta tandang
jurit, neng Mangu campuh prang, sruh awor leng-ulengan,
Patih Wahan tandang· mijil, sangking dalemnya, amusthi
waos biting.
(8) Prapta pintu wus panggih samya pepatya, gya laju campuh
jurit, atandhing sudira, dwi ramya gentya numbak, ngen-
ting kaprawiran sami, luwesing aprang, karya ebat kang
•
urung.
(9) Kalih s~i nempeng kyati ing ayuda, olah larasing jurit, kang
prang sami patya, tinon lir Resi Seta, Ian Satama campuh
279
jurit, tan pasah braj a, clang waos 1iru titih.
(10) Panumbaknya magantya tumibengjaja, gumandul tan nedhas-
si, abenthak-binenthak, ka1ih crah watangira, buteng ruket
prangnya kalih, macangklet asta, sareng dwi narik keris.
(11) Ki Premada Empu Kuwung kris tangguhnya, Kya Wahan
ingkang keris, Keleng Empu karya, seka- (k.331) dang tung-
gil praja, empu dwi lepat ing sekti, sareng mrejaya, tuk jaja
pyuh ngemasi.
( 12) Nibeng kisma mekasih nyepeng iket pegang, sarwi ngawet
kang 1athi, sing dalem kuwawang, udrasa para sang dyah,
cethi nangis ting jalerit, njawi kang yuda, wus sami wuru
getih.
( 13) Sang akalih neng j awi kinalang-kalang, singa sinerang ngisis,
dwi manjing plataran, uninga patih lena, kalih wus tan nedya
urip, saengga cipta, gya sareng mangsah ngungkih.
(14) Keh kang pejah mantri miji kepatihan, kang mangsah-mang-
sah lalis, gegere puyengan, kang tandang kathah prapta,
sagung mantri Maospait, saastranira, glis manjing tulung
jurit.
( 15) Pra niyaka nararya ing Majalengka, tumandang angawaki,
ngirid saba wadya, sikep watang mirantya, pelataran penuh
jalmi, kang sara rna tap, 1ir pendah parang curi.
(16) lngkang ngamuk ngiwa nengen ketadhahan, kaJih wus wuru
getih, liwung pengamuknya, (k.332) singa perak tinumbak,
keh mati curna gung mantri, wong Maja1engka, tyasira
• • •
sam1 mms.
(17) Pan dumadya ing pesthi kang ngamuk lena, dwi waosira
mandi, singa kang tinumbak, keh mati kapisanan, mangke
blero ngete kalih, de waos celak, sumlang menawa mati.
(18) Sang dwi dadya nggregud ngrebat waos panjang, mbuncang
gancang bina1ik, neng asta magoyang, kalih gambira sura,
jumangkah nerajang malih, wus ketadhahan, mring mantri
Maospait.
280
'
keni.
(26) Satemahan kalih lena gya binekta, rinembat kang satung-
gil, Kya- (k.334) na Patih Wahan, mungging amben-amben-
nan, Gajahmada pan kinempit, jaja sirahnya, suku sineret
siti.
(27) Dadya miring graitane duta narpa, mattnane bangke patih,
sineret sukunya, de ngamuk neng jro praja, manna sirah
k.ang kinempit, mring imba sara, dene sentana aji.
281
•
(28) Gandhek prapta byantaranya Jeng Sri Narpa, katur kang
bangke kalih, nata sareng lumyat, ngartika dalem driya,
"Wus pinesthi Majapait, pedhot talinya, wudhar ingkang
mengkoni.''
(29) Awusana sang nata nulya ngandika, mring imba sara ka1ih,
"Kabeh preuahena, jisime Patih Wahan, obongen candhinen
becik, de si Premada, setrakna neng wan a dri.
(30) Lail rowange wong roro ya ilokena, larungen aja keri", cun-
dhamani netnbah, bangke sampur. !Jinekta, mangu emeng
tyasira ji, ya ta narendra, jlog jengkar nggen tinangkil.
(31) Rawuh pura nata (k.335) ing tyas kagurawa, langkung
ngungun ing ga1ih, sapejahe patya, tan wonten piniliha,
ingkang gumatya pepatih, minggu tan nebda, tengareng
rat ndhatengi.
(32) Lindhu goyang ambal ping sapta sadina, bentar kang Arga
Mrapi, ~auran Klut arga, lir gograg kang buntala, kalih la-
harira mijil, mawa dahana, manrajang karya pati.
(33) Ing akasa peteng dhedhet alimengan, dres udan awu krikil,
dumugi sadina, grahana surya candra, ing mangke denseng-
kalani, nir sonyeng gana, her sucenireng jalmi.
(34) Purneng retu jroning praja Majalengka, kekes tyase gung
dasih, wus nyaneng kiyamat, sangking sanget ru·ara, miwah
Kangjeng Sri Bupati, kang aneng pura, latri sangsaya king-
kin.
XL ASMARADANA
(1) Brawijaya Jeng Sang Aji, ing dalu lumebeng sanggar, muja
brangta ing dewane, aminta arjaning praja, mulyane sa-
(k.336) gung wadya, Ian minta sageda tulus, nggennya meng-
ku ing rat Jawa.
(2) Sri narpa lenggah semedi, sedhakep asila tumpang, nutupi ·
nawa sangane, ngeningaken tingalira , mandeng pucuk.ing
grana, dadya panembahe ngalangut, sumuk marang Suralaya.
282
•
284
•
XLIMEGATRUN
(1) Jakasura kang sedyarsa panggih empu, semana lampahnya
prapti, ing wismane pandhe empu, aneng prapen panggih
linggih, J akasura nglingira Ion.
285
'
286
( 13) (k. 344) Sang Anjani nebda malih manis arum, "Bener atur-
ira Kaki, sakrentek tyasmu wis weruh, kang sira sedya ing
kapti, pan kita minta kinaot,
(14) ing sesama-samane wong dadi empu, lan arsa uningeng darmi,
mengko sun kang asung tuduh, kang sira sedya ing kapti,
minta digbya samaning wong.
( 15) Ramanira Ki Supa sekti pinunjul, sayekti sun kang mayu-
ngi, aneng Tuban kambil mantu , ngawula neng· Majapait,
ingandel marang sang Katong.
( 16) Putu sira lamun arsa bisa pangguh, law an ramanira mesthi,
njujuga mring Majalangu, ya laju sebaa Aji, ing kono marga-
ne panggoh."
(17) Jakasura kelangkung lega tyasipun, gya nyuwun punjul ing
sami, Sang Anjani mangsit sampun, marang wayah sang
Apekik, sawangsit kecathet kamot.
( 18) Nggennya mangsit luwih sangking ramanipun, winruhken
angsale wesi, kang mijil sing ciptanipun, minangka ratuning
wesi, ageng preba- (k. 345) wa kinaot.
(19) Sampun telas Anjani piwulangipun, Ki Jaka padhang nam-
peni, landhep panggraiteng kalbu, Anjani trustha kang ga1ih,
malih nebda sang Kinaot.
(20) "Pan ya uwis Jakasura jarwaningsun, ge pamita bumu dhi-
min, maneh nyawa weling ingsun, aja sira anggung kingkin,
null sebaa ~ang Katong."
(21) Puma weca nir Anjani tan kadulu, Ki Jaka gambireng galih,
glis mantuk praptanya pangguh, lan ibu tinanya titi, "Marang
ngendi putraningngong.
(22) Dene sira ya sawengi nora mantuk, gawe rudahe tyas mami,
3un sawengi. tan tuk turu, mung sira katon kumantil", kang
putra umatur alon.
(23) "Wau dalu kula panggih empu sepuh, namenipun Mpu An-
jani, sung jarwa mring kula lbu, digbyanipun empu sekti,
kang winulangken dhateng ngong.
287
(24) Mangke lbu inggih kula estu nusul, yun uninga rama mami,
lun ulati Majalangu, (k. 346) ing welinge Yang Anjani, kin en
laju ngabdi katong."
(25) Sang Dyah kanggeng wusana micoreng kalbu, "Lamun ora
sunlilani, mesthi adreng putraningsun, kudu arsa wruh su-
darmi, Ian arsa ngawula katong.
(26) Angur baya sunleganane putrengsun, sangking kudu wrin
kang kardi, yen Pangran emut sesunu, mesthi enget marang
mami, bisa gilir mring wak ingong."
(27) Awusana sang Retna lejar tyasipun, karseng putrn denlilani,
dyah driya srah mring Ywang Agung, kadugena karseng
siwi, nulya sang Dyah ngandika Ion.
(28) "lnggih lbu sok dhasara saged pangguh, kelawan pun Rama
benjing, llianana kula lbu, estu pangkat din ten niki", kang
ibu nglingira alon.
(29) "Ya mangkata putraningsun mumpung esuk, ingsun nyawa
tan nyangoni, mung cegah sun mangan turu , dadya sangonira
Kaki, Ian wesi kang rupa calon.
(30) Tetilare ramanira duk karuwun, ya gawa- (k. 347) nen iku
Kaki, gawenen tetenger besuk, pratandha sira nak mami,
Ian prepatira wong roro.
(31) Ya gawanen meiu dadi tandha tuhu", Jakasura nembah lari,
prepat kalih atut pungkur, noncol calon buntei ngupih,
semarga ageyang-geyong.
(32) Lepas lampah nasak wana njujur gunung, telatah Sendhang
kawingking, semarga datan winuwus, prapta kikis Maos-
pait, kesthi dhandhang cunduk katong.
XLIT. DHANDHANGGULA
( 1) Jakasura lampahnya lestari, ingiringken kalih kang parepat, ..
Lega Legi sami genge, mangam bah ing wan a gung, sami bi-
ngung tan uning margi, kang anjog marang praja, nenggya
Majalangu, semana prapta padesan, Iare angen neng tegal
288
•
sapa- (k. 350) tine Patih Wahan, apa ingkang prayoga guman-
tya patih, warise ora ana."
(9) Kang sinung ling nembah turira ris, "Dhuh Dewaji kawula
sumangga, mangsi borong karsa rajeng, di dalem Majalangu,
sepuh anem yogi mengkoni, among wadya sakirna, tan kilap
Pukulun", sang Nata malih ngandika, "de PU:trengsun ing
Demak si Adipati, lawas tan ana seba.
( 10) Apa dadi sabab tan sumiwi", Arya Simping manembah tur
weca, "Putra dalem ing wiyose, tan wonten wecanipun, na-
mung sawek anambut kardi, iyasa mesjid Demak, langkung
agengipun, para wali mestu deya, nggen ngyasani mesjid
ageng.lawan srambi, ribeng putra panduka."
(11) Sri Narendra dhawuh sebda gati, "Bocah gandhek sira timba-
lana, si Dipati Bintara ge", kang liningan wotsantun, ken tar
aglis seka ring ngarsi, sang Nata malih nebda, marang dasih
empu, "Heh bocah empu kang lunga, angulati (k. 351) empu
ngumur pitung warsi, kang aran Jakasura.
(12) Kaya priye apa wis apanggih", Supadriya umatur manembah,
"Amba nuwun ~uka rajeng, di dalem para empu, sedayanya
sami ngulati, niti sutaning karya, weradin tan pangguh,
tan won ten keng angsal karya, lare nami J akasura pitung war-
si, di dalem atur pejah."
( 13) Gya kesaru J akasura prapti, lare tiga njujug wringin kern bar,
tebih kapriksa mring rajeng, ngandika· Jeng Sang Prabu,
"Bocah gandhek priksanen aglis, de ana bocah prapta, njujug
wringin kurung, iriden mring ngarsaningwang", ingkang
kinon mestu nembah kengser ngarsi, glis prapta pangguh
Sura.
(14) Lon tinanya tri weca kang nami, wusnya weca Sura kerid
duta, prapta ngabyantara rajeng, tiga lare mandheku, ngandi-
ka Ion Kangjeng Sang Aji, "Heh bocah ngendi sira, njujug
wringin kurung, lawan sapa aranira", matur nembah, "Amba
lare Sendhang Gusti, namilun Jakasura.
(15) Rencang ulun nami Lega Le- (k. 352) gi, mila amba njujug
290
,
\
291
•
292
-
kawuwusa narpa neng purl, ingayap para garwa, tarap mung-
ging ngayun, sang Nata Ion paring pirsa, marang garwa Jeng
Ratu Andarawati, ing purwa karseng narpa.
(29) Sang Dyah mestu ing karsa Raka Ji, gya kang putra kinen
maesana, Dyah Rasasekar sang Sinom, kang kinon awotsan-
tun, garwa kalih ingkang tinuding, njenengi ingkang putra,
semangke sang ing rum, Rasasekar pinaesan, pinenganggyan
raja kaputren sang Dewi, mimbuhi ayu raras.
(30) Tuhu ayu pasemon mrak ati; raga krana lir Dyah Dresanala,
tumrun sangking kaswargane, kadya murca dinuiu, tuhu
punjui samaning putri, Dyah wasis barang karya, ing sesmita •
putu- (k. 357) s, mupugi sesamaning dyah, ayu tuius kem-
pyange datan kawijil, pambek tyasnya rahatja.
(31) Kathah lamun rinengga sang Dewi, ri sampunnya sang Dyah
pinaesan, nuiya ngaturken sang Rajeng, kuneng gantya wi-
nuwus, Jakasura kinandha ma1ih, mangke wus binusanan,
atja kampuh pelung, paningset renda suratya, dhuwung on-
cen alancingan cindhe wills , tirahnya rinenda mas.
(32) Gelang kana badhong anting-anting, kelat bau naga endras-
mara, rumbing cakra mas ingonce, jamang sinotya murub,
cundhuk serat garudha wuri, saya embah keng warna, tuhu
yen binagus, lir juwata Ywang Asmara, ngeja wantah tumrun
aneng Maospait, kang mulat keh kesmaran.
(33) Wau sampun ngandikan mring purl, Pangran Sendhang nga-
turken kang putra, Jakasura kang temanten, ingiring para
empu, Ian pratiwa ing Maospait, kang saos ngarsa narpa, gung
prajurit penuh, neng a- (k. 358) lun-aiun sumahap, Sri Naren-
dra Ian garwa Dyah Prameswari, kang lagya ngimur putra.
(34) Sang Kusuma mungging ngarseng darmi, nata nebda miyos-
ken pamuiang, "Y a kramaa putraningngong, Ian Sura bagus
terns, jar wus dadi ubaya mami, de bisa gawe criga, dadi agem
ingsun", sang Retna minggu tan weca, merang konjem tu-
mungkui anerat siti, nata kadugeng driya.
(35) Tandya dhawu}]. mring niyaka estri, "Bocah wadon age tim-
293
balana, ya si Sendhang Ian anake, iriden ngarsaningsun",
sigra kentar cundhaka estri, ing Jawi panggih Pangran, dhi-
nawuhken sampun, sandik.a gya kerid duta, sampun tekap
mungging ngabyantara Aji, sumungkem konjem kisma.
(36) Agupita sagung para putri, anglembana mring Sang Jakasura,
wong bagus tan na cacade, keh solahe pra arum, Ion ngandika
Kangjeng Sang Aji, " Heh Lara tingalana, iku Sura bagus, pra-
wira wasis ing karya, ya kang dadi brang- (k. 359) tane ing
ga1ih mami, taruna wis aguha.
XLIII. SINOM
(1) Nata dhawuh marang Sura, "Iki Sura putra mami, kang dadi
ganjaran ingwang, tampanana Nini Putri, null gawanen mijil,
ya laju mengkua Jenu" , nembah nuwun Sang Sura, "Pasih-
an dalem kapundhi" , sang Kusuma gya binekta marang tra-
tag.
(2) Tinitihaken wilisan , upacaranira asri, dan-edanan mung-
ging ngarsa, ngaJih rakit jalu estri, ing paglaran wus prapti,
tengara kuttnat gumuruh, tambur slompret Ian gangsa, urut
marga gantya muni, renggeng marga lir sang Nata miyos para.
(3) Tandya klangenan narendra, besan mijil sangking purl, gang-
sal rambahan kathahnya, ngalih rakit warna sami, pan samya
trah pinilih, atmane pratiwa anung, pinethuk neng Paglar-
an , ladosan tundhan sanagri, kuda songsong neng bakung
apenuh tata.
(4) Nulya sami nitih kuda, sinongsongan alumaris, gongsa munya
(k. 360) mungging wuntat , semarga kepyarsa ngrangin, gen-
tya winama malih, dyan temanten kang winuwus, aremben
lampahira, labet marga penuh jalmi, kang mangeksi "Ebat
Sura laju mulya." •
294
upacaranira asri, garwa nata kekalih nitih jempana.
(6) Mangater putra temantyan , ginarebeg para mantri , alon
denira 1umampah_, ngurung-ngurung gung prajurit, wurinya
tandhu joli, garwane para tumenggung, de jalma kang ne-
ningal, sungsun timbul ting kalesik, "De sih lare pengantyan
apindha dewa."
(7) Tangeh yen rinenggeng lampah, wamanen pan sampun prap-
ti, ing dalemnya Pangran Sendhang, jejel mantri myang bu-
pati, lenggah kubeng pendhapi, dalem penuh kang pra arum ,
manggihken kang temantyan , ing da- (k . 361) lem miwah
pendhapi, Pangran Sendhang wutah pasunggatanira.
(8) Suka dhahar minum samya, njawi nglebet 18 ) pan weradin ,
rampung nggennya abujana, gya besan sumaos ngarsi, tan ki-
nandha sanesing, mung sajuga kang kinidung , mangke methik
kang kandha, duk nguni narendra Bali, ajejuluk nerpati Ja-
yanglengkara.
(9) Lan prajurit Bauwama, kang kinarya wamengjurit, Tumeng-
gung Jayakusuma, kalih sami digbyeng jurit, ngering jebeng •
295
..
..
296
•
( 19) Kuneng lam bang pinengantyan, wamanen malih sang Putri,
wusnya kadugen keng karsa, langkung sih-sinihan ka1ih, ka-
kung wus nembadani, amrih trismane sang ing rum , laminya
tan winama, nggennya atut palakrami, sigra budhal mring
Jenu mboyong sang Retna.
(20) Ing nguni klangenan nata, pacengkraman langkung asri, da-
lemira endah pelak, gung pethetan Sri ngemohi, kacaryan
tyas sang Putri, rena dalem wonten Jenu, kuneng gantya wi-
nama, ing Bintara sang Dipati, pan sinewa sagung wadya
myang sentana.
(21) Mangke nuju ketamuan, d utanira Sri Bupati, Brawijaya Ma-
jalengka, ingutus nimbali siwi, pan sampun pendhak ari,
dennya ngarti karseng sunu, tansah sinanggi krama, wau rna-
rang sang Dipati, ponang duta ke- (k. 365) lamen kaku tya-
•
stra.
(22) Arsa amit mring dipatya, mantuk dhateng Maospait, gan-
dhek ka1ih marseng ngarsa, eca lenggah sang Dipati, tan arsa
anaklimi, mring dutanya danna Prabu, gandhek matur dipa-
tya, "Dhuh Angger sang Adipati, bok suwawi nunten sowana
ramendra.
(25) Pan kawula sampun lama, pendhak dinten amba nganti, de
wadya Bintara pekak, sakeprabon sampun mranti, punapa
denantosi, boten tindak marseng Prabu" , Ion nebda sang
Dipa ¥a, "Muiane tan seba mami, iya marang negara ing Ma-
jalengka.
(24) Ngenteni islame nata, myang sewadya Majapait, nguni wus
matur manira, iya marang Sri Bupati, sun uwis angaturi,
gama Islam kaya ingsun, emenge ing tyas ingwang, nata du-
rung bekti wall, pan manira wong Islam manut agama,
(25) tan wenang nembah wong Buda, tan ketang Rama Nerpati,
yen Buda tan arsa nembah, dene tan iman sang Aji, tan pati
seba mami, yen durung I- (k. 366) slam sang Prabu", an-
jenger duta nata, myarsa sebdaning dipati, jrih lumiyat tu-
mungkul ulate biyas.
297
(26) Nulya amit duta narpa, matur soso tan pinyarsi, nuwun man-
tuk mring prajanya, nembah lengser sang Duta Ji, semu me-
sem dipati, uning solah d uta prabu, eca denira lenggah, kang
sumewa sami ajrih, Kyana Patih Wanasalam matur nembah.
(27) "Dhuh Gusti sampun kaecan, luwung nunten madeg baris,
tan wande sang Nata duka, lamun duta matur Aji, sasolah
bawa Gusti, sampun kengis duta prabu, panduka sampun
nemah, nedya purun Ian danna Ji, sampun tanggel luwung
rakit sabilollah.
(28) Yogi nunten matah wadya, kang sura pretameng jurit, Ian·
.. ngaturana uninga, inggih dhateng para wall, nuwuna ingkang
idi, rahayuning aprang pupuh, basukenipun wadya, mrih
unggule ing ajurit, jer panduka wus nedya nyantuni alam.
(29) Yen ngantos san de ing karsa, nanggung aras ajrih sabi- (k.
367) 1, tur mangsi wandea yuda, jer sampun anemah sisip,
luwung ngadhepna pati, bokmenawi manggih hayu, sae ingu-
cap wuntat, yen pejah ngrebat negari, lamun unggul wibawa (
tedhak-tumedhak:' ·
(30) Sang Dipati legaweng tyas, myarsa tumya Kyana Patih, sang
Dipati angandika, "lya Kakang sun nuruti, mangsa bodho
kang pikir, pematahira mring wadu, kang bisa sur~ weka,
kang mrih aijanireng wuri", mestu ing reh Kyana Patih ma-
tah wadya.
(31) Sang Dipati gya luwaran, kang sumewa bibar sami, laju sa-
mya berdandanan, sakeprabon ing ajurit, wusnya matah Kya
Patih, kang dadya pecabeng kewuh, catur dasa lumampah,
sikep kuda amiranti, anom-anom mempeng suraning alaga.
(32) Warnanen sang Adipatya, mijil sangking dalem purl, tan won-
ten dasih kcptg wikan, anamun nggennya lumaris, pan arsa
nyuwun idi, marang sagung para wiku, dhateng Ngampel.
sinedya, ti- (k. 368) ndakira sang Dipati, prapta Ngampel
cundhuk laju ingancaran.
(33) Gepah majeng ngaras pada, sang Wiku mangrangkul ririh,
wusnya putra kin en lenggah, Ion ngandika sang Ayogi, "Ana
298
•
karya kang gati, dene sira panggih Ian sud", kang putra nem-
bah weca, "Kawula anuwun idi, estu arsa ngrebat kraton Ma-
jalengka.
(34) Amengsah narendra Buda, lun sumedya anglawani, tandhing
prang Ian Kangjeng Rama", mesem ngandika sang Yogi,
'"Y a Kaki sunlilani, pan wis stdheng mangsanipun, balik
suntanya sira, apa wis kalilan Kaki, mring kang karya jagad
kabeh kang misesa.
(35) Lawan pangestune kanca, gung pra wall nungsa Jawi, kang
wis dadi nata klipah, lawan pra pandhita mukmin", putra
matur wotsari, "Sedaya pra wali sampun, rumojong dhateng
amba, sami sung jimat ing jurit", sunan myarsa ing atur
putra tyas trustha.
(36) Wusana sang Wiku nebda, "Wis muliha sira Kaki, ya nuli
da- (k. 369) ndana yuda, ingsun jaga aneng masjid, ngi-
ras ngadani srambi, Ian kancasun para wiku, nguni sun wis
semayan, ngajak angadani srambi", ingk~g putra nembah
amit wus linilan. .
(37) Nulya lengser sang Dipatya, sangking ngarseng darma yogi,
gya laju ing tindakira, dhateng Benang miwah Girl, karsa
ngaturi uning, prapta dhepokira pangguh, sedaya pta pandhi-
ta, suka rumojong ing jurit, wusnya sami tindak dhateng ing
' Bin tara.
(38) Kuneng gantya kawuwusa, dutanira Sri Bupati, kang mantuk
mring Majalengka, gancang lampah prapta nagri, laju lume-
beng purl, nulya katur Jeng Sang Prabu, gya kinen nimbal-
ana, anggandhek seksana kerid, tekap ngarsa wotsekar nga-
turken weca.
(39) Wus katur sakreh dinuta, saatumya sang Dipati, lukitanira
sakirna, yen putra tan arsa nangkil, kanggeg ngungun sang
J\ji, myarsa duta ingkang atur, nebda kras winor duka,
"Bo- (k. 370) cab timbalana aglis, wayah ingsun ing Terung
si Pecattandha."
(40) Kang kinon nembah gya mesat, wus mijil sangking jro purl,
299
sapraptane Pagelaran, pangguh lawan sang Dipati, ing Terung
nulya kerid, manjing pura prapta bukuh, manata sileng ngar-
sa, muka lir konjem ing siti, ngraos nyipta yen kinon yuda
ken aka.
XLIV. PANGKUR
( 1) Ngandika kras Sri Narendra, "Heh Dipati ing mengko ya sun-
tuding, marang Bintara digupuh, nimbali si Dipatya, kakang-
ira si Patah wani marang sun, mengko suntempuhk.en sira,
jer sira kang nanggung nguni.
(2) Yen kering salakonira, sunapura solahe ingkang sisip, yen tan
kering salakumu, ja pati mulih sira, lamun ora anggawa ban-
dan kakangmu, si Dipati Natapraja, ya mangkata dini iki.
(3) Nggawaa mantri bupatya, pilihana kabeh wong Maospait,
prajuritsun Majalangu, adunen ing ayuda", sang Dipati nem-
bah (k. 371) sandika turipun, "lnggih darmi lun lumampah,
angsala pangestu Aji.''
(4) Sang Nata maHh ngandika, "Heh Dipati iki pusaka mami,
Segarawedang ngran dhuwung, gawenen amrejaya, mring si
Patah jer sira sesulih ingsun", sang Dipati majeng nembah,
nampeni pusaka Aji.
(5 ) Mit nembah lengser sing ngarsa, sang Dipati mijil sangking
jro purl, praptanya Paglaran laju, dha\vuh amepak wadya,
agupita sagung dasih Majalangu, kadya gabah inginteran, gu-
mer swareng kuda jalmi.
(6) Pepak agung wadya koswa, kang untiring lampahnya sang
Dipati, gung wadya kuswala penuh, lir trunaning udyana,
busana bra maneka warna dinulu, pan kadya sekar setaman,
busana retna nrawungi.
•
(7) Sresegireng kang warastra, angenguwung lir pendah kilat
thathit, myang wahana kuda penuh, lawan rata sekatha, kuda
jalma wor tengareng hoter gumruh, barung tengara tinem-
bang, anglir udan sinemeni.
•
300
•
(14) Keh kluruk kang sata wana, kidang kan~il neng alun-alun
belik, manuk ason-ason ngalup, grendan dares wurahan , dalu
munya kokokbeluk bleketupuk, mendhung tawang bang
asinang, lir pendah segara getih.
( 15) Kathah tengaraning jagad, lindhu ambal ping sa pta pan saari,
lintang kumukus ing dalu, sampun prapta ngubaya, surya can-
dra ted huh dhedhed udan awu , bekasakan prapta kathah, laju
neluh manungsa gring.
( 16) Kuneng malih kawuwusa, adipati ing Terung kang lumaris,
301
•
(23) Nguni ing Prang Bratayuda, Sang .Arjuna tandhing Ian Surya
siwi, pan punika tunggil ibu, sanes ingkang sudanna, nggih
punika wratirarsa madeg ratu, lamun boten mekatena, taa
jejeg Iampahing adil.
(24) Mila ratu boten ketang, ngeman yayah kadang sentana ka-
lih, sangking adil angsalipun, awrat sarating nata, boten etang
302
•
' -
kadang danna Iawan guru", tansah le- (k. 376) geg sang Di-
patya, myarsa tur Patih mranani.
(25) Semantri matur dipatya, "Adhuh Gusti sampun susah kang
galih, mengsah Ian arinta Terung, amba karyanen balang,
uncalena inggih wonten madyeng p'u puh, dadosa bantening
yuda, yen pejah beja tuk sabil."
(26) Samambung ri sang Pendhawa, "lnggih Ieres turipun nak
Seniantri, pun Kakang rumojong pupuh, SaJllpun susah pan-
duka, tindak aprang arnba abener rumuhun, mengsah tiyang
Majalengka, Ian anak Iman Semantri.
(27) Lebura awor Ian kistna, inggih amb~ karyeng prang tan
gumingsir", sang Dipati nglingnya arum, "Nggeh sami amba
trima, yen mekaten nedha sami so wan wiku", seksana sang
Adipatya, marseng panaguh para wall.
(28) Wau ta ingkang winarna, para wall wus sami mungging mas-
jid, yasa srambi karsanipun, pan lagya wiwit nggarap, gunging
saka lagya rinimbas winadung, Sunan Ngampei pan wus prap-
ta, Ian kang putra Swnan Girl.
(29) Prapta malih Suna- (k. 377) n Benang, Ian kang Rayi Sunan
Ngudung lan Kali, Sunan Ngatasangin rawuh, Ian Sunan Wur- '
yapada, Pangran Crebon Ian Seh Maulana rawuh, tenapi Pa-
ngeran Bayat, Ian Seh Domba Geseng prapti.
(30) Pepak sagung wall Jawa, mungging mesjid njenengi nambut
karai, sang Dipati mangsah ngayun, Iaju ajawab asta, apre-
nata sang Dipati salaman wus, nulya Ienggah ngarsajajar, gya
matur.mring darma yogi.
(31) "Pukulun amba tur Wikan, din ten mangke sang Nata Maos-
pait, utusan pun Y. ayi Terung, nggih kin en nyepeng am·ba, .
gung pra wall uiun arnit mangsah pupuh, metl;luk tiyang Ma-
jaiengka, angaben wadya prajurit."
(32) Sunan Ngampel Ion ngandika, "Kaki Nata Girl uruna becik,
prajurit kang tameng kewuh, kang wigya giar ing yuda, kang
minangka senopatenireng pupuh, dene Kaki Natapraja, aja
-
303
kongsi magut jurit."
(33) Mestu nata Ngarga nebda, marang Rayi Sunan Ngudung ti-
nuding, "Heh ta sira Yayi (k. 378) Ngudung, sunduta magut
yuda, wong Bintara kabeh adunen prang pupuh, ya madega
senapatya, dadia wakil dipati.
(34) Sapangrehira ngayuda, sira Yayi kang bisa glar ingjurit" , Su-
nan Ngudung Ion umatur, "Ki Lurah nggih sandika, lun
nglampahi ayahaning aprang pupuh, nanging amba lilanana,
anyambut baju Kiyai,
(35) Sikepan Antrakusuma, agernipun Yayi Sesunan Kali" , Sunan
Girl ngandika rum, "Yayi sakarsanira", Sunan Ngudung
nebda jawab arenipun, "Yayi Sunan Kalijaga, sun nyambut
agemmu klambi,
(36) iya Ki Antrakusuma, ingsun karya jimatan ing ajurit" , Sunan
Kalijaga matur, "Ki Raka nggih sumangga, sok cekapa dipu-
nagem ponang baju", kang raka mangsuli nebda, "Mangsa tan
sedhenga kami.
(37) Ya cekap nora cekapa, mung sunkarya pepundhen ingsunju-
rit", Sunan Kali gya tumurun , ambuka kang rasukan , Kyai
A- (k. 379) ntrakusuma anulya katur, marang Raka
Ngudung Sunan, seksana aglis tinampin.
(38) Kelangkung lega tyasira, Sunan Ngudung nebda asemu kibir,
" Lamun rila areningsun , sunagem magut yuda, mapag
mungsuh becike wong Majalangu, yen kanthi Antrakusuma,
sapa tandhing lawan mami.
(39) Aja si mungsuh dipatya, lawan Terung nadyan wuwuha ma-
ning , sepuluh Dipati Terung, mangsa sunkedhepena'', Su-
nan Kalijaga myarsa raka muwus, semu kibir kang kawedhar,
cinegah ngangkati pati.
(40) Sunan Ngudung malih nebda, mring Dipati, "Ya sapa melu
mami" , kang rayi Ion aturipun , "lnggih pun Kakang Sela,
kalih Iman Semantri menggaleng wadu, nindhihi wadya
Bin tara, sumangga ngreh ing ajurit."
304
I
(41) Sunan Ngudung gya sinebdan, mring pra wall madege senapa-
ti, misuwur sagunging wadu, sami gambira irtg tyas, dene wall
kang dadya tungguling pupuh, suka nggregut sagung wadya,
mangajab tempuh ing juri- (k. 380) t.
• .
(42) Sunan Ngudung uluk salam, jawab asta sarya mit pangkat
jurit, gya budhal kang wadya ngayun, tengara barung urn-
yang, wor pangriking kuda jahna hoter gumruh, gonjing kang
bumi prakempa, wor sresege astra wresni.
(43) Prajurit santri kumerap, ingkang sami sumedya perang sa
bil, tengara ciri peputhut, ana kang ciri jimat, rajah iman ana
sastra telung pupuh, dulur selur lampah wadya, Sunan Ngu-
dung nitih wajik.
(44) Dhawuk tutul geming kuda, pinenganggyan bibisan bra ret-
na Di, Sesunan agemnya baju, Kyai Antrakusuma, ngagem
sreban jangkangan rinenda murub, sebe klengkam tumpal
bara, sinongsongan kertas putih.
(45) Lir Sang ·Resi Dewabrata, bratayuda Kurawa senapati, gawok
kang sami andulu, de santri mangsah yuda, tan winarna lam-
pahira neng marga gung, ginelak lampahing wadya, nrajang
wan a jurang sungil.
(46) Siluk rawe-rawe ra- (k. 381) ntas, dadya gancang prapta
, nggen mengsah keksi, kendel makuwon sewadu, wus antuk
papan banar, p~nuh mblabar'wong Bintara baris kumpul, tan
ngant~ra ngaso kang wadya, kaselak mengsahnya uning.
• 305 ;
ngit, wong Bintara kagyat ndulu, yen mengsahnya wus tata,
rakit gelar tata trap sajuru-juru, wong Demak karoban lawan,
sasat karubuhan langit. ·
(50) Se- (k. 382) sunan Ngudung sinewa, mring gung wadya
miwah kang santri murid, Patih Ngudung Ion umatur, "Gusti
Yogi mudhuta, bantu malih de mengsah geng barisipun", Su-
nan Ngudung Ion ngandika, "Sun tan nedya mundur jurit."
XLV. DURMA
(1) Sunan Ngudung parentah nimbangi gelar, grudha nglayang
- keng baris, wong Ngudung minangka, dhadhanira kang gelar,
wong Demak penjawat kering, kang mungging kanan, prajurit
Seta mranti.
(2) Tigang ewu cacah wadya koswa Demak, tindhih Iman Seman-
tri, sewu wong Sesela, tindhih Getas Pendhawa, wong Kudus
sewu prajurit, kumpul sajuga, panca ewu rumakit.
(3) Campuh sunap mungsuh rowang long-linongan, gebyare
gutuk api, anglir barung kilat, jeguring kala taka, kadya
bentar ponCL~; ardi, dreling sunapan, punglu apendah wresni.
(4) Kandha tunggul ketarnpak pedhot manglayang, 1ir kluwung
nibeng rawi, guging kala taka, 1ir gelap sewu ngampar, (k.
383) hoter gora manengkeri, 1ir .alun sagra, manempuh pa-
•
rang cun.
(5) Lebu murla mawor kukusing kucika, peteng 1ir tengah wengi,
keng yuda gagapan, tan ana kang tinaha, rug-ingarug sura
mamrih, babrak manguwak, swareng astra ting crengkling .
•
(6) Mungsuh rowang senjata wus tanpa guna, ngrok watang li-
ru titih, murub kang bedhama, katiban mimis sawat, tuk bau
pedhot kebanting, ketampak sawat, sambate jalma kanin.
(7) Mung ting brekuh labete tan ngeman lena, keh nggladrah ni-
beng siti, ana laju pejah, bangke pating galimpang, temah
papa sagra getih, lumut bandera, peparang astreng jurit.
306
•
(8) Pan wus bibrah tatane wadya Bintara, tan ana mangga pulih,
ngungsi senapatya, Sunan Ngud ung minangka, pramugari-
ning ajurit, Sunan parentah, kinen ngumpul kang baris.
(9) Wus tinata arakit gelar candrasa, nggregut surat mawanti,
barung Ian tengara, kendhang gong masaur- (k. 384) an, te-
ngara Kudus tan muni, tinabuh bengkak, lamat sor ing-
kangjurit.
(10) Patih Kudus tur wikan yen bendhe bengkak, Sunan sebdanya
wengis, "Nora dadi baya, bendhe kunarya tandha, jirnat ing-
sun wis premati, Antrakusuma, ageme Kangjeng Nabi.
(11) Sapa ingkang prajurit ya kaya ingwang, ngagem jimat linu-
wih", ya ta Ngudung Sunan, nylirani mangsah yuda, respati
anitih wajik, angagem watang, mungging asta kurnitir.
(12) Sareng nempuh baris mungsuh lawan rowang, 1ir ombak ja-
lanidi, surak lir ampuhan, wor krapyak watang ing prang,
sami suraknya mrih pati, gruduging astra, 1ir gelap awor riris.
( 13) Ramening prang angungkih-mangungkih Iawan, binendrong
ganti bedhil, punglu anglir wresa, rangap watang payudan,
panah lembing ting saliring, gebanging sara, lumarap ngilat
thathit.
(14) Long-linongan kang mungsuh ke1awan rowang, sami Ionge
kang mati, wireng Demak panggah, (k. 385) tan ana noleh
wuntat, wong Majapait mangungkih, sang Adipatya, ing Te-
rung angawaki.
(15) Wadya Kudus kang tinrajang mring dipatya, tinracak ing tu-
ranggi, marnuk numbak mengsah, wong Ngudung keh kang
singsa1, lumayu aniba tangi, ngungsi mring wuntat, weneh
wor mungsuh ndhelik.
( 16) Kang kecandhak akeh pejah ting selayah, wong Demak tyase
•
miris, Sunan Ngudung krura, mangsah ngrejahken kuda, aglis
pangguh Ian dipati, ing Terung mojar, "Sapa ranmu praju-
\ ·t "
n.
( 17) Kang tinanya mangsuli sugal wuwusnya, "Sunan Ngudung ran
307
•
•
'
308
tindhih ratu sasra nagri, sura nglaga, gya. tedhak sangking
wajik.
(i8) Mangsah dharat kang tinempuh pyak binabrak, wong Terung
keh kang lalis, myang prajurit Sela, mamuk mangrempak
mengsak, ngrebat layon senapati, sampun krebat, wong De-
mak ngamuk ngungkih.
(29) Tindhih wadya Sang Semantri nglanjak nengah, wus pangguh
la- (k. 388) n dipati, asru dennya mojar, "Sun iki belakena,
marang senapati mami", sang Adipatya, a tanya mring kang
prapti.
(30) "Heh prajurit prapta sapa aranira, de arsa bela pati, wong
santri taruna, pantese anyar krama, suneman menawa mati,
mendah garwanta, tangise ngrendeng ati."
(31) Kang tinanya mangsuli sugal wuwusnya, "lngsun Iman Se-
mantri, tetindhihing wadya, becike wong Bin tara, sabate Jeng
Sunan Kali, wus putus sastra, kepengin wruh ing pati.
(32) Age mara ingsuniki belakena, mring senapati mami, endi ga-
manira, tamakna angganingwang", sang Dipati mesem
angling, ''lngsun tan watak, ndhingini ing ajurit.
(33) Balik sira iya Santri ndhinginana, sun arsa angicipi, mring pa-
numbakira", Semantri tyas bremantya, numbak asru datan ti-
tis, watang binuncang, mangsah gya narik keris,
(34) Kyai Crubuk minantran sigra nerajang, tibeng jaja (k. 389)
1ir agn1, sang Dipati hiba, limut purwa duksina, tan pasah
ndhepani siti, Semantri sumbar, "Tan padha lawan mami."
(35) Nulya enget jenggirat ngadeg suranya, sarwi kras dennya ang-
ling, "Heh Santri diyitna, sunwales mengko sira", ngesthl
petak sang Dipati, nulya ginetak, mamprung lman Semantri.
(36) Kadya balang tibanira pan atebah, dhawahnya tan kaeksi,
wadya santrenira, keh kang tut direng petak, kang kepe-
ring datan eling, weneh malesat, dumadya tyase wingwrin.
(37) Kiping kanan Kyageng Sela mangsah krusa, lir Jaladara
sekti, musthi sara digbya, kang tinrajang sub sima,
309
tan ana kang lawan jurit, surup Ywang Arka, gagap sapih
kangjurit.
(38) Mungsuh rowang mundur sarni mesanggrahan, de layon sena-
pati, sampun sinaenan, sinucen tinabela, Kyageng Sela dha-
wuh angling, marcmg keng wadya, ngatema layon mulih.
(39) "Bocah Kudus yen prapta si- (k. 390) ra matura, marang sa-
gung pra wall, yen mungsuhsun awrat, suwunna bantu wa-
dya, sakeh wong kang nambut kardi, ya pinantesa, ngamung-
najalma ndhagi."
( 40) Kang liningan sandika anulya kentar, lay on mangkat ing la-
tri, wadya astha dasa, kang ngiring layonira, gancangan lam-
pah semargi, sarni manggustha, mring sunan kang wus lalis.
(41) Nguni sunan kengis sebdanyajubriya, temahe manggih pati,
kasiku Ywang Sukma, dadyakasor yudanya, sungkawa semar-
gi-margi, sigeg ing lampah, gentya ingkang winami.
(42) Sunan Kali kang tugur neng masjid Demak, bakda wetu ma-
rengi, sunan kagyat mriksa, baju Antrakusuma, prapta dha-
wah kuthah getih, wus nyana tiwas, kang raka nggennya ju-
rit.
(43) Sunan tandya ingkang embok pinanggihan, nglingjarwa asung
warti, "Kangbok baju kula, prapta akuthah erah, pun Kakang
. kula antawis, kasor ing yuda, estu yen tekeng lalis.
( 44) Mengsah aprang la- (k. 391) wan prajurit Majalengka", ke-
saru Sang Semantri, dhawah sangking wiyat, glis cinandhak
mring sunan, tinimbul Iman Semantri, wus paripuma, mang-
sah nembah tur uning.
(45) Prapta purwa niskara solahing yuda, dugi tiwas ingjurit, ya ta
garwa sunan, Dyah Ngudung sareng myma, ing wecanira
Semantri, estu kang raka, seda madyaningjurit.
( 46) Sang Retna yusru anjrit atebah jaja, sambat kakunge lalis, ..
tuwin ingkang putra, jalu estri karuna, sesambate melas asih,
Jeng Sunan nulya, mangimur kang rudatin.
( 4 7) "Kangbok Yogi mupusa karsaning Sukma, beja kang sahit
310
•
sabil, antuk swarga mulya, panutanjaman kina, tedhake nabi
linuwih, sahit ngayuda, jalaran rnantuk swargi.
(48) Raka dika ngandelken Antrakusuma, yen sejawining pesthi,
kenging ngandelena, yen sarnpun pesthi Sukrna, tan kenging
dipuntulaki, riadyan k3llg gesang, benjang tan wande lalis.
(49) (k. 392) Kuneng gantya dutane Ki Ageng Sela, kang ngutus
atur uning, dhateng pra pandhjta, saba rnring sang Dipatya,
ngiringken layon kang lalis, Ian kinen rninta, bantu awrating
jurit.
(5"0) Samp~n katur dutane Ki Ageng Sela, rnarang Jeng Sunan
Kali, sang Wiku Ion nebda, "Kangbok age kondura, anyae-
nana keng lalis, de sira J aka, ya mayo se ba Yogi."
(51) Wusnya jarwa Jeng Sunan anulya linggar, putra Ngudung
urniring, laju· rnring Bintara, ing wuri dyah urnangkat, nyare
ngi layoning laki, gancanging kandha, wus kinubur kang lalis.
(52) Kuneng gantya winama sang Adipatya, sarnpun ngaturan
uning, yen kang raka seda, wonten rnadyaning rana, langkung
puntek tyas dipati, denilar kadang, ing driya langkung king-
kin.
XLVI. ASMARADANA
(1) Nulya cundhuk sang Dipati, rnring pra wali sedayanya, ngar-
seng Sunan Girl Ngarnpel, rniwah Sunan Kalij~ga, putra
Ngudung wurinya, pepak sagung para wiku, nggusthi sena-
pati yuda.
(2) (k. 393) Urnatur sang Adipati, "Arnba nuwun nerang karsa,
sinten kang narnbung lampahe, sasedanipun pun Kakang, su- .
rnangga karsa Tuwan, narnbungana watang putung, rnenge-
jurn kumbala wedhar."
(3) Sunan Girl ngandika ris, "Si Jaka Ngudung dadia, anggen-
teni sudarrnane, Ian rnadega senapatya, ngejurn wudharing
bala, Ian rnengkua nagri Kudus, rnupakata pra pandhita.
(4) Sagunge pandhita wali, sedaya angestrenana, putra Ngudung
311
ing adege, gumantosa juluk Pangran, Ian madeg'senapatya,
turut aneni warni bagus, memba Dewa Ywang Asmara."
(5) Sunan Ngampel nambung angling, ''Jebeng priye ngrehing
yuda, dene st1.napati Iare", narpa Girl lon turira, saweca mring
sudanna, "Mila wayah kang sumambung, angsala kang pena-
,
gihan.
(6) Sudanna jumurung karsi, "Luiah iya bener sira, antuka ngu-
di tuwuhe, nanging becik kinanthenan, mituwa dadi emban",
Sunan Girl Ion turipun, "Nggih pun Patih Wanasalam,
(7) dado- (k. 394) sa emban serati, kados boten. kekirangan, yen
wonten rungsiding kewoh, mring keng dados senapatya,
Ian malih ing alembat, Seh Melaya yogenipun, rnitegaha ing
asa.mar.''
(8) Sunan Ngampel ngandika ris, "Heh Ki Jebeng Kalijaga, uruna
sekti gunane, yen ngandelna bau lamba, pira kuwate yuda,
pira tose otot balung, pan meksih kuwat paekan.
(9) Lan pira kehe wong santri, nadyan silih kineriga, wong Bin-
tara pira kehe, mungsuh Ian wong Majalengka, kaci gung wis-
ma bala, ing pmng mesthi tan jrih nglampus, wong Demak
karoban lawan.
(10) Kumpule wong Demak kedhik, nadyan kulita tembaga,
myang sungsurna gegalane, balung wesi otot kawat, prang
mesthi kroban lawan, mangsa nggandraa sabedhug, yen ora
kanthi paekan."
(II) Sunan Kali matur aris, "Amba inggih pan sumangga, de sam-
pun pepak abe- (k. 395) ne, sagung kanca pra uliya, pan
sarnpun urun sarat, keng sarat ngetrapna dalu, enjangipun pi-
naguta."
( 12) Sunan Kali nulya angling, marang Rayi Sang Dipatya, "Ya
Jebeng paringna age, pethi jepun seka Plembang, lawan si- .
kepan kotang, Sunan Crebon ingkang asung, maonahe pari-
ngena."
(13) Mestu lengser sang Dipati, ngambil pethi sangking Plembang,
312
lawan keng baju kotange, tan dangu anulya prapta, pethi
pinaring putra, pan sarwi ngandika arum, kang putra winu-
lang wantya.
(14) "Yen benjang sira ajurit, ing dalu sira trapena, myang kotang
kebutna age, ping telu megenga napas, minggua aja nebda,
enjange kang pethijepun, wengakena aneng rana."
( 15) Matur Pangran awotsari, "Jeng Rama inggih sandika, darmi
lumampah sakarseng, angsala pangestu Tuwan", Pangeran gya
pemata, mring sagunge para wiku, pra wali ngestuti jaya.
(16) Sunan Ngampel ngandika ris, mring putra Jeng Su- (k. 396)
nan Ngarga, "Ki Lurah uruna age, sesarate ing ayuda, kris
seka raka para, Kalamunyeng raning dhuwung", kang putra
methuki karsa.
(17) Kepareng dhuwung winangking, Kalamunyeng gem pusaka,
gya sinungken putra age, apan sarwi angandika, "Nya Kulup
tampanana, yen wis prapta madyeng pupuh, tariken bareng
Ian kothak."
(18) Mestu Pangran Patih amit, mring sagunge wali samya, linil-
an sung pandongane, krig budhal wadya Bintara, kang mentas
karsa yuda, surane kadya binangun, tumut wangsul mangsah
ngrana.
(19) Wau ta lman Semantri, tan kendhak asor yudanya, amit nem-
bah mring gustine, tumut wangsul ~angsah ngrana, sewadya
muridira, +:uwin kang pra santri Kudus, taruna mantep sura-
nya.
(20) Kebut kang sami umiring, mring Gusti arsa puliha, marang se-
dane gustine, labet sangking penuh dana, mring sunan kang
wus seda, sumahab w~dya ing Kudus, anglir wredu angga sas-
ra.
(21) Sagunge (k. 397) pandhita wall, jurnurung sami urunan, sa-
wadya guna sektine, aselur Iampahing wadya, dinulu neka
wama, lir kuntul manebeng ranu, gung santri kang nganggya
seta.
,
313
(22) Nenggya sang lman Semantri, kang dadya menggaleng wadya,
tigangewu prajurite, magang naking karti yasa, nom-anom
mempeng suta, wuri patih tindhih wadu, wolung ewu tyang
Bintara.
(23) Pangran nambung wuri patih, kang minangka senapatya,
tigang ewu pmjurite, menggep Pangran nitih kuda, sinong-
song kertas seta, kaot anem lawan sepuh, 1~ kang rama da-
tan siwah,
(24) Sumrek kang bala lumaris, sangking gung wadya Bintara,
lir pendah samodra erop, tengaranya wama-warna, kadya
udyana puspa, myang megaring payung agung, lir peksi kren-
dha reratyan.
(25) Semarga datan winami, wus lepas lampahing wadya, glis prap-
ta pembarisane, laju sami mesangphan, ian Ki Ageng wus
panggya, tenapi gung bantu rawuh, Pangran Kudu- (k. 398)
- s pan wus lenggah.
(26) Tenapi Ian Kyana Patih, Wanasalam jajar lenggah, kang mi-
nangka mban sratine, myang sagung wadya Bintara, pra wira
mantri dhomas, aglar samya mungging ngayun, myang pra-
jurit astha sasra.
(27) Lan wadyanya Sang Semantri, sami andher munggeng ngarsa,
Pangran nggusthi ngreh ing kewoh, Ian Semantri Kyageng
Sela, mengsah mrih kisruh ing prang, Ki Ageng ngling minta
weruh, "Pethijepun sarat ing prang.
(28) Lawan baju kotang putih, kalih sami sraneng yuda, kados pu-
napa wamine, ingkang sangking pra uliya, senipun nggih
punapa", Ki Patih mangsuli wuwus, "Manira nggeh boya wi-
kan."
(29) Kyageng Sela kedah uning, "Bok suwawi dipunb~a, kados
punapa wamine", Pangran Kudus Ion delingnya, marang Rek-
yana Patya, "Born sinorog pethi jepun, wami ing jro pan
punapa." ·
..
314
•
315
sami risak, ya ta wau Pangran Kudus, kondur prapta kuwoni-
ra. •
(40) Lan Kyageng Seia wus panggih, nggusthi kinen undhang wa-
dya, anata geiar barise, k.inen rakit giar madigbya, gya
sengga geiar tata, kantha gedhong inepipun, kering kanan
ngapit tata.
(41) Sajuru-juru miranti, patih kantha inebira, Pangran kang mi-
nangka gedhong, sewadya Kudus rumeksa, ri Sang Pendhawa
Seia, mranti neng kering sewadu, Iman Semantri sisihnya.
(42) Tigang ewu kang prajurit, nom-anom sami ginala, sabat mu-
rid Sunan Lepen, Ian Ki Ageng ing Seseia, tunggal sabat Jeng
Sunan, kalih kaprawiran punjui, sami tindhih jalma darah.
(43) Wus tata gelar miranti, magut mring tegal paprangan, duiur
seiur gung barise, anggenggeng ngebaki papan, mangajab tern-
pub ing prang, tengara tinembang (k. 402) umyung, gurnang
ing tawang sawenang.
(44) Kuneng ingkang sampun baris, gantya malih kawuwusa, di-
pati Trung neng pakuwon, Ian pratiwa Majaiengka, nararya
rangga demang, Ian gung manca nagra kumpui, mangku dadya
nigang Ieksa.
(45) Enjang kumpui Ian manggusthi, dene risak penganggenya,
prabot kuda Ian sangune, minangka dening jinada, ing dalu
prapta kathah, sareng enjang tan kadulu, kewran tyase pra
dipatya.
(46) Dereng dugi nggennya nggusthi, kesaru pecambeng prapta,
neng ngarsa matur wotsinom, "Gusti amba tur uninga, won-
ten mengsah geng prapta, sangking Bintara kang mbantu,
Iangkung ageng dedamelnya. ,
(47) Senapatenipun jurit, Sunan Ngudung kang wus pejah, ing
mangke minulyakake, wangsul arsa ngudi lena, nggih dhateng
ing panduka", sang Dipati myarsa bendu, dhawuh kras kinen
nengara.
(48) Kebut wadya Maospait, sangking kuwon mijil samya, prapta
316
•
XLVll. P ANGKUR
317
-
(5) Murub muncar kang bedhama, keng ketiban ing mimis gutuk
api, bebau tugel sumiyud, kebuncang mimis sawat, wong
kebranan sambate pating barukuh, anggeladrah aneng kisma,
ting gelimpang kang ngema- (k. 405) si.
(6) Limut kukusing kucika, kang prang gagap peteng 1ir tengah
wengi, sudira arug-ingarug, swara brak rekatak, ting careng-
kling gumropak pating kalepruk, kang senjata wus kawuntat,
caruk watang kris mawa kris.
(7) Rebut rok mangkrak magalak, lenggak ginak manggoco genti
ngeris, kris crah cinandhak manggulung, sangking wuruning
yuda, mbek sudira tan ana kang eman lampus, sangking dera
wareg dana, dadar Ieier sing ing Gusti.
(8) Buleg lebu myang kucika, kang ayuda anggagah dera mamrih,
kathah prajurit kang lampus, weneh anandhang brana, sami
Ionge pepejah kelawan mungsuh, payudan banjir ludira, kang
yuda awuru getih.
(9) Lir nabrang tasik ludira, astra lumpur wus engga parang suci,
gya prapta kang angin sindhung, larud padhang paprangan,
sunap pejah tempuh watang lawan ganjur, caruk pedhang Ian
kulewang, lir nabrang samodra getih.
( 10) Mige- (k. 406) g-migeg caruk watang, weneh teken waos ke-
lawan lembing, ana welah panah busur, kasanter ing ludira,
kadya endhut waled bandera lelayu, sangking sami sureng yu-
da, tan ketang ngurugan pati.
( 11) Sewu kang pejah ing ngarsa, kalih ewu sing wuri ange byuki,
sangking ramene kang pupuh, pangguh sami sudira, genti nge-
ris weneh bithen gur-jinagur, udreg mangglut kalihnya kyat,
kang kebanting denkakahi.
( 12) Pangeran Kudus tumingal, yen wadyane esmu kasor ing jurit,
Pangeran nulya tumurun, sangking turangganira, sigra nyan-
dhak sesoroge pethijepun, binuka madyaning rasa, tan anta-
ra ta won mijil.
( 13) Tawon bani lawan sirah, andaledeg lir pendah toy a mill, prap-
,
318
ta ngebyuk ngantup mungsuh, bingung wong Majalengka,
ginarumung ingantup mukanya abuh, anunap mundur pra
samya, tan ketang rowang kang lalis.
(14) Kekes kawus tanpa ngucap, mundur mi- (k. 407) ris sakeh
wong Majapait, kurdha sang Dipati Terung, nylirani mang-
sah dharat, matak petak kang tawon ginetak mamprung, ta-
won sima tan katingal, myang jalma wus sima gusis.
(15) Keh tiba jawining rana, sigra mangsah Radyan lman Seman-
tri, nebda Sang Dipati Terung, "De iki santri kuna, bali ma-
ning apa wani marang ingsun, ya apa gegamanira, tamakena
mring wak mami."
(16) lman Semantri srunebda, "Nora susah sira ingsun wedeni 19),
tadhahana tangan ingsun, wus rinajah astengwang, mring
Jeng Sunan Kalijaga kang animbul, iki rajah pangleburan,
ran rajah Kalamisani.
(17) Suntabokken gunung gempal, segara sat manungsa mesthi
mati, diprayitna sira Terung", dipati ingayatan, kadhinginan
apetak Dipati Terung, Iman Semantri ginetak, sumemprung
dhawahnya tebih.
(18) Dhawah jawining payudan, sru sinurak mring wadya (k. 408)
Majapait, Kyageng Sela awas ndulu, yen mitrane sor yuda,
langkung kurdha gya nyandhak kang tulup sangkuh, Kyai Pie-
•
ret ngraning braja, pamonahing satru sekti.
( 19) Tuhu Tarub kang wasiyat, Kidangtlangkas paringan sing
Ywang Luwih, tumedhak 20 ) mring wayahipun, Ki Pleret
kang prebawa, wus tan ana kadigdayan teguh timbul, nadyan
lyane kang manungsa, kadigdayan tanpa kardi.
(20) Krura mangsah sing anebda, musthi sara lir Jaladara runtik,
duk mapulih putra lampus, direng Sang Pancatnyana, datan
wawang nggen mamrih kirdhaning pupuh, miyak rowang
ngrunjang mengsah, wus prapta ayunan jurit.
319
I
320
miwah kang para tumenggung, sewadya prajuritnya, lang-
kung kekes sarni ajrih magut pupuh, datan kenging ingabe-
na, kathah mbolos kang prajurit.
(30) Nengna ingkang neng barisan, kawuwusa sagunge para wall,
pan sampun ngaturan weruh, (k. 411) yen medheng kang
ayuda, mungsuh rowang tan ana kang magut pupuh, Sunan
Girl Ion wecana, mring kang Raka Sunan Kali.
(31) "Nggeh Ki Raka Nglepenjaga, pan Panduka katempah njang-
kung jurit, punapi keng dados ewuh, de m~dgeng boten yu-
da, mangsi borong panduka migunanipun, mrih purunipun
ayuda, Ian wiuyane sagung dasih.
(32) Lan nukrnaa dhateng pura, Majalengka diwikan karseng Aji,
sekalir migunanipun, panduka kang nulaka", Sunan Kali mes-
tu ing reh Rayi dhawuh, Sunan Ngampei nambung sebda,
"Heh ta iki Jebeng Kali,
(33) jimat waris Ngampeidenta, patrapena maju pat aneng purl,
mrih mirise tyase prabu, andulu wong Bintara", Sunan Kali
sandika nampeni gupuh, sastra srana wus tinampan, Sunan
Kali nulya amit.
(34) Linilan gya Iengser ngarsa, tanpa rowang sunan tindak priba-
di, lir bebalang anut Iesus, gli- (k. 4I2) s prapta Majalengka,
langkung samar tan ana jalrna kang weruh, njujug wisma
Rayi Supa, Pangran Sendhang gupuh mijil.
(35) Gurawalan methuk ngarsa, sarwi nyembah Jeng Sunan den-
aturi, gya Iaju lenggah sang Wiku, mungging jeladri wuntat,
ingkang Rayi Dyah Rasawuian wotsantun, Ion mangaras pa-
deng raka, wusnya sang Dyah jajar linggih.
(36) Pangran Sendhang angandika, marang putra Sura kinen nga-
bekti, tinedahken mring sang Wiku, Jeng Sunan nebda tanya,
"Heh ta Jebeng sapa rane bocah iku, kang sira kon nembah
mring wang, dene warnanira pekik."
(37) Pangran Sendhang matur weca, "Anak amba pun Sura ing-
kang nami, sangking Sendhang patut ulun, kapundhut mantu
nata", sang Wiku ngling andangu kawignyanipun, "Apa ta
321
•
wis bisa guna, pandhe keris ingkang becik.
(38) Dene ngambil. mantu nata, misih rare aglis tinriman putri" ,
Pangran Sendhang Ion umatur, -"Nglangkungi saged nyi-
(k. 413) pta, tosan sangking paningal ing wijilipun, ageng pre-
baweng buwana., kinajrihan gunging jalmi.
(39) Asih lulut atur bnma, nggih pun Sura tan kenging darnel ma-
lih; ingawisan dhateng Prabu", J eng Sunan dhawuh ~bda,
"Ya sun bae nyalingkuh karyakna dhuwung, yun weruh
kang keris pujan, wamane wesi ginaib."
( 40) Kang liningan tur sandika, Sura nyipta sangking tingal kang
wesi, pinijet kinarya dhuwung, mesalajer dhapumya, ingatur-
ken gya ingasta mring sang Wiku, Jeng Sunan ing galih trus-
tha, "Heh Bayi tarima mami.
( 41) Iki Sura yasanira, amnana dhapure ingkang keris", Sang Sura
nembah umatur, "Mesalajer punika", Jeng Sunan rum nebda
mestani kang dhuwung, "Sunarani Mesanular, ya nurut dha-
pure keris."
(42) Pangran mestu awotsekar, "lnggih leres panduka nggen mes-
tani", Sunan :n:Jih ngandika rum, mring Rayi paring pirsa,
"Sira Jebeng lungaa sing Majalangu, didhemit aja (k. 414)
na wikan, njujuga tanah Mentawis.
(43) Lan anakira si Sura, lanang wadon gawanen mring Mentawis,
kerana ing Majalangu, pungkasan gempur ing rat" , Pang-
ran Sendhang mestu dhawuh awotsantun, sang Wiku amit gya
tedhak, Pangran ndherekaken kori.
(44) Jeng Sunan wus tan katingal, Pangran Sendhang wangsul
pangguh Ian rayi, miwah lawan putranipun, jarwa wus gya sa-
nega, sedasihe sengadi andon mring gunung, wus binekta sa-
bati.hnya, latri nggen kentar saabdi. •
XLVlll. DHANDHANGGULA
-
(1) Tengah dalu nggenira lumaris, Pangran Sendhang Ian sagar-
wa putra, myang dasih binekta kabeh, ngidul manjing wana
322
•
gung, mring Mentaram sinedya karsi, lestari lampahira, ku-
neng kang lelaku, ucapen Sang Supa putra, kang jumeneng
nggentosi eyang neng Tubin, sampun ngaturan wikan,
(2) yen kang rama mangke angendrani, angles sangking nagri
Majalengka, sang (k. 415) Anom puntek driyane, tan wande
yen katempuh, mring sang Nata temah tuk sisip, manggusthi
lawan garwa, gilig arsa .nusul, wau dhateng ramanira, nulya
dandan sang Anom mangkat ing latri, sakwula warganira.
(3) Tan winama lampahireng margi, Adipati ing Tuban kang la-
gya, nusul marang ing ramane; Pangran Sendhang winuwus,
lawan putra sam pun pinanggih, Pangran gya enget garwa, ing-
kang anem kantun, teksih wonten nagri Sendhang, garwa put-
•
ra pan sami kinon rumiyin, Pangran mangsuli garwa,
(4) marang Sendhang Sedayu lestari, paning lampah sampun kur-
ungkunm, kang mangetan lawan ngulon, kuneng datan winu-
wus, gentya maJih ingkang winarni, tindaknya Jeng Sesun-
an, kang manamun laku, prapta nagri Majalengka, laju nukma
kang dadya karsanira Ji, wus datan kekilapan. ·
(5) Gya pininta marang ingkang kardi, ri wusira kang sarat pina-
sang, (k. 416) ngubengi ing jro kedhaton, kang pinrih sang
Awiku, nata aywa miyosi "jurit, gung sarat wus pinasang,
ngubengan kedhatun, nengna ingkang namur 1ampah, kawu-
wusa Sang Aprabu Maospait, enjang miyos sinewa.
(6) Mungging tJangsal pepak sagung nangkil, pra nayaka Dipati
Nararya, punggawa mantri myang pandhe, manca nagra tu-
menggung, rangga demang lawan ngabei, buyut wasi melan-
dang, tandha mantri sewu, wadu .Aji pengalasan, tuwa buru
nganglang laut juru sabin, sayang gendhing kemasan.
(7) lng Paglaran ndher penuh kang nangkil, pra Dipati Nararya
sumewa, sewadya bala mantrine, manca nagra sawegung,
rangga demang ngabei tamping, prajurit warna-warna, ebeg
wra supenuh, sangkep saastraning yuda, greguding wong tan
ana nedya gumingsir, riyek labuh narendra.
(8) Wus pininta cucukireng jurit, neng lun-alun prajurit mbe-
323
Iabar, kang arsa mbantu (k. 417) yudane, Ienggah dhampar
sang Prabu, animbali sentana Aji, Ian sagung para putra, wus
tekap neng ngayun, putra kang ginadhang nata, akekasih Ara-
dyan Bondhanserati, tan tebih ngarseng darma.
(9) Kang tinantun-tantun mring sang Aji, Arya Simping Ian Me-
nakprasanta., kang clak mungging ngarsa rajeng, ngandika
Jeng Sang Prabu, "Kaya paran heh sira Simping, kang
nglurug mring Bintara, si Dipati Terung, dene lawas nora
prapta", Arya Simping umatur saba wotsari, "Nggih won ten
dasih pmpta,
(10) tur uninga dhateng amba Gusti, yen ing mangke Dipati. Bin-
tara, nggih sampun methuk jurite, dhateng Dipati Terung,
kang ngembani sagung pra wall, sampun rame nggen yuda,
keng rurniyin unggul, wadya Demak kathah pejah, ingkang
dados senapatenipun jurit, pejah madyaning rana.
( 11) Sampunnyantuk pepejah Dewaji, pan ing mangke dipati ~a
soran, risak sewadya balane, di dalem Majalangu, pra tu-
menggung mantri prajurit, ka- (k. 418) thah kang pejah ngra-
na, pun Dipati Terung, Iumajeng kesisan wadya, tyang
Bintara mangu~ .llgrampit negari, sami sudireng yuda.
(12) Abdi dalem mantri Maospait, sakantune kang pejah payudan,
tan purun ngaben jurite, kathah kang angles dalu, myang
keng dereng ingaben jurit, sami girls miyarsa, ing wartos
mituhu, yektos kathah ingkang minggat, pun Pangeran Sen-
dhang sampun ngies ing Iatri, sakwula warganira.
(I3) Anakipun kekalih Iumiring, putra dalem sang Putri binekta,
tan kantenan ing puruge", Iangkung duka sang Prabu, ami-
yarsa aturing Simping, 1ir nuwek tanpa dosa, sengara sang
Prabu, "Ya sawuri-wureningwang, aja ana nrirnani wong pan-
dhe weSi, tuna tan wruh ing dana.
..
(14) Ngendi nggone yen katemu sami, patenana saanak rabinya,
jer iku wong cidra kabeh, heh nyawa putraningsun, sira Kaki
Botldhansemti, dandana ing ayuda, ingsun arsa mbantu, (k.
419) anglurugi mangsah yuda, marang Demak Ian sakehe wa-
324
dya mami, sun gawa mapag yuda.
( 15) Ya dan dana ingsun bud hal enjing", kang liningan riyek tur
sandika, gya lengser sing ngarsa rajeng, samijilnya sing nga-
yun, laju bibar sagung kang nangkil, prapta wisma sanega,
gung wadya gumuruh, njawi lebet abusekan, pan sadinten
nggennya mepak prabot jurit, ya ta surup Ywang Arka.
(16) Wusen malih wau Sri Bupati, ingkang arsa miyosi ngayuda,
ing dalu tan angsal sare, munggi.ng sanggar sang Prabu,
amemuja mring dewa luwih, aneges karsaning sang, amur-
weng pandulu, sedhakep asila tumpang, anutupi babahan na-
wa sangadi, mateni panca driya.
(17) Sasat lena ing sadalem usik, Sri Narendra nglangut panem-
bahnya, wus jumbuh cipta karsane, ing tingal ening sam-
pun, mring kang murwa pati Ian urip, sacipta datan samar,
ening ing pandulu, yen puput kerato- (k. 420) nira, pulung
ratu ing mangke sampun mangalih, marang putra Dyan Patah.
(18) Wus tan samar marang kang ngrenggani, aneng nagri Binta-
ra misiksa, ngrat Jawa kawengku ing reh, abirat alamipun,
amiwiti islaming Aji, lumrah wong tata srengat, mupus gaHh
Prabu, yen wus pesthi ing bethara, ingkang kraton binirat
ngaHh mring siwi, srah rila marang dewa.
(19) Nyipta wande miyosi ngajurit, punteking tyas sinungan
sasmita, prapta gara-gara gedhe, tawang munya jumegur,
bumi genjot dres udan angi.n, gumuntur graning arga, tasik
lir kinebur, kadresan ing panca wara, surya candra tedhuh
limengan tan keksi, keh nyana yen kiyamat.
(20) Sri Narendra katrimeng dewadi, kratonira ingelih mring arga,
mengk.rat sagarwa putrane, nulya putra Dyan Gugur, prapta
methuk mring darma Aji, jro pura Prabayeksa, sima tan ka-
dulu, de garwanya Sri Narendra, ingkang kantun amung Ratu
(k. 421) Darawati, Islam tan ndherek mingkrat.
(21) An eng kraton pagenthan sang Dewi, pra pawongan sirep tan
angucap, jroh swara nggreng Ian petenge, myang wadya Ma-
jalangu, juga tan na keng saos baris, jrih nyana yen kiyamat,
325
peteng siyang dalu, sapta ri tan uning surya, ageng alit tan ana
keng darbe kapti, kadya keneng paekan.
(22) Enengena kang kenging piranti, kawuwusa kang baris neng
rana, - Pangran Kudus sewadyane, dhedhep tan arsa magud,
dene wau lawannya jurit, se~ti kagila-gila, kang ginetak mam-
prung, Dipati Terung prawira, sing amangsah tan saged celak
ngajurit, samben-samben mangkana.
(23) Pangran Kudus mangkya karsa nggusthi, Ian Ki Ageng Pen-
dhawa ing Sela, Ian Kya Patih Puger kewoh, Semantri datan
kantun, kalih sami andeling westhi, kumpulan Ienggah tata,
· angling Pangran Kudus, "Paman paran ingkang rem bag, meng-
sah awrat tur kadange sang Dipati, (k. 422) tan wonten purun
lawan."
(24) Kyageng Seia Ion mangsuli angling, "Lamun pareng Ian kar-
sanya Pangran, Dipati Trung ing saene, Iuwung pinriha teluk,
adadosa rowang ing jurit, yen nungkui sang Dipatya, Yogine
tinanggung, kelamun boten nungkula, Adipati ing Terung aw-
rat sirtanggi, tan bedhah Majalengka.
(25) Lamun teluk ing Terung Dipati, mesthi bedhah nagri Maja-
lengka, nadyan wontena sanese, kang dados tunggui pupuh,
mangsi wonten ingkang nyameni, kados Terung dipatya, en-
theng wawratipun, nggih sawek .·pandugi kula, lamun purun
nungkula sang Dipati, mingkuh sagunging wadya."
(26) Pangran Kudus ing rembag methuki, gya karya srat dadya
wus tinandhan, dasih gandhek ngawe marseng, Raga duta
ngranipun, Jiwatruna ingkang nisihi, kalihnya dhinawuhan,
sareng wisata wus, penganggene sarwi seta, numpak kuda tun-
dhan tur sami pawestri, (k. 423) semarga pasrah mring
Ywang.
(27) Gegancangan lampahnya semargi, pan Iestari tan na jalma .
wikan, kuneng gantya winiraos, nenggya Dipati Terung, neng
pakuwon gegreg sedasih, tan arsa mangsah yuda, ing tyas
sanget wigyuh, miwah wadya Majalengka, pra +1Jmenggung
demang rangga Ian ngabdi, kawus tan pU11.Jn yuda ..
-
326
•
327
tumrap kadang sepuh, akanthi kadang taruna, tur prayo-
gi dadosa rowang yen mukti, ingjurit sumingkira.
(35) Nggeh manira kang manggung sayekti, lamun kita tuk siku
dipatya, sampun sumlang driya mangke, dumeh wus aprang
pupuh, amateni keng senapati, nggeh mangsi tinagiha, ngu-
ni Sunan Ngudung, kang sampun tekeng palastra, madya-
ning prang manira ingkang nglampahi, wus pesthi karsa-
ning Ywang.
(36) Yen wus rembag ing galih dipati, mangsulana kawrata ing
serat, lamun tan rena rembage, gandhek inggala wangsul,
aywa susan mangsuli tulis", menggah tyas sang dipatya,
my at suraosipun, ngartika sedale- (k. 426) m driya, "Apa
nyata tan dora watak wong santri, bok iya ingsun nyoba,
(37) anuruti rembuge wong santri, ingsun teluk mring kang-
mas dipatya, dene nguni sib marang ngong", ya ta dipa-
ti Terung, karya serat wangsulan aglis, tan dangu sastra
dadya, pan tiningkem sampun, pinaringken ponang duta,
sinangonan arta kelawan pisalin, duta dwi amit nembah.
(38) Linilan wus gya lengser sing ngarsi, mijil jawi inguntap-
ken wadya, nengna duta ing lampahe, ya ta dipati Terung,
nulya dandan sewadya sami, mbongkoki ponang gaman,
tumbak bedhilipun, tawok Iembing Iameng pedhang, wus
- sumekta sigra budhal sang dipati, ing dalu sesingidan.
(39) Tan kawarna neng marga kang balik, kawuwusa pakuwon
Bintara, Pangran Kudus Ian sewadyeng, duta gya prapta
cundhuk, mungging ngarsa ngaturken tulis, ponang srat
gya tinampan marang Pangran Kudus, winaos sinukmeng
driya, Pangran Kudus duk Iumyat udayeng tulis, srep ing
tyas Ion ngandika.
( 40) (k. 427) "Apa terus basane kang tulis, adipati ing Terung
kang karsa, yen nyata gelem teiuke, lamun yekti kang sang-
gup , pan againpang ing Majapait, sunsengguh alenggana,
sang dipati Terung, idhepa kelamun gam pang, a wit ing prang
sunwehana Iayang dhimin, ta kongsi bela pejah. ·
328
•
(41) Dhasar nguni sun kamoran kibir, nora elia1g sedane Jeng
Rama, tan nganggo serat bukane, sunpupus pesthenipun,
Kangjeng Rama seda prang sabil, tan antuk pepulihan, lan
dipati Terung, lamun sunwalesa pejah, tuduh ingsun nga-
pusi prajurit luwih, nistha nemu duraka."
(42) Kyana Patih Wanasalam angling, "Dhuh Pangeran sampun
saiah karya, tuiusna sebda waline, sirik ujaring apus, dipun-
amrih aijaning wuri, sang nata Majalengka kathah wad-
yanipun, drapon sami angungaka, mring dipati ing Terung
yen manggih urip, mesthi nilar sri nata."
(IL. SINOM)
(1) Kesaru pecambeng prapta, cundhuk ngarsa atur uning,
ye- (k. 428) n dipati Terung prapta, Ian sewadya nedya
mbalik, gung braja denbongkoki, dasih grundhul tanpa
dhuwung, wus katur sasolahnya, dipati Terung keng karsi,
Pangran Kudus seklangkung trustha tyasira. •
329
•
330
•
331
ris, gung prajurit Majalengka, tenapi kang para mantri,
Arya Tiron tetindhih, Arya Bobos Ian Blegetlhur, miwah
Sang Acya P!Jspa, kalang gowong amiranti, demang rangga
wadu aji pandelegan.
(20) Gung wadya susah tyasira, dene pisah senapati, malah sam.
pun myarsa warta, yen Terung sang adipati, mundur ka-
soran jurit, lolos tilar barisipun, tan mawi awewarta, sera-
wang nggennya sumingkir, ·apan laju mantuk dhateng pra-
• •
Janrra.
(21) Wau ta sagunging wadya, sami kumpullan manggusthi, nedya
mantuk marang praja, dene pisah senapati, yen tinempuh ing
jurit, tan ana tindhihing pupuh, tinilar senapatya, sasat tini·
lar sang aji, wusnya rem bag gya daud sewadya samya,
(22) mundur dhateng Majalengka, gumer lampahireng jalmi,
gya katungkak mengsah prapta, wong Bintara wrin nututi,
wong Majalengka lari, sajuga tan ana methuk, (k.434) giris
mulat prebawa, mungsuh prapta nggegirisi, swareng wiyat
gumludhug awor Ian gelap.
(23) Kilat thathit aliweran, adres udan awor angin, swara kumrut
lir kiyamat, gumita melingi wyati, prakempa bumi gonjing,
samodra munya jumegur, gumuntur graning arga, gumer
swareng bajra prapti, ciptaning wong wus nyana lamun
kiyamat.
(24) Gugup wadya Majalengka, lumayu aniba tangi, ngungsi rna·
rang jroning praja, ana weneh ngungsi wukir, playunya mbe·
bentusi; tawon kambu ngrubung ngantup, bingung solahing
jalma, tanbuh nggenira mangungsi; dadya mba1ik nunggil
wadya ing Bin tara.
(25) Ya ta prajurit ing Demak, lampahira pan wus prapti, ngram·
pit pura Majalengka, baris kubeng ing cepuri, tan na kang
mapag jurit, tintrim wadya Majalangu, tan wonten darbe
krekat, ngalun-alun penuh jalmi, ageng alit wus tas ngraos
d arbe gesang.
(26) Warnanen sang narpa putra, nenggya Dyan Bondhanse- (k.
332
•
333
•
L. ASMARADANA
--
(1) Won ten em bannya sang pekik , Ki Lembana Ian Lembusa,
myarsa yen murca gustine, lawan Radyan Jambaleka, tan
arsa yen teluka, sing pasowan mbolos mantuk, semarga
tansah karuna. ·
(2) Ing Kadipaten wus prapti, sigra laju manjing pura, tur uning
mring garwa Raden , wus katur lukitanira , njrit sagung para
garwa, ing tyas gugup nedya ngruruh, Ian sedasih riyek
linggar.
334
•
(3) Kebut kang wong jalu estri, lampahira salang tunjang, nasak
manjing ing wana grong, minggah sengkan tumrun jurang,
semarga rereyongan, prapta tlatah ngarsa kidul, wus lepas
datan kagustha. •
(4) (k. 439) Wusen malih pra bupati, Arya Simping saha wa-
dya, gilig teluk sedayane, mring dipati ing Bintara, mung
sagung para putra, tan wonten kang nedya teluk, lampu
jengkar alelana.
(5) Ya ta sagung pra bupati, sewadya prajurititra, ambongkoki
dedamele, saweneh ngaturken brana, myang warna sese-
gahan, sedaya tinata sampun, miwah badhe beboyongan.
(6) Wau Sang Dyah Darawati, pan sampun ngaturan wikan,
yen arsa nungkul gung wadyeng, mring dipati ing Bintara,
jumurung prameswara, kasrahnya brana kedhatun, mring
kang putra ing Bintara.
(7) Gya kentar Ki Arya Simping, myang sagunge para wadya,
sumekta saboyongane, myang bongkokan gamaning prang,
wus winot neng pikulan, miwah Ian segahanipun, adulur
ponang rembatan.
(8) Ing marga datan winarni, glis prapta jawining praja, laju
njujug pakuwone, Adipati Natapraja, katur mring Kyana
Patya, yen tyang Majalengka nungkul, lang- (k.440) kung
trustha tyasnya patya.
(9) Aglis cundhuk matur gusti, ngaturken panungkulira, Arya
Simping sarowange, sami ngaturken bongkokan, boyongan
Ian segahan, Ian t\lr uning yen Sang Prabu, Brawijaya sam-
pun mingkrat.
( 10) Langkung ngungun sang dipati, miyarsa aturing patya, la-
mun darma Jeng Sang Rajeng, murca sangking jroning pura,
tan kongsi ngaben wadya, mung precaya tiyang Terung,
wayah kinen anungkula.
( 11) Sang dipati ngling ing patih, "Heh ta Kakang mengke padha,
iriden mring ngarsaningngong, sakeh wadya Majalengka,
335
kang teluk tur bongkokan", Kya Patih mestuti dhawuh,
mijil nim bali telukan.
( 12) Pangguh Arya Simping kerid, tekap ngarsa awotsekar, wus
kinen tata lenggahe, Arya Simping Arya Puspa, Arya Tiron
•
katrinya, atap silanya mandheku, jrih mulat marang di-
patya.
(13) De ujwala sang dipati, mencorong pindha baskara, lenggah
kursi kencana byor, sang Dipati Natapraja, si- (k.441)
niweng sagung wadya, ngarsa andher jawi penuh, lir samo-
•
dra rob mbelabar.
( 14) Kang lenggah kering dipati , sang Pandhawa ing Sese1a, Pange-
ran Kudus jajare, angampingi sang dipatya, kalih andeling
prana, sang dipati ngandika rum, nembrama keng sami prap-
ta.
( 15) Nem bah nuwun kang sinung ling, sang dipati malih nebda,
"Y a wecakna sayektine, sasirnane ram a narpa, sap a kang
arsa yud a, mapagna salakoningsun", Arya Simping matur
nembah.
( 16) "Samukseng ramanta aji, sagung putra myang sentana, tu-
win mantri prajurite, tan wonten nedya puruna, methuk
yuda panduka, milu1u sarembag teluk, sami atur pejah
gesang.
( 17) Tan won ten k ang s1ayeng kapti, atur setya dhateng am ba,
de sasirneng Jeng Sang Katong, panduka madega nata,
mengkua Majalengka, sinembaha sagung wadu , gumantosa
ing ramendra."
( 18) Sang dipati nglingnya aris, " lya Simping suntarima,
atur setyamu marang ngong, ingsun yekti nora nedya, mbe-
dhah kratone rama, (k.442) de mung nyuprih rama prabu,
karsaa Su lin agama. .
( 19) Samengko Jeng Ram a Aji, temah nilarkawibawan , tan arsa
gama Islame, mengko wadya Majalengka, ya arsa teluk
mring wang, apa sira padha anut, Islam kaya wong Bin-
tara.
336
•
•
(20) Kang tan geiem seba mami, pan sunrusak sunpiesana, rabi
sutane sunboyong", Arya Simping Ion turira, "Nggih Ieres
ingkang karsa", sang dipati nuiya dhawuh , marang putra
Kudus Pangran.
'
(2 I) "Kaki sira ya suntuding, Iumebua mring jro pura, gung
brana jarahen kabeh, boyongen garwa narendra, Dyah Ratu
Darawatya, wanodya Islam linuhung, alapen karyanen gar-
wa.
(22) Lan branane ja na keri, tetiiare Jeng Ramendra, miwah ke-
praboning rajeng, sunpundhut karya brekatan, sawama
geming nata, padha gawanen sedarum, marang nagri ing
Bin tara.
(23) Lan maninge bangsal ngapit, kang wetan sira gawaa, sun-
karya ganti srambine, wangunira pan prayoga, gawa- (k.
443) nen marang Demak, kuion karya seban agung, pra-
tandha sun sulih nata." •
337
•
338
,
..
339
•
LI PANGKUR
340
neng tarub agung, miwah keprabon nata, sawarnane sagung
upacareng ratu, kacu mas hardawalika, banyakdhalang
sawunggaling.
(8) Gandhek kandil Ian gendhaga, saput gedhah Ian bokor ken-
cana di, dhampar cepuri my ang kebut, kuthuk lawan lan-
taran , mungging bangsal pengapit dinulu murub , singer
man on ing Paglaran, lir wiyosnya sri bupati.
(9) Gya Dipati Natapraja, manjing masjid maharseng para wali,
meksih pepak gung pra wiku , njenengi nyambut karya,
matrap srambi datan dangu nuiya rampung, pra wall gya
Ienggah tata, kasongan seram bi masjid. ·
(I 0) Sang dipati mungging ngar- (k. 450) sa, Ion umatur mring
raka Sunan Girl, "Lun sumangga arseng wiku , gung brana
Majalengka, Ian boyongan garwanipun sang aprabu , sang
Dyah Ratu Darawatya, myang suwungipun praja di."
(11) Jeng Sunan Girl Ion nebda, " Suntarima Yayi nggon setyeng
kami", Jeng Sunan Girl gya matur, mring darma Ngampel
Sunan, "Kyai uiun sumangga adeging ratu , miwah ingkang
warni bran a, tilare sri Maospai t."
( 12) Sunan Ngampei Ion deiingnya, "Heh ta lurah yen mungguh
rembag mami, dene kang umadeg ratu , ya Kaki Natapraja,
jangjening Ywang Bintara sumambung ratu , wewarise nung-
sa Jawa, ratu pinandhiteng wali.
( 13) Nedha kanca ngestrenana, ing adege Bintara sang dipati, su-
mambung ju1t<.eneng ratu, juiuk Sultan Bintara, Nata Gama
Luputtullah ing Rat Agung, Waliyollah Nungsa Jawa", gung
miyarsa mestu sami.
( 14) Sung idi kang madeg nata, ageng alit jumurung angestreni,
Sunan Ngampel malih muwus, " Dene kang raja brana, gung
kaprabon kasraha kang madeg ratu", Sunan Ngampe- (k.
451) I malih nebda, mring putra sang baru aji.
( 15) "Kaki maneh jarwaningwang, kancaningsun ya sakeh para
wali, luputna pakaryeng ratu , de bekti mring Pangeran",
narpa mudha sumangga ing aturipun, ya ta ingkang madeg
341
•
•
-
•
•
343
jalu estri, wadya myang para tumenggung, (k. 455) budhal
samya sewangan, wangsul marang ing pakuwon ngalun-alun,
ya ta sang dyah prameswara, prapta marek raka aji.
(33) Ngaturken ing tindakira, reh dinuta mangater mring kang
krami, keksi sae lajeng runtut, atut ing pala krama, wau
sultan myarsa langkung trustheng kalbu, kuneng malih
kang winarna, Pangran Kudus kang wus krami.
) (34) Dugi dennya pulang raras, wusen malih Jeng Sultan neng
jro purl, memangun jroning kedhatun, kesaru kendel karsa,
ketamuan Jeng Sunan Kali kang rawuh, ingancaran lenggah
jajar, gya ngandika sang ayogi.
(35) "Heh ta Jebeng ingsun jarwa, kita uga wus klakon dadi
aji, miwiti agama ratu, nata gamaning Islam, nanging durung
darbe pusakaning ratu, saklir pusaka ginawa, mring ramanta
sri bupati.
(36) Mengko ana kris sajuga, kang inganggo sinta Terung dipati,
Segarawedang ran dhuwung, babaran seka sagra, ya pun-
dhuten prayoga ageming ratu, dene nguni ingkang karya,
Ki Anom di- (k.456) pati Tubin.
(37) Mengko lunga seka Tuban, mring Mentaram angungsi lumuh
jurit, pan rayine kang ingenut, nguni kang aran Sura, empu
wignya muja wesi adi luhung, samengko sira undanga, dadi
prabot ing praja di.
(38) Lan bapake becikana, aneng Sendhang ran Supa duk ing
nguni, nging uliya kaya ingsun, mandhep bekti Pangeran ,
lawan maning Jebeng ana jarwaningsun, si dipati Belam-
bangan , mogog nedya tata baris.
(39) Iku mawa seka criga, ya Sengkelat dhapure ingkang keris,
loro rahen kang satuhu, menek dadi pangkalan", mestu sul-
tan sandika ngaturken dhuwung, pepundhen Kyai Seng-
kelat, gya dhawuh nimbali rayi.
( 40) marang Terung mundhi serat, law an malih cundhamanik
nerpati, mring Blambangan mundhut dhuwung, Tumenggung
344
Artadaya, Ian Tohjiwa sumekta saastranipun, tigang ewu
saba wadya, duta tri gya nuwun amit.
(41) Linilan 1engser (k. 457) sing ngarsa, gandhek katri sing pura
sareng mijil, sapraptanya ngalun-alun, wus panggih lawan
rowang, sigra budhal sreseging wadya tri ewu , kadya ombak
kang samodra, ken tare wadya i~Z! aris.
LllDHANDHANGGULA
(1) Enengena wau kang lumaris, kawuwusa ing Terung dipatya,
Pecat tandha kang mandireng, angerda barisipun, ing bang
wetan wus teluk sami, sagung raja dipatya, wus riyek srah
biluk, myang dipati manca nagra, kang sumedya tetulung
mring Maospait, ngandhegan datan suka. •
(2) Kang ameksa temahan pinatin, kang wus anut sami tinim-
balan, prapta Terung sasegahe , kang mogok datan teluk ,
pan rinusak dipunjarahi, kang bangga tinelasan , kang wus
sami anut, winulang agama Islam, kinon sowan mring kang
arsa madeg aji, Bin tara kang misesa.
(3) Jalma wetan kang urut pasisir, pengagenge kang para (k.
458) dipatya, prapta Terung sedayane, seklangkung ajrihi-
pun, marang Terung sang adipati, kaloka ing amanca, ·yen
sektipinunjul, bebanthenge ing Bintara, pun dumadya nut
sapangreh sang dipati, tan ana swaleng karsa.
(4) Wradin suyud pan wus seka kapti, mangkya prapta neng •
Terung sumewa, tan lawan prang ing teluke, kelu miyarsa
tutur, lamun Terung sang adipati, ngrata sapraja wetan,
pinrih teiukipun, marang nagri ing Bintara, pan sedaya pa-
sisir Ian manca nagri, wus prapta angawuia.
(5) Mung Biambangan Iawan rajeng Bali, ingkang dereng teluk
mring Bin tara, purun manglawan jurite, sedyarsa madeg ratu ,
Belambangan sang adipati, Siyunglaut sedyanya, ngrat Jawa
ingangkuh, sumekta sanegeng yuda, Siyunglaut wus kait Ian
rajeng Bali, sumedya nglanggar ing prang.
345
,
(6) Pan ing mangke ing Terung dipati, sinewa gara mring gung
dipatya, kang baru telukan andher, mungging tetarub
a- (k.459) gung, pra dipati twnenggung nangkil, atata leng..
gahira, mawra beg supenuh, mbelabar mring tratag rambat,
pasewakan pangurakan bek prajurit, sangkep saastreng
yuda.
(7) Sang dipati wus lenggah neng kursi, atap kubeng sagung-
ing dipatya, samya munggeng kursi rentep, kang celak leng-
gah ngayun, Surabaya sang adipati, ing Rembang Ian Ju-
wana, Nglasem Ian Sedayu, Ngiamongan Ian Pasedhahan,
ing Weieri miwah Wajak Watuurip, Puger tuwin Luma-
•
. Jang.
(8) Myang dipati ing Bojanegari, Kertasana Nglebeg Ian Ko-
ripan, Srengat lawan ing Trenggaiek, myang Jagaraga cun-
dhuk, ing Beiora Gedhiri nangkil, tenapi Panaraga, neng
ngayun mandheku, sang dipati Terung nebda, "Sanak-
sanak punapi sampun miranti, myang paran Belambang-
an.
(9) Dene dereng sumeweng mariki, nggen punapa arsa mbantu
ing prang, dhateng Maospait prajeng", pra dipati umatur,
"Nggih Biambangan pun adipati, pramila (k.460) boten
sowan, ing wartos misuwur, mangirub negari we tan, nggih
semangke pan arsa umadeg aji, angangkuh nagri Jawa.
(IO) Sedya purun anglawani jurit, tyang bang wetan Bandhung
•
Sidapeksa, ing Gendhung Ian Seruwunge, miwah Pejarakan
anut , Seiaurip keng nunggil kapti, sampun wonten Blam-
bangan, rug rumajong pupuh", dipati Trung myarsa duka,
dhawuhnya kras, "Nggeh sami pinagut jurit, kang baris
Beiambangan."
(11) Pan wus dadya rembag nglanggar jurit, pra dipati gya un-
dhang mring wadya, ngrempak Blambangan semangke, ke-
saru praptanipun, duta narpa Bintara gati, gandhek gya
tinimbalan, prapta kinen lungguh, mungging kursi pan
ajajar, ngarsa celak nunggil lawan pra dipati, dhawuh mating-
ken sastra.
346
I
-
(12) Lon tinampin kang pustaka aji, wus sinukma ijemaning
sastra, mangkana serat tembunge, "Pengetsun sang apra-
bu, Kangjeng Sultan Panata Gami, Natapraja Bintara, dha-
wuh areningsun , (k.461) ing Terung Sang Pecattandha,
kang tinenga bang wetan para dipati, wiyose sunweh wi-
kan.
(1 3) Yen saiki nagri Majapait, wis sunbedhah dene Jeng Ramen-
dra, mengkrat lawan kedhatone , sasirneng Rama Prabu ,
Yayi ingsun ingkang gumanti, jumeneng ratu Islam, wus
ngiden pra wiku, maneh ingsun kangen sira, suntimbali ba-
renga cundhaka mami, karyeng prang ya lirena.
(14) Saantuke telukan pasisir, ya gawanen seba mring Binta-
ra, Ian asung uninga maneh, pan wis utusan ingsun, mring
Blambangan dipati kalih, Tohjiwa Artadaya, kang wis padha
mlaku", siti surasaning sastra, sang dipati ing Terung pa-
rentah aglis, mring sagung pra dipatya.
(1 5) Kinen dandan karsa sowan aji, sang dipati ing tyas lang-
kung trustha, yen kadang wus madeg katong, dutanya raka
prabu, pinisalin dipunsangoni, wradin tyang catur dasa,
bingah turnya nuwun, ya ta wusnya predandanan, sang
dipati wu- (k.462) s riyek sarowang sami, gung bektan
wus tinata.
(16) Sigra budhal wau sang dipati, lawan sagung telukan sakir-
na, dulur selur gotongane , tengara myang gumuruh, lir
ombaknya kang jalanidi, muntap mijil wurahan , marga
bek supenuh, sa'llgking geng wadya lumampah, ambela-
bar angebeki wana wukir, jurang temahan rata.
( 17) Sampun lepas wau kang lumaris, adipati ing Terung se-
wadya, tan kinandha ing lampahe, kuneng gantya winu-
wus, pan warnanen duta nerpati, Tumenggung Artadaya,
lawan Ki Tumenggung, Tohjiwa sarowangira, para mantri
lampah golong Ian prajurit, tigang ewu gung wadya.
(18) Sampun prapta ing Blambangan nagri, sami mondhok sa-
jawining praja, kesaput dalu lampahe, nahan tya kang wi-
347
•
348
(
ira kuwur, driya nglaras wus nyipta pati, de mangke mang-
guh baya, wau Ki Tumenggung, Artadaya Ian Tohjiwa,
dahat merang ,yen datan nglawani jurit, mijil nembang teng-
ara.
(25) Bendhe a- (k.465) gor pinyarsa lir tangis, erak bengkak
saruni lir gerah, kadya keh mundur yudane, miyarsa ponang
mungsuh, yen tyang Demak tengara muni, manggregud sa-
reng mangsah, rame surak gumruh, gya sareng munya kang
sunap, lir glap ngampar wireng Bintara malesi, agenti long-
linongan.
(26) Ramening prang punglu pendah wresi, wadya Demak kathah
ingkang pejah, temah kasor ing jurite, pra wira sura riwut ,
pan kesangsang tikswara lungit, ing prang karoban la-
wan, kadhinginan laku, wau wadya ing Bintara, dennya
aprang dereng ngantya ngati-ati, nempuh prang ambek pe-
jah. /
350
•
·Blambangan sunsuprih becik, ingsun lagi utusan , mot ngla-
yang yen rembug, lamun ana karsaningwang, sunlilani nora
seba marang mami, nging ana kang sunpinta,
(37) ya kerise roro si di- (k.469) pati, dhapur Sengklat pusa-
kaning nata, ingsun kang duwe wajibe, yen lenggana sun-
pundhut, gampang lamun rinebut jurit," kang rayi matur
nembah, "lng panduka ulun, tan purun nut ing panduka,
trang ing wartos pan arsa umadeg aji, mangirub nagri we-
tan.
(38) lnggih lamun karsa panduka ji, ngagem dhuwung yasaning
ramendra, keng sampun murca tilare , prayogi kagem ratu,
yektos agem ramanta aji, Kyai Segantenwedang, inggih
namenipun , lun sumangga pandukendra, telungane amba
kang tan dados aji , nuwun ngempek kewala.
(39) Yen panduka lulus madeg aji, sinten ingkang purun dha-
teng amba, de ulun sentana rajeng" , ya ta dipati Terung,
dhuwung nulya ngaturken aji, sangking ing lambungira,
katur raka prabu, kang dhuwung sam pun ingasta, gya tinarik
langkung trustha galih aji, antuk pusakeng nata.
(40) Langkung asih mring (k.470) rayi dipati, sri narendra alon
angandika, "Yayi banget trimaningngong, tan bisa males
ingsun, marang sira Yayi dipati, darma sun dadi nata , sira
melu njunjung, barenga mukti Ian ingwang, muga sira tulusa
melu ngrenggani, amengku tanah Jawa."
(41) lngkang rayi tur nuwun wotsari, pra dipati manca kang
sumewa, sinamuciana mring katong, tur sembah sami nu-
wun , dereng dugi kesaru prapti, mantri kang nandhang
barana, prapta ngarsa prabu, umatur sarwi karuna, tur
upeksi tiwasnya tumenggung kalih, wadaya lit tetumpesan.
(42) Solahing -prang wus ngaturken sami, sri narendra akarya
sengkala, sinambungkan ing cacahe, gempuring Majalangu,
sima gempur aneng ing bumi, jenenge Artadaya , wau mati
ngranu, Ian Tohjiwa sinengkalan, neng turangga pra lena ing
jalanidi, sacandra kaotira.
351
(43) Ri wusira nata ngandika ris, marang rayi ing Terung di
patya, "Yayi para- (k471) nta .. karsane, prakara Siyung-
laut, pan wis nyata yen wani kami", kang rayi matur nembah,
"Yen pareng pukulun, kawula amit Iumampah, angiurugi
ing Blambangan pun dipati, kang mogok ing pandu-
ka."
(44) Raka narpa Ion ngandikeng rayi, "lya Yayi apa sakarsanta,
•
(Ull ASMARADANA)
( 1) Santri Kodrat kang tinuding, nimbali Seh Sitijenar, Ma-
langsumirang rowange, sami murid kinuwasa, gancang ka-
lih lampahnya, ing sakedhap netra rawuh, gyan. mertapa
Sitijenar.
(2) Seh Lemahbang pan wus panggih, tapa aneng jroning gu-
352
•
wa, uluk salam duta karo, kang sung salam sinauran, sang-
king sajroning guwa, ponang duta malih muwus, "Pangran
pa- (k.473) nduka ngandikan."
(3j Sitijenar Ion nauri, "Pangran Lemahbang tan ana, ya mung
Allah neng guwane, sira duta ge muliha" , dwi gandhek
tyas tan duga, tanpa pamit nggennya mantuk, sakedhap
netra glis prapta,
(4) neng Demak umatur gusti, cluta kalih sareng pyama, "Sam-
pun lun ngutus wiyose, nirnbali Seh Sitijenar, lun pang-
gih wonten guwa, nunten uluk salam ulun , ndhawuhken
tirnbalan Tuwan.
(5) Sitijenar ngge mangsuli, 'Seh Lemahbang nora nana, mung
Allah neng jro guwane, nun ten ken del datan nebda" , ang-
ling Prabu Satmata, "Heh sira balia gupuh, undangen Allah
jro guwa."
(6) Mestu wangsul duta ka1ih, lengser sangking ing ayunan,
aglis prapta nggen guwane, ndhawuhaken kang tirnbalan,
"Tuwan Allah ngandikan" , Sitijenar aris muwus, "Tuwan
Allah wus tan ana.
(7) Sitijenar kang gumanti, duta sira amuliha", kang liningan
wangsu- (k474) 1 age , mring Bintara nulya prapta, matur
ring gustenira, "Sampun Gusti lun ingutus, nirnbali Allah
•
jro guwa.
(8) Kang wonten guwa mangsuli, 'Tuwan Allah wus tan ana,
Sitijenar gegentine', kawula kinen wangsula", ngandika
wiku narpa, "Balla maneh digupuh, undangen sekaro-
•
rura.
(9) Y a caruken diatiti, Tuwan Allah Sitijenar, dibisa bareng
lakune", duta sandika gya kentar, salampahira prapta, njawi
guwa laju matur, "Tuwan Allah Sitijenar,
(10) panduka ngandikan aglis, dhateng Sang Prabu Satmata" ,
Pangran Sitijenar age, mijil sangking jroning guwa, gya
kentar kering duta, ing masjid Bintara rawuh, pangguh
Ian Prabu Satmata.
353
(11) Jawab asta atur bekti, mring gung wali pinituwa, uluk sa-
tam mring kang anem, nulya sami tata lenggah, ngung para
pandhita, kang anem miwah kang sepuh, pepak samya
pakumpulan.
(12) Sunan Giri ngandika ris, mring (k.475) Pangeran Sitijenar
"Mila suntimbali mangke, Ian sagunge pra pandhita, nggeh
, sami musawarat, ambabara ingkang kawruh, disami ing ngel-
•
merura.
(13) Nulya Sunan Kali angling, mbabar pangawikanira, "Tegese
edat asmane, jumeneng murba misesa, Allah ing kelangge-
ngan , kang nguripi jagad agung, kaelokan ing Ywang Sukma."
( 13) Pangran Kudus nambung angling, medhar pangawikanira "Te-
gese edat tan katon , tanpa warna tan sat mata, amung Allah
kang mulya, amisesa uripipun, keng langgeng tan kenging
ewah."
(14) Sunan Benang ngandika ris, ambabar ing kawruhira, "Tege-
se iman uripe, kelawan nugrahaning Ywang, be lawan bisemi-
lah, puniku ing uripipun , mantep lawan basa swara."
(15) Pangran WPP: lpada angling, amedhar kang pangawikan,
"Mung sukma langgeng uripe , ing donya tekeng akherat,
langgeng tan kena (k.476) ngowah, amisesa tiring tuwuh,
kang mengkoni ing sejagad."
( 16) Sunan Giri nulya angling, ambabar pamirsanira, "Allah
urip sejatine, langgeng datan kena pejah, misesa ing sarira,
anglimputi jagad sagung, myang nglimputi sabuwana."
(17) Pangran Cerbon nambung angling, Ion mbabar ing kawruh-
ira, "Allah urip sejatine , tegesing dad ujud nglela, wujud
iku pan sukma, keng langgeng ing uripipun , kang nguripi
ing sej agad ,''
(18) Pangran geseng nambung angling, ambabar ing kawruhira ,
"Sukma langgeng ing uripe , nguripi jagad sakirna , sang-
king Allah kang murba, rasulullah warnenipun , paesan
m urba mise sa."
( 19) Pangran Geseng nambung angling, ambabar ing kawruhira ,
354
..
...
"Dhingin Mukhamad jatine, kang misesa sabuwana, ka1ih-
nya Gusti Allah, tiganipun dad kang luhur, murba misesa
ing j agad."
(_0) Seh Majagung nulya angling, amedhar pamirsanira, "Ing
dad langgeng ing (k.4 77) uripe , upami pan cering surya,
puniku cahya Allah, dadya cahya uripipun, kang langgeng
cahyaning Allah."
(2 1) Sunan Ngampel ngandika ris, amedhar pamirsanira, " So-
rating Allah jatine, makripat Allah enggennya , sukma mur-
. ba misesa , keng langgeng ing uripipun, anguripi ing seja-
gad."
(22) Seh Maulana Ion angling, amedhar pamirsanira, "Tegese
Allah jatine, pan ya iku dudu ika, ya iku Allah sukma , Mi-
sesa sejagad sagung, tan liya sukma wisesa."
(23) Pangran Lembang nebda aris, ambabar pamriksanira, "Nu-
graha jati nabine , ya dad kang sejati .. tunggal, lawan kang
jinatenan, sejatine guru iku , iya iku dading Allah."
(24) Sitijenar nambung angling medharken pangawruhira , "Te-
gese Allah jatine, sujud rukuk padhang Allah , sembah-si-
nembah Allah , nanging Allah jatenipun, jinatenan nama
Allah.
(25) (k.478) Kekalih kahanan tunggil, katelu-teluning tung-
gal, kawula lawan gustine, gustine dadi kawula , katelu dad
kahanan , tan liya Jeng Nabi Rasul, kahanane dad wise-
sa.
(26) Tan ana Allah kang yekti, mung kocap asma kewala, Allah
tan ana wujude, Mukhamad cahyaning Allah, nyatane nabi
Allah, Sitijenar gentenipun, nyatane gusti kawula. ,
(27) Yektine kawula gusti, tan ana rasa rumangsa , mung Si-
tijenar anak~ , tan ana roro angucap, pan amung Sitijenar,
langgeng urip ananipun , donya kherat datan liyan.
(28) Nadyan sarnining ngaurip, tan sanes Ian jeneng ingwang,
mapan sarni kahanane" , Jeng Sunan Giri ngandika, "Nggeh .
leres ing andika, nanging sampun dika wuwus, nyuwungke
355
•
•
mesjid ing Demak.
(29) Malah netepana ugi, jangjine wong olah sarak, sampun
epot jumu- (k.479) ngahe, mrih genge kang sami salat,
marang mesjid ing Demak", Sitijenar sru gumuyu, wuwuse
maido sarak.
(30) "Ki Lurah urip puniki, yen manggunga asembahyang, dadi
wong was mring dheweke, katungkul ing tata srengat, idhepe
ngangka-angka, ngelmine tyang jail rusuh, katungkul nggen-
nya memical .
(31) Yen tiyang narimbeng jati, jatine Gusti kawula, dados Allah
saparenge, tan wonten Allah sembahyang, Ian datan arsa
dhahar, tan nendra lameng tumuwuh, nging nguripi ing se-
jagad."
(32) Kanggeg tyas Jeng Sunan Girl, myarsa wuwus Sitijenar,
dene wus sami ciptane, Seh Mulana asru mojar, mring Pang-
ran Sitijenar, "Sira Allah temenipun, pa seca legaweng
patya.
(33) Pan wus precaya ing nabi, adege sarak sarengat, aneng donya
tanpa gawe, T-... wan Allah Sitijenar, yen katon aneng
donya, mesjid Demak mesthi su (k.480) wung, luwung mu-
liha ngakerat."
•
(34) Sitijenar mesem angling, "Pan ora njejampang iman, do-
nya kerat saenggone, kabeh pan ya darbek ingwang, kang
alus myang kang wadhag, karone kahanan ingsun, nora
liya ananingwang.
(35) Lah kantuna gung pra wall, sun mulih mring ngeski kha-
yat, wiyat dhangka sananingngong", Sitijenar neng gegana,
maya-maya katingal, manglong-manglong aneng pintu, pintu
swarga rahmating Ywang.
(36) Katon mancur lir Ywang Rawi, mancal sangking graning
arga, ujwalanya ting pencorot, gawok sagung kang tumingal,
Jeng Sunan Girl mojar, anguwuh salam kang mantuk , nauri
ngalekum salam.
I
356
-
(37) Sunan Girl nebda malih, "Manira nedha tilaran, kinarya
tilas wurine", nauri kang aneng swarga, "Nggeh mangke
bajuningwang, karyanen werananingsun, ja kaweieh sa-
pungkurwang."
(38) Gya ngu- (k.48I) ncalken sangking kori, rasukan dados
manungsa, Iir Sitijenar warnane, ngadhep sedhakep lir salat,
nging minggu datan nebda, Sunan Girl Ion nglingipun, marang
sang dipati Piembiang.
(39) "Sitijenar sagah muiih dhateng swarga saraganya, wekas-
an wangsui ragane, punika yogi kinisas", laju angganya
ngobar, Seh Muiana gya tumanduk, narik sepi sarwi mo-
•
. Jar.
(40) "Tumengaa mring wiyati, tumungkuia mring prataia, sam-
bata yoganta karo, tibane antakanira", Sitijenar pinedhang,
kadya tatas jajanipun, Sitijenar nging tan pasah.
(4I) Pinedhang malih tan titis, kadya wayangan pinedhang,
Ian tan ana suwarane, wantya-wantya sru pinedhang, arne-
sa datan pasah, Seh Mulana asru muwus, "Kurang setya
Sitijenar.
(42) Sanggupe Iegaweng pati, pan uga njejampang iman, dene
tan mati ana- (k.482) ne, Ian tan pasah dening braja, lir
mretabating setan, anggegodha karyanipun", Sitijenar nuiya
pasah.
(43) Tatu jaja nguwir-uwir, nging teksih ngadeg lir gana, Seh
Mulana kras wuwuse, "Iku tatune wong apa, nora ngang-
go ludira", nuly2. kanin mijil marus, Seh Mulana malih
nebda.
(44) "Dadi Iumrah jalma kanin, mijil ludirane abang, dudu kwu-
la Ian gustine", nuiya santun kang Iudira, mijil ludira se-
ta, Seh Mulana malih muwus, "Dene lir Patinging wrek-
sa.
(45) Madeg mijil tlutuh putih, yen benere wong sampurna, rna-
nut tekan saragane, dadine pan ora pisah, gusti lawan ka-
•
--
357
ula ksana kang layon ambruk mbaskara nggenira seda.
4 S h aulana kang kani ka.rya gelaring sa.rengat gya ngam-
bil pathak gawon, srenggala Kudu kinarya lintun Siti-
jenar kang pin, dhang griwanipun binal - k.483 b t
kinop ahan.
47 ineblat gun1uling siti mungging serambi kin pang tinona-
ken ing ong "eh in rtakken ingkang do a~ Sitijenar
yektin a. mun ur marang rak ra ul rna ide dadi r n -
gal .
4 fi uwur jronin nagri. yen Pangeran Sitijenar, kinisa
dadi ga on gilang-gilang tatu jangga sekabat Sitijenar.
anen wana angon edhu , tengrann a lonthanasmara.
49 u trang ngg n mi ar arti en guronira kinisas. kunar-
pa dadi a on i Lonthang atilar menda luma u gegan ..
can an, prapta ngarsa ru muwu ''AJiah k ri usulena
50 marang Pangran guru mami. mayo aja kelayatan ing un
Allah angon emp Seh lulana sru b manty . a narik
kan jarnbiya Ki Lonthang pinedhang asru tibeng angga
nguji at.
unggang p ut nir tan k ksi imane ating- k.484) al
alam gun _ mulat ga ok njomblong, au kang kinarya
. lar r nggala gya lin mpar eksana bin mi ampun
1 ima d ning dahana~
35
teng danna.
5) dadi cacing lur wa1< mami binuwang Krendhawahana awor
lempung angganingngong tuk ngapura dening Sukn1a. k .
485) mulya jatining jaln1a itij nar a.raning un i padha
k ria 1 lam.
56 u dangu datan kap arsi SU\\•ara kang asung wikan. ya
ta malih tni.Tao . agung in an pra pandruta m arsa
ngungun ing dri a ~ Sitij nar soraltipun. jaba riyah sam-
puma.
7) engna gantya kang inami wuwu en gri B larnbangan
kang baru umad g rajeng man a Ia a asanen a. ngum-
pulk n pra dipa a tan sagung pungga anipun. nggu tharsa
yuda k naka.
59
mangke rinojong dipati Terung, madeg ratu gama Islam ,
nggempur nagri Maospait."
(6) Kesaru pecambeng prapta, tur uninga yen wonten mengsah
prapti, pengageng dipati Terung, langkung geng dedamel-
nya, pra dipati pasisir kerig sewadu, gugup rajeng Belambang-
an, gya nembang tengara jurit.
(7) Tumandang amepa- (~.487) k wadya, ngalun-alun mbelabar
gung prajurit, sagung manca kang wus suyud, baris marga
•
sumahab, ambelabar prajurit sajuru-juru, miwah wadya
•
Belambangan, neng alun-alun miranti .
(8) Kuneng ingkang baris kitha, pan warnanen ing Terung sang
dipati, njawi kitha baris kumpul, myang sagung manca
nagra, Ian pasisir miranti saastreng pupuh, ing Terung sang
adipatya, kang minangka pramugari.
- (9) Gya dhawuh mbudhalken wadya, tengran gurnang sawenang
mlingi wyati, sreseging warastra wetus, wor pangriking
turangga, busana bra maneka warna dinulu, abra lumrang
tara rimang, nggregud wadya surengjurit .
•
( 10) Pra dipati Ian sewadya, manjing praja prapta nggen meng-
• sah keksi, sang dipati dhawuh wadu, kinen 1aju nempuha,
sareng bendrong kukusing kucika limut, kang punglu apen-
•
dah wresa, susurak lir karengeng 1angit.
( 11) Mamuk kang para dipatya, tindhih wadya umaJ!gS~ go- (k.
488) long pipis, sami nusup tikswaning hru, tandang andaka
tawan, ngundha watang mati malodra manggregud, madhen-
dha masireng braja, ngludira mangowak-awik.
(12) lng aprang ngerobi lawan, wong Blambangan temah kathah
kang lalis, tyang Badhung Kedhung Seruwung, Ian wadya
Pejarakan, bandayuda Sidapeksa wus lumayu, miwah wadya
Prabalingga, nut dhadhallumayu wingwrin.
(13) Angraos karoban lawan, rowangira wus kathah ingkang lalis,
kesusu ing prang kabutuh, tanbuh nggennya ngungsia, ngalor
ngidul kapengkok barising mungsuh, sasisane ingkang pejah,
360
nemah samya anut balik.
(14) Panggedhene langkung merang, sesingidan anyamar wor
pekathik, playonira rebut dhucung, geger wadya Blambang-
an, sami kaget ginitik ing mengsah ngepruk, sareng campuh
ing ayuda, neng lun-alun rame jurit.
(15) Panggah wadya Belambangan, wireng Terung mangsah ma-
ngidak wani, wong (k.489) Blambangan tumpes larud, ke-
roban lawan ing prang, ngalun-alun atemah segara marus,
asarah wukir kepala, alumu t lelayu hiring.
( 16) Paglaran wus tan na jalma, wong Blam bangan sajuga tan na
mijil, ya ta sang dipati Terung, lawan para dipatya, tedhak
kuda adharat manjing kedhatun, ingiring sentana wadya,
kang sami prawirengjurit.
(17) Warnanen kang aneng pura, narpa Siyung kelawan Kyana
Patih, mempen datan arsa magud, de kanthinya keh lena,
weneh mbolos ing Badhung Kedhung Saruwung, Pajarakan
Prabalingga, myang Sidapeksa ngoncati.
(18) Nglir biyuntu anglesira, sri Blambangan tansah prayitneng
purl, Ian Kya Patih neng kedhatun, dwi samya kewran
driya, Kyana Patih matur marang prabonipun, ngaturan
mbelani wadya, laju anempuh ajurit.
( 19) Nging Siyunglaut tan arsa, de langkung jrih kawus uningeng
getih, duk ngungak prang ngalun-alun, wu- (k.490) s engga
samodra rah, kamigilan tyasira Sang Siyunglaut, tan arsa
miyosi yuda, Ki Patih pegel kang ati.
(20) Dennya matur tan dhinahar, awusana tyas muring ngucap
wengis, "Heh ta Prabu Siyunglaut, kaya wong kesurupan,
de kumenthus ndadak arsa dadi ratu, sanggup ngadu marang
bala, temah ngapirani dasih.
(21) Apa wurung mati sira, pan gumendhung angangkuh ing rat
Jawi, balane wus sima lampus, ratu tan wani perang, nora
wurung sira mati lawan ingsun", Kya Patih nudingi asta,
sang nata tinantang jurit.
361
(22) Sri Siyunglaut bettnantya, nyat umangsah pan sarwi narik
keris, Patih Cluring gya sinuduk, jaja nrus ing wa1ikat, patih
enget gancang gennya ngrebat dhuwung, Siyunglaut linari-
han, sampyuh kalih sareng lalis.
(23) IG Patih lawan sang nata, kang kunarpa sami gumuling siti,
sang dyah prameswari ndulu, lamun kang raka seda, la-
(k.491) wan patih druwala suduk-sinuduk, sang dyah tan-
bub solahira, klara-lara nggennya nangis.
(24) Kesaru ing rawuhira, sang dipati ing Terung manjing puri,
ginerbeg pratiwa sagung, saba wadya sumahab, sang dipati
sapraptanireng kedhatun, tan wonten kang methuk yuda,
gya uning mengsahnya lalis.
(25) Kekalih gumuling kisma, lawan patih sami atatu keris, sang
dipati ngandika rum, marang dyah prameswara, "Napa pur-
wa palastra Ki Siyunglaut, dene sami tatu jaja, Ian patih
sarengnya lalis."
(26) Matur sang dyah prameswara, ngaturaken solahireng nge-
masi, ing purwa ngaturken sampun, marang sang adipatya,
sakelangkung sang dipati tyasnya ngungun, de keng meng-
sah sampun lena, druwala lawan pepatih.
(27) Dadya Ki Patih katrima, dene adreng Ki Patih ogajak jurit,
·mangke Ki Patih kang sunu, pinundhut kinen magang, wong
Bla- (k.492) mbangan sedaya wus kinen nungkul, marang
prabu ing Bin tara, binoyong dyah prameswari.
(28) Saisine ing jro pura, pinundhutan kang badhe katur aji, Ian
wasiyat Siyunglaut, kembar dhapur sengkelat, wus pinun-
dhut marang sang dipati Terung, wusnya makuwon sewadya,
ngantya dugi tigang latri.
(29) Nulya dhawuh berdandanan, arsa kondur .mring . Demak
cundhuk aji, ngaturken boyonganipun, miwah branajarahan,
winedalken brana sangking jro kedhatun, winot ngrembat
myang gotongan, grobag glindhing myang turanggi.
(30) Sang dipati gya paren tah, pra dipati pasisir pan pinalih, ki-
362
-
nen njarahi mring Badhung , myang dhateng Pejarakan,
Sidapeksa kelawan Kedhung Saruwung, tenapi mring Praba-
lingga, sepa1ih ingkang umiring.
(31) Kang kantun para dipatya, nata bektan marang Demak umi-
ring, mring tindak dipati Terung, semangke wus sanengga,
sang dipatt (k.493) gya budhal sewadya kebut, sangking
nagri Belambangan, sumrek wadya kang lumaris.
{32) Ginelak lampahing wadya, pan wus lepas neng marga tan
winarni, nagri Bintara glis rawuh, katur marang narendra,
tinimbDlan wus tekap byantara prabu, gya mangsah mangus-
weng pad·a, wusnya lenggah awotsari.
(33) Sang nata anamudana, mring kang prapta nembah nuwun
kang rayi, Ion matur dipati Terung, ngaturken reh dinuta,
ing prang unggul tuk boyongan Ian brana gung, lawan warni
bebandhangan, dhuwung pusaka keka1ih,
(34) kembar keng dhapur sengkelat, gya ingasta marang raka
nerpati, sang nata trustha kelangkung, ngaturan kang pu-
saka, tinarima nata nglembana kelangkung, marang rayi Pe-
cattandha, de senggantuk kang kenya di.
(35) Dugi eneng kalihira, mring kang rayi gya kinen ngaso sami,
marang ing pakuwonipun, sedaya pra dipatya, awot sekar
' lengser sangking ngarsa prabu, wus mi- (k.494) jil sekaring
pur~, sri nata jengkar tinangkil.
LV SINOM
'
363
ing mangke jinunjung aji, wus mupakat gung dipati tanah
Jawa.
(3) Semangke Ki Wanapala, atmanya jinunjung patih, sinung
ran Patih Mangkurat, Wanapala sinung mukti, sangkirig kar-
sanya aji, tetep ngabekti Ywang Agung, mituwa nagri De-
mak, mong putra ngrenggani patih, wicekseng tyas Sang
Mangkurat bundheling rat.
(4) Malih kar- (k.495) sanya narendra, muridnya Jeng Sunan
Kali, Iman Semantri semangkya, pan sampun sinungan muk-
ti, lenggah niyaka mukmin, ngembani gung para wiku, saklir
lukiteng karya, Sang Semantri kang ngoreni, Kyageng Sela
wus sinung sih mring narendra.
(5) Tarub Sela dadya lenggah, linuputken karyeng nagri, luput
bulu bekti karya, myang sanese sampun wradin, wadya
kang sahit jurit, warise wus sinung lungguh, dugi karsa
narendra, nggenira andum kamuktin, myang gung wadya
kang tugur wus kinen luwar.
(6) Sang Dipati Pecattandha, wus kalilan mantuk nagri, ben-
dhenira Kyai Macan, karsa pinaringken siwi, Sunan Kudus
nampeni, tyasnya langkung trusthanipun, maJih kang wi-
nurcita, Jeng Ratu Andarawati, putri Cempa nguni garwa
Brawijaya.
(7) Samengkratnya raka narpa, sareng Ian bedhaJring nagri,
tinawan marang Bintara, tinrimakken sang lir (k.496) suji,
tuk Pangran Kudus nguni, nging Dyah wus kepareng sepuh,
wonten Benang gya seda, sinare Karangkumuning, wonten
malih wong agung kang ginupita.
(8) Putra narpa Brawijaya, ngran Radyan Bondhanserati, sa-
kendranya sangking praja, amung lawan kadang siwi, neng
Argakidul prapti, laju Radyan adhedhukuh, alas Ngrejek
binabad, ginentha dalemnya dadi, papan banar tlatarnya
•
saengga praJa.
(9) Dasih lama kathah prapta, miranti sikeping jurit, dyan
dhawuh sentana wadya, karsanya sumulih darmi, juluk
364
Brawijaya ji, madeg baris Ngardikidul, dyan karsa nekung
cipta, neng sawargen manting dhiri, kang pininta mring
darma waris narendra.
(10) Kapyarsa mring para kadang, ing Mandura sang dipati, ri
Bethara Katong miwah, Ian Arya Jaranpanolih, k atri trang
kang pawarti, yen ri baris Ngardikidul, saeka nusul samya,
prapta ngarga pan wus panggih, tata oneng myang me- (k .
•
365
--
(16) Rembag pinernah neng sawar, gya tumandang kadang siwi,
Ion nginggahken marang arga, prapta cinandhak respati,
sinidikara aglis, wusira gya sami tumrun, l~u arebat paran,
Dyan Baribin dhateng Wungking, para garwa mring Paker
•
pangungsenrra.
(17) Kantun Radyan Wanatara, lan rayi tyasira kingkin, dangu
minggu datan nebda, Dyan Wanabaya ngaturi, kentara sang-
king wukir, raka pethuk gya manglangut, ngaler ngilen
tindaknya, kandheg Giring sang a- (k.499) kalih, karsa
dhekah wana Giring binabadan.
( 18) Kang rayi mangke tan arsa, yen nunggil amangun teki, kedah
arsa alelana, anut ciptanireng karsi, mring raka nuwun amit,
kalilan dyan nulya laju, kentar mangayam alas, wus tan ana
bayeng keksi, wangsul ngidul dyan prapta tepining sagra.
( 19) Dangu kuliling neng arga, dyan min yak ngupadya margi,
prapta Guwalangse Radyan, mragalba mring guwa aglis,
prapta jro manting dhiri, antuk sapta dina sampun, tan
keksi dhahar nendra, gya danna ji anedhaki, asung jarwa
ngalela tan keksi warna.
(20) "Heh ta Kaki Wanabaya, kentara sing guwa null, mangulona
. nut samodra, njujuga wetaning Pragi, na tegal raning Mangir,
babaden karyanen dhukuh, kono dadi jalaran, Ian rnintaa
mring Ywang Widi, benjang sira antuk braja lqJNih endah.
(21) Tur mijil sing kodrating Ywang", wusnya sima tanka- (k.
500) pyarsi, kagyat wungu mijil Radyan, gya linggar sing
guwa lari, nut tepi parang curl, kang mandaya pyak mangi-
dul, dadya tan ngambah tirta, wus kawuri marga sungil,
Radyan myarsa Parangtelor resep mulat.
(22) Sarut tirah ing samodra, giglag kadya densaponi, myang
jalma kang nyirat tirta, wola-wali pating sliri, jalestri tanpa
wills, lir tyang nyambut karyeng ratu, neng jroning praja
"'Uja, gumatel wancining rawi, jalma nyirat saya wewah da-
trul... suda.
(23) Wau ._+a Dyan Wanabaya, kang tindak tepining tasik, tansah
.
366
-
•
mangu resep mulat, wrin solahe sagung jalmi, Ion laju sang
apekik, ngilen prapta Limanmungkur, kendel malih dyan
lumyat, solahing rob kang jaladri, mawaJikan muncratnya
1ir arga ben tar.
(24) Tumempuh mring Parangliman, lir gurnada campuh jurit,
kang swara gumer gumentar, nglir gora wrayang mrih pati,
Radyan kacaryan ngeksi, Ion laju satindak mangu, (k. 501 )
pan kadya ngambah pura, neng plataran Maospait, dyan
kumembeng kemengan neng praja arja.
(25) Myang solahe jalma nyirat, sengkutnya nggen ngambil wa-
rih, lir jalma pinerdi karya, nglampahi pakaryeng gusti,
amangun kang pura di, myang kang ngambil mina ngranu,
mangrumbah aneng palwa, mangsahnya lir numpak wajik,
lincek-lincek lir kuda kinarung jalma.
(26) Tinempuh ngalun lumarap , solahira ngraspateni, tinon
ngentrag amendhapan, lir semuwan ing praja di, nglun-
alun kiter wajik, laju watang nander mamprung, pan sarwi
musthi sara, wus lepas datan kaeksi, Radyan saya kegagas
keraseng driya.
(27) Wus dangu Dyan Wanabaya, kuliling tepining tasik, prap-
ta sawanganing Opak, nuju pepet lining kali, labet, penu-
han wedhi, tirta wantah datan tempur, kelawan toyeng
sagra, dadya Radyan antuk margi, tan wikara nggennya
napak neng suwangan.
(28) Laju tindak ngudaya- (k. 502) na, glis prapta sawangan
Pragi, gya kendel tindaknya Radyan, mulat marang tirta
rawi, keh jalma sami ngambil, mina neng rawa asengkut,
mawarna kang bedhama, jala anco seser sundhit, dyan mer-
peki mring jalma kang ngam bil mina.
(29) "Heh Sanak manira tanya, pundi tegal keng ran Mangir",
kang tinanya Ion saweca, "Nggir ler punika kang keksi,
tegil kiduling Pragi, saelere dhusun gung", laju Dyan Wa-
nabaya, prapta kang sinedya karsi, laju babat wus lami pan
dadya dhekah.
367
•
(LVI DHANDHANGGULA)
( 1) Tan ginustha rengganing akrami, dugi penggih atut kang
temantyan, rama ibu trustha anon, lami nggen among sunu,
embah arja dhukuh ing Mangir, Ki Ageng enget ing tyas,
nguni swareng dhawuh, mangke arsa lineksanan, mangun
tapa timbula waris nerpati, putra pinuja mantra.
(2) Dadya amit marang garwa siwi, jinarwanan salire kang
karsa, sarya kinen tut sekaron, myang amrih arjeng dhu-
kuh, aywa karya rengating jahni, kang putra mestu seb-
da, karseng rama jumrung, Kyageng wusnya jarweng pu-
tra, sigra linggar sing dhukuh Ki Ageng Mangir, alepas lam-
pahira.
(3) Tan winarna marga kang lumaris, gancang prapta sukuni-
reng arga, Kyageng mangke ing karsane, plawangan kang
tinuju, dugya ingkang sinedya karsi, laju amangun tapa,
me- (k. 504) minteng dewa gung, mangkya Kyageng santun
asma, ajejuluk Sang Begawan Gunturgeni, nengna gantya
kinandha.
(4) Jeng Sesunan ing Kali winarni, kang ngasrama aneng Kali-
jaga, dugi dennya mong putrane, Mas Adi ngraning sunu,
duk ing nguni Jeng Sunan Kali, jarwa mit marang garwa,
karsanya manglangut, nganglang dhateng jagad Mekah, ing-
368
kang putra tinilar duk meksih alit, semangke wus diwa-
sa,
(5) sanget methah mring ibu sang pekik, amit nusul sudarma
mring Mekah, tan kenging ngampah karsane, dyan meksa
amit nusul, ingkang ibu dadya nglegani, putra wus si-
nangonan, lawan sabatipun, dene ta ingkang binekta, sa-
hat kalih nguni ingkang sinung wangsit, Mas Adi amit nem-
bah.
(6) Sampun kentar sangking Pulo Upih, Dyan Mas Adi lepas
lampahira, prapta ing Pulo Merake, anulya dyan kapethuk,
Ian wa Sunan Benang sang yogi, sang wiku da- (k. 505)
tan samar, mring warna kang sunu, wusana alon ngandi-
ka, "Sira bayi kentannu arsa ngulati, anusul ramanira,
(7) marang Arab ramanta wus mulih, lagi kampir aneng nagri
Demak, amangun serambi gedhe, balia sira bagus, ngur
ngajia neng Demak mesjid, bisa pangguh ramanta", Jeng
Sunan gya laju, sakedhap wus tan katingal, Dyan Mas Adi
kang kantun arsa nututi, marang Jeng Sunan Benang.
"
(8) Sabat kalih neng wuri nututi, lampahira pan katiwang-ti-
wang, marang ing Demak karsane, neng marga tan winu-
wus, gancang prapta Bintara mesjid, tekap ngarseng Jeng
Sunan, Wujil jajar lungguh, Jeng Sunan medharken wulang,
santri Adi winulang sareng lan Wujil, sang wiku lon ngandika.
(9) "Jebeng roro sira sunjarwani, ja katungkul sira ngolah sas-
tra, kang mungging papan tulise, Jawa Arab ya iku, yen gi-
nugu angapirani, lamun tanpa tuduhan, tungkul melang-
melung, a- (k. 506) ngur baya teturona, sangking tan wruh
dunung sastra Arab Jawi, kang wus tumrap ingjiwa.
(I 0) Lawan maning J ebeng sunpepeling, diwaspada jatining
agesang, kanthine kantha sekuthon, diwrin weraneng ka-
yun, ditetela dipunketali, andulu daloning Ia, lila ja ka-
lulun, lulutan jarwaning jiwa, raganira ja grago ndulu grani
tis, ja karem pekareman.
369
•
370
ras suku, Jeng Sesunan nebda paring wrin, suruping jati
wenang, pungkasing lor kidul, suruling raditya wulan, re-
ming netra kelawan suruping pati, kendran ing roh Ian ja-
sat.
( 18) Suruping arka gantyaning latri, Sang Awujil gya nuntum-
ken wreksa, bedhiyan aneng dagane, ing pretapan sang
wiku, ngujung tepi ing waudadi, aran dhukuh ing Benang,
saha sonya sam un, agalang tan ana pelang:- curi tawing
byaking samodra neng wuri , parang gung aseluman.
( 19) Sang awiku angandika Wujil, "Heh (k. 5 09 ) ta Wujil dipe-
pareng ngarsa", mangsah ngelus kekucire, dangu ingelus-
elus, tiniban sih ing sebda wingit, " Ya Wuj il n1it uhua, mring
sesmintaningsun, lamun sira kalebua, neng jro nraka ya
sun dhewe kang ngandhemi, aja wong kay a sira."
(20) Wujil matur nembah anuwun sih, " Boten saged Gusti mang-
sulana, dennya asih mring dasihe , sampun panduka kalbu,
Gusti luwung dasih pun Wujil , klebeta wonten nraka, nggih
namungna ulun", semana sampun praseca, guru sabat wus
datan selayeng kapti, kapti saeka cipta.
(2 1) J eng Sesunan angandika malih, "Porn a J ebeng sira dipra-
yitna, ing daJem sekarat tembe, akeh warna kadulu, aja age
sira tut wuri, yen ta durung katekan , paesan kang tuhu,
' aja sira nggugu swara, lamun teka ingkang cahya wening,
pan meksih manca baya.
(22) lku meksih kebawur ing eblis, penggawene nj ajah lanato-
llah, ngridhu marang ing dhe- (k. 51 0) weke, muiane ya
diemut, aja pegat nggenira dhikir, dimantheng jro driya-
nya, aja kongsi klimput , temahane nemu sasar, diprayitna
yen sakaratil maoti, mesthi ana kang nggawa.
(23) Dinastiti mrih waluyeng pati, aja kengsi Jebeng nem u sa-
sar, temah ruhara sukmane, separan-paran nglangut, kadi
kinjeng nir netra kalih, poma Jebeng diyitna, pemantheng-
ing kalbu, dibisa katon satmata, sinaua njumbuhken rasa
ciptaning, drapon dadi tuladha .
371
• • - . -·
•
(24) Dikaesthi sampurnaning pati, wong agesang tan wurung pra-
laya, yen mati nyang ndi parane, saengga peksi mabur, me-
sat sangkin_g kurungan nguni, ngendi pencoking benjang,
aja nganti kleru, upama patraping donya, wong sesanjan
yen suwe tan wurung mulih, mumpung nom ngawruhana.
(25) Kaya paran n.g gonira ngawruhi, tan karuwan tanah prenah-
ira, Kitab Quran suwung bae, kapg marang Me- (k. 511) kah
nglangut, ujar iku kang diulati, tan tutur datan warah , Je-
beng prenahipun, ya Allah kang karya marga, mring ma-
nungsa sapa ingkang teki-teki, Allah ya paring wikan.
(26) Yen tan bisa angawruhi, upamane lir celeng kobaran, i-
reng tur jeleh netrane, dhapur lir reca budhur, bisa nga-
ji tan wruh ing lapil, pamane wong dribika, bibisane mung
nungkul, maneh basan kaya menda, pitik piler berundhu1
saba neng ·warih, ngawang sarahing berak. ..
(27) Jebeng iya manungsa duk nguni, pan kinarya karsaning
Ywang Sukma, nalika tapel ginavt'e, kehira apan catur,
kinumpulken dadi sawiji, bwni geni Ian tirta, angin jang-
kep catur, pan wus karsaning Ywang Sukma, pinaringan
nugraha dening Ywang Widi, dinadekken manungsa.
(28) Sipat papat paringaning Widi, jaman kalal jalal miwah ka-
har, iku sawiji-wijine, dene bubuhanipun sipat siji kalih
prekawis, kang aran sipat ja (k. 512) lal, ~u tegesipun,
manungsa nom dadi tuwa, sebab iku kedadean seka bumi,
mula nom dadi tuwa.
(29) Pan manungsa padha andarbeni, kuwat miwah apesing sa-
rira, seka geni ya asale, pepak Ian sonyanipun, sebab iku
aslining angin, kanepson lawan sabar, wiji sekang ranu,
pramila dipunwaspada, aja kongsi kalimput nggenira nges-
thi, derapon aja samar.
(30) De manungsa kang wus sinung eling, mesthi bisa nyampur-
nakken coba, nyingkirken begalan kabeh, apan ta dudu
iku, kang sinedya sajroning pati, mung nggone duk ing
kuna, sangkane rumuhun, bisaa mulih mring wisma, iya
372
iku kang sinedya jroning pati, yen antuk kanugrahan.
(31) Dene sipat rong puluh kang manjing, kang minangka pra-
boting sarira, wus kawengku sira kabeh, aneng lapal pa-
nebut, la ilaha la i- (k. 5 13) llollahi, la iku akadiyat, ilaha
ya iku, ingaran merbatat wadat, pan ilelah wakidiyat kurub
manjing, kabeh wus aneng sira.
(32) Pan 1a iku sesanga kuriping, pan ilaha nenem kuripira, ile-
llah lima kurupe, dadi sipat rong puluh, kumpu1 aneng
ing netra kalih, la putihe ing netra, ilahu puniku, pan iya
irenging netra pan illollah kang aneng ing tingal kalih, iku
praboting gesang.
(33) Wis ta Jebeng iku diabecik, aja kongsi kawilet tatrapan,
temah tanpa dadi kabeh, mulane ya diemut, aja pegat den-
nya minta sih, marang Allah kang murba, ing jagad sawe-
gung, dimantheng panyuwunira, diajumbuh Ian gustenira
pribadi, kanthaia puji sembah."
(LVll KINANTID)
(1) Sinegeg kang paring tutur, ya ta kawuwusa malih, nenggya
Sunan Kalijaga, kang sawek ngelaya bu- (k. 5 14) mi, se-
mangke arsa kondura, dahat oneng garwa siwi.
(2) Tindak gancang dhepok rawuh, Ian kang garwa ampun pang-
gih, ingkang putra tan katingal, gya andangu marang ra-
yi, "Y a mring ngendi putranira, dene ta nora na keksi."
(3) Kang garwa saweca matur, "Nusu1 Tuwan arsa ngaji, sabat
kalih kang binekta, tan kenging amba pambengi", Jeng
Sunan sareng miyaria, mring aturira kang rayi.
• (4) Raka kanggeg tyas kumepyur, nulya mit mring garwa alis,
kentar wangsul marang Mekah, sakedhap tindaknya prapti,
neng Mekah putra ngupadya, kubeng pu1o tan pinanggih.
(5) Wus tita Jeng Sunan wangsul, mring Jawa sakedhap prap-
373 '
ti, njujug nagri ing Bintara, laju putra denu1ati, beresih
Bintarajro praja, nggen ngu1ati tan pinanggih.
(6) Warneng putra sampun pandung, Sunan langkung wigyuh
galih, de wus ageng putranira, manna supe warneng siwi,
mangke karsa namun jiwa, mbarang to- (k. 515) peng nge-
sor dhiri.
(7) Mung pribadi sang awiku, sonder gangsa sonder murid ,
mung gangsa tutuk kiwala, kang gendhingan nerambahi,
mung juga topeng kinarya, penthul bancak amantesi.
(8) Nggennya mbarang turut warung, mrih tinonton lare alit,
nging tan arsa ingepahan, mung amrih sukaning jalmi, marga
peken tepung gelang, tinut sagung lare alit.
(9) Tan ana uning kang ndulu, yen keng nopeng Sunan Kali,
sigeg ingkang namur lampah, warnanen Benang sang yogi,
ing driya wis datan kilap, yen rayi nopeng rut margi.
(10) Sigra tedhak sang awiku, sakedhap Bintara prapti, Sunan
duta mawa sastra, nimbali kang namun karsi, Wujil dinu-
ta gya kentar, prapta miyak tyang ningali.
(11) Kang ngrangin jinawil gupuh, kagyat kang namun gya no-
lih, Wujil weca yen dinuta, nembah ngaturken palupi, kang
trate pinenget sastra, Sunan uning kang sastra di.
( 12) (k. 516) Nulya kering sang awiku , prapta mesjffi r~a pang-
gih, J eng Sunan Benang Ion nebda, "Sira Y ayi nglugas dhi-
ri, nggon ngulati putranira, dene ta kilapan Y ayi.
( 13) Ing samo bahing rat sagung, wus katekem sira nsami", k~g
rayi umatur raka, ''Amba kawulaning Widi, sinung kesdik
sing Pangeran, kawula amung sinilih."
(14) Raka mesem ngandika rum , "lya bener sira Yayi, pan wis
bubuhaning kwula, kena ngowah lawan gingsir, yen ang-
gungga lir Ywang Sukma, anglela lungguh ngengkoki.
( 15) Larangane Sukmana gung, kwula bisa gawe pethi, beneh
Yayi kang rinasan, mengko ingsun darbe murid, lagi anyar
durung Ia was, arane si Santri Adi. '
374
(16) Ngaji kitab pan wis putus" , anulya kinen nimbali, kerit
Wujil tekap ngarsa, dangu tan dinuk kang tiring, sang ka-
lih sami supenya, darma lawan ingkang siwi.
(17) Jeng Sunan Benang nglingnya rum, "Ge bektia (k. 517)
sira Adi, pan ya iku ramanira", Dyan Mas Adi gya ngabek-
ti, darma gepah pengrangkulnya, mestakeng .Putra kinem-
pit.
(18) Pan sarwi ngandika arum, "Adhuh nyawa putra mami, ala-
was suntinggal malana, geng diwasa sun tan uning, muiane
---- sun kekilapan, sira kulup sunulati,"
(19) Jeng Sunan Benang nglingnya rum , mring rayi Sesunan
Kali, "Putranira sunweh aran, Hadikesuma prayogi, ya
padhaa Iawan kanca", rayi sa bar mestu karsi.
(20) Semana Ywang Arka surup, karsa kondur sang ayogi, datan
kantun rayi putra, prapta dalem dhawuh Wujil, kinen anim-
bali dhalang, latri arsa ngegar galih.
(21) Wujil kentar pan wus antuk, sanega neng dalem ngarsi
Sunan Benang 1enggah nyamar, Ian kang rayi Sunan Kali,
sabat murid ngarsa aglar, Pangran Hadi kang manggihi.
(22) Wujil gya maharseng ngayun , umatur nerang keng karsi,
"Punapa ingkang lampahan, (k. 518) abdi dhalang sampun
mranti", Jeng Sunan alon ngandika, "Mintaraga bae be-
cik. ''
(Z~) Wujil lengser dhawuh sampun, gita dhalang majeng kawit,
munya gangsa kerawitan , jejer kresna putra ngarsi, dha-
lang ngandha rep kang gangsa, munya wijang pan aririh.
(24) Mung kang munya rebab nglangut, senggrenge angrespa-
teni, gambang gumrenggeng apinjal, karya lipur ing tyas
kingkin, campur wilet Ian gendemya, pyuhing swareng ang-
•
resep1.
(25) Nrithiling wilet gumrunggung, senute keraseng galih , su-
menteg jenggunging gangsa, neng jro kalbu nerambahi,
wau ta kang lenggah nyamar, sang kalih resep miyarsi.
375
(26) Langkung rena sang awiku, mirsa solah kang mangringgit,
tutuking kandha tan nimpang, runtut Ian kang gangsa
ngrangin, Sunan Benang Ion ngandika, marnng rayi Sunan
Kali.
(27) "Yayi dhalang kang wus manggung, jejere Sang ARirnurti,
dene kang aminangka darma, balencong puniku (k. 519)
Y ayi, ninging nrima manah ingwang, padhang luwih da-
mar gent.•
(28) Yen damare wus amurub, wayange null kaeksi, Pendhawa
lawan Ngestina, neng simpingan kanan kering, Bethara
Kresna kuwawang, iya Wisnu ya Rimurti.
(29) Ananing kelir pinanggung, nggone nyatakaken ringgit, de-
ne ireng nginggil ngandhap, minangka bumi Ian langit, kang
kelir ngibarat jagad, wayang amba dhalang Gusti.
(30) Ywang Wasesa dhalang lungguh, Sang Ywang Wenang kang
ningali, Ywang Nurasa kang ananggap, de niyaga kang na-
buhi, lungguhe pan Sang Ywang Tunggal, tunggal s~ara
•
gangsa mun1.
(31) Dene gamelan kang umyung, pan iya lathi kumitir, swara-
ne lir salapita, kethuk kenong ganti muni, kendhang gong
maguru gangsa, lelakon Sembadra elik.
(32) Duk Sang Arjuna manekung, neng guwa amati dhiri, pang-
leburan ing Ywang Sukma, sarira marl miyar:s , mulat di-
semedi (k. 520) ing rat, sedhakep asuku tunggil.
(33) Wus tan liyan kang pandulu, mung pucuking grana kengis,
kang tansah winawang-wawang, ·vayi iku nggon semedi,
pranata pindha niskala, lir sarah mungging jladri.
(34) Tumus swargan ura-ura, dhawuh karsa Ywang Pramesthi,
duk Suralaya kunggahan, ing Newata peksa ngambil, wida-
dari Dyah Supraba, Sang Arjuna kang ndhadhani.
(35) Kasor digbya ing prang lampus, unggul sarta ngalih kasih,
ajejuluk Mintaraga, karan Kombangaliali, iya Raden Da-
nangjaya, iya Bambang Wardaningsih.
376
,
377
sumarah mring Ywang, beneh lawan topeng Yayi, kayuil ka-
yu karya molah, werana selameng urip.
(47) Mesthi dadi plambang besuk, duk Yayi neng marga ngra-
ngin, nganggo topeng penthul bancak, surasane Yayi mi-
ring, topeng bisa mangan sega, dadi wong lambene eblis."
...
(48) Rayi Sunan Kali matur, "Kawula darmi nglampahi, sedaya
topeng pingitan, kagungane ratu wall, penthul ang- (k.
523) gening kawula, dan1el pamrihing durnadi."
(49) Kang raka mangsuli wuwus, "Ya mesthi ing benjang akir,
wong mukmin lawan pandhita, padha sinung ati jail, wong
gedhe sinungan murka, gawe rusake wong cilik.
(50) Mung Yayi Ian jeneng ingsun, dipadha langgeng ing kapti,
angupaya laku tama, diwikan mring Sukma nadi, kang pa-
dhang mungging ing samar, samare katon dumeling.
(51) Nging Yayi ja kongsi bawur, yen bawur ambebayani, rubet
kamoran brahhara, anglimputi cipta kang ning, Yayi aja
kurang weka, mumpung nom diwigya ngesthi."
(LVIII SINOM)
( 1) Dugi dennya musawarat, Sunan Benang Ian kang rayi, seda-
lu tan wonten nendra, bibarnya sareng Ian ringgit, kang
rayi nuwun amit, tan kantun Ian putranipu_!J., kalilan nul-
ya kentar, kondur dhateng Pulo Upih, pan sinigeg nagri
Pengging kang kinandha.
(2) Putra mantu Brawijaya, kang ngrenggani nagri Pengging,
Sang Dipati Dayaningrat, sase- (k. 5 24) danira ing nguni,
tilar putra kekalih, patut putri Majalangu, sami kakung
sedaya, Kebokanigara wangi, arenira kekasih Kebokenanga.
(3) Duk bedhahe Majalengka, Raden kalih sanes karsi, tan
arsa nut gama Islam, lalu kentar tapeng wukir, laju mus-
wa neng ardi, Dyan Kebokenanga anut, ngagama Rasulollah,
srengat nabi prapteng wall, puruhita nguni Ian Seh Siti-
•
Jenar.
378
•
379
'
Ia wan salam pah k ula.''
( 11) Kyageng Pengging Ion nglingira, "Tyang punapa a\va1' ma-
mi, tinimbalan mring sang nata, pendah punapa tyang san..
tri, ngandikan ing nerpati, m angsi wrina basanip un, nggeh
caraka wangsula, andika matura aji, sakelangkung n uwun
duka palamarta.''
(12) Duta narpa amit mesat, ing lampah tan antuk kardi, wuri
gantya kang winama, "'NUWUsen Ki Ageng Tingkir, miyarsa
yen kang rayi, pinerdi maharseng prabu , ngandikan marang
Demak, Ki Ageng gya prapta Pengging, Iaju panggih Ian
rayi Kebo- (k. 527) kenanga.
(13) Manjing dalem tata lenggah, Ion nebda Ki Ageng Tingkir,
"Yayi sira tinimbalan, marang Sultan Bintara ji, apa wa-
dene Yayi, d en e sira nora anut", Kyageng Pengging tur-
ira, "Punapa Kakang ing kardi, tyang dhedhekah t inim-
balan ing narendra.''
(14) Raka kanggeg emen g driya, wusana ngandika aris, "Kaya
priye Yayi sira , mogok tinim balan aji, apa ta sira Yayi,
nora k eb awah ing ratu , bumi Kang sira ambah, myang sa-
wengkon tan ah Jawi, sawarnane kabeh kagungane nata."
( 15) Ki Geng Pengging aturira, " Allah ingkang darbe siti, ka-
dar ta dadya punapa, tyang dhedhekah dentimbali", Ion
nebda K yageng Tingkir, "Aja v1angkot arenin su n, aj a tam-
pani lamba, Ian aja nggegampang pikir, pakewuhe meng-
ko Yayi ulatana.
(16) Mungguh Yayi kaya sira, pan kalenthing wadhah masin,
ambune pan durung ilang, yen sira tu- (k. 528) ru ning aji,
ratu Pengging ing nguni, tetilase durung alum, narpa agung
· prakosa, katujon ramanta ngambil, sang dipati tinarim a.ti
Brawijaya.
( 17) Mengko Yayi k ay a ngapa, sira angrangkep perk awis, angen-
dikan m ring sang nata , yen m enawa wis udani, lamun kada-
n ge yekti, arine ibunta tuhu, men awa asih m arma, ing kang
380
•
•
381
marengi, Kyageng garwa wawrat sepuh, kraos grab bayi mba-
•
bar, wulannya Jumadilakir, ping sedasa warsa Edal kang lu-
makya.
(25) Mangsanira pan kalima, dintenipun Rebo Legi, ing wanci
bangun rairra,. miyos jalu Iangkung pekik, gepah Ki Ageng
Tingkir, medalaken mbing-bingipun, Ki Ageng kalihira, sami
trustha ingkang galih, jalma ningai ringgit beber kagegeran.
(26) Gya wonten keiuwung prapta, tiga sami nyerot kali, geri-
mis ndadak sekala, Ion nebda Ki Ageng Tingkir, "Y ayi nakira
iki, manira kang agungjuluk, Mas Kerebet prayoga, dene laire
marengi, (k. 531) Iagi nanggap wayang beber barang mba-
bar."
(27) Kyageng Pengging Ion turira, "Nuwun Iangkung aprayogi,
angsala sawab panduka, mugi kalis saking sakit, nggih amba
Kakang danni, panduka kang darbe sunu, pinanjangna kang
yuswa, putra panduka pun Bayi, mugi-mugi tuiusa nugraha-
ning Y wang."
(28) Dugi ngantya tigang dina, Kyageng Tingkir aneng Pengging,
ya ta kuneng kawuwusa, dutanira Sri Bupati, prapta Demak
negari, dwi duta Iaju tumanduk, tekap ngarsa tur weca, wus
katur sakreh tinuding, pamopone Ki Ageng Kebokenanga.
(29) Nata langkung dukeng driya, dhawuh kinen animbali, mring
K.i Ageng Wanapala, karsa dhawuh sebda Iungit, kang ngendi-
kan glis prapti, manata silanya bukuh, Ki Ageng matur nero-
bah, wonten karsa animbali, Iangkung gita sang Nata alon
ngandika.
(30) "lya Kakang ana karya, patut sira kang nglakoni, sira dadya
wakil ingwang, anggawaa bantah (k. 532) mami, tekakna
bayi Pengging, rong prakara bantah ingsun, Kakang ya wruha-
nira, ana krasa galih mami, bokmenawa si Pengging dadi pang-
kalan.
(31) Y a sapungkur ingsun benjing, muiane sunistiyari, mengko
Kakang sual ingwang, trapena si Bayi Pengging, endi kang di-
labuhi, saiah siji seka iku, sakehe karsaningwang, sun bodho
382
I
ing sara mangkin", puma dhawuh mestu lengser kang lini-
ngan.
(32) Dhinerekken catur sabat, Ki Ageng kentar sing nagri, amu-
rang-murang semarga, gancang lampah Pengging prapti, pang-
guh wus tata linggih, Kyageng Pengging Ion amuwus, " Kiyai
Jengandika, inggih ta priyagung pundi, lawan sinten panduka
sinam bat asma."
(33) Kang liningan Ion wecana, :'Wanapala tengran mami, mituwa-
ne nagri Demak, sun dinuta mring sang Aji, mundhi timbal-
an mesthi, dhawuha mring kita tuhu, karsane Kangjeng Sul-
tan, kinen mriksa sira (k. 533) mangkin, dene sira kawarta
alul mertapa.
(34) Apa ingkang sira sedya, timbalane Sri Bupati, ya jawaben
dipratela, sual nata rong perkawis, ja kongsi nlimpang kapti,
asikara dadenipun, ya marang dhewekira, Ian aja angrangkep
,
kardi, nora eca karya kingkin selawasnya.
LIX. ASMARADANA
( 1) lya sira pilih endi, ana luwih sangking ana, kang sonya luwih
suwunge, lawan turu mung sapisan, Ian melek selaminya, la-
wan turu saben dalu, pameleke sam ben dina.
(2) Mangan sapisan maregi, sajege nggennya tumitah, lawan ma-
ngan samben sore, pangelehe samben dina, mayo sira piliha,
timbalane sang Aprabu, yen sira pilih kang ana.
(3) Lawan mangan samben ari, alapen negara Demak, mupung
meksih sang Akatong", Kyageng Pengging Ion nglingira,
"Nggih punapa sang Nata, salah darnel ing tumu- (k. 534)
wuh, ing riki wonten punapa.
(4) Kawula kaget sayekti, miyarsa dhawuhing nata, dene mawi
sumlang ngantos, Kyai sangking dugi amba, ratu kalipatollah,
budi mesthi langkung luhur, pungkasane ing utama.
(5) Kula datan saged milih, sedayane inggih arsa, yen milih sonya
temahe, suwunge amengku gelar, yen milih siya-siya, dhateng
383
•
,
anak Adam wujud, yen miliha ingkang ana.
(6) Pinten panjange tyang urip, pinten raosing wibawa, pan bo-
ten wonten adate, jalma gesang sewu warsa, sanese sing Jeng·
Adam, saged yuswa sewu taun, lyan puniku wus tan ana.
(7) Kamukten sajroning pati, sirik ingaranan pejah, de mung nga-
lih panggonane, taunipun yutan wendran, pan meksih
ngangge etang, sanese tan kenging ngetung, nggih punika
atur kula.
(8) Jenengipun tyang ngaurip, estu manjangaken titah, yen siya-
(k. 535) a mring turune, punapa boten duraka, manna sam-
pun kainan, de sangking karsa Ywang Agung, ing wingking
sin ten uninga."
(9) Kyageng Wanapala myarsi, langkung wagugen driyanya, de-
ne pakewuh ature, "Leres ingkang salah cipta, wong iki wis
ketara, nora marem adhedhukuh, sandi bae nandur tela.
( 10) Yen mengkono sira iki, wiku-wikune ngatigan, nora putih
sayektine, jro driyanya manggo reta, ciptanta kawoworan,
sira wong ngalap tumuwuh, kabeh-kabeh sira arsa."
( 11) Ngling mangsuli Kyageng Pengging, "Sam pun ta menggah
kawula, yen kenginga suminggahe, nadyan Gusti Rasulullah,
tan paingan ing karsa, apan wonten tedhakipun, Sultan Seh
nagri Begedad,
( 12) Ngabdul Kadir Jaelani, pan boten mbucal lu~11ah, punika
langkung celake, pan sangking sihing Ywang Sukma, tur tra-
hing Rasulullah, jumeneng wall (k. 5 36) linuhung, luamahi-
pun tan pegat.
( 13) Pinakanan kados kucing, yen kinecap gya dhinahar, sam pun
kadya awak ingong, sageda mbucalluamah, yen teksih won-
ten donya, yektose tan saged tuhu, kuwate sangking lua-
mah."
( 14) Kyageng Wanapala angling, "Yen kaya mengkono sira, dadi
nora ngimanake, mring adege kraton Demak, tekeng pitung
medahat, nora niyat angrempelu, yen sebaa mring Bintara."
384
(1 5) Kyageng Pengging ngling mangsuli, "Langkung gaib ing
Pangeran", Kya Wanapala wuwuse, "Mayo sira asebaa, mring
Demak amaganga" , kang sinung ling lon amu\\'us, "Allah ing-
gih ta samangsa.
( 16) Yen Allah sam pun marengi, pin ten dangune lumampah, ing
mangke nuwun dukane, inggih gampil sowan benjang", Ki
Wanapala nebda, "Sira sunalimi tuhu, telung warsa asebaa.
(17) lngsun ingkang angali- (k. 537) ngi, yen ana dukane nata,
iku maklum ingsun dhewe, menek durung temu sira, jron osik
ing driyanta", Kya Wanapala gya kondur, lepas lampah tan
•
wtnama.
( 18) Gelis prapta Bin tara nagri, Kyageng laju manjing pura,
nata wrin kang prapta ngawe, Kyageng mangsah wus prena-
ta, ngaturken ngreh dinuta, purwa pungkasan ingutus, nggen
ndhawuhken pangandika.
( 19) "Jawabipun nggih pun Pengging, sual dalem dwi prakara,
dipun pilih sedayane, leres cipta pandukendra, sangking we-
tawis amba, nggih pun Pengging lejemipun, estu lamun
ngrangkep karya.
(20) Yen pinengkok angendrani, de pangucapipun lepas, satwi
tega ing pejahe, amung nata atur amba, mugi disabar karsa,
wewangen amba rumuhun, inggih sangking tigang warsa.
(21) Sam pun kagunganing Aji, wiyar kados keng samodra, sa bar
ngapunten myang kamot, yen tan sowan tigang warsa~
sumangga karsa narpa" , nata sareng myarsa atur, (k. 5 38)
emeng galih tan kawentar.
(22) Pangartikanireng Aji, "Si Pengging dadi bebaya, katon wani-
ne marang ngong" , wusana nata ngandika, "Ya Kakang Wana-
pala, bayi Pengging ya sun maklum, sajerone telung warsa.
(23) Kakang ana karsa mami, dhawuha marang si Patya, ingsun
arsa amilih wong, kang prawira ing ayuda, nging ana tandha-
ningwang, sunadu Ian mesa danu, ya dimati tanpa gaman.
(24) Iku Kakang ingsun arsi, klebu dadi wong tamtama", Ki
385
Ageng mestuti karseng, nulya lengser sing byantara, laju
mring Kepatihan, lawan putra pra wus pangguh, ndhawuh-
ken karsa narendra.
(2 5) Wus kadriya mring Kya Patih, lukita karsa narendra, gya dha-
wuh utusan age , marang sagung pra bupatya, pasisir manca
nagra, cancut dhawuh wus misuwur, marang sagung pra di-
, patya.
(26) Nengna gantya kang winami, Ki Ageng Getaspendhawa, wus
puput panjenengane, sumulih marang kang putra, juluk Ki
Ageng Se- (k. 539) la, pan pinundhut putra prabu, miji
kinarya petengan.
(27) Kyageng Sela langkung sekti, nguni saged nyepeng gelap ,
purwanya pinun'<ihut rajeng, duk marengi dhangir gaga, tan-
tara nulya jawah, Kyageng eca nggennya macul, sin amber
glap datan obah.
(28) Nolih bremantya tan sipi, glap tinubruk wus kepegang, bin-
lenggu wus gya binronjong, ingaturken Sultan Demak, nata
myat langkung trustha, glap kinen nggunjara sampun, mung-
ging lering pangurakan.
(29) Lamenira tan winarni, gya wonten ni tuwa prapta, minta tirta
mring kang saos, ni tuwa wus sinung toya, mungging siwur
wadhahnya, ni tuwa seksana laju, gunjara siniram tirta.
(30) Gya njebluk kang gelap muni, nini tuwa sareng "'ima, tuhu
yen gelap jodhone, gunjara wesi malesat, gograg pating se-
layah, Kyageng Sela kongasipun, dugi lami wus akrama,
(31 ) antuk putri (k. 540) Cempa luwih, tedhaknya seh sangking
Arab, dugi lami wus peputreng, wanodya yu ingkang warna,
sinihan ibu rama, Jeng Sultan Demak winuwus, memangun
wadya tamtama
• (3 2) Kawan atus wong sinelir, kang wus sami sekti digbya, sedaya
jinara menter, myang pinentar gora astra, weneh campuh
Ian daka, tanpa braja saged lampus, wus rampak wadya tam-
tama.
386
-
(33) Kyageng Sela myarsa gimir, arsa magang kang tamtama, se-
mana wus katur rajeng, Sultan Demak wus waskitha, mring
putra Kyageng Sela, yen benjang nurunken ratu, milanya
sinamar buda. ,
387
•
LX. PANGKUR
( 1) Horek sagung kang sumewa, tata kubeng mungging sor pang-
gung Aji, dasih kalang tandang gregud, ngemadhuh kang an-
daka, tibeng angga andaka amingut-mingut, mungging sema-
dyaning blabar, sang Nata gya dhawuh gati.
(2) ~K odhok-ngorek kinen munya, Kyageng Sela kinen ngajengna
aglis, duta mesat sami dhawuh, warnanen Kyageng Sela, binu-
sanan kang busana abra murub, kampuh rampek gegubegan,
lancingan panji dinasih.
(3) U- (k. 543) dheng gilig rinenda mas, geng sapupu cineplok
ing rukma di, kinancing garudha krepu, krang melok cam pur
j wala, embah riweng warna pendah Bima sunu, Saptakisma
Antareja, digbya kyating ing ajurit.
(4) Ya ta laju lumeksana, Kyageng Sela wus manjing blabar wesi,
gung wadya surak gumuruh, campur lan gangsa munya, ko-
dhok-ngorek kapyarsa lir singa mbaung, karya uwas kang
tumingal, wau ta kang mangsah jurit.
(5) Kyageng pan wus yunan lumyat, Ian andaka saglugud datan
miris, tan arsa ndhingini campuh, dadya erek kewala, nata
- dhawuh andaka kinen ngemadhuh, kang liningan tandang si-
gra, ponang bantheng dengepyoki. .
(6) Kemadhuh myang tirta keras, tibeng muka andaka netra
andik, jenggirat amingut-mingut, gobag-gabig me.nolah, gya
nerajang Kyageng weya sru tinumbuk, antuk jaja tan wigatya,
(k. 544) kontal mangsah sru sinungit,
(7) tinundha ingundha tawang, sru sumebut dhawuh jumeng-,
• keng siti, nyat amangsah buteng nggedrug, rinasuk kang an-
daka, singat kalih pinegang nguntir gumlethuk, binithi polo-
nya muncrat, regag Kyageng mengo wuri.
(8) Andaka wus kapisanan, amekungkung tan ngleset nggennya
lalis, sang Nata wespadeng ndulu, mring solah putr~ng Sela,
dennya mbithi andaka noleh ing pungkur, nata nebda .
dhawuh patya, "Heh Patih priksananen aglis.
388
(9) Jebeng nganggo noleh wuntat, apa sebab ambithi nora ngek-
si", mestu patih lengser ngayun, pangguh Ian Kyageng Sela,
ndha\vuhaken kang timbalan J eng Sang Prabu , "Angger
Sela pekenira, wau mbithi bantheng lalis.
( 10) Panduka noleh ing wuntat, kin en mriksa punapi kang tino-
lih", Kyageng marang patih matur, "Mila mengo manira,
(k. 545) wau mbithi m anira kaciprat m arus, langkung suker
dhawah ngangga, milanya manira nolih. "
(11) Wangsul duta Kyana Patya, tekap ngarsa ngaturken ngreh
tinuding, "Nggih putranta mengonipun, suker pan kenging
erah" ndta nulya mring Kya Patih malih dhawuh, "Ya Patih
wis baleken a, Jebeng Sela wus tan arsi.
( 12) Iku wong tipis atinya, k ena marus kagete noleh wuri, ngapi-
rani nemu kewuh", Kya Patih lengser sigra, prapta ngenggen
lan Ki Ageng pan wus pangguh, lon ndhawuhken karsa narpa,
"Jengandika kinen bali.
( 13) AndL<a ginalih uwas, pram ilane sang Nata datan arsi,"Kya-
geng sareng tampi dhawuh, tyas kanggeg datan nebda, sigra
linggar kongas sendhu so1ahipun, tan mawi pamit mring pa-
tya, ku~ ca nrampat mring kang nangkil.
(14) Kyageng kondur gegancangan, tan winama neng dalemira
prapti, gya mepak d edamelipun, kawula wong Sa- (k . 546)
sela. winetara ana wadya pitung atus, neka penganggening
' j alma, sumekt" saastreng j1 rit.
(15) Kyageng musthi kang pusa l ~ a) Kyai Pleret mungging asta
kurr_itir, ngraos tunggil tfah Ian Pra bu, m liarsa ng1anggar
pura, ctatan wangwang m anglawan kridhaning pupuh , Ian
k ang ram a ing Bin tara, gepoh soma an ungkemi.
(16) Mat)Jr ngampah tan pin-yarsa, sigra 1aju Ki Ageng nitih wa-
jik, ules kresn a bathil mu1us, semarga angetepang, p an ingi-
ring sagung kwula wangsanipun, Kyageng tansah nggigit waja,
'- kadi ge ya t empuh jurit.
( 17) Salira wijang sembada, netra andik ngantirah angaj rihi, lir
Sang Boman t ara Prabu, duk tnonah Ian ri Soma, bremantyeng
389
•
390
•
(26) Nata rawuh dalem pura, gya pinethuk mring garwa prames-
wari, kuneng nata neng kedhatun, warnanen kang sor yuda,
Kya- (k. 549) geng Sela sarawuhnya dalem dhukuh, minggu
datan kena nebda, de srengkara purun Aji.
LXI. DHANDHANGGULA
(1) Gyuh ing driya Kyageng manting dhiri, saundurnya sangking
nagri Demak, saroh amuk datanpa leh, saklangkung brangta
nekung, supe dhahar tenapi guling, ing dalu sare kadhar, le-
lemek ron satu, rengkulu banon salimbag, duk semana mare-
ngi dina sawiji, nuju bangun raina.
(2) Kyageng nendra pan satengah guling, nulya wonten swara
kapiyarsa, asung penget mring kang sare, "Heh nyawa tita-
hingsun, dinarirna yen titah Widi, pan sira benjang uga, antuk
bendhe luhung, tur dadi panenger yuda, bendhe lamun ti-
nabuh unine bening, wigya ngemandhang tawang.
(3) Wus pinasthi lamun unggul jurit, yen abengkak kasor yuda-
nira, tur dadi pusaka raj eng" , wusnya nir kang sung wu wus,
Kya- (k. 550) geng kagyat wungu nggen guling, pepungun .
saya brangta, nggregud ing panekung, nggennya minta mring
Ywang Sukma, dugya lami kuneng gantya kang winarni,
ing Bicak wonten dhalang.
(4) Purwa tengran kathah raning desi, langkung mlarat nanging
betah nglapa, temen nrima satitahe, kentar sing wisma laju,
atirakat neng pinggir beji, ngran tlaga ing Madirda, nguni
tilasipun, duk Jisaka karya jalma, ingkang tlaga mangong-
kang sukuning ardi, nujwa ri Gara mulya.
(5) Ngumbusongabledhug raning wukir, bang-bang wetan wanci-
ne kang latra, Bicak pitekur asendhen , rem-rem sata mangan-
tuk, saliyepan Ki Dhalang ngimpi, pinanggyan ramanira,
prapta ngadeg ngayun , asung jarwa kang saweca, "Jroning
tirta iku ana kempul siji, nguni ngran Pancajanya.
•
(6) Kaki age ambilen tumuli , gawe kempul dadi mulyanira, sa-
391
sedyamu pan kayekten", wusnya nikang sung wuwus, Bicak
ka- (k. 551) gyat nglilir nggen guling, emut supenanira, jro-
•
ning tya& mangungun, marengi candra purnama, pan sumi- "
lak lir raina anelahi, Bicak gya ngungak tlaga.
(7) Sangking tepi kang tirta awening, wonten keksi lir bulus
geng dhasar, celak estu kempul bendhe, gya manjing ngam-
bil gupuh, binekta wus minggah manginggil, ing tyas marwa-
ta suta, seksana gya mantuk, prapta wisma asung jarwa, rna-
rang rabi lamun ngimpi daradasih, k empul sinungken garwa.
(8) Y an ingucap semana wus lami, pan pinunggel mrih gancang-
ing kandh a, Bicak nggennya antuk bendhe, wus dadi mulya- ·
nipun, nggennya ndhalang kelangkung laris, kang nanggap
tan asela, dugi Sela nglarug, lami laris aneng Sela, wahka
sasra rabi dhalang ayu luwih, ing Sela tan asama.
(9) Dadya katur marang Jeng Kiyai, myarseng warta Kyageng
langkung brangta, nulya arsa ngyektekake, marengi . nerti
dhusun, (k. 5 52) dhalang Bicak dalu angringgit, Kyageng ana-
mur kwula, dennya karsa ndulu, dhawuh marang jinemannya,
catur dasa wus kinen ndulu rumiyin , kantun juga pun Soma.
( l 0) Kyageng linggar musthi sara mandi, njligud nggeged dhl-
nerekken Soma, prapta kendel neng dhadhahe, wuwusen
kang amanggung, dhalang Bicak kang lagya ngringgit, lampah-
an Bratayuda, pejahnya Bimanyu, rinoban prang Ian Kurawa,
wusing lena jejer garwanira kalih, gendhing bendhet wor ra-
ras.
(11 ) Reoing gangsa mangandha keng k awi, kang amunya m ung
rebab Ian gambang, kethuk kenong Ian gendhere, wilering
gender umyung, cukak kewes wileting gendhing, Nyi Dha-
lang sasolahnya, karya brangteng ndulu, dhasare pamulu
jenar, moblong mendal ungeling prembayun kalih, karya
pemanas driya.
(12) Sangking gunge jalma kang ningali, temah horeg tanbuh kang
tiningal, m ung Nyi Dhalang sasolahe, ta- (k. 553) nsah
dhesuk-<lhinesuk, kang tan kiyat mijil nglolosi, ,.vamanen
•
392
-
Kyageng Sela, kang ndulu neng pungkur, ngungak astu war-
na endah, wau Kyageng kang brangta arsa ngyekteni, mring
rabi dhalang Bicak.
(13) Dadya supe sangking genging brangti, baya sampun karsa-
ning Ywang Sukma, Bicak· tekeng ing takdire , Ki Ageng ngle-
pasi hru, marang dhalang lambunge titis, tan sambat laju
lena, Kyageng swareng wadu, tandang gung jineman Sela,
angerayah gangsa ringgit denambili, binoyong rabenira.
(14) Wusing enjang katur Jeng Kiyai, gangsa ringgit miwah rabe-
nira, dhalang Bicak kang wus layon, Ki Ageng sareng ndulu,
pan mung kempul renaning karsi, wus nir pandulyeng brang-
ta, mring rabi kang lampus, ngraos yen kaduwung karsa,
marang dhalang tan dosa tumekeng pati, wusana Ion ngandi-
ka.
( 15) "Heh sakehe sanak ingsun sami, kabeh iku ya sun ora arsa,
(k. 554) ya amung kern pule bae" , kuneng gantya winuwus,
Pulo Upih Jeng Sunan Kali, kang nuju ngider jagad, wus tan
samar kalbu, samobah mosiking kwula, karsa kampir dhateng
Sela sang Ayogi, tindaknya kadya kilat.
( 16) Mung sakedhap netra Sela prapti, laju njujug panepen kepang-
gya, wrin kagyat Kyageng nulya ge, tumrun gya ngraup suku,
matur nembah -mangasih-asih, wusnya Jeng Sunan lenggah,
mesem ngandika rum, "Nggonsun kampir Jebeng iya, arsa
uning sira antuk bendhe adi", esmu jrih Kyageng weca.
(17) Pan tumungkul ngrepa esmu wadi, saha waspa de sisip pra-
tingkah, ngaturken srah ing lenane, "Ulun atadhah bendu,
asikara tan do sa yekti", J eng Sunan Ion delingnya, "Y a
sun Jebeng wis wruh, kaya pa bendhe warnanya", Kyageng
lengser manjing dalem ngambil aglis, kempul ngaturken
Sun an~
( 18) Wus kapriksa sang Wiku Ion angling, "Heh ta J e- (k. 55 5)
beng sunjarwani sira, ya wruhannya kempul kiye, dadi pa-
nengran pupuh, mring nak putu buyutmu wuri, yen bendhe
munya bengkak, lamat kasor pupuh, yen bendhe tinabuh
393
•
394 •
digbya sekti, aja ngandelken japa, Ian ja nggege laku, k abeh
iku dadi siya, lawan aja nggugu kawruhe wong sugih, tan kena
tinirua.
(26) Yen sirantuk tingkah kang utami, aja sira angarah keringan,
saidhep-idhepe dhewe, diidhep ing tumuwuh, diabisa ngenaki
kapti, kaptine sapepadha, padhaning tumuwuh, iku kareping
manungsa, kudu kedhep marang sepadhaning jalmi, iku ya
kawruhana.
(27) Lan yen klakon anak putu wuri, sokur lamun yen 21 ) sira
pribadya, (k. 558) lamun bisa dadi gedhe, diidhep ing pake-
wuh, ewuh iku kalih prekawis, pan ewuh ing pangucap , ewu h
ing pandulu, Ian ewuh sajroning driya, yen ketara iku ing-
kang mbebayani, pan dadi penggrayangan.
(28) Balik sira anirua Kaki, jahna patrap iku rake tan a, ya su prihen
ing sawabe, mberkahi ya wong iku, ora kena yen dialani,
tirunen aprayoga, pambek tyase alus, sapangucap ngarah-
arah, laku lungguh tan pegat anata kapti, iku ngran jalma
tam a.
(29) Kang wus kocap pandhita linuwih, iya iku guruning pandhita,
tan ketara salakune , tan cegah mangan minum , mung narima
pasihan Widi, tan pegat nggon prayitna, tindak kang prih
ayu, labete ngawruhi raga, ngidhep marang sakeh kadang di-
wedeni, kadang gumlar ingjagad.
(30) Bumi tirta angin lawan ardi, surya candra lintang (k. 559)
ing akasa, kabeh iku pan kadange, jalma kang salah nglaku,
iya dadi satruning Widi, muiane ana lara, alat kang tinemu, ,
jalma kang rahayu patrap, lanang wadon becik raketana sami,
dadi ayuning jiwa.
(31) Iku poma wirayatsun Kaki, lamun sira dadi santri jlamprah,
dinedya kaprah ing akeh, yen dadi santri gundhul, digumun-
dhul-gundhul nggendholi, nggendholi ujar nyata, aja kongsi
kleru, yen ngrungu rasaning serat, jroning serat kerentek kang
basa mesthi, dimesthi sira nuta.
21) asline : yin
395
~i nggonsun kalya peling ma oe . .ik lla. ruaning pa..
kap Jarsun ngranggoni kabeh: muiane un pitutur su-
paya.a. Slamete rn un dadi n tan aman, mnn sapung r
ingsun nguni n punjm san1a anging duru.ng nge r-
"en ru eden dhiri mula n1eksih ruata.
33) renen '"a mg n1aling m31itit mulet a- . Sf>O ti tyas mg-
n pan ewran mrih ibasuki sima abeh, se~asa sabi antu..
nora ta 'ar ggonsun mrih ye ti sesi.ngating anda:ka, sunda-
d tand , asel apelak-peiak, a!)un gugup durun
pati angg~api, agahan tur agetan.
(34 Lan un nuW'llll atunr ng si i wu ~adriy.a saWiU.hngin
danna, padhang datan e ran ~ase, · Agen;) malih 1111UWU
,..p n1a illup sim dibec· . patrape ong neng praja dipra-
i tnen h . Ia an ma dbedhuiruha, neng La an pin-
tan n n1nng an lmuwih. tirnbula aris nata . ·
( ".. a eng ela wu dugi ang arsi nggenny;a paring wubng
dhaten putna, 1nyang dangune antu bendhe, terus supena-
n:iptm~ ah ~ manv.an sangkmg sang Yogi, lan pinarin
pusaka oraJa ami dhuwung, dwi san1i wijilan pUlVI.a ri
Pandha r.atu "'inilian de . adi, i A!geng ing seman a,
( 6 dri anya nut eranl'ating e- . 56 I) ris, yai ope agen1
Danna putr.a, tan IWah ¥ageng tyase, w.us mrr ruhareng
a:Ibu ang~enggahi manungsa jati ing tyas Dam1akusuma
nincing pandulu [nadhep [ll~ang mg am an, ber bu-
dirnan aseca lega eng an1i my.ang dhateng u aendran.
(3 'a a ~an1 i onga ing penggalih, embah arja dhukuh ing Se-
seia, emah kady.a pvaja genge, ~ebih wong laku sandu, labet
ageng udigby;a ekti en1an~e yageng Seta langlrung
mre [n "aibu, acy.a serat pi'WUlang, ngr.an P.epali lan u1uk
Lu ran~ng Jalmi lan1iny:a tan kmandha.
"ya ng ela 1 itu ang siWI, pen1bajenge anody.a yu
tama yi Geng Lurun tengah ngrane, milih ri anodya yu
1
yi Gen aba ang Dy.ah eng wangi ni ma1ih pan anody.a,
JYJ G n~ JP · , an R m sun1.undhui yi 1\geng gerang,
ari. malih i Gen iButuh · an e an · an ma1ih anoa a.
(3 ( 56 ...) ama antuk ri Gen Bodho natni dhuktih ~ajang
n1ung j ~a kan riya y:agen lEnis jejulu e~ ra y:a eng
ela SUliUd, yageng Eni sun1ulih danni.. ten gran i .~gen
ela in an1anca asup;) y.a eng Enis angkung eli b a su-
dira nung nggeguru Jen unan ali eian 4~ ung bran" en
ukma.
398
-
sinelasah.
(16) lngulatan boten panggih, mung panduka (k. 566) kang neng
wana", prapta malih jalma taken, "Dora boten sima, sedalu
sami myarsa", gumujeng Sesunan Kudus, " Yen mengkono
desanira.
(17) Sunarani Sima becik, dene nora nana macan, pan mung swa-
ra ing anane", sagung jalma mestu sebda, desa nglih raning
Sima, Sunan Kudus nulya laju, dhlnerekken s.a batira.
(18) Ngidul leres nggen luiJlaris, tansah murang-murang marga,
nasak wiyak kambengane, pra sekabat tansah yitna, mring
Gusti nut ing tindak, angleresi nginggil dhawuh, ngambah
lepen pepirikan.
( 19) Sabat juga matur Gusti, mbok nggih Yogi kendel kedhap,
amba yun minum mring lepen, sanget salit boten kangkat" ,
Jeng Sunan Ion sebdanya, "Lah ta sahara karuhun, de lagi bu-
thek tirtanya.
(20) Mengko ngarsa tirta wening, ditutug adus minuma", pan ka-
telah dugi mangke, (k. 567) Kalibuthek tengranira, gya sin-
rang ing tindaknya, prapta nggening lepen agung, Sunan ken-
del Ian sekabat.
(21) Ayom mungging sor waringin, pan kasilir ing maruta, weh
sumrah jiwa kang reren, nikmating angga sumrambah, sima
lesuning jiwa, sabat pitu wus samya dus, Sunan laju ing tin-
daknya.
(22) Tan pisah kelawan murid, minggah sengkan tumrun jurang,
kendel dugi ing tlatare, mungging sor pucung kuwawang, ing
Pengging dhukuhira, karang nggenggeng Sri dinulu, tumruna
bebanjaran
(23) Pethetan banjengan asri, myang kantha-kenthaning bata,
tuhu pura tilasane, eca nggennya kendel Sunan, kinubeng pra
sekabat, manggusthi lampah ingutus, nggen arsa manatas
nyawa.
399
•
LXIII. MEGATRUH
( 1) Dangu ken del J eng Sun an Ian sa bat pitu, ngaringken lesuning
dhiri, ting keleset sami tidhur, la- (k. 568) bet lampah jalan
kaki, rinubung ing rare angon.
(2) Sami taken rare angon gumarumung, ngadeg pan sami gumri-
wis, "Apa rika gendhong iku", tan sela nggennya nakeni,
tan antuk dennya tetakon.
(3) Meksa tanya lare akeh gwnarumung, badhe-binadhe pra sami,
apa ika apa iku, sami rowangnya pribadi, "Dakbadhene iku
gembol."
(4) Kang sawiji nauri, "Dakbadhe dudu", ana mbadhe layang
piring, kangpretitis mbadhe kempul, ana mbadhe egong cilik,
dene ta kempul ginendhong.
(5 ) Kang mbekta ngling, "Bocah iki padha mbesur, bok ndleng
uwong sethithik", sinaru datan amundur, malah padha ang-
grayangi, kang ambekta sendhu mbekos.
(6) Ya ta mesem ngandika J eng Sunan Kudus, "Bok karepe bo-
cah cilik, aja sira aruh-aruh", ju- (k. 569) ga sabat matur
Gusti, "Jer larene sami mbandhol.
(7) Nggennya taken pan boten saged sumaur, wongsal-wangsul
anakeni, neracak sami ndelurung, karang bandhol ayak ngri-
ki", gya wonten wong tuwa katon.
(8) Sarwi macul pasangan nyengk.elang pecut, meksih cawetan
methinthing, njebobog ikete sabuk, upete merang cinang-
king, rinangkep lawan serotong.
(9) Nulya linggih nyelehken pasanganipun, upete merang sinan-
dhing, ngungkabi ingkang kinandhut, bako gewol neng sa-
lepi, nyogok srotong lingnya alon.
-
( 10) " Nggih ta dawek Ki Bagus andika udud", Sunan Kudus Ion
mangsuli, "Nggeh tarima Sanak ingsun, rika ududa pribadi,
aywa sira walang atos.
( 11 ) Nggeh ta Sanak manira taken satuhu, langgar karig katong
400
sing riki, na- (k. 5 70) pi ta nggeh dalemipun, Kiyai Ageng ing
Pengging", kang tinanya saweca Ion.
(12) "Nggih punika Ki Bagus ing dalemipun, Ki Ageng ing Peng-
ging mangkin, pan sampun sedasa dalu, Jeng Kyai sanget
prihatin, rinten dalu won ten gedhong.
( 13) Sarawuhe sangking Tingkir laju nekung, nggih kang raka
Kyageng Tingkir, kinadang ingaken guru, mangke sampun
angemasi, sawek din ten Jumungah Pon.
(14) Dugi mangke Kyageng dereng karsa metu, langkung sanget
nggen prihatin, kula wau nggih mretarnu, dhateng sabat nami
Kadim, mekaten nggenipun criyos."
( 15) Gya lare ngon nyelak malih sami ngrubung, tanya guywan
ting cekikik 22 ), badhe-binadhe kumrusuk, juga lare ban-
dhol angling, "Dakbadhe yaiku konthol."
( 16) Rowang lare nauri, "Dakbadhe entut", sarwi nganyur tudang-
tuding, dhedhesu- (k. 571) kan maju mundur, bendu Kyai
mring karyalit, usjemake padha ndhodhok.
( 17) "Na wong tuwa padha ngadeg ting jelanggrung, apa ta dine-
leng iki, kaya wong andulu badhut, wong lungguh tan ditak-
limi, dakgebuga sambil pekoh."
( 18) Datan ajrih lare surak use mlayu, Jeng Sunan manebda aris,
"Paman aja rika aruh, wus jemake bocah cilik, jer misih ka-
sihe Manon.
( 19) Becik rika alinggihan diatutug, rika pajar Kyai Pengging,
nggen banget tarimaningsun, ngriki desa ngrane pundi",
kang tinanya saweca Ion.
(20) "Ing Kenayan ngriki dhusun namenipun", Sunan Kudus ang-
ling malih, "Penet lihen Ngaruh-aruh, manira ingkang nyali-
ni, nggih prayogi Sanak ingong."
(21) Ri wusira gya laju Jeng Sunan Kudus, prapta ngandhaping
k uweni, sejawining banon agung, karsa (k. 5 72) kendel sang
Ayogi, wit kuweni geng sakebo.
22) asline: cekakik
401
(22) Roning luhur anglir gurda aubipun, panglindhung• nganti-
yang ninis, dangu ken del sang A wiku,
•
kang sekabat kin on
keri, winangsit lukiteng kewoh.
(23) "Ya wekassun lamun ing jro ana gumruh, bendhe tabuhen
diaglis, ya sun dhewe kang lumebu, nging dipadha ngati-ati",
gya wonten ni tuwa katon.
(24) Jeng Sunan ngling, "Nini ingsun titip batur, sun arsa marseng
Kiyai, yen nggawaa batur saru, sabab sun tan metu kori, sun
metu butulan kulon."
..
(25) Ngling ni tuwa tanya "Pundi dika Bagus", Jeng Sunan alon
nauri, "Manira Nyai ing Kudus, ya sira matura Kyai, lamun
ingsun arsa panggoh."
(26) Nini tuwa mring Jeng Sunan aturipun, "Kyageng sawek ap-
rihatin, tan saged manggihi tamu", Jeng Sunan ngandika rna-
lib, "Ni wecakna ujar ingong.
(27) La- (k. 573) mun ingsun dutane Ywang Mahaluhur, ya wijil-
an seka nglangit", nini tuwa gya lumebu, prapta matur Kya-
geng ririh, sangking sejawining kobong.
(28) "lnggih Gusti ing Jawi pan wonten tamu, ngaken dutane
Ywang Widi, tedhakan sing langit biru", Kyageng mesem
nglingnya aris, "Undangen mring ngarsaningngong."
(29) Cethi mijil ngawe Sunan gya tumanduk, prapta ing jro ge-
dhong aglis, Sunan uluk salam sampun, Kyageng Pengging
ngancarani, "Ing
_,..
riki sami alunggoh."
(30) Nyingkap klambu jawab asta tata lungguh, Ki Ageng ngandi-
keng rabi, "Rubiyah saosa suguh, dhedhaharan kang prayo-
gi", Nyi Geng lengser manjing pawon.
(31) Sunan Kudus andhawuhken kang pamuwus, "Heh kita Ki
Ageng Pengging, kang timbalan Jeng Sang Prabu, heh ta
iya pilih endi, kang neng jaba tenapijro.
(32) Aneng ngisor kelawan kang (k. 574) aneng luhur", Kyageng
Pengging Ion nauri, "Tan nampik tan milih ingsun, ngreh su-
mangga karseng widi, tan wigya yen dhandhang enggon.
402
'LXIV. DHANDHANGGULA
( 1) Yen miliha ing jero pan sisip~ yen miliha njaba luwih sasar,
semang-semang pangidhepe, yen miliha ing luhur, pan kuman-
dhang diaku yekti, yen miliha ing ngandhap, temah sasar-
susur, kapire pitung medahab, njaba njero ngisor ngluhur dar-
bek mami, sonyane darbek ingwang."
(2) Sunan Kudus wengis dennya angling, "Sira iku mula kekan-
dhangan, nora mantep panggilute", Ki Ageng Ion amuwus,
"Dene sira apindho kardi, yen wis kinecapena, mesthine ingu-
lu, yen linepeh siya-siya, pan was-uwas wong uwas kedha-
dhung eblis, mung angas idhepira.''
(3) Sunan Kudus angandika malih, "Sira bisa mati jroning ge-
sang, ya padha sa- (k. 575) dina kiye, yen bisa sun arsa
wruh", Kyageng Pengging nglingira aris, "lngsaallah ta aja,
ana sira pan wus, ya nora njejampang iman, kita iku baya ta
arsa ngyekteni, mring ingsun tan suminggah. ,
(4) Lamun sira anggaliha santri, yekti santri satuhu manira, yen
terkanen lare angon, nyata sun wijil ngratu, yen nerkaa Allah
mring mami, pan iya nyata Allah, sakarsanta ngrengkuh, ka-
wula nyata kawula", Sunan Kudus ngling, "Sun arsa wruh
ayekti, mring pati pekenira."
(5) Kyageng Pengging mesem nauri ngling, "Yen mengkono
karsane sang Nata, arsa karya lelabete, ngendi ana satuhu,
umat bisa mata pribadi, nanging penjaluk ingwang, ing sa-
pungkur ingsun, ja ngembeti ing akathah, ngemungena ing-
suri dhewe kang nglabuhi", Sun an Kudus manebda.
(6) "lya aja sira sumlang ati", Kyageng Pengging alon wuwusira,
"Mayo sekengira (k. 576) kuwe, tamakna sikut ingsun", -
Sunan gancang sikut sineking, Ki Ageng narik napas, niba
nulya lampus, Sunan Kudus nulya nggetak, uluk slam Ki
Ageng isih nauri, "Ya ngalaekum salam."
(7) Sunan Kudus sigra mesat aglis, prapta njawi pangguh saba-
tira, wusnya jarwa laju age, wamanen garwanipun, Nyi Geng
403
Pengging dereng udani, glis nggennya miyak gubah, uninga
seda wus, layon raka gilang-gilang, karuna njrit layon raka
densungkemi, sambatnya melas arsa.
(8) Para cethi sedaya nut anjrit, kapiyarsa njawi pekarangan,
sedaya kwula wangsane, estri jalu lumebu, sampun mashur
lamun ngemasi, Ki Ageng kenging cidra, njawi tandang gure-
ruh, kulon wetan kidul prapta, sawontene kwula Pengging
anutuhi, mring jalma kang anyidra.
(9) Sabat ing jro Pak Kadim nulya glis, manjing dalem Ka-
dim si- (k. 577) gra nyandhak, kang pusaka Pengging bendhe,
Kiyai Udanarum, bendhe iku kalane nguni, duk Prabu Daya-
ningrat, nalika rumuhun, yen don nglurug mbedhah praja,
bendhe lamun tinabuh ana garimis, mesthi lanang yudanya.
(10) Ki Danarum tinabuh tinitir, munya ngangkang wong Peng-
ging wurahan, alok gumrah wor tangise , we tara wong tri atus,
ingkang samya tandang ndhimini, kang wuri gurawalan,
liweran aselur, warnanen tindaknya Sunan, mirsa mesem ken-
del ngandhap pucung nguni, Ngaruara Kenayan.
( 11) Kyai Macan tinabuh tinitir, ngungkung nggereng anglir rna-
cam ngombang, wong Pengging wespadeng anon, wadyanya
Sunan Kudus, abrasinang katon sakethi, anggabag neka
warna, lir jeladri tedhuh, ngaler ngilen lampahira, kwula
wangsa Pengging gumrah anututi, sru nebda, "Amandhega.
( 12) Heh (k. 578) wong cidra papagen sun iki, aja tangg ng sira
amrih patya, belakena gusteningngong, ya aja tinggal playu,
taker marus aliru titih" , kotbuta sedayanya, myarsa Sunan
Kudus, nolih kendel asru nebda, "Heh wong Pengging ingsun
tan nedya ngembeti, wong cilik kaya sira."
( 13) K wula Pengging mberung anututi, " Ya wong cidra sakethi
wuwuha, mayo tameng jaja kene, angadu tosing balung, ken-
ceng otot wuleding kulit , atepung pupu jangga, akantaran
bau, ya mayo taker ludira, rebut titih mangrok bandawala
pati, ditanggen aja on cat."
(14) Sunan Kudus madeg nolih wuri, sarwi ngawe astanira kanan ,
404
•
,
"Heh padha lungaa bae, aja na salah dudu, pan wong cilik
nora udani, dosane gustenira, kaprana ing ratu", kang teken
kinipat ngetan, pe- (k. 579) ngrasane kang mungsuh mange-
tan sami, wong Pengging mbrereg ngetan.
( 15) SaiWi surak nggennya anututi, kang mange tan katonnya
a1eksan, tan kena doh selakune, kesaput dalu pan wus, wa-
dya Pengging manganan ngering, pijer ajejembungan, tan
ngalor tan ngidul, ngetan ora ngulon ora, Sunan Kudus ing
Kali Pepe wus prapti, ler kali tata lenggah.
( 16) Nyirat tirta tegal kidul kali, Sunan Kudus angandikeng sa-
hat, "Wong Pengging amesakake, tepa-tepa wak ingsun, du-
we sanak Ian duwe Gusti, dimene padha prapta, ing sasedya- ,
nipun, yen wis metu keringetnya, mengko lamun ngancik
tegal pinggir kali, mesthi nepsune ilang."
( 17) Gya ngawekken tekennya sang Yogi, ngidul ngetan kang bi-
ngung waluya, dadya anut selasahe, sarwi surak gwnuruh,
pitung atus yen winetawis, rampak arebu- (k. 580) t ngarsa,
kidul kali rawuh, jalma Pengging sami lumyat, pengrasane
mungsuhe ana sakethi, abra lir gunung kobar.
( 18) Wadya Pengging ngancik kidul kali, manahira pan, sami dera-
na, dadya sima kanepsone, katelah wonten dhusun, ran De-
rana Jimbung semangkin, ing wau kang sejarah, nenggya Su-
nan Kudus, salampah rinekseng Sukma wadya Pengging wa-
wang tyas seksana mulih, menedi kang kunarpa.
( 19) Sun an Kudus gya laju lumaris, kuneng gantya Pengging
kang winarna, kang layon sampun sinare, ler kilen dalemipun,
garwanira langkung prihatin, putra jalu sajuga, pan lagya cu-
mucut, sawusnya ing sapta dina, garwanira Nyi Ageng nusul
ngemasi, sinare n unggil raka .
.
(20) Mas Kerebet pan ginanti-ganti, kang amomong sentanane
samya, dipunugung sakarsane, nengna malih winuwus, Sunan
Kudus ing (k. 581) Demak prapti, wus katur sasolahnya, pra-
tingkah ingutus, wusnya narpa galih trustha, gancang kandha
nata nggennya madeg Aji, ing Demak saya arja.
405
•
(21) Sam pun nenem putra dalem Aji, nenggya gangsal putra ing-
kang priya, mbajeng Pangran Sabrangeler, putra kakung pang-
gulu, krama antuk ing Partaragi, Bethara Katong atma, nggen-
nya krama runtut, sinung juluk Dyan Trenggana, nulya Rayi
Pangeran Seda ing Kali, gya Pangran Kendhuruan.
• (22) Dyan pamekas malih putra putri, Jeng Ratu Mas mangke wus
akrama, antuk pangran ing Cirebon, kuneng carita prabu,
dugi lami surut sang Aji, ing mangkya keng gumantya, putra
ingkang sepuh, Pangran Sabrang madeg nata, sulih darma tan
lami nulya ngemasi, sinare tunggil rama.
(23) Dyan Trenggana kang gumantya Aji, ingestrenan pra wall
sakima, Sultan Demak jejuluke, pengulu Sunan Kudus, (k.
582) myang patihnya mangke wus salin, Patih Mangkurat
lena, putra madeg juluk, Kyana Patih Wanasalam, kuneng
•
Demak ing Pengging wuwusen maJih, Mas Krebet ing semang-
kya.
(24) Yuswanira pan wus dasa warsi, langkung pekik wau warnani-·
ra, dedeg pideksa mangronje, salira alus lurus, bau. wijang
nraju mas radin, cahya mangendra capa, sedheng mangsa telu,
amung keciwane lola, meksih lare remen aningali ringgit, pan
ngantya ngenger dhalang.
(25) Sentanane anyekarep sami, Mas Kerebet pinrih sukanira, di-
punugung sakarsane, malah wus lantip manggung, pan warna-
nen Nyi Ageng Tingkir, tedhak mring Pengging arsa, wrin
tilaranipun, mring putrane arenira, dene rama Ian 1 u sami
ngemasi, Nyi Geng lampahnya prapta.
(26) Mas Karebet nulya amanggihi, tinangisan marang ingkang
uwa, kadang mitra se.dayane, sami anglut amuwun, kathah
ingkang (k. 583) keraseng galih, Nyi Ageng Tingkir mojar,
"Heh ta Sanak ingsun, sunjaluk rilane padha, putraningsun
mengko sungawa mring Tingkir'', sedaya tur sumangga.
(27) Wus binekta Ki Jaka mring Tingkir, sapraptanya pan dinama-
dama, ngugung barang sakarsane, Nyi Geng Tingkir pan tutus,
nggen keringan mring kanan kering, sasedanireng raka, pan
406
•
. !
407
•,
'"
•
•
..
Buku ini harus anda kembalikan
paling lambat pada tanggal
yang tercantum terak.hir.
e.I
-.
-
•
.l
..... ..
•
• •