Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 1

kebudayaan suku Batak karo

Dosen pengampu : Medi lilis Nainggolan,SP,MP.

 Nikolas simanjuntak
 Joel panggabean
 Yunita Vialasari
 Rudi sihotang
 Niko siahaan
 Yunelman ( Tidak Membantu sama sekali)
 Arif hulu ( Tidak Membantu sama sekali)
Suku batak karo
Suku Karo merupakan Suku Bangsa asli yang bermukim di Pesisir Timur (Ooskust) Sumatera atau bekas
wilayah Kresidenan Sumatera Timur, Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini salah satu
suku terbesar di Sumatera Utara. Dan dijadikan salah satu nama kabupaten di wilayah yang mereka diami
yang bernama Kabupaten Karo. Suku ini berbahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo
didominasi oleh warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Suku Karo bisa disebut suku
Batak Karo. Dikarenakan banyaknya marga, kekerabatan, kepercayaan, dan geografis domisilinya yang
dikelilingi oleh etnis-etnis Batak.Orang Karo menamakan diri kalak Karo, orang diluar Karo dan tidak
mengenal Karo-lah yang memanggil mereka dengan Batak Karo. Benar atau tidak Karo ini disebut Batak,
tergantung persepsi Batak yang ditawarkan. Karena, jika konsep Batak yang ditawarkan adalah Batak yang
didasarkan pada hubungan vertikan (keturunan darah) seperti yang berlaku di Toba-Batak, bahwa Si Raja
Batak merupakan nenek moyang bangsa Batak, maka Karo bukanlah Batak! Ini disebabkan eksistensi Karo
yang telah teridentifikasi lebih awal dibanding kemunculan Si Raja Batak ini( Karo jauh sudah ada sebelum
kemunculan Si Raja Batak diabad ke-13 Masehi) berdasarkan pada fakta sejarah, logika, tradisi di Karo dan
suku-suku lainnya yang disebut Batak. Namun, bila batak didasarkan pada kekerabatan horizontal (solidaritas,
teritorial, dan geografis) maka Karo merupakan bagian dari Batak
Bahasa Karo
Bahasa Karo adalah bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakatKaro di mana merupakan bentuk bahasa
Austronesia Barat yangdigunakan di daerah Pulau Sumatera sebelah utara pada wilayahKepulauan Indonesia.
Ruang lingkup penggunaan bahasa itu sendiritidak mengenal ruang dan waktu. Dimanapun dan pada saat
kapanpun jika ada sesama Karo bertemu ataupun bukan orang Karo tapi mengertibahasa Karo berhak untuk
berdialog dengan bahasa Karo.
 Penyebaran bahasa – Austronesia Salah satu rumpun bahasa utama di dunia; meski hubungan dengan
rumpun-rumpun lain sudah diajukan, namun belum ada yangditerima secara luas. Distribusi
geografis:Asia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Suriname Peta penyebaran bahasa Austronesia di
dunia
 Tingkatan bahasa Ada 3 dialek utama dalam pengucapan dan tulisan menurut letakgeografisnya :

 Dialek Gunung – gunung


 Dialek kabanjahe
 Dialek jahe-jahe
Pengetahuan
Sebagai suku bangsa, suku Karo tentunya memiliki kebudayaannya sendiri. Salah satu dari tujuh unsur kebudayaan
menurut Kuntjaraningrat adalah sistem pengetahuan. Sistem pengetahuan adalah sistem pemahaman yang dimiliki
oleh manusia dalam memandang sekitarnya. Dalam konsep sistem pengetahuan, manusia memiliki pengetahuan
tentang alam dan sekitarnya, tubuh sendiri, benda, sifat sesama manusia, dan juga ruang maupun waktu.

Masyarakat Karo juga mengenal penanggalan hari dan bulan serta pembagian waktu siang dan malam hari.
Mereka memiliki terminologi sendiri pada pembagian waktu. Satu bulan dibagi dalam 30 hari dan satu tahun dibagi
dalam 12 bulan dan masing-masing ada Namanya.
 Pembagian waktu dalam sehari atau siang hari di bagi menjadi 5 waktu,
 Masyarakat karo juga mengenal mata angin atau disebut “ penjuru bumi” dan dibagi 8,
 Aksara karo terdiri atas 21 huruf induk utama ditambah sisipan “ketelengan” dll.
Organisasi Masyarakat
A. Perkawinan
pada masyarakat Karo bersifat eksogamidan memiliki struktur hubungan asymmetrical
connubium,artinya pertukaran wanita tidak terjadi secara timbal-balik antara dua kelompok kerabat,

seorang anak laki-laki idealnya menikah dengan anak perempuan saudara laki-laki ibu. Di samping itu, ada
larangan menikah dengan anak perempuan saudara perempuan ayah (turang impal), karena anak perempuan
saudara perempuan ayah ini dianggap seperti saudara kandung sendiri sehingga tidak boleh dinikahi. Dalam
suatu perkawinan, inisiatif melamar dilakukan oleh pihak laki-laki dengan mengirimkan delegasi ke rumah
siperempuan.

Kunjungan ini disebut nungkuni, dan apabila lamaran diterima selanjutnya diadakan perundingan (ngembah
manuk )antara kedua belah pihak untuk membicarakan jumlah mas kawin (tukur ) yang harus diberikan.
Hal lain yang dibicarakan adalah jumlah harta yang akan diterimasaudara laki-laki ibu si gadis (bere-bere), saudara
laki-laki ibu dariibu si gadis ( perkempun), saudara-saudara perempuan ibu si gadis(perbibin), anak beru ayah si gadis
( perkembaren), dan saudaralaki-laki ibu si pemuda (ulu emas). Kemudian dibicarakan padawaktu pelaksanaan
perkawinan
( peturken)

B.Kekerabatan
Seluruh hubungan kekerabatan pada masyarakat Karo, baikberdasarkan pertalian darah maupun pertalian karena
hubunganperkawinan, dapat direduksi menjadi tiga jenis kekeluargaan, yaitu;
kalimbubu, senina atau sembuyak, dan anak beru, yang biasanya disimpulkan dalam banyak istilah, tetapi maksudnya
sama yaitu:daliken si telu sama dengan sangkep si telu, iket si telu, rakut si telu.Pada suku-suku Batak yang lain
seperti Toba, Mandailing, danAngkola, maksud yang sama dikenal dengan istilah dalihan na tolu.Daliken si telu
(daliken adalah tungku batu tempat memasak didapur, sedangkan si telu adalah tiga).

Hubungan antara ketiganya tidak dapat dipisahkan di dalam hal adat, menyusupi aspek-aspekkehidupan secara
mendalam, menentukan hak-hak dan kewajiban didalam masyarakat, di dalam upacara-upacara, hukum. Pada masa
sebelum penjajahan Belanda, jugatermasuk ritual, dan segala aktifitas sosial.
Teknologi dan peralatan
Segolongan kecil dari masyarakat Karo, terutama dari kaum wanita,pekerjaannya ialah menenun
kain di mana dapat dihasilkan berbagai jenis, mulai dari halus sampai kasar. Adapun nama-nama dari
jenis kain yang ditenun adalah.

• Uis nipes Dipergunakan untuk upacara adat bagi kaum wanita maupun pria. Kaum pria umumnya
melilitkannya di kepala atau membentuk segitiga. Sedangkan perempuan memasangkannya sebagai
bagian dari variasi pakaian adat pada upacara tertentu.
•Uis teba Digunakan dalam upacara adat dan kepercayaan.

* Hasil anyaman Kaum wanita ( gadis sampai yang berusia lanjut ) banyak yang bekerja menganyam
dengan menggunakan sejenis pohon“bengkuang”, “ketang” dan “cike”.
• Pria menganyam dengan belahan-belahan bambu dan rotan:
• seperti alat keperluan dapur,seperti kudin taneh (periuk sayur)
• Alat penangkap hewan dan ikan,seperti kawil(kail dan kawat)
• Senjata untuk keperluan sehari-hari,yaitu sekin(parang),cuan(cangkul)
Mata Pencaharian Hidup
Masyarakat Karo merupakan masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada
bidang pertanian. Pada umumnya mata pencaharian utama masyarakat Karo adalah bertani. Hal ini disebabkan
lahan pertanian yang sangat subur, sehingga menjadikan Tanah Karo sebagai daerah penghasil tanaman pertanian
khususnya sayur-mayur yang terbesar di Sumatera Utara. Tanaman padi bagi masyarakat Karo merupakan salah satu
tanaman penting, yang selain mengandung makna ekonomi juga memiliki keterkaitan terhadap unsur religi dan
sosial. Panggilan khusus terhadap tanaman padi yaitu Siberu Dayang menunjukkan penghargaan tersebut.

Menurut Bangun istilah aron berasal dari kata sisaron-saron (saling bantu) yang diwujudkan dalam bentuk kerja
orang-orang muda atau dewasa sekitar 6 hingga 9 orang. Aron merupakan ikatan kerjasama untuk mengerjakan
lahan pertanian dan para pekerja aron disebut buruh tani. Aron juga dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu (1)
Jangak adalah ikatan kerjasama yang semua anggotanya pria, (2) Diberu adalah ikatan kerjasama yang
semua anggotanya wanita, dan (3) Campuren adalah ikatan kerjasama yang anggotanya terdiri dari pria
dan wanita.
Dalam pembentukan aron tersebut jumlah laki-laki lebih banyak dari pada
jumlah perempuan karena melihat kemampuan perempuan dalam mengerjakan
aktivitas aron tersebut. Aron yang diketahui tidak dibayar dengan uang atau
pertimbangan yang bersifat ekonomi melainkan berupa tenaga, aron yang
dibentuk adalah atas kesepakatan bersama.
Religi & Upacara Keagamaan
menurut data pada tahun 1983 bahwa presentase pemeluk agama di kabupaten Karo adalah sebagai berikut :
Kristen Protestan 46,31 %, Katolik 12,95 %, Islam 19,03 %, Hindu Budha danlainnya 21,70 %.

Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun demikian banyak
sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mempertahankan konsep asli “animisme” ( kepercayaan akan
adanya jiwa dan roh didalam anthropologi kebudayaan ) yang biasanya menjadi religi –Berikut adalah kepercayaan
orang Karo, pertama,“Dibata” ( Tuhan)

Mereka juga percaya akan adanya“tenaga gaib” yaitu semangat yang berkedudukan di batu-batu besar,kayu besar,
sungai, gunung dan hal ini biasa dikenal sebagai“dinamisme”Kedua, roh manusia yang masih hidup disebut “tendi”.
Sedangkan roh manusia kemudian mati yang lazim disebut arwah atau “begu”menurut orang Karo. “Tendi” atau jiwa
atau roh manusia yang masih hidup dan sewaktu-waktu bisa meninggalkan badan manusia, makadiperlukan
pengadaan upacara yang dipimpin oleh “guru si baso”(dukun) agar “tendi” tadi segera kembali ke badan manusia
tersebut; Sahala yang berarti jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Adapun upacara-upacara ritual yang dilakukan orang Karo :

•“Perumah Begu” yaitu upacara pemanggilan arwah seseorang yang sudah meninggal melalui guru sibaso (dukun )

•“Ndilo tendi” upacara ini dilakukan apabila ada seseorang yangterkejut akan suatu kejadian, baik karena
penglihatan, pendengaranatau jatuh, hanyut,dll. Di mana tendi tersebut akan meninggalkantubuhnya karena terkejut

.•“Nengget ” adalah upacara yang ditujukan kepada pasangan suami-istri yang setelah sekian tahun berumah tangga
namum belummemiliki anak.

•“Ngarkari” ialah upacara menghindari suatu kemalangan yangdialami oleh suatu keluarga di mana guru sibaso
berperan penting.

•“Erpangir kulau” adalah untuk membersihkan diri seseorang ataukeluarga secara keseluruhan, menghilangkan
kesulitan, malapetakadan lainnya.
Kesenian

SASTRA KARO

Seni sastra Karo dapat digolongkan beberapa jenis yaitu : pantun, gurindam, anding-andingen (sindiran),
kuan-kuanen (perumpamaan), bintang-bintang (mirip pantun), bilang-bilang (cetusan rasa sedih), cerita mitos,
legenda dan cerita rakyat.Seni sastra bahasa Karo tingkat tinggi seperti “Cakap Lumat”. Cakap lumat adalah
dialog diselang-selingi dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam yang digunakan untuk sepasang
kekasih untuk saling menggoda.

Bilang-bilang ditulis dengan aksara Karo di sepotong bambu. Isinya adalah jeritan hati sipenulisnya. Bilang-
bilang tersebut terfokus pada suasana kepedihan. Oleh karena itu ada juga yang mengatakan bilang-bilang
sebagai “dengang duka.”
Aksara Karo
merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo. Menurut
sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno
yaitu campuran aksara Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. h
Kemungkinan aksara ini dibawa dari India Selatan, Myanmar/Siam
dan akhirnya sampai ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip
dengan Simalungun dan Pakpak Dairi. Aksara Karo dulu ditulis
di kulit kayu, tulang dan bambu

SENI MUSIK
Alat musik tradisional suku Karo adalah Gendang Karo.
Biasanya disebut Gendang “Lima Sedalinen” yang artinya seperangkat
gendang tari yang terdiri dari lima unsur.
Unsur disini terdiri dari beberapa alat musik tradisional Karo
seperti Kulcapi, Balobat, Surdam, Keteng-keteng, Murhab, Serune,
Gendang si ngindungi, Gendang si nganaki, Penganak dan Gung.
Alat tradisional ini sering digunakan untuk menari, menyanyi dan berbagai ritus tradisi
Jadi Gendang Karo sudah lengkap (lima sedalinen) jika sudah ada Serune, Gendang si ngindungi, Gendang si
nganaki, Penganak dan Gung dalam mengiringi sebuah upacara atau pesta.
SENI TARI
Tari dalam bahasa Karo disebut “Landek.” Pola dasar tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan,
gerakan naik turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian
itu ditambah dengan variasi tertentu sehinggga tarian tersebut menarik dan indah.
Tarian berkaitan adat misalnya memasuki rumah baru, pesta perkawinan, upacara kematian dan lain-
lain. Tarian berkaitan dengan ritus dan religi biasa dipimpin oleh guru (dukun). Misalnya Tari Mulih-
mulih, Tari Tungkat, Erpangir Ku Lau, Tari Baka dan lain-lain
SENI UKIR/PAHAT
keragaman seni pahat dan ukir suku Karo terlihat dari ragam bangunannya.
Dulu orang yang ahli membuat bangunan Karo disebut “Pande Tukang”
Hal ini terlihat dari jenis-jenis bangunan Karo
seperti Rumah Siwaluh Jabu,
Geriten, Jambur, Batang, Lige-lige, Kalimbaban, Sapo Gunung, dan Lipo.
Seni ukir yang menjadi kekayaan kesenian Karo terlihat pada
setiap ukiran bangunannya seperti Ukir Cekili Kambing, Ukir Ipen-Ipen,
Ukir Embun Sikawiten, Ukir Lipan Nangkih Tongkeh,
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai