Anda di halaman 1dari 2

Mahar

1. Calon mempelai pria harus memberikan mahar atau mas kawin pada jumlah, bentuk
dan jenisnya harus disepakati kedua belah pihak
2. Mahar harus diberikan atas dasar kesederhanaan dan kemudahan
3. Biasanya mahar diberikan secara tunai. Apabila mempelai perempuan setuju jika
mahar ditangguhkan, maka diperbolehkan untuk tidak tunai
4. Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah tidak
menyebabkan batalnya pernikahan. Begitu pula jalnya kalua mahar masih terhutang,
maka tidak mengurangi sahnya nikah,
5. Apabila suami meninggal qabla ad-dukhul atau akad, seluruh maharnya menjadi hak
penuh isterinya
6. Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, maka mahar itu dapat diganti dengan
barang yang lain yang sama bentuknya dan jenisnya. Bisa pula diganti dengan barang
lain dengan nilai yang sama atau uang yang senilai dengan harga mahar yang hilang
7. Apabila terjadi perselisihan mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, maka
penyelesaiannya diajukan ke pengadilan agama
8. Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon
mempelai wanita mau menerimanya, maka penyerahan mahar dianggap lunas.

Larangan Nikah
1. Pasal 8 UU No. 1 tahun 1974
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas atau kebawah
3. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, seperti : antara saudara
orang tua antara seorang dengan saudara neneknya
4. Berhubungan semenda. Sperti : mertua, anak tiri, menantu, bapak /ibu tiri
5. Berhubungan susuan, seperti orang tua sepersusuan, anak susuan, dan saudara susuan
dan bibi atau paman susuan
6. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari 1 orang
7. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang
nikah

Poligami

1. Asas monogami dalam UU perkawinan tidak bersifat mutlak, tetapi hanya bersifat
pengarahan pada pembentukan perkawinan monogami dengan jalan mempersulit
penggunaan poligami.
2. Pasal 3 ayat 2 :
 Harus ada ijin pengadilan
 Dikehendaki para pihak
 Hukum dan agama yang bisa mengizinkan
3. Pasal 4 dan pasal 5
Mengajukan ijin ke pengadilan di daerah setempat atau daerah tempat tinggalnya
Dengan syarat :
 Ada persetujuan dari istri
 Suami mampu menjamin nafkah
 Suami bisa berlaku adil
Putusnya perkawinan dan akibat akibat hukumnya
Alasan alasan perceraian (pasal 116 KHI)
1. Suami melanggar taklik talak
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam
rumah tangga

Anda mungkin juga menyukai