Dibuat oleh;
HIDAYATULLAH
(50500120023)
PRODI JURNALISTIK
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah swt. Atas segala rahmatNya sehinnga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima
kasih terhadap pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu al-
qur’an. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangunkan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
TUGAS ILMU AL-QUR’AN..................................................................................1
“AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH DALAM AL-QUR’AN”......................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Poin Pembahasan..........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih...................................................3
B. Macam-macam Mutasyabih..........................................................................7
C. Al-Mutasyabihat Dalam Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah......................9
D. Perdebatan Ulama Seputar Mutasyabihat...................................................10
E. Hikmah Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih..........................................13
BAB III..................................................................................................................14
PENUTUP..............................................................................................................14
1. KESIMPULAN...........................................................................................14
2. Saran............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terkait itu pula Allah jadikan didalam al-Qur’an hal-hal yang bisa
dipahami secara menyeluruh, juga hal-hal yang hanya dipahami oleh orang
tertentu dan hal-hal yang hanya Allah sajalah yang memahami maknanya.
Hal yang semacam ini disebut oleh para ulama sebagai pembahasan al-
Muhkam dan al-Mutasyaabih yang in syaa Allah akan menjadi
pembahasan makalah kita dalam kesempatan ini.
1
B. Poin Pembahasan
1. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih
2. Macam-macam al-Mutasyabih
2
BAB II
PEMBAHASAN
“Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata yang
bermakna larangan. Kata pertama yang berakar dari tiga huruf tersebut
adalah Hukum yang berarti melarang dari sebuah kedzhaliman.”
Dikatakan juga: “ ِهMMMMMِهُ ِم ْن ِخاَل فMMMMMُ َذا إِ َذا َمنَ ْعتMMMMM ِه بِ َكMMMMMْهُ َعلَيMMMMMُ”ح َك ْمت, “aku
َ
menghukuminya dengan begini, jika aku melarangnya untuk tidak
menyelisihi sesuatu tersebut”.
3
artinya aku menguatkan sesuatu dan melarangnya dari kerusakan.[5] Abu
Hilal al-‘Askariy –rahimahullah- berkata:
قَ]]ا َل، َّش]ابُ ِه َع ْينً]]ا َك]]انَ أَ ْو َم ْعنًى َّ ش ْب َهةُ ُه َو أَنْ اَل يَتَ َميَّ ُز أَ َح ُد ال
َ ش ْيئَ ْي ِن ِمنَ اآْل َخ ِر لِ َما بَ ْينَ ُه َما ِمنَ الت ُّ َوال
ًضا لَ ْونًا اَل طَ ْع ُما َو َحقِ ْيقَة
ً ضهُ بَ ْعُ شبِهُ بَ ْع ْ َ { َوأُتُوا بِ ِه ُمتَشَابِ َها } أ:هللا تعالى
ْ ُي ي
Asy-Syubhah adalah tidak bisa membedakan antara satu dengan yang lain
disebabkan adanya kemiripan antara keduanya secara kasat mata ataupun
makna, Allah Ta’ala berfirman: “mereka diberi buah-buahan yang
serupa…”, maksudnya adalah sebagiannya menyerupai warna sebagian
yang lain, bukan rasa atau hakikatnya.
4
Maka al-Mutasyabih secara bahasa adalah “sesuatu yang memiliki
kemiripan satu dengan yang lain”.
والح َر ِام
َ ح فَ ُه َو َما أَ ْح َك َم ْتهُ بِاألَ ْم ِر َوالنَّ ْه ِي وبَيَا ِن ا ْل َحاَل ِل
ِ ص ِطاَل ِ َوأَ َّما فِ ْي
ْ اال
Al-Muhkam Al-Mutasyabih
Sesuatu yang diketahui maksudnya baik apa saja yang hanya diketahui oleh
secara dzhahir atau ta’wil Allah seperti hari kiamat, keluarnya
dajjal dan huruf-huruf muqatta’ah
diawal-awal surat
adalah yang jelas maknanya ayat yang tidak jelas maknanya
sesuatu yang tidak memiliki sesuatu yang berkemungkinan lebih
kemungkinan ta’wil lebih dari satu dari satu penta’wilan
Apa saja yang termasuk ma’qulu al- Apa saja yang termasuk ghairu ma’quli
5
ma’na al-ma’na
Apa saja yang berdiri sendiri -tanpa Apa saja yang tidak berdiri sendiri dan
butuh yang lain sebagai penjelas- membutuhkan kepada yang lain –
sebagai penjelas-
Apa saja yang penta’wilannya sesuai Apa saja yang tidak dapat diketahui
dengan nash turunnya(teksnya). kecuali dengan ta’wil
Yang tidak berulang-ulang lafadznya Yang berulang-ulang lafadznya
Al-Faraid, janji dan ancaman Kisah dan permisalan
An-Nasikh, halal dan haram, hudud dan Mansukh, aqsam (sumpah) dan apa saja
faraid serta apa yang kita wajib yang kita wajib mengimaninya namun
mengimaninya dan mengamalkannya tidak untuk diamalkan.
Halal dan haram Selain halal dan haram
6
al-Imam Ahmad Sesuatu yang berdiri sendiri Yang tidak berdiri sendiri
dan tidak membutuhkan bahkan membutuhkan
penjelas penjelasan terkadang dengan
penjelasan ini dan terkadang
dengan penjelasan yang
lainnya disebabkan khilaf
dalam penta’wilannya
Al-Imam Tekstual yang bagus dan Sesuatu yang jika ditinjau
al-Haramain tersusun yang dari segi bahasa tidak dapat
berkonsekwensi memberikan dimengerti, kecuali
makna yang lurus atau benar didampingi dengan tanda
tanpa penafian atau pendukung. Seperti satu
kata yang memiliki banyak
makna
Ath-Thayyibiy Makna yang jelas yang tidak Makna yang tidak jelas yang
menimbulkan kesamaran menimbulkan kesamaran
B. Macam-macam Mutasyabih
Berkait tentang pengelompokan macam-macam mutasyabih ini ada
beberapa pendapat ulama didalamnya, seperti pada kedelapan hijriyah Imam
asy-Syatibiy menuliskan bahwasanya al-Mutasyabih itu ada tiga: haqiqiy dan
idhafiy sert al-Mutasyabih yang terdapat dalam istinbatnya bukan nash
dalilnya.
7
kedua ini disebut juga dengan istilah al-Mutasyabih an-Nisbiy yang
relative dan hanya ulama tertentu saja yang dapat memahami maknanya.
3. Al-Mutasyabih dalam istinbat hukum bukan pada ayat atau dalilnya akan
tetapi pada ‘illahnya. Contoh; ayat tentang haramnya bangkai dan halalnya
hewan yang disembelih secara syari sangatlah jelas, namun timbul syubhat
saat kedua daging tersebut tercampur apakah halal untuk dikonsumsi atau
menjadi haram.
b. Terdapat pada lafadz yang tersusun lebih dari satu, seperti ليس كمثله شيء
karena seandainya diucapkan يءMMه شMM ليس مثلmaka ini lebih jelas untuk
dipahami oleh yang mendengarnya.
2. Dari segi makna saja, seperti makna dari sifat-sifat Allah Ta’ala. Karena
sifat-sifat ini tidak dapat kita pahami gambaran hakikatnya.
3. Dari segi lafadz dan makan terbagi menjadi lima macam al-Mutasyabih;
a. Dari segi populasinya, seperti pada permasalahan al-umum dan al-
khusus.
Contoh: َفَا ْقتُلُوا ْال ُم ْش ِر ِكين, dalam surat at-Taubah ayat 5.
b. Dari segi tatacaranya, seperti wajib atau sunnah dalam firman Allah
Ta’ala surat an-Nisa’ ayat 3:
8
d. Dari segi tempat turunnya ayat tersebut.
e. Dari segi syarat yang menjadi standar sah tidaknya ibadah seperti syarat
shalat dan nikah.
ق أَ ْي ِدي ِه ْم
َ ْيَ ُد هَّللا ِ فَو, ك ِ ْالرَّحْ َمنُ َعلَى ْال َعر
َ ِّ َويَ ْبقَى َوجْ هُ َرب, ش ا ْستَ َوى
1. Madzhab jumhur ahli sunnah dari kalangan salaf dan ahli hadits.
Yang berpendapat dengan mengimani sifat-sifat tersebut dengan
mengembalikan makna yang dimaksud kepada Allah tanpa mentafsirkan
sebagai bentuk tadzih atau mensucikan hakikatnya.
9
berpendapat seperti ini, namun kemudian beliau rujuk kepada pendapat
salaf seraya berkata didalam kitab ar-Risalah an-Nidzamiyah: Yang aku
rela dalam beragama kepada Allah dengan penuh keyakinan adalah
mengikuti salaf al-ummah, sesungguhnya mereka meniti sebuah jalan
yang meninggalkan pertentangan antara makna-makna sifat tersebut.
3. Madzhab Mutawassith.
Disini Imam as-Suyuthiy menukil perkataan Ibnu Daqiq al-‘Id yang mana
beliau berkata: jika penta’wilan itu dekat pengertiannya dalam bahasa arab
maka kami tidak mengingkarinya, jika jauh dari pengertian bahasa arab
maka kami tawaqquf darinya dan mengimani maknanya sesuai dengan
yang diinginkan oleh Allah dengan menjaga kesucian maknanya.
Yang menjadi dasar perdebatan mereka adalah letak waqf atau berhentinya
tanda baca pada ayat:
“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
10
ta’wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”. (Q.S
Ali Imran [3]:7)
Pendapat pertama:
Pendapat kedua:
11
Adapun mayoritas sahabat, tabi’in dan pengikut setelahnya terkhusus ahlusunnah
maka mereka berpendapat seperti pendapat pertama yaitu hanya Allahlah yang
mengetahui al-Mutasyaabih dan ini riwayat yang paling shahih dari Ibnu Abbas”.
َو َما يَ ْعلَ ُم تَأْ ِويلَهُ إِاَّل هَّللا ُ َويَقُوْ ُل الرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم آ َمنَّا بِ ِه
“Dan tidaklah ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah, dan berkatalah orang
yang kokoh keilmuanya; kami beriman dengannya”
Imam ar-Raziy memberikan enam dalil bahwa waqf yang shahih adalah pada
kalimat ُ إِاَّل هَّللا, diantara argumen beliau adalah:
فَأ َ َّما الَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِه ْم زَ ْي ٌغ فَيَتَّبِعُونَ َما تَ َشابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغَا َء ْالفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِغَا َء تَأْ ِويلِ ِه
Dari sinilah lahir kaidah tafsir ابِ ِهM انُ بال ُمت ََشMMال ُمحْ َك ِم وا ِإل ْي َمMMِ ُل بMيَ ِجبُ ال َع َم “wajib beramal
dengan yang muhkam dan beriman dengan yang mutasyaabih”.
12
E. Hikmah Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih
Jika dikatakan apa hikmah mengetahui atau penyebutan masalah al-
muhkam dan al-mutasyaabih, maka sesungguhnya ada beberapa hikmah
didalamnya antara lain:
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
13
والح َر ِام
َ ان ْال َحاَل ِل
ِ َح فَهُ َو َما أَحْ َك َم ْتهُ بِاألَ ْم ِر َوالنَّه ِْي وبَي ِ َوأَ َّما فِ ْي
ِ االصْ ِطاَل
“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau
dikuatkan dengan perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan
haram.”
ف ْال َم َعانِي ْ وأما ال َمتَ َشابِهُ فأَصْ لُهُ أن يَ ْشتَبِهَ اللَ ْفظُ في الظَا ِه ِر مع
ِ اختِاَل
2. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan
kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya w.395 H, Maqayisu al-Lughah,
(Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2008 M) hal. 221.
Abu Nashr Ismail bin Hammad al-Juhariy w.393 H, ash-Shihah, (Kairo: Dar al-
Hadits, cet. 2009 M) hal. 270.
Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Fayyumiy al-Muqriy w.770 H, al-Mishbah al-
Munir, (Kairo: Dar al-Hadits, cet.2008 M) hal. 95.
16