PENDAHULUAN
Pada bagian awal Al-Quran, Allah SWT mengelompokkan umat manusia kedalam tiga golongan, yakni: Mukmin, Kafir,
dan Munafik. Allah SWT menjelaskan ciri-ciri orang beriman(mukmin) secara sangat ringkas. Lalu, ciri-ciri orang kafir cukup dijelaskan
dengan satu ayat.Kemudian dilanjutkan dengan menguraikan ciri-ciri orang munafik secara panjang-lebar.Golongan munafik dibahas dengan
sangat panjang karena mereka adalah golongan yang palingberbahaya di masyarakat. Oleh karenanya, sangatlah perlu kita mengenali ciri-
ciri dan nasibmereka ini
Sikap kaum munafik dan kaum musyrik itu berbeda dari sikap orang-orang mukmin yang dikatakan oleh Allah
SWT dalam firman-Nya:"Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami
patuh. dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An Nuur 51).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Orang munafiq, adalah pendusta, dikategorikan orang yang kurang pemahamannya, mereka sangat sombong bila
diajak kejalan Allah, dan merekapun termasuk orang yang fasiq, dimana dalam ayat yang lain, Allah selalu
mengingatkan kita agar meneliti setiap berita yang datang dari orang yang fasiq.mereka juga adalah orang yang
pelit, bila disuruh berinfaq(Q.S Almunafiqun ayat ke 7), dan masih segudang sifat-sifat lainnya.
Dalam hadits lain disebutkan:dari sahabat Anas ra, beliau berkata, Rasulullah bersabda:Tanda-tanda munafiq
adalah membenci(sahabat) dari (golongan) Anshar, dan tanda-tanda mukmin adalah mencintai (sahabat) dari
golongan Anshar.(Shahih Muslim 1:85)
Penutup
Saudaraku sekalian
Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan agar kita bersikap keras dan menjauhi orang-orang munafik serta
menjadikannya sebagai musuh. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Wahai Nabi, jihadilah orang-orang kafir dan munafikin serta bersikap keraslah kepada mereka . (At-Tahrim: 9)
Mereka (orang-orang munafik) adalah musuh maka hati-hatilah dari mereka (Al-Munafiqun: 4)
Maka, sepatutnya seorang muslim menjauhkan diri dari amalan dan sifat-sifat musuh mereka, serta menjauhkan
diri dari semua perkara yang akan menjatuhkan dirinya ke dalam kemunafikan, seperti politik praktis dan
berbagai jenis kebidahan. Nasalullah al-afwa wal afiyah.
Jenis-jenis nifak
Nifak itiqadi merupakan perbuatan kemunafikan yang besar; pelakunya menampakkan keislaman tetapi
menyembunyikan kekufuran. Jenis kemunafikan ini menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam dan dia
berada di dalam kerak neraka. Allah menyifati para pelaku perbuatan kemunafikan ini dengan berbagai
kejahatan, seperti: kekufuran, ketiadaan iman, mengolok-olok agama dan pemeluknya, serta kecenderungan
kepada musuh-musuh untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi Islam.
Orang-orang yang melakukan kemunafikan jenis ini senantiasa ada pada setiap zaman. Terlebih lagi, ketika
kekuatan Islam telah tampak dan mereka tidak mampu membendungnya secara lahiriah. Dalam keadaan seperti
itu, mereka masuk ke dalam agama Islam untuk melakukan tipu daya terhadap agama dan pemeluknya secara
sembunyi-sembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama umat Islam serta merasa tenang dalam hal jiwa dan
harta benda mereka. Karena itu, seseorang yang munafik menampakkan keimanannya kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhir, tetapi dalam batinnya, mereka berlepas diri dari semua itu dan
mendustakannya.
Membenci Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau membenci sebagian risalah yang beliau shallallahu alaihi
wa sallam bawa.
Yaitu, melakukan suatu perbuatan yang merupakan perbuatan orang-orang munafik, tetapi masih tetap ada iman
di dalam hatinya. Nifak jenis ini tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, tetapi merupakan
wasilah/perantara kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam keimanan dan kemunafikan. Lalu, jika
perbuatan kemunafikannya banyak, hal tersebut akan bisa menjadi sebab terjerumusnya dia ke dalam
kemunafikan yang sesungguhnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Ada empat hal, yang
jika hal tersebut berada pada diri seseorang maka ia menjadi seorang munafik sejati, dan jika seseorang
memiliki salah satu kebiasaan tersebut, berarti ia memliki satu kebiasaan (ciri) kemunafikan, sampai ia
meninggalkannya: bila dipercaya maka ia berkhianat, bila berbicara maka ia berdusta, bila berjanji maka ia
memungkiri, dan bila bertengkar maka ia melewati batas. (Muttafaqun alaih; HR. Al-Bukhari, no. 34, 2459, dan
3178; Muslim, no. 58; Ibnu Hibban, no. 254255; Abu Daud, no. 4688; At-Tirmidzi, no. 2632; An-Nasai, VIII:116;
Ahmad, II:189; diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhu.
Terkadang, pada diri seorang hamba, terkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan kebiasaan-kebiasaan buruk,
kebiasaan-kebiasaan keimanan dan kebiasaan-kebiasaan kekufuran dan kemunafikan. Karena itu, ia mendapatkan
pahala dan siksaan, sesuai konsekuensi perbuatan yang mereka lakukan, seperti: malas dalam melakukan salat
berjemaah di masjid; ini adalah salah satu sifat orang-orang munafik.
Sifat kemunafikan adalah sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya. Karena itulah, para sahabat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam begitu sangat takut kalau-kalau kiranya dirinya terjerumus ke dalam kemunafikan.
Ibnu Abi Mulaikah berkata, Aku bertemu dengan 30 sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka
semua takut kalau-kalau ada kemunafikan dalam dirinya.
Begitu besar akibat yang ditimbulkan perbuatan nifak, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain. Oleh
karena itu, sudah sepantasnyalah Allah memberikan hukuman yang berat bagi mereka yang melakukan,
sebagaimana dijelaskan dalam surat At Taubah ayat 68. Baca dan pahamilah Firman Allah SWT. berikut.
Artinya : "Allah mengancam orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka
jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknat mereka, dan bagi
mereka azab yang kekal." (Q.S. At Taubah: 60)
Dalam surat An Nisa' ayat 145 juga dijelaskan tentang ancaman Allah SWT. terhadap orang munafik sebagai
berikut.
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." (Q.S. An Nisa': 145)
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perilaku Tercela adalah perbuatan yang tidak Diridzoi oleh Allah. Seorang Menganiaya berarti
menyiksa, menyakiti dan berbagai bentuk ketidak sewengan seperti menindas, mengambil hak orang lain dengan
paksa dan lain-lainnya. Aniaya termasuk perbuatan tercela yang dibenci Allah SWT bahkan sesama manusia.
Berbuat Aniaya berarti berbuat dosa.Oleh karena itu, aniaya akan mendatangkan akibat-akibat buruk yang akan
diterima oleh pelakunya. Dewasa ini banyak sekali perilaku aniaya bahkan telah menjadi trend dikalangan orang
yang memiliki kedudukan tinggi. Mereka selalu menilai seseorang dan memperlakukan seseorang sesuai dengan
status sosialnya. Bila seorang pejabat telah menilai seseorang itu jauh lebih rendah dari status sosial yang di
jabatnya, bukan tidak mungkin ia akan berbuat seenaknya sendiri. Sungguh moral manusia sudah sangat rusak
akibat perilaku tercela tersebut.
B. Tujuan
Pembuatan Makalah ini bertujuan untuk :
1. Memenuhi tugas PAI semester II tentang bab Perilaku Tercela
2. Memberikan referensi bacaan mengenai perilaku tercela, sehingga kami berharap makalah ini dapat
memberikan cahaya terang dalam menggapai ridhlo Allah SWT dan dapat membentuk Akhlakul karimah umat
manusia.
3. Memberikan referensi terbaru dalam proses belajar-mengajar.
MENGAPA RASULULLAH TIDAK MEMBUNUH ORANG MUNAFIK ?
Setidaknya ada empat hikmah mengenai Rasulullah Shallallahu Alaihi wassalam menahan diri tidak membunuh
orang-orang munafik (dalam hal ini mereka yang memiliki jenis nifaq itiqadi), padahal beliau mengetahui sendiri
tokoh-tokoh mereka itu. Berikut adalah diantara hikmahnya:
1. Agar jangan sampai ada yang mengatakan Muhammad Shallallahu Alaihi wassalam membunuh sahabatnya
sehingga menimbulkan fitnah.
Disebutkan dalam kitab Shahih Al Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wassalam pernah
mengatakan kepada Umar bin Khaththab radhiallahu anhu: Aku tidak suka kalau nanti bangsa Arab ini
memperbincangkan, bahwa Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya.
Artinya, Nabi Shallallahu Alaihi wassalam mengkhawatirkan terjadinya perubahan pada banyak orang Arab untuk
masuk Islam, karena mereka tidak mengetahui hikmah dari pembunuhan tersebut. Padahal pembunuhan yang
beliau lakukan terhadap orang munafik itu karena kekufuran. Sedang mereka hanya melihat pada yang mereka
saksikan, lalu mereka mengatakan, Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya.
2. Sebagai pelajaran bagi seorang penegak hukum agar tidak memutuskan perkara dengan pengetahuannya
semata, namun membutuhkan saksi-saksi yang menguatkan.
Sebagaimana yang dikatakan Imam Malik : Sebenarnya Rasulullah menahan diri tidak membunuh orang-orang
munafik itu dimaksudkan untuk menjelaskan kepada umatnya bahwa seorang hakim tidak boleh memutuskan
berdasarkan pengetahuannya semata.
Al-Qurthubi mengatakan bahwa para ulama telah sepakat bahwa seorang hakim tidak boleh memutuskan suatu
perkara berdasarkan pengetahuannya semata, meskipun mereka berbeda pendapat mengenai hukum-hukum
lainnya.
3. Sebagai dalil bahwasanya yang dinilai adalah zhahir (yang nampak), adapun batinnya adalah urursan Alloh
Taala.
Imam asy-Syafii mengatakan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wassalam menahan diri tidak membunuh orang-orang
munafik atas tindakan mereka menampakkan keislaman, meskipun beliau mengetahui kemunafikan mereka itu,
karena apa yang mereka tampakkan itu mengalahkan apa yang sebelumnya (kemunafikan).
Pendapat tersebut diperkuat dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wassalam dalam sebuah hadits yang
terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim:
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak
disembah selain Alloh dan Muhammad adalah Rasul Alloh. Apabila mereka mengatakannya, maka darah dan
harta kekayaan mereka mendapat perlindungan dariku kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka berada
di tangan Alloh. (Muttafaqun Alaih)
Artinya, barangsiapa telah mengucapkan kalimat Laa ilaha Illallaah itu, maka berlaku baginya secara zhahir
seluruh hukum Islam, dan jika ia meyakininya, ia akan mendapat pahala di akhirat kelak. Dan jika ia tidak
meyakininya, maka tidak akan mendapatkan manfaat baginya (di akhirat nanti) perlakukan hukum terhadapnya di
dunia. Adapun keadaan mereka yaitu bercampur baur dengan orang-orang yang beriman,
sebagaimana Alloh Tabaraka wa Taala berfirman:
Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: Bukankah kami dahulu
bersama-sama dengan kamu? mereka menjawab: Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan
menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah
ketetapan Alloh. (QS. Al Hadid:14)
Maksudnya, mereka bersama-sama dengan orang-orang mukmin di beberapa tempat di padang mahsyar, dan
jika hari yang telah ditetapkan Alloh itu tiba, maka perbedaan mereka tampak jelas dan akan terpisah dari
orang-orang mukmin. Alloh Taala berfirman, Dan dihalangi antara mereka dan apa yang mereka inginkan...
(QS.Saba:54)
4. Keberadaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wassalam, menjadikan orang munafik tidak dapat berbuat apa-apa.
Di antaranya adalah apa yang dikatakan sebagian ulama, bahwa Nabi tidak membunuh orang-orang munafik itu,
karena kejahatan mereka tidak dikhawatirkan dan disebabkan keberadaan Nabi Shallallahu Alaihi wassalam di
tengah-tengah mereka, beliau membacakan ayat-ayat Alloh yang memberikan penjelasan. Adapun setelah
beliau wafat, mereka dibunuh jika mereka menampakkan kemunafikkannya dan hal itu
diketahui oleh umat Islam.
Imam Malik mengatakan: Orang munafik pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wassalam adalah zindiq pada
hari ini.
Mengenai hal itu Ibnu Katsir berkata, para ulama telah berbeda pendapat mengenai pembunuhan terhadap
zindiq. Jika ia menampakkan kekufuran, apakah ia harus diminta bertaubat atau tidak, atau apakah harus
dibedakan antara penyeru (kepada kezindikkannya) atau tidak, atau apakah kemurtadan berulang-ulang pada
dirinya atau tidak? Ataukah ke-Islaman serta keluarnya dari Islam karena kemauan sendiri atau dipengaruhi
orang lain? Mengenai hal ini terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan dan penetapannya sudah diberikan
dalam kitab-kitab fiqih.[2]
Nifaq
Menurut bahasa, "nafiqaa": salah satu lobang tempat keluarnya yarbu (hewan sejenis tikus) dari sarangnya,
dimana jika ia dicari dari lobang yang satu, ia akan keluar dari lobang yang satunya "nafaq": lobang tempat
bersembunyi, sedangkan menurut syara: menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran
dan kejahatan.
Jenis Nifaq
Nifaq I'tiqadi (keyakinan) (besar) ada 4 macam :
Mendustakan Rasulullah atau mendustakan sebagaian dari apa yang beliau bawa
Membenci Rasulullah atau membenci sebagian apa yang beliau bawa
Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah
Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah
Nifaq Amali (Perbuatan) (kecil) :
Bila diberi amanah, ia berkhianat
Bila bicara ia berdusta,
bila berjanji ia melanggar,
bila berbantahan (bermusuhan) ia menyimpang/menyeleweng.
Berbedanya yang lahir dengan yang bathin Berbedanya yang lahir dengan yang bathin dalam
dalam hal keyakinan hal perbuatan
Tidak terjadi dari seorang mu'min Bisa terjadi dari seorang mu'min
Pada ghalibnya pelaku nifaq besar tidak Pelakunya dapat bertaubat kepada Allah, sehingga
bertaubat Allah menerima taubatnya