PEMBAHASAN
A. Definisi Kafir
1
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 7.
2
Taqy ad-Din ahmad Ibn ‘Abd Halim Ibn Taimiyah, majmu’ fatawa, (Madinah: Mujamma’
al-Malik Fadh li Tiba’ah al-Mushaf asy-Syarif, 2003), XXI: 335
3
Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam (Baerut:
Mansyurat Dar al-Afaq al-Jadidah), I: 49-50.
buku akidah.2 Jadi, orang kafir ialah orang yang mengingkari ajaran Islam
yang seharusnya dia imani.
B. Macam-macam Kafir
Di bawah ini terdapat 4 (empat) kelompok orang kafir yang masing-
masing dari sifatnya memiliki kekhasan, yang perlu dicatat bahwa tidak
semua orang kafir boleh ditumpahkan darahnya (dibunuh).
1. Kafir Dzimmi
Secara etimologi, dzimmi adalah orang kafir yang menjadi
warga Negara Islam.4 Sedangkan secara terminology, dzimmi adalah
sekelompok orang kafir yang hidup (bertempat tinggal) di wilayah yang
berada dibawah kekuasaan muslim.5
2. Kafir Muahad
Kafir muâhad adalah orang kafir yang mengadakan perjanjian
dengan orang Islam, baik perjanjian itu berisi memohon jaminan keamanan
dari orang Islam ataupun perjanjian dengan cara gencatan sejata yang
ditetapkan oleh penguasa Islam, maupun berdasarkan kontrak fidyah.6
3. Kafir Musta’man
Yaitu orang kafir harbi yang memasuki Negara Islam (dar al-Islam)
dengan aman, tanpa berhasrat tinggal dan menetap selama-lamanya di
Negara Islam, tetapi berniat untuk tinggal beberapa waktu dan tidak boleh
lebih dari satu tahun. Jika melewati batas itu dan bermaksud tinggal
selamanya, maka statusnya berubah menjadi dzimmi. Dia menjadi dzimmi
selama berada di dalam Negara Islam dan dimasukkan ke dalam golongan
musta’man dalam hal memperoleh keamanan.7
4
H. Mahmud Yunus, Kamus Yunus, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), 135.
5
Jonathan Z. Smith, The Happercollins Dictionary of Religion (New York: American Academy,
1995), 317.
6
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), IV: 48.
7
Ibid
4. Kafir Harbi
Yaitu orang kafir yang berada dalam peperangan dan permusuhan
terhadap kaum muslimin, nonmuslim yang menolak dan menetang dakwah
Islam, menyatakan permusuhan terhadap kau muslimin.8 Kafir inilah yang
boleh diperangi.
C. Hukum Mengkafirkan Orang Lain (Takfir)
Kata takfi>r berarti tindakan mengkafirkan orang Islam. Istilah
takfi>riyah sudah muncul sejak awal Islam khususnya pada zaman
Rasulullah saw, dan berkembang hingga saat ini. Penyakit takfi>riyah
adalah fenomena yang berpotensi melahirkan banyak dampak destruktif
baik dalam kehidupan sosial, politik, dan akhlak. Penyakit ini dapat
mematikan karakter, saling curiga, melemahkan kekuatan umat Islam, dan
merusak Ukhuwah Islamiyah.9
Dalam menyikapi fenomena takfi>r atau pengkafiran, para pakar
Islam menemukan syarat-syarat mengenai seseorang bisa dikatakan
sebagai kafir. Syarat-syarat tersebut adalah salah satu syarat terpenting,
tetapi tidak banyak yang mengetahuinya. Syarat-syarat ini haruslah
diperhatikan sebelum memberikan klaim kafir terhadap
seseorang. 10Adapun syarat-syarat tersebut antara lain :
1. Telah Mengetahui Agama
Agar seseorang bisa dikatakan sebagai kafir lantaran
melakukan perbuatan atau mengucapkan suatu perkataan atau
mempercayai suatu keyakinan, haruslah dipastikan apakah orang
tersebut mengetahui bahwa hal-hal yang telah dilakukan tersebut
bertentangan dengan kebenaran yang mengakibatkan kekafiran dan
harusnya dijalani atau tidak. Jika orang tersebut tidak mengetahui
dan tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kejahatan, maka
orang tersebut tidaklah patut dijatuhi klaim kafir.
8
Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad ( Mizan: Khazanah Ilmu-ilmu Islam, 2009), 751.
9
Muchtar Adam “Bahaya Takfiri; Mengkafirkan Orang Lain”, 3.
10
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Khawarij dan Syi’ah, (Ummul Qura), 127
2. Melakukan Dengan Sengaja
D. Definisi Bid’ah
Secara bahasa, kata bid’ah berasal dari bahasa arab............yang
bermakna ansya’a (membuat) dan bada’a (memulai). Ibnu Manzhur
menjelaskan bahwa orang yang berbuat bid’ah (mubtadi’) secara bahasa
bermakna bahwa orang tersebut melakukan atau membuat sesuatu yang
tidak ada contoh atau perbuatan yang sama dan semisal sebelum perbuatan
(bid’ah) itu dilakukan. Dan di antara nama Allah swt di dalam al-Qur’an
adalah al-Badi’ yang bermakna Allah membuat sesuatu yang baru, tidak
ada sesuatu tersebut sebelumnya.
Bid’ah dalam makna bahasa ini, disepakati para ulama dapat disifati
secara makna positif (baik/hasanah) dan makna negatif (tercela/sayyiah).
Dalam arti, bid’ah secara bahasa dapat dibedakan menjadi bid’ah hasanah
dan bid’ah sayyiah. Atau dalam istilah lain, para ulama sepakat bahwa
bid’ah secara haqiqoh lughowiyyah, bisa disifati dengan hasanah dan
sayyiah.12
Sedangkan, jika istilah bid’ah digunakan dalam persoalan agama,
atau disebut pula dengan bid’ah secara definisi syariah (haqiqoh
syar’iyyah), pada dasarnya para ulama sepakat bahwa secara haqiqoh
syar’iyyah, istilah bid’ah disifati secara mutlak dengan sifat sayyiah
(tercela).13
11
(HR. Bukhari no. 6045)
12
Muhammad al-Khidhr, Mausu’ah al-A’mal al-Kamilah, (Syiria: Dar an-Nawadir, 2010), I:
131.
13
Isnan Ansory, Bid’ah apakah hukum syaria’ah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), 10.
E. Klasifikasi Bid’ah
1. Bid’ah Hasanah – Sayyiah
Mayoritas ulama, khususnya dari kalangan para ulama empat
madzhab membagi bid’ah secara syar’i menjadi dua macam, yaitu bid’ah
hasanah dan bid’ah sayyiah.14
Bid’ah hasanah adalah setiap perbuatan baru yang tidak
bertentangan dengan syari’at. Sebagaimana dikatakan oleh Imam asy-
Syafi’i yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Ashbahani melalui
sanadnya dari Harmalah bin Yahya: Bid’ah terbagi dua: bid’ah mahmudah
dan bid’ah madzmumah. Di mana bid’ah yang sejalan dengan sunnah,
maka termasuk bid’ah mahmudah. Dan jika menyelisihi sunnah, maka
termasuk bid’ah madzmumah. Dan beliau mendasarkannya kepada
perkataan Umar bin Khatthab tentang qiyam Ramadhan (shalat tarawih),
“Sebaik-baik bid’ah, amalan ini.15
Hanya saja, bagi para ulama yang membagi bid’ah menjadi dua,
menjelaskan bahwa istilah “bid’ah” jika dimutlakkan secara haqiqi, maka
maknanya adalah bid’ah dholalah. Sedangkan jika suatu perkara
hendak dikatagorikan bid’ah hasanah (secara majaz), maka harus diberi
sifat “hasanah” atau “mustahabbah”, atas bid’ah tersebut.
2. Setiap Bid’ah Tercela
Sebagian ulama khususnya dari sebagian kalangan mutaqoddimun al-
Malikiyyah dan sebagian al- Hanabilah berpendapat bahwa setiap bid’ah
adalah tercela. Dan mereka menolak konsep pembagian bid’ah menjadi dua:
hasanah dan sayyiah. Di mana, menurut mereka, bahwa setiap pernyataan
salaf yang mengesankan adanya bid’ah yang tidak tercela, dimaksudkan
dalam makna bid’ah secara bahasa. Sedangkan, jika bid’ah dipahami secara
syariah, maka semuanya tercela dan tidak ada bid’ah yang hasanah.16
14
Ibnu Taimiyyah al-Harrani, Majmu’ al-Fatawa, (Madinah : Majma’ al-Malik Fahd, 1995), 10.
15
Abu Nu’aim al-Ashbahani, Hilyah al-Awlliya’ wa Thabaqat al- Ashfiya’, (Mesir: as-Sa’adah,
1974), 9.
16
Isnan Ansory, Bid’ah apakah hukum syaria’ah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), 17.
F. Bid’ah Hasanah Pada Masa Rosululloh
: كنا يو ًما نصلي وراء النبي صلى هللا:عن رفاعة بن رافع رضي هللا عنه قال
:ُ قَا َل َر ُج ٌل َو َرا َءه،»ُس ِم َع هللاُ ِل َم ْن َح ِمدَه
َ « :عليه وآله وسلم فلما رفع رأسه من الركعة قال
، أَنَا:َ « َم ِن ال ُمتَك َِل ُم» قَال:َ قَال،ف َ ص َرَ فَلَ َّما ا ْن،ار ًكا فِي ِه َ يرا
َ َط ِيبًا ُمب ً َربَّنَا َولَكَ ال َح ْمد ُ َح ْمدًا َك ِث
ض َعةً َوثَالَثِينَ َملَ ًكا َي ْبتَد ُِرونَ َها أَيُّ ُه ْم َي ْكتُبُ َها أ َ َّو ُل
ْ «رأَيْتُ ِب
َ :َقَال
واستدل به على جواز إحداث ذكر في الصالة غير مأثور إذا كان غير مخالف
للمأثور
حول البخارى تراجم جامعه بين قبر: سمعت عدة من المشايخ يقولون: قال،وروينا عن عبد القدوس بن همام
101 / 1( – وكان يصلى لكل ترجمة ركعتين (تهذيب األسماء،)النبى – صلى هللا عليه وسلم – ومنبره
“Kami meriwayatkan dari Abdul Quddus bin Hammam, bahwa ia mendengar dari para guru yang berkata
seputar al-Bukhari ketika menulis bab-bab salam kitab Sahihnya diantara makam Nabi dan mimbarnya, dan
al-Bukhari salat 2 rakaat dalam tiap-tiap bab” (Tahdzib al-Asma’, an-Nawawi, 1/101).
3. Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/12886/praktik-bid039ah-
hasanah-para-sahabat-setelah-rasulullah-wafat
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/12886/praktik-bid039ah-
hasanah-para-sahabat-setelah-rasulullah-wafat
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/12886/praktik-bid039ah-
hasanah-para-sahabat-setelah-rasulullah-wafat
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/94518/nabi-
muhammad-saw-dan-bidah-sahabatnya-dalam-shahih-bukhari
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id