Anda di halaman 1dari 13

Penafsiran Al-Munir

(Ayat 8-16 berjudul Sifat-Sifat Kaum Munafik)

Hal. 53/70

--Ayat 8-10
"Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka
hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.”

Qiraa'at

Wa maa yakhda’uun dibaca:

1. sebagai bentuk mudhaari' dari fi'il khada’a yang mujarrad, mabni lil-faa'il.lni
adalah bacaan tujuh imam selain Abu Amr.

2. sebagai bentuk mudhaari' dari fi'il khaada’a yang maziid, mabni lil-faa'il. Ini
adalah bacaan Abu Amr. Jadi, dia membacanya Wa maa yukhodi’uun

Yakdzibuun dibaca:

1. yukadzdzibuun lni adalah bacaan Nafi', Ibnu Katsir, Abu Amr, dan Ibnu Amir.
2. yakdzibun ,lni adalah bacaan para imam yang lain.

I'raab

( ‫) من يقول‬dhamiir dalam fi’il ini berbentuk tunggal karena mengikuti lafal ( ‫;) من‬
boleh pula berbentuk jamak jika mengikuti maknanya.

( ‫ادعون هللا‬AAA‫ ) يخ‬yakni ( ‫بي هللا‬AAA‫) ن‬. Mudhaaf nya dihapus lalu mudhaaf ilaih
menggantikan posisinya.

( ‫ ) بما كانوا يكذبون‬huruf ba berkaitan dengan fi' il muqaddar, yakni ‫استقر لهم‬, Kata ma
berikut fi'il sesudahnya ditaqdirkan sebagai mashdar yakni: A‫بكونهم يكذبون‬

Balaghah:
( A‫ ) وما هم بمؤمنين‬sepintas lalu lebih cocok memakai ungkapan ( ‫ ) وما آمنوا‬agar sesuai
dengan kalimat ( ‫ ) من يقول آمنا‬tetapi di sini dipakai bentuk isim sebagai ganti dari
fi'il; ini berfungsi untuk mengeluarkan mereka dari kelompok kaum mukminin.
Ungkapan tersebut dikuatkan dengan huruf ba untuk menegaskan kebohongan
mereka.

( ‫ادعون هللا‬AA‫ ) يخ‬ini adalah isti'aarah tamtsiiliyyah. Allah menyerupakan sikap


mereka terhadap Tuhan mereka-dalam hal menampilkan iman dan
menyembunyikan kekafiran dengan sikap rakyat yang menipu raja mereka;
musyabbah bihi dipakai untuk musyabbah dengan cara isti'aarah.

( ‫وبهم‬AA‫ ) في قل‬susunan ini adalah kinaayah; Allah mengqiyaskan kemunafikan


sebagai penyakit dalam hati, karena penyakit merusak badan sedang kemunafikan
merusak hati.

Mufradat Lughowiyah

( ‫ ) باليوم اآلخر‬yaitu masa sejak pengumpulan manusia ke padang Mahsyar sampai


masa yang tiada akhirnya, atau sampai penghuni surga masuk surga dan penghuni
neraka masuk neraka. Nifaaq (kemunafikan) adalah nama yang dijadikan syariat
sebagai cap bagi orang yang menampilkan iman dan menyembunyikan kekafiran.

(‫ادعون‬AA‫ ) يخ‬mereka melakukan perbuatan yang dilakukan penipu. Al-Khidaa'


(menipu, memperdaya) adalah mengalihkan orang lain dari sesuatu yang
ditujunya dengan suatu muslihat. Yang dimaksud di sini adalah menampilkan
keislaman tetapi menyembunyikan kekafiran.

( ‫رض‬AA‫ ) م‬penyakit. Yang dimaksud di sini adalah keraguan, kemunafikan,


pendustaan, dan pengingkaran. ( ‫ ) فزادهم هللا مرضا‬yakni Allah menambah keraguan
mereka.

Tafsir dan Penjelasan

Inilah kelompok manusia yang ketiga. Allah menggambarkan keadaan orang-


orang kafir dalam dua ayat dan keadaan orang-orang munafik dalam tiga belas
ayat. Dalam ayatayat tersebut Allah menyebutkan kebusukan dan tipu muslihat
mereka. Dia membongkar aib mereka, menghina mereka, dan mencela perbuatan
mereka. Dia menyebut mereka tuli, bisu, dan buta. Dia juga membuat
perumpamaan-perumpamaan bagi mereka. Mereka lebih berbahaya bagi Islam
daripada orangorang yang kafir secara terang-terangan.

Ciri-ciri kaum munafik tidak terbatas pada orang-orang yang sezaman dengan
Nabi saw. saja, melainkan berlaku dalam setiap masa apabila ada sifat-sifat
munafik tersebut.
Sifat munafik yang pertama adalah mengucapkan iman dengan lisan tetapi hati
penuh dengan kekafiran dan kesesatan, Abdullah bin Ubaiy bin Salul adalah
pemimpin orang-orang munafik pada zaman kenabian. Kebanyakan sahabatnya
adalah dari kalangan kaum Yahudi. Mereka mengaku beriman, maka Allah
membantah klaim mereka. Dia menyatakan bahwa sebenarnya mereka bukan
orang beriman meski mereka menampilkan diri mereka beriman. Tiada keraguan
bahwa dengan sikap demikian berarti mereka sama dengan orang yang menipu
Allah, dan Allah pun tahu hal itu. Mereka lebih berbahaya daripada orang-orang
kafir. Di akhirat mereka akan mendapat siksa yang pedih lantaran kebohongan
mereka dalam mengaku beriman kepada Allah dan hari Akhir.

Karena dangkalnya akal mereka, mereka beranggapan bahwa mereka menipu


Allah Ta'ala, padahal Dia tidak mungkin ditipu, tiada sesuatu pun yang
tersembunyi dari pengetahuan-Nya. Ini membuktikan bahwa mereka tidak
mengenal-Nya. Seandainya mereka mengenal-Nya, tentu mereka akan tahu bahwa
Dia tidak dapat ditipu. Tipu daya mereka malah menjadi bencana atas diri mereka
sendiri, Allah mampu menyingkap keadaan mereka kepada kaum muslimin.

Meskipun begitu Allah memerintahkan agar hukum-hukum Islam diberlakukan


atas mereka,1 seolah-olah Dia memperdaya mereka, serupa dengan perbuatan
mereka; iuga seolah-olah kaum muslimin-bila melaksanakan perintah Allah
tentang mereka-tertipu oleh mereka, dan hal ini terhitung sebagai tasybiih dan
tamtsiil (penyerupaan), untuk mengisyaratkan bahwa orang-orang munafik itulah
yang menipu dan yang tertipu.

Yang bena sebagaimana dikatakan Ibnul Arabi, 2 Nabi saw. tidak membunuh
mereka dan beliau berpaling dari mereka demi menyatukan hati orang-orang
kepada beliau, juga karena dikhawatirkan (jika beliau membunuh mereka) akan
timbul isu negatif yang mengakibatkan orang menjauh dari Islam. Beliau sendiri
pernah menyiratkan makna ini. Sabda beliau,

ّ ‫أخاف أن يتحدث الناس‬


‫ يقتل أصحابه‬Saw ‫أن محمدا‬

"Aku khawatir orang-orang akan berkata bahwa Muhammad saw. membunuh para
sahabatnya sendiri."

Sikap demikian itu sama seperti tindakan beliau dalam memberi sedekah kepada
orangorang yang mu'allafah quluubuhum (yang dilunakkan hati mereka karena
baru masuk Islam) padahal beliau tahu iman mereka tidak baik; beliau
melakukannya demi melunakkan hati mereka.
1
Artinya, mereka tetap diberi "KTP" Islam, dianggap sebagai orang Islam, disalami bila bertemu,
dan seterusnya. (Peni.)
2
Ahkaamul Qur'aan [1/12). Lihat pula Tafsir al-Qurthubi (1/198-199).
Fiqih Kehidupan atau Hukum-Hukum

Kemunafikan adalah penyakit yang berbahaya. Orang-orang munafik menjadi duri


yang menusuk masyarakat dari dalam. Kalau menurut perhitungan kita,
semestinya kemunafikan dan orang-orang munafik itu dicabut dan diberantas
sampai ke akar-akarnya agar negara selamat dari makar mereka, dan begitulah
tindakan negara-negara sekarang; hanya saja wahyu ilahi dan tasyri' samawi
mempunyai hikmah tersendiri yang berdampak mendalam dan berjangka
panjangg, menunggu kejadian-kejadian di masa depan, agar tampak bagi manusia
betapa dangkalnya pengetahuan mereka dibanding luasnya ilmu Tuhan. Betapa
sering Nabi saw' mendapat gangguan dari orang-orang munafik akan tetapi pada
akhirnya beliau menang atas mereka. Barangkali hal itu merupakan bukti sejarah
yang paling nyata bahwa kemunafikan dan agama Yahudi adalah dua hal yang
korelatif dan inheren (saling terkait dan tak terpisahkan), sebab ia timbul dari
sikap lemah yang hakiki dan perangai yang keji. Orang munafik berlaku lunak
dengan orang lain dalam perkataan dan perbuatannya serta menampilkan
kelembutan, padahal sesungguhnya semua itu adalah racun mematikan yang
disembunyikan di dalam lemak.

Ayat-ayat ini mengisyaratkan bahwa dusta adalah semboyan orang-orang


munafik. Oleh sebab itu Allah memperingatkan orang-orang beriman dengan
keras agar mereka menjauhinya. Bila dusta telah merajalela di suatu umat, pasti
tindak kejahatan akan tumbuh subur di sana dan perbuatan-perbuatan hina akan
menjadi-jadi. Nabi saw. pernah bersabda,

ّ ,‫إياكم والكذب‬
‫فإن الكذب مجانب لإليمان‬

"lauhilah dusta sebab dusta itu bertentangan dengan iman” 3

Jika dusta adalah semboyan orang-orang munafik sebaliknya keterus-terangan


dalam ucapan dan keberanian dalam perbuatan yang sesuai dengan keyakinan
adalah semboyan orang-orang beriman yang pantas menerima pemuliaan setinggi-
tingginya. Dengan demikian, pelajaran yang dipetik dari pemaparan sifat-sifat
kaum munafik lebih besar dampaknya bagi kaum mukminin itu sendiri, sebab
mereka berbeda: mereka teguh di atas kebenaran, sementara orang-orang munafik
senantiasa dalam kemunafikan mereka dan semakin kuat berpegang kepada apa
yang mereka peluk, mereka menolak iman dan berpaling dari Al-Qur'an, penyakit
hati mereka semakin parah, jiwa mereka terbakar setelah nabi -sang pembawa
kabar gembira dan peringatan- datang kepada mereka dan kejayaan beliau
semakin meningkat serta pengikutnya kian banyak, sehingga mereka kehilangan

3
Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya.
posisi kepemimpinan, jiwa mereka terbakar dengan rasa dengki kepada Nabi saw.
dan para sahabat beliau.
--Ayat 11-13
"Dan bila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi'. Mereka menjawab: 'sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan'. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang
membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka:
'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman'. Mereka
menjawab: Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah
beriman?' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi
mereka tidak tahu”

Qiraa’at

{‫ }قيل‬dibaca:

1. dengan huruf awalnya dibaca kasrah secara murni dan huruf ya-nya dibaca
sukun. Ini adalah logat suku Quraisy, dan bacaan inilah yang dipakai kebanyakan
imam qira'at.

2. dengan huruf awalnya dibaca dhammah. Ini adalah logat suku Qais, ‘Aqil, dan
Bani Asad. Bacaan ini dipakai oleh al-Kisa'i dan Hisyam.

{‫}السفهاء أال‬

Jika dua hamzah dari dua kata bertemu, yang pertama berharakat dhammah dan
yang kedua berharakat fathah, cara membacanya ada beberapa macam:

1. mentahqiiq kedua hamzah. Ini adalah bacaan orang-orang Kufah dan Ibnu
Amir.

2. mentahqiiq hamzah pertama dan mentakhfiif hamzah kedua dengan


menggantinya menjadi huruf waw, sama seperti keadaannya jika hamzah tersebut
berharakat fathah dan sebelumnya ada dhammah dalam satu kata. Ini adalah
bacaan Ibnu Katsir; Nafi', dan Abu Amr.

I’raab

( ‫ ) وإذا‬idzaa adalah zharfu zamaan mustaqbal, ia mabni karena mengandung


makna huruf ( ‫) لهم‬, Menempati kedudukan rafa' sebagai naa'ibu faa'il bagi kata (
‫ ) قيل‬ini adalah pendapat lbnul Anbari; tetapi yang benar adalah ia jaarr wa
majruur yang berkaitan dengan f il sebelumnya. ( ‫ ) إنما‬adalah kaaffah, kalimat
setelahnya tidak punya kedudukan dalam i'raab. ( ‫ ) نحن‬adalah dhamiir marfuu'
munfashil, ia mabni sebab ia mudhmar.
ّ dibaca kasrah karena ia
( ‫ ) أال إنهم‬Alaa adalah harfu istiftaah. Hamzah dalam (‫)إن‬
berada di permulaan kalimat.

( ‫ ) هم‬adalah dhamiir fashl, tidak punya kedudukan dalam i'raab; atau ia adalah
ّ
taukiid bagi ha dan mim dalam ( ‫ ) إنهم‬,sedang ‫ المفسدون‬adalah khabar ‫إن‬.

( ‫ ) كما‬adalah mashdariyyah, taqdiirnya: ‫كإيمان الناس‬

Balaghah

( ‫ ) إنما نحن مصلحون‬berfungsi untuk membatasi kata yang disifati dengan sifat itu
saia. Artinya, kami tidak lebih sekadar orang-orang yang meng adakan perbaikan.

( ‫دون‬AA‫) أال إنهم هم المفس‬susunan ini memvariasikan ta'kiid. Kalir.nat ini dita'kifd
dengan empat macam ta'kiid, yaitu: alaa, inna, dhamiir fashl (hum), dan al-
mufsiduun

Mufradat Lughowiyah

( ‫ ) ال تفسدوا‬kerusakan adalah lawan perbaikan. Yang dimaksud adalah larangan


melakukan hal-hal yang mengakibatkan timbulnya kerusakan, misalnya dengan
menyulut fitnah, menebarkan rahasia kaum mukminin kepada kaum kafir,
membujuk kaum kafir untuk memusuhi kaum mukminin, dan membuat mereka
tidak suka mengikuti Nabi Muhammad saw., serta ingkar dan menghalangi
manusia untuk berjuang di jalan Allah.

( ‫ ) إنما نحن مصلحون‬perbaikan adalah lawan kerusakan. Artinya, selamanya kami


bukan termasuk orang yang melakukan perusakan; kami tidak lain hanya
mengadakan perbaikan; kami jauh dari perkara-perkara yang merusak kami
berusaha memberikan kebaikan dan perbaikan, dengan cara kami mengikuti para
pemimpin kami. Demikianlah keadaan para perusak di setiap zaman. Perusakan
yang mereka lakukan, mereka klaim sebagai perbaikan itu sendiri.

( ‫ ) السفهاء‬artinya orang-orang yang lemah akalnya. Yang dimaksud di sini adalah


orang-orang bodoh dan manusia-manusia yang lemah. Makna asal dari kata as-
safah adalah al-khiffah (ringan).

Tafsir dan Penjelasan

Apabila dikatakan kepada orang-orang munafik "Komplotan rendah dan rencana


jahat kalian-dengan mengobarkan fitnah, memata-matai untuk kepentingan kaum
kafir, dan memprovokasi suku-suku Arab untuk memusuhi kaum muslimin-adalah
kerusakan-", mereka akan menjawab, "Kenyataannya bukan seperti yang kalian
sangka. Sebetulnya kami hanyalah mengadakan perbaikan. Yang kami inginkan
tidak lain adalah perbaikan." Maka Allah membantah mereka bahwa merekalah
orang-orang yang merusak, akan tetapi mereka tidak menyadari bahaya perbuatan
mereka, tidak merasakan perusakan ini, sebab ini telah menjadi insting mereka,
tertanam dalam karakter mereka.

Kaum muslimin dahulu menasihati mereka dengan berbagai cara, menyeru


mereka untuk beriman seperti imannya orang-orang yang mengikuti petuniuk akal
sehat dan mengambil jalan hidayah seperti Abdullah bin Salam dan lain-lain. Bila
kaum muslimin berkata kepada orang-orang munafik "Masuklah ke kawasan iman
seperti orang-orang lain", mereka menjawab dengan sikap tinggi hati, “Akankah
kami beriman kepada Al-Qur'an dan kepada Muhammad sebagaimana orang-
orang tolol itu-para pengikut Nabi saw., orang-orang lemah dari kaum hamba
sahaya dan orang-orang miskin, dan orang-orang bodoh yang berakal lemah itu-
beriman?!" (Padahal orang yang berakal adalah orang yang melihat jalan kebaikan
dan cahaya terbentang di hadapannya lalu dia menyusurinya.) Maka Allah
membantah mereka bahwa mereka sendirilah yang terhitung orang bodoh, bukan
orang-orang yang mereka cap sebagai orang bodoh tadi. Mereka tidak punya
pemahaman yang benar tentang iman, mereka tidak mengerti tentang hakikat dan
pengaruhnya.

Tentang perusakan dipakai ungkapan ( ‫عرون‬AA‫ ) ال يش‬-yang mana asy-syu'uur


(perasaan) artinya menyadari perkara yang samar-samar- sedangkan tentang iman
dipakai ungkapan ( ‫ ) ال يعلمون‬-yang mana al-‘ilm artinya keyakinan dan kesesuaian
dengan kenyataan-, sebabnya karena perusakan di muka bumi adalah perkara yang
dapat diketahui dengan panca indra, akan tetapi mereka tidak punya indra
sehingga merasakannya; adapun iman adalah perkara hati, hanya diketahui oleh
orang yang mengenal hakikatnya. Iman tidak sempurna kecuali dengan
ilmu/pengetahuan yang pasti. Ilmu artinya mengetahui sesuatu sesuai dengan
kondisi sesungguhnya. Akan tetapi, mereka tidak punya ilmu pengetahuan hingga
mereka mencapai hakikat iman.

Fiqih Kehidupan Atau Hukum-Hukum

Memutar-balikkan fakta dan memoles kenyataan adalah ciri para pengecut dan
orang-orang yang lemah. Adapun orang-orang kuat, yaitu orang-orang beriman
yang mempergunakan sarana-sarana pengetahuan yang sehat untuk mencapai
hakikat segala hal, merekalah yang kekal. Merekalah yang benar-benar mencintai
umat manusia. Maka dari itu mereka menyeru umat manusia ini agar memperbaiki
perilaku, meluruskan akhlak, teguh di atas prinsip yang benar yang ditunjuk oleh
akal dan dituntut oleh fitrah serta dikuatkan oleh bukti-bukti indrawi dan historis.
Ayat ( ‫ ) و من الناس من يقول ءامنا‬ini menunjukkan bahwa iman bukanlah pernyataan
di bibir yang tidak dibarengi dengan keyakinan, sebab Allah Ta'ala telah memberi
tahu tentang pengakuan mereka bahwa mereka beriman, dan Dia menafikan
sebutan iman bagi mereka dengan firman-Nya ( A‫) و ما هم بمؤمنين‬.4

--Ayat 14-16

"Dan bila mereka berjumpa dengan orangorang yang beriman, mereka


mengatakan: 'Kami telah beriman'. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan
mereka, mereka mengatakan: 'Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu,
kami hanyalah berolok-olok'. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan
membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah
orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat Petunjuk."

Qiraa’at

( ‫ ) خلوا إلى‬dibaca:

1. Dengan huruf waw dibaca sukun dan huruf hamzah dibaca seperti biasa. Ini
adalah bacaan jumhur.
2. Dengan menukar huruf hamzah dengan huruf waw dan menghapus waw5. Ini
adalah bacaan Warsy.

I’raab

( ‫ ) يعمهون‬adalah jumlah fi'liyyah yang menempati kedudukan nashb sebagai haal


dari ( ‫ ) هم‬yang terdapat dalam kata ( ‫) يمدهم‬, 'aamil di dalamnya adalah fi’il
tersebut, yakni ( ‫) يمد‬, taqdiirnya: (‫) يمدهم عمهين‬. Boleh pula anda baca (‫) عامهين‬
sebab orang Arab kadang mengucapkan ( ‫ ) عمه‬dan kadang mengucapkannya (
‫) عامه‬, yang artinya orang yang kebingungan.

Balaghah

( ‫ ) هللا يستهزئ‬Allah menyebut balasan atas olok-olok sebagai olok-olok pula, dan
cara demikian adalah majaaz atau musyaakalah, yaitu dua kalimat memakai lafal
yang sama tetapi maknanya berbeda, atau ia adalah membandingkan kalimat
dengan kalimat yang serupa tetapi memiliki makna yang tak sama. Contohnya,
firman Allah Ta'ala:

4
Ahkaamul Qur’an karangan Al-Jashshash (1/25)
5
Tampaknya yang benar seharusnya "menghapus hamzah", sehingga bacaan Warsy begini:
khalawilaa. (Peni.)
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa." (asy-Syuuraa: 40)

"Kejahatan" yang kedua sesungguhnya bukan keiahatan, tetapi karena kata ini
dipakai untuk membandingkan kejahatan maka dipakailah nama "kejahatan"
tersebut untuknya. Misalnya lagi firman-Nya,

"Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang
dengan serangannya terhadapmu." (al-Baqarah: 194)

Yang kedua sebenarnya bukan serangan. Contoh lainnya adalah firman-Nya,

"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu." (an-Nahl: 126)

Yang pertama sebetulnya bukan balasan. Ia disebut begitu sekadar untuk memakai
lafal yang sejenis yang cocok dengannya. Contoh yang lain adalah perkataan
orang Arab: al-jazaa'u bil jazaa'i (balasan setimpal dengan pelanggaran), padahal
yang pertama sebenarnya bukan jazaa' (balasan).

( ‫دى‬AA‫اللة باله‬AA‫تروا الض‬AA‫ ) اش‬ini adalah isti'aarah tashriihiyyah. Allah memakai lafal
syiraa' (membeli) untuk menyatakan tentang penukaran kesesatan dengan
kebenaran dan penukaran kekafiran dengan iman, sehingga transaksi mereka rugi.
Kemudian Dia memperielas hal ini dengan firman-Nya, ( ‫) فما ربحت تجارتهم‬, dan
usluub demikian disebut at-tarsyiih, yaitu menyebutkan sesuatu yang sepadan
dengan musyabbah bihi.

Mufradat Lughowiyah

(‫ ) خلوا إلى شياطينهم‬mereka pergi ke setan-setan mereka atau berada di tempat sepi
bersama mereka. "Setan-setan" mereka adalah rekan-rekan mereka yang sama-
sama kafir, para pemimpin dan petinggi mereka. ( ‫ ) مستهزؤن‬arti istihzaa' adalah
meremehkan dan menghina. Ini adalah perbuatan orang-orang Yahudi.

( ‫تهزؤ يهم‬AAA‫ ) هللا يس‬artinya, Allah akan membalas olok-olok mereka dengan
menangguhkan mereka lalu menimpakan hukuman kepada mereka. Di sini
dipakai metode musyaakalah (lafalnya sama tetapi maknanya berbeda) agar
kalimatnya selaras sehingga lebih ringan untuk diucapkan daripada memakai lafal
yang berbeda. ( ‫دهم‬AA‫ ) يم‬menambah atau membiarkan mereka. ( ‫انهم‬AA‫ ) طغي‬sikap
mereka yang melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam kekafiran. ( ‫) يعمهون‬
bingung atau buta terhadap kebenaran; ia berasal dari kata ( ‫ ) العمه‬yang artinya
kesesatan basirah (mata hati).
Sebab Turunnya Ayat 14

Para ahli tafsir menyebutkan riwayat bahwa ayat ini turun sehubungan dengan
Abdullah bin Ubaiy dan rekan-rekannya yang munafik tatkala dia memuji-muji
Abu Bakar, Umar, dan Ali setelah dia berkata tentang mereka kepada kawan-
kawannya, "Lihatlah bagaimana aku akan mengusir orang-orang tolol ini dari
kalian!" Maka turunlah ayat ini. Namun asSuyuthi berkata: Sanad ini sangat
lemah.

Tafsir dan Penjelasan

Pada masa kenabian, ini adalah salah satu di antara sekian kejadian yang
melibatkan kaum munafik dan kaum Yahudi, yang mana mereka seperti setan,
bahkan lebih buruk. Kejadian ini tidak dapat dibanggakan, sebab kebenaran akan
terungkap tak lama lagi dan fakta akan terlihat jelas. Setiap orang yang berdusta
berpengetahuan minim dan berpandangan pendek, tidak memandang masa depan.
Apabila mereka telah berada di tempat sepi dengan rekan-rekannya dan para
pemimpinnya, mereka saling mendukung dan berkata satu sama lain, "Kami sama
dengan kalian." Tetapi bila bertemu orang-orang beriman, mereka menyatakan
keimanan mereka. Allah telah mengungkap keadaan mereka, tidak peduli dengan
mereka, dan Dia akan memberi mereka balasan yang seberat-beratnya serta
membuat mereka tambah bingung dan sesat dalam segala urusan mereka.

Selanjutnya, karena mereka mengabaikan akal dalam memahami Kitabullah dan


meninggalkan jalan yang lurus serta menolak bukti-bukti kebenaran agama ini
lantaran rasa dengki dan sikap lalim, maka seolah-olah mereka melakukan
transaksi yang merugikan, mereka membayar hidayah sebagai harga kesesatan,
mereka menjual cahaya dengan kekafiran dan hawa nafsu yang sesat. Mereka
tidak beruntung dalam perniagaan ini sebab adzab neraka telah menanti mereka.
Ibnu Abbas berkata, "Mereka mengambil kesesatan dan meninggalkan petunjuk
hidayah". Artinya, mereka memilih kekafiran dan menukarnya dengan iman.
Allah menyebutkannya dengan kata syiraa' (membeli) agar lebih luas maknanya,
sebab jual-beli dan perdagangan berpangkal pada tukar-menukar barang, dan
bangsa Arab biasa memakai kata ini tentang penukaran sesuatu dengan sesuatu
yang lain.

Allah Ta'ala menisbatkan laba kepada perniagaan, sesuai dengan kebiasaan


bangsa Arab dalam ucapan mereka: rabiha bai'uka (dagangmu beruntung) dan
khasirat shafqatuka (transaksimu merugi), yang maknanya: engkau untung atau
rugi dalam perniagaanmu. Mereka tidak mendapat hidayah dalam membeli
kesesatan.
Fiqih Kehidupan Atau Hukum-Hukum

Balasan dan hukuman menimpa setiap orang yang menukar kekafiran dengan
iman, menukar kesesatan, kebatilan, kegelapan, dan kebengkokan dengan
hidayah, Al-Qur'an, cahaya, dan manhaj yang lurus, sebab mereka menyia-
nyiakan modal, yaitu fitrah bersih yang mereka miliki dan kesiapan akal untuk
memahami berbagai hakikat. Sudah dimaklumi bahwa manusia mencap pedagang
yang rugi, yang menyia-nyiakan seluruh modalnya dan tidak menebus kerugian
yang dialaminya itu dalam transaksi lain, bahwa ia dungu, tolol. Demikian pula
halnya orang munafik. Selain itu, yang jadi patokan dalam undang-undang Al-
Qur'an dalam menetapkan benarnya keislaman seseorang adalah ketulusan hati,
bukan semata-mata pernyataan di bibir.

Kesimpulan: Allah Ta'ala menyebutkan empat macam keburukan orang-orang


munafik. Masing-masing keburukan itu saja cukup untuk menimpakanhukuman
terhadap mereka. Keempat macam keburukan itu sebagai berikut.6

1. Memperdaya Allah. Penipuan adalah perbuatan yang tercela, dan sesuatu


yang tercela harus dibedakan dari yang lainnya agar perkara yang tercela
tersebut tidak dikerjakan.
2. Mengadakan perusakan di bumi dengan mengobarkan fitnah, memprovokasi
musuh terhadap kaum muslimin, dan menyebarkan desas-desus yang tak
benar.
3. Berpaling dari keimanan dan keyakinan yang benar yang tertanam dalam hati,
yang selaras dengan perbuatan.
4. Bimbang dan bingung (terombang-ambing) dalam kelaliman dan sikap yang
melampaui batas-batas yang wajal dengan cara mengada-ada atas nama kaum
mukminin dan mencap mereka sebagai orang dungu, padahal sebenarnya
mereka sendirilah yang tolol, sebab orang yang berpaling dari bukti/petunjuk
lalu mencap orang yang berpegang kepadanya sebagai orang tolol maka
sesungguhnya dia sendirilah yang tolol; juga karena orang yang menjual
akhiratnya dengan imbalan dunia maka dialah orang yang bodoh; juga karena
orang yang memusuhi Muhammad saw. berarti memusuhi Allah, dan
tindakan demikian hanya dilakukan oleh orang yang bodoh. Jadi, kedunguan
terbatas pada diri mereka saja. Mereka punya semacam perasaan bahwa
mereka terseret ke dalam arus hawa nafsu mereka, tidak mengikuti petunjuk
para pendahulu mereka, dan dalam hal keselamatan serta kebahagiaan mereka
bertumpu kepada angan-angan dan dalih-dalih palsu, misalnya mereka
berkata,

6
Tafsirar-Raazi (2/62-68).
"Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari
saja." (al-Baqarah: 80)

Atau berkata,

"Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." (al-Maa' idah: 18)

Yakni umat-Nya yang terpilih.

Anda mungkin juga menyukai