Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PELAKU DOSA BESAR

Fithri Juhana Syah ,Syaf Reiza Rachmadani

Jurusan Aqidah Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddi dan Studi Islam ,Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara

Email : syafreiza09@gmail.com

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk lainnya.
Mereka diberi akal untuk berpikir, memilih mana yang hak dan yang batil, tapi sering kali manusia
tidak menggunakan akalnya untuk berpikir apakah tindakan yang diambil itu perbuatan yang
dilarang agama atau tidak. Oleh karena itu, Allah berjanji akan melaknat orangorang yang berbuat
kemungkaran. Allah juga akan memasukkannya ke dalam api neraka yang sangat panas di akhirat
nantinya. Pada pertemuan kali ini kami akan membahas tentang dosadosa besar, yang mana di
antara lain, tentang menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh tanpa alasan yang
dibenarkan, saksi palsu, tujuh macam dosa besar. Di dalam ajaran islam, dikenal adanya dosa besar
dan dosa kecil. Namun tidak didapati dalam Al-qur’an dan hadits tentang kesalahan apa saja yang
dapat dikategorikan dosa besar dan dosa kecil. Hadits yang merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-qur’an, sebagaimana fungsi hadits diantaranya sebagai penjelas Al-qur’an, tidak
menjelaskan semua itu. Justru yang terungkap hanya dosa-dosa yang paling besar diantara dosa-
dosa besar. Para fuqaha sepakat bahwa dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam dengan
hukuman dunia, azab di akhirat dan dilaknat oleh Allah Swt dan Rasulullah Saw.

Persoalan tentang pelaku besar dan mengkafirkan (kufur) ini dimunculkan pertama kali oleh kaum
Khawarij yang menganggap kafir sejumlah tokoh sahabat nabi Muhammad Saw., yang dipandang
telah berbuat dosa besar. Persoalan ini kemudian menjadi perbincangan aliran-aliran kalam dengan
konotasi yang lebih umum , yakni status pelaku dosa besar.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan bagaimana pandangan firoq kalamiyah
tentang pelaku dosa besar, menganilisis kritis pandangan tersebut dari perspektif ahlussunnah
waljama’ah dan juga Sebagai pemenuhan Tugas dari dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam
perbandingan.
PEMBAHASAN

1. Pengertian Dosa Besar

Didalam agama islam dosa merupakan perbuatan yang dilakukan seorang mukallaf yang
melanggar hukum Allah SWT. Dosa besar adalah perbuatan yang melanggar hukum tuhan
atau agama yang berkaitan dengan perkara yang besar (berat). Dosa yang identik dengan
sebuah siksa adalah jenis-jenis perbuatan yang balasannya adalah neraka. Dosa terbagi atas
dua macam, yakni dosa besar dan dosa kecil. Pembagian ini berdasarkan berat atau ringan
hukuman yang Allah timpakan kepada pelakunya. Semangkin berat sanksi yang Allah
timpakan berarti semangkin besar kualitas suatu dosa. Dosa besar adalah buah dari amal
perbuatan yang sangat dilarang keras oleh nash dan al-Quran dan Hadis Rasulullah baik
bersifat larangan maupun perintah. Disebut dosa besar karena bahaya yang di akibatkannya
sangat keji dan besar. Sedangkan dosa kecil adalah buah dari amal perbuatan yang tidak
begitu sangat dilarang oleh nash-nash Al-quran dan Hadis Rasulullah SAW. Dan tidak
dilakukan berulang-ulang disebut dosa kecil.

“Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Walid bin Abdul Hamid telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah
dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Abu Bakar dia berkata, "Saya
mendengar Anas bin Malik berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan
tentang dosa-dosa besar, atau ditanya tentang dosa-dosa besar, maka beliau bersabda:
"Syirik kepada Allah, membunuh jiwa, durhaka terhadap kedua orang tua" lalu beliau
bersabda lagi, "Maukah kalian untuk aku beritahukan tentang dosa-dosa terbesar?" beliau
bersabda lagi: "Perkataan dusta, " atau beliau berkata: "Persaksian dusta." Syu'bah berkata,
"Dugaanku yang paling kuat adalah 'persaksian palsu'."(HR. Muslim)

Ini merupakan salah satu hadis yang menjelaskan tentang sejumlah dosa besar. Namun
didalam hadis ini Nabi menekankan hanya empat yaitu menserikatkan Allah, durhaka kepada
ayah dan ibu, membunuh, dan bersaksi palsu.

Tujuh Dosa Besar

(Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Nabi saw bersabda,”Jauhilah tujuh dosa yang dapat
membinasakan.’Mereka bertanya, ‘Apaka itu wahai Rasulullah? Jawabnya ,’ Menserikatkan
Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali yang hak, memakan harta riba,
harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh wanita beriman yang
mahshanat melakukan zina”).

a. syirik
Syirik adalah keyakinan, perbuatan,dan perkataan yang menyekutukan Allah swt.
Misalnya Syirik dalam keyakinan, orang yang berkeyakinan bahwa Tuhan memiliki anak
dan sebagainya. Syirik dalam perbuatan, orang yang sujud kepada patung, pohon kayu,
mengikuti acara ritual di gereja, dan sebagainya. Syirik dalam perkataan , orang yang
mencerca Allah dan Rasul-Nya,meminum minuman khamar dengan membaca basmalah,
mengikrarkan kesetiaan (al-wala’wa al-bara’) atas agama selain islam.

b. Sihir
Penentuan sihir dalam bahasa arab: apabila ada setiap hal atau kejadian yang
tersembunyi atau kejadian yang tidak diketahui sumber dan penyebabnya. Sihir bukn
hanya dapat menyesatkan diri sendiri tetapi juga menyebabkan orang lain. 1
Hukum mempelajari sihir menurut sebagian para ulama adalah mubah(boleh) dengan
alasan bahwa malaikat mengajari sihir kepada manusia sebagaimana dinyatakan di
dalam Al-quran.2 Peristiwa-peristiwa yang dikisahkan al-quran seperti Nabi Musa as.
Memukulkan tongkatnya ke batu, maka memancar air dari batu itu 12 mata air untuk
keperluan minum kaumnya.(Q.2:60); Nabi Musa juga melemparkan tongkatnya, maka
tongkat itu menjadi ular yang dapat mengalahkan tikang sihir fir’aun. Nabi Isa
menciptakan burung dari tanah, menghidupkan orang mati, serta menyembuhkan orang
buta dan yang berpenyakit lepra (Q. 3: 40).

Bagaimanapun tidak semua peristiwa itu dapat ditafsirkan menjadi peristiwa luar biasa.
Oleh sebab itu sebagian para ulama dirumuskan bahwa dapat dibedakan antara mukjizat
dengan sihir sebagai berikut:
 Sihir:
a. Berasal dari setan
b. Dapat dipelajari
c. Khusus bagi manusia fasik
d. Dapat dikerjakan berulang-ulang
e. Melalui ajakan atau panggilan setan
f. Tidak sesuai dengan syariat Islam

 Mukjizat:
a. Berasal dari Allah swt
b. Tidak dapat dipelajari
c. Khusus bagi Nabi dan Rasul
d. Tidak dapat di kerjakan berulang-ulang
e. Dengan dakwah kenabian
f. Sesuai dengan syariat Islam

c. Membunuh Jiwa Yang Diharamkan Allah Kecuali Dengan Alasan Yang Hak
Dalam Islam pelaku pembunuhan haruslah di qisash (hukum balas). Qisash terbagi atas
dua macam yaitu:
 Qisash jiwa, yaitu hukuman bunuh untuk tindak pidana pembunuhan.
 Qisash untuk anggota badan yang terpotong ataupun terluka

1
Saihu, S. (2019). RINTISAN PERADABAN PROFETIK UMAT MANUSIA MELALUI PERISTIWA TURUNNYA ADAM AS KE-DUNIA.
Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(2),hal. 268-279,
2
Saihu, M. M., & Aziz, A. (2020). Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam. Belajea; Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), hal. 131-150,
d. Riba
Riba menurut bahasa adalah tambahan, menurut istilah Riba adalah tuntutan
dikembalikan hutang dengan meminta tambahan (bunga) yang diharamkan dari hasil
usaha orang yang meminjami. Islam mengharamkan riba sebagaimana firman Allah
dalam surah Al-Imran ayat 130 yang artinya sebagai berikut: (“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”).

e. Memakan Harta Anak Yatim


Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sedangkan ia belim mencapai
usia baligh. Di dalam islam anak yatim harus dilindungi dan harta bendanya
pemeliharaan yang baik dari walinya. Sebab didalam Al-Quran surat an-Nisa’ ayat: 10
Allah berfirman yang artinya sebagai berikut: (“Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyalanyala (neraka)”

f. Melarikan Diri Pada Saat Perang


Islam mewajibkan umatnya untuk memelihara, menjaga, mempertahankan, dan
membela agamanya. Melarikan diri pada hari pertempuran adalah dosa besar termasuk
dalam golongan 7 dosa besar.

g. Menuduh Berzina Kepada Wanita Yang Baik Mukminah


Perbuatan menuduh wanita berzina adalah penuduhan tersebut tidak didasarkan pada
buktibukti merupakan dosa-dosa besar. Allah berfirman dalam Q.S An Nur ayat 4 yang
artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak bisa mendatangkan empat orang saksi maka mereka (yang menuduh) itu
didera 80 kali. Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selamanya-selamanya.
Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”

2. PELAKU DOSA BESAR MENURUT ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI

Kekalahan politik Ali bin Abi Thalib dalam perang Shiffin merupakan awal munculnya aliran-aliran
teologi Islam. Sejarah menyebutkan bahwa pada mulanya aliran-aliran tersebut lahir di latar
belakangi oleh masalah politik, baik secara langsung maupun tidak langsung. 3 Tentunya agak aneh
kalau dikatakan bahwa dalam Islam (sebagai suatu agama), persoalan yang pertama-tama timbul
adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang teologi. Akan tetapi, persoalan politik ini segera
meningkat menjadi persoalan teologi.

3
A. Rahman Ritonga. Perbandingan antara Aliran: Iman dan Kufur dalam Sejarah Pemikirn dalam Islam (Jakarta: Pustaka
Antara, 1996), h. 105
Persoalan yang pertama muncul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan
kufur, persoalan ini dimunculkan pertama kali oleh kaum Khawarij yang menganggap
kafir sejumlah tokoh sahabat nabi Muhammad Saw., yang dipandang telah berbuat dosa
besar. Lantas, bagaimana pendapat Aliran-aliran di dalam Teologi Islam mengenai pelaku
dosa besar ini? Berikut penjelasannya

A. Khawarij
Harun Nasution mengatakan bahwa pasukan ‘Ali bin Abi Talib terpecah menjadi dua
kubu. Salah satunya memaksa ‘Ali bin Abi Talib menerima tawaran berdamai dan
mereka termasuk Ahl al-Qurra’ (orang yang ahli membaca al-Qur’an), sedangkan
kubu lainnya menolak tawaran berdamai dan mereka adalah embryo Khawarij. 4
Secara etimologi kata Khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti
keluar, muncul, timbul atau membrontak (Rozak, Anwar 2012: 63). Berdasarkan
pengertian etimologi ini, khawarij dapat diartikan dengan setiap muslim yang ingin
keluar dari kesatuan umat Islam. Nama   Khawarij  diambil  dari  kharaja,  yakhruju, 
khurujan,  dan 
Khawarij yang mempunyai arti mereka yang keluar dari rumah untuk berperang di ja
lan Allah, yakni diambil dari ayat alQur’an yang artinyax“  Dan barang siapa berhijrah
dijalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan dibumi ini tempat hijrah yang luas
dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari
rumahnya  untuk  berhijrah  kepada  Allah  dan  RasulNya,  lalu  ia  meninggal  dunia  m
aka  ia  akan  diberi  pahala  oleh  Allah“ (Q.S An Nisa : 100) .

Montgomery Watt mengatakan bahwa yang terhimpun dalam golongan Khawarij ini
mayoritas terdiri dari kaum ‘Arab Badui yang mempunyai kebiasaan berkelakuan
kasar. Dalam hal pemikiran, mereka tergolong orang yang picik pandangan, sehingga
dalam melihat sesuatu, mereka menterjemahkannya secara lahiriyah (tekstual),
demikian pula dalam memahami ayat al-Qur’an. 5 Khawarij merupakan Aliran teologi
pertama dalam Islam dengan gencar menyerang bahkan membunuh orang muslim
lain yang tidak sependapat dengan mereka. Karena sikap terorisme kaum Khawarij
ini, maka muncul aliran teologi lain yang membela orang yang dianggap kafir oleh
mereka. Kaum yang muncul untuk menanggapi aksi terorisme Khawarij ini adalah
kaum Murji’ah.

 Sekte, Tokoh dan Pemikirannya
 Al‐Muhakkimah al‐Ula
Pokok – pokok pemikirannya
- Dalam bidang politik, mereka memperbolehkan dipilihnya seorang
pemimpin yang berasal bukan dari orang Quraish. Kepemimpinan umat
boleh dipegang oleh siapapun dengan ketentuan ia harus adil dan
tidak berbuat sewenang‐wenang. Semua orang wajib taat kepada
pemimpin atau imam yang adil dan bijaksana ini. Dan barangsiapa saja
yang tidak mau tunduk kepada imam ini, ia boleh diperangi dan dibunuh.
4
Harun Nasution, Teologi Islam, hal. 5.
5
Montgomery Watt., Free will and Predestination in Early Islam, (Chicago: Macmillan University Press., 1948), hal. 6.
Begitu pula hukum yang berlaku bagi seorang pemimpin, bila ia
yang melenceng dari kebenaran, maka ia harus dima’zulkan dari
kepemimpinannya dan dibunuh.
- Mereka  mengkafirkan  ‘Ali  bin  Abi  Talib,  sebab  ia  tidak  berhukum 
dengan  hukum  Tuhan,  melainkan  berhukum  dengan  hukum 
manusia.  Ali bin Abi Thalib dalam hal ini jelas-jelas telah melanggar
ketentuan dan perintah Tuhan seperti yang telah difirmankan dalam Al
Qur’an surat alhujarat 49:9 yang artinya: “ dan apabila ada dua
golongan orang-orang mukmin berperang , maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap
(golongan) yang berbuat zalim itu , sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlakulah
adil. Sungguh , Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil ”.
Kebencian terhadap ‘Ali bin Abi Talib ini timbul karena: 
a. Dalam  hal  altahkim,  bahwa  ‘Ali  bin  Abi  Talib  tidak memenuhi 
slogan  seperti  yang  mereka  yakini:  ”tiada  hukum  selain  hukum 
Tuhan”  dan  slogan  ”tiada 
hakim selain dari Tuhan”, dan ‘Ali bin Abi Taliblah yang paling bersal
ah dalam  hal ini, sebab dialah yang menjadi penyebab terjadinya al
Tahkim.6
b. Mereka  amat  membenci  ‘Ali  bin  Abi  Talib,  sebab  ‘Ali  bin  Abi 
Talib  telah 
memerangi mereka di Nahrawan, merampas harta, menawan wanita 
dan anak‐ anak mereka.7

-
Mereka mengkafirkan ‘uthman bin ’Affan dalam masa
kepemimpinannya tujuh tahun terakhir , sebab menurut mereka,
‘uthman bin ‘Affan banyak mengambil kebijaksanaan yang tidak sesuai
dengan aspirasi rakyat dan banyak menuruti ambisi keluarganya.
- Ajaran al‐Muhakkimah yang paling prinsip adalah pengakuan mereka
atas otoritas Tuhan dalam menentukan sesuatu yang berdasarkan
ayat al‐Qur’an, sedangkan otoritas yang berasal dari keputusan
manusia adalah sebagai kafir, demikian kata Izutsu. Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Tuhan,
maka mereka itu adalah orang‐orang yang tidak percaya (kafir).
Ajaran ini merupakan prinsip yang mengatur tindakan al‐
Muhakkimah terhadap orang yang tidak sepaham, sebab menurut
mereka “al‐Qur’an menasihati kita untuk memerangi orang‐orang yang
bersalah sehingga mereka kembali kepada perintah Tuhan”.
 Al‐Azariqah 

6
Al Shahrastani, Al-Milal, hal. 116
7
Ibid. Hal. 117
paham al‐Azariqah yang menganggap orang yang tidak sepaham dan
orang yang sepaham tetapi tidak mau berhijrah ke daerahnya sebagai
orang mushrik. Al‐Muhakkimah hanya memandang orang yang tidak
sepaham sebagai orang kafir, tetapi bagi al‐Azariqah mereka bukan
hanya kafir tetapi lebih buruk dari itu yakni mushrik dan karenanya
mereka adalah musuh yang wajib dibunuh. Di dalam teologi Islam, kaum
Khawarij al‐Azariqah memang terkenal paling ekstrim dan paling kejam
dan terkesan bertindak sebagai teroris yang tanpa ampun karena
banyak membunuh orang.

Pokok-pokok pemikirannya : 

- Mereka mengkafirkan dan menganggap mushrik orang yang:     
a. tidak sepaham dengan ajaran mereka.     
b. tidak berhijrah ke daerah mereka, walaupun sepaham 
c. tidak  mau  keluar  untuk  memerangi  musuh  yakni  ‘Ali bin  Abi  Talib 
karena  mereka dianggap setuju dengan al‐tahkim. jelas yang pertama
kali mencetuskan ide seperti dijelaskan pada nomor c ini adalah ‘Abd
Allah bin Wadin dan bukan ‘Abd Rabbihi al‐Kabir atau ‘Abd Rabbihi al‐
Shaghir
- ‘Ali bin Abi Talib, ‘Uthman bin ‘Affan, Talhah bin Khuwailid, Zubair
bin ‘Awwam, ‘A’ishah binti Abi Bakar al‐Siddiq, ‘Abd Allah bin al‐‘Abbas,
dianggap termasuk dalam kategori orang kafir, alasannya adalah:
a. Karena ‘Ali bin Abi Talib telah menerima al‐tahkim.
b. Karena ‘Uthman bin ‘Affan telah membuat kebijaksanaan‐
kebijaksanaan yang merugikan rakyat untuk menuruti ambisi
keluarganya.
c. Karena Talhah bin Khuwailid, Zubair bin ‘Awwam, ‘A’ishah binti Abi
Bakar al‐ Siddiq dan ‘Abd Allah bin al‐‘Abbas telah keluar dari barisan ‘Ali
bin Abi Talib dan membelot kepada khalifah yang sah.
- ‘Ali bin Abi Talib termasuk orang kafir, sebab dialah orang yang dimaksud
oleh ayat yang artinya: “Dan di antara manusia ada golongan yang
ucapannya membuatmu terpesona tentang kehidupan dunia. Dan
dipersaksikan dengan nama Allah atas kebenaran isi hatinya, padahal
dia adalah musuhNya yang paling utama”.(al‐Baqarah: 204)
- Menggugurkan hukuman rajam bagi pezina muhsan, sebab di dalam
Qur’an tidak disebutkan haddnya. Berbeda dari pezina bukan al‐ muhsan
(bikr atau mereka yang belum pernah kawin), hukuman haddnya jelas
disebutkan yakni harus dicambuk seratus kali pukulan. Oleh karena
hadd pezina muh}s}an tidak disebut, berarti hukuman hadd tidak
boleh diberlakukan kepada pezina muhsan.
- Orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan dia akan berada di
dalam neraka untuk selamanya. Argumentasi yang mereka ajukan untuk
mendukung pendapat iniadalah bahwa Iblis telah menjadi kafir,
karena ketidak‐taatannya pada perintah Tuhan, padahal ia
sebenarnya mengakui keesaan Tuhan. Demikian pula halnya orang
yang berdosa besar. Dengan kemaksiyatannya berarti mereka tidak taat
pada perintah Tuhan dan melanggar laranganNya. Walaupun pada
mulanya ia seorang mukmin, dengan pelanggarannya pada perintah
dan larangan Tuhan, ia menjadi kafir dan menetap di neraka.
 Al‐Najdah
Mereka adalah pengikut Najdah bin Amir al‐Hanafi.
Pokok – pokok pemikiran Al Najdah:
- Mengkafirkan orang yang berpendapat bahwa orang yang berdiam diri
dan tidak mau memerangi musuh serta orang yang tidak meninggalkan
daerahnya untuk bergabung dengan al‐Azariqah (qa’id) adalah kafir.
- Mengkafirkan orang yang menganggap Nafi’ bin Azraq sebagai pemimpin 
(imam).
- Membatalkan hukuman h}add bagi muslim yang melakukan dosa
besar, seperti mencuri, berzina, minum minuman keras dan lain‐lainnya,
jika ia tidak melakukannya terus‐menerus, karena ia tidak termasuk
orang mushrik dan ia masih tetap menjadi seorang muslim sejati.
- Orang yang melakukan dosa kecil seperti melihat wanita sekilas atau
berbohong dan dilakukannya terus‐menerus, maka dosa kecil berubah
menjadi seperti dosa besar yang dilakukan terus‐menerus. Dengan
demikian pelakunya termasuk orang mushrik. Nampaknya keterusan
dalam melakukan dosa baik kecil maupun besar menjadi syarat
mutlak bagi pengkategorian dosa. Besar dan kecilnya dosa tidak
menjadi perhitungan, sehingga dosa besar yang hanya jarang‐jarang
dilakukan tidak termasuk dosa yang pelakunya mendapatkan siksa
Tuhan. Bagi mereka, orang yang melakukan dosa besar atau kecil
terus menerus ini dianggap telah menjadi mushrik dan telah keluar
dari golongan mereka.
a. Orang yang melakukan dosa besar dari kalangan golongan luar
adalah kafir dan tetap kekal di dalam neraka.
b. Orang yang melakukan dosa besar dari kalangan golongan sendiri,
mungkin Tuhan akan menghukumnya, tetapi hukumannya tidak
dengan memasukkannya dalam neraka, kemudian mereka pada akhirnya
dimasukkan Tuhan ke surga. Neraka hanya diperuntukkan bagi
orang‐orang yang tidak sepaham dengan mereka. Adapun orang
yang sepaham, tidak pernah dimasukkan dalam neraka, meskipun
mungkin mereka juga akan tetap disiksa jika melakukan dosa besar. 8
   Al‐Ajaridah
Mereka adalah pengikut ‘Abd al‐Karim al‐Ajrad.
Pokok-pokok pemikirannya:
- Anak‐anak harus dida’wahi (diajak) masuk Islam, bila mereka sudah
dewasa. Anak‐anak ini tidak terbatas pada anak orang kafir (bukan dari
golongan mereka), atau anak mereka sendiri. Sebelum mereka masuk
Islam atau disebut muslim, mereka bukan termasuk golongan al‐
Ajaridah. Menurut mereka, anak kecil dari mereka tidak mempunyai
8
Al Baghdadi, Al Farq bain Al-Firaq, hal.68
posisi, maka setelah dewasa mereka tidak secara otomatis menjadi
anggota al‐Ajaridah seperti orang tuanya, tetapi harus diajak masuk
Islam. Setelah mereka menjawab ajakan ini, barulah mereka bisa
diterima menjadi anggota sekte dan mereka berhak mendapat julukan
mukmin dan muslim.
- Harta orang yang tidak sepaham dengan mereka, terutama ahl al‐kiblat
(muslim dan mukmin yang tidak sepaham) bukanlah termasuk harta
rampasan perang, dan jiwanya juga tidak boleh dibunuh, kecuali setelah
timbul peperangan dengan mereka, mengalahkannya dalam
peperangan dan membunuhnya sebagai musuh, baru hartanya bisa
dijadikan rampasan perang.
- Yang boleh dimusuhi dan diperangi adalah seorang sultan dan
orang‐orang yang menjadi pendukungnya, sedangkan orang yang
memberontak kepada sultan tidak boleh dimusuhi dan diperangi.
Pendapat ini dimunculkan oleh al‐Shu’aibaniyah.
- orang yang meninggalkan salat atau melakukan dosa besar termasuk
orang kafir, pengkafiran ini bukan karena ia meninggalkan perintah
Tuhan dan melanggar larangan Tuhan tetapi karena kebodohannya
akan Tuhan, sebab orang yang berbuat maksiyat menandakan
kebodohannya pada Tuhan.
- Orang yang melakukan dosa besar adalah kafir.
 Al‐Tha’alibah
Mereka adalah pengikut Tha’labah bin Mishkan. Sebenarnya sekte ini
masih ada hubungannya dengan sekte Khawarij al‐Ajaridah, karena
Tha’labah bin Mishkan berselisih paham dengan ‘Abd al‐Karim al‐Ajrad
mengenai hukum tentang anak‐anak, ia memisahkan diri darinya dan
membentuk sekte baru.
Pokok-pokok pemikirannya:
- bagi al‐Tha’alibah, anak‐anak orang mukmin (segolongan) harus
mengikuti jejak orang tuanya dan tidak boleh diisolasikan seperti
pendapat al‐Ajaridah.
- Mengkafirkan  ‘Abd al‐Karim bin Ajrad Menurut al‐Ma’badiyah, sebuah
pecahan dari sekte al‐Tha’alibah berpendapat bahwa pada mulanya
mereka berpendapat bahwa boleh mengambil zakat harta seorang
hamba bila ia kaya, dan bila hamba itu miskin, ia harus diberi
zakat, tetapi kemudian mereka menarik pendapat seperti ini dan
tidak perduli pada orang yang mempunyai pendapat seperti itu atau
tidak.
- Sekte al‐Shaibaniyah berpendapat bahwa, baik di dalam dar al‐’alaniyah
(di mana keadaan dalam keadaan aman) atau dalam dar al‐taqiyah
(di mana keadaan dalam bahaya), seorang al‐Tha’alibah diharamkan
membunuh orang muslim yang tidak sepaham dan tidak boleh
merampas hartanya. Bila hal ini dilakukan, maka taubatnya tidak
akan diterima Tuhan, kecuali setelah pihak keluarga korban
memaafkannya. Bahkan memukul dan mengambil hartanyapun tidak
boleh dan siapa saja yang telah terlanjur melakukannya, maka ia
harus mengembalikannya kepada yang berhak.

   Al‐Baihasiyah
Mereka  adalah  pengikut  Ibn  Abi  Baihas  al‐Haisam  bin  Jabir.
Pokok-pokok pemikirannya:
- Menganggap kafir Ibrahim dan Maimun yang menentang pendapatnya
tentang penjualan budak. Dalam hal ini Maimun dan Ibrahim
mengharamkan untuk menjual budak muslim (sepaham) dari kaumnya
kepada musuh di daerah musuh.
- Mengkafirkan al‐Waqifiyah yang berpendapat bahwa Islam tak lain
adalah mengetahui tentang Tuhan, mengetahui tentang Rasul‐RasulNya
dan apa yang dibawanya. Al‐wilayah merupakan wali Allah dan al‐
bara’ah adalah musuh Tuhan.
- Menurut mereka, iman adalah:
a. Mengetahui semua yang hak dan batil.
b. Mengetahui dengan hati, tanpa kata dan amal.
c. Hanya dengan ikrar dan ilmu dalam hati.
- Mereka tidak mengharamkan sesuatu kecuali yang telah disebutkan
oleh Allah dalam QS. Al An’am yang artinya: “Katakanlah: Tak
kedapatkan di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging babi” (al‐An’am: 145).
- bila seorang pemimpin kafir, maka seluruh rakyatnya turut menjadi kafir.
- anak‐anak orang mukmin adalah mukmin, sedangkan anak‐anak orang
kafir adalah kafir, semuanya mengikuti jejak orang tuanya.
- perbuatan manusia merupakan perbuatan manusia sendiri, Tuhan
melimpahkan segala perbuatan manusia kepadanya. Tuhan sama
sekali tidak mempunyai kehendak atas perbuatan manusia.
- Manusia dikatakan mushrik jika ia tidak mengetahui agama, atau melaku
kan dosa.
    Al‐Sufriyah
 Mereka adalah pengikut Ziyad bin Asfar.
Pokok-pokok pemikirannya:
- Sama dengan pendapat al‐Azariqah yang menganggap bahwa orang yang
berdosa besar dan orang yang tidak sepaham adalah mushrik.
Bedanya dengan al‐Azariqah bahwa mereka tidak berpendapat bahwa
anak dan isteri mereka juga mushrik dan mereka tidak kekal dalam
neraka Karena pendapat ini, mereka tidak menyiksa atau membunuh
anak‐anak dan wanita sebagaimana dilakukan oleh al‐Azariqah.
- Pelaku perbuatan dosa yang ada haddnya seperti mencuri, berzina,
berjudi, minum minuman keras, menghirup madat atau membunuh,
mereka tidak kafir dan tidak mushrik. Mereka hanya dinamakan
seperti yang ada dalam al‐Qur’an yakni pencuri, pezina, pemabuk,
penjudi, pemadat dan pembunuh.
- Pelaku dosa besar yang tidak ada h}addnya seperti meninggalkan
salat, zakat, puasa, merekalah yang disebut dengan kafir.
- Mereka tidak menganggap kafir orang yang tidak mau berhijrah ke
daerahnya dan tidak mau ikut memerangi musuhnya, selama mereka
mempunyai paham yang sama dengan mereka.
- Membolehkan menikahi wanita muslimat dari kelompok orang kafir
(tidak sepaham), dalam keadaan taqiyah (bahaya di daerah musuh),
tetapi tidak diperbolehkannya dalam keadaan ‘alaniyah (aman, di
daerah sendiri).
- Shirik ada dua macam:
a. Shirik dengan taat dan patuh pada ajakan setan.
b. Shirik dengan menyembah berhala atau yang selain Tuhan.
- Kufur juga ada dua:
a. Kufur dengan jalan mengingkari nikmat Tuhan.: kufr bi inkar alni’mah.
b.Kufur dengan cara mengingkari wujud Tuhan: kufr bi inkar alrububiyah.
- Bara’ah juga ada dua macam:
a. Bara’ah (melepaskan diri) atau menjauhkan diri dari pembuat dosa
besar, hukumnya sunnat.
b. Bara’ah (menjauhkan diri) dari ahli juhud (orang yang menentang
Tuhan), hukumnya wajib.
 Al‐Ibadiyah.
Mereka  adalah  pengikut  ‘Abd  Allah  bin  Yahya  al‐ Ibad.
Pokok-pokok pemikirannya:
- Orang yang tidak sepaham adalah kafir dan tidak mushrik dan juga tidak
mukmin.
- Al‐Ibadiyah menganggap bahwa orang yang tidak sepaham sebagai
orang yang memerangi Tuhan dan tidak mengikuti agama yang benar.
- Membolehkan membunuh orang yang menyerupakan Tuhan dengan
makhlukNya (kaum mushabbihah), boleh membunuh pengikutnya dan
menawan wanita dan anak‐anaknya. Hal ini pernah dilakukan oleh Abu
Bakar al‐Siddiq dalam memerangi orang murtad.
- Membolehkan menikahi mereka dan mewarisi hartanya. 
- Mengharamkan mengambil harta mereka kecuali kuda dan senjata.
Adapun emas, perak dan harta lainnya dari rampasan perang, harus
dikembalikan kepada yang empunya.
- Iman terhadap kitab dan rasul Tuhan berhubungan erat dengan
ketauhidan kepada Tuhan. Barangsiapa yang mengingkarinya berarti
ia telah menyekutukan Tuhan.
B. Murji’ah
Dalam masalah politik, Murji’ah juga bersikap netral. Dikatakan bahwa mereka
disebut “Murji’ah” pada arti pertama, karena mereka mengakhirkan amal perbuatan
dari niat dan akad dalam hati. Jika diambil dari arti kedua, karena dalam
pemikirannya tentang iman, mereka memberi harapan kepada seorang mukmin
yang melakukan dosa besar untuk mendapatkan pahala dan masuk surga.
“Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa ia bersabda:”Murji’ah dilaknati oleh lisan 70
Nabi”. Ditanyakan:”siapakah Murji’ah itu wahai Rasul Allah. Dia bersabda:”mereka
yang mengatakan iman adalah kalam, yakni mereka yang menganggap bahwa iman
itu hanyalah pengakuan saja tanpa yang lain”. 9
sekte Murji’ah, bisa dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar yaitu:
 Golongan Sekte Ekstrim
Berpendapat bahwa iman itu yang penting hanya pembenaran (tasdiq) dalam
hati dari sisi dalam (esoteris)nya saja. Pendapat ekstrim ini timbul dari
pengertian bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman yang
kemudian meningkat pada pengertian bahwa hanya imanlah yang penting dan
yang menentukan mukmin atau tidaknya seseorang . Perbuatanperbuatan
tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini, demikian komentar Harun
Nasution.10Iman letaknya dalam hati dan apa yang ada di dalam hati seseorang
tidak diketahui oleh orang lain. Selanjutnya, perbuatan-perbuatan manusia
tidak selamanya menggambarkan apa yang ada di dalam hatinya. Oleh karena
itu, ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti
mengandung arti bahwa ia tidak mempunyai iman. Yang penting ialah iman
yang ada di dalam hati. Dengan demikian, ucapan dan perbuatan tidak
merusak iman seseorang. Iman seorang munafik sama dengan iman seorang
Nabi, karena sama-sama mengucapkan dua kalimat shahadat. Demikian
sebaliknya, kekufuran bukan apa yang disembunyikan dalam hati, tetapi apa
yang diucapkan dengan lisan. mengatakan bahwa selain shirik, semua dosa
mukmin tidak mustahil akan diampuni seluruhnya. Perbuatan dosa dan jahat
tidak akan merusak iman seseorang, ketika ia meninggal dalam
ketauhidannya. Sekte ‘ubaidiyah menggambarkan Tuhan seperti makhluk.
Golongan sekte ekstrim ini tergambar pada 7 sekte: Jahamiyah, Salihiyah,
Yunusiyah, Thaubaniyah , Tumaniyah, Ubaidiyah, dan Karramiyah.
 Golongan Sekte Tengah
Menurut Ghassaniyah , iman itu bertambah tetapi tidak berkurang, artinya
perbuatan baik bisa menjadikan iman mereka bertambah, tetapi perbuatan
dosa tidak mengeluarkannya dari iman walaupun sebesar apapun dosa
diperbuatnya. Marisiyah dalam konsep imannya yang mengatakan bahwa
iman harus dalam hati dan lisan sekaligus, tetapi di lain waktu ia mengatakan
sujud pada matahari atau berhala tidak menjadikan seseorang kafir tetapi itu
hanya sebagai alamat kufur. Artinya, bagi mereka, ucapan dengan lisan jauh
lebih penting dari sebuah perbuatan (yakni sujud pada matahari atau berhala).
Golongan sekte tengah ini tergambar pada 2 sekte : Ghassaniyah dan
Marisiyah.
 Golongan Sekte Moderat
Iman harus terimplikasikan dalam hati dan lisan sekaligus dan memandang
bahwa amal perbuatan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan
Seseorang mukmin yang melakukan perbuatan dosa di dunia, akan
diperhitungkan sebanyak dosa yang diperbuatnya nanti di akhirat walau
9
Al-Baghdadi, Al-Farq bain al-Firaq, hal. 190
10
Harun Nasution, Teologi Islam, hal. 27
akhirnya ia akan masuk surga juga. Pendapat ini di kemudian hari diadopsi
oleh Ahl alSunnah wa al-Jama’ah yang terdiri dari aliran Ash’ariyah dan
Maturidiyah.
C. Muktazilah
Kata mu‘tazilah secara etimologis berasal dari kata i’tazala, disebutkan
artinya , memisahkan diri. Disebutkan dalam al-Qur‘an surat al-Duhkan: 21 artinya
“jika kalian tidak beriman kepadaku maka jangan bersamaku. Maka mu‘tazilah
secara bahasa berarti memisahkan diri (al-infishal wa tanahhi). Mu’tazilah artinya
memisahkan diri atau mengasingkan diri. Sebagaimana dalam firman Allah yang
artinya: “Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta
mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu
(untuk melawan dan membunuh) mereka.” (Q.S. An-Nisa: 90) .Yaitu aliran dalam
Islam yang mendahulukan akal daripada Nash (Al Qur’an dan hadits nabi Saw).
Berarti kebalikan dari aliran ahlussunnah wal jamaahyang mendahulukan naash
dipelopori oleh Washil bin “atha di Bashrah, muridnya ialah Abdul Hasan Al
Asy’ariyah (pendiri dan pelopor aliran ahlusunnah wal jamaah). Mu’tazilah lahir pada
masa bani umayyah berkuasa, yang aktivitasnya menonjol pada masa pemerintahan
Hisyam dan pengganti-penggantinya (723-748M). Para khalifah Abbasiyah seperti al
makmum dan al mu’atashim yang telah menjadikan mu’tazilah sebagai mahzab
resmi negara. Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa Allah swt. Tidak
menentukan pekerjaan manusia, melainkan manusia itu sendirilah yang
menentukan karena itulah mereka diberi pahala atau siksa/dosa sebagai bukti atas
keadilan Allah swt. Al-Mas’udi menjelaskan bahwa pemberian nama Mu’tazilah ini
karena mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan
bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara kedua posisi itu (al-manzilah bain
al-manzilatain). Dengan demikian, jelaslah di sini Al-Mas’udi sama sekali tidak
mengkaitkan penamaan Mu’tazilah dengan peristiwa pertikaian paham antara Wasil
bin ‘Ata’ beserta teman-temannya di satu pihak dan Al-Hasan al-Basri di pihak lain.
Menurut versi ini, mereka disebut kaum Mu’tazilah, karena mereka membuat orang
yang berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak masuk) golongan mukmin dan kafir.
 Ajaran Pokok Mu’tazilah
- Nafy al-Sifah (Peniadaan Sifat Tuhan).
Bagi mereka, pengakuan terhadap adanya Tuhan selain Allah adalah
shirik (acception the otherness of God is polytheisme). Karena
penekanannya yang kuat terhadap keesaan Allah inilah, mereka menolak
adanya sifat-sifat Allah yang kekal sebagai sifat yang berdiri sendiri dan
mengakuinya sebagai dhat Tuhan itu sendiri. peniadaan sifat-sifat Tuhan
oleh Mu’tazilah tersebut tidak berarti bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat sama sekali. Tuhan bagi mereka tetap diberi sifat, tetapi sifat ini
tidak dapat dipisahkan dari dhatNya. Dengan kata lain, sifatsifat Tuhan
merupakan essensi Tuhan itu sendiri. Terdapat dalam QS. An Nisa ayat
48.
- Keadilan Tuhan
Bagi Mu’tazilah , Tuhan itu Maha Adil dan keadilanNya hanya bisa
dipahami kalau manusia mempunyai kemerdekaan untuk memilih
perbuatannya. Tuhan tidak bisa dikatakan adil bila Ia menghukum orang
yang berbuat buruk bukan atas kemauannya sendiri, tetapi atas paksaan
dari luar dirinya yaitu Tuhan.
- Al-Wa’d wa al Wa’id
Perbuatan dosa takkan diampuni tanpa bertobat lebih dahulu,sehingga
bila ada orang mukmin mati dalam keadaan dosa besar dan belum
bertobat, dia akan mendapat siksaan yang kekal di neraka, sekalipun
demikian, ia disiksa dengan siksaan yang lebih ringan dari siksaan orang
kafir. Tuhan pasti menepati janjiNya memberi pahala surga kepada yang
berbuat baik, menerima taubat orang yang berbuat dosa.
- Al-Manzilah bain al-Manzilatain
berkaitan dengan perdebatan teologis tentang nasib orang mukmin yang
mati dalam keadaan pernah melakukan dosa besar dan belum bertobat.
Seperti telah diketahui, Khawarij menghukuminya sebagai orang kafir
dan akan kekal di neraka. Bagi Mu’tazilah, orang seperti itu, bukan
mukmin, bukan pula kafir, tetapi statusnya berada di antara posisi
mukmin dan kafir (al-manzilah bain al-manzilatain).
- Al-‘Amr bi al- ma’ruf wa al-nahy ‘an al- munkar
adanya kewajiban bagi manusia untuk menyeru kepada kebaikan dan
melarang melakukan kejahatan.
Pokok-pokok pemikirannya :
- Bahwa Tuhan itu maha mengetahui, pencipta, qadim, maha kuasa dan
pintar, hidup, tidak memiliki jisim, ‘ard, jawhar, maha kaya, esa, tidak
mengetahui dengan indera, adil, bijaksana, tidak berbuat jahat dan
tidak menghendakinya, kaya pahala, selalu mantap dengan
perbuatanNya, jauh dari cela dan kekurangan, selalu memberi
balasan setimpal, mewajibkan diriNya mengutus Rasul demi kebaikan
manusia, memberi shari’at yang baik dan selalu aktual, petunjukNya
selalu berguna bagi manusia setiap saat, Muhammad dan al‐Qur’an
merupakan mu’jizat bagi kekuasaanNya
- Nafy al‐sifah: Semua tokoh Mu’tazilah sependapat bahwa Tuhan
mengetahui melalui dhatNya, berkuasa melalui dhatNya, hidup
melalui dhatNya, semua sifat dhat, Tuhan harus memilikinya,
karenanya merupakan sifat wajib Tuhan, tetapi tidak boleh disifati
dengan kebalikannya.
- Menurut Mu’tazilah pelaku dosa besar dikategorikan fasik, yaitu posisi
yang menduduki antara mu’min dan kafir, kata mu’min menurut Washil
Ibn Atha’ merupakan sifat baik dan nama pujian yang tidak dapat
diberikan fasik dengan dosa besarnya, tapi predikat kafir tidak dapat pula
diberikan kepadanya, karena dibalik dosa besar yang dilakukannya ia
masih mengucapkan dua kalimat syahadad dan masih melakukan
perbuatanperbuatan yang baik.

D. Ahlusunnah Wal Jamaah


Secara etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang
senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulallah Saw. dan ja lan hidup para sahabatnya.
Atau, golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat,
lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab,
Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Ahlus Sunnah adalah mereka yang
mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah shahabatnya
radhiyallahu 'anhum. Menurut keyakinan ahlusunnah wal jamaah pelaku dosa besar
dari kalangan kaum muslimin adalah seorang muslim fasik. Kemaksiatannya tidaklah
mengeluarkannya dari Islam dan ia bukanlah mukmin yang sempurna keimanannya .
ia mukmin dengan imannya dan fasik dengan dosa besarnya. Ahlusunnah wal
jamaan meyakini bahwa hukum pelaku dosa besar diakherat berada bawah
kehendak Allahh swt. , jika Allah menghendaki akan penyiksaannya dengan
keadilannya dan jika Allah menghendaki akan mengampuninya dengan rahmat dan
fadhilah nya sebagaimana dalam Q.S An Nisa ayat 48.
 Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran ini pelaku dosa besar itu masih tetap sebagai orang yang
mu’min dengan keimanan yang mereka miliki, sakalipun dia berbuat dosa
besar. Tetapi jika perbuatan dosa itu dilakukan dengan anggapan bahwa
perbuatan dosa itu dibolehkan atau dihalalkan maka dan tidak meyakini
keharaman perbuatan tersebut maka yang demikian itu dihukumi kafir. Orang
mu’min yang mengerjakan dosa besar dan meninggal sebelum taubat, maka
orang tersebut masih dianggap mu’min, dalam urusan hak saudara muslim,
seperti memandikan, mengkafani, dan mensholatkan jenazah orang mu’min
yang melakukan dosa besar tersebut, dan mengkuburkan secara mu’min
adalah kewajiban kita. Tapi secara hakikat dia adalah orang mu’min yang
durhaka. Mu’min pelaku dosa besar, diakherat nanti akan mendapat beberapa
kemungkinan :
- Boleh jadi Tuhan mengampuni dosanya dengan sifat pemurahNya Tuhan,
karena Tuhan Maha Pemurah, dan ia lansung dimasukkan kedalam surga
tanpa hisab.
- Boleh jadi dia mendapatkan syafaat dari nabi Muhammad. yakni dibantu
oleh nabi Muhammad, sehingga dia dibebaskan Tuhan dari segala
siksaan,dan lansung dimasukkan kedalam surga.
- Kalau kemungkinan dua diatas tidak terjadi pada pelaku dosa besar maka
dia akan disiksa didalam neraka sesua kadar dosanya, dan kemudian dia
akan dibebaskan dari siksaan dan dimasukkan surga dan kekal didalamnya
karena saat didalam dunia dia adalah seorang yang beriman.
Adapun dasar dalil yang digunakan aliran ini adalah dalam Al-Quran surat An
Nisa’ ayat 48. Yang artinya : “Bahwasannya Tuhan tidak mengampuni dosa
seseorang kalau Ia dipersekutukan, tapi diampuninya selain dari pada itubagi
siapa yang dikehendakiNya. Siapa yang mempersekutukan Tuhan
sesungguhnya dai memperbuat dosa yang sangat besar (Q.S. An-Nisa’ 48 )
Menurut ayat diatas barang siapa yang melakukan perbuatan dosa besar
ataupun kecil, kalau dosa itu tidak mempersekutukan Tuhan, maka dia bisa
diampuni dan mereka menggunakan hadist dibawah ini sebagai sandaran dalil
atas i’itiqad aliran ini mengenai mu’min yang berdosa besar. Artinya:“Maka
Tuhan berfirman: maka demi kegagahanKu,demi kebesaranKu, demi
KetinggianKu, dan demi keagunganKu, aku keluarkan dari neraka sekalian
orang yang mengucapkan “Tiada Tuhan Melainkan Allah” ( H.R. Bukhori )
 Aliran Maturidiyah
Pelaku dosa besar masih tetap mukmin karena adanya keimanan dalam
dirinya, Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada
apa yang dilakukan nya di dunia. orang yang berdosa besar itu tidak dapat
dikatakan kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum
bertobat . hal itu di karenakan Tuhan telah menjanjikan akan memberikan
balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatanya . kekal dalam neraka
adalah balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik.
KESIMPULAN

Dosa besar adalah perbuatan yang melanggar hukum tuhan atau agama yang berkaitan dengan
perkara yang besar (berat). Dosa yang identik dengan sebuah siksa adalah jenis-jenis perbuatan yang
balasannya adalah neraka. Dosa besar terbagi menjadi 7 bagian yaitu Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali yang hak, memakan harta riba, harta anak yatim,
melarikan diri dari peperangan, dan menuduh wanita beriman yang mahshanat melakukan zina.

Pandangan aliran teologi terhadap pelaku dosa besar . Pertama, Khawarij memandang bahwa orang
mukmin yang melakukan dosa besar padanya dihukum kafir. Kedua, kaum Murjiah cenderung
menunda hukum yang mengenai orang mukmin yang melakukan dosa besar tersebut pada hari
perhitungan, bagi mereka perbuatan seseorang tidak menyebabkan iman dan kekafiran seseorang
bertambah dan berkurang . kaum murji’ah juga memberi harapan kepada seorang mukmin yang
melakukan dosa besar untuk mendapatkan pahala dan masuk surga .Ketiga, Kelompok mu'tazilah
menempatkan Kelompok mukmin yang melakukan dosa besar berada diantara dua tempat atau al-
manzilah baina al-Manzilahtain. Keempat, pada kelompok AhluSunnah wal Jamaáh mengatakan
bahwa pelaku dosa besar dari kalangan kaum muslimin adalah seorang muslim fasik.
Kemaksiatannya tidaklah mengeluarkannya dari Islam dan ia bukanlah mukmin yang sempurna
keimanannya . ia mukmin dengan imannya dan fasik dengan dosa besarnya. hukum pelaku dosa
besar diakherat berada bawah kehendak Allahh swt. , jika Allah menghendaki akan penyiksaannya
dengan keadilannya dan jika Allah menghendaki akan mengampuninya dengan rahmat dan fadhilah
nya.
DAFTAR PUSTAKA

Al‐Shahrastani,  ‘Abd  al‐Karim,  Fard  Jiyum  (ed.),  Kitab Nihayat  al‐Iqdam  fi ‘Ilm  al Kalam,  Tt.: 
tp.,tth. 

Harun Nasution,DR.,Prof., Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Jakarta: UI Press 
(Penerbit Universitas Indonesia, Cet.I, 1987

Al‐Baghdadi, ‘Abd al‐Qahir bin Tahir (429H/1037M., Al‐Farq bain al‐Firaq wa Bayan al‐Firqah al‐
Najiyah minhum, Tt:tp., tth.

Amri, Muhammad, 2011, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, (Cet. I; Zadahaniva, Solo.

Nasution, Harun. 1986, Teology Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan : UI Press, Jakarta.

Ritonga, A.Rahman.1996, Perbandingan antara Aliran: Iman dan Kufur dalam Sejarah Pemikirn dalam
Islam : Pustaka Antara, Jakarta.

Syukur, Aswadie. TTH, Al-Milal wa al-Nihal: Aliran-aliran Teologi dalam sejarah Umat Islam(terj): Bina
Ilmu, Surabaya.

Tsuroya  Kiswati,  DR.,Prof.  Sintesa  antara  Ahl  al‐Sunnah wa  al‐Jama’ah  dan Mu’tazilah  dalam
Pemikiran Kalam  Al‐Juwaini, Surabaya: Penerbit Sinar Angkasa, 1996. 

Tsyuroya Kiswati,Ilmu kalam: Aliransekte, tokoh pemikiran, dan analisa perbandingan : aliran
khawarij,murji’ah, dan mu’tazilah,Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014

Anda mungkin juga menyukai