Anda di halaman 1dari 6

MATERI 2 IKL XII

B. Iman dan Kufur


1. Pengertian Iman
Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah,
pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah
adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat
keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna
apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya
tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal
perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab,
ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

2. Pengertian Kufur
Kufur secara bahasa artinya menutupi, oleh karena itu malam dalam bahasa arab
dinamai kafir karena ia menutupi siang, dan petani juga disebut kafir karena ia menutupi
biji dengan tanah. Adapun secara istilah, kufur ada dua macam: kufur akbar dan kufur
ashgar.
Kufur akbar adalah kufur yang mengeluarkan pelakunya dari millatul Islam,
dan kufur ini ada enam macam:
a. Kufur takdzib yaitu mendustakan Islam dengan hati dan lisan. Ia meyakini bahwa Islam
adalah dusta dan mengatakan dengan lisannya. (Al Mulk: 9).

َ ‫اءنَا نَ ِذير فَ َك َّذب نَا َوقُلنَا َما نَ َّز َل اللَّهُ ِمن َشيء إِن أَن ُُْ إِال فِي‬
)٩( ‫ضالل َكبِير‬ َ ‫قَالُوا بَلَى قَد َج‬
Mereka menjawab: "Benar ada", Sesungguhnya telah datang kepada Kami seorang
pemberi peringatan, Maka Kami mendustakan(nya) dan Kami katakan: "Allah tidak
menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar".

b. Kufur juchud yaitu meyakini kebenaran Islam dengan hatinya namun lisannya
mendustakan bahkan memerangi dengan anggota badan. Contohnya adalah kufurnya
fir’aun dan kuffar quraisy.
c. Kufur istikbar yaitu meyakini kebenaran Islam dengan hati dan lisannya, namun ia
bersombong diri dan tidak mau menerima Islam dan melaksanakannya karena
sombong dan menganggap remeh. Dan kufur ini disebut juga dengan kufur ‘ienad.
Contohnya kufur iblis la’natullah ‘alaih.
d. Kufur I’radl yaitu berpaling dari Islam, tidak membenarkan dan juga tidak
mendustakan. (Thaha: 124).
)٤٢١( ‫ش ُرهُ يَو َم ال ِقيَ َام ِة أَع َمى‬
ُ ‫ضنكا َونَح‬ َ ‫ض َعن ِذك ِري فَِإ َّن لَهُ َمعِي‬
َ ‫شة‬ َ ‫َوَمن أَع َر‬
Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
Keadaan buta".
e. Kufur nifaq yaitu mendustakan Islam dengan hatinya dan memperlihatkan keimanan
dengan lisan dan badannya, seperti kufurnya Abdullah bin Ubay bin Salul gembong
munafiq.
f. Kufur syakk, yaitu meragukan kebenaran Islam dan para rasul.

Sedangkan kufur ashgar adalah kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari
millah Islam seperti berhukum dengan hukum selain Allah, dosa-dosa besar seperti zina,
kufur kepada suami dan sebagainya. Kufur ini bisa menjadi kufur akbar bila ia meyakini
kehalalannya dengan mengatakan bahwa Allah menghalalkannya.

Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman
dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh golongan Khawarij yang
mengecap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi SAW. yang dipandang telah melakukan
dosa besar, yaitu Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu sufyan, Abu Musa Al-Asy’ari,
Amr bin Al-Ash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah istri Rasulullah
SAW.
Dalam masalah iman dan kufur ini mutakallimin terdapat perbedaan pendapat,
diantaranya adalah:
1. Aliran Khawarij
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologisnya terutama yang
berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politik daripada ilmiah-
teoritis. Satu perbedaan aliran khawarij dengan aliran lainnya adalah mereka sangat
mudah menghukumi “kafir” bagi orang-orang yang tidak mau mengikutinya. Misalnya,
Nafi’I bin Azraq yang digelari Amirul Mu’minin oleh aliran Khawarij, memfatwakan
bahwa barang siapa membantahnya maka dia adalah kafir yang halal darahnya, halal
hartanya dan halal anak istrinya. Dalil yang mereka pakai untuk pendirian ini adalah
Q.S. Nuh (71) ayat 26-27:

َ َ‫ضلُّوا ِعب‬
ِ ‫ك إِن تَ َذرُهْ ي‬
َ َّ‫)إِن‬٢٢( ‫ين َديَّارا‬ ِ ِ ِ ‫ال نُوح رب ال تَ َذر علَى األر‬
ََ ‫اد‬ ُ َ ‫ض م َن ال َكاف ِر‬ َ َ َ َ‫َوق‬
ِ َ‫وال يلِ ُدوا إِال ف‬
)٢٢( ‫اجرا َك َّفارا‬ َ َ
Artinya :
“Nuh mendo’a: Wahai Tuhanku! Jangan Engkau biarkan orang-orang kafir itu
bertempat tinggal dimuka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan tinggal, niscaya
mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau, dan mereka hanya akan melahirkan
anak-anak yang jahat dan tidak tahu berterima kasih”.

Inilah pendapat yang sangat keterlaluan dari Khawarij yang memakai kalimat
orang-orang kafir bagi orang Islam yang menjadi lawan politiknya. Kebenaran
pernyataan ini tidak dapat disangkal karena seperti yang diketahui bersama, Khawarij
muncul karena persoalan-persoalan teologis seputar masalah mu’min atau kafirkah Ali,
Muawiyah dan pengikutnya? Jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi pijakan
atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta para pengikutnya
telah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah berbuat dosa besar. Dan
semua pelaku dosa besar, menurut semua sub sekte khawarij, kecuali Najdah adalah
kafir dan akan disiksa di neraka selamanya.
Iman menurut aliran Khawarij bukan merupakan pengakuan dalam hati dan
ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah menjadi rukun iman juga. Dan
menurut aliran Khawarij, orang yang tidak melakukan shalat, puasa, zakat, dan lain
sebagainya yang diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir. Jadi apabila sekarang
mukmin melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu termasuk kafir dan wajib
diperangi serta boleh di bunuh. Harta bendanya boleh dirampas menjadi harta
ghanimah.
a. Sekte Muhakkimah
Golongan ini adalah golongan Khawarij murni yaitu Khawarij yang pertama kali
muncul seperti yang tertera di atas. Kufur di sini adalah semua yang terlibat pada
peristiwa tahkim. Dan semua orang yang telah berdosa besar juga dikatakan kufur pada
aliran ini.
b. Sekte Azariqah
Menurut Sekte Azariqah yang beriman hanyalah golongan dari mereka sendiri yang mau
berhijrah dan tidak pernah melakukan dosa besar. Dengan kata lain, berarti orang Islam
yang bukan dari golongan mereka atau golongan Azariqah sendiri yang menolak untuk
berhijrah dianggap musyrik. Merekapun menghalalkan membunuh orang-orang yang
dianggap musyrik termasuk anak dan istrinya.
c. Sekte Najdah
Menurut Najdah yang disebut orang beriman adalah golongan Najdah saja walaupun
telah berdosa besar, menurut mereka orang yang berdosa besar yang menjadi kafir dan
kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tak sepaham dengan golongannya.
Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar, betul akan mendapat siksaan, tetapi
bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga.
d. Sekte Ajaridah
Sebagai aliran yang menitik beratkan iman dengan amal perbuatan, Iman menurut
Ajaridah adalah semua golongan Ajaridah yang tidak berdosa besar, dan anak kecil dari
orang yang dianggap kafir masih di kategorikan beriman, selama ia belum mengikuti
orang tuanya. Anak dari orang yang dianggap kafir tidak lantas menjadi kafir dan boleh
dibunuh.
e. Sekte Sufriyah
Iman dalam pandangan sekte Sufriyah tidak selalu bisa hilang hanya karena suatu dosa
besar, Sufriyah membagi dosa besar menjadi dua golongan; dosa besar yang sangsinya
ada di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa besar yang tidak ada sangsinya
di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang berbuat dosa golongan
pertama tidak dipandang kafir yang menjadi kafir hanyalah orang yang melaksanakan
dosa golongan kedua.
Sekte Sufriyah juga membagi kufur menjadi dua: kufr bi inkar al-ni’mah atau di sebut
juga kafir ni’mat yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan kufr bi inkar al-rububiyah (kafir
millah) yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya harus
keluar dari Islam.
f. Sekte Ibadiyah
Sekte Ibadiyah berpendapat bahwa orang Islam selain dari golongan mereka adalah kafir
tetapi boleh mengadakan hubungan perkawinan dan warisan, dan syahadatnya boleh
diterima. Dan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap sebagai muwahid (yang mengesakan
Tuhan), tetapi bukan mukmin. Maksudnya di sini ia hanya dipandang sebagai kafir
mengingkari ni’mat (kafir ni’mat) dan bukan kafir millah/agama, dengan kata lain
mengerjakan dosa besar tidak membuat orang menjadi keluar dari Islam, namun siksaan
yang bakal mereka terima di akhirat nanti adalah kekal dalam neraka bersama orang-
orang kafir lainnya.

2. Aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah membentuk suatu faham dalam ushuluddin yang berbeda dengan aliran
Khawarij, syi’ah dan Ahlussunnah. Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap
orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim di hadapan Tuhan, karena Tuhanlah
yang mengetahui keadaan iman seseorang. Aliran Murji’ah terpecah menjadi beberapa
golongan kecil. Namun, pada umumnya golongan Murji’ah terbagi kepada dua
golongan besar yaitu “golongan ekstrim” dan “golongan moderat”.
a. Murji’ah ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di
dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa
yang ada di hatinya. Oleh karena itu segala ucapan dan perbuatan seseorang yang
menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya,
bahkan keimanannya masih sempurna di hadapan Tuhan.
Dosa bagi aliran Murji’ah tidak menjadi sebuah masalah, kalau ada iman dalam hati.
Mereka berpendapat bahwa iman adalah tashdiq dalam hati saja, atau ma’rifah
(mengetahui) Allah dengan hati, bukan secara demonstrative, baik dalam ucapan
maupun dalam tindakan. Oleh karena itu jika seseorang telah beriman tetapi dia
bertingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani atau bahkan menyembah berhala
menurut Murji’ah ia masih mukmin. Hal ini disebabkan karena keyakinan mereka
bahwa iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman. Kredo Murji’ah ekstrim yang
terkenal adalah “Perbuatan tidak dapat menggugurkan keimanan, sebagaimana
ketaatanpun tidak dapat membawa kekufuran”. Dapat diambil kesimpulan bahwa
kelompok ini memandang pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
b. Murji’ah Moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak
menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya, tergantung
dari dosa yang di lakukannya. Meskipun demikian, masih terbuka kemungkinan
bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksaan neraka. Ciri
khas mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman,
disamping tashdiq (ma’rifah).

3. Aliran Mu’tazilah
Menurut aliran Mu’tazilah, iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada
Tuhan. Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak
dikatakan mukmin. Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa
yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui kewajiban-
kewajiban kepada Tuhan. Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang
mengerjakan dosa besar dan mati sebelum taubat, tidak lagi mukmin dan tidak pula
kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.
Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama-lamanya, tetapi nerakanya agak dingin
tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak masuk surga. Jelasnya
menurut kaum Mu’tazilah, orang mu’min yang berbuat dosa besar dan mati sebelum
taubat, maka menempati tempat diantara dua tempat, yakni antara neraka dan surga
(manzilatan baina al-manzilatain).

4. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, iman secara esensial adalah tashdiq bi al-janan
(membenarkan dengan kalbu). Sedangkan qaul dengan lisan dan melakukan berbagai
kewajiban utama (amal bi al-arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-cabang) iman.
Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga
membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya telah
beriman. Jadi tashdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan dalam hati
yang mengandung ma’rifah terhadap Allah.

5. Aliran Maturidiyah
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-
qalb (meyakini dengan hati), bukan semata-mata iqrar bi al-lisan (mengucapkan dengan
lisan). Ia berargumentasi dengan ayat al-Qur’an, surat al-Hujarat (49) ayat 14:
‫اإليما ُن فِي قُلُوبِ ُكْ َوإِن‬ ِ ِ ِ
َ ‫آمنَّا قُل لَْ تُؤمنُوا َولَكن قُولُوا أَسلَمنَا َولَ َّما يَد ُخ ِل‬
َ ‫اب‬ ُ ‫قَالَت األع َر‬
)٤١( ْ‫يعوا اللَّهَ َوَر ُسولَهُ ال يَلُِ ُكْ ِمن أَع َمالِ ُكْ َشيئا إِ َّن اللَّهَ غَ ُفور َرِحي‬ ِ
ُ ‫تُط‬
Artinya:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke
dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."

Ayat tersebut difahami Al Maturidi sebagai usaha penegasan bahwa keimanan itu tidak
cukup hanya dengan perkataan saja, tanpa di yakini oleh hati. Apa yang diucapkan oleh
lisan dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal apabila hati tidak mengakuinya.

Aliran Maturidiyah ada dua kelompok, yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
Bukhara;
a. Aliran Maturidiyah Samarkand
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman
adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Apa yang diucapkan
oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui
ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya, tashdiq, seperti
yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil dari ma’rifah ini
didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Jadi, menurut
Al-Maturidi Samarkand, iman adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah. Meskipun
demikian, ma’rifah menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor
penyebab kehadiran iman.
b. Aliran Maturidiyah Bukhara
Iman menurut Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh Al-Bazdawi,
adalah tashdiq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan
Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang
dimaksud demgan tashdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok
ajaran Islam secara verbal.

Anda mungkin juga menyukai