Anda di halaman 1dari 8

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

I. PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia di dunia ini pastilah ada tujuannya, tidak ada yang sia- sia.
Manusia diciptakan di dunia sebagai khalifah di bumi ini yang memiliki tugas dan tanggung
jawab. Manusia dituntut untuk bergotong royong dan bersosialisasi. Tak lepas pula pada alam
semesta ini, tidak dibolehkan untuk merusaknya, bahkan manusia disuruh untuk menjaga dan
merawatnya tanpa terkecuali. Manusia juga dituntut untuk berbuat baik kepada sesama dan
tidak boleh melakukan pengrusakan. Di dunia ini manusia memiliki tanggung jaweab yang
sama karena sama- sama makhluk Allah, yakni berbuat baik dan meninggalkan keburukan
agar kehidupan ini berjalan selaras dan seimbang.
Bahwasanya menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat itu adalah suatu
kewajiban fardhu kifayah. Apabila sebagian dari kaum muslimin menjalankan tugas ini,
gugurlah dosa dari yang lain-lain. Orang yang menjalankan tugas itu akan memperolaeh
pahala yang besar dari Allah SWT. Tetapi jika semua kaum muslimin mengabaikan tugas itu,
maka dosanya akan menimpa setiap orang yang mengetahui hukum-hukumnya, apabila
munkar itu berlaku di hadapan matanya, sedang ia tiada mengubahnya dengan tangan atau
lisan padahal ia berkuasa.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa yang dimaksud dengan amar ma’ruf nahi munkar?
B. Bagaimanakah karakteristik masyarakat menyikapi amar ma’ruf nahi munkar?
C. Bagaimanakah perintah mencegah kemunkaran?
D. Mengapa penurunan azab menimpa semua masyarakat?
E. Apa saja manfaat melakukan amar ma’ruf nahi munkar?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka
terlebih dahulu kita akan berbicara mengenai definisi amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Makna ma’ruf secara bahasa kebanyakannya berputar di atas makna semua perkara
yang diketahui dan dimaklumi oleh manusia satu dengan yang lainnya dan mereka tidak
mengingkarinya. Adapun secara istilah, ma’ruf bermakna semua perkara yang diketahui,
diperintahkan, dan dipuji pelakunya oleh syari’at, maka masuk di dalamnya semua bentuk
ketaatan, dan yang paling utamanya adalah beriman kepada Allah Ta’ala dan mentauhidkan-
Nya[1]. Yang dimaksud amar ma’ruf adalah ketika engkau memerintahkan orang lain untuk
bertahuid kepada Allah, menaati-Nya, bertaqarrub kepada-Nya, berbuat baik kepada sesama
manusia, sesuai dengan jalan fitrah dan kemaslahatan.[2]
Mungkar secara bahasa, maka maknanya kebanyakan berputar di atas makna semua
perkara yang tidak diketahui dan tidak diakui oleh manusia dan mereka mengingkarinya.
Adapun secara istilah, mungkar adalah semua perkara yang diingkari, dilarang, dicela, dan
dicela pelakunya oleh syari’at, maka masuk di dalamnya semua bentuk maksiat dan bid’ah,
dan yang paling jeleknya adalah kesyirikan kepada Allah ’Azza wa Jalla, mengikari keesaan-
Nya dalam peribadahan atau ketuhanan-Nya atau pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan
Nahi Munkar. Amar Ma’ruf merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi
agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan
tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya.
Bahkan Allah swt beserta RasulNya mengancam dengan sangat keras bagi siapa yang tidak
melaksanakannya sementara ia mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam hal tersebut.
[3]
Ketahuilah bahwa amar ma’ruf nahi munkar termasuk Ushul Ad-Din, dengan dicapai
tujuan perutusan (bi’tsah) para nabi. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Ali-
Imran: 104.

ِ X‫و َن َع ِن ْٱل ُم ْن َك‬X


‫ر‬X َ ‫ون ِإلَى ْٱل َخي ِْر َويَْأ ُمر‬
ِ ‫ُون بِ ْٱل َم ْعر‬
ْ Xَ‫ُوف َويَ ْنه‬ َ ‫َو ْلتَ ُكن م ْن ُك ْم ُأ َّمةٌ يَ ْد ُع‬
)۱۰ ۴ :‫(آل عمران‬.‫ُون‬ َ ‫ك هُ ُم ْٱل ُم ْفلِح‬ َ ‫َوُأ ْولَ ٰـِئ‬
“Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan merekalah termasuk orang-orang
yang beruntung”(Ali Imran: 104)

Dan dalam Surah Ali Imran: 110

        


           
    
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,” (Ali Imran: 110)

B. Karakteristik Masyarakat Menyikapi Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Ada 3 karakter masyarakat dalam menyikapi amar ma’ruf nahi munkar:
1. Memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar, atau dinamakan karakter orang
mukmin.
2. Memerintahkan yang munkar dan melarang yang ma’ruf, atau dinamakan karakter orang
munafik.
3. Memerintahkan sebagian yang ma’ruf dan munkar, dan melarang sebagian yang ma’ruf dan
munkar. Ini adalah karakter orang yang suka berbuat dosa dan maksiat.[4]
Dengan melihat ketiga karakter tersebut, maka sudah jelas bahwa tugas beramar
ma’ruf nahi munkar bukanlah hanya tugas seorang da’i, mubaligh, ataupun ustadz saja,
namun merupakan kewajiban setiap muslim. Dan ini merupakan salah satu kewajiban penting
yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada seluruh kaum muslim sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Rasulullah mengingatkan, agar siapa pun jika melihat
kemunkaran, maka ia harus mengubah dengan tangan, dengan lisan, atau dengan hati, sesuai
dengan kapasitas dan kemampuannya. Begitu juga Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’
Ulumuddin, beliau menekankan, bahwa aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar adalah kutub
terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka
Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas amar ma’ruf nahi munkar hilang, maka syiar
kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajalela, satu
negeri akan binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan.

C. Perintah Mencegah Kemunkaran


‫ حدثنا‬:‫ و حدثنا محمد بن جعفر‬: ‫ (ح) و حدثنا محمد بن المثنى‬.‫ حدثنا وكيع عن سفيان‬: ‫حدثنا ابو بكر بن ٲبي شيبة‬
‫ قال أول من بدأ بالخطبة يوم العيد قبل‬.‫ وهذا حديث أبي بكر‬.‫ عن طأرق بن شهاب‬,‫ كالهما عن قيس بن مسلم‬,‫شعبة‬
‫الصالة مروان فقام إليه رجل فقال الصالة قبل الخطبة فقال قد ترك ما هنالك فقال أبو سعيد أما هذا فقد قضى ما عليه‬
‫سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فٳن لم يستطع فبلسانه فٳن لم يستطع فبقلبه‬
)‫وذلك أضعف اال يمان (أخرجه مسلم في كتاب اال يمان‬

Dari Thariq ibn’ Syihab. Ini merupakan cerita Abu Bakr. Dia berkata: “Salah seorang yang
mula-mula memulai Hari Raya dengan khutbah adalah Marwan. Pada saat itu, berdirilah
seorang lelaki dan ia berkata: “Shalat Idul Fitri sebelum khutbah.” Marwan pun menjawab:
“Yang demikian sudah ditinggalkan.” Abu Sa’id menyahut: “Hal ini telah diputuskan oleh
Rasulullah saw. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Siapa pun diantara kamu yang
melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Namun jika ia
tidak mampu (dengan tangannya), maka hendaklah dengan lidahnya (berbicara). Jika ia
juga tidak sanggup melakukannya (dengan lidahnya), maka hendaklah ia mengubahnya
dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.
Kalau kita tidak sanggup mencegahnya atau takut akan membahayakan diri sendiri,
kita berusaha memberikan nasihat, kita pergunakan akal kita agar dia membatalkan niatnya.
Kalau tidak ada juga kesanggupan memberikan nasihat, maka hendaklah kita menanamkan
rasa benci kita, seperti menjauhkan diri dari dia, tidak menggaulinya, tidak bermu’amalah
dengan dia, tidak memberikan salam dan tidak menyahut salamnya.
Nabi pernah bersikap seperti ini pada Ka’ab Ibn Malik, Mirarah bin Rabi’ dan Hilal
Ibn Umaiyah yang tidak mau ikut pertempuran Tabuk. Nabi menyuruh para sahabat supaya
menjauhkan diri dari tiga orang itu dan tidak menyapanya. Lima puluh malam mereka
dibiarkan begitu. Sehingga mereka merasa gundah akibat boikot itu dan mereka menyesali
perbuatannya lantaran itu mereka bertaubat, taubat mereka diterima Allah.[5]
Dalam hadits lain juga dijelaskan seperti hadits di bawah ini:
‫ه من‬X‫ان ل‬X‫وى ك‬X‫ا الى ه‬X‫ من دع‬: ‫ا ل‬X‫لم ق‬X‫ه وس‬X‫لى هللا علي‬X‫ول هللا ص‬X‫عن ابى هريرة ايضا ان رس‬
‫االجر مثل اجور من تبعه الينقص ذلك من اجور هم شئا ومن دعا الى ضال لة كان عليه من االثم‬
)‫مثل ثام من تبعه ال ينقص ذلك من ثا مهم شيء(رواه مسلم‬

“Dari Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa mengajak orang
kepada suatu petunjuk (kebenaran) maka ia mendapat pahala sebanyak pahala orang-orang
yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa
mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendaat dosa seperti dosa-dosa orang yang
mengerjakannya dengan tidak mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR. Muslim)[6]
Ada tiga jenis perbuatan munkar yang harus dicegah secara sungguh-sungguh:
1. Yang menyangkut hak Allah SWT.
2. Yang menyangkut hak manusia.
3. Yang menyangkut hak Allah dan manusia.
Ibadat merupakan hak Allah bila kita mengingkari hak Allah tersebut, dianggap telah
mengerjakan munkar . Di samping itu kita melanggar larangan Allah, tidak berpuasa, minum-
minuman yang memabukkan. Orang yang memperdayakan minuman keras, jika dia
beragama Islam, haruslah dihukum dan dagangannya dirampas untuk dimusnahkan.
Sebagai anggota masyarakat, kita harus memperhatikan kemaslahatan dan
kepentingan orang lain. Dalam kaitan dengan kemunkaran terhadap hak manusia , seperti
contoh mendirikan bangunan yang menyebabkan tetangga tak punya jalan keluar / masuk.
Ada pun perbuatan munkar yang menyangkut kepentingan Allah dan kepentingan
manusia, adalah seperti memindahkan jenazah dari tempatnya, tanpa alasan yang jelas.
Pemindahan yang mempunyai alasan yang jelas demi kepentingan umum, tentu tidak
termasuk perbuatan munkar.[7]

D. Penurunan Azab Menimpa Semua Masyarakat


Apabila manusia melihat kemunkaran dan tidak bisa merubahnya, Dikawatirkan
Allah akan melimpahkan azab siksa-Nya secara merata.
Seperti kisah bani israil yang ada dalam Al-qur’an:

          
           
       
“Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (Q.S Almaidah: 78-79).”
Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda :
َ ‫ َمن‬X‫ض ُر ُكم‬
‫ َّل‬X ‫ض‬ ُ َ‫َيق َأنَّهُ ايُّهَا ِإنَّ ُك ٌم تَقٌ َرءُونَ هَ ِذه االيَةً (يَا اَيّهَا الّذينَ امنُوا َعلَي ُكم الَي‬ َ ‫ع ٌَن أبِي بَ ٌك ٍر‬
ِ ‫الصد‬
‫ ِه‬XX‫ على يَدَي‬X‫اس إ َذا راَ ُوا الظّا لِ َم فَلَ ٌم يَا ُخ ُذوا‬ َّ ‫عت رسول هللا عليه وسلّم يَقُو ُل‬
َ ّ‫إن الن‬ ُ ‫ِإ َذاهٌتَدَيتُم) َوإنّى َس ِم‬
ِ ‫اَ ٌو َشكَ اَ ٌن يَ ُع ّمهُ ْم هللا بِ ِعقا‬
)‫ و النساء‬X‫ (رواه ابو د و الترمذي‬.ُ‫ب ِمنه‬
“Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, ia berkata : Wahai manusia, hendaklah kalian membaca
ayat ini : “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu
akan memberi mudharatkepadamu apabila kamu telah mendapatkan petunjuk. Dan
sesungguhnya saya mendengar Rasululllah SAW bersabda :” sesungguhnya apabila orang-
orang melihat orang yang bertindak aniaya kemudian mereka tidak mencegahnya, maka
kemungkinan besar Allah akan meratakan siksaan kepada mereka, disebabkan perbuatan
tersebut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An-Nasa’i)[8]
Bila kemungkaran telah mewabah di masyarakat, maka siksa akan turun menimpa
semua orang, apakah dia sholeh ataukah tidak sholeh. Bila tindakan orang-orang dzalim tidak
ada yang mencegahnya, maka hampir saja Allah Swt meratakan seluruh masyarakat dengan
azabnya.[9]

E. Manfaat Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Ada beberapa manfaat bila amar ma’ruf dan nahi munkar ditegakkan:
1. Kita akan menjadi bagian dari orang-orang mukmin.
2. Segala kebaikan akan diberikan siapa saja yang melakukan aksi amar ma’ruf nahi munkar,
yaitu, orang-orang yang lahir dari umat terbaik (umat muslim).
3. Kita akan menjadi orang-orang yang shaleh.
4. Kita akan mendapatkan keselamatan apabila kita mencegah perbuatan buruk (munkar).
5. Kita akan menjadi orang-orang yang meraih kemenangan.
6. Allah akan memberikan rahmat dan karunianya kepada kaum tersebut, sehingga tercipta
kerukunan, kedamaian dan ketentraman.
7. Akan dijauhkan dari Azab Allah.
8. Ilmu yang dibawa oleh para ulama (sebagai pewaris para nabi) akan terjaga dengan baik,
sehingga dijauhkan dari kesesatan dalam menuntut ilmu, yaitu niat/motivasi yang salah dan
belajar pada orang yang salah. Dengan terjaganya para ulama yang sholeh, maka akan
lahirlah umara (penguasa) yang baik dan mampu memimpin umatnya dengan adil.[10]
Namun tidak bisa dipungkiri, saat ini kema’rufan telah digerus oleh derasnya arus
kemunkaran. Hal ini terjadi karena kemunkaran telah dibungkus dengan performa yang
menarik, sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat mampu menikmatinya. Begitu
mudahnya kemunkaran sudah masuk dalam celah-celah sempit dalam rumah melalui media
cetak dan elektronik, yang setiap hari dikonsumsi oleh masyarakat. Tentu ini sangat
berbahaya, karena kemunkaran/kebathilan yang secara terus-menerus disuguhkan dan
diinformasikan, apalagi didesain dengan performa yang menarik, maka sangat mungkin
kemunkaran itu akan dianggap sebagai kebaikan dan kemudian dijadikan sebagai kebiasaan.
Untuk menghadang arus kemunkaran ini diperlukan benteng yang kokoh, yaitu dari
diri kaum muslim sendiri yang harus sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba
Allah. Kesadaran inilah yang akan mengantarkannya untuk menjadi seorang yang muttaqin,
dan mampu menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dengan baik.
Ketika kita ingin menyelamatkan umat secara keseluruhan dari bahaya kemunkaran,
maka hendaklah dimulai dari diri sendiri dan keluarga kita. Dan jika Allah dan Rasul Nya
telah memberikan rambu-rambu yang tegas dan jelas, maka sebagai seorang muslim yang taat
sudah sepatutnya untuk berucap sami’na wa atha’na.

IV KESIMPULAN
Amar ma'ruf nahi munkar adalah mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada
kemunkaran, ini merupakan kewajiban kita sebagai umat muslim yang baik. Apabila
perintah ini tidak dijalankan, niscaya fungsi kenabian itu akan lenyap, agama akan hancur,
kesesatan akan merajalela, kebodohan akan subur, kerusakan ada di mana-mana, negeri
menjadi hancur, dan seluruh manusia menjadi binasa. Siapa saja yang melihat kemunkaran
maka tugasnya adalah merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah
dengan lisannya, bila tidak mampu juga rubahlah dengan hati, dan itulah selemah-lemahnya
iman.
Sesungguhnya, amar ma’ruf nahi munkar memiliki manfaat yang sangat banyak,
misalnya, kita akan masuk kepada pintu kemenangan dan kebahagiaan. Kita pun akan
menjadi bagian dari orang-orang mukmin. Inilah seruan dari seluruh kebaikan.

V PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan untuk itu kritik dan saran yang konstruktif
demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Besar harapan kami, semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan pemakalah khususnya. Amin
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Ahmad, Iwudh. Mutiara Hadis Qudsi. Bandung: Mizan Pustaka. 2006
Ash Shiddiqiey, Teungku, Muhammad, Hasbi. Al-Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 2001
Haqqi, Ahmad, Muadz. Hadits Akhlak. Surabaya: Pustaka As-Sunnah. 2003
Muslim, Imam. Shahih Muslim. Bairut: Darul Fikri.
Qasyimi, Muhammad, Jamaludin. Roudhlotul Mu’minin terjemah Abu Ridho. Semarang: Assyifa.
1993
Tirmidhi, Imam. Sunan At Tirmidhi. Bairut: Darul Kutub Al-Ilmiyah
Muawiyah, Abu. Amar Ma’ruf Nahi Munkar. http://al-atsariyyah.com/2008/10/06/amar-maruf-dan-
nahi-mungkar.html

[1] Abu Muawiyah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, http://al-atsariyyah.com/2008/10/06/amar-maruf-


dan-nahi-mungkar.html
[2] Ahmad Iwudh Abduh, Mutiara Hadis Qudsi, (Bandung: Mizan Pustaka, 2006), hlm.
224
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqey, Al-Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 2001) hlm.348
[4] Muhammad Jamaludin Qasyimi, Roudhlotul Mu’minin terjemah Abu Ridho,
(Semarang: Assyifa, 1993), hlm. 373

[5] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqey, hlm. 350-351


[6] Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bairut: Darul Fikri), hlm. 47
[7] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqiey, hlm. 355
[8] Imam Tirmidhi, Sunan At Tirmidhi, (Bairut: Darul Kutub Al- Ilmiyah) hlm. 69
[9] Ahmad Muadz Haqqi, Hadits Akhlak, (Surabaya: Pustaka As-Sunnah, 2003), hlm.
10
[10] Ahmad Iwudh Abduh, hlm. 215

Anda mungkin juga menyukai