Anda di halaman 1dari 14

AJAKAN KEPADA KEBAIKAN

A. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar
dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua
hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi
siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya.
Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan
kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir
(memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan
segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang
menjauhkan dari rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar
(menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati
kedudukan yang agung.
Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang
menjadikan umat Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah: “Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110)
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi
mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar bisa
menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan juga orang
lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap
amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak
hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya,
yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik.

1
B. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Berkenaan dengan amar ma’ruf nahi mungkar ini, Ibnu Taimiyah
menjelaskan bahwa “amar makruf” adalah menghalalkan semua yang baik,
sedangkan “nahi mungkar” adalah mengharamkan segala bentuk kekejian.
M. Quraish Shihab menyatakan dalam tafsirnya, yaitu ketika menafsiri
QS. Luqman [30]: 17, bahwa menyuruh mengerjakan ma’ruf mengandung pesan
untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri
mengerjakannya. Demikian juga ketika melarang kemungkaran juga menuntut
agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya.
Lebih lanjut, Quraish Shihab menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan ma’ruf adalah yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan
telah mereka kenal luas, dengan catatan selama masih sejalan dengan al-khair
(kebajikan), yaitu nilai-nilai Ilahi. Sedangkan yang dimaksud dengan mungkar
adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-
nilai Ilahi. Jadi, sangatlah wajar jika ma’ruf itu diperintahkan, karena merupakan
kesepakatan umum masyarakat. Sedangkan mungkar yang juga telah menjadi
kesepakatan bersama, ia perlu dicegah demi menjaga keutuhan masyarakat dan
keharmonisannya. Di sisi lain, karena keduanya merupakan kesepakatan umum
masyarakat, maka ia bisa berbeda antara satu masyarakat muslim dengan
masyarakat muslim yang lain dalam satu wilyah/ masyarakat tertentu. Menurut
Sa’id bin Jubair seperti yang dikutip Imam al-Qurthubi, amar Ma’ruf nahi
mungkar ini berjalan bersama kaum muslimin yang melakukan kemaksiatan.

C. Mengajak Berbuat Baik dan Mencegah Berbuat Kejahatan


Para Ulama islam sepakat bahwa mengajak berbuat baik dan
mencegah berbuat kejahatan atau “al-Amr bi al-makruf wa al-nahyi ‘an al-
mungkar” adalah keharusan setiap muslim. Perbedaannya hanya terletak pada
pelaksanaanya. Berikut ini uraian amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur’an
dan hadist nabi.

2
1. Qur’an surah Ali Imran ayat 104 dan ayat 110:

‫َولْت ُك ِن ِمنْمُك ْ ُا َّم ُة ي َ ْد ُع ْو َن ِاىَل اخلَرْي ِ َوي َ ْأ ُم ُر ْو َن اِب لْ َم ْع ُر ْو ِف َويَهْن َ ْو َن َع ِن الْ ُم ْن َك ِر‬
.‫َوُأ ْولَِئ َك مُه ُ الْ ُم ْف ِله ُْو َن‬
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar. Dan mereka itu lah orang-orang yang beruntung (Ali Imran :104)

‫ُك ْنمُت ْ َخرْي ُ ُأ ُّم ٍة ُأ ْخ ِر َج ْت ِللنَّ ِاس تَْأ ُم ُر ْو َن اِب لْ َم ْع ُر ْو ِف َوتَهْن َ ْو َن َع ِن الْ ُم ْن َك ِر وتُ ْأ ِمنُ ْو َن‬
َ َ‫اِب هَلل ِ َولَ ْو َا َم َن َاه ُْل ْال ِكت‬
‫اب لَاَك َن َخرْي ً ا لَه ُْم ِمهْن ُ ْم الْ ُمْؤ ِمنُ ْو َن َواَ ْكرَث ُ مُه ْ الْ َف ِاس ُق ْو َن‬
Kamu umat islam adalah umat terbaik yang di lahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan
mereka adalah orang-orang pasik.(QS. Ali Imran : 110)
Dalam ayat 104 di atas, Allah menganjurkan kepada orang-orang
islam, hendaklah diantara mereka ada orang-orang yang aktif berdakwah di jalan
Allah, yaitu memberikan penjelasan-pnjelasan tentang ajaran-ajaran agama yang
harus di laksanakan dan di berikan penerangan tentang larangan-larangan Allah
bagi orang-orang islam. Tumbuhnya amar makruf nahi mungkar di kalangan umat
islam akan menjamin kebahagiaan hidup mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Sedangkan ayat 110, Allah menegaskan bahwa umat islam adalah
memang diciptakan untuk menjadi umat teladan bagi umat-umat yang lain karena
mereka membawa misi dakwah, yaitu mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang
baik dan benar, serta mencegah segala perbuatan yang keji dan mungkar.
2. Hadist tentang perintah melakukan amal ma’ruf nahi mugkar

: ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ قَ ا َل‬


ُ ‫هللا َص ىَل‬ ِ ‫ َأ َّن َر ُس ْو َل‬: ‫هللا َع ْن ُه‬
ُ َ ‫َو َع ْن َأيِب ه َُر ْي َر َة َريِض‬
‫َم ْن َدعَ ا ِاىَل ُه دً ي اَك َن هَل ُ ِم َن اَأل ْج ِر ِمث ُل ُأ ُج ْو ِر َم ْن تَ َب َع ُه اَل ي َ ْن ُق ُص َذكِل َ ِم ْن‬

3
‫ُا ُج ْو ِرمِه ْ َش يْئا َو َم ْن َدعَ ا ِاىَل َض اَل ةَل َ اَك َن عَلَ ْي ِه ِم َن ا مْث ِ ِمث ُل آاَث ِم َم ْن تَ َب َع ُه اَل‬
‫ِإْل‬
(‫ي َ ْن ُق ُص َذكِل َ ِم ْن آاَث ِمه ِْم َشيْئا (روه مسمل‬
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: “siapa saja yang mengajak kepada kepada kebenaran, maka ia
memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi
sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat
dosa seperti dosa orang yang mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun” (HR
Muslim)

D. Perintah Mencegah Kemungkaran


Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran
yang kita saksikan, kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti menjadi
kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan kita.
Mencegah kemungkaran adalah bagian dari cabang iman sedang iman
bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi seseorang dalam
melaksanakan perintah syariat. Semakin banyak melakukan kebijakan maka iman
pun semakin kuat, sebaliknya semakin banyak melakukan maksiat maka iman pun
semakin rapuh. Oleh sebab itu manusia di haruskan selalu menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah yang mungkar agar dapat mempertebal keimanannya.
Seperti sabda Rasulullah.

ُ ‫هللا َص ىَّل‬
‫هللا‬ ِ ‫هللا َع ْن ُه قَ ا َل مَس ِ ْع ُت قَ ا َل َر ُس ْو َل‬ ُ َ ‫َع ْن َايِب ْ َس ِع ْي ِد الْخ ُْد ِر ِّي َريِض‬
‫ َم ْن َرَأى ِمنْمُك ْ ُمنْ َك ًرا فَلْ ُي َغرِّي ْ ُه ِب َي ِد ِه فَ ْن لَ ْم ي َْس َت ِط ْع فَ ِب ِل َس ا ِن ِه‬: ‫عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ ي َ ُق ْو ُل‬
‫ِإ‬
(‫فَ ْن لَ ْم ي َْس َت ِط ْع فَ ِب َقلْ ِب ِه َو َذكِل َ َأضْ َع ُف اإْليْ َم ِان (روه املسمل‬
‫ِإ‬
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata saya telah mendengar
Rasulullah saw berabda: Barang siapa diantara kalian yang melihat
kemungkaran maka ubahlahkemungkaran tersebut dengan tangannya jika tidak

4
mampu maka dengan lisanni, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah
selemah selamahnya iman. (HR.muslim).
Rasulullah bersabda “siapa yang menyaksikan”, yang di maksud oleh
nabi adalah siapa saja yang mengetahuinya, meskipun belum melihat dengan mata
kepalanya. Jadi mencakup orang yang melihat dengan matanya langsung atau
mendengar dengan telinganya, atau mendapat kabar yang meyakinkan dari orang
lain. Maksud menyaksikan disini bukan dengan mata kepala saja,. Meskipun
zhahir hadist menunjukkan hal itu hanya penglihatan dengan mata kepala saja,
namun selama lafazhnya mencakup makna yang lebih umum maka bisa dimaknai
dengan umum.
Al-Qur’an dan as-Sunnah menyelarasi wajibnya menyuruh yang
ma’ruf dengan mencegah yang mungkar.
Adapun yang dimaksud dengan ُ‫ َمنْ َرَأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َك رً ا َف ْلليُغَ يِّرْ ه‬menurut Imam
Ibnu Daqiq yang dikutip Al-Imam Al-Muhyiddin adalah perintah wajib
berdasarkan ijma’ umat. Kewajiban yang dibebankan terhadap seorang muslim
hanyalah menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Jadi, ketika ia
melakukannya, dan yang diajak tidak menaatinya, maka ia tiada dicela setelah itu.
Karena memang ia hanyalah diwajibkan menyuruh dan melarang, bukan diterima
(atau tidak diterima).
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah [5]: 105.

ْ ‫عَلَ ْيمُك ْ َأنْ ُف َسمُك ْ اَل يَرُض ُّ مُك ْ َّم ْن ضَ َّل ِإ َذا ا ْه َتدَ يْمُت‬
Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (Al-Maidah: 105)
Firman Allah ini merupakan dalil yang mewajibkan amar ma’ruf nahi
mungkar (memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar).
Menurut Al-Qurthubi, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar adalah sebuah kewajiban jika ada harapan untuk diterima (oleh
orang-orang yang diperintahkan), atau diharapkan orang yang zhalim bisa
dikembalikan (dari perbuatan zhalimnya) meski dengan dengan kekerasan, selama
tidak ada kekhawatiran timbulnya bahaya pada diri pelakunya atau terjadinya
fitnah di tengah-tengah kaum muslimin.

5
Kemudian, Al-Imam Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya Syarah
Arbain Nawawi mengutip pendapat Imam an-Nawawi, bahwa sabda Nabi SAW:
‫ وذلك أضعف اإليمان‬bukan berarti bahwa orang yang dengan hatinya memiliki iman
yang lebih lemah daripada keimanan lainnya. Akan tetapi, yang dimaksud adalah
serendah-rendah iman. Ini dikarenakan karena amal adalah buah keimanan, dan
buah keimanan terbesar dalam masalah mencegah kemungkaran adalah mencegah
dengan tangannya. Jika ia terbunuh, maka ia mati syahid.
Dalam riwayat lain disebutkan,

ٍ‫َولَيْ َس َو َر َاء ذكِل َ ِم َن ا يْ َم ِان َحبَّ ُة خ َْر َدل‬


‫ِإْل‬
Selain dari itu, maka tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya maksud dari
hadits ini adalah: Tidak tinggal sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati)
sesuatu yang dikategorikan sebagai iman sampai seseorang mukmin itu
melakukannya, akan tetapi mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir dari
keimanan, bukanlah maksudnya, bahwa barang siapa yang tidak mengingkari hal
itu dia tidak memiliki keimanan sama sekali, oleh karena itu Rasulullah bersabda,
“Tidaklah ada sesudah itu”, maka beliau menjadikan orang-orang yang beriman
tiga tingkatan, masing-masing di antara mereka telah melakukan keimanan yang
wajib atasnya, akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan) tatkala ia
yang lebih mampu di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih sempurna dari
apa yang wajib atas yang kedua (mengingkari dengan lisan), dan apa yang wajib
atas yang kedua lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang terakhir, maka
dengan demikian diketahui bahwa manusia bertingkat-tingkat dalam keimanan
yang wajib atas mereka sesuai dengan kemampuannya beserta sampainya khitab
(perintah) kepada mereka.”
Hampir senada dengan pendapat Ibnu Taimiyah di atas, Imam an-
Nawawi pun menyatakan demikian, bahwa sabda ‫َفِإنْ لَ ْم َيسْ َتطِ عْ َف ِبلِ َسا ِن ِه َفِإنْ لَ ْم َيسْ َتطِ عْ َف ِب َق ْل ِب ِه‬
(jika tidak sanggup, maka dengan lisannya; dan jika tidak sanggup, maka dengan
hatinya), menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu tidak boleh melakukan
perubahan selain dengan hatinya. Memang, pengingkaran dengan hati tidak akan
merubah kemungkaran. Tapi, yang dimaksud dengan pengingkaran hati adalah ia

6
mengingkari hal itu dan tidak meridlainya serta sibuk dengan berdzikir kepada
Allah SWT.
Berdasarkan keterangan di atas, timbul pertanyaan apakah memang
amar ma’ruf nahi mungkar hanya boleh dilakukan bagi yang mampu saja? Imam
ibnu Daqiq menyatakan bahwa menurut para ulama, tidak disyariatkan dalam
amar ma’ruf nahi mungkar pelakunya harus sempuurna ikhwalnya, mengerjakan
apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya. Tetapi ia wajib
memerintahkan meskipun melakukan apa yang menyelisihi hal itu, karena ia
berkewajiban dua hal: memerintahkan terhadap dirinya dan mencegahnya, serta
menyuruh orang lain dan mencegahnya.
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tingkatan
melarang dari kemungkaran, yaitu:
1. Mengingkari dengan tangan.
2. Mengingkari dengan lisan.
3. Mengingkari dengan hati.
Dalam hadits lain nabi meriwayatkan perumpamaan orang-orang yang
enggan menyuruh kepada amar makruf nahi mungkar.

‫هللا َعهْن ُ َم ا َع ِن النَّيِب ِ ص م قَ ا َل " َمث َ ُل الْ َق امِئ ِ يِف‬ ُ َ ‫َع ْن النُّ ْع َم ِان ْب ِن ب َ ِش رْي ٍ َريِض‬
‫هللا َو ْا َلوا ِقع ِ ِفهْي َا مَك َث َِل قَ ْو ٍم ْاس هَت َ ُم ْوا عَىَل َس ِف ْينَ ٍة فَ َص َار ب َ ْع ُض ه ُْم َا ْع َال َه ا َو‬
ِ ‫ُحدُ ْو ِد‬
‫ َواَك َن اذَّل ِ ْي َن يِف َأ ْس َف ِلهَا َذا ْاس َت َق ْوا ِم َن الْ َما ِء َم ُّر ْوا عَىَل َم ْن فَ ْوقَه ُْم‬،‫ب َ ْعضُ ه ُْم َا ْس َفلَهَا‬
‫ِإ‬
‫ لَ ْو َااَّن خ ََر ْقنَا يِف ن َِص ْي ِبنَا خ َْرقًا َولَ ْم ن ُ ْؤ ِذ َم ْن فَ ْوقَنَ ا فَ ِا ْن تَ َر ُك ْومُه ْ َو َم ا َأ َراد ُْوا‬:‫فَ َقالُ ْوا‬
(‫هَلَ ُك ْوا مَج ِ ْي ًعا َوا ِْن َأخ َُذ ْوا عَىَل َأيْ ِدهْي ِ ْم جَن َ ْوا َو جَن َ ْوا مَج ِ ْي ًعا (روه البخاري‬
Dari An-Nu’man Ibn Basyir ra, dari nabi saw beliau bersabda
perumpamaan orang yang teguh menjalanankan hukum Allah dan orang-orang
yang terjerumus di dalam adalah bagaikan satu kaum yang terbagi tempat dalam
satu kapal sebagian mereka ada di bagian atas kapal dan sebagian lagi ada di
bagian bawah. Sedang orang di bagian bawah jika memerlukan air mereka harus

7
naik ke atas melewati orang-orang yang di atas. Maka mereka berkata
“seandainya jika kita melobangi di bagian bawah, kita tidak lagi menunggu
orang-orang yang di atas kita”. Maka jika mereka yang di atas membiarkan
maksud mereka (yang dibawah) pasti mereka semua binasa. Tetapi jika mereka
mencegah tangan mereka, tentu mereka selamat dan semuanya selamat.
(HR.Bukhari).
Allah juga berfirman dalam surat Al-A’raf : 165

ُّ ‫فَلَ َّما ن َ ُس ْوا َم ا َذكِّ ُر ْوا ِب ِه َأ َجن ْينَ ا اذَّل ِ ْي َن يَهْن َ ْو َن َع ِن‬
‫الس ْو ِء َوَأ َخ ْذاَن اذَّل ِ ْي َن َظلَ ُم ْوا‬
‫ِب َع َذ ِاب بَِئيْ ِس ِب َما اَك ن ُْوا ي َ ْف ُس ُق ْو َن‬
Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingati kepada
mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan
kami timpakan kepada orng-orang yang zhalim siksaan yang keras, di sebabkan
mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf : 165)

E. Larangan Melakukan Kemungkaran


Rasulullah saw bersabda:

‫ َم ا‬:‫هللا َصىَل هللا ُعَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ قَ ا َل‬ ِ ‫ َأ َّن َر ُس ْو َل‬:ُ‫هللا َع ْنه‬ ُ َ ‫َع ْن ا ْب َن َم ْس ُع ْو ٍد َريِض‬
‫ُأ َّم ٍة قَ ْبيِل ِااَّل اَك َن هَل ُ ِم ْن ُا َّم ِت ِه َح َو ِاري ُّ ْو َن َو َاحْص َ ِاب يَُأ ُخ ُذ ْو َن‬ ُ ‫ِم ْن نَيِب ٍ ب َ َعثَ ُه‬
‫هللا يِف‬
‫ َو‬،‫ مُث َّ ِان َّ َما خَت ْ لُ ُف ِم ْن ب َ ْع ِدمِه ْ ُخلُ ْو ٌف ي َ ُق ْولُ ْو َن َما اَل ي َ ْف َعلُ ْو َن‬،‫ب ُِسن َّ ِت ِه َوي َ ْقتَدُ ْو َن ِبَأ ْم ِر ِه‬
‫ َو َم ْن َجا َه دُ مُه ْ ِب ِل َس ِان‬،‫ فَ َم ْن َجا َه دُ مُه ْ ِب َي ِد ِه َو ُه َو ُم ْؤ ِم ٌن‬،‫ي َ ْف َعلُ ْو َن َما َال يُْؤ َم ُر ْو َن‬
‫فَهُ َو ُم ْؤ ِم ٌن َو َم ْن َجا َه دُ مُه ْ ِب َقلْ ِب ِه فَهُ َو ُم ْؤ ِم ُن لَيْ َس َو َر َاء َذكِل َ ِم َن ا يْ َم ِان َحبَّ َة‬
‫ِإل‬
(‫خ َْر َذلٍ (روه مسمل‬
Dari Ibnu mas’ud ra. Ia berkata: rasulullah saw bersabda : nabi-nabi
yang diutus sebulumku pasti didampingi sahabat-sahabat yang setia. Mereka

8
mengikuti sunahnya dan mengerjakan apa yang diperintahkan sesudah mereka,
muncullah orang-orang yang suka berbicara dan tidak suka beramal, mereka
membuat sesuatu yang tidak diperintahkan. Siapa saja yang memerangi mereka
dengan tangannya (kekuasaannya), maka ia adalah orang yang beriman, siapa
saja yang memerangi mereka dengan lisan maka ia adalah orang yang beriman,
dan barang siapa yang memerangi dengan hatinya, maka ia juga orang yang
beriman, Selain itu, maka tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi (HR
muslim)

F. Bahaya Orang yang Tidak Mencegah Kemungkaran


Musibah paling buruk yang menimpa suatu umat dan masyarakat
adalah berkuasanya diktator, mulut dikekang, lisan dipasung, dan pena
dipatahkan, sehingga tidak ada yang berani bersuara, atau menulis kata-kata untuk
mengungkapkan kebenaran yang disia-siakan, atau keinginan yang dikekang, atau
nasihat yang tulus. Dengan demikian kehidupan menjadi buruk, hidup menjadi
susah, sumber-sumber kebaikan menjadi kering, duri-duri kejahatan dan
kerusakan tumbuh, kenistaan merajalela, dan tidak ada yang bisa menghentikan,
serta harga diri manusia diinjak-injak.
Apabila keburukan sampai ke batas ini, maka semua anggota
masyarakat wajib bergerak untuk memperbaikinya dan menyingkirkan kerusakan,
jika tidak melakukanya, maka mereka berhak mendapat balasan dan siksa dari
Allah, dan Allah telah menurunkan bencana dan kerusakan kepada orang-orang
yang melakukan kemungkaran dan yang mendiamkannya:
        
    
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat
keras siksaan-Nya. (al Anfal: 25)
Dan Rasulullah saw bersabda:

:‫ اَي اآهُّي َا النَّ ُاس ِانَّمُك ْ تَ ْق َرُئ ْو َن َه ِذ ِه اآْلي َة‬:‫هللا َع ْن ُه قَا َل‬ ِ ‫َع ْن َاىِب بَ ْك ٍر‬
ُ َ ‫الص ِّد ِيق َرىِض‬
‫" و ِاىَّن مَس ِ ْع ُت‬،‫"اَي آهُّي َا اذَّل ِ ْي َن آ َمنُ ْوا عَلَ ْيمُك ْ َانْ ُف َس مُك ْ اَل يَرُض ُّ مُك ْ َم ْن َض َّل َذا ا ْه َت ديْ ْمت‬
‫ِإ‬
9
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ ي َ ُق ْو ُل‪ِ :‬ا َّن النَ َاس ِا َذا َرَأ ُوا َّ‬
‫الظا ِل َم فَمَل ْ يَْأ ُخ ُذ ْوا‬ ‫هللا َصىَل ُ‬
‫َر ُس ْو َل ِ‬
‫هللا ِب ِع َق ٍاب ِم ْن هُ‪( .‬رواه اب و داود‪ ,‬الرتم ذى‪,‬و‬ ‫عَىَل يَدَ يْ ِه َا ْو َش َك َا ْن ي َ ُع َّمهْ ُم ُ‬
‫النساىئ(‬
‫‪Abu Bakar Asshiddiq r.a berkata; hai sekalian manusia, hendaklah‬‬
‫‪kalian membaca ayat ini: “YAAIYUHAL LADZINA AAMANU ‘ ALAIKUM‬‬
‫‪ANFUSAKUM LAA YADHURRUKUM MAN DHALLA IDZAH TADAITUM”.‬‬
‫‪(hai sekalian orang yang beriman, jagalah dirimu tiadalah orang yang sesat itu‬‬
‫‪akan memberikan mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk).‬‬
‫‪Dan sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “ sesungguhnya‬‬
‫)‪apabila orang-orang melihat orang yang bertindak dhalim (berbuat jahat‬‬
‫‪kemudian mereka tidak mencegahnya, maka sesungguhnya Allah akan meratakan‬‬
‫‪siksaan kepada mereka akibat perbuatan tersebut.‬‬
‫َح ِديْ ُث ُأ َسا َم َة ِق ْي َل هَل ُ‪ :‬لَ ْو َاتَيْ َت فُاَل اًن فَلَك َّ ْم َت ُه قَ ا َل‪ِ :‬انمُك ْ لَ َرت ْو َن َّأىِّن اَل ُألَك ِ ُم ُه ِااَّل‬
‫ُامْس ِ ُعمُك ْ ‪ِ .‬اىِّن ُالَك ِّ ُم ُه ىِف الرِس ِّ ‪ ,‬د ُْو َن َأ ْن َافْتَ َح اَب اًب اَل اَ ُك ْو ُن َا َّو َل َم ْن فَتَ ْح هُ‪َ .‬و َال اَلُك ُ‬
‫ِل َر ُج ٍل‪َ ,‬أ ْن اَك َن عَىَل َّ َأ ِمرْي ً ا‪ِ :‬ان َّ ُه َخرْي ُ النَّ ِاس‪ ,‬ب َ ْع دَ ىَش ْ ٍء مَس ِ ْعت ُه ِم ْن َر ُس ْو ِل ِ‬
‫هللا‬
‫َصىل هللا عليه وس َمل قَالُ ْوا‪َ :‬و َما مَس ِ ْعت ُه ي َ ُق ْو ُل؟ قَا َل مَس ِ ْعت ُه ي َ ُق ْو ُل‪(( :‬جُي َا ُء اِب َّلر ُج ِل‬
‫ي َ ْو َم الْ ِق َيا َم ِة‪ ,‬فَ ُيلْ َقى ىِف النَّ ِار‪ ,‬فتن دَ ِل ُق َأ ْقتَابُ ُه ىِف النَّ ِار‪ ,‬فَ َي دُ ْو ُر اَمَك ي َ دُ ْو ُر الْ ِح َم ُار‬
‫ِب َر َح ا ُه‪ ،‬فَ َي ْج َت ِم ُع َا ْه ُل النَّ ِار عَلَ ْي ِه‪ ,‬فَ َي ُق ْولُ ْو َن‪َ :‬أ ْى فُاَل ُن! َم ا َش ْأن َُك؟ َالَيْ َس ُك ْن َت‬
‫تَْأ ُم ُر ْو َن اِب لْ َم ْع ُر ْو ِف‪َ ,‬وتَهْن َى َع ِن الْ ُم ْن َك ِر؟ قَ ا َل‪ُ :‬ك ْن ُت آ ُم ْرمُك ْ اِب لْ َم ْع ُر ْو ِف َواَل آ ِت ْي ِه‪,‬‬
‫َواهنَا مُك ْ َع ِن الْ ُم ْن َك ِر وا ِت ْي ِه))‪( .‬متفق عليه)‬

‫‪10‬‬
Usamah r.a ketika ditanya: mengapakah anda tidak pergi kepada
fulan itu untuk menasehatinya. Jawabnya: kalian mengira aku tidak bicara
kepadanya melainkan jika kamu dengar, sungguh aku telah menasehatinya
dengan rahasia, jangan sampai akulah yang membuka pintu, yang aku tidak ingin
menjadi pertama yang membukanya, dan aku tidak memuji orang itu baik
meskipun ia pimpinanku setelah aku mendengar Rasulullah saw bersabda: orang
bertanya: apakah yang anda dengar dari Rasulullah Saw? Jawab Usamah: aku
telah mendengar Rasulullah Saw bersabda; aku dihadapkan seorang pada hari
qiamat kemudian dibuang kedalam neraka, maka keluar usus perutnya dalam
neraka, lalu ia berputar-putar bagaikan himar yang berputar dipenggilingan,
maka berkumpullah penghuni neraka padanya dan berkata: hai fulan
mengapakah anda? Tidakkah dahulu engkau menganjurkan kami untuk berbuat
baik dan mencegah dari yang munkar? Jawabnya: benar aku menganjurkan
kepadamu kebaikan tetapi aku tidak mengerjakannya, dan mencehgah kamu dari
yang munkar tapi aku melakukannya.

Ancaman atas Orang yang Perbuatannya Menyelisihi Ucapannya


Yang wajib bagi setiap muslim yang menegakkan amar ma’ruf dan
nahi mungkar adalah mengikuti kebenaran yang dia perintahkan dan menjauhi
larangan yang dia larang. Dan telah datang nash-nash ancaman yang sangat pedih
dan cercaan yang menghinakan atas orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi
mungkar lantas perbuatan dan tindak-tanduknya menyelisihi apa yang dia
ucapkan. Berikut di antaranya:
1. Surah Al-Baqarah ayat 44:

َ َ‫ون ْال ِكت‬


َ ُ‫اب َأفَاَل تَ ْع ِقل‬
‫ون‬ َ ُ‫ون النَّ َاس اِب لْرِب ِّ َوتَن ْ َس ْو َن َأنْ ُف َسمُك ْ َوَأنْمُت ْ تَ ْتل‬
َ ‫َأتَْأ ُم ُر‬
“Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang
kalian melupakan diri-diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?”. (Al-Baqarah: 44)
2. Surah Ash-Shoff ayat 2 dan 3:

11
‫ َكرُب َ َم ْقتً ا ِع ْن دَ اهَّلل ِ َأ ْن تَ ُقولُ وا َم ا اَل‬.‫ون‬ َ ُ‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين َءا َمنُوا ِل َم تَ ُقول‬
َ ُ‫ون َما اَل تَ ْف َعل‬
‫ون‬ َ ُ‫تَ ْف َعل‬
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa
yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian
mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan”. (Ash-Shoff: 2-3)
Hadits Usamah bin Zaid -radhiallahu Ta’ala ‘anhu- secara marfu’:

‫ مسعت رس ول‬:‫ ق ال‬,‫ رىض هللا عهنام‬,‫وعن اىب زيد أسامة بن زيد بن حارسة‬
‫يُ ْؤ ىَت اِب َّلر ُج ِل ي َ ْو َم الْ ِق َيا َم ِة فَ ُيلْ َقى يِف النَّ ِار‬: ‫ يق ول‬,‫هللا ص ىل هللا علي ه وس مل‬
‫اب ب َ ْط ِن ِه فَ َيدُ ُور هِب َا اَمَك يَدُ ُور الْ ِح َم ُار اِب َّلرىَح فَ َي ْج َت ِم ُع لَ ْي ِه َأ ْه ُل النَّ ِار‬ ُ َ‫فَتَ ْندَ ِل ُق َأ ْقت‬
‫ِإ‬
ُ ‫وف َوتَهْن َى َع ْن الْ ُم ْن َك ِر فَ َي ُق‬
‫ول بَىَل‬ ِ ‫ون اَي فُاَل ُن َما كَل َ َألَ ْم تَ ُك ْن تَْأ ُم ُر اِب لْ َم ْع ُر‬ َ ُ‫فَ َي ُقول‬
(‫وف َواَل آ ِتي ِه َوَأهْن َى َع ْن الْ ُم ْن َك ِر َوآ ِتيه) متفق عليه‬ ِ ‫قَ ْد ُك ْن ُت آ ُم ُر اِب لْ َم ْع ُر‬
Abu Zaid (usamah) bin Zaid bin Haritsah r.a berkata; saya telah
mendengar Rosulullah saw bersabda: “Akan didatangkan seorang lelaki pada
Hari Kiamat lalu dia akan dilemparkan ke dalam neraka, maka keluarlah usus-
usus perutnya kemudian dia mengelilinginya seperti keledai mengelilingi
penggilingan. Maka penduduk nerakapun berkumpul di sekitarnya lalu mereka
berkata, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankan dulunya (di dunia) kamu
memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar?”, maka
dia menjawab, “Betul, dulu saya memerintahkan kepada yang ma’ruf tapi saya
sendiri tidak mengerjakannya dan saya melarang dari yang mungkar tapi saya
sendiri yang melanggarnya”. (HR. Bukhary dan Muslim)
Semua dalil-dalil di atas tidaklah menunjukkan bahwa pelaku maksiat
tidak boleh atau tidak wajib menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan tidak
juga menunjukkan bahwa jika seseorang belum sanggup melaksanakan suatu
perintah dan masih mengerjakan maksiat tertentu, maka tidak boleh atau tidak

12
wajib baginya untuk memerintahkan kewajiban tersebut kepada orang lain serta
tidak boleh atau tidak wajib baginya melarang orang lain dari maksiat tersebut.
Tapi yang wajib baginya adalah tetap menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar
sambil menjaga dirinya agar tidak terjatuh ke dalam suatu maksiat atau
meninggalkan suatu larangan, dan kapan dia melanggarnya apa yang dia sendiri
telah ucapkan -karena menyepelekan hal tersebut- maka ancaman-ancaman dalam
dalil-dalil di atas berlaku untuknya.

G. Kesimpulan
Ma’ruf adalah yang baik menurut pandangan umum suatu
masyarakat dan telah mereka kenal luas, dengan catatan selama masih sejalan
dengan al-khair (kebajikan), yaitu nilai-nilai Ilahi. Sedangkan yang dimaksud
dengan mungkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan
dengan nilai-nilai Ilahi. Jadi, sangatlah wajar jika ma’ruf itu diperintahkan, karena
merupakan kesepakatan umum masyarakat. Sedangkan mungkar yang juga telah
menjadi kesepakatan bersama, ia perlu dicegah demi menjaga keutuhan
masyarakat dan keharmonisannya.
Para Ulama islam sepakat bahwa mengajak berbuat baik dan
mencegah berbuat kejahatan atau “al-Amr bi al-makruf wa al-nahyi ‘an al-
mungkar” adalah keharusan setiap muslim. Perbedaannya hanya terletak pada
pelaksanaanya.
Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran
yang kita saksikan, kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti menjadi
kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan kita. Mencegah kemungkaran adalah
bagian dari cabang iman sedang iman bisa bertambah dan berkurang sesuai
dengan kondisi seseorang dalam melaksanakan perintah syariat. Semakin banyak
melakukan kebijakan maka iman pun semakin kuat, sebaliknya semakin banyak
melakukan maksiat maka iman pun semakin rapuh.
Apabila keburukan meraja lela, maka semua anggota masyarakat
wajib bergerak untuk memperbaikinya dan menyingkirkan kerusakan, jika tidak
melakukannya, maka mereka berhak mendapat balasan dan siksa dari Allah, dan

13
Allah telah menurunkan bencana dan kerusakan kepada orang-orang yang
melakukan kemungkaran dan yang mendiamkannya.
Yang wajib bagi setiap muslim yang menegakkan amar ma’ruf dan
nahi mungkar adalah mengikuti kebenaran yang dia perintahkan dan menjauhi
larangan yang dia larang. Dan telah datang nash-nash ancaman yang sangat pedih
dan cercaan yang menghinakan atas orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi
mungkar lantas perbuatan dan tindak-tanduknya menyelisihi apa yang dia
ucapkan.

H. Daftar Pustaka
Abu Abdullah, dkk, Lu’lu’ Wal Marjaan (1882), Penerbit Darul Fikri..
Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. 2005. Syarah Mukhtaarul Ahaadits, terj. Moch.
Anwar, dkk., cet. VII. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, 1999. Riyadhus Shalihin,
jilid 1, terj. Achmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani
Al-Qurthubi, Syeikh Imam, 2008. Tafsir Al-Qurthubi, jilid 6, terj. Ahmad Khotib,
cet. VI. Jakarta: Pustaka Azzam
http://sunniysalafiy.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Mei 2012.
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. 2006. Musnad Imam Ahmad, terj.
Fathurrahman, dkk., cet. I. Jakarta: Pustaka Azzam
Imam Nawawi, Terjamah Riyadus Shalihin, Jakarta: Penerbit Pustaka Amani,
1999.
Muhyiddin, Al-Imam. 2006. Syarah Arbain an-Nawawi, terj. Ahmad Syaikhu.
Jakarta: Darul Haq
Shihab, M. Quraish. 2006. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur’an, volume 11, cet. V. Jakarta: Lentera Hati
Taimiyyah, Ibnu. 1993. Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, terj. Abu Fahmi, cet.
V. Jakarta: Gema Insani Press

14

Anda mungkin juga menyukai