Anda di halaman 1dari 16

Etika Dalam Berdakwah

Juli 3, 2007 oleh ari2abdillah Oleh Syamsu Hilal

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran:104) Di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar maruf dan nahi munkar, suatu kewajiban yang dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. Sebagaimana halnya Allah Swt. memuji orang-orang yang melakukan amar maruf nahi munkar, maka Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar. Allah Swt. berfirman, Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka selalu durhaka dan melampuai batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu (QS Al-Maidah: 78-79). Dengan demikian, seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam QS Al-Ashr, Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (QS Al-Ashr: 1-3). Tidak ada keselamatan bagi seorang Muslim dari kerugian dunia dan akhirat, kecuali dengan melakukan tawashi bil haq dan tawashi bish shabr yang biasa diistilahkan amar maruf nahi munkar. Maka setiap kemungkaran yang terjadi pada suatu masyarakat Muslim hanyalah disebabkan oleh kelengahan masyarakat Muslim itu sendiri.
Oleh karena itu, Rasulullah Saw. besabda, Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Maka barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan tangannya), hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan barangsiapa tidak mampu (mengubah

dengan lisannya), hendaklah ia mengubah dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemah iman (HR Muslim).

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap Muslim. Sesuai dengan urutannya, setiap Muslim hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya. Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati kita mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya. Namun, kebanyakan umat Islam saat ini kurang peduli dengan kemungkaran yang merebak di masyarakatnya. Atau ia langsung memilih alternatif ketiga, yaitu mengubah kemungkaran dengan hatinya, padahal ia belum mencoba mengubah dengan tangannya atau dengan lisannya. Dalam konteks amar maruf nahi munkar, maruf adalah maa arofahu al-aqlu wasysyarru (sesuatu dianggap maruf bila seusai dengan ajaran Islam dan akal), sehingga ukuran kebaikan itu tidak terletak pada subyektifitas perorangan. Kita sering mendengar sesuatu baik, akan tetapi tidak jelas baik menurut siapa. Baik dalam mustholahul Islami adalah baik menurut Allah dan baik menurut akal. Sedangkan al-munkar adalah maa ankaro alaihi aqlu wasy-syar (sesuatu yang diingkari oleh akal dan Islam). Jadi amar maruf nahi munkar itu dua istilah terminologi dalam Islam, sehingga cara memahaminya harus dikembalikan kepada Islam itu sendiri. Dalam QS Ali Imran: 110, Allah Swt. berfirmah, Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk mansia, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah Jadi agar menjadi yang terbaik, maka kita harus berani di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan. Dengan menjadi umat terbaik, maka kita bisa memelihara kehidupan manusia dari berbagai macam keburukan dan kerusakan, baik keburukan dalam akhlaq, keburukan dalam sistem ekonomi, keburukan dalam dunia politik, kerusakan dalam dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Upaya pemeliharan yang harus kita lakukan adalah dengan senantiasa menggulirkan amar maruf nahi munkar. Dan agar upaya amar maruf nahi munkar ini berlangsung dengan baik, maka kita harus memiliki kekuatan yang memadai. Tanpa dukungan kekuatan yang memadai, sebuah jamaah akan mengalami kesulitan dalam melakukan amar maruf nahi munkar dengan sempurna. Kekuatan yang dimaksudkan di sini bukan hanya berupa senjata saja, tapi yang lebih penting adalah kekuatan ruhiyah (kekuatan mentalitas). Dengan kondisi ruhiyah yang baik dalam melakukan amar maruf nahi munkar, kita tidak akan dikendalikan oleh perasaan kita. Ketika seorang dai dalam berdakwah dikuasai oleh perasaannya, akan mudah merasa tidak enak ketika harus berdakwah kepada orang tuanya, atau kepada saudaranya, atau kepada mantan gurunya. Kita harus merasa lebih tidak enak kepada Allah kalau kita tidak berdakwah. Keketapan Allah Swt. untuk menjadi umat Islam sebagai umat terbaik bukan merupakan basa-basi dari Allah Swt. Umat Islam memang umat terbaik, tapi itu semua membutuhkan

kerja nyata dan pengorbanan. Karena keterbaikan kita bukan karena faktor keturunan, meski kita dilahirkan dalam keluarga Muslim. Justru ke-Musliman kita harus senantiasa kita kembangkan sehingga akhirnya benar-benar bisa menjadi yang terbaik. Jangan sampai kita mempunyai pemahaman seperti orang-orang Ahli Kitab. Mereka merasa yang terbaik bukan karena kualitas keimanan kepada Allah Swt., akan tetapi karena mereka merasa keturunan Yahudi dan Nasrani. Mereka menganggap bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah bangsa pilihan. Pemahaman seperti ini masih melekat sampai sekarang, terutama pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu penyakit orang Yahudi ini jangan sampai menular pada umat Islam. Jangan sampai ada seorang Muslim yang menganggap dirinya terbaik bukan karena kualitas keimanannya kepada Allah, akan tetapi karena ia keturunan seorang Muslim. Padahal kemuliaan dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh faktor keturunan, akan tetapi karena ketaqwaannya kepada Allah sesuai dengan firman-Nya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Hujurat:13). Jadi, menjadi umat terbaik bukan karena faktor keturunan, akan tetapi karena adanya amal yang produktif dalam rangka menjaga kehidupan umat manusia dari kemungkarankemungkaran dan dalam rangka melakukan amar maruf, yang semuanya dilandasi oleh keimanan. Dalam sebuah ayat, Allah Swt. berfirman, Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (QS Al-Maidah: 35). Dalam ayat ini, Allah Swt. menyuruh kita untuk mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. kemudian berjihad dengan menggunakan wasilah itu sampai Allah Swt. memberikan kemengan dunia dan akhirat. Kalau ayat ini kita padukan dengan QS Ali Imran: 104 di atas, maka kita akan memahami bahwa Allah Swt. menyuruh kita mencari atau membuat sebuah wasilah dimana dengan wasilah itu kita dapat berjihad dengan melakukan amar maruf nahi mungkar hingga Allah Swt. memberikan kemenangan kepada kita. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, wasilah memiliki dua arti. Pertama, wasilah berarti alat, usaha yang dapat mencapai tujuan. Kedua, wasilah berarti derajat yang tertinggi di surga yang disediakan untuk Nabi Muhammad Saw. Hal ini dijelaskan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, Jika kalian bersalawat untukku, maka mintakan kepada Allah untukku wasilah. Sahabat bertanya, Apakah wasilah itu ya Rasulullah? Jawab Nabi Saw., Tingkat yang tetinggi di surga, tidak akan dicapai oleh seseorang, dan aku berharap semoga akulah orangnya (HR Ahmad dan Tirmidzi).

Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menetapkan empat syarat melakukan amar maruf nahi munkar. Pertama, perkara tersebut disepakati kemungkarannya. Artinya, kemunkarannya ditetapkan berdasarkan nash syara yang tegas dan jelas, atau berdasarkan kaidah-kaidah yang qathi setelah melalui penyelidikan. Perkara tersebut adalah sesuatu yang jelas-jelas keharamannya dimana pelakunya berhak mendapat siksa, baik berupa melakukan sesuatu yang dilarang, maupun meninggalkan sesuatu yang diperintahkan. Baik yang termasuk dosa kecil maupun dosa besar. Kedua, kemunkaran dilakukan secara terang-terangan atau dapat dilihat berdasarkan bukti-bukti yang jelas dan benar. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw., Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran Mencegah kemungkaran harus berdasarkan penglihatan mata, bukan karena mendengar dari orang lain. Ketiga, adanya kemampuan bertindak untuk mengubah kemungkaran. Hal ini juga berdasarkan hadits yang sama. Siapa yang tidak mampu mengubah dengan tangan dan lisannya, maka cukuplah baginya menolak kemungkaran dengan hatinya. Biasanya yang mempunyai kemampuan ialah penguasa di wilayah kekuasaannya, misalkan suami terhadap istri, ayah terhadap anak-anaknya, ketua sebuah organisasi terhadap anggotanya, dan pemerintah terhadap rakyatnya. Keempat, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Misalkan, pencegahan terhadap sebuah kemungkaran menimbulkan fitnah yang dapat memicu pertumpahan darah. Hal ini didukung oleh hadits Nabi Saw., Kalau bukan karena kaummu baru terentas dari kemusyrikan, niscaya saya bangun Kabah di atas pondasi yang dibangun Ibrahim (HR Bukhari). Wallahu alam bishshawab.


Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:` Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya,
(QS. 3:79) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::


Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(QS. 3:104) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

PENGERTIAN PENDIDIKAN Pendidikan secara bahasa diambil dari kata Tarbiyah yang mengandung paling tidak lima makna : 1.Tarbiyah berarti perbaikan.

Dalam hal ini Pendidikan berarti melakukan perbaikan terhadap anak didik Perbaikan ini kadang tidak memerlukan tambahan, karena bisa dengan merubah atau mengurangi. 2.Tarbiyah berarti pengembangan dan penambahan. Dalam hal ini Pendidikan berarti mengembangkan dan menambah potensi, ilmu, cara berpikir, fisik, daya nalar dan segala sesuatu yang berhubungan dengan anak didik. Ini sesuai dengan firman Allah swt : Dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. ( Qs Al Hajj : 5 ) 3.Tarbiyah berarti merawat dan mengatur serta membimbing. . Dalam hal ini Pendidikan berarti merawat dan mengatur serta membimbing anak didik agar sesuai dengan yang dicita-citakan para pendidik. Dan Allah swt adalah pendidik yang berarti memili, merawat dan mengatur serta membimbing semua yang ada di alam semesta ini, sebagaimana firman-Nya : Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. ( Qs Al fatihah : 2 ) 4.Tarbiyah berarti membuat sesuatu secara bertahap sehingga selesai. Dalam hal ini Pendidikan berarti membentuk akhlak dan karakter serta membekali ilmu kepada anak didik secara pelan-pelan dan bertahap sehingga menjadi matang dan menjadi orang yang bermanfaat. Ini sesusai dengan firman Allah swt : Akan tetapi (dia berkata) : Hendaknya kamu menjadi orang-orang Robbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya ( Qs Ali Imran : 79 ) 5.Tarbiyah berarti mengajar . Dalam hal ini pendidikan adalah mengajarkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan anak didik di dalam menggapai cita-citanya. Adapun pengertian pendidikan secara istilah adalah rangkuman dan gabungan dari pengertian pendidikan secara bahasa, yaitu merubah anak didik dari satu keadaan kepada keadaan yang lebih baik, dengan cara bertahap, yaitu dengan merawat, mengatur dan membimbing serta mengajarinya sesuatu yang bermanfaat di dalam kehidupannya. Ini pengertian pendidikan secara umum, adapun pengertian pendidikan dalam Islam atau lebih dikenal dengan Pendidikan Islam adalah : Usaha untuk merubah anak didik dari satu keadaan kepada keadaan yang lebih baik dalam segala bidang , dengan cara bertahap, yaitu dengan merawat, mengatur dan

membimbing serta mengajarinya sesuatu yang bermanfaat agar bisa hidup bahagia dunia dan akherat sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah swt. Pengertian Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan menurut UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Ps. 1 ayat 5, adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhusususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Ps. 39. dijelaskan pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan , serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Dalam makalah ini penulis menfokuskan pembahasan kepada pendidik. Pendidik menurut bahasa berarti orang yang mendidik (Poerwadarminta, 1991:250) Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, mu'allim dan muaddib (Ramayulis, 2004:84).Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi, sebagaimana diungkap- kan dalam al-Qur'an Surat Ali Imran: 79 ( wa lakun kunu rabbanina bima kuntum tu'alimuna al-kitaba wa bima kuntum tadrusun) "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan alKitab dan disebabkan karena kamu tetap mempelajarinya". Kata mu'allim isim fail dari 'allama, yu'allimu sebagaimana ditemukan dalam al-Qur'an Surat Al-Baqarah: 31 (wa 'allama adama al-asma-a kullaha) "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya". Kata muaddib, berasal dari addaba, yu'addibu sebagaimana terdapat dalam hadis Nabi ( Addabani rabbi fa ahsana ta' dibi ) " Allah telah mendidik saya dengan sebaik-baik pendidikan". (Abu Hasan, 1989: 493). Di samping itu, dalam bahasa Arab kita juga mengenal istilah ustadz, mudarris untuk panggilan pendidik (guru). Di kalangan tarekat, kita mengenal istilah syekh, khalifah, tuangku, mursyid untuk pendidik. Dalam bahasa Inggris ada istilah teacher (guru), tutor (guru privat yang datang ke rumah), instructor (pelatih), lecture (dosen), trainer (pemandu) (Abuddin Nata, Filsafat.. 2005: 113). Jadi pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam menyeleng- garakan kependidikan.

Konsep Pendidikan dalam Al-Quran 1. Tarbiyah Istilah tarbiyah diambil dari akar kata (rabba, yarubbu, tarbiyah ) yang artinya memperbaiki, menguasai, menutun, menjaga, memelihara. Imam al-Baidhawi mengartikan tarbiyah adalah menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurna. Tarbiyah juga berasal dari akar kata (rabiya, yarba) yang berarti menjadikan sesuatu itu menjadi besar. Dalan surat ali Imran ayat 79 disebutkan istilah (rabbaniyin) yaitu: Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan alKitab dan disebabkan kamu tetap mempelajari (Q.S. al- Imran: 79).

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Mengajar Ismawati ( 2 : 2011) menjelaskan bahwasanya ada beberapa pengertian dari mengajar itu sendiri. Antara lain adalah : 1. Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak. 2. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak. 3. Mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisasi ( mengatur) lingkungan sebaik baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Mulyasa, ( 186 : 2002) mengemukakan bahwasanya ada beberapa aspek yang harus dimengerti oleh pengajar dalam kegiatan mengajar, antara lain yaitu : 1. Mengobservasi peserta ajar dalam berbagai situasi baik didalam kelas maupun diluar kelas. 2. Menyediakan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan peserta ajarnya. 3. Mencatat dan mengecek seluruh pekerjaan peserta ajarnya, dan memberikan komentar yang konstruktif 4. Memberikan kesempatan khusus bagi peserta ajar yang mempunyai kemampuan berbeda. Adapun sikap dan karakteristik yang dibutuhkan dalam mengajar dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Respect dan mampu memahami dirinya serta mampu mengontrol dirinya, 2. Antusias dan bergairah terhadap bahan, kelasnya dan seluruh pengajarannya.

3. Berbicara dengan jelas dan komunikatif 4. Memperhatikan perbedaan individual siswa 5. Memiliki banyak pengetahuan, inisiatif dan kreatif serta banyak akal. 6. Menghindari sarkasme dan ejekan terhadap siswanya, 7. Tidak menonjolkan dirinya 8. Menjadi teladan bagi siswanya

B. Mengajar dengan Cinta Trim (102 : 2005) mengajar dengan cinta mampu menginstal akhlak mulia dalam diri manusia dapat dilakukan dengan memotivasi manusia agar berakhlak baik, mendekatkannya dengan hal yang positif, serta menasehati mereka dengan kebaikan. Apapun keadaannya maka cinta seorang pengajar juga orangtua harus tetap tercurah. Setiap anak dilahirkan dengan perbedaannya. Ada yang lahir dengan normal dan ada pula yang lahir secara cacat. Namun mereka semua yang pasti membutuhkan cinta dari orangtua juga pengajarnya untuk tetap bisa bertahan. Kekerasan bukanlah cara yang dianjurkan Islam karena lebih menimbulkan penyakit hati. Rasulullah saw diingatkan oleh Allah swt untuk menjauhkan kekerasan dan kekasaran karena hal itu akan menjauhkan dia dari ummatnya. Namun kelembutan pun tidak dapat diartikan memanjakan atau menuruti segala kemauan anak. Kelemahlembutan adalah sarana untuk mengarahkan anak memilih yang terbaik untuk mereka. Jadi kekasaran dan kekerasan yang berwujud dalam hukuman fisik maupun umpatan dan caci maki, sudah dapat dipastikan hanya membuat anak takut dan jera. Bahkan selanjutnya mereka akan cenderung melanggar.

C. Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran . Mengajar diwajibkan oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana mampu mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal yang munkar. Allah menjelaskan nya dalam beberapa surah Al Quran diantara lain adalah : 1. Q.S. Asy Syuara 214

214 ) )
Artinya : ` Dan berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu yang terdekat``

: ... .
Shihab : (2002 : 356) menjelaskan bahwa : menurut Ibnu Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Kata ` asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata yang berarti saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang yang sehari hari sering bergaul. Sedangkan kata al aqrabiin yang menyifati kata `asyirah merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang orang dekat dari mereka yang dekat. Sayyid Quthub menjelaskan bahwasanya agama itu bukan sekedar akidah yang bersemai dalam hati, bukan juga sekedar syiar-syiar agama atau ibadah ritual, tetapi agama ini adalah olutan secara sempurna Rasulullah saw apa yang beliau sampaikan kepada Tuhannya dan apa yang beliau syariatkan atau sunnahkan. Beliau menyampaikan syariat Allah dengan ucapan dan perbuatan beliau.` Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum juga tidak lepas

dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw, karena semua adalah hamba Allah swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan keberhasilan mereka mendekat kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia. 2. Q.S. Al Mudatsir 1-7

)1( )2( )3( )4( )5( 7) ( )6(


Artinya : `Wahai yang berselimut. Bangkitlah dan berilah peringatan, Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan dosa mu, tinggalkanlah. Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.`` Shihab (2002:442) menjelaskan bahwasanya dalam ayat yang pertama, menurut Al Biqa`i setelah surah al Muzammil ditutup dengan berita gembira bagi mereka yang memiliki pandangan hati yang jernih setelah sebelumnya bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah guna mempersiapkan diri untuk melaksanakan dakwah, awal surah ini dimulai dengan perintah untuk menyampaikan peringatan dengan firmanNya. Dan melukiskan Nabi saw yang sedang berbaring dalam keadaan berselimut. Ayat tersebut memerintahkan beliau, bangkitlah secara sungguh sungguh dengan penuh semangat lalu berilah peringatan. Adapun kata `peringatan` pada ayat kedua, para ulama berbeda pendapat tentang objek yang diperingati karena ayat tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula yang berpendapat bahwa pada dasarnya perintah disini belum ditunjukkan kepada siapapun. Yang penting adalah melakukan peringatan, kepada siapa saja. Adapun kandungan peringatan, berdasarkan petunjuk ayat ayat yang menggunakan redaksi yang sama dengan ayat ini, dapat kita katakan bahwa sanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari kemudian. Dan karena peringatan itu akan menimbulkan suatu kebencian dan gangguan

dari yang diperingati, maka pada ayat ke 3 bahwa dan bersamaan dengan itu hanya Tuhan Pemelihara dan Pendidikmu, dan apapun yang terjadi maka agungkanlah. Ketika seorang mengucapkan takbir, pada hakikatnya ada dua hal yang seharusnya ia capai. Pertama pernyataan keluar menyangkut sikap batinnya tersebut. Kedua, mengatur sikap lahirnya sehingga disetiap langkahnya berada dalam kerangka makna kalimat tersebut. Dan dampak dari kedua hal ini adalah terhujamnya ke dalam jiwa rasa memiliki serta kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkannya itu disamping tertanamnya kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selainNya. Dan ayat keempat adalah ayat yang mengandung petunjuk yang diterima oleh Rasulullah saw dalam rangka melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk pada ayat pertama dan ayat ketiga ditekankan keharusan mengkhususkan pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt. Kalau dalam petunjuk pertama dan ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan sikap mental. Dalam ayat keempat ini yang ditekankan adalah penampilan lahiriyah demi menarik simpati mereka yang diberi peringatan dan bimbingan. Lalu pada ayat kelima menggariskan bahwasanya apapun yang terjadi, dan dengan dalih apapun, tidak diperkenankan bagi mu Rasul saw untuk menerima dan merestui penyembahan berhala. Prinsip akidah yang tidak bisa ditawar tawar adalah keesaan Tuhan yang murni serta penyembahan kepadaNya semata. Beraneka ragam pendapat ulama tentang ayat keenam ini diantara lain adalah : 1. Jangan merasa pesimis untuk memperoleh kebaikan yang banyak. 2. Jangan memberikan sesuatu dengan mendapatkan yang lebih baik darinya. 3. Janganlah memberikan sesuatu atau menganggap bahwa apa yang engkau berikan itu banyak. 4. Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugerah kepada manusia karena dengan demikian, engkau akan memeroleh yang banyak. Perolehan yang banyak ini bukan bersumber dari manusia, akan tetapi berupa ganjaran dari Allah.

Pada ayat ketujuh terdapat kalimat `fashbir` yakni mencakup perintah untuk bersabar. Kita kembali mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kalimat `wa lirabbika` yang diterjemahkan dengan karena Tuhanmu saja. Kalimat ini menuntut kesabaran dilaksanakan oleh para Nabi saw semata mata karena Allah swt, bukan karena sesuatu yang lain. Misalnya diiming imingi dengan pencapaian target, dalam hal ini target keislaman umat manusia. Mengapa demikian? Karena kesabaran dalam perjuangan dapat memudar apabila hasil yang ditargetkan terlalu besar bila dibandingkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki. Tetapi apabila yang menjadi tujuan adalah perjuangan itu sendiri terlepas dari apapun hasilnya- maka ia akan terus berlanjut, baik apa yang diharapkan itu tercapai atau tidak. Dalam tafsir Al Usyr Al Akhir (38 : 1429 H) , menjelaskan bahwa inti dari surah Al Mudatsir ini adalah perintah untuk mulai berdakwah mengagungkan Allah , membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar menjalankan perintah dan menjauhi larangn Allah, Allah akan mengadzab orang orang yang menen tang Nabi Muhammad saw dan mendustakan Al Quran, tiap tiap manusia terikat dengan apa yang telah ia usahakan. 3. Q.S. Al Imran 79

79) )
Artinya : Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hukum dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia :`Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan penyembah Allah.`` Akan tetapi ia berkata : Hendaklah kamu menjadi orang orang rabbani karena selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu setiap mempelajarinya`. Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya seorang rabbani paling tidak melakukan 2 hal. Pertama, terus menerus mengajar kitab suci al Quran, dan kedua terus menerus

memperlajarinya. Bahwa seorang rabbani harus terus menerus mengajar karena manusia tidak luput dari Di sisi lain, Rabbani bertugas terus menerus membahas dan mempelajari kitab suci Al Quran karena firman Allah yang tertulis sedemikian luas kandungan maknanya sehingga semakin digali semakin banyak yang diraih, walaupun yang dibaca adalah teks yang sama. Jika demikian, seorang tidak boleh berhenti belajar, meneliti, membahas, baik objeknya alam raya maupun kitab suci. Nah, yang ditemukan dalam bahasan ataupun penelitian itu hendaknya diajarkan pula sehingga berhenti antara mengajar dan meneliti dalam suatu lingkaran yang tidak terputus kecuali dengan putus lingkarannya. Yaitu kematian seseorang. 4. Q.S. Al Imran 104

104) )
Artinya : `Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat manusia yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung` Shihab (208 : 2002) menjelaskan bahwa pengetahuan yang dimilki seseorang bahkan kemampuannya mengamalkan sesuatu akan berkurang, bahkan terlupakan dan hilang, jika tidak ada yang mengingatkannya atau tidak diulang ulangi mengerjakannya. Di sisi lain, pengetahuan dan pengamalan saling berkaitan erat, pengetahuan mendorong kepada pengalaman dan meningkatkan kualitas amal sedang pengamalan yang terlihat dalam kenyataan hidup merupakan guru yang mengajar individu dan masyarakat sehingga mereka pun belajar mengamalkannya. Kalau demikian itu halnya, manusia dan masyarakat perlu selalu diingatkan dan diberi keteladanan. Inilah inti dakwah islamiyah. Dari sini lahir tuntutan ayat ini dan dari sini pula terlihat dengan tuntutan yang lalu.

Kalaulah tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah, hendaklah ada diantara kmu, wahai orang yang beriman segolongan ummat, yakni kelompok yang pandangan mengarah kepadanya untuk diteladani dan didengar nasihatnya yang mangajak kepada orang lain, secara terus menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan, yakni petunjuk petunjuk Illahi, menyuruh masyarakat kepada yang makruf yakni nilai nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat mereka selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai Illahiyah, dan mencegah mereka dari yang munkar, yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat. Mereka mengindahkan tuntunan ini dan sungguh tinggi lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang orang yang beruntung, mendapatkan apa yang mereka dambakan di kehidupan dunia dan akhirat.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Seorang Rabbani yang berilmu, harus mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki dan dikuasainya. Ia pun harus sesegera mungkin mengajak orang orang yang terdekatnya untuk terus menerus membaca dan memahami Al Quran. Karena mengajak mereka kepada yang maruf dan mencegah kepada hal yang munkar adalah salahsatu bahan dakwah yang selalu diwajibkan kepada hambaNya. Dalam dakwah dan memberi peringatan kepada manusia, bukanlah sesuatu yang mudah, namun diperlukan rasa sabar. Maka dalam firman Allah disebutkan `fashbir` maka bersabarlah. Karena orang yang mengamalkan ilmunya, lebih tinggi kedudukannya. B. Saran Kita sebagai calon peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam pelajaran ini. Salahsatunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan semangat kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita gunakan untuk bahan dakwah .

Semoga kita mampu mengajak mereka kepada yang maruf dan mampu menahan mereka dari segala sesuatu yang munkar. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Ismawati.Esti, Perencanaan Pengajaran Bahasa, Yuma Pressindo, Surakarta, 2011 Mulyasa.E , Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik, dan Implementasinya), PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002. Shihab.Quraish, Tafsir Al Mishbah Jilid ke 2, 9 dan 14 (Pesan Kesan dan Keserasian Al Quran). Lentera Hati, Jakarta,2002. Trim.Bambang, Menginstall Akhlaq Mulia ( Buku Panduan Manajemen Akhlak Anak untuk Para Orangtua yang Hendak Menjemput Syurga Bersama Buah Hatinya), MQ Publishing, Bandung, 2005 www.tafseer.info. Tafsir Al Usyr Al Akhir ( Disertai Hukum Hukum Penting Islam),

Anda mungkin juga menyukai