Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan beribu-
ribu nikmat kepada kita umatnya. Rahmat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita, pemimpin akhir zaman yang sangat dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “ Amr Ma’ruf Nahi Munkar ” ini sengaja di bahas karena sangat penting untuk
kita khususnya sebagai mahasiswa dan mahasiswi yang berada di jurusan Pendidikan Agama Islam.
Untuk itu kita sebagai mahasiswa yang berfungsi sebagai pengabdi di masyarakat harus dapat
memberikan pengarahan agar masyarakat lebih mengenal dan memahami dari bab yang kami bahas
ini.

Selanjutnya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak
lupa juga kepada Bapak H. Khoirul Anwar, S.Ag., M.Pd. selaku dosen Tafsir 1 untuk memberikan
sarannya kepada kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang
membaca makalah ini.

Jelantik, 29 Juni 2021

Penyusun

DAYANG NURFAIZAH
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........……….…………………………………………………………………........................

DAFTAR ISI.........……….………………………………………………………………….....................................

BAB I PENDAHULUAN...........……….…………………………………………………………………..................

A. Latar Belakang.............……….…………………………………………………………………..............

B. Rumusan Masalah.............……….………………………………………………………………….........

C. Tujuan Pembahasan............……….………………………………………………………………….......

BAB II PEMBAHASAN...........……….………………………………………………………………….....................

A. Surat Ali Imran ayat 104..........……….…………………………………………………...................

B. Isi Kandungan Surat Ali Imran Ayat 104.............……….............……….………………….....

C. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 104 .............……….............……….……………………………......

D. Pengertian Amr Ma’ruf Nahi Munkar.............……….............……….……………………...

BAB III PENUTUP……….............……….………………………………………………………………….................

A. Kesimpulan……….............……….…………………………………………………………………......................

B. Saran……….............……….…………………………………………………………………................................

DAFTAR PUSTAKA……….............……….…………………………………………………………………................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung.
Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa
ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya
diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam
kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan
hal tersebut, dan segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang
menjauhkan dari rahmat-Nya. Perkara al-amru bil ma‟ruf wan nahyu anil munkar (menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung. Mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang yang beriman
setiap kali Al Qur’an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan
menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan
dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
maka tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran; karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali dengannya. Al
Qur’an al-karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam istimewa adalah
karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

B. Rumusan Masalah:

1. Apa Pengertian surat Ali Imran ayat 104?

2. Apa saja isi Kandungan surat Ali Imran ayat 104?

3. Tafsir surat Ali Imran ayat 104

4. Apa yang dimaksud Amr ma’ruf nahi Munkar

C. Tujuan Pembahasan:

1. Untuk Mengetahui Pengertian surat Ali Imran ayat 104

2. Untuk mengetahui isi Kandungan surat Ali Imran ayat 104

3. Untuk Mengetahui Tafsir Surat Ali Imran Ayat 104

4. Mengetahui apa itu Amr ma’ruf nahi Munkar


BAB II

PEMBAHASAN

A. Surat Ali Imran ayat 104

Ali ‘Imran104.
ٰۤ
َ َ‫َولْتَكُ ْن ِّمنْكُ ْم اُ َّمةٌ يَّ ْدع ُْونَ اِّلَى الْ َخي ِّْر َويَأْ ُم ُر ْونَ بِّالْ َمعْ ُر ْوفِّ َويَنْ َه ْون‬
َ‫ع ِّن الْ ُمنْك َِّر ۗ َواُولىِٕكَ هُ ُم الْ ُم ْف ِّلح ُْون‬
Terjemahan

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.

Pada ayat ini Allah memerintahkan orang mukmin agar mengajak manusia kepada kebaikan,
menyuruh perbuatan makruf, dan mencegah perbuatan mungkar. Dan hendaklah di antara kamu,
orang mukmin, ada segolongan orang yang secara terus-menerus menyeru kepada kebajikan yaitu
petunjuk-petunjuk Allah, menyuruh (berbuat) yang makruf yaitu akhlak, perilaku dan nilai-nilai luhur
dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama,
dan mencegah dari yang mungkar, yaitu sesuatu yang dipandang buruk dan diingkari oleh akal sehat.
Sungguh mereka yang menjalankan ketiga hal tersebut mempunyai kedudukan tinggi di hadapan Allah
dan mereka itulah orang-orang yang beruntung karena mendapatkan keselamatan di dunia dan
akhirat.

B. Kandungan Surat Ali Imran Ayat 104

Kehadiran manusia di muka bumi memiliki dua tugas utama, yaitu menyerukan al-khair dan amar
ma’ruf nahi munkar. Keduanya sangat penting dilakukan untuk menunaikan fadhilah yang dianjurkan
agama Islam.

Jika perintah amar ma’ruf nahi munkar ditinggalkan, maka akan terjadi keretakan hubungan
antarmanusia. Keseimbangan dunia tidak lagi bisa diciptakan dan ketenangan di alam akhirat pun
mustahil diwujudkan.

Allah Swt dan Rasul-Nya banyak membahas tentang perintah amar ma’ruf nahi munkar melalui
Alquran dan sunnah. Salah satunya adalah surat Ali Imran ayat 104. Allah Swt berfirman
ٰۤ
َ َ‫َولْتَ ُك ْن ِّمنْ ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْدع ُْونَ اِّ َلى الْ َخي ِّْر َويَأْ ُم ُر ْونَ بِّالْ َمعْ ُر ْوفِّ َويَنْ َه ْون‬
َ‫ع ِّن الْ ُمنْك َِّر ۗ َواُولىِٕكَ هُ ُم الْ ُم ْف ِّلح ُْون‬
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”

Apa isi kandungan ayat tersebut? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.

Surat Ali Imran ayat 104 secara umum membahas tentang perintah dakwah amar ma’ruf nahi munkar
bagi setiap Muslim. Memerintahkan perkara ma’ruf berarti menyerukan segala hal yang berkaitan
dengan ajaran Islam. Lalu, mencegah yang munkar berarti mencegah segala perbuatan yang
bertentangan dengan ajaran Islam.

Melalui ayat tersebut, Allah mewajibkan umat Muslim untuk memiliki teman yang senantiasa
mengajak kepada amar ma’ruf nahi munkar. Tidak lupa pula mengerjakan al-khair dan menjauhi al-
munkar seperti yang disebutkan di awal.

Menurut para ulama, al-khair adalah semua bentuk kebaikan yang dilakukan untuk mendapatkan
ridha Allah Swt dan menjauhkan diri dari murka-Nya. Sedangkan al-munkar adalah semua bentuk
perbuatan maksiat yang memiliki pengaruh negatif terhadap orang lain, mencakup soal akidah, ibadah
maupun mu’amalah.

Dalam Surat Ali Imran ayat 104 disebutkan bahwa umat Islam merupakan umat yang utama (khaira
ummah). Mereka akan tetap menjadi yang terbaik selama mau menjalankan dakwah amar ma`ruf
nahi munkar.

Diperintahkan baginya untuk menjauhi kelompok yang membawa dampak buruk bagi
keberlangsungan Islam. Kelompok ini sangat dibenci dan dilaknat oleh Allah Swt dan Rasul-Nya

• Ada tiga hal yang menyebabkan sebuah komunitas itu jauh dan dilaknat oleh Allah SWT, di
antaranya:

Pertama, karena sering melakukan kerusakan atau maksiat. Ia tidak menaati nilai-nilai agama secara
khusus dan tidak mematuhi norma-norma sosial secara umum.

Kedua, karena berlebihan dan melampaui batas kewajaran di dalam bertindak dan berbuat.

Ketiga, karena tidak lagi melaksanakan dakwah amar ma`ruf nahi munkar.

Kelompok ini telah difirmankan Allah dalam Surat al-Maidah ayat 78-79 yang artinya:

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang
demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu
tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu.”

Dari pembahasan di atas, telah jelas bahwa dakwah amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban
bagi setiap Muslim, tanpa terkecuali. Kewajiban ini tentunya dibebankan sesuai dengan kemampuan
dan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing individu.

C. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 104

َ َ‫َولْتَكُن مِّنكُ ْم أُ َّمةٌ َي ْدعُونَ ِّإلَى الْ َخي ِّْر َو َيأْ ُم ُرونَ ِّبالْ َم ْع ُروفِّ َو َينْ َه ْون‬
َ‫ع ِّن الْ ُمنك َِّر ۚ َوأُولَئِّكَ هُ ُم الْ ُمفْ ِّلحُون‬
Surat Ali-Imran ayat 104

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang mengajak kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar; Merekalah orang-orang yang
beruntung”.

Maksud dari ayat tersebut adalah hendaknya terdapat suatu golongan yang memilih tugas
menegakkan dakwah, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Sasaran perintah ayat ini
adalah seluruh orang mukmin yang mukallaf, yaitu hendaknya menyiapkan suatu kelompok yang akan
melaksanakan perintah ini. Hal yang demikian didasarkan pada pandangan bahwa pada setiap orang
terdapat kehendak dan aktivitas di dalam melaksanakan tugas tersebut, dan mendekatkan caranya
dengan penuh ketaatan, sehingga jika mereka melihat kesalahan segera mereka kembali kejalan yang
benar. Orang-orang islam generasi pertama melaksanakan tugas tersebut dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah dengan melaksanakan kegiatan social pada umumnya. Mereka telah berkhutbah di
atas mimbar. Mereka berkata, jika engkau melihat orang yang menyimpang, maka segera
meluruskannya.

Namun demikian, pada setiap orang yang melaksanakan tugas tersebut agar memiliki syarat-
syarat sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan menjadi contoh teladan (amal salih)
yang menyebabkan mereka diikuti dan diteladani ilmu dan amalnya. Syarat -syarat tersebut adalah:

Pertama, orang tersebut mengetahui kandungan al-Qur’an dan al-Sunnah, riwayat hidup Nabi
Muhammad saw dan para Khulafaur Rasyidun.

Kedua, mengetahui keadaan orang yang menjadi sasaran dakwahnya, kesiapan mereka untuk
menerima dakwah, serta akhlaknya. Tegasnya mengetahui keadaan masyarakat.

Ketiga, mengetahui agama dan mazhab yang dianut oleh masyarakat. Dengan cara demikian dapat
diketahui dengan mudah hal-hal yang batil. Hal yang demikian didasarkan pada pandangan bahwa
manusia, sekalipun tidak tampak padanya kesesatan, tidak berarti ia akan berpaling pada kebenaran
yang disampaikan kepada yang lainnya.

Ibnu Katsir memaparkan dalam kitab tafsirnya,

Adh-Dhahhak berkata: “Mereka yang beruntung itu adalah para sahabat tertentu, para perawi
tertentu, yakni para mujahidin dan para ulama.”

Dan maksud dari ayat ini adalah, hendaknya ada segolongan ummat yang siap siaga menjalankan
tugas ini, meskipun tugas ini merupakan kewajiban bagi setiap individu ummat sesuai
kemampuannya, sebagaimana di sebutkan dalam kitab shohih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah
ra berkata, Rosulullah saw bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan
tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka hendaknya ia
mengingkari dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Dan setelah itu (mengingkari dengan tangan, lisan, dan hatinya), tidak ada lagi iman walau sebesar
biji sawi (yakni bagi orang yang sama sekali tidak mengingkari kemungkaran). (HR. Muslim)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Hudzaifah Ibnul Yaman r.a bahwa Nabi SAW bersabda:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyeru pada yang ma’ruf dan
mencegah kemungkaran, atau (kalau tidak), maka Alloh akan menyegerakan 3turunnya azab atas
kalian dari sisi-Nya, lalu kalian berdo’a memohon kepada-Nya, tapi Dia tidak mengabulkannya untuk
kalian.” (HR. Ahmad, Di shahihkan oleh syaikh al-Albani dalam kitabnya Shahihul Jami no 7070)

Dan diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, At-Tirmidzi berkata hadis ini hasan. Dari
penjelasan Ibnu Katsir tersebut dapat kita perhatikan bahwa pentingnya setiap muslim untuk
melakukan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Bahkan
sampai-sampai dijelaskan bahwa orang yang tidak mengingkari suatu perbuatan maksiat walaupun
hanya dengan hatinya maka orang tersebut dianggap telah hilang keimanannya.

Sementara dalam Tafsir Jalalain sebagaimana dibawah ini :


‫وا لتكن منكم أمة يدعون الى الخير (االسالم) ويأمرون بالمعروف وينهون عن النكر وأو لئك (الداعون االمرون النا هون) هم‬
‫المفلحون (الفائزون ومن للتنعيض ال ن ماذكر فرض كفا ية ال يلزم كل األمة وال ياليق بكل أحد كالجا هل وقيل زئدة اى لتكونوا‬
)‫أمة‬
Tafsiran dari ayat tersebut adalah: ‫والتكن منكم أمة يدعون الى الخير‬yang dimaksudkan adalah ‫االسالم‬
sedangkan kata ‫ويأمرون بالمعروف وينهون عن النكر وأو لئك‬bermakna/ diafsiri ‫الداعون االمرون النا هون‬ummat
yang menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran dan mereka adalah orang-orang yang beruntung.

Sedangkan Kata ‫المفلحون هم‬ditafsiri sebagai orang-orang yang beruntung yaitu orang-orang yang
menyeru pada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Dan kata ‫من‬memiliki ma’na littab’id yang
bermakna sebagian, artinya penyeruan atas kebaikan dan kemunkaran itu hanya sebagian ummat
atau bisa dikatakan sebagai fardlu kifayah. Dan adapun yang mengatakan bahwa kata ‫من‬adalah
bermakna zaidah atau tambahan, jadi bukan bermakna sebagian.

Dalam surat Ali Imran Ayat 104 ini, Allah memerintahkan orang beriman menempuh jalan yang
berbeda, yaitu menempuh jalan luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebajikan
dan ma’ruf.

Tidak dapat disangkal bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang bahkan kemampuannya
mengamalkan sesuatu akan berkurang bahkan terlupakan dan hilang, jika tidak ada yang
mengingatkannya atau tidak dia ulang-ulangi mengerjakannya. Di sisi lain, pengetahuan dan
pengalaman saling berkaitan erat. Pengetahuan mendorong kepada pengamalan dan meningkatkan
kualitas amal, sedang pengamalan yang terlihat dalam kenyataan hidup merupakan guru yang
mengajar individu dan masyarakat sehingga merekapun belajar mengamalkannya.

Kalau demikian itu halnya, maka manusia dan masyarakat perlu selalu diingatkan dan diberi
keteladanan. Inilah inti da’wah Islamiyah. Dari sini lahir tuntunan ayat ini, dan dari sini pula terlihat
keterkaitannnya dengan tuntunan yang lalu

Tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi da’wah, maka hendaklah ada diantara
kamu wahai orang-orang yang beriman segolongan ummat yakni kelompok yang pandangan
mengarah kepadanya untuk diteladani dan didengar nasehatnya, yang mengajak orang lain secara
terus menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan yakni petunjuk-petunjuk ilahi, menuruh
masyarakat kepada yang ma’ruf yakni nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh
masyarakat mereka, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah, dan mencegah
mereka dari yang munkar; yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat mereka,
selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah, dan mencegah mereka dari yang munkar;
yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat. Mereka yang mengindahkan
tuntutan ini dan sungguh tinggi lagi jauh martabat kedudukannya, itulah orang-orang yang beruntung,
mendapatkan apa yang mereka dambakan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Kata ( )‫مِّنكُم‬minkum pada ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dalam arti sebahagian, sehingga
dengan demikian, perintah berda’wah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju kepada setiap
orang. Bagi yang memahaminya demikian, maka ayat ini buat mereka mengandung dua macam
perintah; yang pertama, kepada seluruh ummat islam agar membentuk dan menyiapkan satu
kelompok khusus yang bertugas melaksanakan da’wah, sedang perintah kedua, adalah kepada
kelompok khusus itu untuk melaksanakan da’wah kepada kebajikan dam ma’ruf dan mencegah
kemungkaran.
Ada juga ulama yang memfungsikan kata minkum dalam arti penjelasan, sehingga ayat ini merupakan
perintah kepada setiap orang muslim untuk melaksanakan tugas da’wah masing-masing sesuai
kemampuannya. Memang, jika da’wah yang dimaksud adalah da’wah yang sempurna, maka tentu saja
tidak semua orang dapat melakukannya. Disisi lain, kebutuhan masyarakat dewasa ini menyangkut
informasi yang benar ditengah arus informasi bahkan perang informasi yang demikian pesat dengan
sajian nilai-nilai baru yang seringkali membingungkan, semua itu menuntut adanya kelompok khusus
yang menangani da’wah dan membendung informasi yang menyesatkan. Karena itu, adalah lebih
tepat memahami kata minkum pada ayat di atas dalam arti sebagian kamu tanpa menuntup kewjiban
setiap muslim untuk saling mengingatkan. Bukan berdasar ayat ini, tetapi antara lain berdasar firman
Allah dalam surah al-‘Ashr yang menilai semua manusia manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang
beriman dan beramal saleh serta, saling ingat mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.

Selanjutnya, ditemukan bahwa ayat diatas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka
perintah berda’wah. Pertama adalah kata ( )‫يدعون‬yad’un yakni mengajak, dan kedua adalah ( )‫يأمرون‬
ya’murun yakni memerintahkan

Sayyid Quthub dalam tafsirnya menggunakan bahkan penggunaan dua kata yang berbeda itu
menunjukan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat islam. Kelompok pertama yang
bertugas mengajak dan kelompok kedua yang bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua
ini tentulah memiliki kekuasaan di bumi.” Ajaran Ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat, petunjuk dan
penjelasan. Ini adalah salah satu sisi, sedang sisinya yang kedua adalah melaksanakan kekuasaan
memerintah dan melarang. Agar ma’ruf dapat wujud, dan kemungkaran dapat sirna”. Demikian
antara lain Sayyid Quthub.

Perlu dicatat bahwa apa yang diperintahkan oleh ayat di atas sebagaimana terbaca berkaitan pula
dengan dua hal; mengajak dikaitkan dangan al-khair, sedang memerintah jika berkaitan dengan
perintah melakukan dikaitkan dengan al-ma’ruf, sedang perintah untuk tidak melakukan yakni
melarang dikaitkan dengan al-munkar.

Ini berarti mufassir tersebut mempersamakan kandungan al-khair dengan al-ma’ruf, dan bahwa lawan
dari al-khair adalah al-munkar. Padahal tidak ada dua kata yang berbeda, walau sama akar katanya
kecuali mengandung pula perbedaan makna. Tanpa mendiskusikan perlu tidaknya ada kekuasaan
yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, penulis mempunyai tinjauan lain.Al-
Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya ini dengan kata ))‫الخير‬al-khair/kebajikan
dan ( )‫المعروف‬al- ma’ruf. Al-khair adalh nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan Sunnah. Al-
khair menurut Rasul saw. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya adalah ( ‫اتباع‬
“ ) ‫القران وسنتي‬mengikuti al-Qur’an dan sunnahku”. Sedang al-ma’ruf adalah “ sesuatu yang baik
menurut pandangan umum satu masyarakat selama sejalan dengan al-khair”. Adapun al-munkar,
maka ia adalah “sesuatu yang dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-
nilai Ilahi. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya mengajak kepada al-khair/kebaikan,
memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar“. Jelas terlihat betapa mengajak kepada al-
khair didahulukan, kemudian memerintahkan kepada ma’ruf dan melarang melakukan yang munkar

D. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Menurut al-Maraghi yang dimaksud dengan al-ma’ruf adalah ma istahsanahu al-syar’ wa al-‘aql
(sesuatu yang dipandang baik menurut agama dan akal). Sedangkan al-munkar adalah dlidduhu
(lawan atau kebalikan dari yang ma’ruf). Selanjutnya dalam Mu’jam Mufradat AlFadz al-Qur’an, yang
dimaksud dengan al-ma’ruf adalah ism li kull fi’l yu’rafu bi al-‘aql aw al-syar’ husnuhu (nama bagi
setiap perbuatan yang diakui mengandung kebaikan menurut pandangan akal dan agama). Sedangkan
al-munkar adalah ma yunkiru bihima (sesuatu yang ditentang oleh akal dan agama). 1

Abul ‘Ala al-Maududi berpendapat bahwa kata ma’ruf yang jamaknya ma’rufat adalah nama untuk
segala kebajikan atau sifat-sifat baik yang sepanjang masa telah diterima dengan baik oleh hati nurani
manusia. Amar ma’ruf dapat diartikan sebagai setiap usaha mendorong dan menggerakkan ummat
manusia untuk menerima dan melaksanakan hal-hal yang sepanjang masa telah diterima sebagai
suatu kebaikan berdasarkan penilaian hati nurani manusia, dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu ada pula yang berpendapat bahwa kebaikan yang terdapat pada kata al-ma’ruf adalah
kebaikan yang didasarkan pada nilai agama semata-mata. Pendapat seperti ini misalnya dapat
dijumpai pada pendapat As-Syahid Abdul Kadir ‘Audah yang mengatakan bahwa amar ma’ruf adalah
menggerakkan orang sehingga tertarik untuk melakukan segala apa yang sewajarnya harus dikatakan
atau dilakukan yang cocok atas nas-nas syari’at Islam.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang termasuk kategory al-ma’ruf adalah
segala sesuatu dalam bentuk ucapan, perbuatan, pemikiran dan sebagainya yang dipandang baik
menurut syariat (agama) dan atau akal pikiran, atau yang dianggap baik menurut akal namun sejalan
atau tidak bertentangan dengan syariat. Dengan demikian kebebasan akal dalam menentukan dan
menilai suatu kebaikan dibatasi oleh ketentuan agama. Oleh karena boleh jadi ada sesuatu yang
menurut akal baik dan menurut syariat juga baik, dan boleh jadi menurut akal baik tapi menurut
syariat buruk. Dan jika terjadi keadaan yang menurut akal baik dan menurut syariat ini buruk, maka
pendapat akal harus dicegah. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya hidup bareng sebelum
menikah atau kumpul kebo yang didasarkan atas suka sama suka menurut akal adalah baik,
sedangkan menurut agama tidak baik. Orang-orang Barat yang hanya berpatokan pada pendapat akal
saja misalnya membolehkan adanya kumpul kebo tersebut.

Adapun nahi munkar mengandung pengertian hal-hal yang munkar, yang menurut al-Maududi adalah
nama untuk segala dosa dan kejahatan-kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk oleh watak
manusia sebagai jahat.

Sebagai halnya yang ma’ruf yang munkar pun banyak macamnya yang meliputi kejahatan dalam
bidang sosial, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, politik, dan sebagainya, seperti memperbodoh,
menyengsarakan dan menzalimi masyarakat, berbuat curang, berzina, korupsi, manipulasi,
memfitnah, memusuhi, menindas, menjatuhkan nama baik, menyudutkan, memalsukan, dusta, dan
lain sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemungkaran jika dibiarkan saja maka akan menjadi hal yang wajar, dan jika itu terjadi maka
semuanya akan mendapat siksa atau adzab dari Allah apapun bentuk kemungkaran harus kita cegah
semampu kita. Baik dengan perbuatan atau kekuasaan (tangan), dengan lisan (ucapan), ataupun
hanya sekedar dengan hati yaitu mengingkari perbuatan munkar tersebut. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
adalah menyuruh apa yang diperintahkan oleh syara’ dan dinilai baik oleh akal dan mencegah apa
yang dilarang syara’ dan dinilai buruk oleh akal. Namun apabila perbuatan itu dianggap baik oleh akal
sedangkan dianggap buruk oleh syara’ maka kita harus meninggalkannya. Dalam menyampaikan Amar
Ma’ruf Nahi Munkar harus dengan ilmu, kesabaran dan kelembutan. Kesesatan akan tersingkir jika
setiap umat dapat menjaga diri dengan petunjuk dari Allah.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini semoga kita bisa mendalami mata kuliah Tafsir 1, khususnya pada
pembahasan tentang Amr ma’ruf nahi munkar, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari dosen dan para pembaca kami harapkan.
Akhir kata mudah-mudahan makalah ini dapat memberi manfaat untuk pemabaca khususnya untuk
penulis sendiri. Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

Nata,Abuddin,Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy). (Jakarta: PT Raja Grafindo),


2002.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta: Lentera Hati),
2002.

Al-Mubarakfuri, Shafiurahman, Shahih Tafsir Ibnu Katsir( Terjemahan), Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,
2009.

As-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir, Tafsir Al-Quran –terjemahan dari kitab Taisiru al Kariim al-Rahman
fi Tafsir Kalaam al Mannan. Jakarta: Darul Haq, 2013.

Jalaluddin Mahalli, Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain, hlm. 58.

Al Qasim, Abdul Malik, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.pdf-terjemahan, Hlm. 4

1 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy). Hlm. 177-179.

3 Shafiurahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan) , Pustaka Ibnu Katsir, Bogor,
2009, vol. 2, hlm. 254-255

4 Abdurrahman bin Nashir A-Sa’di, Tafsir Al-Quran –terjemahan dari kitab Taisiru al-Kariim al-Rahman
fi Tafsir Kalaam al Mannan, Darul Haq, Jakarta, 2013, vol. 3, hlm. 327.

5 Abdul Malik Al-Qasim.Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.pdf-terjemahan, hlm. 4

Anda mungkin juga menyukai