Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

LANDASAN HUKUM DAKWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN


‫ﺍﻷﺳﺎﺱ ﺍﻟﻘﺎﻧﻭﻧﻲ ﻟﻠﺩﻋﻭﺓ ﻓﻲ ﻣﻧﻅﻭﺭ ﺍﻟﻘﺭﺁﻥ‬

(TAFSIR Q.S. ALI IMRAN 104)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Tafsir
Dakwah Dosen Pengampu: Dr. Hj. Yuyun Affandi, Lc,MA.

Oleh:

Oleh:
Aura Kalila Atsnawidya
Ifa Maftuhatul Jannah
Ratna Nirmala Rosyida 2101016087
Aniswa Miladi Qurrota A. 2101016101
Novi Anisa Putri 2101016
Dimas Andriansyah 2101016120
Aulia Nisa Fadhila 2101016128
Fidayatus Siyam 2101016137

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN WALISONGO SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah salah satu sumber hukum, dalil hukum, dan sebagia sebuah
petunjuk atau sebagai sumber ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah swt. Supaya
mampu menjadi makhluk yang mengenal sang maha pencipta, dan mampu mengemban
amanah sebagai khalifah Allah swt. Salah satu kajian menarik dan mendapat perhatian
besar dalam Al-Qur’an adalah permasalahan dakwah, karena dakwah dalam Islam
bertujuan untuk mengajak orang ke menuju ke jalan Allah demi mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat. Kata dakwah sendiri dengan berbagai variasinya didalam Al-
Qur’an berjumlah 212 kata yang mana belum termasuk sinonimnya. Ini menunjukkan
betapa besar perhatian Islam terhadap dakwah.
Dalam Al -Qur' an sendiri terdapat nilai-nilai pendidikan, muamalah, hukum,
bahkan dakwah. Yang akan pemakalah bahas disini adalah mengenai landasan hukum
dakwah yang terdapat pada surat Ali Imron ayat 104.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Surat Ali Imran ayat 104?
2. Apa saja mufrodat yang ada dalam ayat tersebut?
3. Apa Sebab Nuzul dari surah Ali Imran ayat 104?
4. Bagaimana Munasabah ayat sebelum dan sesudah dari surah Ali Imran ayat 104?
5. Bagaimana Tafsir ayat dari surah Ali Imran ayat 104?
6. Apa Sub bab tambahan yang dapaat diambil?
7. Apa hikmah dari surah Ali Imran ayat 10
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat Dan Terjemah

ٓ
‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْٱل ُمن َك ِر ۚ َوُأ ۟و ٰلَِئكَ هُ ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم ُأ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ ِإلَى ْٱلخَ ي ِْر َويَْأ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.

B. Mufrodat Kata Yang Sulit

‫َو ْلتَ ُك ْن‬ = Dan Hendaklah

َ‫يَ ۡد ُعون‬ = Menyeru


‫ۡٱلخَ ي‬ = Kebaikan
‫ = َويَْأ ُمرُون بِ ْٱل َم ْعرُوف‬Mengajak kepada Ma’ruf
‫ = يَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْٱل ُمن َكر‬Mencegah dari yang munkar
َ‫ = ْٱل ُم ْفلِحُون‬Orang-orang yang beruntung

C. Sabab Nuzul
Adapun penyebab turunnya surat Ali Imron ayat 104 dikarenakan pada zaman
jahiliyah sebelum Islam terdapat dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj Suki tersebut
selalu bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut
berakhir setelah Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada
akhirnya Suku Aus; yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan, secara
damai dan penuh keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku
Aus dengan Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal
sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan kedamaian
mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus dan
Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi antara Aus dengan
Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-
masing, saling caci maki dan mengangkat senjata. Namun, beruntung Rasulullah SAW
yang mendengar peristiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka: Apakah kalian
termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua
dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan
jahiliyah? Setelah mendengar nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling
berpalukan. Sungguh peristiwa itu adalah seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa.

D. MUNASABAH AYAT ALI-IMRAN 104


Munasabah surat Ali-Imran ayat 104 dengan ayat berikutnya yaitu pada surat ayat
110, baik secara lafadz maupun makna. Keduanya mengandung nilai yang harus
dibangun untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas khaira ummah (umat terbaik),
atau seperti yang dituliskan oleh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya, At-Tahrir wa al-
Tanwir, sebagai afdhalul umam (umat paling unggul). Perbedaannya, redaksi yang
digunakan diayat 104 berbentuk instruksi Ilahi, sedangkan ayat 110 dalam bentuk
deklarasi Ilahi, bahwa masyarakat yang terdiri dari individu yang beriman adalah umat
ideal yang layak dijadikan contoh.
Dalam tafsir Fi Zilal Al-Qur’an, Sayyid Qutb menjelaskan munasabat ayat Ali Imran
104 dengan ayat 102 mengenai dua pilar yaitu, iman dan ukhuwah. Di jelaskan bahwa
hubunga dakwah kepada kebajikan dan perintah kepada hal ma’ruf dan larangan kepada
hal yang munkar. Hal itu adalah sebuah kosekuensi logis dalam melaksanakan tugas
sebagai seorang yang beragama Islam. Menegakkan manhaj Allah dengan berdasarkan
dua pilat tersebut yaitu iman dan ukhuwah.

E. Tafsir Ayat

‫ولِٓئكَ هُ ُم‬
ٰ ُ‫ۗ وا‬ ِ ْ‫َو ْلتَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْد ُعوْ نَ اِلَى ْالخَ ي ِْر َويَْأ ُمرُوْ نَ بِا ْل َم ْعرُو‬
َ  ‫ف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر‬
َ‫ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung."
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk
menempuh jalan yang lurus serta mengajak orang lain untuk menempuh jalan yang lurus
juga yaitu jalan kebajikan dan ma’ruf. Ayat ini juga menjelaskan terkait dakwah
Islamiyah, yang merupakan perintah yang harus dilakukan oleh umat manusia.
Berdasarkan dalam kitab Tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab. Kata (‫) ِم ْن ُك ْم‬
minkum pada ayat ini berarti sebagian, yang kemudian ada ulama yang memahami arti
tersebut dengan perintah dakwah yang dipesankan dalam ayat ini tertuju pada sebagian
orang saja dan tidak tertuju pada semua orang. Akan tetapi, ada juga ulama yang
mengartikan atau memfungsikan kata minkum ini dalam asti penjelasan, sehingga ayat ini
merupakan suatu perintah kepada setiap orang muslim untuk berdakwah sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.
Bagi ulama yang memahami ayat ini sebagai sebuah perintah berdakwah bagi
sebagian orang, maka ayat ini mengandung dua macam perintah yaitu yang pertama
adalah kepada seluruh umat islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok
khusus yang bertugas melaksanakan dakwah; dan yang kedua adalah kepada kelompok
khusus tersebut untuk melakukan dakwah kepada kebajikan dan mencegah
kemungkaran. Sedangkan bagi ulama yang memahami perintah berdakwah untuk setiap
orang muslim bermaksud tidak menutup kewajiban setiap muslim untuk saling
mengingatkan, yang artinya setiap orang wajib untuk saling mengingatkan tentang
kebenaran sebagaimana berdasar pada surah Al-asr.1
Selanjutnya, ayat ini menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah
berdakwah. Pertama adalah kata ( َ‫ ْد ُعوْ ن‬wَ‫ )ي‬yad’un yakni mengajak dan kedua adalah (
َ‫ْأ ُمرُوْ ن‬wwwَ‫ )ي‬ya’murun yakni memerintahkan. Sayyid Quthub mengemukakan bahwa
penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukkan keharusan adanya dua kelompok
dalam masyarakat islam. Kelompok pertama bertugas mengajak dan kelompok kedua
bertugas memerintah atau melarang.(Shihab, 2000:163). Yang diperintahkan dalam ayat
ini bekaitan dengan dua hal pula, mengajak dikaitkan dengan al-khair dan memerintah
berkaitan dengan al-ma’ruf (perintah melakukan) dan al-munkar (perintah tidak
melakukan). Al-khair adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-qur’an dan Sunnah
sedangkan Al-ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu
masyarakat yang masih sejalan dengan al-khair.
Berdasarkan dalam kitab Tafsir Jalalain, ‫(و ْلتَ ُكنْ ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْدع ُْونَ اِلَى ا ْل َخ ْي ِر‬Hendaklah
َ ada
diantara kamu satu golongan yang menyeru kepada kebaikan) ajaran islam- ‫َويَْأ ُم ُر ْونَ ِبا‬
‫َن ا ْل ُم ْن َكر‬ ِ ‫ ُر ْو‬V‫( ْل َم ْع‬dan menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang
ْ V‫ف َويَ ْن َه‬
ِ ‫ونَ ع‬V
mungkar, merekalah) yakni orang-orang yang menyeru, yang menyuruh dan yang

1
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2000, h. 163
melarang tadi- ‫( ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُح ْون‬orang-orang yang beruntung) atau berbahagia. Min disini
untuk menunjukkan “sebagian” karena apa yang diperintahkan itu merupakan fardhu
kifayah yang tidak mesti bagi seluruh umat dan tidak pula layak bagi setiap orang,
misalnya orang bodoh.2
Berdasarkan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Abu Ja’far al-Bariq
berkata Rasulullah SAW pernah membaca ayat ) ِ w‫" َو ْلتَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْد ُعوْ نَ اِلَى ْال َخ ْي‬Dan
( ‫ر‬w
hendaklah ada dt an tara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan." Lalu
beliau bersabda:3
(‫ع ْالقُرْ ٓا ِن َو ُسنَّتِ ْي‬ ْ
ُ ‫)الخَ ْي ُر اِتِّبَا‬
"Kebajikan itu adalah mengikuti al-Qur'an dan Sunnahku." (HR. Ibnu Mardawaih).
Maksud dari ayat ini adalah hendaklah ada segolongan dari umat islam yang siap
memegang peran ini(berdakwah), meskipun hal tersebut merupakan suatu kewajiban
bagi setiap individu(umat) untuk melakukannya sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab kitab Shahih Muslim.4

(‫ َو َذلِكَ َأضْ َعفُ اِإْل ْي َما ِن‬،‫َط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه‬


ِ ‫ فَِإ ْن لَ ْم يَ ْست‬،‫ فَِإ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه‬،‫) َم ْن َرَأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه‬
"Barangsiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika
tidak mampu, maka hendaklah ia merubah dengan lisannya dan jika tidak mampu juga,
maka hendaklah ia merubah dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan selemah-
lemah iman." (HR. Muslim)
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
(‫ْس َو َرا َء َذلِكَ ِمنَ اِإْل ْي َما ِن‬
َ ‫) َولَي‬
"Dan setelah ketiganya (tangan, lisan, dan hati) itu, maka tidak ada lagi iman meskipun
hanya sebesar biji sawi."

َ ‫ َك َّن هّٰللا ُ َأ ْن يَ ْب َع‬w ‫ َأوْ لَيُوْ ِش‬،‫ف َولَتَ ْنهَ ُو َّن ع َِن ْال َم ْن َك ِر‬
(‫ا ِم ْن‬wwً‫ث َعلَ ْي ُك ْم ِعقَاب‬ wِ ْ‫ لَتَْأ ُمر َُّن بِ ْال َم ْعرُو‬،‫َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه‬
ُ‫تَ ِجيْب‬wwww‫ ثُ َّم لَتَ ْد ُعنَّهُ فَالَ يَ ْس‬،‫ ِد ِه‬wwww‫ِع ْن‬
‫)لَ ُك ْم‬
"Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah kemunkaran, atau Allah akan menyegerakan penurunan
2
Imam Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2008, h. 249
3
M. Abdul Ghoffar, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2001, h. 107
4
Ibid, h. 108
adzab untuk kalian dari sisi-Nya, lalu kalian berdo'a memohon kepada-Nya dan Dia tidak
mengabulkannya untuk kalian." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi berkata,
hadits ini hasan).

F. Sub Judul Tambahan


1. Hukum Berdakwah dalam al Quran
Dakwah merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslim, dengan mengacu kepada
perintah allah swt dan al-qur’an dan hadist. Adapun landasan yang mewajibkan seorang
muslim melaksanakan dakwah itu tertera dalam al-qur’an dalam surat Ali Imran ayat 110
yang berbunyi:
‫ۗ ولَوْ ٰا َمنَ اَ ْه ُل‬ ‫هّٰلل‬ wِ ْ‫س تَْأ ُمرُوْ نَ بِا ْل َم ْعرُو‬
َ  ِ ‫ف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُْؤ ِمنُوْ نَ بِا‬ ِ ‫ت لِلنَّا‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم َخي َْر اُ َّم ٍة اُ ْخ ِر َج‬
‫ب لَ َكا نَ خَ ْيرًا لَّهُ ْم ۗ  ِم ْنهُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ َواَ ْكثَ ُرهُ ُم ْال ٰف ِسقُون‬ ِ ‫ْال ِك ٰت‬

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu
menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah.Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.
Pada ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari yang mungkar (dakwah) adalah suatu kewajiban bagi para kaum
muslimin.
Selain itu allah menyinggung kembali dalam al quran mengenai kewajiban berdakwah
bagi setiap muslim yaitu pada pada surat an-nahl ayat 125 yang berbunyi;

َ wُ‫نُ  ۗ اِ َّن َربَّكَ ه‬w‫ا لَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس‬wwِ‫ا ِد ْلهُ ْم ب‬ww‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َربِّكَ بِا ْل ِح ْك َم ِة َوا ْل َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َج‬
‫و اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬w ُ ‫اُ ْد‬
َ‫ض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوه َُو اَ ْعلَ ُم بِا ْل ُم ْهتَ ِد ْين‬َ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
Dari ayat di atas jelaslah bahwa kita diwajibkan untuk menyeru kepada sesama umat
muslim dengan cara yang ditentukan yaitu dengan cara yang bijaksana dan dengan cara
yang baik pula. Kita harus berdakwah kepada orang lain dengan tidak melalui paksaan
dan mengajak mereka kepada kebaikan atau jalan menuju ridho-NYA. Kewajiban
menyampaikan ajaran islam dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan.karena islam
adalah agama yang meliput seluruh bidang kehidupan pada manusia.
Sebagai contoh, dalam suatu kota banyak orang yang melakukan perzinaan dan ada
seorang yang melarang untuk melakukan hal tersebut dalam artian dia berdakwah
dakwahnya dalam bentuk larangan. Inilah yang dikehendaki dengan wajib kifaya 5,
sedangkan wajib kifaya yaitu apabila telah tewakilkan dakwah tersebut maka sudah
gugur dosa orang-orang yang berada pada daerah tersebut.

2. Hukum Dakwah Dalam Hadis


Selain al-Qur’an, di dalam hadits Juga terdapat perintah atau suruhan untuk Melakukan
dakwah. Hukum dakwah ini Nampaknya juga akan berbeda pada setiap Orang
tergantung situasi dan kondisi yang Dialami orang tersebut dalam pandangan Hukum.
Abu Sa’id Al-Khudry ra. Berkata, Aku Mendengar Rasulullah SAW, bersabda;

‫ ثم‬، )‫ إن لم يقدر على ذلك (ألنه ليس له قوة وال قوة‬، )‫من رأى الشر بينكم فليمنعه بيده (عنف أو قوة‬
‫ل‬ww‫عيف مث‬ww‫انه) ض‬ww‫ (بلس‬.‫در‬ww‫انه وإن لم يق‬ww‫بلس‬
‫اإليمان‬

“Barangsiapa diantara kamu melihat Kemungkaran, maka hendaklah ia mencegah


Dengan tangan (kekerasan atau kekuasaan), Jika ia tidak sanggup dengan demikian
(sebab tidak memiliki kekuatan dan Kekuasaan), maka dengan lidahnya, dan jika Tidak
mampu (dengan lidahnya) yang Demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR.
Muslim)6
Dengan demikian berdasarkan hadits Tersebut menurut hadis di atas ada dua macam
Hukum dakwah yaitu hukum secara umum Dan hukum secara khusus. Hukum secara
Umum adalah bahwa pelaksanaan kegiatan Dakwah ditetapkan sebagai kewajiban yang
Hukumnya fardu kifayah. Hal ini disebabkan Karena tidak mungkin semua orang
memiliki Potensi sebagai muballigh dan dapat Melaksanakan dakwah dengan baik.
Sedangkan hukum secara khusus adalah Ketetapan hukum yang dijatuhkan kepada
Seseorang yang keluar dari hukum fardu Kifayah, disebabkan oleh tingkatan kemampuan
dan ketidak mampuan seseorang.

5
Yuyun Affandi, Tafsir Kontemporer Ayat Dakwah, Karya Abadi, 2005, h. 10-11
6
Mustafa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu, Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah, (Jakarta: 1998),
h. 289)
Ada tiga cara dakwah yang diajarkan pada hadits tersebut.
Pertama mencegah dengan tangan Atau dengan kekuasaan atau jabatan yang Dimiliki
seseorang, yang dengan jabatan atau Wewenang yang dimilikinya dia akan Didengarkan
orang atau orang akan Menyeganinya.
Kedua dengan cara lisan Yaitu berbicara dengan kebenaran yang Dilontarkan kepada
mereka yang melakukan Kemungkaran dan orang ini harus Mempunyai mental yang
cukup kuat dan Dalam melakukan tindakan pencegahan Kemungkaran.
Ketiga dengan hati, ini Merupakan jalan terakhir untuk menasehati Orang lain yaitu
merupakan selemah-lemah Keadaan seseorang, setidak-tidaknya ia masih Tetap
berkewajiban menolak kemungkaran Dengan hatinya kalau ia masih dianggap Allah
sebagai orang yang memiliki iman, Walaupun iman yang paling lemah, yakni Mentalnya
tidak sanggup untuk mencegah Kemungkaran. Penolakan kemungkaran Dengan hati
merupakan batas minimal dan Benteng tempat penghabisan dari upaya Pencegahan
kemungkaran.

G. HIKMAH
1. Manusia bisa saling mengingatkan untuk bisa berbuat baik dan meninggalkan
perbuatan buruk sehingga tercipta kehidupan yang damai, aman, dan bahagia.
2. Belajar sabar dalam menegakkan agama Allah SWT bahwa tidak semua orang bisa
menerima apa yang kita sampaikan.
3. Memahami bahwa yang bisa menggerakkan hati manusia adalah Allah SWT dan
tugas kita sebagai manusia hanya untuk menyampaikan kebaikan saja.
4. Bisa menerima dan paham bahwasanya Allah SWT pasti akan menguji seseorang
yang akan berdakwah.
5. Seseorang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh untuk berbuat yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar termasuk orang-orang yang beruntung.
6. Menyeru kebaikan kepada orang lain juga sebagai alat untuk da’i bisa berubah lebih
baik lagi karena ketika kita menyuruh seseorang untuk berbuat demikian tetapi kita
tidak melakukan atau mencerminkan perbuatan yang serupa, maka itu tidak termasuk
mencontohkan hal yang baik.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam surah Al-Imran ayat 104 menjelaskan bahwa diharapkan adanya
sekelompok orang yang bisa mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah kemunkaran. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat dalam
menafsirkan ayat tersebut. Ada yang mengatakan bahwa berdakwah itu boleh
diwakilkan oleh sekelompok orang yang memang memiliki kemampuan untuk
menegakkan agama Allah. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa wajib hukumnya
bagi semua umat muslim untuk selalu mengingatkan satu sama lain dalam hal
kebaikan. Pada intinya ketika kita mampu untuk melakukan atau menyebarkan
kebaikan maka lakukanlah. Tetapi perlu diperhatikan bahwa sebelum kita menyeru
kebaikan kepada orang lain, sebaiknya kita memperbaiki diri kita terlebih dahulu agar
orang lain mau mengikuti dan percaya atas apa yang kita serukan karena kita juga
mencontohkan yang demikian.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Yuyun. 2005. Tafsir Kontemporer Ayat Dakwah. Karya Abadi
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin. 2008. Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Jilid 1. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Ghoffar, M.Abdul. 2001. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i
Shihab, M.Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati

Anda mungkin juga menyukai