Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ILMU TAFSIR TENTANG SURAH ALI-IMRAN AYAT 104

Guru Pembimbing :Fauzi Asri, S.pd.i

DISUSUN OLEH :

Ahmad Arifin
Ahmad Luthfi Mubasysyir
Aidul Akbari
Akhmad Zainal Fajar Sidik
Dhea Natasya
Armijiah

ILMU TAFSIR
MADRASAH ALIYAH
ULUMUL QUR’AN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.Tanpa pertolongan-
Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik.Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata pelajaran Ilmu
Tafsir.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian,
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

MA Ulumul Qur’an, 25 September 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...II
DAFTAR ISI…………………………………………………………………................III
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………....2
C. Tujuan…………………………………………………………………......2

BAB II PEMBAHASAN

A. Q,S Ali-Imran Ayat 104…………………………………………………..3


B. Asbabun Nuzul……………………………………………........................3
C. Mufradat Penting …………………….…………………………...………4
D. Penjelasan……………………………………………..............................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………….6

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...7
BAB I

PENDAHULUAN

Dakwah adalah komunikasi, karena komunikasi adalah kegiatan informatif, yakni


agar orang lain mengerti, mengetahui dan kegiatan persuasif, yaitu agar orang lain bersedia
menerima suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu faham atau keyakinan, melakukan
suatu kegiatan atau perbuatan dan lain-lain. Keduanya (dakwah dan komunikasi)
merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.

Dakwah disebut komunikasi, akan tetapi komunikasi belum tentu dakwah, adapun
yang membedakannya adalah terletak pada isi dan orientasi pada kegiatan dakwah dan
kegiatan komunikasi. Pada komunikasi isi pesannya umum bisa juga berupa ajaran agama,
sementara orientasi pesannya adalah pada pencapaian tujuan dari komunikasi itu sendiri,
yaitu munculnya efek dan hasil yang berupa perubahan pada sasaran. Sedangkan pada
dakwah isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan orientasinya adalah penggunaan metode
yang benar menurut ukuran Islam. Dakwah merupakan komunikasi ajaran-ajaran Islam dari
seorang da’i kepada ummat manusia dikarenakan didalamnya terjadi proses komunikasi.

A. Latar belakang masalah

Dakwah merupakan suatu proses motifasi agar manusia melakukan kebaikan dan
melarang manusia berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan
akhirat.

Masyarakat Makkah memelihara kedudukan tata nilai yang tinggi dan istimewa,
karena hal semacam itu memberikan kehidupan yang makmur.

Kaum Quraisy memandang diri mereka lebih mulia dari bangsa arab. Jika kaum Quraisy
tunduk kepada Nabi Muhammad SAW, itu sama artinya menyerahkan semua kekuasaan
kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak akan membedakan antara kenabian
dan kekuasaan.

Dengan pokok pikiran tersebut, kami tertarik untuk menuangkan fikiran dan
masalah kewajiban berdakwah dalam bentuk makalah.
B.Rumusan masalah

✓ Bagaimana kewajiban berdakwah yang terkandung dalam Q.S Alu-Imran :


104 ?

C.Tujuan Penulisan Makalah

✓ Mampu memahami kewajiban berdakwah yang terkandung dalam Q.S Alu-


Imran:104
BAB II
PEMBAHASAN
A.Q.S ALI-IMRAN:104

ََ‫ع ْونََ الَى ْال َخيْرَ َويَأ ْ ُم ُر ْون‬ُ ‫ن م ْن ُك َْم ا ُ َّمةَ يَّ ْد‬ َْ ‫َو ْلت َ ُك‬
ٰۤ ُ
ََ ‫عنَ ْال ُم ْن َكرََۗ َواول ِٕى‬
‫ك‬ َ ََ‫ب ْال َم ْع ُر ْوفَ َويَ ْن َه ْون‬
ََ‫ُه َُم ْال ُم ْفل ُح ْون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)
B. ASBABUN NUZUL

Pada zaman jahiliyah sebelum Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj yang
selalu bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut
berakhir setelah Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada
akhirnya Suku Aus; yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan, secara
damai dan penuh keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku
Aus dengan Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal
sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan kedamaian
mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus dan
Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi antara Aus dengan
Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-
masing, saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah SAW yang
mendengar perestiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka: Apakah kalian
termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua
dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan
jahiliyah?. Setelah mendengar nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling
berpalukan. Sungguh peristiwa itu adalah seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa.
Demikianlah asbabun nuzul.
C.MUFRADAT PENTING

َ‫=ال َخيْر‬ْ Kebajikan


ََ‫= ُه َُم ْال ُم ْفل ُح ْون‬Orang yang beruntung
D.PENJELASAN

segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Kata minkum pada ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dalam arti sebagian,
sehingga dengan demikian,perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju
pada setiap orang.Bagi yang memahami demikian,ma
ka ayat ini buat mereka mengandung dua macam perintah; yang pertama kepada
kepada seluruh umat islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang
bertugas melaksanakan da’wah, sedang perintah kedua adalah kepada kelompok khusus
itu untuk melaksanakan da’wah kepada kebajikan dan ma’ruf dan mencegah kemunkaran.
Selanjutnya, ditemukan ayat di atas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka
perintah berda’wah. Pertama adalah kata Yad’una yakni mengajak, dan kedua adalah
Yakmuruna yakni memerintahkan. Sayyid Quthub dalam tafsirnya mengemukakan bahwa
penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukan keharusan adanya dua kelompok dalam
masyarakat islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak dan kelompok kedua yang
bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah memiliki kekuasaan di
bumi. “ajaran Ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat, petunjuk dan penjelasan. Ini adala
salah satu sisi, sedang sisinya kedua adalah melaksanakn kekuasaan memerintah dan
melarang, agar ma’ruf dapat wujud, dan kemungkaran dapat sirna”.

Nilai-nilai itu dapat bebeda antara satu tempat/waktu dengan tempa/waktu yang lain.
Perbedaan, perubahan, dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai unifersal.

Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dengan kata Al-Khair
dan Al-Ma’ruf.Al-Khair adalah nilai unifersal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan Sunah.
Sedangkan al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat
selama sejalan dengan al-Khair.Adapun al-Munkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh
suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.
Paling tidak adadua hal yang perlu di garis bawahi berkaitan dengan ayat diatas.
Pertama, nilai-nilai Ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasive
dalam bentuk ajakan yang baik. Kedua, adalah al-Ma’ruf, yang merupakan kesepakatan
umum masyarakat. Ini sewajarnya diperintahkan, demikian juga al-Munkar seharusnya
dicegah, baik yang memerintahkan dan mencegah itu pemilik kekuasaan maupun bukan.

Syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Wajib bagi orang yang melaksanakan dakwah memenuhi syarat-syarat agar ia dapat
melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, dan bisa menjadi contoh saleh yang
menjadi panutan dalam ilmu dan amalnya:

1. Mengetahui al-Qur’an as-Sunah, sejarah perjalanan Nabi dan khulafaur rasidin

2. Mengetahui kondisi bangsa yang didakwahi baik menyangkut karakter, perilaku


atau budaya mereka.

3. Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah
memerintah para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa
Yahudi.

Mengetahui agama-agama dan madzha-madzhab yang berkembang, sehingga dapat


mengerti mana praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama.
BAB III

PENUTUP

AKESIMPULAN

Orang yang diajak bicara dalam ayat ini ialah kaum mu’minin seluruhnya. Mereka
terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban ini.
Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok tersebut mempunyai
dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan mengawasi perkembangannya
dengan kemampuan optimal. Sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau
penyimpangan dalam hal ini (amar ma’ruf nahi munkar), segera mereka
mengembalikannya ke jalan yang benar. Kaum mukminin di masa permulaan islam
berjalan pada system ini, yaitu melakukan pengawasan terhadap orang orang yang
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan umum.
DAFTAR PUSTAKA

Isawi, Muhammad Ahmad. 2009. Tafsir Ibnu Mas’ud. Jakarta : Pustaka Azzam.
Shaleh, Qamaruddin, dkk. 1995. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
ayat Al-Qur’an. Bandung : CV. Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai