Anda di halaman 1dari 16

TAREKAT MALAMATIYAH

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tassawuf II

Disusun oleh:
Andrian (1820010)

Dosen pengampu:
Jajang Saeful Zaman S. Kom.I., MM

PRODI KEUANGAN PERBANKAN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI LATIFAH MUBAROKIYYAH

SURYALAYA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Tassawuf II tentang Tarekat Malamatiyah. Makalah ini
telah saya susun dengan maksimal.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Ciamis, 06 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

A. Latar belakang .............................................................................................. 4

1. Pengertian Tarekat .................................................................................... 4

2. Aliran-Aliran Tarekat ............................................................................... 5

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 7

A. Sejarah Dan Tokoh Tarekat Malamatiyah .................................................... 7

B. Muamalah Tarekat Malamatiyah ................................................................ 12

1. Malamah Istiqamah Sirri ........................................................................ 12

2. Malamah al-Qashd ................................................................................. 13

3. Malamah al-Tark .................................................................................... 13


BAB III PENTUP ........................................................................................................................... 15
A. SIMPULAN ....................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 16
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

1. Pengertian Tarekat

Ada beberapa definisi terkait masalah tarekat, yang pertama dalam


tinjauan etimologi bahwa tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu al-
Tharq, jamaknya al-Thuruq merupakan isim Musytaraq, yang secara
etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.
Sedangkan menurut terminology ada beberapa ahli yang
mendefinisikan tentang tarekat, diantaranya menurut Abu Bakar Aceh,
tarekat adalah petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan
ajaran yang ditentukan dan diajarkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat
dan tabi’in, turun temurun sampai pada guru-guru, sambung-
menyambung dan rantai-berantai. Atau suatu cara mengajar dan
mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang
mengikat penganut-penganut sufi, untuk memudahkan menerima ajaran
dan latihan-latihan dari para pemimpin dalam suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus
ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin
dengan Allah.
Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai
pengamalan syari’at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan
menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak
boleh dipermudah.
Zamakhsyari dhofier memberikan definisi terhadap tarekat sebagai
suatu istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap
lagi “jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan
tarekat tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-
batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi
Allah.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat
adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai
dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri
dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat
yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan
tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat,
tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’
yang menyambung hingga pada masa kini.

2. Aliran-Aliran Tarekat

Sejak awal kemunculannya, tarekat terus mengalami perkembangan


dan penyebarluasan ke berbagai negeri, sejalan dengan tumbuh dan
berkembangnya aliran aliran didalam tarekat. Dalam kitab Dairatul
Ma’arif al Islamiyah disebutkan ada 163 aliran tarekat,yang salah satu
diantaranya memiliki 17 cabang.
Sementara syeikh Muhammad Taufiq Al Bakri dalam
Kitabnya Baitus Shiddiq, menyebutkan aliran-aliran tarekat di dunia
Islam (yang lama dan yang baru) kurang lebih sekitar 124 aliran tarekat.
Dari sekian banyak aliran tersebut, oleh Jam’iyyah Ahli At-Tarekat
Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah dikelompokkan
menjadi mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah . Yang dimaksud Thoriqoh
Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttasil
(bersambung) sampai kepada Rosululloh. Beliau menerimanya dari
malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril dari Allah SWT. Sehingga dapat
diikuti dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43 aliran tarekat.
Sedangkan Tarekat Ghairu Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang tidak
memiliki kriteria seperti Tarekat Mu’tabarah, dan jumlahnya adalah
sisanya yang ada.
Disini, saya akan menyampaikan secara lebih detail mengenai salah
satu Tarekat yang Mu’tabarah yaitu Tarekat Malamatiyah.

B. Rumusan Masalah

1. Sejarah dan tokoh Tarekat Malamatiyah?


2. Sipa pendiri Tarekat Malamatiyah?
3. Bagaimana muuamalah Tarekat Malamatiyah?
BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Dan Tokoh Tarekat Malamatiyah

Malamatiyah adalah nama tarekat yang mulai berkembang pada


pertengahan abad ke 3H. Di Naisabûr kota Khurosan (Persia). Tarekat ini
juga dikenal denga nama Al-Qushâriyah (‫ )القصارية‬atau Al-Hamduniyah
(‫ )الحمدونية‬kedua nama ini dinisbatkan kepada Hamdun bin Ahmad bin
Amarah Al-Qashar (w. 271 h). Beliau yang menyebarkan tarekat
malamatiyah ini.
Nama lengkapnya adalah Abû Shâlih Hamdûn bin Ahmad bin
Ammarah al-Qushshâr Al-Naisabûri, tidak diketahui tahun kelahirannya,
beliau wafat tahun 271 H. Di kebumikan di pemakaman Al-Khairah dalam
Kitab Thabaqât al-Shûfiyah, hlm 109, dikebumikan pemakaman khaidah
dalam kitab al-thabâqat al-kubra, hlm 121, beliau terkenal sebagai ulama
fikih madzhab Sufyan bin Sa’id al-Tsauri (77-161 H), dan Sufi.
Syaikh Syihabûddin Abi Hafs Umar Al-Suhrawardi (539-632 H).
Membahas tarekat malâmatiyah dalam Kitab awârif al-ma’ârif, halaman:
82, dan juga diambil dari kitab al-kawâkib al-durriyah fi tarjami al-sâdat Al-
shûfiyah, juz 1, halaman: 165 nomor: 243, arti malâmatiyah adalah orang-
orang yang mengharapkan hinaan dan cacian terhadap diri sendiri.
Syaikh Hamdun al-Qashar melihat kenyataan manusia, bahwa nafsu
itu menggunakan banyak metode untuk meluapkan kesenangan (syahwat).
Sementara ikhlâs yang benar itu sangat langka dan sulit untuk sampai pada
maqâm ikhlas.
Ada pendapat lain bahwa tarekat malâmatiyah disandarkan kepada
Abû Hafs al-Haddad al-Malamati (w.204 H.), beliau yang meletakkan dasar-
dasar tarekat malâmatiyah ini sebagai berikut:
1. Kaum yang mengisi waktu dengan beribadah kepada allah swt
yang haq;
2. Selalu menjaga sirrinya;
3. Mereka mencela diri sendiri ketika macam-macam ibadah yang
dilakukan diketahui orang lain;
4. Mereka menampakkan perbuatan-perbuatan yang jelek dan
menyimpan rapat-rapat kebaikannya sehingga orang lain
mencelanya karena yang mereka lihat adalah perbuatan lahir
semata;
5. Pengikut tarekat ini akan mencela diri sendiri jika orang lain
mengetahui sisi batinnya, (al-hujwiri, kasyf al-mahjûb, halaman:
259. Mengutib dari kitab al-malâmatiyah wa al-shufiyah,
halaman: 89).
Syaikh Abû Hafs al-Haddad al-Malamati mengambil pelajaran dari
Syaikh Syaqiq al-Balkhi (w. 194 H.) Dari Ibrâhîm Ibn Adhan bin Mansur
bin Zaid bin Jabir bin Tsa’labah bin Ajali (w. 160 H.) Dari Hasan Basri dari
Saiyidina ‘Ali dari Nabi Muhammad.
Nama tarekat ini tidak disandarkan kepada pendiri atau pengembang
tarekat ini tetapi diambil dari ciri khusus penganut malâmatiyah yaitu suka
mencela diri sendiri (‫)لوم المالمتى نفسه‬. Kata malâmatiyah berasal dari kata
laum (‫و َمالمة‬-‫و َمالما‬-‫لوما‬-‫يلوم‬-‫ الم‬,)‫ لوم‬yang berarti mencela, mengecam dengan
keras (warson munawir, al-munawir: 1392). Maksudnya adalah pengikut
tarekat malâmatiyah meyakini bahwa diri tidak memiliki bagian apapun di
dunia ini secara mutlaq, mereka merasa tenang dan bahagia ketika dicela
karena mereka berkeyakinan bahwa dirinya sangat jelek, hal ini dilakukan
untuk melawan tabiat nafsu (‫ )مخالفة النفس‬yaitu suka pamer (riya), cinta dunia,
jabatan, (al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjûb, halaman: 259).
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, maka kelak allah akan mendatangkan suatu kaum
yang allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya)
lagi maha mengetahui”.(QS. Al-Maidah: 54)
Maksud (‫ )لوم الناس‬adalah pengikut malâmatiyah memandang bahwa
hubungannya dengan Allah SWT adalah rahasia (sirri) sehingga tidak patut
untuk diketahui orang lain. Mereka sangat suka untuk menyembunyikan
rahasia tersebut. Jika rahasia ini terungkap maka akan membuat kekasihnya
cemburu, karena orang yang terpaut dengan kekasihnya tidak menyukai
orang lain datang kepada kekasihnya. Bahkan dalam kecintaan yang tinggi,
seseorang akan membenci pada orang lain yang memperlihatkan perhatian
pada kekasihnya. Rasulullah SAW adalah panutan, imâm bagi ahli haqiqat,
panutan bagi para pecinta (muhibbin). Diceritakan dalam kitab Shirah
bahwa nabi Muhammad SAW. Dalam awal penyampaian risalah kenabian
banyak menghadapi hinaan, cacian, makian, perkataan kotor, perbuatan-
perbuatan yang menyakitkan, bahkan nabi pernah dilempari batu hingga
berdarah tetapi nabi menghadapi dengan sabar dan do’a yang baik.
Pengikut tharîqat ini merasa kuatir membuat kecemburuan di hati
manusia ketika keadaan dan rahasia-rahasia itu terungkap pada manusia
dengan pujian dan sanjungan yang patut diungkapkan. Maka pengikut
malâmatiyah malah sengaja melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa
menarik hinaan dan kebencian manusia. Sudah menjadi sunnatullah bahwa
ketika Allah SWT cinta kepada seorang hamba-Nya akan memberi potensi
kepada makhluk untuk berbuat yang menyakitkan agar engkau tidak merasa
tentram kepada mereka (Syarh al-Hikam, juz 2, halaman: 57-58), dan Allah
SWT menjadikan seluruh alam untuk mencacinya, tetapi Sâlik Malâmatiyah
tidak memperdulikan hinaan dan cacian demi menyelamatkan rahasia-
rahasianya bersama Allah SWT (kekasihnya).
Salik menyembunyikan segala bentuk kebaikan dari pandangan
manusia untuk menyelamatkan rahasia-rahasianya sehingga manusia tidak
melihat kebaikan yang melekat pada diri sâlik dan tidak membuat mereka
kagum, sâlik merasa tenang dan senang terhadap hinaan, untuk
menghilangkan sifat ujub, sâlik menampakkan perbuatan-perbuatan jelek
dan menyembunyikan perbuatan baik. Ini adalah pokok ajaran yang kuat
dalam jalan menuju kepada Allah SWT, karena tidak ada hijab bahaya yang
lebih sulit dibuka dibanding manusia yang menganggap dirinya lebih baik
dari orang lain.
Sifat pada `ujub muncul didorong oleh 2 hal, yaitu:
1. Mencari kedudukan dan pujian di hadapan manusia. Contoh;
seseorang melakukan amal kebaikan untuk mendapatkan simpati
manusia, lalu dia memuji diri sendiri dan melihatnya sebagai
orang yang penuh kebaikan;
2. Suatu perbuatan seseorang untuk memperoleh simpati manusia
lain lalu mereka memujinya dan orang tersebut merasa `ujub
(merasa lebih baik dari yang lain).
Imâm Ghazali dalam kitab Raudhah al-Thalibîn, bab ke 15 dan al-
Majmû’ al-Rasâil, halaman: 132. Menyatakan wajib bagi hamba menjaga
amal dari 10 hal (yang bisa merusak amal) yaitu: sifat nifaq, riya,
mencampur amal, ingin mendapat imbalan, merusak amal, penyesalan
terhadap amal baik, ujub, malas dalam amal, meremehkan dan takut dicaci-
maki manusia.
Allah SWT menutup anugerah kepada kekasih-Nya yang menempuh
jalan kepada-Nya sehingga amal perbuatannya tidak disukai makhluk
walaupun perbuatannya baik, karena mereka tidak bisa melihat hakikat dan
kesungguhannya walaupun amal perbuatannya banyak. Karena manusia
tidak melihat sekitarnya dan kekuatan jiwanya.
Para Sâlik Malâmatiyah tidak ‘ujub (menganggap baik) terhadap
dirinya sendiri, sehingga mereka mampu menjaga dirinya dari ‘ujub.
Barangsiapa senang terhadap perbuatan baik manusia tidak senang
terhadapnya. Barangsiapa memilih dirinya sendiri maka kebaikan tidak
akan memilihnya.
Azazil (nama asli Iblis) (Nashâih al-Îbâd, halaman: 57) sangat
dicintai makhluk. Sementara Allah SWT dan para malaikat tidak menyukai
Iblis. Karena Azazil atau Iblis menganggap dirinya lebih baik dari nabi
Adam As., sehingga Iblis tidak disukai dan akhirnya mendapat laknat Allah
SWT.
Malaikat merupakan makhluk Allah SWT yang sangat menyukai
kebaikan sehingga anak Adam As. tidak menyukai kebaikan.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”.
Pada ayat tersebut mirip ungkapan malaikat yang sangat mencintai
amal baik, sedangkan reaksi dari anak adam adalah tidak menyukai para
malaikat. Sementara para malaikat pada saat mengungkapkan hal itu tidak
mempunyai sifat ‘ujub (membanggakan) terhadap diri sendiri.
Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri.”
Sehingga para malaikat disenangi kebaikan, sebagaimana firman
Allah Swt:
…Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya
kemauan yang kuat.
Malamatiyah juga dikenal dengan Mulamiyah, Mulamiyah adalah
orang yang tidak menampakkan sesuatu yang ada dalam batin terhadap
lahirnya akan tetapi mereka adalah bersungguh-sungguh dalam
menyempurnakan keikhlasan, dan mereka juga adalah pimpinan dan Imâm
ahli tarekat (jalan menuju Allah) dan juga pemimpin alam semesta, di
antaranya adalah Nabi Muhammad SAW dan mereka meletakkan sesuatu
sesuai dengan ketetapan alam ghaib artinya mereka tidak menyalai
kehendak dan pengetahuan Allah, mereka tidak menafikan sebab musabab
terjadinya sesuatu kecuali pada peniadaan dan penetapan yang sesuai pada
tempatnya. Barang siapa yang meniadakan sebab musabab pada tempat
yang seharusnya ditetapkan maka dia termasuk orang-orang bodoh.
Barangsiapa berpedoman pada tempat penetapan dengan peniadaan maka
dia termasuk menyekutukan dan mengingkari. (al-Ta’rifât, halaman: 227,
Jâmi’ al-Karâmât al-Auliyâ’, juz 1, halaman: 67).

B. Muamalah Tarekat Malamatiyah

1. Malamah Istiqamah Sirri

Sâlik selalu menyendiri dalam amal ibadahnya, selalu bersungguh-


sungguh menjaga agamanya, dan hubungan muamalahnya. Sehingga
para manusia mencaci-maki sementara Sâlik ini tidak memperdulikan
dan mengabaikan hinaan tersebut.
Sâlik dalam tahap ini meniadakan sifat munafik dalam hati,
meninggalkan riya’, tidak takut dihina makhluk, tetap berjalan pada
prinsip-prinsip tiap ahwal, sanjungan dan hinaan terasa sama oleh Sâlik,
(Kasyf al-Mahjûb, halaman: 261).
Diceritakan bahwa Syaikh Abû Thahir al-Harami pada suatu hari
menunggang keledai yang berjalan menuju ke arah pasar, salah satu
muridnya menghalau keledai tersebut dengan memegang tali
kendalinya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berteriak “ini (Abû Thahir
al-Harami) adalah syaikh Zindiq, dan disahut oleh orang-orang pasar
yang lain”. Ketika mendengar teriakan ini, salahsatu murid ingin
membalas dengan melempari batu terhadap penghina tanpa kehendak
gurunya. Lalu syaikh Abû Thahir al-Harami berkata kepada muridnya:
“Jika Engkau tetap diam aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu agar
engkau bisa selamat dari cobaan ini.” Maka muridpun diam. ketika
keduanya kembali ke tempat pemondokannya, maka sang guru berkata
kepada muridnya: ambillah kotak itu dan keluarkan isinya berupa
beberapa Surat, kemudian sang guru berkata kepada muridnya:
Lihatlah!, Saya telah memberikan Surat ini kepada beberapa orang, dan
masing-masing dari mereka memberikan julukan yang berbeda
diantaranya memberikan julukan syaikh seorang pemimpin, dan yang
lain memberikan julukan syaikh seorang yang cerdas, ada yang
memberikan julukan syaikh seorang yang zuhud, ada yang memberikan
julukan syaikh al-Haramain dan lain-lain, semuanya adalah laqab
bukan sebuah nama. Semua itu mengatakan dengan dasar keyakinan
mereka masing-masing.

2. Malamah al-Qashd

Adapun seseorang yang menyengaja tarekat Malâmatiyah,


meninggalkan pangkat dan kedudukan, meninggalkan bergaul dengan
makhluk, maka hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Amîrul Mukminîn
Utsman Ibn Affan RA., ketika beliau sedang berada di kebun kurma,
beliau sedang memikul kayu sedangkan beliau mempunyai 40
pembantu, lalu seorang pembantu berkata kepadanya, ya AmîRAl
Mukminîn apa yang baginda lakukan? Beliau menjawab: (saya ingin
melatih hati saya). Hal ini saya lakukan sampai saya bebas melakukan
apapun tanpa adanya halangan antara saya dan kedudukan saya. Hal
inipun juga dilakukan oleh Imam Abû Hanifah.
Kisah yang sama juga dikisahkan oleh Abu Yazid al-
Busthami ketika beliau hendak ke Madinah, semua orang keluar untuk
menyambut dan memuliakannya, dan ketika semua orang memberikan
pujian kepadanya, maka masuklah Abu Yazid al-Busthami ke pasar dan
beliau mengeluarkan roti dari dalam sakunya dan
kemudian memakannya, dan kejadian ini berada pada bulan
RAmadhan. Maka kembalilah semua orang dan meninggalkan beliau
sendirian.

3. Malamah al-Tark

Adapun orang yang tarekatnya meninggalkan pangkat dan


kedudukan dan memilih sesuatu yang bertentangan dengan syari’at,
maka dia akan mengatakan: saya adalah orang yang sedang masuk
dalam tarekat malamah, pendapat ini adalah pendapat yang sesat,
bahaya yang nyata dan benar-benar gila. Sebagaimana pendapat
mayoritas orang-orang pada zaman sekarang, adapun yang dimaksud
meninggalkan makhluk adalah menerima makhluk, karena kewajiban
seorang manusia pertama adalah diterima oleh makhluk kemudian
berusaha untuk menolaknya.
Adapun tarekat ini disebar-luaskan oleh Hamdûn ibnu Ahmad
ibnu ‘Ammârah al-Qashshâr. Beliau berkata: (al-Malamah adalah
meninggalkan keselamatan). Ketika seseorang meninggalkan
keselamatannya, maka dia akan melakukan beberapa cobaan dan
meninggalkan semua hal-hal yang disenanginya, karena berangan–
angan ingin menggapai keagungan Tuhan dan akhirat, sehingga dia
cuek dengan makhluk dan meninggalkannya. Semakin cuek dan
meninggalkan makhluk, maka semakin dekatlah dia kepada Tuhannya.
Maka segala sesuatu yang diterima oleh semua makhluk, itulah
keselamatan, dan ini ditujukan kepada Ahlu malamah, agar semua
prasangka makhluk berbeda dengan prasangka Ahlu malamah dan
prasangka Ahlu malamah berbeda dengan prasangka para makhluk.
Hakikat mahabbah yang terindah adalah berada dalam tarekat
malamah, karena caci makian seorang yang dicintai tidak memberikan
dampak pada yang dicintai, dan tidak membuat lari kekasih kecuali
masuk ke wilayah kekasihnya, tidak ada getaran jiwa selain kepada
kekasihnya, karena tarekat Malâmatiyah merupakan taman orang-orang
yang rindu pada kekasih.
Golongan ini khusus dicaci secara fisik karena keselamatan hati.
Derajat ini tidak bisa diperoleh oleh malaikat muqarrabîn karubiyyin
ruhaniyyin, manusia (ahli zuhud, ahli ibadah) kecuali Sâlik tarekat ini
yaitu orang-orang yang menjalankan tarekat dengan memutus tali
temalinya hati, (Kasyf al-Mahjûb, halaman: 264-265).
BAB III PENTUP

A. SIMPULAN
 Malamatiyah adalah nama tarekat yang mulai berkembang pada
pertengahan abad ke 3H. Di Naisabûr kota Khurosan (Persia).
 Abû Shâlih Hamdûn bin Ahmad bin Amarah Al-Qashar (w. 271 h). Beliau

yang menyebarkan tarekat malamatiyah ini.


 Muamalah tarekat malamatiyah ada tiga yaitu Malamah Istiqomah Sirri,
Malamah al-Qashd, Malamah al-Tark
DAFTAR PUSTAKA

KH.A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf ,Surabaya : Imtiyaz, cet Ke II,

2014.

Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Sabilus Salikin (45): Tarekat Malamatiyah Alif.ID

Sabilus Salikin (46): Tarekat Malamatiyah (lanjutan) - Alif.ID

Anda mungkin juga menyukai