Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUSYAHADAH
Kata musyahadah adalah menyaksikan dengan mata kepala, tetapi
dalam terminologi tasawuf diartikan menyaksikan secara jelas dan sadar apa
yang dicarinya itu. Dalam hal ini apa yang dicari seorang sufi adalah Allah.
Jadi ia telah merasa berjumpa dengan
Allah. Muhadharah dan mukasyafah adalah dua kata  yang hampir sama
maksudnya dengan musyahadah. Kalau dapat diartikan sebagai adanya
perasaan hadirnya atau beradanya Allah dalam hatinya, maka sebagai
kelanjutannya terjadilah mukasyafah, yaitu tersingkapnya tabir yang menjadi
senjangan antara sufi dengan Allah.
Dengan demikian tercapailah musyahadah. Orang yang
memperoleh muhadharah disebut hudhur, yaitu apabila seseorang telah
merasakan hadirnya Allah dalam hatinya secara terus-menerus sehingga yang
yang dirasa dan diingatnya hanya Allah Swt.
1. Tingkatan Musyahadah
Menurut Al Sarraj, musyahadah adalah hal yang tinggi, ia merupakan
gambaran-gambaran yang menambah hakikat keyakiinan. Tingginya hal
Musyahadah ini ditunjukkan oleh firman Allah QS. Qaf ayat 37 :

‫يد‬ٞ ‫إِ َّن فِي ٰ َذلِكَ لَ ِذ ۡك َر ٰى لِ َمن َكانَ لَهۥُ قَ ۡلبٌ أَ ۡو أَ ۡلقَى ٱلسَّمۡ َع َوهُ َو َش ِه‬
Artinya :
 “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan
bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya”. (QS. Qaf :37).
Menyaksikan dalam ayat ini berarti menghadirkan hati atau kesaksian hati
bukan dengan mata.1
Hal Musyahadah ini dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari
tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan seorang
hamba dengan Allah.  Menurut Al sarraj ahli Musyahadah terbagi atas tiga
tingkatan:
a. Tingkat pertama, adalah kelompok Al Ashagir (pemula), yakni mereka
yang berkehendak.

b. Tingkat kedua, kelompok pertengahan (Al-Awsath). Dalam pandangan


kelompok ini Musyahadah berarti bahwa ciptaan ada pada genggaman
Yang Haq dan pada kerajaan-Nya.
c. Tingkat ketiga seperti yang diterangkan Al Makki, hati kaum arifin
ketika menyaksikan Allah sesungguhnya menyaksikan dengan
kesaksian yang kokoh.
Musyahadah adalah nampaknya Allah pada hambanya dimana
seorang hamba tidak melihat sesuatu apapun dalam beribadah, kecuali
hanyalah menyaksikan dan meyakini dalam hatinya, bahwa ia
hanyalah berhadapan dan dilihat oleh Allah SWT. Dalam beribadah ia
tidakmenghiraukan lagi terhadap sesuatu yang disekelilingnya,
termasuk dirinya sendiri karena asyiknya berhubungan dengan Allah
seakan-akan Allah benar-benar nampak dihadapannya.
Seorang akan dapat mencapai musyahadh billah, jikalau ia
melakukan mujahadah fil amal dan sebelumnya telah mencapai
maqam fana’ atau memunafikkan tujuan lain selain daripada Allah.
Ibadahnya hanya semata-mata ditujukan dan dihadapkan kepada Allah
dan sama sekali bebas dari unsur riya’.

1
http://lutfianamayasari.blogspot.co.id/2015/05/ajaran-pokok-tasawuf-maqaamat-dan-ahwal.html
diakses pada tanggal 31 Oktober 2020 pukul 09:18:20
2. Tahap-tahap dalam Musyahadah
Adapun terjadinya musyahadah adalah dengan adanya nur
musyahadah yang terpancar dalam hati seseorang. Dan terjadinya
musyahadah ini melalui tiga tahap yaitu :
a. Nur musyahadah pertama, adalah yang membukakan jalan dekat
kepada Allah. Tanda-tandanya ialah seorang merasa muraqabah/
berintaian dengan Allah.
b. Nur musyahadah kedua, adalah tampaknya keadaan “adamiah”  yakni
hilangnya segala maujud, lebur kedalam wujud Allah dan baginyalah
wujud yang hakiki.
c. Nur musyahadah ketiga yakni tampaknya Dzatullah yang maha suci.
Dalm hal ini bila seorang telah fana’ sempurna, yaitu diantaranya telah
lebur dan yang baqa’ hanyalah wujud Allah.2
Musyahadah ini masuk pada hati seorang hamba Allah yang
telah melakukan mujahadah fil ibadah dengan cara memfana’kan diri
terlebih dahulu, mengikhlaskan dirinya dalam beribadah dan
menghilangkan sifat-sifat yang menjadi penghalangnya musyahadatur
rabbaniyah. Karena itu ada pula yang mengatakan bahwa musyahadah
bisa dicapai melewati pintu mati.
Selanjutnya jalan yang ditempuh untuk sampai pada
musyahadah dengan Allah melalui pintu mati (dalam pengertian
matinya nafsu untuk hidupnya hati)dapat ditempuh pada 4 tingkat
yaitu :
a) Mati tabi’i
Menurut sebagian ahli thariqat, bahwa mati thabi’i terjadi
dengan karunia Allah pada saat dzikir qalbi didalam dzikir lathaif.

2
http://lutfianamayasari.blogspot.co.id/2015/05/ajaran-pokok-tasawuf-maqaamat-dan-ahwal.html
diakses pada tanggal 31 Oktober 2020 pukul 09:18:20
Dan mati tabi’i ini merupakan pintu musyahadah pertama dengan
Allah.
b) Mati ma’nawi
Menurut sebagian ahli thariqat bahwa mati ma’nawi ini terjadi
dengan karunia Allah pada seseorang salik saat melakukan dzikir
Lathifatur Ruh. Dalam dzikir lathifatur Ruh itu sebagai ilham yang
tiba-tiba nur Ilahi terbit dalam hati. Ketika itu penglihatan secara
lahir menjadi hilang lenyap dan mata batin menguasai penglihatan.
c) Mati suri
Mati suri ini terjadi dengan karunia Allah pada saat seseorang
salik melakukan dzikir lathifatus sirri dalam dzikir lathaif. Pada
tingkat ketiga ini, seorang salik telah memasuki pintu musyahadah
dengan Allah. Ketika itu segala keinsanan lenyap/fana’ alam
wujud yang gelap telah ditelan oleh alam ghaib/alam malakut yang
penuh dengan nur cahaya. Dalm pada ini
yang baqa’ adalah nurullah, nur shifatullah, nur asmaullah, nur
dzatullah dan nurun ala nurin.
Untuk mencapai keadaan musyahadah seperti tersebut
diatas adalah dengan mujahadah, niscaya Allah akan memperbaiki
sirnya/hatinya dengan musyahadah. Apabila seseorang telah
mendapatkan karunia Allah dengan musyahadah, maka dengan
sendirinya akan lenyaplah segala hijab dari sifat-sifat basyariah,
nampaknya Allah atau tajalli.3

3
Moch Saifulloh Senali, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : Terbit Terang, 1998) hal 57

Anda mungkin juga menyukai