Anda di halaman 1dari 20

GANGGUAN MOOD

Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah: Psikologi


Abnormal 2
Dosen Pengampu: Subhan Djubaedi M, M.Pd

Disusun oleh:
Zulfa Qurrotul A’yun (180911064)

PROGRAM STUDI TASAWUF PSIKOTERAPI


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa yang
menjadikan bumi beserta isinya dengan begitu sempurna dan atas limpahan rahmat,
taufiq serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikannya untuk memenuhi
tugas akhir semester mata kuliah Psikologi Abnormal 2.
Ucapan terimakasih dan rasa hormat kami kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan bahwa tiada makalah yang sempurna tanpa uluran tangan segala pihak yang
telah membantu dan pemerhatinya.
Oleh karena itu, kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan agar
demi baiknya kinerja kami di hari mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan
tambahan ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Garut, February 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan terkadang naik turun, terkadang merasa sangat senang bila
memperoleh nilai tinggi, mendapat perhatian dari sesorang yang dikasihi,
mendapat reward, dan lain-lain. Seseorang merasa sedih atau depresi bila
ditolak seseorang, gagal dalam ujian, atau bahkan mengalami kesulitan
keuangan dan itu merupakan hal yang normal dan wajar. Sesuatu yang normal
dan tepat untuk merasa senang dan bahagia saat mendapatkan kegembiraan dan
juga normal pada saat mendapatkan kesedihan seseorang merasakan terpuruk.
Mood merupakan kondisi perasaan yang terus ada dan mewarnai
kehidupan psikologis. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal
dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan, namun orang yang
mengalami gangguan mood (mood disorder) yang luar biasa parah atau
berlangsung lama dan mengganggu kemampuan untuk memenuhi tanggung
jawab secara normal. Mood memang wajar yang selalu dialami oleh setiap
orang. Mood datang dan pergi, dan ketika hal itu terjadi pasti dapat diatasi.
Gangguan mood adalah suatu tipe gangguan yang ditandai dengan
gangguan pada mood. Gangguan pada mood berlangsung sangat lama, tidak
seperti biasanya, sangat parah, dan cukup serius sehingga menghambat fungsi
sehari-hari.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Gangguan Mood ?
2. Apa Saja Macam-Macam Gangguan Mood dan Ciri-cirinya ?
3. Apa Saja Ciri-ciri Gangguan Mood ?
4. Sebutkan Faktor-faktor Yang Menyebabkan Gangguan Mood ?
5. Terapi Untuk Gangguan Mood ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GANGGUAN MOOD


Dalam hidup semua manusia memiliki perasaan yang berbeda-beda
dalam setiap harinya. Perasaan itu terkadang sedih, senang, marah, dan lain
sebagainya yang biasanya berlangsung sementara. Perasaan tersebut sering
disebut dengan mood. Mood merupakan perpanjangan dari emosi yang
berlangsung selama beberapa waktu, kadang-kadang beberapa jam, beberapa
hari, atau bahkan, dalam beberapa kasus depresi beberapa bulan. Mood yang
dialami dalam kehidupan manusia ini sedikit banyak akan berpengaruh kuat
terhadap cara mereka dalam berinteraksi (Meier, 2000: 8-9).
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada dan mewarnai kehidupan
psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi bukanlah yang abnormal dalam
konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun, orang dengan
gangguan mood atau yang sering dikenali sebagai gangguan perasaan biasanya
terlarut dalam suasana perasaannya dalam jangka waktu yang cukup lama
sehingga mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi
tanggung jawab secara normal. Mereka yang mengalami gangguan mood ini
akan mengalami perubahan mood yang ekstrem, bagaikan roller coaster
emosional dengan ketinggian yang membuat pusing dan turunan yang bukan
kepalang ketika dunia disekitarnya tetap stabil (Nevid, 2003: 229).
Pada diri manusia mood ini datang dan pergi, dan ketika itu terjadi
biasanya kita dapat mengatasinya dan kembali normal. Namun, kenyataannya
tidak semudah itu umumnya gangguan mood ini terjadi pada semua usia,
ekspresi gangguan mood pada anak-anak bervariasi tergantung pada usia
mereka. Mood pada seorang anak lebih rentan terhadap pengaruh stressor social
yang parah seperti percekcokan keluarga yang kronis, penyiksaan dan
penelantaran serta kegagalan akademik (Kaplan, dkk, 1997:809-810).
Ganggguan mood yang terjadi pada seseorang ini umumnya terjadi
karena banyaknya tekanan yang menimpa dirinya dan cenderung terlarut dalam
tekanan dapat meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood yang
kemudian dapat berubah menjadi depresi terutama depresi mayor. Hal ini
terbukti pada suatu penelitian yang menemukan bahwa dalam sekitar empat
dari lima kasus, depresi mayor diawali oleh peristiwa kehidupan yang penuh
tekanan. Orang juga lebih cenderung untuk menjadi depresi bila mereka
menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan
(Nevid, 2003: 240).
Depresi berat yang terjadi dalam jangka waktu yang lama ataupun orang
yang berada di bawah tekanan stress yang berat dan tidak memiliki
pertimbangan yang baik, maka orang tersebut lebih memilih untuk bunuh diri
(Nevid, 2003: 262).
Dari beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa gangguan mood ini
merupakan suatu gejala yang menyebabkan perubahan suasana perasaan pada
seseorang secara ekstreem dan membuat penderitanya terlarut dalam suasana
perasaannya dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga mengganggu
kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara
normal.

B. MACAM-MACAM GANGGUAN MOOD DAN CIRI-CIRINYA


Ada beberapa jenis dalam gangguan mood yang terjadi pada manusia
ini umumnya digolongkan sesuai dengan tingkat seberapa lamanya gangguan
ini terjadi, yaitu :
1. Episode manic
Periode ini biasanya muncul secara tiba-tiba, mengumpulkan kekuatan
dalam beberapa hari. Selama satu episode manic ornag tersebut mengalami
elevasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba dan merasakan kegembiraan,
euphoria, atau optimism yang tidak biasa. Orang yang mengalami episode
manic ini akan memperolok orang lain dengan memberikan lelucon yang
keterlaluan atau bahkan cenderung memperlihatkan penilaian yang buruk
dan menjadi argumentative, dan terkadang bertindak afektif. Tak hanya itu
orang yang mengalami episode manic ini umumnya mengalami self-
esteem yang meningkat, mulai berkisar dari self-confidance yang ekstreem
hingga delusi total akan kebesaran diri sendiri (Nevid, 2003: 237-238).
Dalam episode manic terdapat kesamaan karakteristik dalam afek yang
meningkat disertai dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan
aktivitas fisik dan mental dalam berbagai derajat keparahan. Dalam episode
manic terdapat tipe hipomania dimana pada gangguan ini derajat gangguan
yang lebih ringan dari mania. Tipe hipomania ini dapat ditandai dengan
adanya afek yang meninggi atau berubah disertai dengan aktivitas, menetap
selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, dan tidak disertai
halusinasi atau waham.
2. Gangguan Depresi (Gangguan Unipolar)
Depresi merupakan suatu perasaan yang bias muncul dalam berbagai
cara dan mempunyai sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin
dan pekerjaan, dan bias menyerang kapanpun dari remaja sampai paruh
baya. Dimana usia paruh baya ini merupakan usia puncak dari depresi.
Pada setiap orang depresi ini berbeda-beda bentuknya. Kondisi ini bisa
disertai dengan kecemasan, gelisah, dan berbicara gugup atau bias beralih
menjadi periode mania (mood yang meningkat), berbicara terputus-putus,
serta aktivitas kompulsif yang dinamakan pasien “manic depresif”. Namun,
ada juga yang bersikap apatis dan cenderung menutupi kekhawatirannya.
Penderita sering mengeluh tidak mampu berfikir dengan jelas, sulit
berkonsentrasi, atau membuat keputusan (Jacoby, 2009:34). Dalam proses
berjalannya gangguan depresi, depresi ini merupakan gangguan yang dapat
dibagi menjadi tiga tahap yang dimulai dari gejala yang ringan, sedang
hingga berat.
Gejala atau ciri-ciri utama seseorang dengan depresi adalah afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy
yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah dan menurunnya
aktivitas. Gejala atau ciri lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang,
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
d. Pandangan tentang masa depan yang suram dan pesimistis,
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
f. Tidur terganggu,
g. Nafsu makan berkurang (Maslim, 2003: 64)

Adapun Macam-macam gangguan depresi yaitu :


a. Depresi ringan
Depresi ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang
merupakan perasaan melankolis yang berlangsung sebentar dan
disebabkan oleh sebuah kejadian yang tragis atau mengandung
ancaman, atau kehilangan sesuatu yang penting dalam kehidupan si
penderita (Meier, 2000: 20-21). Orang dengan depresi ringan ini
setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya dan 2-3 dari gejala utama.
(Maslim, 2003, 64).
b. Depresi sedang
Depresi sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2
minggu, dan orang dengan depresi sedang ini mengalami kesulitan
nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan urusan rumah
tangga. Orang dengan depresi sedang ini setidaknya memiliki 2-3 dari
gejala utama dan 3-4 dari gejala lainnya (Maslim, 2003: 64)
c. Depresi mayor
Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang
prevalensinya paling tinggi di antara berbagai gangguan (Davidson,
2006: 374). Depresi mayor adalah kemurungan yang dalam dan
menyebar luas. Perasaan murung ini mampu menyedot semangat dan
energy serta menyelubungi kehidupan si penderita seperti asap yang
tebak dan menyesakkan dada. Depresi mayor ini dapat berlangsung
cukup lama mulai dari empat belas hari sampai beberapa tahun. Hal
ini menyebabkan penderita akan sangat sulit utnuk berfungsi dengan
baik di lingkungannya. Orang dengan depresi mayor ini juga terkadang
disertai dengan keinginan untuk bunuh diri atau bahkan keinginan
untuk mati. Orang yang sangat tertekan, mereka akan mengalami
dampak hal-hal yang mengganggu kejiwaan mereka seperti gila,
paranoia atau halusinasi pendengaran (Meier, 2000: 25-26).
3. Gangguan distimik atau distimia
Gangguan distimik ini merupakan gangguan mood yang berpola
depresi ringan (tetapi nungkin saja menjadi mood yang menyulitkan pada
anak-anak atau remaja) yang terjadi dalam suatu rentang waktu—pada
orang dewasa, biasanya dalam beberapa tahun (Nevid, 2003: 229).
Gangguan distimik pada anak-anak dan remaja terdiri dari mood yang
terdepresi atau mudah tersinggung untuk sebagaian besar hari, lebih
banyak hari dibandingkan tidak, selama periode sekurangnya satu tahun.
Pada anak-anak dan remaja, mood yang mudah tersinggung dapat
menggantikan criteria mood terdepresi untuk orang dewasa dan bahwa
criteria durasi adalah bukan dua tahun tetapi satu tahun utnuk anak-anak
dan remaja (Kaplan, dkk, 1997: 813).
Ada beberapa gejala atau cirri yang dapat ditandai saat gejala ini
muncul, yaitu :
a. Kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan,
b. Sulit tidur atau kebanyakan tidur (sulit bangun),
c. Tingkat energy rendah atau mudah lelah,
d. Citra diri yang rendah,
e. Daya konsentrasi yang rendah atau sulit mengambil keputusan,
f. Perasaan putus asa.
Penderita gangguan ini setidaknya mengalami gejala-gejala diatas
paling lama 2 bulan sekali. Pada gangguan ini tidak terjadi depresi mayor
selama dua tahun terakhir, tidak pernah menderita akibat perubahan naik
turun antara periode kegairahan yang membumbung tinggi dan depresi
yang melankolis. Gangguan distimia ini tidak disebabkan oleh
penyalahgunaaan obat atau bahan kimiawi. Namun, gejala ini
mengakibatkan kerusakan klinis yang signifikan dalam fungsi social,
pekerjaan atau area-area penting lain dalam kehidupan si penderita (Meier,
2000: 22).
4. Gangguan perubahan mood (bipolar)
Gangguan bipolar adalah gangguan mental berat, tanpa memandang
apakah ada perubahan mental antara mania dan depresi secara full brown.
Gangguan bipolar merupakan suatu psikosis afektif, ada gangguan emosi,
baik akibat kebiasaan maupun menyembunyikan kecemasan dan perasaan
malu. Pada fase depresi, pendiam, mendendam perasaan, emosional
sensitive. Pada fase mania perilakunya sangat berlawanan, sangat
ekstrover. Pada beberapa kasus keadaaan ini mengandung unsure fanatic
dan religious (Jacoby, 2009: 27).
Gangguan bipolar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu gangguan
bipolar 1 dan gangguan bipolar 2. Gangguan bipolar 1 ini terjadi pada
seseorang yang mengalami setidaknya satu episode manic secara penuh. Di
mana seseorang mengalami perubahan mood antara rasa girang dan
depresi dnegan diselingi periode antara berupa mood yang normal.
Sedangkan, gangguan bipolar 2 ini diasosiasikan dengan suatu bentuk
maniak yang lebih ringan. Pada gangguan bipolar 2 ini sesorang mengalami
satu atau lebih episode-episode depresi mayor dan paling tidak satu episode
hipomanik (Nevid, 2003: 237).
5. Gangguan Siklotimik
Gangguan siklotimik ini berasal dari kata Yunani kyklos “lingkaran”
dan thymos “spirit”. Jadi dapat diartikan bahwa siklotimik ini merupakan
spirit yang bergerak secara berputar di mana dapat diartikan sebagai suatu
deskripsi yang tepat dari siklotimik karena gangguan ini melibtatkan suatu
pola melingkar yang kronis dari gangguan mood yang ditandai oleh
perubahan mood ringan paling tidak selama 2 tahun (1 tahun untuk anak-
anak dan remaja)(Nevid, 2003: 239). Pada gangguan siklotimik anak dan
remaja diperlukan periode satu tahun adanya sejumlah pergeseran mood.
Dan pada beberapa remaja siklotimik dapat memungkinkan untuk menjadi
gangguan bipolar 1(Kaplan, dkk, 1997: 814).
Pada penderita gangguan siklotimik, penderita mengalami pergantian
suasana perasaan senang dan depresi yang bersifat kronis yang tidak
sampai pada tingkat keparahan seperti episode manic atau depresi berat.
Pada para gangguan siklomatik cenderung berada di salah satu keadaan
suasana perasaan selama bertahun-tahun dengan relative sedikit periode
suasana netral (eutimia). Penderita gangguan siklomatik ini secara
berganti-ganti akan mengalami gejala-gejala keadaan depresi ringan dan
umumnya disebut sebagai moody(Durand, 2006: 282).
6. Kehilangan
Kehilangan adalah keadaan duka cita yang berhubungan dengan
kematian seseorang yang dicintai yang dapat ditemukan dengan gejala
yang karakteristik dari episode depresif berat. Orang dengan kehilangan ini
umumnya dapat dikenali dari gejala-gejala berikut :
a. Perasaan sedih,
b. Insomnia,
c. Menghilangnya nafsu makan,
d. Dan di beberapa kasus terjadi penurunan berat badan.
Dan jika pada anak-anak umumnya mereka lebih menarik diri dan
terlihat sedih; dan mereka tidak mudah ditarik meskipun aktivitas itu
merupakan aktivitas yang mereka sukai (Kaplan, dkk, 1997: 815).
7. Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi sering
merupakan cirri atau symptom dari gangguan psikologis yang
mendasarinya, dan biasanya adalah gangguan mood yang menjadi alasan
dibalik perilaku percobaan bunuh diri. Orang yang mempertimbangkan
untuk bunuh diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki
keterampilan memecahkan masalah dan kurang dapat menemukan cara-
cara alternative untuk copping dengan stressor yang mereka hadapi. Dalam
kaitannya, bunuh diri ini terkait dengan suatu jaringan yang kompleks dari
beberapa factor. Namun, jelas bahwa kebanyakan kasus bunuh diri ini
dapat dicegah bila orang dengan perasaan ingin bunuh diri menerima
penanganan untuk gangguan yang mendasari perilaku bunuh diri, termasuk
didalamnya adalah depresi, skizofrenia, serta penyalahgunaan alcohol dan
zat (Nevid, 2003: 262-266).

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN GANGGUAN MOOD


Dilihat dari beberapa sudut pandang, ada beberapa hal ynag
menyebabkan seseorang itu mengalami gangguan mood, dan diantara factor-
faktor tersebut adalah :
1. Faktor Biologis
a. Pengaruh Keluarga dan Genetik
Dalam kaitannya dengan gangguan mood adalah dalam studi
keluarga, para peneliti melihat adanya prevaliansi gangguan tertentu
pada anggota-anggota keluarga keluarga tingkat-pertama dari orang-
orang yang diketahui memiliki gangguan. Dan mereka menemukan
bahwa angka anggota keluarga yang memiliki gangguan suasana
perasaan secara konsisten dua sampai tiga kali lebih tinggi fibanding
anggota keluarga kelompok control yang tidak memiliki gangguan
perasaan. Namun, perlu diketahui bahwa jika salah satu di antara
pasangan memiliki gangguan unipolar, maka kemungkinan pasangan
kembarnya untuk memiliki gangguan bipolar yang sangat tipis atau
sama sekali tidak ada. Dan tingkat keparahan mungkin juga terkait
dengan banyaknya concordance (sejauhmana sesuatu dimiliki
bersama).
b. Sistem Neurotransmiter
Gangguan suasana perasaan telah menjadi subjek studi
neurobiologist yang lebih intens. Penelitian mengimplikasikan pada
tingkat serotonin yang rendah dalam etiologi gangguan suasana
perasaan. Hal ini dikarenakan, fungsi primer serotonin adalah
mengatur reaksi-reaksi emosional pada manusia. Dalam hipotesis
“permisif” penelitian ini mengatakan bahwa ketika tingkat serotonin
rendah, neurotransmitter lainnya diizinkan (mood irregularities),
termasuk depresi. Anjloknya norepineferin akan menjadi salah satu
akibat terjadinya gangguan mood.
c. Ritme Tidur dan Sirkadian
Gangguan mood yang dialami oleh seseorang ini umumnya
dapat dilihat dari pertambahan jam tidur yang semakin meningkat. Dan
dalam beberapa tahun telah diketahui bahwa gangguan tidur
merupakan salah satu pertanda bagi kebanyakan gangguan perasaan.
Hal ini terjadi karena, pada orang-orang yang mengalami depresi
hanya ada waktu yang lebih pendek secara signifikan sepelum repid
eye movement (REM) sleep dimulai. REM sleep atau non-
REM sleep. Pada saat seseorang tetidur, mereka akan melalui beberapa
subtahapan tidur yang secara progresif menjadi lebih nyenyak, di mana
pada saat itu mereka mencapai tingkat istirahat yang sesungguhnya.
Pada prosesnya, setelah 90 menit seseorang mulai mengalami
REM sleep, di mana otak terjaga dan kita mulai bermimpi. Mata akan
bergerak maju-mundur dengan cepatdi balik kelopak mata, sehingga
dinamai dengan repid eye movement sleep. Dan ketika semakin larut,
maka banyaknya REM sleep akan semakain bertambah. Sedangkan,
pada orang yang menderita depresi akan kehilangan tidur gelombang-
lambat mereka.
Selain memasuki periode REM sleep yang jumlah yang jauh
lebih cepat, orang dengan depresi ini akan mengalami aktvitas REM
yang lebih intens. Tak hanya itu, tahapan tidur yang paling nyenyak
hanya berlangsung pendek atau bahkan tidak terjadi sama sekali.
Karena ada beberapa karakteristik tidur hanya terjadi pada saat
seseorang sedang mengalami depresi dan tidak terjadi pada saat
lainnya.
d. Aktivitas Gelombang Otak
Ada beberapa indicator yang dapat dilihat dari aktivitas
gelombang otak yang menunjukkan adanya kerentanan biologis
seseorang terhadap depresi. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas
gelombang otak yang didemonstrasikan oleh peneliti bahwa para
penderita depresi menunjukkan aktivasi lebih besar pada anterior
sebelah kanan (dan lebih kecil pada aktivasi sebelah kiri) disbanding
orang-orang yang tidak mengalami depresi (Durand, 2006: 295-299).
2. Faktor Psikologis
Dalam mengulas kontribusi genetic terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat
unik untuk masing-masing individu.
a. Peristiwa Kehidupan yang Stressfull
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan
orang-orang yang divintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya
hidup menganggur, sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan
hubungan, kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat
meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood atau
kambuhnya sebuah gangguan mood, terutama depresi mayor. Dan
pada orang-orang dengan depresi mayor ini sering kali kurang
memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
interpersonal dengan teman, teman kerja atau supervisor.
b. Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseornag menjadi depresi saat mereka tidak
dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat
membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment.
Kemudian dunia dianggap sebagai tempat yang menjemukan (Nevid,
2003: 240-243).
c. Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu
membuat atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress
dalam kehidupannya (baik sesuai kenyataan maupun tidak).
d. Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang
difokuskan secara negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian
terdekatnya, dan masa depannya. Di mana menurut Beck, penderita
depresi memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi mereka,
kemunduran terkevil sekalipun merupakan bencana besar.
3. Faktor Sosial dan Kultural
Sejumlah faktor social cultural memberikan kontribusi pada onset atau
bertahannya dperesi. Faktor yang paling menonjol antara lain adalah
hubungan perkawinan, gender, dan dukungan social.
a. Hubungan Perkawinan
Maksudnya adalah hubungan perkawinan yang tidak
memuaskan yang bisa menyebabkan individu bisa mengalami
gangguan perasaan seperti depresi.
b. Perbedaan Gender
Menurut Cyranowski, dkk (2000) Sumber perbedaan ini bersifat
cultural, karena peran jenis yang berbeda untuk laki-laki dan
perempuan di masyarakat. Di mana laki-laki sangat di dorong
mandiri, masterful, dan asertif, sedangkan perempuan sebaliknya
diharapkan lebih pasif, lebih sensitive terhadap orang lain, dan
mungkin lebih banyak bergantung pada orang lain.
c. Dukungan Social
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Winett,
dkk (1999) tentang efek-efek dukungan social di dalam kesembuhan
yang pesat dari episode manic maupun depresif pada pasien gangguan
bipolar, mereka menemukan hasil yang mengejutkan bahwa, jaringan
pertemanan, dan keluarga yang suportif secara social membantu
terjadinya kesembuhan cepat dari episode depresif, tetapi tidak pada
episode manic. Dari hasil penelitian ini dan juga studi-studi prospektif
yang dilakukan menguatkan tentang pentingnya dukungan social (atau
kekurangan dukungan social) dalam memprediksi onset atau gejala-
gejala depresi yang muncul kemudian (Durand, 2006: 303-308).

D. TERAPI UNTUK GANGGUAN MOOD


Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani seseorang
yang mengalami gangguan mood, beberapa diantaranya adalah :
1. Pengobatan
Pemberian antidepresian yang dapat membantu memgontrol gejala dan
mempertahankan fungsi neurotransmitter. Ada 3 tipe antidepresian yang
sering digunakan, yaitu :
a. Trisiklik (Tofranil, Elavil)
Trisiklik ini berfungsi untuk memberikan efek dengan
mendesentralisasi norepinefferin.
b. Monamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
MAOIs ini berfungsi untuk memblokir enzim MAO yang
memogokkan neurotransmitter seperti norepinefrin dan serotonin.
c. Selective Serotogenic Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRIs ini secara spesifik memblokir reuptake serotonin pra-
sinaptik. Dan secara temporer menaikkan level serotonin dibagian
reseptornya.
d. Lithium
Lithium ini merupakan garam yang dapat ditemukan dalam
kandungan air minum yang kadar jumlahnya sangat kecil hingga tidak
memberikan efek apapun. Lithium sendiri memiliki sebuah
keunggulan yang membedakannya dari antidepresan lainnya. Karena,
substansinya lebih sering efektif untuk mencegah dan menangani
episode-episode manic.
2. Terapi Kognitif-Behavioral
Dalam prosees terapi ini klien diajarkan untuk menelaah secara cermat
cara berfikir mereka saat mereka depresi dan untuk menengarai kesalahan-
kesalahan “depresif” dalam berpikir. Tak hanya itu, klien juga diajarkan
bahwa kesalahan dalam berfikir dapa menyebabkan depresi secara
langsung. Dan penanganannya melibatkan tindakan mengkoreksi
kesalahan-kesalahan berpikir dan menggantinya dengan pemikiran dan
penilaian yang kurang menyebabkan depresi dan (mungkin) lebih relistis.
3. Psikoterapi Interpersonal (IPT / Interpersonal Psychotheraphy)
IPT atau Psikoterapi Interpersonal ini memfokuskan pada penyelesaian
berbagai masalah dalam hubungan yang sudah ada dan belajar membangun
hubungan-hubungan interpersonal yang penting dan baru. Dalam proses
IPT ini sangat terstruktur. Pada proses awal terapis harus mengidentifikasi
berbagai stressor yang mungkin mencetuskan depresi. Setelah itu, terapis
mengklasifikasikan dan mendefinisikan sebuah perselisihan interpersonal.
Setelah itu, mencari penyelesaiannya dengan :
a. Tahap negosiasi
b. Tahap jalan bunyu
c. Tahap resolusi
4. ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS)
ECT adalah penangan yang cukup aman dan efektif untuk depresi berat
yang tidak menunjukkan perbaikan dengan penanganan bentuk lain. ECT
merupakan bentuk penanganan yang dalam pengadministrasiannya pasien
diberi anestsesi/ obat bius untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dan
diberikan obat perelaks otot untuk mencegah kerusakan tulang akibat
konvulsi selama sizure (Kejang-kejang). Kemudian listrik
diadministrasikan secara langsung melalui otak selama kurang dari satu
detik. Bentuk penanganan ECT ini terbukti untuk menaikkan lever
serotonin, memblokir hormone-hormon stress dan membantu terjadinya
neurogenesis dalam hipokampus.
Sedangkan TMS (Transcrantial Magnetic Simulation) bekerja dengan
cara menempatkan sebuah gulungan magnetic diatas kepala untuk
membangkitkan denyut elektromagnetik yang dialokasikan dengan tepat.
Dalam penanganan ini anastesi tidak dibutuhkan karena, efek sampingnya
biasanya terbatas dalam bentuk sakit kepala.
TMS dan ECT ini sama-sama efektif untuk pasien-pasien dengan
depresi berat atau depresi psikotik yang resisten dengan penanganan
(belum menunjukkan respons terhadap obat atau penanganan
psikologis) (Durand, 2006: 311-318).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gangguan mood adalah gangguan pada emosi atau afeksi, di mana
emosi seseorang dapat berada dalam kondisi kesedihan yang sangat ekstrim
atau disebut juga kondisi depresif dan bisa juga emosinya berada pada kondisi
senang atau bersemangat yang ekstrim yang disebut dengan kondisi mania.
Macam-macam gangguan mood yaitu episode manik, gangguan depresi
(yang meliputi depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat), gangguan
distimik, gangguan perubahan mood (bipolar I dan II) dan gangguan
siklotimik. Faktor-faktor penyebab gangguan mood yaitu faktor biologis,
faktor sosial lingkungan, faktor behavioral dan faktor emosional dan kognitif.
Cara mengobati gangguan mood dilakukan dengan berbagai cara yaitu
memberikan pengobatan dengan obat anti depresan berupa trisiklik, MAO
(Monamine Oxidase Inhibitors), Selective Serotogenic Reuptake
Ihibitors (SSRI) dan lithium. Selain memberikan pengobatan, bisa juga
ditangani dengan terapi kognitif-behavioral, terapi interpersonal dan ECT
(Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS).
DAFTAR PUSTAKA

Davidson, Gerald C., 2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Durand, V. Mark, 2006, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jacoby, David B., 2009, Pustaka Kesehatan Populer, PT Bhuana Ilmu Populer

Kaplan, Harold L., dkk, 1997, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Jakarta: Binarupa Aksara

Maslim, Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

Meier, Paul, dkk, 2000, Mengendalikan Mood Anda, Yogyakarta: Yayasan Andi

Nevid, Jeffrey S., dkk, 2003, Psikologi Abnormal, Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai