Anda di halaman 1dari 13

97

PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN


PADA USIA LANJUT

Oleh: Ifham Choli


Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas
Islam As-
ifhamcholi@yahoo.co.id

Abstrak
Ilmu Jiwa Agama berbeda dengan cabang-cabang Ilmu Jiwa lainnya, karena dikaitkan
dengan dua bidang pengetahuan yang berlainan sama sekali, sebagian harus tunduk kepada
agama dan sebagian lainnya tunduk kepada Ilmu Jiwa. Dengan kata lain Psikologi Agama
atau Ilmu Jiwa Agama, meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah orang atau
mekanisma yang bekerja dalam diri seseorang karena cara seseorang berfikir, bersikap,
bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Sehubungan dengan kebutuhan manusia dari periode perkembangan tersebut, maka
dalam kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh
timbal balik antara keduanya. Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan akan
dilihat dari tingkat usia.
Di dalam Islam perlakuan terhadap manusia usia lanjut dianjurkan seteliti dan
seteladan mungkin. Perlakuan terhadap orang tua yang berusia lanjut, dibebankan pada
keluarga mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Sehingga
merawat orang tua dalam usia lanjut merupakan kewajiban bagi anak-anak maupun
sanak keluarganya, yakni dengan cara-
Rasul.
Keyword: psikologi agama, usia lanjut, gerontology, jiwa, psiko-somatik

PENDAHULUAN
Psokologi Agama atau Ilmu Jiwa Agama adalah salah satu cabang ilmu
yang sampai sekarang masih belum mendapat tempat yang wajar. Masih banyak
ahli-ahli jiwa yang tidak mengakui adanya satu cabang Ilmu Jiwa, yang berdiri
sendiri, yang khusus meneliti masalah agama. Namun demikian, cabang ilmu ini
tetap hidup dan berkembang untuk meneliti dan menjawab berbagai macam
persoalan yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Sebagai contoh, dalam
kehidupan sehari-hari, ada orang yang kelihatan tenang, bahagia, suka menolong
walaupun hidupnya sederhana. Sebaliknya ada orang yang kelihatan serba cukup,
harta banyak, pangkat tinggi, namun dalam hatinya penuh kegoncangan dan
ketidak puasan. Banyak orang yang berubah jalan hidup dan keyakinannya dalam
waktu yang sangat pendek

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018


98
Untuk menjawab semua persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
keyakinan itulah, maka Ilmu Jiwa Agama perlu meneliti dan menelaah kehidupan
beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan
agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di
samping itu, Ilmu Jiwa Agama juga mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan jiwa agama pada seseorang, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keyakinan tersebut.
Ilmu Jiwa Agama berbeda dengan cabang-cabang Ilmu Jiwa lainnya,
karena dikaitkan dengan dua bidang pengetahuan yang berlainan sama sekali,
sebagian harus tunduk kepada agama dan sebagian lainnya tunduk kepada Ilmu
Jiwa. Dengan kata lain Psikologi Agama atau Ilmu Jiwa Agama, meneliti
pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah orang atau mekanisma yang bekerja
dalam diri seseorang karena cara seseorang berfikir, bersikap, bereaksi dan
bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu
masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Lapangan penelitian Ilmu Jiwa Agama yang banyak dipakai yaitu
kesadaran agama dan pengalaman agama. Proses beragama, perasaan,dan
kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai
hasil dari keyakinan. Metode penelitian Ilmu Jiwa Agama adalah mempelajari
fakta-fakata yang berada dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif, tidak
memihak atau menentang kepercayaan atau kebiasaan agama tertentu. Ilmu ini
berusaha untuk menjelaskan pekerjaan pikiran dan perasaan seseorang terhadap
agama, baik ia orang yang mengetahui agama, acuh tak acuh, ataupun anti
agama.
Ilmu Jiwa dalam perkembangannya dapat meneliti dan mempelajari
mekanisme jiwa, yang menimbulkan penyakit-penyakit yang pada dasarnya
bukan karena kerusakan organic pada tubuh, akan tetapi karena kondisi-kondisi
jiwa, perasaan tertekan, kecewa, gelisah dan sebagainya, yang di negara kita
sekarang terkenal dengan Psiko-somatik 61. Akhir-akhir ini semakin erat
hubungan antara dokter-dokter (terutama dokter jiwa) dengan agama. Penyakit
itu kadang-kadang ditemukan disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan
dengan agama. Para ahli membawakan proses-proses dan dinamika jiwa agama
sejak anak kecil sampai kepada usia lanjut. Di dalam tulisan ini akan membahas
perkembangan jiwa agama pada usia lanjut, sehingga dapat mengenal ciri-ciri dan
dinamika yang tersembunyi di dalam diri tiap-tiap orang yang beragama.
Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. manusia juga
disebut makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan
berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya.
Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari
lingkungannya. Pengarahan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan
berdampak negative bagi perkembangan manusia.

61 Zakiah Daradjat,Ilmu Jiwa Agama (Jakarta:Bulan Bintang 2010)hlm,31

Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah


99
Perkembangan yang negative tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap
dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk dan tingkah laku menyimpang ini
terihat dalam kaitannya dengan kegagalannya manusia untuk memenuhi
kebutuhan, baik bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka
dalam mempelajari perkembangan jiwa keagamaan perlu dilihat terlebih
dahulu kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab pemenuhan
kebutuhan yang kurang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani akan
menyebabkan timbulnya ketimpangan dalam perkembangan. Kehadiran
psikologi agama di satu sisi merupakan reaksi positif bagi serangkaian upaya
pengembangan psikologi, terdapat beberapa aliran yang memiliki spesifikasi
orientasi sendiri-sendiri.
Para ahli psikologi perkembangan membagi-bagi perkembangan manusia
berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara
garis besarnya periode perkembangan itu dibagi menjadi: 1) masa prenatal; 2)
masa bayi; 3) masa kanak-kanak; 4) masa pra pubertas; 5) masa pubertas; 6)
masa dewasa; 7) masa usia lanjut, yang pada setiap tahap perkembangannya
memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk perkembangan jiwa keagamaan.
Sehubungan dengan kebutuhan manusia dari periode perkembangan
tersebut, maka dalam kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan akan
dilihat bagaimana pengaruh timbal balik antara keduanya. Dengan demikian,
perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat dari tingkat usia.

PEMBAHASAN
A.Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan ini bersifat
kualitatif mengenai suatu proses integrase dari banyak struktur dan fungsi yang
kompleks. J.P Chaplin mengumpulkan empat arti perkambangan; (1) perubahan
yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, mulai lahir sampai mati,
(2) pertumbuhan, (3) perubahan dalam bentuk dan dalam integrase dari bagian-
bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, dan (4) kedewasaan atau
kemunculan pola-pola dari tingkah laku yang tidak dipelajari. Perubahan dalam
diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan psikis, dan
perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. 62Perubahan kualitatif sering

menjadi mengetahui, dari kekanak-kanakan menjadi dewasa, dan seterusnya,

perubahan tinggi dan berat badan. Persoalan yang menjadi topik bahasan
psikologi adalah perubahan kualitatif atau perkembangan, sebab hal itu terkait
dengan fungsi struktur kejiwaan yang kompleks beserta dinamika prosesnya,

62 Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam,(Jakarta,PT Raja Grafindo,2001).hlm.91

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018


100

meskipun disadari bahwa pertumbuhan fisik sedikit banyak berkorelasi dengan


perkembangan psikis.
Perubahan kualitatif dibahas dalam wacana Psikologi Perkembangan,
yaitu salah satu cabang psikologi yang membahas tingkat perkembangan, taraf
perkembangan, tugas-tugas perkembangan, dan hukum-hukum perkembangani .
Tingkat perkembangan adalah satu pembagian masa kehidupan menurut jarak
kronologis tertentu,yang berubah-ubah secara tetap. Taraf perkembangan adalah
satu periode dalam kehidupan seseorang dengan pemunculan sifat-sifat
pembawaan atau pola-pola tingkah laku. Tugas-tugas perkembangan adalah
ketrampilan,tingkat prestasi dan kemampuan menyesuaikan diri yang dianggap
penting pada usia tertentu bagi penyesuaian diri dengan sukses dari
seseorang,yang dipengaruhi oleh kematangan psikis,tekanan kultural dari
masyarakat,dan hasrat-hasrat pribadi. Sedangkan hukum-hukum perkembangan
berkaitan dengan faktor-faktor yang menentukan perkembangan,apakah dari
lingkungan,keturunan,ataukah kedua-duanya.
Dalam Psikologi Perkembangan ada tiga aliran yang mempengaruhi
factor-faktor perkembangan, yaitu ;(1) Aliran Nativisme, suatu aliran yang
menitikberatkan pandangannya pada peranan sifat bawaan dan keturunan
sebagai penentu perkembangan tingkah laku seseorng.,persepsi tentang ruang
dan waktu tergantung pada factor-faktor alamiah atau pembawaan dari lahir, (2)
Aliran Empirisme,suatu aliran yang menitik beratkan pandangannya pada
peranan lingkungan sebagai penentu perkembangan tingkah laku, (3) Aliran
Konvergensi,yaitu aliran yang menggabungkan dua aliran di atas. Konvergensi
adalah interaksi antara factor hereditas dan factor lingkungan dalam proses
perkembangan tingkah laku.

B. Pengertian Usia Lanjut


Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, masa
ini dimulai dari umur enam puluh lima tahun sampai mati.Periode selama usia
lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap
dan dikenal
adalah puncak dari jiwa keagamaan yang semakin matang dan penerimaan
seutuhnya,meningkatkan nilai ibadah dari pada mengurus duniawi yang bersifat
sementara, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari pada
periode terdahulu.

- -
tahun). Dari kesehatan mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
-
yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris).

Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah


101
sehingga didunia
baik dari aspek medis (fisik) maupun kejiwaan (psikiatris). 63
Erik Erikson menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) berada
pada tahapan terakhir dari tahapan siklus. Menurut Ericson lanjut usia
digambarkan sebagai konflik antara integritas (yaitu rasa puas) yang tercermin
selama hidup yang tidak berarti. Lanjut usia sebenarnya merupakan masa
dimana seseorang merasakan kepuasan dari hasil yang diperolehnya, dan
menikmati hidup bersama anak dan cucu, merasa bahagia karena telah memberi
sesuatu bagi generasi berikutnya. Bagi para lanjut usia hendaknya mampu
-lebih
manakala mereka kehilangan dukungan atau perhatian dari orang-orang
disekitarnya. Apabila pada manula tidak mampu memelihara dan
mempertahankan harga dirinya maka akan timbul rasa tegang, cemas, takut,
kecewa, sedih, marah, putus asa dan sebagainya.
Terjadi konflik pada manula yaitu dengan pelepasan kedudukan dan
otoritasnya, serta penilaian terhadap kemampuan, keberhasilan, kepuasan yang
diperoleh sebelumnya.Hal ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.

C. Perkembangan Agama Pada Usia Lanjut


Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis
semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan-
jaringan dan sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan
mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini
biasanya akan menghadapi berbagai persoalan.
Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik à aktivitas menurun à sering
mengalami gangguan kesehatan à mereka cenderung kehilangan semangat.64
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian
psikologi agama ternyata meningkat. Dari sebuah penelitian dengan sample
1.200 orang berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa ada
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin
meningkat. Sementara pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat
baru muncul sampai 100% setelah usia 90 tahun.
Ada beberapa pandangan yang menyatakan hal-hal yang menentukan
sikap keagamaan pada manusia di usia lanjut, diantaranya sebagai berikut:
1. Seringkali kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam bidang keagamaan
ini dihubungkan dengan penurunan kegairahan seksual. Menurut pendapat ini
manusia usia lanjut mengalami frustasi dalam bidang seksual sejalan dengan
penurunan kemampuan fisik. Frustasi semacam ini dinilai sebagai satu-
satunya factor yang membentuk sikap keagamaan. Pendapat ini disanggah

63 Heni,Narendrany Hidayati,Psikologi Agama, (Jakarta,UIN Jakarta Press,2007),hlm.134


64 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta PT Raja Grafindo Persada,2004) hlm.88

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018


102
oleh Thouless, yang beranggapan bahwa pendapat tersebut terlalu dilebih-
lebihkan
2. Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru
terdapat pada usia lanjut, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir.
Pendapat tersebut diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan
manusia usia lanjut yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai
mempersiapkan diri untuk bekal hidup di akhirat kelak.
3. Dalam penelitian lain menyatakan bahwa yang menentukan sikap keagamaan
di usia lanjut diantaranya adalah depersonalisasi. Penelitian ini diantaranya
dilakukan oleh M. Argyle dan Elle A. Cohen.65

D. Ciri-ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut


Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan diusia lanjut adalah:
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan.
2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3. Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat
secara lebih sungguh-sungguh.
4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta
antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan
pertambahan usia lanjutnya.
6. Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya
kehidupan abadi (akhirat).

E. Kematangan Beragama Pada Usia Lanjut


Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya
ditunjukakan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap
benar akan beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya66. Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang
teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari dengan penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang dibarengi
dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan
beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku
keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa
tanggung jawab,bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa
hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu
perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan

65 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta PT Raja Grafindo Persada,2004) hlm.89-90


66 Hafi Anshari, Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama (Surabaya,Usaha Nasional,1991) hlm.94

Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah


103
kepada kematangan beragam tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada dasarnya
terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan 67:
1. Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan
pengalaman. Kapasitas ini merupakan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-
ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan
kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya,
akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut
dengan baik, penuh keyakinan dan argumentative, walaupun apa yang harus
dilakukan itu berbeda dengan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat
mereka.
Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam
bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan
aktivitas keaagamaan. Namun, bagi mereka yang mempunyai pengalamanan
sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu
dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama
secara mantap dan stabil.

2. Faktor luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi
lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang,
malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah
ada. Faktor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang
diterima. Kultur masyarakat yang dikuasai tradisi tertentu dan berjalan secara
turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, kadang-kadang terasa
oleh sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak pernah selesai. Seringkali
tradisi tersebut tidak diketahui dari mana asal-usul dan sebab musababnya, mulai
kapan ada dan bagaimana ceritanya.
Memang untuk tradisi-tradisi tertentu mungkin perlu dikembangkan dan
dilestarikan. Namun pada bagian lain, terdapat tradisi-tradisi tertentu yang
perlu penjelasan, sehingga tidak menimbulkan anggapan kontradiktif pada
sementara orang, antara ajaran agama di satu pihak dengan kenyataan yang
berlainan di pihak lain. Seseorang yang semenjak kecil telah dicekam oleh tradisi
yang kurang dimengerti oleh orang itu sendiri, maka hal itu akan mempengaruhi
terhadap perkembangan rasa keagamaannya pada masa yang akan datang. Oleh
sebab itu, pendidikan yang diterima seseorang dari keluarga yang menghasilkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam kehidupan beragama seseorang, biasanya
akan sulit sekali untuk diadakan perubahan ke arah yang lebih sempurna.
Namun, jika pendidikan yang diterima seseorang dari jenjang lembaga
berikutnya tidak terlalu banyak mengarahkan kearah yang lebih baik dan
sempurna, hal itu akan menjadi hambatan pada masa berikutnya.

67 Sururin,Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,2004) hlm.97

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018


104

Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana


dipaparkan kembali oleh William james, mengemukakan dua buah faktor yang
mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu :
1. Faktor intern, terdiri dari :
a. Temperamen
Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu
memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang. Seseorang
yang melankolis, misalnya, akan berbeda dengan orang yang
berkepribadian dysplastis dalam sikap dan pandangannya terhadap agama.
Hal demikian juga akan mempengaruhi seseorang dalam kematangan
beragama.
b. Gangguan Jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan
dalam sikap dan tingkah lakunya.Tindak-tanduk keagamaan dan
pengalaman keagamaan seseorang yang ditampilkan tergantung pada
gangguan jiwa yang mereka rasakan.
c. Konflik dan Keraguan
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseoarng
terhadap agama, seperti taat, fanatic, agnotis, maupun ateis.
e. Jauh dari Tuhan
Orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah
dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah.
Adapun ciri-ciri orang yang mengalami kelainan kejiwaan dalam
beragama sebagai berikut:
a. Pesimis
b. Introvert
c. Menyenangi paham yang ortodoks
d. Mengalami proses keagamaan secara graduasi
2. Faktor Ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak
adalah:
a. Musibah
Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan
seseorang,dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran,
khususnya kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa mendapatkan
peringatan dari Tuhan.

b. Kejahatan
Orang yang hidup dalam kejahatan pada umumnya mengalami
guncangan batin dan rasa berdosa.Perasaan tersebut mereka tutupi dengan
perbuatan kompensif, seperti meluapakan dengan berfoya-foya dan
sebagainya.Dapat pula orang tersebut melampiaskannya dengan tindakan
brutal.pemarah dan sebagainya. Sering pula perasaan yang fitri menghantui

Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah


105

dirinya,yang kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada


akhirnya akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.
Adapun ciri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama
antara lain:
1. Optimisme dan gembira
2. Ekstrovert dan tidak mendalam
3. Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Pengaruh kepribadian yang ekstrovert, maka mereka cenderung:
a. Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
b. Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
c. Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
d. Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
e. Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
f. Bersifat liberal dalammenafsirkan pengertian ajaran agama.
g. Selalu berpandangan positif.
h. Berkembang secara graduasi.

F. Perlakuan terhadap Usia Lanjut Menurut Islam


Menurut Lita L Atkison, sebagian besar orang-orang yang berusia lanjut
(usia 70-79th) menyatakan tidak merasa dalam keterasingan dan masih
menunjukkan aktifitas yang positif. Tetapi perasaan itu muncul setelah mereka
memperoleh bimbingan semacam terapi psikologi. Kondisi fisik rata-rata sudah
menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai penyakit siap
untuk menggerogoti mereka. Dengan demikian di usia ini terkadang muncul
semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa-sisa umur menunggu
datangnya kematian. Gejala psikilogis yang ditampilkan berupa pernyataan-
pernyataan kontraversial dan kritik terhadap hasil kerja generasi muda. Mereka
seakan sulit untuk mengmukakan pujian terhadap sukses maupun prestasi yang
dicapai oleh generasi muda ini dalam berbagai bidang. Oleh karena itu,
kelompok usia ini sulit hidup akur dan berdampingan dengan generasi muda,
ada semacam kecenderungan dalam diri mereka untuk senantiasa dipuji dan
dibanggakan.
Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati
setengah baya, arah perhatian mereka mengalami perubahan yang mendasar. Bila
sebelumnya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka
pada peralihan ke usia ini, perhatian mereka tertuju kepada upaya menemukan
ketenangan bathin. Sejalan dengan perubahan itu maka masalah-masalah yang
berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.
Perubahan orientasi ini diantaranya disebabakan oleh psikologis. Disatu
pihak kemampuan fisik pada usia lanjut sedang mengalami penurunan.
Sebaliknya dipiahak lain memiliki khasanah pengalaman yang kaya. Kejayaan
mereka dimasa lalu yang pernah diperoleh sedang tidak lagi memperoleh

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018


106
perhatian karena secara fisik mereka dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini
menimbulkan gejolak dan kegelisahan-kegelisahan bathin.
Apabila gejolak-gejolak tidak dapat dibendung lagi maka muncul
gangguan kejiwaan, seperti stress, putus asa, ataupun pengasingan diri dari
pergaulan sebagai wujud rasa rendah diri. Dalam kasus-kasus seperti ini
umumnya dapat difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat. Sebab melalui
ajaran pengalaman agama, manusia usia lanjut merasa memperoleh tempat
bergantung. Fenomena adanya para pejabat pensiunan seperti ini sudah jamak
terlihat diakhir-akhir ini. Sebagai dalam memberi perlakuan yang baik pada
kedua orang tua Allah menyatakan dalam surat (QS 17-23) yang artinya: jika
seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemiliharaanmu, maka jangan sekali-sekali kamu mengatakan pada keduanya
perkataan ah dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia.

G. Cara Bersikap Pada Manusia Usia Lanjut


Dalam lingkungan peradaban Barat, upaya untuk memberi perlakuan
manusiawi kepada para manusia usia lanjut dilakukan dengan menempatkan
mereka dipanti jompo. Di panti ini para manusia usia lanjut itu mendapat
perawatan yang intensif. Sebaliknya, di lingkungan keluarga, umumnya karena
kesibukan, tak jarang anak-anak serta sanak keluarga tak berkesempatan untuk
memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan para manusia usia lanjut
tersebut.
Tradisi keluarga Barat umumnya menilai penempatan orang tua mereka
ke panti jompo merupakan cerminan dari kasih saying anak kepada orang tua.
Sebaliknya, membiarkan orang tua yang berusia lanjut tetap berada di lingkungan
keluarga cenderung dianggap sebagai menelantarkannya.
Lain halnya dengan konsep yang dianjurkan oleh islam. Perlakuan
terhadap manusia usia lanjut dianjurkan seteliti dan seteladan mungkin.
Perlakuan terhadap orang tua yang berusia lanjut, dibebankan pada keluarga
mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo.
Perlakuan terhadap orang tua menurut tuntunan islam berawal dari rumah
tangga. Allah menyebutkan pemeliharaan secara khusus orang tua yang sudah
lanjut usia dengan memerintahkan kepada anak-anak mereka dengan kasih
sayang.
Adapun dalil-dalil Al-
kepada orang tua diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman dalam memberi perlakuan yang baik kepada orang tua,
Allah menyatakan: tara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu

2. Selanjutnya Al- an melukiskan perlakuan terhadap kedua orang tua:

Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah


107
Dan rendahkan dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan

(QS. 17:24).
3. Selain itu, kita juga dapat melihat bagaimana seharusnya perilaku anak kepada
orang tua, dalam pernyataan Aisyah r.a. yakni dalam dialog rasulullah Saw.
Kepada seorang laki- Siapakah yang bersamamu? Orang itu
menjawab: jangan berjalan di depannya dan jangan
duduk sebelum dia, jangan memanggilnya dengan namanya dan jangan berbuat sesuatu
(Thoha Abdullah Al-Afifi: 1987:51)
4. Perlakuan kepada kedua orang tua dengan baik dikaitkan sebagai kewajiban
agama. Menurut Ibnu Abbas, Rasulullah pernah mengatakan:
Barang siapa membuat ridha kedua orang tuanya di waktu pagi dan sore, maka ia pun
mendapat dua pintu syurga yang terbuka, dan jika membuat ridha salah-satu
diantaranya maka akan terbuka satu pintu syurga. Barangsiapa di waktu sore dan pagi
membuat marah kedua orang tuanya, maka ia mendapat dua pintu neraka yang terbuka.
Jika membuat marah salah-satu diantaranya, maka terbuka untuknya satu pintu
. (Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987:53).68
Bahkan ketika mendengar seorang tua mengadukan kekikiran
anaknya hingga sampai hati mengadukan bahwa ayahnya mengambil harta
engkau dan hartamu adalah milik
(Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987, 54-55).
Dari penjelasan di atas tergambar bagaimana perlakuan terhadap
manusia usia lanjut menurut Islam. Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya
seorang bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian
khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat
diwakilkan kepada siapa pun, melainkan menjadi tanggung jawab anak-anak
mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih sayang dinilai
sebagai kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang tercela dinilai sebagai
kedurhakaan.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia
lanjut menurut islam merupakan kewajiban agama, maka perbuatan
menempatkan orang tua dipanti jompo merupakan tindakan tercela yang
dilakukan oleh seorang anak.
Usia lanjut dimana seseorang meningkatkan kesadaran akan peran social
dengan niatan amal shalih, meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada
Allah SWT, melalui perluasan diri dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah,
seperti shalat malam, puasa sunnah,, berdzikir atau wirid. Seseorang akan
menyesali diri, jika dalam hidupnya, terutama di usia senja, tidak melakukan
suatu aktivitas yang bermanfaat bagi orang lain atau bagi Tuhan-nya, sebab jika
batas kematian telah tiba maka tidak akan dapat ditunda barang sedetikpun.
Allah SWT menggambarkan penyesalan seseorang yang menyia-nyiakan waktu

68 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta, Rajawali Pers,2010) hlm.117-121

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018


108

sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah, dan aku
termasuk orang yang shalih. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
-Munafiqun: 10-
11).
Pada masa ini, seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan
potensinya, bahkan kesadarannya menurun atau bahkan menghilang. Kondisi ini
disebabkan karena menuanya syaraf-syaraf atau organ-organ tubuh lainnya,
sehingga menjadi kepikunan. Karena demikian kondisi kesadarannya sehingga ia
terbebas dari segala tuntutan hokum agama, seperti shalat, puasa dan ibadah-
ibadah yang lain. Nabi SAW mengajarkan agar agar seseorang tidak hanya
meminta kepada Allah SWT, umur yang panjang, tetapi yang terpenting adalah
bagaimana mempergunakan umur yang diberikan Allah itu dengan sebaik-
baiknya. Sabda Nabi itu dapat dibenarkan, sebab banyak orang yang berumur
panjang tetapi kondisinya pikun, sehingga seringkali membebani orang lain 69
Pada akhir masa usia lanjut, sesorang akan menghadapi masa menjelang
kematian. Tugas-tugas perkembangan pada masa ini adalah memberikan wasiat
kepada keluarganya jika terdapat masalah yang perlu diselesaikan, seperti wasiat
tentang pengembalian hutang, mewakafkan sebagian hartanya untuk keperluan
agama, dan sebagainya, tidak mengingat apapun kecuali berdzikir kepada Allah.

H. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk social, yang selalu membutuhkan bantuan oang
lain dalam memenuhi kebutuhannya. Begitu juga dengan kebutuhan manusia
terhadap agama, terlebih pada mereka yang sudah memasuki masa usia lanjut.
Kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku makhluk Tuhan yang
dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu
fitrah tersebut adalah kecenderungan terhadap agama. Karena adanya fitrah ini,
maka manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama.
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup manusia,secara
umum mengatakan bahwa usia lanjut ini dimulai pada usia 65 tahun. Dalam
perkembangan usia lanjut ini akan terjadi penurunan kemampuan fisik yang
menyebabkan aktivitas menurun. Adapun ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut
diantaranya, Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan, Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat
keagamaan, Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan
akhirat secara lebih sungguh-sungguh, Sikap keagamaan cenderung mengarah
kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur,
Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan

69Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,2001)


hlm.109

Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah


109

usia lanjutnya, Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan
abadi (akhirat).
Perkembangan agama pada usia lanjut sudah mencapai kemantapan
beragama, mereka menjalankan penuh kesadaran diri dan bukan sekedar ikut-
ikutan. Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya
ditunjukakan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap
benar akan beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.
Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan dalam
menuju rasa keagamaan usia lanjut yakni factor intern (dalam diri), dan ekstern
(dari lingkungan).
Di dalam Islam Perlakuan terhadap manusia usia lanjut
dianjurkan seteliti dan seteladan mungkin. Perlakuan terhadap orang tua yang
berusia lanjut, dibebankan pada keluarga mereka, bukan kepada badan atau panti
asuhan, termasuk panti jompo. Sehingga merawat orang tua dalam usia lanjut
merupakan kewajiban bagi anak-anak maupun sanak keluarganya, yakni dengan
cara- l.

DAFTAR PUSTAKA

Anshari, Hafi. 1991. Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, Usaha Nasional, Surabaya
Heni, Narendrany Hidayati. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press
Jalaluddin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers
Mujib,Abdul.2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta,PT Raja Grafindo
Persada.
Nashori, Fuad. 2008. Psikologi Sosial Islami. Bandung: PT Refika Aditama
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai