TUMOR.TUMOR GANAS
KEPAIA DAN LEHER
George L. Adams, M.D.
Pengertian sekarang dalarn penatalaksanaan penderita dengan keganasan kepala dan leher merupa-
kan akibat dari kemajuan dalam bidang pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, dan imunologi. Dalam
beberapa hal, gabungan cara pengobatan yang berbeda ini terbukti sebagai pengobatan yang paling
efektif untuk penderita dengan kanker lanjut. Dalam 100 'tahun sejak laringektomi pertama oleh
Billroth, kemajuan pesat dalarn pengobatan keganasan kepala dan leher telah dilakukan. Perkenrbang-
an pernbedahan leher secara radikal yang klasik oleh Crile pada awal tahun 1900 memperluas bidang
pernbedahan termasuk pernbedahan metastasis servikal regional. Sekarang ini pengertian yang lebih
jauh tentang kemampuan metastasis kanker kepala dan leher oleh Drs. Bocca di Itali dan Byers,
Schuller, Skolnik, Medina, dan beberapa lainnya yang memulai modifikasi pembedahan leher standar
seperti yang dijelaskan oleh Dr. Crile. Pada penderita tertentu mungkin telah dilakukan perlindungan
terhadap saraf kranial asesorius (XI), vena jugularis, dan otot sternokleidomastoideus. Kemajuan besar
lairLnya, tennasuk perlindungan mandibula dengan metode yang dijelaskan oleh Hamaker, Cunning-
harn, dan lainnya, yang menrulai metode yang memberikan hasil kosrnetik dan fungsi yang lebih baik
untuk penderita dengan keganasan lanjut. Anestesi endotrakeal, tranfusi darah yang aman, pemerik-
saan diagnostik yang lebih baik (khususnya CT scan), dan pemberian antibiotik perioperatif telah
menambah efektivitas pembedahan kanker. Secara bersamaan, kernajuan dalam terapi radiasi, seperti
terapi dengan cobalt-60 dan penyinaran iridium intentisial, memulai pengobatan yang lebih efektif
dengan perlindungan terhadap kulit, rnukosa, dan rnandibula yang lebih besar. Teknik pernbedahan
yang baru sekarang ini melakukan tindakan rekonstruktif dengan menggunakan flap rotasional setern-
pat, khususnya flap otot kulit pektoralis mayor, flap bebas interposisi jejunum dengan anastonosis
pernbuluh darah kapiler, dan tiudakan reseksi tumor yang lebih luas sarnpai ke dasar tengkorak. Pada
awal pengobatan kanker kepala dan leher, kemoterapi dilakukan secara penyelidikan. Protokol
penggunaan kemoterapi sebelum operasi dan segera pasca operasi sebagai pengobatan tambahan tam-
paknya efektif. Hasil pengobatan ini terutama dalarn mengurangi massa baik primer maupun metas-
tasis kelenjar. Bagaimanapun juga, tetap merupakan pertanyaan apakah pengurangan ukuran ini dan
efektivitas kemoterapi awal dalarn menghasilkan respons sebagian atau komplit pada akhirnya akan
mempengaruhi hidupnya.
Frekuensi keganasan kepala dan leher secara keseluruhan adalah meningkat. Sekarang ini pada
kota besar di negara Barat, fumor ganas laring, faring, dan rongga mulut rnenduduki urutan ke enarn
dari seluruh insidens, setelah kanker payudara, kolon dan rektum, paru-paru, uterus dan serviks, dan
prostat dan kandung kemih. Yang penting diperhatikan adalah meningkatnya insidens merokok pada
wanita. Karsinoma laring mentpunyai hubungan clengan karsinorna paru-paru dengan rasio kurang
lebih satu berbanding sepuluh. Dengan dernikian, dengan meningkatnya kanker paru-paru pada wanita,
maka peningkatan insidens karsinoma laring juga dapat diperkirakan.
430 BAGIAN ENAM_NEOPLASMA KEPALA DAN LEHER
Pcndcila yang balahan Usaha seluruh dokter yang berhubungan dengan tumor ganas diarahkan
pada pengenalan dini, peningkatan angka kehidupan, pencegahan metastasis
dcngan kankcr jalan napas
bagian atas mcmpunyaljauh, dan pengenalan dini penyakit rekuren lokal dan regional. Pada kasus
kcmungkinantimbulnya
kanker kepala dan leher, insidens keganasan primer kedua meningkat sampai
kcganasan primcr kcdua
fl
adalah 20 penen jika penderita bertahan hidup lima tahun setelah pengobatan tumor
pcrscn dalam
waktu Stahun kcmudhn.
primernya. Irsiders keganasan kedua juga meningkat sampai 10 persen pada
walcu terdiagnosis pengenalan tumor primer. Dengan demikian penilaian fisik dan endoskopi yang
sempurna dari penderita dengan kanker kepala dan leher dibutuhkan untuk meyakinkan tidak adanya
tumor kedua.
Hal-hal unik yang terjadi pada keganasan kepala dan leher: pada ldbib 85
E pcrscn kankcr kcpala
dan lchcr dapat didclcksl persen penderita, tumor dapat dilihat atau dipalpasi dengan pemeriksaan kepa-
dcngan p mcr ik saan kl in ih la dan leher yang teliti. Jika penderita mencari pengobatan sejak dini terhadap
yatwtcmpuma.
gejala-gejala yang ditemukan atau jika pemeriksaan kepala dan leher termasuk
bagian pemeriksaan fisik yang rutin, maka tumor dini dapat dikenali dalam praktek. Lesi yang kecil
mempunyai angka pengobatan setinggi 90 persen dan mungkin ditangani dengan reseksi pembedahan
yang terbatas alau penyinaran langsung pada daerah yang lebih kecil. Penggunaan laringoskop fiberop-
tik untuk pemeriksaan nasofaring, faring dan laring menambah dimensi baru untuk mendeteksi dini
tumor yang kecil. Sayangnya nasih terdapat faktor-faktor yang menghalangi pengenalan dan diagnosis
dini. Faktor-faktor tenebut adalah sebagai berikut:
Walaupun ada desakan konstan dari media umum bahwa masyarakat harus
Suara parau mcrupakan
tanda yang paling dinl mencari pengobatan lebih awal, tidak janng penderita datang dengan obstruk-
dari kankcr laring. si laring karena kanker yang besar dibandingkan gejala dini suara yang parau.
Demikian juga, penderita dengan tumor faring mengabaikan gejala-gejala dini
Suan prau yang mcnctap nyeri dan kesulitan menelan sehingga hanya datangjika sudah terjadi obstruk-
memerlukan pmeriksaan
Iaing dcrryan ccrmin alau
si faring dan esofagus. Dengan demikian, kemajuan yang pesat dalam pengen-
dcngan lib.ropaik. dalian keganasan kepala dan leher akan menjadi pendidikan masyarakat untuk
memperoleh pemeriksaan sejak awal. (Dokter harus meyakinkan penilaian
gejala-gejala penderita yang teliti, termasuk pemeriksaan tidak langsung dengan cermin atau pemerik-
saan yang menggunakan lapangan fiberoptik yang fleksibel-lihat Bab 1.)
ETIOLOGI
Kaninoma sel skuamosa termasuk 90 penen keganasan kepala dan leher.
Karsinoma scl skuamosa
Adenokaninoma, yang biasa terjadi pada kelenjar ludah mayor dan minor,
mcrupakan 90 r'ltscn dai
merupakan jenis berikutnya yang paling sering terjadi. Kelainan patologik
kankcr kcph dan lchcr,
lainnya kurang dari 1 persen. Tembakau adalah penyebab yang paling sering
disebutkan dalam perkembangan karsinoma sel skuamosa. Walaupun, peminum alkohol yang berat
seringkali dihubungkan dengan perokok berat dan dituduh sebagai faktor penyebab, khususnya pada
tumor rongga mulut, daerah tonsila, dan sinus piriformis. Higiene mulut yang buruk juga diduga
sebagai penyebab. Pada situasi yang jarang pada individu yang lebih tua yang tidak mempunyai ke-
biasaan seperti di atas dapat terjadi kanker dasar mulut atau lidah yang tidak dapat dijelaskan
23-TUMOR-TUMOR GANAS KEPAIj, DAN LEHER 43I
penyebabnya. Sebagian besar keganasan kepala dan leher terjadi pada kelompok umur 50-70 tahun,
kaninoma rongga mulut telah dikenali pada individu usia dua puluhan. Penggunaan alkohol dan tem-
bakau tampaknya tidak dimasukkan sebagai penyebab pada individu yang lebih muda ini.
PATOLOGI
Karsinoma sel shtamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung yang
Karsircm, scl skuamosa
lcbih nring terjadt pda pria.
nekrotik, biasanya dikelilingi oleh reaksi radang. Jika tumor tetap sebagai lesi
Ad c n ok a r s in om a tc rja d i ulseratif, seringkali dikelilingi oleh daerah leukoplakia jenis pra-maligna. Pada
samabanyak pada pria
maupun wanita,
awalnya tumor menyebar sepanjang permukaan mukosa, akhirnya meluas ke
dalarn jaringan lunak di bawahnya. Secara patologi, tumor-turnor ini digolong-
kan berdasarkan gambaran histologi yang dihubungkan dengan perjalanan klinik. Secara sederhana,
semua klasifikasi berkisar dari berdiferensiasi baik (tingkat keganasan rendah) sampai diferensiasi
buruk (tingkat keganasan tinggi). Tumor-tumor yang berdiferensiasi kurang baik cenderung memberi-
kan respons yang baik terhadap terapi radiasi; walaupun prognosis jangka panjang lebih buruk dari-
pada jenis yang berdiferensiasi baik.
Adenokarsinomate4adi pada kelenjar liur mayor maupun minor yang terletak pada batas mukosa
atau segera pada daerah subrnukosa. Klasifikasi tumor-tumor kelenjar liur yang biasa terjadi termasuk:
Adcnokarslnoma dapat
Untuk terjadinya adenokarsinoma nampaknya sama banyak pada pria dan
wanita. Adenokarsinoma terjadi pada kelompok umur yang lebih muda dari-
tcrfudi pda berbagai usia.
fada lebih umum karsinoma sel skuamosa. Dapat bermetastasis secara limfo-
gen maupun hematogen. Karsinoma adenoid kistik merupakan jenis keganasan kelenjar liur yang
khusus yang mempunyai kecendemngan tinggi menyebar sepanjang sarung saraf. Dan diketahui khu-
susnya dapat kambuh lagi setelah interval bebas penyakit lima sampai sepuluh tahun. Bertentangan
dengan karsinoma sel skuamosa, yang biasanya ulseratif, adenokarsinoma umumnya submukosa, de-
ngan gambaran massa yang licin, keras dan bulat yang mengalami ulserasi hanya pada akhir perjalanan
penyakit atau setelah biopsi. Tampaknya tidak ada hubungan dengan penggunaan tembakau atau alko-
hol. Sebenarnya adenokaninoma dapat terjadi pada berbagai tempat di mana karsinoma sel skuamosa
terjadi, tetapi adenokaninoma lebih sering terjadi pada kelenjar liur mayor, pertemuan palatum mole
dan palatum durum, atau dalam sinus-sinus paranasal atau bagian lidah yang dapat bergerak aktif.
Limfoma ganas (Tabel23-2) dapat terjadi sebagai keganasan primer di kepala dan leher. Lirnfoma
biasanya diklasifikan menurut apakah penyakit Hodgkin atau limfoma non-Hodgkin. Kelornpok ter-
akhir kemudian dibagi ke dalam sarkoma sel retikulum dan limfosarkorna. Konferensi tentang penya-
kit Hodgkin pada tahun 1965 di Rye, New York, mengklasifikasikan lebih jauh limfoma Hodgkin
menjadi 4 jenis:
1. Limfosit predominan
2. Sklerosis nodular
3. Sel-sel campur
4. Penguranganlimfosit
Jenis limfosit predominan dan sklerosis nodular telah dilaporkan mempunyai angka kehidupan
paling baik lima tahun. Jenis sklerosis nodular biasanya bersifat lokal pada kelenjar getah bening ser-
vikal dan mediastinum bagian atas. Disamping klasifikasi limfoma Hodgkin menjadi jenis-jenis ini,
penilaian klinik, radiologik, dan pembedahan yang lebih jauh membagi penyakit ke ctalam stadium I
sampai IV, tergantung luasnya penyakit.
Kategorisasi limfoma non-Hodgkin lebih kompleks dan tergantung pada sifat-sifat morfologik
maupun imunologik. Telah dikembangkan tiga sistem. Rappaport yang membagi tumor-tumor ke da-
lam limfositik berdiferensiasi baik, limfositik berdiferensiasi buruk, histiosit-limfosit campuran, dan
berdiferensiasi buruk yang difus. Sistem Lukes-Collins lebih bebas pada pengenalan imunologik. Di
negara Eropa digunakan klasifikasi Irnnert.
Dari Beahrs OH, Myers MH (eds): Manual for Staging of Cancer, 2nd ed, Philadelphia, JB Lip-
pincottCo, L983,p228.
2}-TUMOR-TUMOR GANAS KEPAT-A, DAN LEHER 433
Pcmbsaran tonsila
Limfoma dapat timbul pada berbagai daerah limfatik primer kepala dan
unilatcnl pada hwasa leher. Dengan demikian, lebih sering ditemukan sepanjang servikal anterior
dicwigai limfoma.
dan kelenjar getah bening jugular profunda atau timbul pada cincin Waldeyer.
Dan lagi, limfoma mungkin ditemukan sebagai tumor primer di dalam kelen-
jar parotis dan submandibular demikian juga dalam kelenjar tiroid. Hipertrofi tonsila unilateral, dengan
atau tanpa nyeri, pada dewasa sebaiknya diduga rnempunyai keganasarq kemungkinan limfoma, khu-
susnya jika disertai dengan terkenanya beberapa kelenjar getah bening servikal. Jika diduga limfoma
di luar kelenjar getah bening, misalnya pada tonsila palatina, seluruh tonsil sebaiknya dilakukan peme-
riksaan patologik. Dengan cara yang sama, jika diperlukan biopsi kelenjar getah bening, seluruh kelen-
jar getah bening, tanpa merusak bentuknya, sebaiknya dilakukan untuk pemeriksaan patologilg dan
ahli patologi sebaiknya diberitahu pada waktu diagnosis limfoma telah dipertimbangkan. Hal ini untuk
membiarkan dilakukannya sediaan "Sentuh". Kemudian proses penyakit penderita digolongkan untuk
membantu dalam menentukan rencana pengobatan. Hal ini membutuhkan limfangiografi dernikian
juga dengan CT scanning, laparatorni eksplorasi, splenektomi, atau mediastinoskopi. Pengobatan ter-
gantung pada stadium penyakit dan biasanya terdiri dari penyinaran, kemoterapi, atau kombinasi
keduanya.
TUMOR.TUMOR METASTATIK
Metastasis ke kepala dan leher dari tumor primer di marn pun dapat terjadi. Hipemefroma meru-
pakan tumor yang paling sering bermetastasis ke sinus-sinus paranasal. Massa pada fosa suprak-
lavikula dapat menunjukkan metastasis dari tumor primer paru-paru, ginjal (kaninoma sel renal),
kandung kemih, prostat, payudara, atau saluran pencernaan. Tumor-tumor yang cenderung bermetas-
434 BAGIAN ENAM-NEOPLASMA KEPALA DAN LEHER
tasis ke tulang dapat terjadi pada mandibula, maksila, sinus sfenoid, atau bagian pelrosa tulang lcm-
poral. Bahkan karsinoma metastatik ke tonsila telah dijelaskan.
Melanoma Maligna
Melanoma digolongkan menurut ukuran, lokalisasi, dan kedalaman invasi yang ditentukan secaftl
histologi (Tabel 23-3).
Prognosis dihubungkan dengan kedalaman invasi, lokalisasi, dan ukuran. Penderita-penderita de-
ngan tingkat I Clark atau klasifikasi paling tipis Breslow mempunyai prognosis yang relatif baik,
sedangkan penderita dengan tingkat V Clark mempunyai prognosis yang jelas buruk tanpa peduli ter-
hadap pengobatan.
Dari Beahrs OH, Myen MH (eds): Manual for staging of Cancer, 2nd ed, Philadelphia, JB Lip-
pincott Co, 1983, p 118.
Dalam ruang operasi, evaluasi endoskopi yang teliti dilakukan tidak hanya
Konsep "parcndoskopi"
b crk em b an g ka rcn a i ns idc n s pada penderita yang diketahui atau diduga tumor tapi juga daerah lain yang
kanhcr kcpala dan leher dicurigai. Dengan demikian, Ieukoplakia melewati daerah tumor primer juga
kcdurSstmpaiIpcrscn
harus dibiopsi. Lidah dan faring bagian atas dipalpasi dengan hati-hati. Naso-
faring dilihat dan dipalpasi secara langsung. kringofaring diperiksa dengan teliti dengan mengguna-
kan laringoskop, daerah aritenoid diangkat secara hati-hati untuk memeriksa daerah post-krikoid dan
hipofaringeal. Massa tumor didefinisikan dengan cermat dan disketsa serta gambar yang sesuai dibuat
pada kartu penderita. Pengetahuan yang pasti tentang perluasan turnor adalah penting sekali. Meng-
gambar tepi tumor yang dapat dicapai dengan menggunakan tinta india membantu untuk pemeriksaan
berikutnya. Ada atau tidaknya kelenjar getah bening leher yang dipalpasi harus dicatat, dan palpasi
diulang jika penderita masih dalam pembiusan. Apakah kelenjar getah bening ini terfiksasi dengan
struktur dibawahnya dan apakah kelenjar ini terdapat unilateral atau pada ipsilateral atau kontralateral
adalah penting. Pengetahuan tentang perluasan tumor primer dan keadaan metastasis regional diper-
lukan untuk merencanakan perawatan yang pasti dan stadium tumor.
Klasifikasi
LihatTabel 23-4.
CARA.CARA PENGOBATAN
Sekarang ini terdapat lima metode yang spesifik untuk pengobatan keganasan kepala dan leher:
l. Terapi radiasi
2. Eksisi pembedahan sekaligus
3. Eksisi dengan I-aser
4. Kemolerapi
5. Kombinasi
Dalam usaha untuk memperbaiki daya tahan hidup, sepuluh tahun yang lalu biasa dilakukan kom-
binasi dua cara pengobatan ini atau lebih. Sebelum dimulai berbagai bentuk pengobatan, penilaian
yang teliti dilakukan terhadap kesehatan umum penderita, kemungkinan unfik follow up, dan per-
luasan tumor dan metastasisnya. Kemudian, setelah pilihan dibicarakan dengan ahli penyinaran, ke-
luarga, dan lainnya yang terlibat dalatn perawatan penderita, rencana pengobatan diperoleh. Meskipun
tumor yang kecil dapat diobati secara adekuat dengan terapi radiasi atau pembedahan, tumor yang
besar biasanya diobati dengan pembedahan, dengan penyinaran diberikan sebelum dan pasca operasi.
Tumor rekuren yang tidak dapat diatasi dengan pembedahan tambahan atau penyinaran diobati dengan
kemoterapi, seringkali sebagai bagian dari protokol penelitian. Setiap cara pengobatan utama ini dibi-
carakan di bawah ini. c
Terapi Radiasi*
Radiasi berperanan penting dalam penatalaksanaan keganasan kepala dan leher dan dapat digu-
nakan sebagai cara pengobatan tunggal untuk tumor-tumor tertentu. Ahli ndioterapi, menggunakan
sinar-x dan sinar-gama, harus mengetahui kuantitas dan kualitas radiasi pada sinar khusus yang
digunakan. Kuantitas, atau dosis penyinaran menunjukkan jumlah yang diberikan, dan kualitas, alau
kemampuan penetrasi, menentukan persentase radiasi yang akan mencapai lesi pada kedalaman yang
diberikan di bawah permukaan tubuh. Jika penderita dipapar dengan sinar-x atau sinar-gama, bagian
foton yang lewat tidak dapat berubah, tetapi fraksi tertentu diabsorpsi dengan interaksi dengan atom-
atom tubuh. Foton yang diabsoqpsi, jika cukup energetik, fotoelektron yang bebas, elektron iang ber-
balik, dan pasangan negatron-positron yang mengionisasi atom-atom lain didekatnya. Dengan kata
lain, energi yang diabsorpsi menyebabkan ionisasi yang secara primer bertanggung jawab untuk efek
terapeutik dari penetrasi penyinaran.
Definisi
Dalam mengukur radiasi yang diabsorpsi, cara yang ideal akan memperhitungkan jumlah satuan
erg energi yang diabsorpsi dalamjaringan yang disinar dengan radiasi ionisasi. Cara ini membutuhkan
alat-alat yang canggih. Usaha awal untuk menghitung jumlah radiasi yang diabsorpsi melibatkan pa-
paran film fotografik untuk menentukan derajat kegelapan yang dihasilkan oleh paparan radiasi atau
observasi perubahan-perubahan yang akut pada kulit yang rnengalami radiasi setelah diberikan dosis
radiasi yang ditentukan. Hal ini disebut doses eritema.
Pada tahun 1908, diduga bahwa radiasi dihitung dengan mengukur ionisasi yang dihasilkan dalam
udara atau beberapa gas lain dengan paparan radiasi standar, dan oleh karena ifu diciptakan unit
roentgen. Definisi moderen roentgen adalah sangat tepat, tapi secara esensial didefinisikan sebagai
jumlah ionisasi tertentu yang terjadi dalam jumlah udara yang spesifik di bawah keadaan standar.
Bagaimanapun, pengukuran ini tidak menunjukkan dosis yang diabsorpsi penderita yang terpapar sinar
radiasi khusus. Oleh karena itu, dosis yang diabsorpsi juga harus didefinisikan. Jumlah energi yang
diabsorpsi dalam jaringan yang terpapar satu roentgen tergantung pada jenis radiasi dan bahan
penyinaran. Oleh karena itu, pada lahun L953, Kongres Radiologi Internasional ketujuh mengambil rad
(dosis radiasi yang diabsorpsi) sebagai unit dosis yang diabsorpsi. Rad adalah tidak tergantung jenis
radiasi dan menunjukkan dosis yang diabsorpsi 100 erg per gram dari berbagai bahan penyinaran.
Jumlah radiasi yang diberikan pada penderita biasanya ditunjukkan secara klinik dalam rad jaringan.
Unit tambahan adalah rem (roentgen-equivalent-man).Unit ini berusaha menghitung efek biologik
yang berbeda dari berbagai bentuk radiasi. Sebagai contoh, sinar neutron yang cepat menghasilkan
efek biologik yang lebih berarti daripada sinar cobalt untuk diberikan deposisi energi yang sama. Rem
memberikan perbandingan bentuk-bentuk radiasi yang berbeda untuk menghasilkan efek radiobiologik
yang diberikan.
Sekarang ini unit Sistim Internasional (SI) dari dosis yang diabsorpsi telah diubah menjadi gray
(Gy), yang didefinisikan sebagai satu joule per kilogram. Subunit, sentigray (cGy) seringkali diguna-
kan. Hubungan antara unit-unit di atas adalah
I Gy (gray) = 100 rad
1 rad = 10-" Gy = I sentigray (cGy)
Tujuan
Penggunaan terapi radiasi untuk pengobatan kaninoma kepala dan leher telah mencapai keung-
gulan yang lebih besar dalam tahun-tahun"&rakhir. Hal ini dimungkinkan oleh perbaikan teknologi
dari mesin-mesin yang menghasilkan radiasi ionisaSi, pengertian prinsip-prinsip radiobiologik yang
lebih besar, dan ketepatan yang meningkat dalam pengukuran dan pengiriman radiasi.
Ahli radioterapi menggunakan beberapa teknik untuk memberikan radiasi ionisasi. Lesi-lesi super-
fisial seperti karsinoma kulit sangat baik diobati dengan sinar-x voltase rendah. Irsi yang lebih dalam,
seperti pada lidah atau kelenjar getah bening, membutuhkan penetrasi yang lebih besar, seperti yang
diberikan oleh sinar cobalt atau elektron. Teknik penyinaran interstisial (implantasi langsung) menggu-
nakan bahan radioaktif seperti radiurn, emas atau iridiurn memberikan cara pengobatan tambahan. Im-
plantasi langsung bahan radioaktif terjadi dalam penyinaran lokal yang tinggi dengan sedikitnya efek
dirugikan di luar daerah yang dirnaksud.
Aplikasi teknik khusus terhadap penderita yang memperolehnya tergantung pada beberapa faktor.
Perlu diketahui daerah dan perluasan tumor primer tapi juga daerah matastasis yang pasti atau diduga.
Gambaran yang teliti, yang menunjukkan perluasan tumor, dibuat dalam kartu dan catatan tumor
penderita. Tutnor sebaiknya digolongkan stadiumnya menurut sistim klasifikasi TNM untuk petunjuk
selanjutnya. Usia dan keadaan umum fisik penderita merupakan faktor penting. Sebaiknya sejak awal
diputuskan, sebelum pengobatan, apakah penderita akan mendapat penyinaran seluruhnya atau hanya
sebelum atau pasca operasi. Hal ini penting diketahui jika penderita sebelumnya telah memperoleh
terapi radiasi, termasuk dosis dan daerah yang spesifik.
23-TUMOR-TUMOR GANAS KEPAIA DAN LET{ER 4.19
Lesi-lesi Laring
Penyinaran saja dapat digunakan untuk pcngobatan lesi-lesi laring yang agak lanjut, dengan derui-
kian membiarkan perlindungan suara. Dengan follow up yang teliti, reseksi bedah dapat dilakukan
kernudian jika kaninoma rnenetap atau kambuh kelnbali. Pendekatan ini khususnya berlaku untuk lesi
pita suara yang sesungguhnya. Di sini 80 persen angka pengendalian primer dicapai dengan penyi-
naran saja dan angka keberhasilan pembedahan untuk lesi-lesi yang tidak terkontrol adalah tinggi.
Untuk rnencapai penyebaran dosis yang hornogen pada semua volume tumor, digunakan dua atau
lebih portal sinar yang terpisah untuk menghasilkan radiasi. Sebagai contoh, pada pengobatan lesi pita
suara sesungguhnya yang masih dini, digunakan penyinaran portal lateral kiri maupun kanan untuk
menyinari volume jaringan seperti yang tampak pada Garnbar 23-1. Di sini, ukuran portal cukup kecil,
karena lesi-lesi ini meluasnya terbatas dan kemampuan untuk metastasis ke kelenjar getah bening juga
minirnal.
?.4_1-!rrqir..
-,:it*i'i'"''''*q:')'
't.
''-:;'i:ir'
t:r 3t r,
,r "1:a'1r
r;j
,, i,'
,n
n''" q
r:t;r
--
Daerah pusat 1 cm
di bawah takik tiroid
., ,
*", Daerah penyinaran kurang lebih 5 x 5 cm
i'.' " ""...' GAMBAR 2!1. Pengobatan
r,-,ff.
portal yang meliputi laring pa-
da lesi pita suara sesungguhnya
T1, N0, M0.
TUJUAN PENGOBATAN _
Termasuk: Di luar
1. Primer 1. Seluruh kelenjar getah bening,
44O BAGIAN ENAM-NEOPLASMA KEPALA DAN LEHER
GAMBAR 23-2, Pengobatan pr:rtal digunakan dalam pengobatan karsinoma nasofaring. Di samping portal ini, sinar anterior
tambahan digunakan untuk mengobati leher bagian bawah (EAC = kanalis telinga eksterna).
Karsinoma Nasofaring
Sebaliknya, seperti yang tampak pada Gambar 23-2, porlal yang digunakan dalam pengobatan kar-
sinoma nasofaring lebih luas, sesuai dengan kemanrpuan metastasis ke kelenjar getah bening seperti
pada kanker ini lebih besar. Dan lagi, portal lateral kiri dan kanan digunakan untuk mencapai dosis
yang homogen.
Untuk kaninoma sel skuamosa yang terjadi dalam sinus-sinus paranasal, terapi radiasi digunakan
sebelum dan pasca operasi. Pada lesi-lesi lebih lanjut yang tidak dapat dipotong, hanya digunakan
penyinaran saja. i
Pada lesilesi yang terletak di lateral, seperti lesi yang terletak pada sinus maksilaris, teknik khusus
memungkinkan hasil dosis penyinaran yang homogen terhadap volume target tanpa mengenai struktur
yang tidak terlibat atau struktur yang sensitif, seperti mata sebelahnya. Gambar 23-3 menggambarkan
rencana pengobatan untuk kaninoma yang mengenai antrum maksila kiri. Garis penghubung digambar
dalam gambar sketsa potongan transversal melalui sinus maksilaris rnenunjukkan garis-garis iso-dosis
dan menghubungkan titik-titik dosis yang sama dalam volume pengobatan. Dengan penyusunan portal
yang tepat untuk meliputi volume tumor dan secara bersamaan juga menghindari struktur yang tidak
terlibat dan sensitif, rencana pengobatan yang dapat diterima mungkin dibentuk. Karena terlibatnya
perhitungan yang sangat kompleks dalam merancang rencana, maka diperlukan komputer untuk men-
capai ketepatan periode waktu yang masuk akal. Juga ahli penyinaran dan personil penyokong lainnya
diperlukan untuk pelaksanaan dan penggunaan yang tepat dari fungsi-fungsi yang kompleks ini.
23_TUMOR-TUMOR GANAS KEPALA DAN LEHER 441
ARAH SINAFI I
GAMBAR 2!3. Gambar garis batas melalui sinus maksilaris, menggambarkan arah sinar, struktur anatomik yang penting,
volume tumor, dan garis lengkuog iso-dosis. Tampak bahwa sinar I merupakan sinar yang terbuka dan tidak bersudut tapi sinar II
yang melalui saringan timbal berbentuk seperti baji dengan tujuan untuk mencapai penyebaran dosis yang homogen.
Komplikasi
Kesulitan-kesulitan yang dihubungkan dengan pemberian terapi radiasi dapat dibagi menjadi kom-
plikasi dini dan lanjut. Masalah-masalah dini termasuk di bawah ini:
Pengobatan Pembedahan
Tujuan dari pengobatan pembedahan adalah reseksi total pada kanker dengan batas tepi jaringan
nonnal sedikitnya 2 cm. Dan lagi, pembedahan pada keganasan primer seringkali digabung dengan
limfadenektomi servikal (pembedahan leher radikal). Sampel leher adalah perlekatan kiri terhadap
442 BAGIAN ENAM_NEOPLASMA I<EPALA DAN LEHER
daerah primer, sebagai contoh, laring, sehingga seluruh daerah diangkat "sekaligus". Prinsip pembe-
dahan dasar digunakan jika mungkin, dengan kekecualian tertentu seperti hidung, di mana pem-
bedahan leher "sekaligus" tidak mungkin dilakukan. Reseksi tumor primer digabung dengan pembe-
dahan leher seringkali menimbulkan cacat jaringan lunak yang besar. Flap setempat yang terdiri dari
flap otot miokutaneus pektoralis mayor, flap dahi, flap lidah setempat, atau flap kulit servikal kemu-
dian digunakan untuk memperbaiki cacat yang terjadi.
Karsinoma Nasofaring
Nasofaring merupakan daerah utama untuk karsinoma sel skuamosa, kaninoma yang tidak ber-
diferensiasi, adenokarsinoma, dan limfoma primer. Limfoepitelioma, yang mengenai nasofaring pada
23-TUMOR-TI.JMOR GANAS KEPA; DAN LEHER 443
Metastasis servikal yang dapat dipalpasi tidak menunjukkan drainase kelenjar getah bening primer
karena biasanya yang pertama kali terkena adalah kelenjar getah bening retrofaring. Oleh karena itu,
pernbedahan jarang dianjurkan. Penyinaran rnerupakan pengobatan utarna baik untuk lesi primer
maupun metastasis servikal. Pembedahan leher radikal dilakukan jika lesi primer dan kelenjar getah
bening retrofaring telah disterilisasi tapi tetap terjadi metastasis servikal.
Kaninoma sel skuamosa merupakan tumor ganas sinus paranasal yang pa-
CT atau *lRl scanning
dlperlukan untuk mcrcn- ling sering terjadi dan paling sering mengenai sinus maksilaris. Sinus etmoid
tukan stadium dan pcrluasan
merupakan daerah kedua yang sering terkena, dan keganasan pada sinus fron-
knkcr situs pranasal.
talis dan sfenoid jarang terjadi. Kaninoma adenoid kistik, merupakan
keganasan sinus kedua yang paling sering ditemukan, seringkali sudah sangat
meluas sebelum penderita menyadari gejala-gejala. Diagnosis keganasan seringkali terlambat ka-
rena gejala-gejala dini tumor ganas sinus paranasal mirip dengan gejala lazim pada sinusitis kronik
jinak. Untuk mengatasi pokok persoalan yang membingungkan, l-0 persen penderita mengalami
riwayat sinusitis kronik yang menetap sebelum timbul keganasan. Keluhan pertama penderita pada
dokter gigi karena gigi palsu yang tidak cocok lagi atau erosi tumor terjadi ke dalam tonjolan tulang
maksila.
PENENTUAN RESEKTABIUTAS
KANKER SINUS MAKSII-ARIS
1. KEDALAMRONGGA
HTDUNG (EROSTOINOING JAI-AN PERLUASAN KEGANASAN
MEDIAL MAKSILA) SINUS MAKSII-AFIIS
2. KEDA-AMOAERAH
EruOIO
3, KEOAIAMMATA(CELAH
ORBITAINFERIOR)
4. KE OALAM JARINCTAN LU' 1. PERLUASANMELALUI
NAKPtPt (EROSIDINOING GARIS TENGAH
ANTERIOR MAKSILA)
2. INVASI KEMATA(PERLU
5. PADATONJOLAN EKSENTERASI)
PAI-ATUM ATAU ALVEO-
3. INVASI FOSAINFRATEM.
LAR (PALATUM TAMPA<
PORAL CNDAK DAPAT
TERDORONG KE BAWAH)
DIRESEKSD
6. KEDALAltlSULKUS 4, INVASIFOSAPTERIGO-
BUI(AL
MAKSILARIS
5. EROSI LEMPENG
PTERTGOTOOrDAK
OAPATDIRESEKSI)
6, EROSITONJOLANAL-
vEoLM (CARI EROSI
AKAR GIGD
GAMBAR 2y4. A. Pandangan frontal tengkorak menunjukkan mungkin jalan p€rluasan dari kanker sinus maksilaris. .8. Pan-
dangan dai'i samping daerah perluasan yang mungkin yang sebaiknya dipertimbangkan dalam menentukan dapat tidaknya
direseksi. (Dari McQuarrie D, Adams G, Schons A, Browne G (eds): Head and Neck Cancer: Clinical Decisions and Manage-
ment Principles. Chicago, Year Book Medical Publishers, 1985, p 319)
Tumor dasar lidah dini CI1) dapat diatasi dengan terapi radiasi. Leher termasuk dalam lapangan
penyinaran karena kecenderungan metastasis dini. Jika tumor besar, diperlukan reseksi gabungan.
Terapi radiasi pasca operasi seringkali diberikan sebagai tambahan karena terdapat metastasis servikal.
Karena kemungkinan terjadinya metastasis bilateral sangat besar, maka selalu dilakukan radiasi pada
leher sebelahnya.
Kanker DaerahTonsila
Kaninoma biasanya mengenai daerah tonsita. Daerah ini meluas dari trigonum retrornolar ter-
masuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa tonsilarnya sendiri. Tumor yang
meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior pada palatum mole. Jika tumor kecil (f1, T2, N0)
mungkin diatasi dengan penyinaran, sedangkan tumor yang besar (f3, T4) memerlukan reseksi pem-
44 BAGIAN ENAM-NEOPLASMA KEPALA DAN LEHER
TABEL 2}4. SISTEM KI-ASIFIKASI TNM YANG DIGUNAKAN PADA KANKER I-ARING
Glotis
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada pita suara dengan mobilitas yang normal (termasuk mengenai komisura anterior
atau posterior)
T2 Perluasan supraglotik atau subglotik dengan mobilitas pita suara yang normal atau terganggu atau
keduanya
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara
T4 Tumor masif dengan destruksi kartilago tiroid atau perluasan di luar daerah perbatasan laring atau
keduanya
Dari Beahrs OH, Myers MH (eds): Manual for Staging of C-ancer, Znd eA. Philadelphia, JB Lippincott Cr, 1983,
p27.
bedahan, seringkali disertai terapi radiasi sebelum dan pasca operasi. Irsi-lesi yang kecil dengan
metastasis yang dapat dipalpasi biasanya diatasi dengan reseksi pembedahan dan penutupan primer.
Reseksi ini dianggap sebagai tindakan gabungan. Flap lidah lateral, dahi, otot kulit, atau servikal dapat
menutup cacat yang besar.
Karsinoma tonsil seringkali bermetastasis ke segitiga digastrik atau kelenjar getah bening jugularis
bagian atas yang dikenal sebagai kelenjar getah bening tonsila. Karena metastasis dini dari lesi yang
berukuran sedang, pembedahan leher biasanya termasuk dalam tindakan pembedahan.
Karena limfoma ekstra-nodal dapat terjadi sebagai pembsamn tonsil unilateral, maka harus dima-
sukkan dalam diagnosis banding tumor tonsila. Kanker metastatik dari daerah saluran pencernaan juga
telah dilaporkan.
Karsinoma Laing
Pila suara asli mcmpunyai
Karsinoma sel skuamosa menrpakan keganasan laring yang paling sering
d rai m* li mfatik yang sc- terjadi (94 persen). Gejala-gejala dini termasuk suara parau dan, sesuai de-
dkit; deryan dcnikhtqt* ngan keterlibatan timbul, nyeri, dispnea, dan akhirnya disfagia. Laring dibagi
nrcrWng tcthdiD,'dapil'
suara ttli tldak bcmutasl} menjadi laring supraglotik (di atas pita suara), daerah glotik (pita suara asli),
sit pada kclmfu gatah dan daerah subglotik (di bawah batas pita suara asli). Drainase limfatik laring
bcnhg sclihal ampal
akhh pcrphmn pcnyakiL
supraglotik banyak sekali, dan sebagai akibatnya metastasis tampak teqiadi
lebih dini. Pita suara asli mempunyai aliran limfatik yang buruk, dan metas-
tasis servikal terjadi terakhir dan jarang. Limfatik daerah subglotik meninggalkan laring sebenarnya
melalui daerah krikotiroid dan melalui kelenjar getah bening yang berdekatan (Delphian) dan kelenjar
getah bening profrrnda inferior. Bagian drainase limfatik laring ini penting jika merencanakan per-
luasan reseksi pembedahan.
I:ringektomi horisontal supraglotik standar termasuk reseksi ventrikel, pita suara palsu, lipatan
ariepiglotika, dan epiglotis. Tumor tidak harus meluas ke dasar lidah, pada baas pita suara asli, atau di
bawah petiolus epiglotika. Laringektomi supraglotik yang luas dapat digunakan untuk reseksi tumor di
dasar lidah posterior terhadap papila sirkumvalata dan valekula. Tindakan ini dilakukan untuk lesi
yang mempunyai kriteria kaku ini pada penderila dengan cadangan paru yang baik (FEV, 50 persen
dari yang diramalkan). Karena insidens metastasis tersamar regional sebesar 30 persen, maka pada
umumnya dilakukan pembedahan leher ipsilateral. Suara dilindungi, tapi bagian laring yang melewat-
kan makanan dari jalan napas diangkat. Tnkeostomi dilakukan pada waktu pembedahan dan diper-
tahankan sampai pembengkakan berkurang dan cukup untuk memberi aliran jaalan napas yang
adekuat. Dua sampai tiga minggu setelah pembedahan penderita akan belajar menelan tanpa aspirasi,
dan pipa nasogastrik dapat diangkat. Penyinaran pascir operasi lebih disukai dibandingkan sebelum
operasi, karena luka telah sembuh dan kemungkinan terbentuknya fistula dikurangi.
23_TUMOR-TUMOR GANAS KEPAI.A DAN LEHER 4{I
Alternatif yang lebih baru pada penderita tertentu adalah eksbi laser dali
Vunor yang nnluas kc
komisure ,ntsiil tidak kaninoma pita suara T1. Pemeriksaan patologik daerah tepi masih diperlukan
dapatdiryr',.ikidcngan untuk meyakinkan bahwa seluruh tumor telah dieksisi, sehingga sampel yang
*sisibsu-
sebenarnya direseksi dibandingkan terapi penguapan tumor. Keuntungan tin-
dakan ini adalah tindakan operatif tunggal, biasanya tidak memerlukan tra-
keostomi. Kerugiannya adalah kualitas suara lebih buruk daripada yang dicapai dengan terapi radiasi.
Kaninoma laring yang besar (T3, T4) diatasi dengan pembedahan saja atau dengan kombinasi
penyinaran dan laringektomi. Karsinoma yang mengenai daerah subglotik (lebih dari 1 cm di bawah
pita suara asli) memerlukan laringektomi total dan pembedahan kelenjar getah bening paratrakeal.
Kurang lebih 40 persen penderita yang mendapat laringektomi dan hemitiroidektomi diikuti radiasi
pasca operasi membutuhkan penggantian hormon tiroid.
Pada laringektomi total, laring diangkat dari dinding anterior hipofaring dan dipotong dari trakea
bagian atas. Hipofaring kemudian dirapatkan padanya dan dasar lidah, dan ujung atas trakea dijahit
pada kulit. Dengan demikian faring dan jalan napas betul-betul ierpisah. Jika lesi mengenai hipofaring
yang berdekatan, maka diperlukan hipofaringektomi parsial atau total. Karena kemungkinan invasi dini
pada kelenjar tiroid di atasnya, maka lobus ipsilateral dan istmus kelenjar seringkali dimasukkan dalam
sampel. Pipa nasogastrik dipasang pada waktu operasi untuk memberikan masukan makanan. Pipa ini
diangkat sekitar tujuh hari pasca operasi dan penderita mulai mendapat diet cair.
TumorGanas Hipofting
Kaninoma sinus piriformis atau hipofaring paling sering adalah jenis sel
TumonturorhipolaritE
yary kccll hpttcrjadi skuamosa. Kanker ini cenderung bermetastasis dini walaupun keganasan
d an gan F ny akit mctastasi s kecil, sulit untuk mengenali dengan laringoskopi tidak langsung atau langsung
*ruikal yary hniuL
dan faringoskopi, dapat terjadi dengan metastasis servikal. pengobatan biasa-
nya terdiri dari penyinaran (sebelum atau pascit operasi) digabung dengan
laringektomi total dan faringektomi parsial. Tumor-tumor pada daerah ini mempunyai prognosis lebih
buruk daripada tumor laring dengan ukuran yang sama.
Tumor kecil tertentu dapat dieksisi tanpa laringektomi total. Seperti tumor-tumor yang terbatas
pada sisi faring lipatan ariepiglotika dan di atas batas kartilago krikoid. Keadaan lain di mana laring
dapat dilindungi adalah tumor yang terbatas pada dinding lateral sinus piriformis. Pembedahan leher
yang komplit atau modifikasi diperlukan jika tumor-tumor ini diatasi dengan pembedahan.
448 BAGIAN ENAM-NEOPLASMA KEPALA DAN LEHER
Irtak tumor hipofaring yang tidak biasanya adalah pada daerah post-krikoid. Seperti tuluor-tumor
yang dihubungkan dengan sindrom Plummer-Vinson. Prognosisnya buruk kecuali jika dilakukan re-
seksi pembedahan yang luas, melibatkan laringektomi total dan faringektomi total. Flap rotasi, interpo-
sisi jejunum, transposisi kolon, atau gaster "ditarik ke atas" dapat digunakan untuk rekonstruksi faring.
Limfadenektomi servikal radikal, atau pembedahan leher radikal, adalah bagian intrinsik reseksi
pembedahan kepala dan leher yang paling utama. Rantai kelenjar getah bening pada leher dapat dibagi
berdasarkan letak anatomi ke dalam lima kelompok besar: (1) kelenjar getah bening submental meng-
isi ruang lernak dengan segera di bawah dagu dan superior terhadap tulang hioid, (2) kelenjar getah
bening submandibula, yang mengisi daerah sekitar kelenjar submandibula dan dibatasi oleh rnandibula
dan bagian anterior dan posterior otot digastrikus, dan superior terhadap tulang hioid (segitiga submak-
sila), (3) rantai jugularis profunda, yang berhubungan erat dengan jalannya vena jugularis interna
melalui leher, (4) rahtai asesorius posterior atau spinalis berhubungan erat dengan saraf asesorius spi-
nalis, dan (5) kelenjar getah bening transversal atau supraklavikula, mengisi fosa supraklavikula. Jika
dilakukan pembedahan leher yang radikal, semua rantai kelenjar getah bening ini diangkat.
Keputusan untuk melakukan pembedahan leher radikal didasarkan beberapa faktor:
1. Kelenjar getah bening yang secara klinik dapat dipalpasi diduga merupakan metastasis.
2. Tumor primer pada daerah yang berhubungan dengan insidens tinggi dari metastasis leher
secara mikroskopik tersarna r.
3. Kelenjar getah bening servikal yang dapat dipalpasi diduga secara klinis sebagai keganasan pa-
da bagian leher kontralateral pada penderita dengan keganasan primer kepala dan leher sebe'
lumnya.
4. Tumor primer tersamar.
kemampuan berepitelisasi, membentuk lapisan pelindung di atas arteri karotis. Teknik lain melibatkan
pergeseran flap pedikel otot dari otot levator skapula untuk melindungi arteri karotis. Bila flap otot
kulit pektoralis mayor digunakan untuk merekonstruksi faring atau rcngga mulut, otot tambahan pen-
ting pada tempat pembedahan leher dan melindungi arteri karotis.
Faktor tambahan yang harus disadari pada waktu merencanakan pembedahan leher radikal adalah
kelemahan penyerta pada waktu elevasi lengan ipsilateral yang disebabkan oleh hilangnya penarafan
otot trapesius. Saraf asesorius mungkin harus dieksisi karena hubungannya yang erat dengan rantai
asesorius spinalis pada leher bagian atas.
Kemoterapi
Tumor padat daerah kepala dan leher pacla uurumnya resisten terhadap bahan kernoterapeutik
sekarang ini. Walaupun, protokol percobaan dan penelitian rnenunjukkan angka respons awal terhadap
Kemoterapi
-
induksi 3 minggu, Pembedahan Radiasi pasca Kemoterapi perawatan
tlygi operasi
x 6 bulan
450 BAGIAN ENAM-NEOPLASMA KEPA]-A DAN LEHER
Bacaan Selanjutnya
lidak mungkin untuk meliput semua topik kanker kepala dan leher pada buku ini. Artikel tambahan tertentu dianjurkan untuk
bacaan yang lebih luas pada setiap topik yang dibicarakan dalam bab ini.
Umum
McQuanie D, Adams G, Schons A, Brownw G (eds): Head and Neck cancer: Clinical Decisions and Management Principles.
Chicago, Year Book Medical Publishers, 1985.
Million R, Cassisi NJ: Management of Head and Neck Cancer: A Multidisciplinary Approach. New York, JB Lippincott Co,
1984.
Segren SL: Recent advances in radiation therapy of head and neck cancer. Head Neck Surg 4: 227-232,1982.
Silver CE: Surgery for Cancer of the l-arynx and Related Structures. [-ondon, Churchill Livingstone, 1981.
Snow JB, Belber RD, Kramer S, et al: Randomized preoperative and postoperative radiation therapy for patients with carcinoma
ofthe head and neck: Preliminary report. hryngoscope 90:930-945, 1980.
Suen JY, Myers EN (eds): Cancer of the Head and Neck. New York, Churchill Livingstone, 1981.
VraebecDA, Heffron TJ: Hypothyroidism following treatment for head and neck cancer. Ann Otol Rhinol l,aryngol 90:449,
1981.
23-TUMOR.TUMOR GANAS KEPAT.A DAN LEHER 451
Pembedahan Leher
Bocca E, Pignataro O: A conversation technique in radical neck dissection. Ann Otol Rhinol l-aryngol76:975-987, 1967.
Flercher GH, Jesse RH: The Place of inadiation in the mamgement of the primary lesion in head and neck cancer, Cancer 39:
862- 867, 1977.
Jesse RH, Ballantyne AI, I-arson D: Radical or modified neck dissection: A therapeutic dilemma. Am J Surg 136: 516-519,
L978.
Jesse RH, Fletcher GH: Treatment of the neck in patients with squamous cell carcinoma of the head and neck, Cancer 39:g6g-
872, tg'.t1.
Johnson JT, Barners ElMyers EN, et al: The extracapsular spread of tumors in cervical node meastasis, Arch Otolaryngol 107:
725-729,L98t.
Medina JE, Byers RM: Supraomohyoid neck dissection. Head and Neck Su rgLL: llr-122, L989.
Schuller DE, et al: Analysis of disability resulting from treatment including radical neck dissection or modified radical neck dis-
section. Head Neck Surg 6: 551-558, 1983.
White D, Byers RM: What is the preffered initial methode of treatment for squamous carcinoma of the tongue? Am J Surg 140:
553-555, 1980.
Keganasan PrimerKedua
Maisel RH, Vermeersch H: Panendoscopy for second prinary tumors in head and neck cancer patients. Ann Otol Rhinol t aryn-
gol 90:460-464, 1981.
McQuirt UF: Panendoscopy as a screening examination for'simultaneous tumors in head and neck cancer. laryngoscope 92:
569-576. L982.
Vraebec D: Multiple primary malignancies of the upper aerodigestive system. Ann Otol Rhinol l-aryngol 88: 846-854, 1979.
Sarkama
Blieer A et al: Clinical-pathological determination in prognosis of fibrous histiocytomas of the head and neck. Laryngoscope
9I:2053-2O70,I98L.
Feldman BA: Rhabdomyosarcoma of the head and neck. Laryngoscope 92: 424-440, 1982.
Healy GB, et al: Rhabdomyosarcoma of the head and neck: Diagnosis and management. Head Neck Surg I: 334-339, 1979.
Basakis JG: The pathology of the head and neck tumors; Nasal cavity and paranasal sinus. Head Neck Surg 2: 410-419, 1980.
Frazell E, lrwis J: Cancer of the nasal cavity and accessory sinuses. Cancer 16 1293,1963.
Goefett H, Guillinondequi OM, Jesse RH, et al: Squamous cell carcinoma of the nasal vestibule. Arch Oolaryngol 100: 8-10,
7974.
Ketcham AS, Wilkins JM, Van Buren JM, et al: A combined intracranial facial resection for tumors of the paranasal sinuses. Am
J Surg 106:698, 1%3.
Mendenhall NP, Parson Jl
Cassisi NJ, Million RR: Carcinoma of lhe nasal vestibule treated with radiation therapy. l-aryngo-
scope 97: 626-632,1987 .
Myers EN, Schramm VI. Barners EL: Management of inverted papilloma of the nose and paranasal sinuses. l:ryngoscope 91:
2071-2084,t98r.
Session GA: symposium: Treatment of malignancies of the paranasal sinuses. laryngoscope 80: 945, 1970.
skolnik EM, Massari FS, Tenta LT: olfactory neuroepithelioma. Arch otolaryngol 81: 644-6s3, L966.
Snow EB, Van Der Esch EP, Slotten EA: Muoosal melanomas of the head and neck Head Neck Surg L:2430,1978,
Kaninoma Nasofortng
Dickson RI: Masopharyngeal carcinoma: Al evaluation of209 patients. I-aryngoscope 91:333-354, 1981.
Ho JHC: A epidemiological and clinical study of nasopharyngeal carcinoma. Inr J Radiant Oncol Biol Phys 4: 183-193, 1978.
452 BAGIAN ENAM-NEOPLASMA KEPAI-A DAN LEHER
Kaninoma Laring
DeSanto LW: The options in early laryngeal carcinomas. N Engl J Med 306: 910, 1982.
Ogura JH, Bell JA: Laryngectomy and radical neck dissection for carcinoma of the larynx. I-aryngoscope 62: I,1952.
Kirchner J, Som ML: Clinical significance of fixed vocal cord. l:ryngosoope 81: 1029, L971.
Som ML: Conservation surgery for carcinoma of the supraglotis. J Laryngol Otol 84: 655, 1970.
Strong MS: I-aser excision of carcinoma of the larynx. l:ryngoscope 8 5: 1286, 197 5.
Wang CC: Treatment of glottic carcinoma by megavoltage radiation therapy and results. AI.R 120: 157,1974.
Rekonstruksi
Back S, l-awson W, Biller FIF: An analysis of 133 pectoralis major myocutaneous flaps. Plast Reoonstr Surg 69: 460-467,1982.
Bakamjian VY: A two stage method for pharyngoesophageal reconstruction. Plast Reconstr Slurg36:773-L84,1965.
Gluckman JI. et al: The free jej unal graft in head and neck reconstruction. l:ryngoscope 91: 1887-1894, 198 1.
Schechter Gl Sly DE, Roger AI- et al: Set-back tongue flap for carcinoma of the tongue base. Arch Otolaryngol LM: (t68-674,
1980.
Panje W: Prosthetic voice rehabilitation following laryngectomy. Ann Otol Rhinol Laryngol 90: 116-120, 1981.
Singer MI, Blom ED: An endoscopic technique for restoration of voice after laryngectomy. Ann Otol Rhinol l-aryngol 89:
52,1980.