Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN KEAGAMAAN PADA LANSIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Sosiologi Agama


Dosen Pengampu: Triyono, S.Sos.I., M.Si.

Disusun oleh :
BKI 3E
Anwar Abdul Majid 191221154
Elma Indriana 191221155
Jihan Dewi Rahmawati 191221156

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seorang manusia mengalami fase tumbuh dan berkembang, dari
manusia lahir, kemudian menjadi seorang bayi, anak-anak, remaja,
dewasa, hingga menemui ajalnya. Dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya, masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dalam
rentang hidup manusia. Dikatakan demikian karena masa dewasa ditandai
dengan pembagiannya menjadi tiga fase yaitu: 1) Masa dewasa Dini
(Early Adulthood usia 20- 40 tahun), 2) Masa Dewasa Madya (Middle
Adulthood, usia 40-65 tahun) dan, 3) Masa Dewasa Akhir (Late
Adulthood, usia 65 tahun keatas). Sehubungan dengan kebutuhan manusia
dari periode perkembangan tersebut, maka dalam kaitannya dengan
perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh timbal
balik antara keduanya.
Dari segi ilmu jiwa agama, dapat dikatakan bahwa perubahan
keyakinan atau perubahan jiwa keagamaan pada orang dewasa bukanlah
suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan tidak pula merupakan
pertumbuhan yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului
oleh berbagai proses dan kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari begitu
juga dengan masa dewasa lanjut atau masa tua (Zakia, 2005). Oleh karena
itu pada masa dewasa, agama mulai dipandang sebagai bagian terpenting
dalam hidupnya. Sedangkan pengkajian nilai diharapkan untuk menjadi
pedoman yang lebih kokoh menghadapi tugas-tugas didunia dan menjadi
pedoman utama menghadapi kematian dan hidup di akhirat kelak.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa yang disebut lansia?
2. Apa saja kebutuhan agama pada lansia?
3. Bagaimana karakteristik keberagamaan pada orang dewasa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lanisa.
2. Untuk mengetahui kebutuhan agama pada lansia.
3. Untuk mengetahui karakteristik keberagamaan pada orang dewasa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lansia
1. Pengertian Lansia
Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua
makhluk hidup. Lasleet (Caselli dan Lopez, 1996 dalam Suardiman, 2011)
menyatakan bahwa menjadi tua merupakan proses perubahan biologis
secara terus menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur
dan waktu. Sedangkan usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap
akhir dari proses penuaan tersebut.
Berdasarkan UU Kes. No. 23 1992 Bab V bagian kedua pasal 13 ayat
1 menyebutkan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena
usianya mengalami perubahan biologis, fisik, dan sosial. Ada dua
pendekatan yang sering digunakan untuk mengidentifikasi kapan
seseorang dinyatakan tua, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan
kronologis. Usia biologis adalah usia yang didasarkan pada kapasitas
fisik/biologis seseorang, atau bisa dikatakan ukuran seberapa jauh
seseorang telah berkembang sepanjang rentang umur potensial. Sedangkan
usia kronologis adalah usia seseorang yang didasarkan pada hitungan
umur seseorang.
2. Batasan dan Kelompok Lansia
Mereka yang di sebut lansia adalah mereka yang sudah memasuki usia
lanjut yaitu 65 tahun keatas. Terdapat beberapa versi dalam pembagian
kelompok lansia berdasarkan batasan umur, yaitu sebagai berikut:

a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi:


 Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59
tahun.
 Lanjut usia (eldderly) antara 60-74 tahun.
 Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
 Sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
b. Menurut Departemen RI lansia dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu:
 Virilitas (Prasenium): masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa usia (55-59 tahun)
 Usia lanjut dini (Sanescen): kelompok yang mulai memasuki
masa usia lanjut dini (60-64 tahun)
 Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degeneratif (>65 tahun)
c. Menurut Jos Masdani (Psikolog dari Universitas Indonesia)
membagi kedewasaan manusia menjadi empat kelompok :
 Fase luventus (usia 25-40 tahun)
 Fase verilitas (usia 40-50 tahun)
 Fase prasenium ( usia 55-65 tahun )
 Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)
d. Menurut Hurlock, lanjut usia dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
 Early old age (usia 60-70 tahun)
 Advanced old age (usia >70 tahun)
e. Menurut Burnsie, lansia dibagi menjadi empat tahap yaitu :
 Young old (usia 60-69 tahun)
 Middle age old (usia 70-79 tahun)
 Old-old (usia 80-89 tahun)
 Very old-old (usia >90 tahun)

B. Kebutuhan Agama Pada Lansia


Manusia yang dikatakan berusia lanjut yaitu ketika ia berusia diatas
65 tahun. Dalam penilaian banyak orang, pada usia ini manusia yang
sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik mereka rata-rata sudah menurun,
sehingga berbagai penyakit siap untuk menggerogoti mereka. Dengan
demikian di usia lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa
mereka berada pada sisa-sisa umur menunggu datangnya kematian.
Mengenai kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut Wiliam James
menyatakan bahwa, sisi keagamaan yang sangat luas biasa tampak justru
pada usia tua. Ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir.
1. Agama Pada Lansia
Seiring dengan meningkatnya usia pada masa orang dewasa lanjut,
tiadaklah sulit bagi mereka untuk mengikuti acara keagamaan dan
melakukan kunjungan ketempat ibadah dan bergaul dengan orang
orang, meskipun berbeda keyakinan mereka tetap menunjukkan sikap
yang lebih lunak. Agama sering dikaitkan dengan kematian dan
menjadi sesuatu yang bersifat pribadi.
Menurut William James (1958), keagamaan yang luar biasa justru
lebih tampak pada usia lanjut yaitu ketika gejolak kehidupan seksual
mereka berakhir, pendapat tersebut sejalan dengan realita yang ada
dalam kehidupan manusia, pada usia lanjut manusia justru lebih tekun
dalam beragamaan guna mempersiapkan bekal akhirat nanti.
Menurut Jalaluddin (2010) ciri-ciri keberagamaan lansia dapat diurai
sebagaimana berikut:
a. Kehidupan keagamaan manusia lanjut usia sudah mencapai
tingkat kemantapan.
b. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat
keagamaan yang berasal dari luar dirinya.
c. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan
akhir secara lebih sungguh-sungguh
d. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan
saling cinta antarsesama manusia dan sifat-sifat luhur.
e. Timbul rasa takut kepada kematian.
2. Kematangan Dalam Keagamaan
Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya
ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh, karena
dianggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama
yang dianutnya. Kematangan beragama sudah ada dalam dirinya,
segala perbuatan dan tingkah laku keagamaan yang senantiasa
dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab,
bukan atas peniruan dan ikut-ikut saja.
3. Faktor Yang Menghambat Keberagamaan.
Dalam menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan,
karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu
perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab
pekembangan pada kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba.
Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya
hambatan, yaitu:
a. Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua:
kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini berupa kemampuan
ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran agama yang mereka
anut, hal itu dapat terlihat perbedaannya antara seseorang yang
berkemampuan dan kurang kemampuan.
Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman
seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap
dan stabil dalam mengerjakan aktivitas keagamaan. Namun, bagi
mereka yang mempunyai pengalaman yang sedikit dan sempit, ia
akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu
dihadapkan pada hambatan -hambatan untuk dapat mengerjakan
ajaran agama secara mantap dan stabil.
b. Faktor dari luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi
dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberi kesempatan
untuk bekembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya
perkembangan dari apa yang telah ada. Faktor-faktor tersebut
antara lain tradisi tertentu dan berkala secara turun temurun dari
satu generasi berikutnya, kadang- kadang terasa oleh seseorang
sebagai suatu belenggu yang tidak pernah selesai. Sering kali
tradisi tersebut tidak diketahui dari mana asal-usul, sebab
musababnya, mulai kapan ada, dan bagaimana ceritanya.

C. Karateristik Keberagaman Pada Lansia


Jiwa keagamaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat
tergantung dari perkembangan aspek fisik dan demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa kesehatan fisik akan berpengaruh
pada kesehatan mental. Selain itu perkembangan di tentukan oleh tingkat
usia. Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan
ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan
pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya.
Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan
bukan sekadar ikut-ikutan. Kestabilan dalam pandangan hidup beragama
dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukan lagi pada kesetabilan yang
statis, melainkan kestabilan yang dinamis, di mana pada suatu ketika ia
mengenal juga adanya perubahan-perubahan. Adanya perubahan itu terjadi
karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan
mungkin karena kondisi yang ada. Berikut merupakan karakteristik
keberagamaan pada masa dewasa akhir/lansia:
1. Merupakan periode kemunduran
Pada masa usia dewasa akhir kemunduran fisik dan mental terjadi
secara perlahan dimana seseorang menjadi tua. Penyebab kemunduran
fisik adalah pada sel-sel tubuh yang juga ikut menua. Kemunduran ini
juga terjadi pada aspek psikologis yang merasa tidak senang pada diri
sendiri, dan orang lain yang dapat membawa efek menua.
2. Perbedaan individual pada efek menua
Proses menua akan mempengaruhi orang-orang secara berbeda-
beda. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki sifat bawaan yang
berbeda, sosio ekonomi yang berbeda, pendidikan yang berbeda.
Perbedaan juga akan terjadi pada laki - laki dan wanita. Perbedaan
itulah yang akan membuat antara satu orang dengan orang lainnya
berbeda dalam menyikapi proses menua sebab usia tua di nilai dengan
kriteria berbeda. Banyak orang usia dewasa akhir melakukan segala
apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan menyangkut
tanda-tanda penuaan fisik misalnya dengan berpakaian seperti orang
muda dan berpura pura mempunyai tenaga muda dengan cara demikian
banyak orang usia dewasa akhirnya membuat ilusi bahwa mereka
belum tua.
Sikap keberagamaan akan terlihat dalam pola kehidupan mereka,
sikap keberagamaan itu akan dipertahankan sebagai identitas dan
kepribadian mereka secara mantap menjalankan ajaran agama yang
mereka anut, sehingga sikap keberagamaan ini dapat menimbulkan
ketaatan yang berelebihan dan pemilihan terhadap ajaran agama yang
memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat. Sikap
keberagamaan pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan
ini umumnya dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan
pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya, beragama bagi orang
dewasa sudah meruapak sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia mengalami masa penuaan dan itu merupakan hal alamiah
pada makhluk hidup. Tahap akhir dari proses penuaan tersebut dinamakan
usia lanjut (old age). Ketika mereka memasuki usia 65 tahun keatas
mereka disebut sebagai lansia. Pada masa ini sisi keagamaan mereka
semakin meningkat, mereka juga lebih tekun dalam beragamaan guna
mempersiapkan bekal akhirat nanti. Namun terdapat beberapa faktor yang
menghambat keberagamaan mereka antara lain faktor dari mereka sendiri,
dan faktor dari luar diri mereka. Sedangkan menurut karakteristiknya masa
lansia disebut-sebut sebagai masa kemunduran karena pengaruh dari sel-
sel tubuh mereka yang menua dan juga faktor psikologis mereka yang
merasa tidak senang terhadap diri mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

A, Nairazi Z. 2018. Resensi Judul Buku “Psikologi Agama” Karangan


Prof. Dr. H. Jalaluddin. LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan
dan Hukum Pidana Islam. III (01): 50-72.
Choli, Ifham. 2018. Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Usia Lanjut. Al-
Risalah. IX (1):97-109.
Darajat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Fitriani, Mei. 2016. Problem Psikospiritual Lansia Dan Solusinya Dengan


Bimbingan Penyuluhan Islam (Studi Kasus Balai Pelayanan Sosial
Cepiring Kendal). Jurnal Ilmu Dakwah. 36 (1): 71-95.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa oleh Istiwidayanti dan
Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Iswati. 2018. Karakteristik Ideal Sikap Religiusitas Pada Masa Dewasa.
At-Tajdid. 02(01): 58-71.
Jalaludin. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
James. Willian. 1958. The Varieties of Religious Experience. New York.
AS.
Koenig, Harold G. 1988. Handbook of Religion and Mental Health.
London: Academic Press.
Mubarak, Ahmad Zakki. 2014. Perkembangan Jiwa Agama. Ittihad Jurnal
Kopertais Wilayah. XI (12): 91-106.
Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi Lanjut Usia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Subandi. 1995. Perkembangan Kehidupan Beragama. Buletin Psikologi. III
(1): 11-18.

Anda mungkin juga menyukai