Disusun oleh :
Kelompok 6 - BKI 2E
1. Ardi Alfino Medya Putra 191221152
2. Elma Indriana 191221155
3. Silma Adila Zahwa 201221173
4. Anastasya Agil Rahmadani 201221179
5. Muhammad Risky Firmansyah 201221226
6. Shecha Aulia Fauziah 201221241
A. Pengertian Ummat
Secara bahasa ummat dapat dipahami sebagai sekelompok manusia
yang hidup pada suatu batas tertentu, wilayah tertentu, atau memiliki pola
hidup tertentu. Setiap umat memiliki nabi yang diutus kepada mereka. Karena
itu setiap umat selalu dikaitkan dengan seorang nabi, sehingga dikatakan
sebagai umat nabi Nuh AS, umat nabi Ibrahim AS, umat nabi Isa AS, dan
umat nabi Muhammad SAW. Diantara para ummat ini ada yang ingkar dan
ada pula yang beriman. Karena itu setiap generasi manusia diutus pada meraka
seorang nabi.
B. Hakikat Ummat
Al-Quran menggambarkan manusia sebagai makhluk yang memiliki
sesuatu yang agung dalam dirinya, hal ini dikarenakan manusia dianugerahi
akal yang memungkinkannya dapat membedakan nilai baik dan buruk
sehingga membawanya menuju pada kualitas tinggi sebagai manusia yang
bertakwa. Al-Quran memandang manusia sebagaimana fitrahnya yaitu suci
dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa.
a. Teori Atomistic
Pada periode masyarakat sebelum terbentuknya negara seperti yang kita
kenal sekarang (pre-social state) manusia sebagai pribadi adalah bebas dan
independen. Dengan demikian masyarakat dibentuk atas dasar kehendak
bersama, untuk tujuan bersama para individu, yang kemudian menjadi
warga masyarakat itu. Pribadi manusia sebagai individu memiliki
kebebasan, kemerdekaan dan persamaan diantara manusia lainnya. Karena
didorong oleh kesadaran tertentu, mereka secara sukarela membentuk
masyarakat, dan masyarakat dalam bentuknya yang formal ialah negara.
Oleh sebab itu masyarakat adalah perwujudan kontrak sosial, perjanjian
bersama warga masyarakat itu. Berdasarkan asas pandangan atomisme ini
penghargaan kepada pribadi manusia adalah prinsip utama. Artinya setiap
praktek tentang kehidupan di dalam masyarakat selalu diarahkan bagi
pembianaan hak-hak asasi manusia, demi martabat manusia.
b. Teori Organisme
Pada dasarnya setiap individu dilahirkan dan berkembang di dalam
masyarakat. Manusia lahir dalam wujud yang serba lemah, lahir dan
bathin. Keadaannya dan perkembangannya amat tergantung (dependent)
kepada orang lain, minimal kepada keluarganya. Kenyataan ini tidak
hanya pada masa bayi dan masa kanak-kanak, bahkan di dalam
perkembangan menuju kedewasaan seseorang individu masih memerlukan
bantuan orang lain. Misalnya dalam penyesuaian kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu manusia saling membutuhkan sesamanya demi kelanjutan
hidup dan kesejahteraannya.
c. Teori Integralistik
Menurut teori ini meskipun masyarakat sebagai satu lembaga yang
mencerminkan kebersamaan sebagai satu totalitas, namun tidak dapat
diingkari realita manusia sebagai pribadi. Sebaliknya manusia sebagai
pribadi selalu ada dan hidup di dalam kebersamaan di dalam masyarakat.
Jelas bahwa pribadi manusia adalah suatu realita di dalam masyarakat,
seperti halnya masyarakat pun adalah realita diantara bangsa-bangsa di
dunia ini dan komplementatif. Masyarakat ada karena terdiri dari pada
individu-individu warga masyarakat. Dan pribadi manusia, individu-
individu dalam masyarakat itu berkembang dan dipengaruhi oleh
masyarakat. Perwujudan masyarakat sebagai lembaga kehidupan sosial
tiada bedanya dengan kehidupan suatu keluarga. Tiap-tiap anggota
keluarga adalah warga yang sadar tentang status dirinya di dalam keluarga
itu, sebagaimana ia menyadari tanggung jawab dan kewajibannya atas
integritas keluarga tersebut. Sewajarnya tidak bertentangan dengan
kepentingan dan terutama kehormatan dan martabat keluarga. Bahkan
kehormatan keluarga adalah kehormatan anggota keluarga, demikian pula
sebaliknya.
C. Strata Mad’u
Objek dakwah atau lebih dekenal dengan sebutan Mad’u adalah
seluruh manusia atau makhluk Allah yang perintahkan untuk menjalankan
ajaran agama Islam dan diberi kebebasan untuk berikhtiar, berkehendak, dan
bertanggung jawab atas perbuatannya sesuai dengan pilihan mereka masing-
masing, mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, kaum, masa, dan
ummat manusia seluruhnya. Manusia sebagai makhluk yang tidak hidup
menyendiri membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya.
Manusia disebut sebagai makhluk social yang saling membutuhkan antara satu
dengan yang lainnya, saling ketergantungan dalam mencapai tujuan hidupnya,
dan sebagai makhluk berbudaya.
Manusia dengan potensi rohani yang dimilikinya dapat menerima dan
menolak ajaran Islam yang diperuntukan dan berfungsi sebagai aturan dan
pedoman kehidupannya baik sebagai hamba maupun sebagai khalifah Tuhan
di muka bumi. Perilaku manusia baik penolakan maupun penerimaan terhadap
ajaran Islam pada dasarnya merupakan ekspresi dan akumulasi potensi nafs
(jiwa) yang dimilikinya. Salah satu makna hikmah dalam berdakwah adalah
menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah.
Disaat terjun ke sebuah komunitas, atau melakukan kontak dengan seseorang
mad’u, dai’ yang baik terlebih dahulu harus memepelajari data riil tentang
komunitas atau pribadi yang bersangkutan. Berikut merupakan beberapa
seorang strata mad’u:
1. Nafs Mutmainnat, yaitu nafsu yang tenang, jauh dari segala keguncangan,
dan selalu mendorong berbuat kebajikan.
2. Nafs Ammara, yaitu nafsu yang selalu mendorong berbuat kejahatan,
tunduk kepada nafsu syahwat dan panggilan setan.
3. Nafs Lawwamat, yaitu nafsu yang belum sempurna, selalu melawan
kejahatan tapi suatu saat melakukan kejahatan hingga disesalinya.
Ciri umum dari nafs kualitas rendah menurut Al-Qur’an ada empat :
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Enjang, AS, Drs. M.Ag. M.Si., Aliyudin, S.Ag. M.Ag., 2009. Dasar- Dasar Ilmu
Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran.
Faizah., M.A. H. Effendi Muchsin, Lc., M.A. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. Hal 70-74.
Kusnawan, Aep, M. Ag., 2004. Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek). Bandung:
Pustaka Bani Quraisy. Hal 45.
Shihab, Quraisy., Dr. M. M.A. 1998. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Hal.
320.