Anda di halaman 1dari 13

BAB VI

ALIRAN UTAMA

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM (FPI)

A. PENGANTAR
Yang dimaksud dengan pemikiran atau filsafat ialah proses kerja akal dan kalbu
dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam pendidikan islam dan berupaya untuk
membangun sebuah peradaban pendidikan islam yang mampu menjadi wahan bagi
pembinaan dan pengembangan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Tugas
pendidikan bukan menyamaratakan potensi dan kemampuan peserta didik tetapi
mengoptimal perkembangan dan pembinaan berbagai potensi dan kemampuan peserta
didik secara optimal. Dengan kata lain tugas pendidikan ialah dari potensialitas menjadi
aktualitas secara optimal . untuk itu berbagai aliran pendidikan lahir yamg berusaha
mengembangkan seluruh potensi peserta didik secara optimal sesuai dengan aliran
pendidikan yang di anutnya.
B. KESADARAN MANUSIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRADIGMA
PENDIDIKAN
Sebelum membahas aliran filsafat pendidikan islam perlu di jelaskan dulu tentang
kesadaran manusia yang berimplikasi terhadap paradigma pendidikan. Setiap praktek
pendidikan membentuk kesadaran manusia. Kesadaran ini dapat di defenisikan juga
sebagai pandangan hidup yang menjadi pola yang mempengaruhi penerimaan
pengetahuan, sikap dan perilaku yang merupakan hasil transfer dan transformasi dari
pendidikan itu. Secara komunal, kesadaran ini akan menjadi kesadaran masyarakat yang
mempengaruhi pola hidup masyarakat.
Menurut analisis Freire (1970) yang di kutip Mansour Faqih bahwa ada tiga
kesadaran yang menjadi turunan dari tiga paradikma pendidikan sebagai berikut:
Pertama : kesadaran magis terbentuk pada masyarakat yang masih mempercayai hal-hal
yang supranatural. Masyarakat ini menyakini bahwa kekuatan besar yang mempengaruhi
kehidupan mereka adalah hal-hal yang gaib, mistis, dan supranatural. Sehingga hal-hal
gaib ini harus di tundukkan dengan sesajen, doa-doa atau jampi-jampi. Kuntowijoyo
menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat tahap mitos. Masyarakat dengan kesadaran
magis, adalah masyarakat yang deterministika, dan pasrah pada takdir. Masyarakat ini
akhirnya , menerima saja terhadap ketidakadilan sosial yang terjadi. Masyarakat dan
kesadaran medis adalah masyarakat hasil dari pendidikan konservatif.
Kedua: kesadaran naïf adalah masyarakat yang memandang bahwa setiap ketidakadilan
sosial berakar dari kelemahan manusia. Masyarakat dengan kesadaran naïf terbentuk
pada masyarakat yang percaya bahwa kekuatan natural adalah kekuatan terbesar yang
mempengaruhi segala masalah didunia ini. Untuk itu kekuatan alam harus di tundukkan
oleh tangan dan usaha manusia. Bila alam tak bisa di tundukkan oleh manusia, yang itu
akan mengakibatkan kekacauan, maka manusia itulah yang lalai dan lemah. Dengan
kesadaran ini, masalah etika, retifitas, dan lain-lain dianggap sebagai perubahan sosial.
Ketiga: kesadaran kritis adalah masyarakat yang menyadari bahwa kekacauan didunia ini
di ciptakan oleh sistem yang di buat oleh manusia itu sendiri. Aspek sistem dan struktur
sebagai sumber masalah. Masyarakat kritis adalah masyarakat yang keyakinannya telah
bergeser dari kepercayaan kekuatan terbesarnya pada alam menuju kekuatan manusia.
Untuk itu kekuatan manusia yang menjelma pada sistem ini harus ditunjukkan
dengan ilmu dan kesadaran kritis. Paradigma kritis dalam pendidikan, melatih peserta
didik untuk mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan stuktur yang ada,
kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta
bagaimana menstransfermasikannya.
Pola pendidikan yang kristis ini nyatannya tidak di minati oleh para ahli
pendidkan (pendidikan konservatif) sehingga bentuk praktek nya jarang kita saksikan di
Indonesia.

ANALISIS:

C. ALIRAN UTAMA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM (FPI)


1. Aliran FPI dalam perspektif fitrah
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa fitrah itu adalah sistem
penciptaan yang diberi potensi dasar dan kecenderungan murni yang diberikan
kepada setiap makhluk termasuk manusia. Pandangan terhadap fitrah diantara fitrah
para pemikir pendidikan islam berbeda-beda. Pandangan fitrah ini bermula dari
pemahaman terhadap QS.Rum (30);30. Dari ayat ini menurut Yasin Mohammad
bahwa bawaan dasar (fitrah) manusia dan proses perkembangannya dapat
dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu: pandangan fatalis, pandangan netral,
pandangan positif, pandangan dualis.

a. Fatalis-Pasif
Fatalis ialah setiap individu, melalui ketetapan Allah adalah baik atau jahat secara
asal, cerdas satau bodoh, baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau
sebagian sesuai dengan ketetapan Tuhan. Faktor-faktor eksternal tidak begitu
berpengaruh terhadap penentuan nasib seseorang karena setiap individu terikat
dengan ketetapan yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah. Sedangkan pasif
maksudnya adalah setiap manusia tidak memberi respon apa-apa hanya menerima
dan tidak menolak terhadap pengaruh atau ketetapan dunia luar yakni Tuhan.
Tuhan dalam paham ini telah menentukan segala-galanya sebelum manusia lahir
ke dunia yang tidak bisa dirubah.
b. Netral-pasif
Netral maksudnya anak lahir murni dalam keadaan suci, sempurna, keadaan
kosong belum ada kesadaran iman atau kuufur. Sedangkan pasif, setiap anak yang
lahir dan tumbuh tidak memberi respon, hanya menerima dan tidak menolak
pengaruh atau disiplin dunia luar termasuk pendidikan dan lingkungan sosial.
Sama dengan teori tabularasa dari Jonk Lock. Manusia dilahirkan dalam keadaan
bersih, seperti kertas putih yang tidak ada tulisan atau coretan. Pengetahuan yang
mereka dapatkan melalui polesan lingkungan dan ajaran orang tuanya. Prinsipnya
ialah mana yang lebih kuat dan dominan secara intensif yang mempengaruhi
manusia tersebut. Jika dominan baik, ramah, taat,lembut, terdidik maka akan
berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya jika dominan kasar, keras, ceroboh,
pemalas, tidak terdidik maka akan berkepribadian yang buruk.
c. Positif-Aktif
“Positif” yaitu bawaan atau sifat dasar manusia sejak lahir adalah baik,
sedangkan sifat jahat adalah aksidental. “Aktif” adalah merespon baik dunia luar
baik menerima, menolak atau perpaduan nilai-nilai yang ada dalam dirinya dan
nilai-nilai yang berasal dari luar dirinya. Berdasarkan QS. Al-A’raf (7):172. “Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ mereka menjawab: batul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakn: sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Manusia secara alamiah selalu cenderung kepada kebaikan dan kesucian.
Seperti pendapat ibnu Taimiyah yang mengatakan semua anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, dalam keadaan kebajikan (positif), lingkungan sosiallah yang
mempengaruhi sifat penyimpangan sosial. Sifat dasar manusia lebih dari sekedar
pengetahuantentang Allah yang ada secara inheren di dalamnya, tetapi juga suatu
cinta kepada-Nya dan keinginan untuk melaksanakan ajaran agama dengan taat.
Agama adalah bagian dari fitrah suci manusia karenanya manusia tidak
bisa hidup tanpanya. Pendapat Shadr, Alquran mengatakan, agama merupakan
sesuatu yang diterima atau ditolak, agama adalah bagian fitrah yang mutlak di
bentuk oleh Allah dan yang tidak dapat dirubah
d. Dualis-Aktif
Maksud dualis adalah sejak awal manusia membawa sifat ganda secara
integral dan berlawanan. Maksudnya satu sisi sifat manusia cenderung baik, dan
di sisi lain cenderung kejahatan. Sedangkan aktif adalah responnya terhadap dunia
luar bisa menerima, menolak atau sintesi (campuran nilai dari dirinya- nilai dari
luar).
Kebaikan yang ada dalam diri manusia dilengkapi dengan wahyu Tuhan,
sementara kejahatan yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor eksternel seperti
godaan syetan dan kesesatan. Tokoh yang termasuk dalam aliran ini adalah Qutub,
dan Ahmat Tafsir, menyandarkan pendapatnya pada hadist Nabi, dan terakhir
adalah AL-jamaly. Adapun ayat-ayat yang menjadi dasar pemikiran kaum dialis-
aktif berdasarkan QS. Al-hijr {15}:28-29 dan QS.al-balad [90]:10, QS. Al-Syams
[91];7-10.

ANALISIS:

2. Aliran FPI perspektif filsafat dan ilmu pendidikan


a. Religius-Konservatif
Kriteria aliran ini adalah; konsep pendidikan islam harus dibangun dari
nilai-nilai agama itu, tujuan menuntut ilmu dan klasifikasi ilmunya juga harus
bersumber dari nilai-nilai agama, sumber ide atau pendapat berasal dan murni dari
ajaran islam yaitu alquran dan hadist dan ijma’ ulama. Dan mempertimbangkan
situasi dinamika masyarakat muslim era klasik maupun era kontemporer.
Tujuan pendidikan atau tujuan memperoleh ilmu merupakan upaya
belajar dengan bantuan dari orang lain yaitu guru. Menurut al-Jamaliy, tujuan
pendidikan islam ialah, (1) agar seseorang mengenal status serta kedudukannya,
dan bertanggung jawab dalam hidupnya, (2) dapat berinteraksi di dalam
lingkungan masyarakat dan di sistem kemasyarakatan, (3) agar manusia kenal
alam semesta dan membimbing dirinya untuk mencapai nikmat Allah dalam
menciptakan alam semesta, (4) agar manusia kenal akan Tuhan yang menciptakan
alam dan mendorong dirinya untuk taat beribadah.
b. Religius-Rasional
Religius-rasional terdiri dari dua kata, yaitu religious dan rasional.
Religious secara kebahasaan berasal dari kata dasar religi yang berasal dari
bahasa asing. Religion (bahasa inggris), religie (bahasa belanda), religio/relegrare
(latin), dan dien (Arab). Kata religion (bahasa inggris) dan religie (bahasa
belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut. Yaitu
bahasa latin “religio’’ dari akar kata “relegare’’ yang berarti mengikat. Menurut
Cicero dalam Faisal Ismail, relegale berarti melakukan sesuatu perbuatan dengan
penuh penderitaan, yaitu jenis laku peribadatan yang dikerjakan berulang ulang
dan tetap. Sedangkan Lactancius mengartikan kata relegare sebagai mengikat
menjadi satu dalam persatuan bersama. Dalam bahasa Arab, relegare di kenal
dengan kata al-Din dan al-Milah. Kata al-Din sendiri mengandung berbagai arti.
Ia bisa berarti al-Mulk (kerajaan), al-Khidmat (pelayanan), al-Izz (kejayaan), al-
Dzull (kehinaan). Al-Ikrah (pemaksaan), al-Ihsan (kebajikan), al-Adat
(kebiasaan), al-Ibadat (pengabdian), al-Qharwa al-Sulthan (kekuasaan dan
pemerintahan), al-Tadzallatul wa al-Khudu (tunduk dan patuh), al-Tha’at (taat),
al-Islamal-Tauhid (penyerahan dan mengesakan Tuhan).
Berdasarkan pada pengertian diatas reigiun sebagai bentuk dari kata benda
berarti mempunyai arti sebagai agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu
kekuatan adi kodrati di atas manusia yang menuntut adanya ketundukan dan
kepasrahan manusia.

Sedangkan rasional berakar dari kata rasio yang mempunyai arti


pemikiran menurut akal yang sehat. Rasio adalah hubungan taraf atau bilangan
antara dua hal yang mirip: perbandingan antara berbagai gejala yang dapat
dinyatakan dengan angka. Rasional adalah orang yang menganut paham
rasionalisme. Sedangkan rasionalisme adalah teori atau paham rasio yang
menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk
memecahkan problem atau mencari kebenaran, paham yang lebih mengutamakan
kemampuan akal daripada emosi atau rasa, batin, dan sebagainya.

Rasio atau akal merupakan instrument utama memperoleh pengetahuan.


Rasio ini telah lama digunakan manusia untuk memecahkan atau menemukan
jawaban suatu masalah pengetahuan. Bahkan ini merupakan cara tertua yang
digunakan manusia dalam wilayah keilmuan. Pendekatan sistematis yang
mengandalkan rasio disebut pendekatan rasional. Dengan pengertian lain
pendekatan rasional ini disebut dengan metode deduktif yang dikenal dengan
silogisme Aristoteles.
Oleh karenanya, pendidikan Islam dalam pendekatan religious-rasional
mempunyai maksud bahwa pendidikan tidak hanya menggarap hal-hal yang
bersifat rasional-empirik namun juga sebagai proses pendidikan yang meyakini
akan adanya suatu yang bersifat transendental.
Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan oleh Ikhwan al-Shafa, bahwa
pendekatan religious-rasional dalam pendidikan Islam diartikan sebagai
pendidikan Islam yang bisa mengantarkan manusia menuju concern terhadap
akhirat, dengan menggunakan analisis rasional filosofi Yang mengaktualisasikan
potensi-potensi yang dimiliki manusia atau individu, sehingga esensi pendidikan
adalah tranformasi ragam potensi menjadi kemampuan actual. Artinya,
pendekatan religious-rasional dalam pendidikan Islam adalah sebuah perpaduan
pandangan antara keyakinan terhadap sesuatu yang transcendental dan keyakinan
rasional objektif yang mana puncaknya adalah garapan pendidikan Islam berupa
ranah ukhrawi dan duniawi dalam konteks ontologis, epistimologis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain pendidikan Islam dalam pendekatan religious-
rasional adalah pendidikan yang menyatukan antarajasmani dan rohani sebagai
sebuah proses pembinaan dan bimbingan yang dijalankan berdasarkan al-Quran
dan as-Sunnah untuk mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik
dengan memadukan dzikir, fikir, amal sholeh hingga terbentuk manusia insan
kamil, yaitu manusia yang cerdas intelektual, emosional-moral, religious-spiritual.
Pendidikan seperti ini perlu, karena dalam fakta sejarah menunjukkan
peradaban Islam yang demikian dahsyat terjadi ketika agama ini memposisikan
pendidikan Islam dengan sangat percaya diri bersikap terbuka terhadap sins dan
filsafat serta membiarkan para pemikirnya mencerna warisan para cendikiawan
terdahulu hingga mampu melakukan eksplorasi berbagai gagasan baru tanpa
merasa takut sedikit pun keimanan mereka terancam, karena semangat tauhid lah
yang menjadi motifnya.
c. Pragmatis-Instrumental
Kriteria aliran ini yaitu: (1) memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam Al-quran dan sunnah dengan tidak melepaskan
diri dan tetap mempertimbangkan situaasi kongkrit masyarakat muslim, (2)
konsep pendidikan islam selalu memperhatikan kemanfaatannya, dan (3)
jangkauan wilayahnya, selain pemikiran filsafat yang bersifat universal yang
dapat digunakan untuk semua tempat, keadaan, dan zaman.
Pendidikan Menurut ibnu kaldun
Pemikirannya tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, metode
yang dijelaskan oleh M. Athiyah al-Abrasyi (1975). Ibnu Khaldun dalam kitab
mukadimahnya menulis satu fase pengajaran yang panjang lengkap dengan
metode serta aspek-aspeknya. Mustafa Amin yang dikutip Busyairi Madjidi dalam
bukunya membuat rangkuman sebag berikut:
1. Dalam proses pengajaran, awal disampaikan secara global setelah itu
disampaikan secara khusus atau terperinci. Maksudnya guru menjelaskan
secara global kepada murid dari tiap-tiap bab awal hingga akhir, kemudian
langkah pengulangannya guru menjelaskan dengan terperinci dan jelas.
2. Jangan terlalu mengulur waktu ketika murid sedang belajar agar murid tidak
lupa dengan masalah ilmu.
3. Berilah contoh yang kongkrit dan mudah difahami kepada murid terkait
materi kaidah atau keyakinan.
4. Tidak memberikan 2 materi yang berbeda dalam waktu bersamaan, karena itu
akan menyebabkan murid kebingungan dalam memahaminya. Ajarkan satu-
persatu materi karena akan lebih mudah dipahami.
5. Anak-anak terlebih dahulu diajarkan membaca dan menghafalkan al-quran
kemudian belajar yang lainnya seperti berhitung.
6. Tidak memperluas pembahasan pada pelajaran ilmu alat, kecuali ilmu pokok
seperti, syari’at, tafsir, hadist, fiqih.
7. Tidak menugaskan muridnya untuk belajar ilmu aliran/madzhab, tidak
membenai muridnya untuk meneliti buku,
8. Tidak membebani murid membuat ringkasan materi.
9. Tidak membebani murid untuk mencari ilmu ke negeri lain atau merantau
untuk menambah pengalaman atau pengetahuan.
10. Selalu cinta dan penuh kasih sayang ketika mendidik, karena kekerasan
terhadap anak akan merusak mental anak.
11. Mendidik anak remaja dengan memberikan contoh atau suri tauladan yang
baik, karena dengan contoh anak akan cepat meniru.
Menurut aliran Pragmatis Instrumental bahwa, manusia adalah makhluk yang
unggul dengan akal dan memiliki indra. Dengan akal manusia mampu melakukan
apersepsi, dengan indra manusia mampu mengabtraksi dan berimajinasi.

ANALISIS:
D. ALIRAN UTAMA FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT (FPB)
1. Progresivisme
Ciri utama aliran progresivisme ialah didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan dan dapat mengahadapi dan
mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia
itu sendiri dengan skill dan kekuatannya sendiri. Pandangan-pandangan
progresivisme dianggap sebagai the liberall road to culture. Dalam arti bahwa liberal
dimaksudkan sebagai fleksibel, berani, toleran dan sikap terbuka. Liberal dalam arti
lainnya ialah bahwa pribadi-pribadi penganutnya tidak hanya memegang sikap seperti
tersebut di atas, melainkan juga selalu bersifat penjelajah, peneliti secara continue
demi pengembangan pengalaman.
Progresivisme sebagai aliran filsafat mempunyai watak yang dapat digolongkan
sebagai (1) negative and diagnosyic yang berarti bersikap anti terhadap
otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk; (2) positive and remedial,
yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manusia sebagai subjek
yang memiliki potensi-potensi alamiah, terutama kekuatan self -regenerative untuk
menghadapi dan mengatasi semua problem hidupnya.
Pandangan ontology progresivisme bertumpu pada tiga hal yakni asas hereby
(asas keduniaan), pengalaman sebagai realita dan fikiran sebagai fungsi manusia yang
unik. Asas Hereby ialah adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas sebab
kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
Pandangan pendidikan progresivisme menghendaki yang progresif. Tujuan
pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekontuksi pengalaman yang terus menerus.
Pendidikan hendaklah bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik
untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih
kemampuan berfikir dengan memberikan stimuli-stimuli.
Mengenai belajar, progresivisme memandang peserta didik mempunyai akal dan
kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan
makhluk lain. Kelebihan yang bersifat kreatif dan dinamis, peserta didik mempunyai
bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problemnya. Sedangkan dalam
bidang kurikulum, progresivisme memandang bahwa selain kemajuan, lingkungan
dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Untuk itu
filsafat progresivisme menunjukkan dengan konsep dasarnya, jenis kurikulum yang
program pengajarannya dapat mempengaruhi anak belajar secara edukatif baik di
lingkungan sekolah yang baik dan kurikulum yang baik pula.
2. Esensialisme
Menurut Imam Barnadib bahwa ciri utama esensialisme adalah pendidikan
haruslah bersendikan atas nilai-nilai yng dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat
terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas
dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah
yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad
belakangan ini.
Esensialisme merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes
terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme tidak sependapat dengan pandangan
progresivisme yang serba fleksibilitas dalam segala bentuk. Pendidikan yang
bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan
itu sendiri kehilangan arah. Dalam pemikiran pendidikan esensialisme, pada
umumnya didasari atas filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan dari masing-
masing ini bersifat eklektif.
Ontologi filsafat pendidikan idealism menyatakan bahwa kenyataan dan
kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual.
3. Perenialisme
Istilah perenialisme dapat diketemukan dalam Oxford Advanced Learner
Dictionary of Current English, dimaknai sebagai “lasting for every long time’’ yang
dalam bahasa Indonesia kira-kira bermakna “keabadian” atau “abadi” (kekal). Filsafat
perennialisme berarrti filsafat yang mengagumkan nilai-nilai atau norma yang
dianggap mempunyai sifat kekal atau abadi oleh masyarakat tertentu atau oleh umat
manusia. Nilai atau norma yang bersifat abadi itu dapat dijumpai dari sistem
kepercayaan atau berasal dari dogmatika agama. Kata perenialisme berasal dari kata
perennial yang berarrti keabadian, atau continuing trought the whole years atau
lasting for very long time, atau abadi, kekal, dan baqa’ berarti tidak ada akhirnya.
Esensi filsafat perennial berpegang pada norma-norma atau nilai-nilai yang diyakini
bersifat abadi. Perenialisme berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah, karena
aliran perenialisme ingin kembali kepada nilai-nilai masa lalu dengan maksud
mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia masa silam untuk
menghadapi problematika kehidupan manusia masa sekarang, bahkan sampai
kapanpun dan di manapun.
Unsur-unsur filsafat perenialisme juga terdapat dalam tradisi agama primitive atau
yang diyakini nenek moyang. Filsafat perenialisme mempunyai pandangan utama
pada “yang satu” yaitu realitas ketuhanan dan berusaha menemukan sistem pemikiran
pada masyarakat, bahwasanya pemahaman ketuhanan bersifat universal setiap bangsa
agama lain.
Ada beberapa ciri khas yang menonjol filsafat perenialisme. Yang pertama:
filsafat perenialisme memberi jalan yang luas terhadap pencapaian tertinggi yang
mutlak melalui mistik, dengan menggunakan intelek yang lebih tinggi dalam
memahami tentang Tuhan secara langsung. Kedua: filsafat perenialisme berusaha
menjelaskan adanya sumber dari semua yang ada (being from being), bahwa segala
yang wujud ssungguhnya bersifat relatif.
Pandangan filsafat perenialisme terhadap konteks pendidikan dibangun atas dasat
satu keyakinan ontologis bahwa pokok pengetahuan harus tersistem dan dapat
diterima dengan sadar. Robert M Hutchin, seorang tokoh perenialisme modern,
menyimpilkan: tugas pokok pendidikan adalah pengajaran, pengajaran ilmu
pengetahuan, pengetahuan adalah kebenaran. Perenialisme juga membantu peserta
didik menemukan dan menginternalisasikan kebenran secara abadi, karena kebenaran
mengandung nilai universal dan tetap. Kebenaran ini hanya diperoleh melalui latihan
intelektual.
Metode pembelajaran yang digunakan dalam filsafat Perenialisme, lebih
mengutamakan kebebasan berpikir, melalui penerapan metode diskusi dan problem
solving, penelitian (research) dan penemuan (discovery), dibawah bimbingan guru
dan mengarahkannya kepada kemampuan intelekual peserta didik. Sedangkan
kurikulum, materi-materi pendidikan didesain untuk menumbuhkan potensi berpikir,
kreatif yang dimiliki peserta didik
4. Rekonstruksionisme
Secara harfiah rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris, yang asal kata
dasarnya adalah construct (membangun), construction (pembangunan) reconstruct;
menyusun kembali. Aliran rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha
merombak tatanan masyarakat lama dengan membangun tatanan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Kehadirannya merupakan kritik dan ketidapuasan serta
kekecewaan terhadap aliran progresivisme yang cenderung meninggalkan nilai-nilai,
moral, disiplin mental, dan budaya.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan bangsa merupakan
suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang
dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh hanya teori tetapi
mesti menjadi sebuah kenyataan. Sehingga mewujudkan dunia dengan potensi
teknologi, mampu meningkatkan kesehatan, kemakmuran, kesejahteraan. Serta
keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan dan nasionalisme.
Imam Barnadib menerjemahkan rekonstruksionisme adalah sebagai filsafat
pendidikan yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya
secara rekonstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan
masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini
lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Zakiyah Daradjat dkk., menyatakan bahwa aliran rekonstruksionime sepaham dengan
aliran perenialisme yaitu sama-sama hendak mengatasi krisis kehidupan modern.
Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai oleh
perenialisme, tetapi sesuai dengan istilah yang dikandung, yaitu berusaha membina
suatu consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan
tertinggi dalam kehidupan manusia.

ANALISIS:
E. PERBEDAAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT PADA UMUMNYA DENGAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

ASPEK FPB PADA UMUMNYA FPI


Proses Karena sekularistik-materialistik, maka Aktivitas belajar-
Belajar motif dan objek belajar-mengajar mengajar ialah amal
Mengajar semata-mata masalah keduniaan (profan) ibadah, berkaitan erat
dengan pengabdian kepad
Allah.
Tanggung Tanggung jawab kemanusiaan Tanggung jawab
jawab proses kemanusiaan dan
belajar- keagamaan. Karena dalam
mengajar belajar mengajar, terdapat
hak-hak Allah dan hak-
hak makhluk lainnya pada
setiap individu,
khususnya bagi orang
yang berilmu
Kepentingan Belajar hanyalah untuk kepentingan Belajar tidak hanya untuk
belajar dunia, sekarang dan di sisni kepentingan hidup dunia
sekarang, tetapi juga
untuk kebahagian hidup
di akhirat nanti

ANALISIS:

Anda mungkin juga menyukai