Anda di halaman 1dari 5

Humanitas spiritual:

Paradigma pendidikan islam berbasis teoantropo-sosiosentris

A. Manusia dan potensinya

Secara garis besarnya manusia memiliki empat potensi yang utama, yang secara fitra sudah
di anugrahkan Allah kepadanya sejak lahir. Fitra fitra tersebut adalah:

1. Hidayat al-Ghaziriyat (potensi naluriah)


Dorongan ini adalah merupakan dorangan yang bersifat primer yang berfungsi
untik memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Di dalam potensi ini
terkandung beberapa unsure insting, dorongan ingin tahu, memelihara harga diri,
dorongan seksual, dorongan mempertahnkan diri, dan dorongan primer lainnya, yang
pada intinya merupakan dorongan manusia untuk mempertahankan hidup. Setiap manusia
yang lahir membawa insting yaitu berupa daya akal yang berguna intuk mengembangkan
potensi dasar yang di milikinya.
Kemudian insting mempertahankan diri ini berfungsi untuk memelihara manusia
dari ancaman yang dating dari luar dirinya. Selain itu manusia juga memiliki naluri untuk
mengembangkan diri. Naluri ini di sebut naluri seksual. Dengan adanya naluri seksual ini
manusia dapat mengembangkan dirinya dari generi ke generasi selanjutnya.
2. Hidayat al-Hassiyat (potensi inderawi)
Potensi ini erat kaitannya dengan peluang manusia untuk mengenal sesuatu di
luar dirinya. Melalui media indera yang dimilikinya, manusi dapat mengenal suara,
penciuman, peraba dan perasa. Namun di luar itu masih ada sejumlah pengindera yang
ada dalam diri manusia seperti indera keseimbangan dan taktil. Potensi tersebut di
fungsikan melalui pemanfaatan media indera yang sudah siap pakai, seperti, mata,
hidung, lidah, kulit, dan otak maupun fungsi saraf.
3. Hidayat l-aqliyat (potesi akal)
Potesi inderawi dan naluri ini dimiliki setiap makhluk hidup baik manusia
maupun hewan. Akan tetapi potensi aqliyah yang berupa akala pikiran ini hanya di
anugerahkan Allah kepada manusia saja. Dengan adanya potensi akal ini manusia dapat
meningkatkan dirinya melebihi makhluk lainnya.
Dengan potensi akal tersebut manusia dapat mengenal symbol-simbol dan hal-hal
yang abstrak, menganalisa, membandingkan, maupun membuat kesimpulan, dan
selanjutnya memili dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Kemampuan akal
mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan dan
peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi, mengubah dan merekayasa lingkungan menuju situasi kehidupan yang
lebih baik.
4. Hidayat al-Diniyyat (potensi agama)
Dalam diri manusia sudah ada potensi keagamaan, yaitu berupa dorongan untuk
menghapdi kepada sesuatu yang di yakininya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
Dalam pandangan antropolog, dorongan ini di manifestasikan dalam bentuk percaya
terhadap kekuasaan supranatural ( belief of supranatural being). Di lingkungan kehidupan
primitive misalnya, di temui upacara-upacara sacral dalam bentuk penyembahan kepada
roh-roh leluhurnya maupun benda-benda alam yang lain.
Sejalan dengan uraian dia atas, daalam pandangan filsafat Hasan Langgulung
terhadap ayat:” Bukankah aku tuhanmu? Mereka (manusia masih di alam ruh) seraya
menjawab: Betul kami saksikan”. (QS. Al-A’raf, 7: 172). Merupakan cerminan nature
manusia secara nurani, yaitu menerima Allah sebagai yang menguasai meraka
B. Pengembangan Potensi Manusia

Potensi dapat di ibaratkan sebagai suatu lembaga pada tumbuh-tumbuhan. Wujudnya akan
nampak secara nyata apabila dipelihara, dirawat, dijaga, serta di kembangkan secara terus
menerus untuk mencapai taraf perkembangan sebagaiman yang di inginkan. Demikian pula
dengan manusia, secara kodrati telah dianugrahi oleh penciptanya berupa kemampuan-
kemampuan dasar, yang perlu mendapat sentuhan untuk di bimbing dan di kembangkan kearah
yang lebih optimal sesui dengan kehendak sang penciptanya. Potensi naluriah, inderawi, akal
maupun agama pada bentuk asalnya barulah berupa dorongan dasar yang berproses secara alami.
Oleh karena itu potensi tersebut baru dirawat, dibimbing dan dipelihara secara benar, terarah,
bertahap dan berkesinambungan. Pengembangna potensi manusia dapat di lakukan secara
beragam dilihat dari berbagai pendekatan dan sudut pandang yang di gunakan.

Sesuai dengan focus kajian di atas dan mengingat beragmnya jenis pendekatan yang dapat di
pergunakan dalam pembahasan untuk memahami dan mengkaji tentang manusia dasri berbagai
aspek dan sudut pandangnya, maka pendekatan yang di gunaka penulis adalah menggunakan
pendekatan filosofis.

Dalam kaitannya dengan hakikat penciptaanya, maka eksistensi manusia barulah akan
bermakna apabilah pola hidupnya di sesuaikan dengan rancang bangun (blue print)yang sudah di
tetapkan oleh penciptanya. Ada pedoman dasar yang harus diikti dalam pengembangan potensi
dasar manusia agar sejalan dengan kehendak penciptanya. Dengan berpegamng pada pedoman
dasar tersebut, upaya pengembangan potensi manusia, apapun bentuknya harus di arahkan bagi
terwujudnya nilai-nilai ilahiyat. Nilai-nilai ilahiyat itu adalah ni;ai yang harus di jadikan sebagai
dasar dan sekaligus sebagai tujuan dalam upaya pengembangan potensi manusia itu sendiri.

Dalam pendidikan islam, nilai-nilai ilahiyat merupakan nilai yang mengandung kebenaran
hakiki, karena bersumber dari Dzat yang maha Hakiki san langsung mendapatkan penerangan
darinya. Jelasnya bahwa potensi yang di anugerahkan Tuhan itu tidak lepas dari kaitannya
dengan tujuan hidup dan fungsi penciptaan manusia itu sendiri sebagai makhluk yang harus
selalu mengabdi (QS 51:56)
Menurut pandanganJalaluddin pada garis besarnya pengembangan potensi manusia harus
mengacu kepada pengabdian dalam bentuk memenuhi ketentuan dan pedoman dari Allah selaku
penciptanya, sedangkan ungkapan rasa syukur yang di gambarkan dalam bentuk penghayatan
terhadap nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalamnya serta mampu meng-implementasikan
dalam sikap dan prilaku, lahiriyah bathiniyahnya. Pengembangan potensi yang menjadi muara
dari pada kajian filosofis ini diarahkan pada terbentuknya nilai-nilai batin, dengan harapan dapat
menumbuhkan kesadaran dalam diri manusi itu sendiri, bahwa segala potensi yang dimilikinya
itu merupakan anugrah dan nikmat dari Allah swt yang harus di syukuri dan di manfaatkan
sesuai dengan fungsi penciptaannya (QS. An-Nahl, 16:53).

C. Manusia dan Pendidikan

Dalam berbagai literatur filsafat pendidikan yang mengkaji tentang masalah manusia dan
pendidikan.pendapat yang umumnya di kenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin
dan tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran besar filsafat. Ketiga aliran filsafat
tersebut adalah nativisme, empirisme, dan konvergensi.

Menurut aliran vanatisme, manusia dengan segala bawaannya tidak memerlukan adanya
pendidikan, sebab perkembangan manusias sepenuhnya di tentukan oleh bakat yang secara
alami sudah ada pada dirinya sejak lahir (Crijins dan Reksosiswojo, 1964:132) sedangkan
dalam empirisme justru sebaliknya. Menurutnya perkembangan dan pertumbuhan manusia
sepenuhnya di tentukan oleh lingkungannya sejalan dengan pandangan kaum empirisme di
atas, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa faktor diluar diri manusia mempunyai andil besar
terhadap perkembangan dan perumbuhan manusia, yang mempengaruhi kecenderungan-
kecenderungan tindakan manusia.

Adapun aliran yang ketiga, yaitu konvergensi yang berpandangan berdasar pada
perpaduan antara kedua aliran diatas. Menurut mereka manusia memang memiliki
kemampuan dasar yang di bawahnya sejak lahir, tetapi bakat dan kemapuan tersebut yang
ada pada dirinya hanya akan dapat berkembang jika ada sentuhan, pengarahn dan bimbingan
serta pembinaan dari luar lingkungan dirinya. Harus ada perpaduan antara faktor dasar yang
dalam hal ini potensi atau bakat dan faktor luar bimbingan (Crijins dan Reksosiswojo,
1964:142)

Dalam perkembangan selanjutnya Nampak aliran yang kedua ini banyak dianut, selai
karena sejalan dengan prinsip-prinsip penciptaan juga sejalan dengan nature manusia bahwa
manusia sebagai makhluk hidup kosmis perlu tumbuh dan berkembang dengan pengaruh
lingkungan.

D. Manusia sebagai Hamba Allah

Dari sudut pandang filsafat pendidikan islam, ibadah dapat dipandang sebagai bentuk metode
latihan yang paling tepat dan efektif untuk membentuk rasa dan tanggung jawab secara
optimal. Melalui pelaksanaan ibadah secara benar, konsisten dan berkesinambungan akan
terjadi proses internalisasi nilai-nilai pengabdian itu dalam manusia. Internalisasi merupakan
syarat bagi terjadinya proses konversi (perubahan arah) dari sikap lahir kepada adanya siakp
batin

E. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Secara garis besar peran manusia sebagai makhluk social ini ada dua hal, yaitu: yang
pertama, hubungan manusia dengan Yang Maha Pencipta (hubungan vertika) yang bersifat
individu. Sedangkan yang kedua adalah hubungan horizontal, yaitu hubungan sesama
manusia. Hubungan kedua ini menuntut manusia uantuk berperan di tengah-tengah
lingkungan masyarakat dan beruha menciptakan lingkungan yang harmonis antar sesama.

Secara singkat dapat dikatakan hubungan social itu mulai dari bentuk satuan yang
terkecil, yaitu keluarga, masyarakat, sampai pada bentuk yang paling luas cankupannya,
seperti Negara, bangsa dan umat.

Lebih dari itu, hubungan yang mungkin di jalin antar manusia dalam segala aspek
kehidupan ini, apapun bentuknya menurut pandangan filsafat pendidikan islam, semuanya itu
tidak lepas dari pada kaitan tanggung jawabnya kepada Allah. Dengan demikian tanggung
jaeab tersebut, manusia sebagai makhluk social mengacu kepada dua tanggung jawab yang
utama yaitu:

a. Tanggung jawab dalam membbentuk memelihara dan membina jalinan hubungan baik
antar sesama manusia dalam berbagai lapangan pergaulan dan aspek kehidupannya
seoptimal mungkin
b. Tanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan jalinan hubungan yang baik
dengan Allah. Hubungan ini dibina dengan cara mematuhi dan mrnjalankan tuntunan
agama Allah dalam setiap bentuk dan aspek social tersebut.
F. Manusia sebagai khalifah Allah

Tanggung jawab manusia sebagaio kholifah berupa pelaksanaan amanat untuk


membangun dan mengelola dunia ini sesuai dengan kehendak Penciptanya. Untuk mencapai
dan mensukseskan tugas berat tersebut Allah membekali manusia dengan berbagai potensi
antara lain potensi pengetahuan tentang nama-nama benda secara menywluruh (QS.al-
Baqarah, 2:31).

G. Pendidikan sebagai Usaha Peangembangan Fitra Manusia

Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawahnya sejak
lahir itulah yang di sebut fitrah.
1. Al-Aql
Dalam pandangan Imam Ghozali, akal mempunyai empat pengertia, yaitu:
1. Sebutan yang membedakan manusia dengan hewan
2. Ilmu yang lahir di saat anak berusia akil baligh, sehingga dapat mengetahui perbuatan
yang baik dan selanjutnya meninggalkan hal-hal yang buruk.
3. Ilmu yang didpat dari pengalaman
4. Kekuatan yang dapat menghentikandorongan naluriah untuk jauh merawang ke angkasa,
mengekang dan menundukkan syahwat yang selalu menginginkan kenikmatan( Ali
Gharisah: 18-19).
2. Qalb
Potensi rohani yang kedua adalah qalb atau yang lazim kita kenal kalbu. Qalbu
berperan sebagai sentral antara kebaikan dan kejahatan manusia
3. Ar-Ruh
Ruh adalh nyawa atau sumber hidup (ulumul quran, No. 8, II/1991:16)
4. Nafs
Dalam al-Qur’an disebutkan kata nafs dapat diartikan seagai jiwa, pribadi, diri, hidup,
hati, pikiran.

Anda mungkin juga menyukai