Anda di halaman 1dari 8

Konsep Baiat dan kontrak politik dan

pelembagaannya didunia muslim


KELOMPOK 6

Muhammad Ghazi Al-Ghifari 1193060054

Neng Rahma Tila ila Hopipah 1193060058

Nur'aini Dwi Anggraeni 1193060062

Putri andriyani 1193060064

R o sa be l l a Wa hyudi t ya 119306 0074

Shefa ajifirdani 1193060080

Viky indriyana 1193060089


PENGERTIAN BAIAT
Baiat merupakan istilah untuk upacara pengangkatan atau pelantikan seorang
pemimpin. Baiat bisa berupa pengangkatan seorang imam atau kepala agama.
Selain itu bisa juga digunakan untuk pelantikan kepala negara. Upacara ini
ditandai dengan pengucapan janji atau sumpah.
Ibnu Khaldun mengatakan dalam kitabnya, Al-Muqaddimah, ”Baiat ialah janji
untuk taat. Seakan-akan orang yang berbaiat itu berjanji kepada pemimpinnya
untuk menyerahkan kepadanya segala kebijaksanaan tentang urusan dirinya
dan urusan kaum Muslimin, sedikit pun tanpa menentangnya; serta taat
kepada perintah pimpinan yang dibebankan kepadanya, suka maupun tidak.”
PEMAKNAAN BAIAT
Istilah baiat dalam Al-Quran disebutkan secara langsung oleh Allah Swt. Terminologi ini
kemudian menimbulkan banyak pemaknaan. Pada Al-Quran surat Al-Fath [48]: 10, baiat
diterjemahkan sebagai janji setia. Begitu pula pada ayat 18 dalam surat yang sama.
istilah baiat memang sudah dipakai sejak zaman Muhammad Saw. dan generasi
sesudahnya. Kini istilah tersebut digunakan juga pada konteks kepemimpinan, baik
kepemimpinan agama maupun kepemimpinan negara. Sebagaimana pula yang tercantum
dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yang mana baiat dimaknai sebagai
pengucapan janji setia kepada imam (pemimpin). Ibrahim Jindan menyebut bahwa baiat
tidak hanya melibatkan dua belah pihak, pemimpin dengan yang dipimpin. Lebih dari itu,
terdapat pihak lain seperti ulama yang berfungsi sebagai konsultan dalam proses baiat,
serta semua pihak yang bersangkutan,berbakat, berpengaruh dan mempunyai kekuasaan
juga turut terlibat dalam proses itu. Oleh karenanya, meskipun baiatmerupakan sebuah kata
yang singkat, namun pemaknaan dan implementasinya melibatkan berbagai unsur.
SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN BAIAT
Sejarah telah mencatat, setelah Muhammad Saw. wafat, tradisi baiat kemudian dilanjutkan
oleh para sahabat. Mereka adalah al khulafa ar rasyidun. Tradisi ini bahkan dilanjutkan
sebelum pemakaman beliau. M. Ayoub menceritakan betapa baiat untuk mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak itu terjadi sepeninggal Muhammad Saw. Seorang sahabat
bernama Al-Abbas pergi menemui Abu Bakr dan Umar. Ia menanyakan apakah
sepeninggal Muhammad Saw. terdapat perintah tertentu berkaitan dengan suksesi
kepemimpinan, yakni masalah khilafah. Keduanya sepakat bahwa Nabi tidak menyatakan
sesuatu tentang itu. Pertanyaan yang sama juga ditanyakan kepada ‘Ali bin Abi Thalib,
bahkan Al-Abbas oleh M. Ayoub disebut telah mengawali baiat terhadap Ali: “Bentangkan
tanganmu agar saya dapat memberikan baiat kepadamu sehingga masyarakat akan berkata,
“Paman rasulullah telah membaiat sepupu rasulullah.” Lalu, keluargamu sendiri akan
memberikan baiat dan seluruh masyarakat akan mengikuti ajakan itu.‘Ali bertanya,
“akankah seseorang bertengkar akan masalah ini?”
BAIAT DALAM POLITIK ISLAM INDONESIA
Baiat dalam konteks politik Islam Indonesia lebih terlihat pada saat sumpah
jabatan. Baik lembaga eksekutif, legislatif, dan yudhikatif saat mereka
dilantik, maka akan disumpah dan janji sesuai dengan agamanya masing-
masing sebelum menjalankan jabatannya. Mereka didampingi oleh
rohaniawan. Sumpah dan janji inilah yang kemudian dikenal dengan
sumpah jabatan. Sumpah jabatan adalah suatu upacara seremonial yang
sangat sakral dalam pengangkatan seseorang untuk memangku jabatan yang
baru. Ini juga dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan baik
eksekutif, legislatif, dan yudhikatif sebelum memangku jabatan secara
resmi.
ISI BAIAT
Isi baiat aqabah I :
• Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
• Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
• Meninggalkan apa yang Allah larang.
Isi Baiat Aqabah II :
• Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang
mereka benci.
• Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
• Untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang
yang mencela di jalan Allah. Agar mereka melindungi Muhammad sebagaimana
mereka melindungi wanita­-wanita dan anak-anak mereka sendiri.
MAKNA MATI JAHILIYAH
mati dalam jahiliyah menunjukkan kehidupan jahiliyah, dengan alasan bahwa kematian
adalah sari kehidupan. Orang yang hidupnya baik maka matinya dalam kebaikan, dan
orang yang hidupnya buruk maka matinya dalam keburukan.
Kematian hanyalah proses merasakan sari kehidupan. Hidup bak minuman yang diteguk
manusia saat ajalnya dekat. Jika minuman ini madu, itulah hasil amal perbuatan baiknya,
dan jika empedu atau racun, itulah hasil amal perbuatan buruknya di masa hidupnya.
Mengenai hal ini difirmankan oleh Allah swt:
‫;ك ُُّل نَفْ ٍس ذاِئقَ ُة ال َْم ْو ِت‬
“Setiap jiwa akan merasakan kematian.” (QS: Al Imran 185)
HUBUNGAN ANTARA BAIAT DAN MATI JAHILIYAH DALAM
HADIST
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari merujuk kepada
syarat yang paling diakui oleh seluruh ulama sepanjang zaman, yaitu kitab
Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Dalam kitab legendaris
itu Ibnu Hajar memberikan komentar tentang pengertian “Miitatan
Jahiliyyatan”
Yang dimaksud dengan 'mati Jahilyyah' dengan bacaan mim kasrah adalah
keadaan matinya seperti kematian di zaman Jahiliyyah dalam keadaan sesat
tiada imam yang ditaati karena mereka tidak mengetahui hal itu. Dan bukan
yang dimaksud itu ialah mati kafir tetapi mati dalam keadaan durhaka. Dan
kemungkinan itu adalah perumpamaan atas zahirnya, dimana maksudnya
mati seperti orang-orang yang mati di masa jahiliyah meski dia bukan
termasuk orang jahil.

Anda mungkin juga menyukai