Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

QS. Ali Imrân : 104. (Amar Ma'ruf Nahi Munkar), QS. al-Mâ'idah: 8-10;
QS. an-Nahl: 90-92; QS. an-Nisâ': 105 (Berlaku Adil dan Jujur)

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Tafsir

Dosen Pengampu : Bapak H. Muhadditsir Rifa‟i, S. Pd. I, M. Pd. I

Disusun Oleh :
PAI (A-2)

Sephia Nisaul Hikmah (2008101010)

Shopa Nurul Badriyah (2008101004)

Mustafa Haris Insani (2008101021)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi Kesambi Cirebon Telp. (0231) 4891642
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Tafsir, yakni makalah yang
berjudul Amar Ma‟aruf Nahi Munkar dan Berlaku Adil dan Jujur. Shalawat
seiring salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya penulis mendapatkan bimbingan
dari Bapak H. Muhaditsir Rifa‟i, M. Pd. Oleh karena itu penulis ucapkan
terimakasih atas segala bimbingannya, semoga mendapatkan balasan yang lebih
baik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwasanya dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangannya, untuk itu penulis berharap akan kritik dan saran dari para
pembaca, demi menyempurnakan penulisan makalah yang lebih baik. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, sehingga dapat menambah
wawasan dan dapat mengamalkan sifat jujur dan adil.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN :
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN :
A. Lafadz QS. Al-Imran ayat 104
 Kandungan QS. Al-Imran ayat 104
 Pendapat Mufassir tentang QS. Al- Imran ayat 104
B. Lafadz QS. Al-Maidah ayat 8-9
 Kandungan QS. Al-Maidah ayat 8-10
C. Lafadz QS. An-Nahl ayat 90-92
 Kandungan QS. An-Nahl ayat 90-92
D. Lafadz QS. An-Nisa ayat 105
 Kandungan QS. An-Nisa ayat 105
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amar ma‟ruf nahi munkar adalah dalam bahasa Arab yang dimaksud
sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan
mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam syariat Islam
hukumnya adalah wajib. Amar ma‟ruf berarti hukum Islam digerakkan untuk dan
merekayasa umat manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki
oleh Allah. Ia berfungsi sebagai social engineering hukum. Nahi munkar
berfungsi sebagai social control. faedahnya bagi kehidupan beragama,
bermasyarakat dan bernegara. Baik buruknya kondisi kehidupan tersebut.Prinsip
ini terlihat dari al-Ahkam al-Khamsah: Wajib, haram, sunat, makruh dan mubah.

Jujur merupakan karakter yang baik dan harus diterapkan di manapun dan
kapanpun. Begitu juga dengan seorang siswa yang memiliki karakter jujur dapat
dilihat secara langsung dalam kelas, contohnya siswa tidak mencontek saat
melaksanakan ulangan ataupun ujian. Perbuatan mencontek merupakan perbuatan
yang mencerminkan siswa tidak jujur kepada diri sendiri, teman, dan gurunya.

Kejujuran dan keadilan merupakan dua sifat mulia yang harus


dimilikisetiap mukmin. Keduanya harus ditanamkan dan dibiasakan sejak usia
dini. Di rumah, di sekolah, di masyarakat dan di manapun harus terbiasa
berperilaku jujur dan adil. Penanaman nilai kejujuran dapat dilakukan melalui
kegiatan keseharian yang sederhana dan sebagai suatu kebiasaan, yaitu perilaku
yang dapat membedakan milik pribadi dan milik orang lain. Kemampuan dasar
untuk membedakan merupakan dasar untuk bersikap jujur. Oleh karena itu, dapat
dikombinasikan dengan kebiasaaan dan sopan santun dalam hal pinjam
meminjam. Apabila mau menggunakan hak orang lain, selalu memohon izin, dan
setelah selesai harus mengembalikannya dan mengucapkan terima kasih. Orang
yang sudah menguasai suatu ilmu maka akan mudah dalam mempraktekkannya.
Penguasaan ilmu tersebut merupakan hasil dari proses pembelajaran dan ilmu
tersebut merupakan dasar dari segala tindakan seseorang. Jika seseorang berilmu
maka harus diiringi dengan amal (perbuatan)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana lafadz QS. Al-Imran ayat 104 mengenai amar makruf nahi
mungkar?
2. Bagaimana kandungan QS. Al-Imran ayat 104
3. Bagaimana pendapat mufassir tentang QSm Al-Imran ayat 104
4. Bagaimana lafadz QS. Al-Maidah mengenai amar makruf nahi
mungkar?
5. Bagaimana kandungan QS. Al- Kaidah ayat 104?
6. Bagaimana lafadz QS. An-Nahl ayat 90-92 mengenai berlaku adil dan
jujur?
7. Bagaimana kandungan QS. An-Nahl ayat 90-92?
8. Bagaimana lafadz QS. An-Nisa ayat 105 tentang berlaku adil dan
jujur?
9. Bagaimana kandungan QS. An-Nisa ayat 105?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lafadz QS. Al-Imran ayat 104 mengenai amar
makruf nahi mungkar
2. Untuk mengetahui kandungan QS. Al-Imran ayat 104
3. Untuk mengetahui pendapat mufassir tentang QSm Al-Imran ayat 104
4. Untuk mengetahui lafadz QS. Al-Maidah mengenai amar makruf nahi
mungkar
5. Untuk mengetahui kandungan QS. Al- Maidah ayat 104?
6. Untuk mengetahui lafadz QS. An-Nahl ayat 90-92 mengenai berlaku
adil dan jujur?
7. Untuk mengetahui kandungan QS. An-Nahl ayat 90-92?
8. Untuk mengetahui lafadz QS. An-Nisa ayat 105 tentang berlaku adil
dan jujur?
9. Untuk mengetahui kandungan QS. An-Nisa ayat 1
BAB II

PEMBAHASAN

A. QS. Al- Imran ayat 104


Dalam al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:

ٍُْْ ‫وف َويَأ ْ ُي ُشوٌَْ ا ْن َخي ِْْش إِنًَ يَ ْذعُىٌَْ أ ُ َّيخْ ِي ُْ ُك ْْى َو ْنتَك‬ ِْ ‫ا ْن ًُ ْف ِه ُحىٌَْ ُه ُْى َوأُونَئِكَْ ا ْن ًُ ُْك َِْش ع‬
ِْ ‫ٍَ َويَ ُْه َْىٌَْ ثِب ْن ًَ ْع ُش‬

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

 Kandungan QS. Al-Imran 104

Tidak ada riwayat yang secara spesifik menujuk sabab nuzul pada ayat
tersebut. Tapi, dalam surat ini terdapat hubungannya dengan ciri masyarakat yang,
menurut definisi Kontjaraningrat, disebut sebagai sekumpulan manusia yang
saling berinteraksi dengan ciri-ciri adanya interaksi, adat istiadat, kontinuitas
waktu, serta rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga. Dalam ciri
sosial seperti itulah masyarakat baru yang sedang coba dibangun oleh kanjeng
Nabi saat surat ini turun pada tahun ketiga hijrah (al-Jabiri, 2004: 135-136).

Meski begitu, literatur-literatur asbab an-nuzul seperti Al-Wahidi dan as-


Suyuthi mengatakan bahwa tidak ada asbab an-nuzul sehubungan dengan ayat di
atas. Keduanya menyebutkan sabab nuzul Q.S. Ali Imran ayat 101 kemudian
melompat ke ayat 110. Izzah Darwazah merujuk pada riwayat Thabari yang
menyebutkan bahwa ayat ini turun bersamaan dengan dua ayat sebelumnya.

Riwayat Ibn Abbas menceritakan perselisihan antara beberapa orang dari


suku Aus dan Khazraj yang berselisih paham sehingga masing-masing mengambil
senjata dan siap untuk adu pedang. Kejadian ini kemudian disampaikan kepada
Nabi SAW. Mendengar ini, beliau SAW kemudian mendatangi mereka, lalu
turunlah Surat Ali Imran ayat 101-103 (al-Wahidi: 1991, 120-121).
Pesan utama ayat ini adalah dorongan untuk adanya sebagian elemen dari
kelompok masyarakat yang pertama, menyeru pada kebaikan (khair). Kedua,
memerintah pada makruf. Ketiga, mencegah dari berbagai perkara kejahatan
(munkar). Ketiga elemen ini adalah prasyarat utama untuk terbentuknya
masyarakat yang beruntung.

Perbedaan term khair dan ma‟ruf telah banyak diulas para mufasir. Di sini
penulis ketengahkan uraian Prof Quraish Shihab yang menyebutkan khair sebagai
nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Al-Qur‟an dan Sunah. Sedangkan ma‟ruf,
sebagaimana akar katanya, adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum
satu masyarakat selama sejalan dengan al-khair.

Ibn Asyur juga membagi term khair dalam ayat ini ke dalam dua kategori.
Pertama, khair yang umum. Sehingga semua orang bisa saling menghimbau dan
mengajak. Kedua, khair tertentu yang butuh keahlian khusus sehingga tidak
semua orang bisa berbicara tentang persoalan ini. Di titik inilah seringkali kita
bertemu dengan keruwetan.

 Pendapat Mufassir QS. Al-Imran ayat 104

Tafsir Surah Ali Imran Ayat 104

Pada dasarnya amar ma‟ruf dan nahi munkar sebagai salah satu upaya
untuk menegakkan agama dan kemaslahatan di tengah masyarakat Islam.
Pelaksanaan amar makruf dan nahi munkar dilakukan sebagai bentuk
mengantisipasi atau sebagai langkah preventif menghilangkan kemungkaran agar
masyarakat tidak mendapatkan dampak yang lebih besar. (Tafsir Surah Ali Imran
Ayat 190-191: Orang Cerdas Versi Al-Qur‟an)

Hal ini didasarkan atas ayat,

ٍ‫عًشاٌ آل انًُكشسىسح عٍ ويُهىٌ ثبنًعشوف ويأيشوٌ انخيش إنً يذعىٌ أيخ يُكى ونتك‬: ‫ آيخ‬104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu yang mengajak kepada kebaikan
dan mencegah kepada kemunkaran (Ali Imran, 104).

Dari ayat ini, sebagian orang menafsirkan bahwa keimanan sejati harus
mencakup kepada melaksanakan yang baik dan mencegah kepada kemunkaran.
Dengan alasan menegakkan amar makruf dan nahi munkar seseorang bebas untuk
melakukan kekerasan kepada orang lain. Sebenarnya bagaimana tafsiran para
ulama terkait ayat ini.?

Menurut al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami Li Bayan al-Quran, bahwa


ayat amar ma‟ruf dan nahi munkar pada dasarnya tidak terkhususkan kepada umat
Islam saja. Pada ayat lain dijelaskan bahwa perintah untuk mengajak kepada
kebaikan dan menolak kerusakan, juga dialami oleh umat/bangsa sebelumnya.
Tidak disebutkan secara spesifik siapa umat terdahulu ini.

Di dalam kesempatan yang lain, mencegah kemunkaran dijelaskan dengan


sangat baik oleh Imam Al-Ghazali, bahwa kemunkaran tidak bisa dicegah dengan
menciptakan kemunkaran yang baru. Dalam salah satu tulisannya, Cak Nur
menggambarkan amar ma‟ruf dan nahi munkar ibarat dua mata koin yang saling
mengisi satu sama lain. Maka mencegah kemunkaran pun juga mesti dilakukan
dengan cara-cara yang baik, lembut dan tidak dengan secara paksaan, dikenal
secara umum.

Konon sahabat Sufyan al-Tsauri, salah seorang ahli fikih pada masa tabi‟ al-tabi‟i.
pernah mengatakan

‫خصبل ثالث فيه كبٌ يٍ إال انًُكش عٍ ويُهً ثبنًعشوف يأيش ال‬: ‫ فيًب سفيق يأيش فيًب سفيق‬،ً‫عذلْ يُه‬
‫ فيًب عذلْ يأيش ثًب‬،ً‫ فيًب وعبنىْ يأيش فيًب عبنىْ يُه‬،ً‫ األيش أسهىة في األصم وهى يُه‬،‫كبٌ ويب وانُهي‬
ً‫ فهى خالفه عه‬،‫قبل وانُجي االستثُبء‬: ((ٌّْ‫ األيش في انشفق يحت سفيق هللا إ‬،‫يعطي ال يب عهيه ويعطي كهه‬
ً‫انعُف عه‬

Melaksanakan kebaikan dan mencegah kemungkaran hanya bisa dilakukan


dengan tiga syarat. Pertama, dengan cara lembut, elegan terhadap apa yang
diperintahkan dan yang dilarang. Bersikap adil terhadap yang diperintah dan
dilarang, mengetahui apa yang diperintah dan apa yang dilarang. Sedangkan Nabi
tidak memberikan paksaan dan memerintah dengan secara kasar.

Syekh an-Nawawi Banten dalam kitab tafsir al-Munir fi Ma‟alim al-Tanzil


mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang bodoh terkadang malah mengajak
kepada perkara yang batil. Memerintahkan perkara yang munkar, melarang
perkara yang baik. Terkadang bersikap keras di tempat yang seharusnya bersifat
halus dan bersikap halus di dalam tempat yang seharusnya bersikap keras.

Atas landasan ini bahwa meski hukumnya fardhu kifayah, tetapi seseorang harus
mengetahui kadar, dan tidak boleh melakukan amar makruf dan nahi munkar agar
tidak salah dan keliru dalam bertindak. Dalam berbagai kitab tafsir, kata al-Ma‟ruf
berasal dari kata „arafa, yang bermakna dikenal atau disepakati sebagai standar
umum kebaikan. Di sisi lain juga disandingkan dengan kebiasaan baik (al-adat al-
Mu‟tabarah) yang dipraktikkan dalam masyarakat. Artinya mengajak kepada
kebaikan dilandaskan dengan cara-cara yang elegan. Atas landasan ini, para ulama
ushul fikih mengatakan bahwa urf menjadi salah satu sumber hukum Islam.
Bahwa adat yang baik bisa dijadikan sebagai pijakan hukum.

B. QS. Maidah Ayat 8-10

Surat Al-Maidah ayat 8 berkaitan dengan persaksian dalam hukum, mereka harus
adil menempatkannya apa yang sebenarnya tanpa memandang siapa orangya
sekalipun di hatimu ada kebencian dengan suatu kaum sehingga mendorong kamu
tidak berlaku adil.

‫ىا انَّزِيٍَْ ٰٓيأ َ ُّيهَب‬


ْ ُُ‫ش َهذَآ َْء ِن َّهـ ِْه َق ّٰى ِييٍَْ كُىَُىاْ َءا َي‬ ُ ‫ط‬ ِْ ‫س‬ َ ‫ً قَ ْى ْو‬
ْ ‫شَُـَٔبٌُْ يَجْ ِش َي َُّ ُك ْْى َو َْال ْۖ ِثب ْن ِق‬ َ ْ‫ىا أ َ َّال‬
ْٰٓ َ‫عه‬ ْ ُ‫ىا ْۖ ت َ ْع ِذن‬
ْ ُ‫ا ْع ِذن‬
‫ة ه َُْى‬ ُْ ‫)﴿انًبئذح ت َ ْع ًَهُىٌَْ ثِ ًَب َخجِيشْ انهَّـ ْهَ إٌَِّْ ْۖ انهَّـ ْهَ َواتَّقُىاْ ْۖ ِنهتَّ ْق َىيْ أ َ ْق َش‬٨

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang


yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil itu, lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan". (QS, Al-Maidah ayat 8)

‫ع َْذ‬ ّْٰ ٍَْْ‫ت َوع ًَِهُىا ا َيُُ ْىا انَّ ِزي‬


َ ‫ّللاُ َو‬ ّٰ ‫ع َِظيْىْ َّواَجْ شْ َّي ْغ ِف َشحْ نَ ُه ْْى ْۖ ان‬
ِْ ‫ص ِهح‬

Artinya : “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan


beramal saleh (bahwa) mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang
besar."(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 9)

ٰٓ ُ ‫ت ا‬
‫ون ِئكَْ يتَُِبْ ِثبْ َو َكزَّثُ ْىا َكفَ ُش ْوا نَّ ِزيٍَْْ َوا‬ ُْ ‫ا ْنج َِحي ِْْى اَصْح‬

Artinya : "Ada pun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami,
mereka itulah penghuni neraka." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 10)

 Kandungan QS. Al-Maidah Ayat 8

Sebab turunnya ayat tersebut diatas, berkenaan dengan diri Usman bin
Thalhah bin Abu Thalhah ketika terjadi peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan
Makkah). Nama asli Abu Thalhah ayah Usman ini ialah Abdullah bin Abdul Uzza
bin Usman Abdid Daar bin Qusyai bin Kilab al-Quraisy Al-Athabari. Ia
merupakan juru kunci (hajib) yang mulia.

Menurut Ibnu Katsir sebab turun ayat ini adalah ketika Rasullah saw.
meminta kunci Ka'bah darinya (Usman) sewaktu penaklukan Mekkah lalu
menyerahkannya kembali kepadanya. Dan kisah selanjutnya Ali bin Abu Thalib
juga memohon kepada Nabi saw. agar kunci diserakan kepadanya.(Ali bin Abu
Thalib) Namun Nabi saw. menyerahkan kepada Usman bin Thalhah bin Abu
Thalhah.

Begitu pula Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari jalan Thoriq Al-Kalabi


dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas, ketika terjadi Fathu Mekkah Rasulullah saw.
memanggil Usman bin Thalhah bin abi Thalhah untuk menyerahkan kunci
Ka'bah. Ketika Usman bin Thalhah hendak menyerahkan kunci tersebut, Abbas
berdiri kemudian berkata kepada Rasul agar menyerahkan kunci itu kepada Ali
bin Abi Thalib.

Mendengar perkataan Abbas tersebut, Usman bin Thalhah urung


menyerahkan kunci tersebut kepada Rasullah saw. Lantas Rasulullah meninta
kembali kepada Usman ketika Usman hendak menyerahkannya. Abbas kembali
berdiri dan berkata seperti perkataan semula. Usman-pun urung menyerahkan
kunci tersebut. Kejadian ini berulang sampai tiga kali.

Rasulullah saw. bersabda : "Hai Usman, jika kamu beriman kepada Allah
dan hari akhir, serahkanlah kunci itu kepadaku" . Mendengar Rasulullah berkata
demikian, Usman pun menyerahkan kunci tersebut. Setelah Rasulullah menerima
kunci tersebut, Rasul masuk ke dalam Ka'bah dan melihat gambar Nabi Ibrahim.
Rasulullah meninta air dan membersihkan gambar tersebut. Setelah itu beliau
melakukan thawaf, namun baru sekitar stau atau dua putaran malaikat Jibril turun
dan menyampaikan ayat tersebut.

(QS, Al-Maidah : ayat 8).

‫ِللَّـ َِه قَ ّٰى ِمينََ ُكىنُىاَ َءا َمنُىاَ الَّذِينََ ٰٓيأَيُّ َها‬

Maksudnya adalah jadilah kalian sebagai penegak kebenaran karena Allah


Swt. bukan karena manusia atau mencari popularitas. Dan jadilah kalian "menjadi
saksi dengan adil" maksudnya secara adil dan bukan secara curang.

Dan tegakkanlah kebenaran, keadilan itu terhadap orang lain meskipun


kamu membencinya. Caranya adalah dengan menyuruh mereka melakukan yang
ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dalam rangka mencari ridha Allah Swt.

Dalam ashohihain telah ditegaskan dari Nu'man bin Basyir "Ayahku


pernah memberiku suatu pemberian, lalu Ibuku Amrah binti Rawhah, berkata :
"aku tidak rela sehingga engkau mempersaksikan pemberian itu kepada Rasullah
saw. Kemudian ia (ayahku) mendatangi Rasullah saw. dan meminta beliau
menjadi saksi atas sedekahku itu. maka beliaupun bersabda : " Apakah setiap
anakmu engkau beri hadiah seperti itu juga? "tidak" jawabnya, maka Rasullah
saw. bersabda : "Sesungguhnya aku tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan".
Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberian tersebut.

ْ‫ش َهذَآ َء‬


ُ ‫ط‬ ْ ‫ِثب ْن ِق‬
ِْ ‫س‬

Asy-syahadah (kesaksian) disini yang dimaksud meyatakan kebenaran


kepada Hakim, supaya diputuskan hukum berdasarkan kebenaran itu. Atau hakim
itulah yang menyatakan kebenaran dengan memutuskan atau mengakuinya bagi
yang melakukan kebenaran. Jadi pada dasarnya ialah berlaku adil tampa berat
sebelah, baik terhadap orang yang disaksikan maupun peristiwa yang disaksikan,
tak boleh berat sebelah, baik karena kerabat, harta ataupun pangkat, dan tak boleh
meninggalkan keadilan, dikarenakan kefakiran atau kemiskinan.

Jadi keadilan adalah neraca kebenaran. Sebab manakala terjadi


ketidakadilan pada suatu umat, apaun sebabnya, maka akan lenyap kepercayaan
umum, dan tersebarlah berbagai macam kerusakan dan terpecah belahlah segala
hubungan dalam masyarakat. Tak lama Allah Swt. pasti akan menimpakan atas
umat itu, termasuk beberapa hambanNya yang paling dekat kepada keadilan
sekalipun, tetapi tetap ikut merasakan bencana dan hukuman Tuhan. Dan
begitulah Sunattullah, baik terhadap bangsa-bangsa sekarang maupun bangsa
bangsa terdahulu. Tetapi manusia rupanya tak mau mengerti.

َ ْ‫ً قَ ْىو‬
ْ‫شَُـَٔبٌُْ يَجْ ِش َيَُّ ُك ْْى ََو َال‬ َ ‫ت َ ْع ِذنُى أَ َّْال‬
ْٰٓ َ‫عه‬

“Dan janganlah permusuhan dan kebencian kamu terhadap suatu kaum


mendorongmu untuk bersikap tidak adil terhadap mereka.”

Jadi terhadap merekapun, kaum yang kamu benci sekali-pun, harus tetap
memberikan kesaksian sesuatu hak yang patut mereka terima apabila mereka
memang patut menerimanya. Dan putuskanlan mereka dengan
kebenaran/keadilan. Karena orang mukmin pasti mengutamakan keadilan
daripada berlaku aniaya dan berat sebelah. Keadilan harus ditempatkan diatas
hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi, golongan, dan di atas rasa cinta
dan permusuhan, apapun sebabnya.

ُْ ‫ِنهتَّ ْق َىيْ أ َ ْق َش‬


ْ‫ة ه َُْى ا ْع ِذنُىا‬

Kalimat ini merupakan penguat dari kalimat sebelumnya, karena sangat


pentingnya soal keadilan untuk diperhatikan. Karena keadilan itulah yang lebih
dekat kepada taqwa, dan terhindar dari murkaNya. Adalah termasuk dalam
katagori fi'lut tafdhil, yaitu pada kedudukan di tempat yang tidak ada
perbandingannya seperti yang ada dalam firman Allah Swt berikut :

ُ ‫ستَقَ ًّشا َخيْشْ يَ ْى َيئِزْ ا ْن َجَُّ ِْخ أَصْح‬


ْ‫ت‬ َ ْ‫يال َوأَح‬
ْ ‫سٍُْ ُّي‬ ًْ ‫ َي ِق‬٤٢ٌ‫﴿انفشقب‬

"Para penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling
indah tempat istirahatnya". (QS Al-Furqaan : 24)

C. QS. An-Nahl Ayat 90-92

َّْٰ ‫سب ِْْال َوا ْنعَ ْذ ِْل ثِب يَأ ْ ُي ُْش‬


ٌَِّْ‫ّللا ا‬ ِْ ِ‫ٍَ َويَ ُْهً ا ْنقُ ْشثً رِي ْيتَبيْ َوْا‬
َ ْ‫ٌ ح‬ َ ْ‫ي ِ َوا ْن ًُ ُْك َِْش َوا ا ْنفَح‬
ِْ ‫شب ِْٰٓء ع‬ ْ ‫ظ ُك ْْى ْۖ ْنجَ ْغ‬
ُ ‫نَعَهَّ ُك ْْى يَ ِع‬
ٌَْ‫تَزَك َُّش ْو‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan)
perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."(QS. An-Nahl 16: Ayat 90)

ْ‫ّللاِ ثِعَ ْه ِْذ اَ ْوفُ ْىا َو‬


ّْٰ ‫االَ تَ ُْقُضُىا َو َْال عَب َه ْذتُّ ْْى اِرَا‬
ْْ ‫ّللا َجعَ ْهت ُ ُْى َوقَ ْْذ ت َ ْى ِك ْي ِذ َهب ثَ ْع َْذ ٌَْ ْي ًَب‬
َّْٰ ‫عهَ ْي ُك ْْى‬ ّْٰ ‫َيب يَ ْعهَ ُْى‬
ًْ ‫ّللاَ اٌَِّْ ْۖ َك ِفي‬
َ ‫ْال‬
ٌَْ‫ت َ ْفعَهُ ْى‬

Artinya: "Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah
sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya, Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat." (QS. An-Nahl 16: Ayat 91)
َ‫ي كَب تَك ُْىَُ ْىا َو َل‬ ْْ ‫ال ََ ُك ْْى ا َ ْي ًَب تَت َّ ِخزُ ْوٌَْ ْۖ ثًب ا َ َْكَب قُ َّىحْ ثَ ْع ِْذ ِي‬
َ ٍ
ْْ ِ‫غ ْزنَهَب ََقَضَتْْ نَّت‬ ًْ ‫ٌ ثَ ْيَُ ُك ْْى َد َخ‬
ْْ َ ‫ي ا ُ َّيخْ تَك ُْىٌَْ ا‬
َْ ‫ا َ ْسثً ِه‬
ّْٰ ْ‫ت َ ْختَ ِهفُ ْىٌَْ فِ ْي ِْه ُك ُْـت ُ ْْى َيب ا ْن ِقي ًَ ِْخ يَ ْى َْو نَـ ُك ْْى َونَيُجَيٍََُِّّْ ْۖ ثِه‬
ٍْْ ‫ّللاُ يَ ْجهُ ْى ُك ُْى اََِّ ًَب ْۖ ا ُ َّيخْ ِي‬

Artinya : "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan


benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu
menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan
adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.
Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu." (QS. An-Nahl
16: Ayat 92)

 Kandungan QS. An-Nahl Ayat 90-92

Dalam QS. An-Nahl ayat 90-92 terdapat beberapa perintah dan larangan
dari Allah untuk senantiasa kita lakukan, sebagai bentuk ketaatan kita (hamba)
kepada Allah SWT. Diantaranya sebagai berikut :
1). Ada tiga hal yang diperintahkan oleh Allah Swt agar dilakukan
sepanjang waktu sebagai wujud dari taat kepada Allah Swt. Pertama, berlaku adil
yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan
yang benar, mengembalikan hak kepada yang berhak, dan tidak berlaku
zalim/aniaya.
Kedua, berbuat ihsan; mengandung dua arti yaitu mempertinggi kualitas
amalan, berbuat yang lebih baik sehingga imannya meningkat dan kepada sesama
makhluk yaitu berbuat lebih tinggi lagi dari keadilan. Misalnya, memberikan upah
kepada pekerja yang setimpal sesuai dengan pekerjaannya pada waktunya itu
adalah sikap yang adil. Tetapi jika memberikan upah yang lebih dari semestinya
sehingga hatinya gembira, maka itulah ihsan. Al-Qurtubi dalam tafsirnya
menyatakan: “Maka sesungguhnya Allah Swt suka sekali hamba-Nya berbuat
ihsan sesama makhluk, sampai pun kepada burung-burung yang engkau perihara
dalam sangkarnya, dna kucing di dalam rumah, jangan sampai mereka itu tidak
merasakan ihsan dari engkau”.
Ketiga, memberi kepada keluarga yang terdekat, ini sebenarnya masih
lanjutan dari sikap ihsan. Kadang-kadang orang yang berasal dari satu ayah atau
satu ibu sendiri pun tidak sama nasibnya. Ada yang murah rezekinya,lalu menjadi
kara raya, dan ada yang hidupnya susah. Maka orang yang mampu dianjurkan
berbuat baik kepada keluarganya yang terdekat, sebelum ia mementingkan orang
lain.
2) Ada tiga hal yang dilarang oleh Allah Swt, yang harus dijauhi oleh orang yang
beriman:
Pertama, melarang segala perbuatan yang keji, yaitu dosa yang amat merusak
pergaulan dan keturunan. Kalau al-Qur‟an menyebut al-fakhsya‟, yang dituju ialah
segala yang berhubungan dengan zina. Segala pintu yang menuju kepada zina,
baik terkait dengan pakaian yang membukakan aurat atau cara cara lain yang
menimbulkan nafsu syahwat. Hendaklah itu ditutup mati.
Kedua, perbuatan munkar yaitu segala perbuatan yang tidak dapat diterima baik
oleh masyarakat yang menjaga budi luhur, dan segala tingkah laku yang
membawa pelanggaran atau bertentangan dengan norma agama.
Ketiga, aniaya, yaitu segala perbuatan yang sikapnya menimbulkan permusuhan
terhadap sesama manusia, karena mengganggu hak dan kepunyaan orang lain.
3). Ketiga hal yang diperintahkan dan ketiga hal yang dilarang oleh Allah Swt
dalam ayat tersebut, adalah bertujuan agar orang mukmin selamat dalam
pergaulan hidup sehingga dapat meraih bahagia.
4). Jika orang sudah berjanji dengan Allah Swt untuk mengerjakan sesuatu atau
tidak mengerjakan sesuatu, berarti ia telah berjanji dengan Allah Swt. Hendaklah
janji dengan Allah Swt itu dipenuhi, dan jangan seenaknya melalaikan/bermain-
main sumpah yang telah diteguhkan. Jika melanggar sumpah itu maka akan
dikenai kaffarah (denda), yaitu memberi makan 10 orang miskin atau
memerdekakan budak, kalau itu tidak mampu maka berpuasa 3 hari berturut-turut
(QS. Al Ma‟idah: 89).
5). Orang telah mengikat janji yang teguh, sehingga kuat teguhlah janji itu laksana
kain selesai ditenun. Maka janganlah merusak perjanjian itu agar tidak seperti
kain tenunan yang telah kuat itu kemudian diurai kembali satu demi satu. Sia
sialah usahanya tidak ada manfaat. Allah Swt mencela orang yang suka
meremehkan/ membatalkan perjanjian dengan orang lain, lalu berjanji dengan
pihak lainnya.

D. QS. An-Nisa Ayat 105

‫ت اِنَيْكَْ اَ َْ َز ْنَُبْ اِ ََّْب‬


َْ ‫ق ِثب ا ْن ِكت‬
ِّْ ‫س انَُّب ثَيٍَْْ ِنتَحْ ُك َْى ْنحَـ‬
ْ ِ ْ‫ّللاُ اَسْٮكَْ ِث ًَب‬ ْْ ‫َخ ِص ْي ًًب ِنّـ ْه َخبٰٓئُِِيٍَْْ تَك‬
ّْٰ ْۖ ‫ٍُ َو َْال‬

Artinya : "Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu


(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia
dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu dan janganlah engkau menjadi
penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang yang berkhianat.”
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 105)

 Kandungan QS. An-Nisa’ Ayat 105


Ayat ini turun berkaitan dengan kasus hilangnya baju besisalah
seorang dari golongan Anshar. Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Murdawaih dari Ibnu Abbas dinyatakan bahwa salah seorang dari
golongan Anshar yang berperang bersama Nabi Muhammad SAW
Kehilangan baju besi. Kemudian orang itu menghadap beliau dan
mengatakan bahwa Tu‟mah Ibn Ubayrihlah yang mencuri baju besi
tersebut. Mendengar pengaduan itu Tu‟mah meletakkannya di rumah
seseorang yang sebenarnya tidak mencuri. Selanjutnya Tu‟mah mengadu
pada kelompoknya bahwa dia kehilangan baju besi dan mengatakan bahwa
baju besi tersebut ada di rumah seseorang.
Pada suatu malam kerabat Tu‟mah pergi menghadap Nabi
Muhammad Saw. Seraya mengatakan bahwa Tu‟mah tidak terlibat dalam
pencurian ini. Untuk itu, bebaskanlah saudara kami dari tuduhan dimuka
umum. Mendengar laporan tersebut tanpa mengecek terlebih dahulu, Nabi
Muhammad langsung mengumumkan bahwa Tu‟mah tidak terlibat dalam
kasus tersebut.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Al-Qur‟an yang di
turunkan kepada Nabi Muhammad adalah untuk di jadikan dasar dalam
memutuskan perkara. Karena beliau begitu saja percaya, tanpa mengecek
kebenaran laporan Tu‟mah. Padahal Tu‟mah lah yang pencuri sebenarnya,
sedangkan orang lain yang tidak salah menjadi korbannya.
Allah SWT membenci sifat khianat, sebagaimana disebutkan
dalam QS. An-Nisa ayat 107-108.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Amar ma‟ruf nahi munkar adalah dalam bahasa Arab yang dimaksud
sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan
mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Kejujuran dan keadilan
merupakan dua sifat mulia yang harus dimilikisetiap mukmin. Keduanya harus
ditanamkan dan dibiasakan sejak usia dini. Di rumah, di sekolah, di
masyarakat dan di manapun harus terbiasa berperilaku jujur dan adil.

B. Saran
Penulis menyadari bahwasannya makalah ini jauh dari kata sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik yang membangun untuk membuat
makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan pengetahuan kita, dan dapat dapat mengamalkan nilai-
nilai keadilan dan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Fauziyah Lilis, Andi Setyawan. Kebenaran Al-Quran dan Hadits. (Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009)

Departemen Agama. Ensiklopedia Islam, (Jakarta:CV, Anda Utama, 1993)

Dedi Supriadi. Perbandingan Fiqh Siyasah Konsep, Aliran, dan Tokoh-tokoh


Politik Islam (Bandung, Pustaka Setia , 2007),

Anda mungkin juga menyukai