Anda di halaman 1dari 29

Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan KaruniaNya, makalah
berjudul “Mekanisme Penyusunan Anggaran di Kota Surabaya” dapat terselesaikan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pembiayaan Pembangunan
Terimakasih kami sampaikan pula kepada Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc selaku dosen
pembimbing tugas mata kuliah Pembiayaan Pembangunan yang telah memberikan saran dan
masukan terhadap penyusunan makalah. Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah meluangkan waktu untuk membantu penyelesaian makalah dengan baik dan lancar.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Surabaya, Oktober 2013

i
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Pembahasan........................................................................................................ 2
1.3 Ruang Lingkup Bahasan................................................................................................... 2
1.4 Sistematika Pembahasan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN ................................................................................................ 4
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Penyusunan Aggaran ................................................................................... 9
3.2 Metode Pembiayaan Pembangunan Di Kota Surabaya ................................................ 18
3.3 Mekanisme Pembiayaan Perumahan Di Kota Surabaya ................................................... 20
3.4 Pembiayaan Pembangunan Kota Singa[ura ..................................................................... 21
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 26

ii
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anggaran Negara merupakan urat nadi bagi suatu Negara dalam menjalankan
pemerintahan. Menurut Robert D Lee, Jr. Dan Ronald W. Johnson, anggaran adalah dokumen yang
menunjukkan kondisi atau keadaan keuangan suatu organisasi (keluarga, perusahaan, pemerintah)
yang menyajikan informasi mengenai pendapatan, pengeluaran, aktivitas dan tujuan yang hendak
dicapai. Sedangkan anggaran Negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar
mengenai bermacam-macam kegiatan terpadu baik menyangkut penerimaannya maupun
pengeluarannyayang dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu (Ibnu Syamsi).
Di Indonesia anggaran Negara setiap tahun disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).Secara filosofi, APBN adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat sehingga
penetapannya dilakukan setiap tahun dengan undang-undang.APBN yang ditetapkan tiap tahun
dengan Undang-undang mempunyai arti bahwa terdapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebagai wakil rakyat atas rancangan APBN yang diajukan oleh pemerintah.Secara umum,
ketentuan mengenai APBN terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan Pasal
23.APBN mempunyai fungsi otoritas, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Dalam menyusun suatu anggaran harus berkaitan antara dana-dana yang akan dikeluarkan
dan tujuan yang akan dicapai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam
penyusunan anggaran Negara terdapat tahapan dari proses perencanaan sampai dengan
pertanggungjawaban. Anggaran Negara merupakan salah satu alat politik fiskal untuk
mempengaruhi arah dan percepatan pendapatan nasional. Besarnya anggaran yang akan digunakan
tergantung pada keadaan ekonomi yang dihadapi.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, kebijakan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan sesuai asas-asas
yang baik dalam pengelolaan keuangan negara yaitu asas kesatuan yaitu asas yang
menghendaki semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen,
asas universalitas yaitu asas yang mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan
secara utuh dalam dokumen anggaran, asas tahunan yaitu asas yang menghendaki adanya
batasan masa berlaku anggaran untuk satu tahun tertentu dan asas spesialitas yaitu asas yang
mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terperinci secara jelas peruntukannya
Penyusunan anggaran daerah di Indonesia dilakukan oleh pemerintah daerah demi
mendukung peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, kehidupan demokrasi yang

1
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

semakin maju, dan keadilan pemerataan pembangunan. Sehingga mekanisme penyusunan anggaran
daerah harus menyesuaikan dan mempertimbangkan kebijakan yang ada di atasnya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui siklus mendapatkan anggaran APBD dari Pemerintah Daerah dalam upaya
pembiayaan pembangunan daerah.
2. Mengetahui siklus mendapatkan anggaran APBN dari Pemerintah Pusat dalam membiayai
pembangunan yang berskala nasional.
3. Mengidentifikasi pembiayaan pembangunan di Kota Surabaya.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pembahasan makalah ini terdiri dari ruang lingkup substansi dan ruang lingkup
wilayah.
1.3.1 Ruang lingkup Substansi
Substansi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai mekanisme penyusunan
anggaran dalam mendapatkan dana dari APBD untuk pembangunan yang berskala daerah dan dana
APBN untuk pembangunan yang bersifat nasional.
1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam makalah ini adalah penyusunan anggaran di Indonesia dengan
mengambil studi kasus di Kota Surabaya.

1.4 Sistematika Penulisan


Penulisan makalah ini memiliki sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang mengenai mekanisme penyusunan anggaran
dan implementasi di Kota Surabaya. Tujuan penulisan untuk memfokuskan pembahasan yang
terdapat dalam makalah ini, serta sistematika penulisan yang menjelaskan bagian-bagian dari
makalah secara terstruktur dan terperici.
BAB II Tinjauan Kebijakan
berisi tentang tinjauan kebijakan yang mendukung atau menjadi landasan dalam implemetasi
mekanisme penyusunan anggran di Indonesia dan Kota Surabaya.

2
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

BAB III Pembahasan


merupakan bab pembahasan yang menjadi inti dari makalah ini yang menjelaskan tentang
mekanisme penyusunan anggaran di Indonesia dan Kota Surabaya. Di dalamnya juga terdapat
implementasi penyusunan anggaran di Negara lain dengan mengambil wilayah studi di Negara
Singapura.
BAB IV Kesimpulan
merupakan bab penutup yang berisi simpulan dari hasil pembahasan mengenai mekanisme
penyusunan anggaran.

3
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

BAB II
TINJAUAN KEBIJAKAN ANGGARAN

Adapun sebagai landasan berpikir dari pembahasan, berikut ini kebijakan yang mengatur
mengenai sistem penganggaran
2.1 Undang - Undang No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional
Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) merupakan landasan hukum bagi penyusunan perencanaan pembangunan baik yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam Undang – Undang tersebut
yang dimaksud dengan SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah dengan melibatkan
masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional sebagai turunan dari Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang
dimaksud dengan perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Setiap Kementerian/Lembaga sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 wajib menyusun
perencanaan pembangunan berupa rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun) atau yang
disebut Rencana Strategis dan rencana pembangunan tahunan (1 tahun) yang disebut Rencana Kerja
(Renja), dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Departemen Keuangan sebagai salah satu instansi
Pemerintah Pusat wajib pula menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) untuk
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan. Hal tersebut ditegaskan pula dalam Instruksi Presiden Nomor 7
tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang sampai saat ini masih
berlaku yang menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah sampai dengan tingkat Eselon II wajib
menyusun Rencana Strategis untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai
wujud pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah.
2.2 Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Ada beberapa cakupan yang terdapat dalam UU No.33 Tahun 2004 yaitu antara lain:
A. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan
Prinsip kebijakan perimbangan keuangan terdapat dalam pasal 2 dan pasal 3.Dalam
pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tersebut perlu
memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung

4
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

jawab Pemerintah Pusat, antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan - keamanan,
peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama, serta kewajiban pengembalian pinjaman
Pemerintah Pusat.
B. Dasar Pendanaan Pemerintah Daerah
Dasar pendanaan pemerintah daerah terdapat dalam pasal 4. Pendanaan penyelenggaraan
pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih
ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung
jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada
Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam
rangka Tugas Pembantuan.
C. Sumber Penerimaan Daerah
Sumber penerimaan daerah terdapat dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9. Penerimaan daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan.
 Pendapatan daerah bersumber dari :
a. Pendapatan asli daerah (PAD);
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan.
 Pembiayaan bersumber dari:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah.
b. Penerimaan Pinjaman Daerah.
c. Dana Cadangan Daerah.
d. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
 Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah.
 Lain-lain PAD yang sah meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
b. Jasa giro.
c. Pendapatan bunga.
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

5
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
f. pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
D. Pendanaan Asli Daerah
Pendanaan asli daerah terdapat dalam pasal 6,7,8,9. Pendapatan Asli Daerah
merupakanPendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.
 Pendapatan Daerah bersumber dari:
a. Pendapatan asli daerah
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain Pendapatan
E. Pengelolaan Keuangan Dalam Rangka Desentralisasi
Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi terdapat dalam pasal 66 sampai dengan
pasal 86. Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun
2001 adalah dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan
perubahan dinamika sosial politik, Pemerintah telah melakukan revisi beberapa materi dalam
undang-undang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dengan ditetapkannya Undang-undang
(UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Substansi perubahan
kedua undang-undang tersebut adalah semakin besarnya kewenangan pemerintah daerah dalam
mengelola pemerintahan dan keuangan daerah.Dengan demikian diharapkan pembangunan daerah
dapat berjalan sesuai dengan aspirasi,kebutuhan, dan prioritas daerah, sehingga dapat memberikan
dampak positif bagi perkembangan ekonomi regional, yang pada gilirannya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Desentralisasi fiskal sebagai salah satu instrumen kebijakan Pemerintah mempunyai prinsip dan
tujuan, antara lain untuk: (i) mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance);(ii)
meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik
antardaerah; (iii) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; (iv) tata kelola,
transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian Transfer ke Daerah yang tepat
sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil; (v) dan mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan
ekonomi makro. Di samping itu, untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah,
kepada daerah diberikan kewenangan memungut pajak (taxing power).

6
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

2.3 Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012
Pada tanggal 10 Mei 2012 telah diterbitkan dan ditetapkan di Jakarta, Permendagri 37 Tahun
2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2013 oleh Kementerian Dalam Negeri. Permendagri tersebut menjadi rujukan dan pedoman bagi
daerah dalam rangkaian proses penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 yang dimulai dari
Penyusunan RKPD, Penyusunan Rancangan KUA dan PPAS sampai pada Penetapan Perda APBD dan
Perkada Penjabaran APBD.
Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013, meliputi:
a. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah;
b. Prinsip Penyusunan APBD;
c. Kebijakan Penyusunan APBD;
d. Teknis Penyusunan APBD; dan
e. Hal-hal Khusus Lainnya
Dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 menekankan pentingnya dilakukan sinkronisasi
kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah. Hal ini penting karena pada dasarnya
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus mendukung tercapainya sasaran utama
dan prioritas pembangunan nasional sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing daerah,
mengingat keberhasilan pencapaian sasaran utama dan prioritas pembangunan nasional sangat
tergantung pada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah dan antara
pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah dan pemerintah provinsi yang dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2. Tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
3. Transparan, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses
informasi seluas-luasnya tentang APBD;
4. Melibatkan partisipasi masyarakat;
5. Memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6. Substansi APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi
dan peraturan daerah lainnya.

7
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013 menetapkan bahwa tema Pembangunan
Nasional adalah “MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DOMESTIK BAGI PENINGKATAN DAN
PERLUASAN KESEJAHTERAAN RAKYAT”, dengan sasaran utama:
1. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekonomi paling tidak 7
persen, pengangguran terbuka menurun menjadi 6,0-6,4 persen, dan tingkat kemiskinan
menurun menjadi 9,5-10,5 persen.
2. Dalam rangka pembangunan demokrasi, Indeks Demokrasi Indonesia mencapai kisaran 68-
70.
3. Dalam rangka pembangunan hukum, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia mencapai 4,0.
Memperhatikan sasaran utama tersebut, ditetapkan 11 (sebelas) Prioritas Nasional dan 3
(tiga) Prioritas Lainnya, yaitu:
1. reformasi birokrasi dan tata kelola;
2. pendidikan;
3. kesehatan;
4. penanggulangan kemiskinan;
5. ketahanan pangan;
6. Infrastruktur;
7. iklim investasi dan usaha;
8. energi;
9. lingkungan hidup dan bencana;
10. daerah tertinggal, terdepan, terluas, dan pasca konflik;
11. kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi;dan
12. 3 (tiga) prioritas lainnya yaitu (1) bidang politik, hukum, dan keamanan; (2) bidang
perekonomian dan; (3) bidang kesejahteraan rakyat.

8
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Penyusunan Anggaran
Sejak memasuki era otonomi daerah yang ditandai dengan keluarnya Undang-Undang (UU)
No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah, telah terjadi perubahan mendasar di
dalam pengelolaan keuangan dasar. Hal tersebut sebagaimana tercermin di dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah.
Perubahan (reformasi) pengelolaan keuangan daerah antara lain,menyangkut pendekatan
(metode) di dalam penganggaran, akuntansi dan pelaporan keuangan, dan pola
pertanggungjawaban (dari vertikal menjadi horizontal).Proses reformasi pengelolaan keuangan
daerah tidak berhenti sampai di situ, ketika terjadi reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara
yang ditandai dengan keluarnya paket Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara (UU 17/2003, UU
1/2004, dan UU 15/2004), dan juga dengan keluarnya UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, maka terjadi babak baru reformasi (penyempurnaan) pengelolaan
keuangan daerah pasca berlakunya Undang-Undang tersebut. PP 105/2000 kemudian direvisi
dengan PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan daerah menjadi sinkron dengan paket Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara
maupundengan UU 25/2004.
Siklus pengelolaan keuangan daerahterdiri dari tahap-tahapan kegiatanyang terkait satu
dengan lainnya, diawali dengan tahap perencanaan dan penganggaran, dilanjutkan dengan tahap
pelaksanaan dan piñata usahaan/ akuntansi dan diakhiri dengan tahap pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran kepada DPRD yang dinyatakan dalam bentuk laporan keuangan dan laporan
kinerja.
A. Alur Perencanaan Dan Penganggaran Daerah
Di dalam pasal 1,PP No. 58 Tahun 2005 dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah
adalah keseluruhan kegiatan yangmeliputi perencanaan,pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Aktivitas perencanaan dan penganggaran
dapatdikatakan sebagai tahapan paling krusialdan kompleks dibandingkan dengan aktivitas lainnya
didalam konteks pengelolaan keuangan daerah. Hal tersebut karena beberapa alasan, diantaranya:
a. Perencanaan (termasuk penganggaran) merupakan tahap awal dari serangkaian aktivitas
(siklus) pengelolaan keuangan daerah, sehingga apabila perencanaan yang dibuat tidak baik,

9
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

misalnya program/kegiatan yang direncanakan tidak tepat sasaran, maka kita tidak dapat
mengharapkan suatu keluaran ataupun hasil yang baik/tepat sasaran.
b. Perencanaan melibatkan aspirasi semua pihak pemangku kepentingan pembangunan
(stakeholders) baik masyarakat, pemerintah daerah itu sendiridan pemerintah yang lebih
tinggi (propinsi dan pusat) yang dilakukan melalui forum musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) mulai dari tingkat kelurahan/desa, dilanjutkan di tingkat
kecamatan, tingkatkabupaten/kota, sampai di tingkat propinsi dan nasional untuk
menyerasikanantara perencanaan pemerintah kabupaten/kota/propinsi dan
pemerintahpusat (perencanaan nasional).
c. Perencanaan Daerah disusun dalam spektrum jangka panjang (20 tahun) yang disebut RPJPD
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah);jangka menengah (5 tahun) yang disebut
RPJMD(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah); dan jangka pendek ( Satu tahun)
yang disebut RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah).
d. Penyusunan APBD harus dibahas bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan
setelah disetujui bersama kemudian harus dievaluasi oleh pemerintah yang lebih tinggi
(pemerintah propinsi/pemerintah pusat c.q. Menteri Dalam Negeri).
e. Anggaran mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi (dijelaskan di bab berikutnya).

10
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

Gambar. Alur Perencanaan dn Penganggaran


Alur perencanaan dan penganggaran pada pemerintah daerah bertujuan untuk menghasilkan
outputan yaitu rincian APBD (Anggaran Pembangunan Belanja Daerah). Dimana rincian APBD
tersebut, penyusunannya melalui banyak tahapan. Tahapan-tahapan dari penyusunan rincian APBD,
diantaranya:
A.1 Perencanaan
a. RPJP Daerah sebagai pedoman untuk RPJM Daerah
RPJP Nasional RPJP Daerah
Penjabaran tujuan nasional ke dalam: Mengacu pada RPJP Nasional dan memuat:
1. Visi 1. Visi
2. Misi 2. Misi
3. Arah Pembangunan Nasional 3. Arah Pembangunan Daerah

b. RPJM Daerah dijabarkan untuk RKP Daerah dan sebagai pedoman untuk Renstra SKPD
RPJM Nasional RPJM Daerah
 Penjabaran visi, misi, program presiden  Penjabaran visi, misi, program kepala daerah
 Berpedoman pada RPJP Nasional  Berpedoman pada RPJP Daerah dan
 Isi: memperhatikan RPJM Nasional
1. Strategi Pembangunan Nasional  Isi:
2. Kebijakan Umum 1. Strategi Pembangunan Daerah
3. Kerangka Ekonomi Makro 2. Kebijakan Umum
4. Program kementrian, lintas kementrian, 3. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
kewilayahan dan lintas kewilayahan, 4. Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan
memuat kegiatan dalam: dan lintas kewilayahan, memuat
a. Kerangka Regulasi kegiatan dalam:
b. Kerangka Anggaran 1. Kerangka Regulasi
2. Kerangka Anggaran

Pelaksanaan RPJM Daerah diarahkan dan dikendalikan langsung oleh Walikota/Bupati dengan
Pelaksana Harian Sekretaris Daerah. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah,
Walikota/Bupati dibantu oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Dan seluruh Satuan
Kerja Perangkat daerah (SKPD) yang ada di lingkungan pemerintah daerah agar melaksanakan
program-prgram dalam RPJM Daerah dengan sebaik-baiknya.

11
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

c. RKP Daerah sebagai acuan untuk Renja SKPD dan sebagai pedoman untuk RAPBD
RKP RKP Daerah
 Penjabaran RPJM Nasional  Penjabaran RPJM Daerah
 Isi:  Mengacu pada RKP
1. Prioritas Pembangunan Nasional  Isi:
2. Rancangan Kerangka Ekonomi Makro 1. Prioritas Pembangunan Daerah
3. Arah Kebijakan Fiskal 2. Rancangan Kerangka Ekonomi Makro
4. Program kementrian, lintas kementrian, Daerah
kewilayahan dan lintas kewilayahan, 3. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
memuat kegiatan dalam: 4. Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan
a. Kerangka Regulasi dan lintas kewilayahan, memuat
b. Kerangka Anggaran kegiatan dalam:
5. Kerangka Regulasi
6. Kerangka Anggaran

Penjabaran lebih lanjut RPJM Daerah untuk setiap tahunnya harus dilakukan penyusunan RKP
Daerah. Dimana harus dilakukan melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) yang dilaksanakan secara berjenjang, yaitu mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan,
Forum SKPD, dan tingkat Kota/Kabupaten.

d. Renstra SKPD sebagai pedoman untuk Renja SKPD


Rentra KL Renstra SKPD
 Berpedoman pada RPJM Nasional  Berpedoman pada RPJM Daerah
 Isi:  Isi:
1. Visi-Misi 1. Visi-Misi
2. Tujuan, Strategi dan Kebijakan 2. Tujuan, Strategi dan Kebijakan
3. Program-program 3. Program-program
4. Kegiatan Indikatif 4. Kegiatan Indikatif

Setiap SKPD baik yang berbentuk Badan, Dinas, kantor, bagian, dan Camat berkewajiban untuk
menyusun Rensta SKPD sesuai tugas dan fungsi SKPD.

12
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

e. Renja SKPD sebagai pedoman untuk RKA SKPD


Renja KL Renja SKPD
 Penjabaran Renstra KL  Penjabaran Renstra SKPD
 Isi:  Isi:
1. Kebijakan KL 1. Kebijakan SKPD
2. Program dan kegiatan pembangunan 2. Program dan kegiatan pembangunan
a. Dilaksanakan pemerintah a. Dilaksanakan pemerintah daerah
b. Mendorong partisipasi masyarakat b. Mendorong partisipasi masyarakat

Setiap SKPD juga berkewajiban untuk menyusun Renja SKPD, dimana penyusunannya
dilakukan dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai harus menjadi pedoman dalam
penyusunan RKA SKPD.

A.2 Penganggaran
Pada tahapan penganggaran ini, terdapat dua dokumen yang menjadi pedoman yaitu RKP
Daerah sebagai pedoman untuk RAPBN dan Renja SKPD sebagai pedoman untuk RKA SKPD.
a. RAPBD
Merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
b. RKA SKPD
Merupakan dokumen penganggaran, terdiri dari rencana kerja K/L dan anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja dimaksud. Pada rencana kerja berisikan
informasi mengenai input, output dan outcome program dan kegiatan yang akan dicapai tapi
belum disepakati dan disah kan oleh Kepala Daerah sebagai dokumen pelaksana anggaran.
Tahapan penganggaran ini, lebih memfokuskan pada proses penyusunan APBD yang mengacu
pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai
berikut:
(1) penyusunan rencana kerja pemerintah daerah;
(2) penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran;
(3) penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara;
(4) penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD;
(5) penyusunan rancangan perda APBD; dan
(6) penetapan APBD.

13
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

Oleh karena itu dalam proses penetapan struktur penyusunan anggaran APBD, tim anggaran
pemerintah daerah (TAPD) harus bekerjasama dengan baik dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) untuk menjamin bahwa anggaran disiapkan dalam koridor kebijakan yang sudah ditetapkan
(KUA dan PPAS); dan menjamin semua stakeholders terlibat dalam proses penganggaran sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Setelah tahap perencanaan dan penganggaran selesai dilaksanakan, tahap berikutnya
merupakan domain pemerintah daerah selaku eksekutif, yaitu tahap pelaksanaan, penatausahaan,
dan pengawasan dan akhirnya ditutup dengan tahap pertanggungjawaban. Kesimpulannya adalah
bahwa semua tahap dalam siklus pengelolaan keuangan daerah saling terkait erat dan setiap tahap
tentunya memegang peranan penting dalam menyukseskan pengelolaan keuangan daerah yang
efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Namun sekali lagi bahwa tahap perencanaan dan
penganggaran dapat dikatakan paling krusial dan kompleks dengan sejumlah alasan yang dijelaskan
di atas.

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember. Adapun fungsi dari APBD, antaranya:
 Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi
pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah
kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
 Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
 Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
 Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
 Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

14
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

Struktur-struktur dari APBD menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
yang diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintah dan organisasi yang bertanggung jawab,
antaranya:
B.1 Pendapatan Daerah
Adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana. Selain itu,
pendapatan daerah juga meliputi:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari
potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan daerah dalam memungut PAD
dimaksudkan agar daerah dapat mendanai pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari
potensi daerahnya sendiri. PAD meliputi:
1) Pajak Daerah.
2) Retribusi Daerah.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang meliputi:
a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD);
b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah (BUMN); dan
c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.
4) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
c) Jasa giro;
d) Pendapatan bunga;
e) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah;
f) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
g) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah;
h) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
i) Pendapatan denda pajak dan retribusi;
j) Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum;
k) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
l) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

15
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

b. Dana Perimbangan, meliputi:


1) Dana Alokasi Umum;
2) Dana Alokasi Khusus; dan
3) Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.
c. Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi:
1) Pendapatan Hibah;
2) Pendapatan Dana Darurat;
3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota;
4) Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya;
5) Dana Penyesuaian; dan
6) Dana Otonomi Khusus.
B.2 Belanja Daerah
Meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas
dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.
Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan
klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.

Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci
klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut
organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.
a. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib, meliputi:
1) Pendidikan;
2) Kesehatan;
3) Pekerjaan Umum;
4) Perumahan Rakyat;
5) Penataan Ruang;
6) Perencanaan Pembangunan;
7) Perhubungan;
8) Lingkungan Hidup;
9) Kependudukan dan Catatan Sipil;
10) Pemberdayaan Perempuan;
11) Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;

16
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

12) Sosial;
13) Tenaga Kerja;
14) Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
15) Penanaman Modal;
16) Kebudayaan;
17) Pemuda dan Olah Raga;
18) Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri;
19) Pemerintahan Umum;
20) Kepegawaian;
21) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
22) Statistik;
23) Arsip; dan
24) Komunikasi dan Informatika.
b. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan, meliputi:
1) Pertanian;
2) Kehutanan;
3) Energi dan Sumber Daya Mineral;
4) Pariwisata;
5) Kelautan dan Perikanan;
6) Perdagangan;
7) Perindustrian; dan
8) Transmigrasi.
c. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan,
serta Jenis Belanja, meliputi:
1) Belanja Tidak Langsung; dan
2) Belanja Langsung.
B.3 Pembiayaan Daerah
Adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang dimaksudkan
untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD. Pembiayaan Daerah menurut
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran
Pembiayaan Daerah.

17
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

a. Penerimaan Pembiayaan, meliputi:


1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Lalu;
2) Pencairan Dana Cadangan;
3) Penerimaan pinjaman daerah;
4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
6) Penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran Pembiayaan Daerah, meliputi:
1) Pembentukan dan cadangan;
2) Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah;
3) Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo; dan
4) Pemberian pinjaman daerah.

3.2 Metode Pembiayaan Pembangunan Di Kota Surabaya, Indonesia


Manajemen kota Surabaya dikelola oleh pihak Pemerintah Daerah, berdasarkan arahan dan
kontrol dari pihak Pemerintah Pusat, dan dalam prosesnya, turut melibatkan masyarakat dan pihak
swasta. Namun demikian, pengelolaan kota masih didominasi oleh pihak Pemerintah Daerah. Hal
tersebut berarti bahwa birokrasi pemerintahan dalam manajemen kota Surabaya memainkan peran
yang sangat penting dalam menentukan jalannya pembangunan dan pengembangan kota tersebut .
Secara umum, diketahui di masa Sukarno, sejarah mencatat bahwa Jakarta dikembangkan sebagai
pusat pemerintahan, sementara Surabaya, karena letaknya jauh dari pusat pemerintahan sehingga
kurang terkontrol, tetap saja sebagai pusat perdagangan Indonesia. Di masa Suharto, yang lagi-lagi
menerapkan kebijakan integrasi ke pasar dunia, Jakarta lalu dikembangkan sebagai pusat ekonomi
dan peran Surabaya dikurangi. (Dieter Evers, H. & Korff. R, 2002) . Dari hal tersebut, kita bisa melihat
dengan jelas bahwa peran pemerintah dalam menentukan arah pembangunan dan pengembangan
suatu kota begitu dominan, dan hal tersebut juga berlalu dalam pembiayaannya.
Dengan adanya otonomi daerah saat ini, yakni berupa pelimpahan wewenang kepada pemerintahan
daerah dengan diikuti perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan, pengelolaan
dan penggunaan anggaran sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1999. Tetapi
mengingat desentralisasi di bidang administrasi juga berarti transfer personal (Pegawai Negeri Sipil)
yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah (Landiyanto, Erlangga A., 2005) .
Formulasi kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran pendapatan daerah, untuk
kota Surabaya khususnya, akan lebih difokuskan pada upaya untuk mobilisasi pendapatan asli
daerah dan penerimaan daerah lainnya. Kebijakan pendapatan daerah Kota Surabaya tahun 2006 –

18
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

2010 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 9,31 persen dan pertumbuhan
tersebut lebih disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada komponen PAD dan komponen Dana
Perimbangan yang masing-masing diperkirakan tumbuh rata-rata sekitar 15,60 persen dan 5,55
persen (Pemkot Surabaya., 2005) .
Pendapatan kota Surabaya lebih besar diperoleh dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Alokasi
Umum. Khususnya terkait dengan Dana Bagi Hasil Pajak, kebijakan-kebijakan yang mendukungnya
dalam beberapa kurun waktu terakhir terus disempurnakan oleh pihak pemerintah, yang dalam hal
ini berperan sebagai regulator. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 2A
tentang Hasil Penerimaan Pajak Propinsi yang diperuntukkan bagi Daerah Kota/Kabupaten di wilayah
Propinsi yang bersangkutan dengan ketentuan Kota Surabaya mendapat bagian PKB dan BBN-KB
sebesar 70% dari bagian 30% PKB dan BBN-KB.
Lebih lanjut, terkait sistem pembiayaan pembangunan kota Surabaya, bisa dikatakan hampir
sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pemerintahan kota. Hal tersebut sejalan dengan adanya
kebijakan otonomi daerah yang berlaku di Indonesia saat ini. Namun demikian, dalam prakteknya,
banyak ditemukan kendala dan masalah pendanaan yang pada akhirnya menjadikan pembangunan
dan pengembangan kota menjadi kurang optimal dan berjalan lambat.
Dalam Rencana Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan Daerah Kota Surabaya. 2010
disampaikan bahwa dengan adanya desentralisasi memberi kesempatan kepada Daerah untuk
meningkatkan potensi pendapatannya tanpa tergantung pada pusat diwujudkan melalui
pelaksanaan desentralisasi fiskal yaitu pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang
dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensi daerah. Pendapatan Daerah Kota Surabaya
Tahun 2010 direncanakan diperoleh dari sumber-sumber Pendapatan Daerah sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah. Sumber pendapatan ini berasal dari : Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Lain-Lain PAD Yang Sah. Sumber-sumber
pendapatan lain-lain PAD yang sah berasal dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga deposito, penerimaan ganti kerugian daerah,
pendapatan denda atas keterlambatan dan penerimaan lain-lain.
2. Dana Perimbangan. Sumber pendapatan ini berasal dari : Bagi Hasil Pajak, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB); Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); Pajak Penghasilan (PPh); dan
Pendapatan Cukai Hasil Tembakau. Bagi Hasil Bukan Pajak. Dana Alokasi Umum. dan Dana Alokasi
Khusus.
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Sumber-sumber pendapatan lain-lain pendapatan daerah
yang sah adalah Bagi Hasil Propinsi yang berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik

19
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (P3ABT), Sumbangan Pihak
Ketiga (SP-3) dan Dana Bagi Hasil Lainnya yang berasal dari Retribusi IMTA, Retribusi TERA, Retribusi
Pemakaian dan Pengujian Hasil Hutan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Timur. Selain itu,
terkait dengan target penerimaan pembiayaan khususnya, penerimaan pembiayaan kota Surabaya
tahun 2010 diperkirakan hanya bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya
(SiLPA).

3.3 Mekanisme Pembiayaan Perumahan Di Kota Surabaya


Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib
memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni,
sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Program pengembangan permukiman meliputi
pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang
terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan,
pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan. Berikut landasan hukum
mengenai pembangunan perumahan kumuh:

Gambar Landasan hokum pembangunan Perumahan kumuh


Sumber : RPIJM

20
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang selalu
mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan
sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama dengan
pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial ekonomi yang
semakin berkembang.
Anggaran dana yang digunakan untuk pembangunan atau pemugaran perumahan berasal dari
dana APBD atau APBN. Dalam contoh kasus pembangunan perumahan kumuh, Pemerintah Daerah
(Perda) membuat surat usulan dan menetapkan SK kumuh. Selanjutnya, dilakukan verifikasi data
mengenai kondisi eksisting, misalnya penyesuaian antara indikator perumahan kumuh dengan
keadaan yang ada. Kemudian penanganan pembiayaan pembangunan dibagi ke tiap-tiap pemangku
kepentingan. Perumahan yang memiliki intensitas kumuh berat ditangani oleh pemerintah pusat
melalui danah APBN. Sementara, perumahan dengan intensitas kumuh ringan diserahkan pada
pemerintah daerah melalui dana APBD.

Gambar. Skema Penanganan Perumahan Di Kota Surabaya


Sumber RPIJM

3.4 PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DI KOTA SINGAPURA


Kota Singapura, pada dasarnya merupakan satu negara tersendiri yang menitikberatkan kepada
ekonomi berorientasi ekspor, dimana peran pemerintah dalam mendukung pembiayaan
pembangunan sangatlah besar. Sebagai sebuah negara, Kota Singapura memiliki konsistensi
pertumbuhan ekonomi tingkat tinggi (rata-rata 11%), neraca pembayaran surplus, tingkat
penanaman modal asing yang tinggi, cadangan devisa yang besar dan utang luar negeri yang
minimal.

21
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

3.4.1 Peranan Pemerintah dalam Pembiayaan Pembangunan di Kota Singapura


Sistem perekonomian Singapura merupakan perekonomian bebas, dengan peran
pemerintah dalam mekanisme pembiayaan pembangunan perkotaannya sangat luas. Karena sebagai
pengatur bagi bangsa dan kota, pemerintah juga bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan
dan penganggaran keuangan untuk segala hal, dari pengelolaan keuangan internasional hingga
kepada pengumpulan retribusi sampah. Pemerintah Singapura juga memiliki, menguasai, mengatur,
dan mengalokasikan tenaga kerja, lahan, dan sumber daya modal. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi pengaruh swasta yang mendasarkan keputusannya berdasarkan perhitungan bisnis
atau keputusan investasi semata.
Intervensi Pemerintah Singapura (Negara) dalam perekonomian berdampak positif tidak
hanya pada profitabilitas bisnis swasta tetapi juga pada kesejahteraan umum masyarakat. Di luar
pekerjaan yang diciptakan di sektor swasta dan masyarakat, pemerintah menyediakan subsidi
perumahan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan dan rekreasi, serta layanan angkutan umum.
Pemerintah Singapura juga mengelola sebagian besar tabungan untuk pensiun melalui Central
Provident Fund dan Bank Tabungan Kantor Pos. Hal ini berguna untuk memutuskan kenaikan upah
tahunan dan menetapkan tunjangan minimum di sektor publik dan swasta. Tingginya tanggung
jawab negara dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja telah memenangkan dukungan
masyarakat, sehingga menjamin stabilitas politik yang mendorong investasi swasta.
3.4.2 Metode Pembiayaan Pembangunan di Kota Singapura
Saat ini, Kota Singapura telah mencapai keberhasilan ekonomi melalui pengelolaan
pembiayaan pembangunan oleh pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah Kota Singapura memiliki,
menguasai, dan mengatur alokasi modal, tenaga kerja, dan lahan sebagai modal dalam membiayai
pembangunan di Singapura, hingga terciptanya keseimbangan dalam penyediaan pelayanan sosial
dan infrastruktur bagi masyarakat. Metode-metode pembiayaan pembangunan di Kota Singapura
terdiri dari beberapa macam metode, yakni sebagai berikut.
1. Pembiayaan Pembangunan dari Pendapatan (pay-as-you-go).
Dengan metode ini Pemerintah Kota Singapura membiayai pengeluaran untuk penyediaan
pelayanan sosial dan infrastruktur bagi masyarakat dengan pendapatan yang dimiliki pada saat ini.
Sumber dana yang tersedia berasal dari pajak, penerimaan Badan usaha Milik Negara dan retribusi.
Pajak misalnya, diatur sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah alat untuk mencapai tujuan
ekonomi. Pada periode post-recession misalnya, perubahan kebijakan anggaran terutama
diupayakan untuk mendorong investasi sehingga menguntungkan bisnis. Hal ini dituangkan dalam
bentuk insentif program investasi luar negeri, yang dikelola oleh Badan Pembangunan Ekonomi
(Economic Development Board), yang memungkinkan penghapusan pajak untuk menghindari

22
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

kerugian pada investasi dari luar negeri yang telah disetujui. Konsesi lain adalah seperti
penangguhan pajak pada utilitas dan potongan pajak 50% pada properti yang berlaku untuk
melawan kemerosotan ekonomi. Dengan demikian penerimaan pajak, walaupun jumlah yang
diterima mengalami fluktuasi, namun secara umum dipandang menguntungkan dan berpihak
kepada investor sehingga iklim investasi menjadi kondusif. Perpajakan juga sering digunakan untuk
mencapai atau menguatkan tujuan sosial seperti pengendalian populasi. Sampai 1984 pemerintah
mendorong membatasi keluarga untuk dua anak dengan biaya medis yang lebih tinggi dan biaya
pendidikan tambahan bagi keluarga banyak anak.
Sumber pembiayaan lain dari pendapatan adalah penerimaan dari Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). BUMN Singapura ini tumbuh sebagai bentuk anak perusahaan dari Singapura
Development Board untuk menambah fleksibilitas untuk operasi mereka sendiri. Sebagai contoh,
pada tahun 1986 Singapore Broadcasting Corporation membentuk anak perusahaan untuk
menghasilkan iklan dengan biaya murah. Dalam hal ini, Pemerintah Singapura berupaya memasuki
area lain ekonomi yang dianggap tepat, mengerahkan kepemimpinan, mengambil asumsi risiko, dan
tidak ragu-ragu untuk menarik dukungan atau menutup perusahaan yang tidak menguntungkan.
Sejumlah negara dan perusahaan kuasi-negara baik secara langsung atau pun tidak langsung
diciptakan oleh departemen atau, lebih sering, diselenggarakan di bawah kendali Lembaga
Pemerintah seperti Perusahaan holding (Temasek Holdings (Private) Limited, MND Holdings, dan
Sheng-Li Holding Company), yang menyediakan berbagai barang dan jasa untuk kebutuhan
masyarakat. Selain perusahaan murni milik Pemerintah, juga Perusahaan patungan antara
pemerintah dengan mitra swasta dari dalam negeri dan asing, yang menghasilkan beberapa produk
industri, termasuk baja dan gula halus. Selain itu, National Trades Union Congress (NTUC), yang erat
hubungannya dengan pemerintah, juga menjalankan bisnis koperasi, termasuk supermarket, layanan
taksi, dan biro perjalanan.
Perusahaan-perusahaan kolektif tersebut telah memberikan kontribusi signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, baik dari segi penerimaan dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 1983
sekitar 450 perusahaan tersebut, termasuk anak perusahaan dari papan-undangan, mempekerjakan
hingga 58.000 pekerja, atau 5 persen dari angkatan kerja.
Pembiayaan dari sektor pendapatan ini pada umumnya diperuntukan bagi pengembangan fasilitas
pendidikan, kesehatan dan prasarana umum masyarakat., seperti sekolah dasar dan rumah sakit
negara.
2. Pembiayaan Pembangunan dari Pinjaman jangka panjang.
Pinjaman jangka panjang merupakan metode pembiayaan yang dana diperoleh dari
pinjaman dari Pemerintah Pusat atau lembaga donor, bank komersial atau penerbitan surat hutang

23
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

(obligasi) yang idealnya berumur sama dengan umur fasilitas. Di Singapura keputusan untuk
melakukan pinjaman jangka panjang ini diambil oleh Economic Development Board of Singapore,
sebagaimana tujuan pendirian institusi ini yaitu mempromosikan investasi industri, mengembangkan
dan mengelola kawasan industri, dan menyediakan menengah dan pembiayaan industri jangka
panjang. Namun, fungsi yang terakhir telah diambil alih pada tahun 1968 oleh Singapore
Development Bank, hingga sekarang. Pembiayaan dari sektor pinjaman jangka panjang ini pada
umumnya diperuntukan bagi pengembangan utilitas umum, seperti layanan air minum, pembangkit
listrik dan jaringan pipa gas.
Pembiayaan pembangunan untuk jaringan air bersih diawali karena pada tahun-tahun awal,
Kota Singapura masih sangat bergantung pada keberadaan sumur air untuk pasokan air sehari-hari.
Kemudian pada pertengahan abad kesembilan belas, sumur yang ada sudah tidak memadai untuk
memasok kebutuhan air akibat booming-nya pelabuhan laut dan kapal-kapal yang berlabuh disana,
sehingga serangkaian proyek waduk dan saluran air mulai dikembangkan oleh Pemerintah. Sehingga
pada akhir 1980-an, sistem pasokan air di Kota Singapura telah tersedia dari delapan belas waduk air
baku, dua belas waduk layanan, sebelas bendungan, dan sekitar 4.000 kilometer jaringan pipa.
Prasarana listrik juga tersedia melalui metode pinjaman jangka panjang. Dalam hal ini akibat
meningkatnya permintaan dari 39.613 kilowatt-jam pada tahun 1906 menjadi sekitar 13.000 juta
kilowatt-jam pada tahun 1988, dibangunlah pembangkit listrik pertama pada tahun 1926 yang
memiliki kapasitas dua megawatt. Pada tahun 1988 listrik dihasilkan di empat pembangkit listrik
dengan kapasitas terpasang total pembangkit 3.371 megawatt. Dari stasiun, listrik didistribusikan ke
konsumen melalui lebih dari 4.900 gardu dan jaringan lebih dari 23.000 kilometer kabel utama.
Untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat, tahap kedua pinjaman jangka panjang
diputuskan untuk Pulau Seraya Power Station, stasiun pembangkit listrik pertama yang berlokasi di
sebuah pulau lepas pantai. Pembangunan instalasi pembangkit listrik Tahap II, memiliki kapasitas
pembangkit 750 megawatt.
Prasarana ketiga yang dibiayai dari pinjaman jangka panjang adalah energi. Ketiadaan
sumber energi fosil seperti minyak, mendorong Pemerintah kota Singapura untuk mengembangkan
penyediaan energinya dari gas, dengan menggunakan batubara sebagai bahan baku. Pada akhir
1980-an, gas dibuat dari nafta, bahan bakar bebas polusi. Gas dialirkan ke konsumen melalui sekitar
1.800 kilometer jaringan pipa gas yang dibiayai dari pinjaman jangka panjang.
3. Pembiayaan Pembangunan dari Forced Savings and Capital Formation
Selain memperoleh pembiayaan pembangunan dari pendapatan dan pinjaman jangka
panjang, Pemerintah Kota Singapura juga memiliki satu metode pembiayaan yang khusus dalam
bentuk Forced Savings and Capital Formation atau umum disebut dana tabungan. Dana tabungan ini

24
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

digunakan untuk proyek-proyek pembangunan seperti misalnya perumahan bagi masyarakat. Dana
tabungan ini diperoleh dari iuran wajib Central Provident Fund, serta simpanan sukarela di Post
Office Savings Bank.
Central Provident Fund didirikan pada 1955 sebagai tabungan wajib nasional jaminan sosial
rencana untuk menjamin keamanan finansial dari semua pekerja baik yang masih maupun yang
sudah tidak lagi mampu bekerja. Tingkat kontribusi, yang secara bertahap meningkat sampai 50
persen dari gaji kotor karyawan , diturunkan menjadi 35 persen pada tahun 1986. Pada tahun 1987
tingkat kontribusi jangka panjang yang baru ditetapkan sebesar 40% untuk karyawan di bawah lima
puluh lima tahun, 25 persen bagi yang berumur 55-59 tahun, 15% bagi yang berumur 60-64 tahun,
dan 10 persen untuk yang berumur diatas enam puluh lima.
Setiap penduduk Singapura atau yang bekerja secara tetap otomatis menjadi anggota Central
Provident Fund, meskipun beberapa orang wiraswasta tidak. Keanggotaan tumbuh dari 180,000 di
tahun 1955 menjadi 2.080.000 pada tahun 1989. Pada akhir 1988, 2.060.000 anggota Central
Provident Fund telah menyimpan S $ 32.500.000.000 untuk kredit yang mereka miliki.
Pada tahun 1989, senilai total S$ 2.776 juta telah ditarik untuk membiayai proyek pembangunan
perumahan; sejumlah S$ 9.800.000 telah dibayarkan untuk membiayai Skema Perlindungan Asuransi
Pembiayaan Rumah; dan sejumlah S$ 13.700.000 telah ditarik untuk membiayai pembangunan
properti nonresidensial.
Meskipun metode pembiayaan ini sebanding dengan program-program jaminan sosial di
beberapa negara Barat, konsep Central Provident Fund berbeda, karena berapapun jumlah yang
dibayarkan akan dikembalikan dengan bunga. Dengan demikian, pada tingkat individu, Central
Provident Fund tidak hanya menjadi tabungan pribadi, namun juga pendukung kemandirian keluarga
dan perlindungan keuangan, dengan keuntungan tambahan lewat penjaminan langsung oleh
pemerintah. Secara keseluruhan, Central Provident Fund, merupakan tabungan pemerintah untuk
pembiayaan pembangunan di sektor publik, yang juga menjadi mekanisme untuk membatasi
konsumsi swasta, sehingga mampu membatasi tingkat inflasi.
Secara umum pembiayaan pembangunan di Kota Singapura berasal dari Pajak, baik personal
income tax, sales tax hingga corporate tax. Namun pengelolaan sistem keuangan dalam membiayai
program-program infrastruktur juga sangat berhasil, sehingga dengan keunggulan dari lokasi yang
strategis serta dukungan infrastruktur, Kota Singapura telah berkembang menjadi pusat
perdagangan dan jasa keuangan bagi Dunia.

25
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembangunan dilakukan sebagai upaya dalam peningkatan akses dan pelayanan
infrastruktur perkotaan. Anggaran pembiayaan pembangunan berasal dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanjda Daerah (APBD).
Penyusunan anggaran pembangunan nasional atau daerah di atur ke dalam undang-undang.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan anggaran dari pemerintah
untuk pembangunan yang berskala nasional. APBN yang ditetapkan tiap tahun dengan
Undang-undang mempunyai arti bahwa terdapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebagai wakil rakyat atas rancangan APBN yang diajukan oleh pemerintah. Pengajuan
anggaran pembangunan dengan dana APBN melalui pembuatan renja (rencana kerja) dinas
terkait melalui penyajian kondisi faktual. Kemudian, pemerintah pusat melakukan verifikasi
data atas usulan dinas dan memasukkan renja ke dalam rencana penganggaran dana APBN.
3. Setiap daerah memiliki hak otonomi daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang menjadi landasan dalam penetapan Anggaran Pendapatan Daerah. Anggaran
Pembangunan yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, digunakan untuk
pembangunan berskala daerah. Pengajuan dana anggaran dilakukan oleh dinas terkait
(misalnya dinas pekerjaan umum) melalui renja. Setelah dilakukan verifikasi, renja dapat
dijadikan acuan dalam penyusunan Anggaran Pndapatan dan Belanja Daerah (APBD).

26
Mekanisme Penyusunan Anggaran Surabaya

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2013
Undang - Undang No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional
Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012
Kasubdit Peningkatan Permukiman Wilayah I. Pembangunan Infrastrktur Permukiman Permukiman
Perkotaan. Direktorat Jendral Cipta Karya Karya Kementrian Pekerjaan Umum. (diakses pada
www.ciptakarya.pu.go.id pada Sabtu, 26 Oktober 2013)
Khomenie, Apridev. 2012. Surabaya Boeh Belajar dari Singapura. Surabaya. (diakses pada
www.kompasiana.com pada Sabtu, 26 Oktober 2013)

27

Anda mungkin juga menyukai