Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ILMU AL QURAN YANG HARUS DIKUASAI OLEH MUFASSIR


A. PENDAHULUAN
Al Quran merupakan kitab suci agama Islam yang dijadikan sebagai
pedoman hidup yang paling fundamental. Al Quran diturunkan oleh Allah
SWT. sebagai petunjuk (al-huda), cahaya penerang (an-nur), bukti (al-burhan),
penyembuh (asy-syifa) dan pembeda antara yang haq dengan yang batil
(al-furqon). Keberadaan al Quran juga merupakan tanda kebenaran risalah
Rasulullah saw, sebagai sumber hukum bagi manusia, sekaligus sebagai
mujizat yang abadi sepanjang kurun dan masa.
Dalam kedudukannya sebagai kitab suci dan mukjizat bagi kaum
muslimin, al Quran merupakan sumber keamanan, motivasi, dan inspirasi,
sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernah kering bagi yang
mengimaninya. Sebagai pedoman hidup untuk segala zaman, dan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, al Quran merupakan kitab suci yang
terbuka untuk dipahami, ditafsirkan dan ditawilkan dalam perspektif metode
tafsir maupun perspektif dimensi-dimensi kehidupan manusia. Dari sini
muncullah ilmu-ilmu untuk mengkaji al Quran dari berbagai aspeknya,
termasuk di dalamnya ilmu tafsir.
Ilmu Tafsir merupakan ilmu yang bertujuan untuk menafsirkan,
menjelaskan, dan memahami kandungan isi al Quran. Ilmu Tafsir al Quran
adalah ilmu yang sangat penting karena berkaitan dengan hukum syariat dan
informasi lain, terutama mengenai ayat-ayat al Quran yang sulit dipahami dan
memiliki makna samar.
Semasa Rasulullah SAW masih hidup, beliaulah yang menerangkan dan
menjelaskan makna dari ayat al Quran. Sepeninggal Nabi Muhammad saw,
para sahabat mencoba menjelaskan dan menerangkan makna al Quran
mengacu pada keterangan Rasulullah SAW. Pada masa generasi sahabat sudah
tidak ada, menjadi tugas para ulama untuk menginterpretasi ayat-ayat al Quran.

Tidak semua orang bisa dan boleh menafsirkan al Quran semaunya.


Ada rambu-rambu tertentu yang harus dipatuhi serta ada ilmu-ilmu tertentu
yang harus dikuasai oleh seseorang ketika dia hendak menafsirkan al Quran.
Berangkat dari hal tersebut, rumusan masalah atau permasalahan-permasalahan
yang dibahas dalam makalah kami yaitu sebagai berikut:
1. Mengapa seorang mufassir harus memahami atau mempelajari ilmu al
Quran dalam menafsirkan al Quran?
2. Apa saja ilmu al Quran yang harus dikuasai oleh seorang mufassir?
B. PEMBAHASAN
1. Urgensi Ilmu Al Quran bagi Mufassir
Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu ada anggapan
bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab mengerti isi Al-Quran. Lebih
dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan
Al-Quran dengan bantuan terjemahannya sekalipun ia tidak mengerti bahasa
Arab. Anggapan seperti itu sebenarnya keliru, sebab banyak orang yang
mengerti bahasa Arab tetapi tidak mengerti isi Al-Quran.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Ulumul Quran adalah ilmu yang
mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al Quran, dari
segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan al Quran dan
urut-urutannya, pengetahuan tentang ayat Makkiyah dan Madaniah, dan hal-hal
lain yang ada hubungannya dengan al Quran.
Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
ulum dan al Quran. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari kata ilmu yang
berarti ilmu-ilmu. Maka secara bahasa Ulumul Quran berarti Ilmu-ilmu tentang
al Quran. Adapun definisi Ulumul Quran secara istilah, para ulama
memberikan redaksi yang berbeda-beda, sebagaimana penjelasan berikut:
Menurut As Suyuthi, Ulumul Quran ialah suatu ilmu yang membahas
tentang keadaan al Quran dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, maknamaknanya baik yang berhubungan dengan lafazh-lafazhnya maupun yang

berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya. (Iqbal dan Fudlali,


2009 : 121).
Sedangkan menurut Hafidz Abdurrahman, Ulumul Quran didefinisikan
sebagai pembahasan yang berkaitan dengan al Quran, dari aspek turunnya,
kemukjizatan, pengumpulan, sistematika, nasikh dan mansukh, bacaan dan
pembahasan-pembahasan lain yang telah populer di kalangan sahabat. (Hafidz
Abdurrahman, 2003 : 1)
Sementara itu, Abu Syahbah berpendapat bahwa Ulumul Quran adalah
sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan
dengan Al-Quran, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan,
kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh mansukh, muhkam
mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.
Dari beberapa pendapat di atas, walaupun dengan redaksi yang sedikit
berbeda, tetapi ketiganya memiliki maksud yang sama, sehingga dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Ulumul Quran adalah suatu ilmu
yang lengkap serta mencakup segala ilmu yang berhubungan dengan al Quran
baik berupa ilmu-ilmu agama ataupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab.
Dalam hubungannya Ulumul Quran dengan ilmu tafsir, dapat dilihat
dari beberapa hal di bawah ini:
a. Fungsi Ulumul Quran sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:
-

Ulumul Quran akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah


atau

menafsirkan

ayat-ayat

al

Quran

secara

tepat

dapat

dipertanggungjawabkan. Maka bagi mufassir, Ulumul Quran mutlak


merupakan alat yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan
-

al Quran.
Dengan menguasai Ulumul Quran seseorang baru bisa membuka dan

menyelami apa yang terkandung dalam al Quran.


Ulumul Quran sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat al
Quran sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya
mempunyai kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan al
Quran.
3

b. Fungsi Ulumul Quran sebagai standar atau ukuran tafsir.


Apabila dilihat dari segi ilmu, Ulumul Quran sebagai standar atau ukuran
tafsir al Quran artinya semakin tinggi dan mendalam seorang mufassir
memahami Ulumul Quran, maka tafsir yang diberikan akan semakin
mendekati kebenaran.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Ulumul Quran sangatlah
penting untuk dipelajari dan dikuasai secara baik oleh seorang mufassir, hal ini
dikarenakan untuk mencegah adanya kesalahan dalam menafsirkan al Quran,
karena ketika terjadi kesalahan dalam menafsirkan sebuah ayat maka perintah
atau pedoman-pedoman yang terkandung di dalamnya tidak akan tersampaikan
yang akhirnya justru akan membuat kesesatan dan menyesatkan umat manusia.
2. Ilmu-ilmu Al Quran yang Harus Dikuasai Mufassir
Sebagaimana kita ketahui, bahwa menafsirkan al Quran merupakan
perbuatan dan amanah yang berat, oleh karena itu tidak setiap orang memiliki
otoritas untuk mengemban amanah tersebut. Siapa saja yang ingin menafsirkan
al Quran harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Adanya persyaratan ini
merupakan suatu hal yang wajar dalam semua disiplin ilmu.
Secara umum, syarat mufassir terbagi menjadi dua aspek, yakni aspek
pengetahuan dan aspek kepribadian. Aspek pengetahuan merupakan syarat
yang berkaitan dengan seperangkat ilmu yang membantu dan memiliki
urgensitas untuk menyingkap suatu hakikat. Tanpa seperangkat ilmu tersebut,
seseorang tidak akan memiliki kapabilitas untuk menafsirkan al Quran.
Banyak sekali cabang Ulumul Quran yang harus dikuasai oleh calon
mufassir sebelum mereka dapat menafsirkan al Quran, beberapa ilmu yang
harus dikuasai oleh mufassir dalam menafsirkan al Quran sebagian diantaranya
akan dibahas berikut.
a. Ilmu Auqat wa Mawathinun Nuzul.
Auqat wa Mawathinun Nuzul berasal dari kata auqat yang artinya
waktu-waktu dan mawathin yang artinya tempat-tempat. Dengan demikian
4

dapat dipahami bahwa Auqat wa Mawathinun Nuzul adalah ilmu al Quran


yang mempelajari waktu dan tempat turunnya ayat al Quran.
Berkaitan dengan Auqat wa Mawathinun Nuzul ini, dipautkan ayatayat yang diturunkan di Makkah yang dinamai Makkiyah, ayat-ayat yang
diturunkan di Madinah yang dinamai Madaniyah, ayat-ayat yang
diturunkan dikala Nabi berada di kampung yang dinamai Hadloriyah, ayatayat yang diturunkan di dalam safar yang dinamai Safariyah, ayat-ayat
yang diturunkan di malam hari yang dinamai Lailiyah, ayat-ayat yang
diturunkan di musim panas yang dinamai Shaifiyah, ayat-ayat yang
diturunkan di musim dingin yang dinamai Syitaiyyah, ayat-ayat yang
diturunkan di kala Nabi di pembaringan yang dinamai Firasyiyah (Iqbal
dan Fudlali, 2009 : 130).
Tujuan ilmu ini adalah:
-

Untuk mengetahui marhalah-marhalah dakwah Islam dan langkahlangkah yang ditempuh al Quran.

Untuk mengetahui kesesuaian ayat-ayat al Quran dengan lingkungan


Mekkah dan Madinah.

Untuk mengetahui uslub-uslub Makkiyah dan Madaniyah dalam


menghadapi objek dakwah.

Untuk menolak keraguan seseorang tentang kesucian dan keaslian


al Quran.
Pengetahuan mengenai waktu dan tempat turun ayat dapat

membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran


yang benar. Sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum
lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir
dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila
diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang
kemudian tentu merupakan nasikh yang terdahulu
b. Ilmu Tarikhun Nuzul.
Tarikhun Nuzul berasal dari dua kata, yakni kata Tarikh yang berarti
sejarah dan Nuzul yang berarti turun, jadi secara bahasa Tarikhun Nuzul
5

artinya sejarah turunnya ayat al Quran. Dengan demikian dapat dipahami


bahwa ilmu Tarikhun Nuzul merupakan cabang Ulumul Quran yang
menjelaskan masa dan tertib turunnya ayat al Quran satu demi satu dari
awal hingga akhir.
Yang termasuk dalam pembahasan Tarikhun Nuzul adalah ayat yang
diturunkan pertama hingga terakhir, ayat yang diturunkan berulang-ulang,
ayat yang diturunkan sekaligus atau terpisah, ayat yang pernah diturunkan
kepada Nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
Pada umumnya ilmu ini digunakan para penafsir al Quran untuk
mengetahui marhalah-marhalah dakwah Islam secara rinci. Kegunaan
lainnya adalah untuk mengetahui asas tasyriiyah, dan yang paling penting
adalah untuk menolak argumen orang-orang atau kelompok tertentu yang
ingin menggoyahkan iman umat Islam terhadap al Quran.
c. Ilmu Asbabun Nuzul.
Diantara prinsip penting dalam memahami dan menafsirkan al
Quran adalah memperhatikan asbabun nuzul. Asbabun nuzul berasal dari
kata asbab yang berarti sebab-sebab, dan kata nuzul yang berarti turun,
maka secara bahasa asbabun nuzul berarti sebab-sebab turunnya ayat al
Quran.
Ali Al Hasan mendefinisikan asbabun nuzul dengan peristiwa yang
terjadi pada zaman Rasulullah saw dan karenanya al Quran itu diturunkan;
atau pertanyaan dan pertanyaan mengenai tafsir (ayat) yang disampaikan
kepada Nabi saw kemudian sejumlah ayat datang untuk menjawabnya.
(Hafidz Abdurrahman, 2003 : 29).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu asbabun nuzul
merupakan salah satu cabang Ulumul Quran yang membicarakan tentang
sebab-sebab turun suatu ayat atau beberapa yang mengandung sebab itu,
atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya
pada masa terjadinya sebab itu.

Turunnya al Quran dapat diklasifikasikan menjadi dua macam:


pertama, turun tanpa sebab; kedua, turun sebagai dampak dari peristiwa
atau pertanyaan para shahabat. Ragam yang kedua inilah yang kemudian
banyak dibahas oleh para ulama.
Asbabun nuzul memudahkan para mufassir untuk menemukan tafsir
dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat tersebut.
Mengetahui sebab dan kejadian yang mengiringi turunnya suatu ayat akan
membantu memahaminya dengan baik, dan memahami apa maksudnya.
Hal ini dikarenakan penjelasan sababun nuzul adalah jalan yang kuat dalam
memahami makna-makna al Quran.
Ilmu asbabun nuzul memegang peranan yang sangat penting dalam
memahami al Quran secara utuh dan benar, sehubungan dengan urgensi dan
manfaat asbabun nuzul, As Suyuti mengatakan bahwa ilmu ini memiliki
beberapa faedah, antara lain: Pertama: mengetahui hikmah sehingga
mendorong adanya suatu hukum. Kedua: mengkhususkan hukum dengan
kejadian tertentu bagi orang yang berpendapat bahwa hukum yang berlaku
hanya bagi sebab dan kejadian tertentu (al ibrah bil khusus as sabab).
Ketiga: suatu lafal kadang-kadang bersifat umum, kemudian ada dalil yang
menunjukkan pengkhususannya, maka jika diketahui sebab penurunannya
maka takhsis itu terbatas pada apa yang selain bentuk itu, karena masuknya
bentuk sebab adalah qathi dan mengeluarkannya dengan ijtihad dilarang.
Keempat: mengetahui suatu makna dan menghilangkan kerancuan. (Yusuf
Qardhawi, 1999 : 369).
d. Ilmu Qiraat.
Al Quran merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan
utama, al Quran berisi berbagai petunjuk untuk kemaslahatan umat
manusia. Akan tetapi dalam penafsiran istinbath hukumnya terkadang ada
perbedaan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya qiraat
atau cara membaca.

Qiraah dalam al Quran ada beberapa macam, yang didasarkan pada


imamnya masing-masing, dari keberagaman imam itu menghasilkan cara
membaca yang berbeda-beda.
Perbedaan Qiraatul Quran yang berkaitan dengan substansi lafadz
atau kalimat, baik yang berhubungan dengan kaidah nahwu ataupun yang
berhubungan dengan kaidah sharaf, ada kalanya mempengaruhi makna dari
lafadz atau kalimat tersebut, dan ada kalanya tidak. Dengan demikian
perbedaan qiraatul quran dalam hal ini ada kalanya berpengaruh terhadap
istinbath hukum dan adakalanya tidak. Dengan demikian sangatlah penting
bagi seorang mufassir untuk menguasai ilmu qiraat ini, karena dengan ilmu
qiraat ini sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan hukum Islam.
Sebagai

contoh,

perbedaan

qiraat

yang

mempengaruhi

pembentukan hukum antara lain dalam Q.S. Al Maidah ayat 6:

...

Dalam kalimat yang bergaris bawah pada ayat di atas, terdapat dua
versi qiraat yang berbeda, sehingga menghasilkan ketetapan hukum yang
berbeda pula.
Ada ulama yang membaca waarjulakum dengan memfathahkan
huruf lam sehingga melahirkan hukum bahwa ketika berwudhu kedua kaki
wajib dibasuh/dicuci, karena dianggap mathuf terhadap kalimat faghsiluu
wujuuhakum. Ada pula versi qiraat yang membaca waarjulikum dengan
mengkasrahkan huruf lam sehingga menghasilkan hukum bahwa kedua
kaki ketika berwudhu cukup dengan diusap saja, karena dianggap mathuf
kepada kalimat wamsahuu biruuusikum.
8

e. Ilmu Irab Al-Quran.


Irab ialah perubahan akhir kalimah karena perbedaan amil yang
memasukinya, baik secara lafadz maupun secara perkiraan. Ilmu irab al
Quran adalah ilmu yang menerangkan harkat bacan al Quran dan
kedudukan sebuah kata dalam kalimat. Sangat penting mengetahui ilmu
nahwu, karena sedikit saja irab (bacaan akhir kata) berubah akan
mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang irab hanya
didapat dalam ilmu nahwu.
Lafadz-lafadz dalam al Quran pada umumnya dapat diirab dan ada
pula yang tidak dapat diirab yang pada umumnya fawatihussuwar (katakata pembuka di awal surat) yang hanya terdiri dari rangkaian huruf
hijaiyyah saja. Fawatihussuwar tidak dapat diirab karena termasuk ayatayat mutasyabihat.
Faidah irab menurut As Suyuthi adalah untuk mengetahui makna,
sebab dengan irab ini dapat dibedakan makna-makna dan menetapkan
tujuan si pembicara. (Iqbal dan Fudlali, 2009 : 146).
f. Ilmu Wujuh wan Nazhair
Ilmu wujuh wa an nazhair ialah ilmu yang membahas kata-kata
dalam al Quran yang mempunyai banyak arti dan makna yang dimaksud
dalam satu ayat. Wujuh ialah suatu lafal dalam al Quran yang terdapat pada
beberapa tempat yang beragam merujuk pada makna yang berbeda.
Sedangkan nazhair adalah lafal yang memiliki suatu makna tertentu yang
tetap sekalipun digunakan dalam berbagai tempat.
Satu kata dalam al Quran dapat digunakan untuk beberapa makna
yang berbeda, dan makna yang dimaksud pada setiap tempat itu ditentukan
oleh konteks kalimat.(Yusuf Qardhawi, 1999 : 346)
Contoh kajian ilmu al wujuh wan nazhair ialah pada kalimat

( al huda). Dalam beberapa ayat yang berbeda memiliki makna yang


berbeda, antara lain:
9

Q.S. Al Fatihah ayat 6, mengandung makna al-tsabat (tetap);


Q.S. Al Baqarah ayat 5, mengandung makna petunjuk;
Q.S. Ali Imran ayat 73, mengandung makna agama;
Q.S. Maryam ayat 76, mengandung makna iman;
Q.S. An Najm ayat 23, mengandung makna al Quran;
dan masih banyak lagi makna lain dari lafazh al huda dalam ayat-ayat
lainnya.
Ilmu ini sangat penting peranannya bagi para mufassir, dalam

menafsirkan al Quran selain memperhatikan teksnya, mufassir juga harus


memperhatikan konteksnya, karena tidak semua lafazh-lafazh yang ada
dalam al Quran menghendaki makna dasarnya, terkadang yang dikehendaki
adalah makna relasionalnya, yakni sesuatu yang konotatif yang diberikan
dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata itu
pada posisi khusus dalam bidang khusus. Konsekuensi dari pengetahuan
terhadap ilmu ini akan mendapatkan pemahaman yang benar terhadap suatu
ayat sesuai dengan kondisi objek teks atau firman tertulis dalam bahasa itu
sendiri.
g. Ilmu Marifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih
Menurut As Suyuthi, Muhkam ialah lafazh atau kalimat-kalimat
yang dipahami maksudnya baik dengan cara zhahir maupun takwil, sedang
mutasyabbih ialah ayat-ayat/kalimat-kalimat yang pengertiannya hanya
diketahui oleh Allah seperti tentang hari kiamat, keluarnya dajjal, dan
huruf-huruf yang terpotong-potong di awal-awal surat. (Iqbal dan Fudlali,
2009 : 180).
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, yang dimaksud dengan muhkam
adalah yang jelas dengan sendirinya, dan menunjukkan maknanya dengan
terang benderang, tanpa adanya kesamaran dari segi lafal, juga tidak dari
segi makna. Sedangkan mutasyabbih adalah yang zhahirnya tidak langsung
menunjukkan maksudnya. Atau, yang pengertiannya tidak dapat dipahami
langsung darinya, dan perlu dikonfirmasikan dengan yang lainnya. (Yusuf
Qardhawi, 1999 : 386).

10

Dua pendapat di atas walaupun redaksinya sedikit berbeda, namun


paling tidak dapat dipahami bahwa ayat-ayat muhkam ialah ayat-ayat yang
tegas maksudnya dan dapat dipahami dengan mudah. Sedangkan
mutasyabbih ialah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan
tidak dapat ditentukan arti makna yang dimaksud kecuali sudah diselidiki
secara mendalam, atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang
mengetahuinya.
Mengenai ayat mutasyabihat ini, para ulama salaf berpendapat
bahwa ayat-ayat mutasyabihat tidak boleh ditakwil, hanya Allah sendiri
yang mengetahui akan maksudnya. Sedangkan ulama khalaf menyatakan
bahwa ayat mutasyabihat dapat ditakwil.
Sementara itu, Imam Al-Asyari berpendapat bahwa ayat-ayat
mutasyabihat pada asalnya tidak dapat ditakwil. Tetapi kalau memang ayatayat itu perlu ditakwil, maka harus ditakwil. (Iqbal dan Fudlali, 2009 :
182).
Sebagai contoh dari ayat mutasyabihat adalah pada ayat berikut:
-

Q.S. Thaha ayat 5:

Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy (Q.S.


Thaha : 5)
Menurut ulama Salaf, betul bahwa Allah bersemayam di Arasy, tetapi
bersemayamnya Allah tidak sama seperti bersemayamnya manusia,
sebab kalau Allah bersemayam seperti manusia hal ini bertentangan
dengan sifat Allah. Sedangkan menurut ulama Khalaf, ayat itu dapat
ditakwil, lafadz

(bersemayam) ditakwil menjadi

( menguasai), jadi menurut para ulama Khalaf ayat di atas diartikan


Allah yang Maha Pemurah menguasai juga akan Arasy.
h. Ilmu Nasikh wal Mansukh

11

Ilmu nasikh dan mansukh adalah salah satu alat untuk memahami
al Quran, baik persamaan atau perbedaan ayat yang satu dengan ayat yang
lain yang berakibatkan pertentangan ayat dalam al Quran, bahkan
menimbulkan kerancuan terhadap keotentikan atau kebenaran al Quran itu
sendiri kalau tidak mendalami ilmu ini. Dengan begitulah ilmu nasikh dan
mansukh dalam al Quran sangat dibutuhkan untuk memahami al Quran
secara benar.
An Nasikh berarti menghapus, yang mengganti atau yang
mengubah. Sedangkan Al Mansukh berarti yang dihapus, yang digantikan
atau yang diubah. Penghapusan suatu hukum dengan hukum yang lain
dinamakan Nasakh.
Adanya nasikh mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya
al Quran itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya. Turunnya kitab suci
al Quran tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur. Pengetahuan tentang
nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ulama,
terutama para fuqaha, mufassir dan ushul fiqh, agar pengetahuan tentang
hukum tidak menjadi kabur.
i. Ilmu Amtsal Al-Quran
Al Quran adalah kitab yang diwahyukan Allah untuk memberi
petunjuk kepada manusia. Dalam mentransformasikan pesan-pesan ilahi
tersebut,

baik

berupa

kabar

gembira

maupun

peringatan,

Allah

menggunakan beberapa metode yang salah satunya adalah dengan


menggunakan amtsal.
Menurut Abu Al Wafa, matsal adalah perkataan terhadap sesuatu
yang menyerupai perkataan lain pada sesuatu lain yang antara keduanya
terdapat kesamaan agar salah satunya menjelaskan yang lain atau
menggambarkannya. Selain itu, terdapat pendapat lain yang mengatakan
bahwa amtsal adalah menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam
bentuk yang inderawi agar menjadi indah, menarik, padat serta mempunyai
pengaruh yang mendalam terhadap jiwa.

12

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa amtsal merupakan


segala bentuk ungkapan perkataan yang dikemukakan dengan maksud
menyerupakan keadaan, sifat sesuatu objek dengan sesuatu yang dijadikan
perumpamaannya sehingga yang abstrak bisa menjadi jelas dan yang
kongkrit bisa lebih jelas lagi.
Salah satu contoh matsal dalam al Quran adalah dalam ayat berikut:






Artinya : Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan
api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Ayat di atas merupakan perumpamaan bagi orang-orang munafik
dalam menerima petunjuk dari Allah. Dalam ayat di atas orang munafik
diumpamakan seperti orang yang menyalakan api yang semestinya dapat
menyinari mereka, tetapi sebaliknya api tersebut tidak menimbulkan
cahaya bagi mereka, bahkan hanya panasnya api saja yang mereka
dapatkan.
Ada beberapa tujuan matsal dalam al Quran, antara lain:
-

Menampakkan sesuatu yang hanya bisa dijangkau dengan akal ke

dalam bentuk konkrit, sehingga akal lebih mudah menerimanya.


Mendorong manusia untuk berbuat atau meninggalkan sesuatu sesuai

dengan isi matsal.


Menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk

oleh orang banyak.


Mempengaruhi terhadap jiwa, memberikan nasihat dengan jalan yang
lebih efektif, lebih kuat dalam memberikan peringatan.

13

Dari beberapa tujuan diatas, jelas bahwa melalui pendekatan matsal,


pesan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami, diresapi, lebih
berpengaruh dalam hati. Dengan demikian sangatlah penting bagi seorang
mufassir untuk menguasai ilmu amtsalul quran.
C. KESIMPULAN
Al Quran merupakan kitab suci sekaligus sebagai pedoman hidup bagi
umat Islam yang diturunkan oleh Allah dengan segala kemujizatannya. Untuk
dapat memahami dan mengamalkannya dengan baik, manusia membutuhkan
ilmu tafsir.
Untuk dapat menafsirkan al Quran seorang mufassir sangatlah perlu
menguasai ilmu-ilmu al Quran, hal ini dikarenakan untuk mencegah adanya
kesalahan dalam menafsirkan al Quran. Karena ketika terjadi kesalahan dalam
menafsirkan sebuah ayat maka perintah atau pedoman-pedoman yang
terkandung di dalamnya tidak akan tersampaikan yang akhirnya justru akan
membuat kesesatan dan menyesatkan umat manusia.
Banyak sekali ragam ilmu al Quran yang wajib dipelajari dan dikuasai
oleh para calon mufassir, yang antara lain ilmu auqat wa mawathinul
quran, tarikhun nuzul, asbabun nuzul, qiraat, irabul quran, wujuh wan
nazhair,
al muhkam wal mutasyabbih, nasikh mansukh, amtsalul quran, dan masih
banyak lagi ragam ilmu al Quran yang tidak dibahas dalam makalah ini.

14

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Hafidz, 2003, Ulumul Quran Praktis (Pengantar untuk


Memahami Al Quran), Bogor: CV IdeA Pustaka Utama
Departemen Agama RI, 2007, Al Quran Al Karim dan Terjemah
Bahasa Indonesia (Ayat Pojok), Kudus: Menara Kudus, Kudus.
Iqbal, Mashuri Sirojuddin dan A. Fudlali, 2009, Pengantar Ilmu Tafsir,
Bandung: Angkasa.
Qardhawi, Yusuf, 1999, Berinteraksi dengan al Quran, Jakarta: Gema
Insani Press.
Salma, Muhammad Abu, 2009, Sejarah Tafsir dan Perkembangannya,
Islam House.

15

Anda mungkin juga menyukai