Anda di halaman 1dari 10

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRIBADI MATA KULIAH HADITS

DISUSUN OLEH:

PAI / SEM. II

IMAM SATRIA ARIEF (20196587)

DOSEN PENGAMPU:

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

            Puji syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena


sampai detik ini kita masih diberi kesehatan sehingga dapat terus berusaha untuk menjadi
insan yang bermakna. Shalatullah semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW. Sebagai umat yang diturunkan paling akhir kita
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan umat-umat terdahulu yaitu amar
ma’ruf nahi munkar. Sungguhpun kita akan hidup sendiri di alam kubur kelak, kita tidak
boleh hanya memperhatikan diri kita sendiri, akan tetapi lingkungan sekitar kita
perlu perhatian lebih.
            Oleh karena itu dipandang perlu dan penting bagi kita untuk mengetahui seperti apa
pendakwah yang baik. Karena bagaimanapun kita pasti akan menjadi da’i kelak, minimal
untuk keluarga kita. Sehingga kita bisa mengetahui kiat-kiat menjadi pendakwah yang
sukses, bukan malah menjadi pendakwah yang dhillun mudhillun (sesat lagi menyesatkan).
Makalah sederhana ini hadir dengan harapan dapat memberikan pencerahan bagi kita
semua. Meskipun kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna.
Oleh karenanya kritik konstruktif sangat saya harapkan demi perbaikan karya kami ke depan.

                                                                                            Medan,15 Juni 2020


Penyusun

Imam Satria Arief


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii
BAB 1  PENDAHULUAN
              A. Latar Belakang………………………………………………………..1
              B. Rumusan Masalah……………………………………………………..1
              C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………...1
BAB II  PENDAKWAH
              A. Pengertian Pendakwah………………………………………………..2
              B. Kualifikasi Pendakwah………………………………………………..2
              C. Pendakwah Strategis…………………………………………………..2
              D. Kemuliaan Pendakwah………………………………………………..4
              E. Problematika Pendakwah……………………………………………...4
BAB III PENUTUP
   A. Kesimpulan…………………………………………………………….7
              B. Saran…………………………………………………………………....7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....8

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
     Manusia sebagai khalifah fil ardhi tentunya memilki tanggung jawab untuk menjaga
keutuhan dan kesinambungan kehidupan di bumi ini. Manusia di manapun berada, tidak
dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya. Dan sejak dahulu orang sudah menaruh
minat besar pada tingkah laku manusia dan lingkungannya (Sarlito Wirawan Sarwono,
2011:1). Oleh karena itu sifat kebersamaan dan rasa memiliki perlu ditanamkan sejak dini.
Dalam perkembangannya manusia tidak mungkin selamanya benar dan tidak pula salah.
Kesalahan dan dosa merupakan fitrah manusia. Tidaklah menjadi kafir orang yang berbuat
dosa asal bukan dosa syirik. Dan sudah seyogianya kita sebagai orang yang berpendidikan
berusaha untuk memperbaiki dan mengingatkan orang lain. Tentunya dengan cara yang baik
dan sopan. Di sinilah peran seorang da’i (orang yang mengajak) sangat diperlukan untuk
membuat orang tersebut sadar, walaupun hidayah memang datangnya dari Allah.    
     Hubungan manusia dibagi menjadi dua. Pertama vertikal, merupakan hubungan kita
dengan Allah sebagai dzat yang telah menciptakan alam semesta beserta
isinya. Kedua,  horizontal yakni hubungan manusia dengan sesamanya. Bagaimana mereka
berinteraksi dan bagaimana mereka saling mengingatkan satu sama lain. Bagian yang kedua
inilah yang akan kita bahas. Lebih spesifik lagi kita akangkn membahas bagaimana
pendakwah yang baik dan sesuai dengan tuntunan syara’. Secara praktis dakwah amar
ma’ruf nahi munkar telah berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah dengan hamba-
Nya (periode Nabi Adam AS), dan akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kehidupan
di dunia ini (Mubasyaroh, 2010:166).
B. RUMUSAN MASALAH
     Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan menguraikan makalah ini dalam rumusan
masalah sebagai berikut:
    1. Apa yang dimaksud dengan pendakwah?
    2. Bagaimanakah kualifikasi pendakwah?
    3. Bagaimanakah yang dimaksud dengan pendakwah strategis?
    4. Apa kemuliaan pendakwah?
    5. Apa sajakah problematika seputar pendakwah?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
     Ada beberapa tujuan dari penyusunan makalah ini, di antaranya :
    1. Memahami siapa pendakwah
    2. Memahami kualifikasi pendakwah
    3. Memahami bagaimana menjadi pendakwah strategis
    4. Memahami kemuliaan pendakwah
    5. Memahami problematika seputar pendakwah.

 
BAB II
PENDAKWAH

A.  Pengertian Pendakwah
      Pendakwah dalam bahasa Arab disebut da’i yang artinya mengajak atau menyeru.
Lafadz da’i dalam bahasa Arab adalah ismul fa’il (subjek/orang yang melakukan pekerjaan)
dari lafazh da’a yad’u. Dalam  buku Kamus Pintar Agama Islam kata Da’i berarti juru
da’wah, juru penerang agama, misionaris, penganjur, pemberi nasihat tentang agama (Abu
Ahmadi, 1991:62). Jadi pendakwah (da’i) adalah orang yang mengajak atau menyeru dalam
hal agama Islam.
      Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik tulisan, lisan, maupun perbuatan. Oleh
karena itu penulis keislaman, penceramah, muballigh, guru mengaji, pengelola panti asuhan
Islam dan sejenisnya termasuk dalam kategori pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:216).
B. Kualifikasi Pendakwah
     Dipandang dari jenis kelamin pendakwah ada dua, yakni pendakwah laki-laki dan
pendakwah perempuan. Dari kualifikasi tersebut terlihat jelas bahwa Islam tidak pernah
membeda-bedakan hak setiap kaum muslimin. Tidak hanya laki-laki yang diwajibkan untuk
berdakwah tapi juga perempuan. Karena sudah kita ketahui bersama bahwasanya Allah SWT
bukan melihat jenis kelaminnya melainkan karena ketaqwaannya.
      Sedangkan dari segi keahlian yang dimiliki, Toto Tasmara (1977: 41- 42) menyebutkan
juga ada 2 macam pendakwah :
1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukallaf (sudah dewasa). Kewajiban dakwah
telah melekat pada diri mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing sebagai realisasi
perintah Rasulullah untuk menyampaikan Islam kepada semua orang walaupun hanya satu
ayat.
2. Secara khusus adalah muslim yang sudah mengambil spesialisasi (mutakhashish) di bidang
agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya (Moh. Ali Aziz, 2012:216). 
C. Pendakwah Strategis
     Keberhasilan seorang pendakwah tidak selalu ditentukan oleh luasnya ilmu pengetahuan
yang dia miliki, akan tetapi karena kepiawaiannya dalam mengolah kata serta mampu
meyakinkan orang lain tentang ajaran Islam. Hal ini merupakan kunci sukses seorang
pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:232). Di sisi lain seorang pendakwah juga harus
memperhatikan siapa dan bagaimana karakter orang yang sedang dia hadapi. Tentunya
berbeda cara ketika kita berdakwah di hadapan para napi dengan ketika berada di depan
muallaf yang kekuatan imannya masih sangat minim. Maka pesan-pesan dakwah hendaknya
dapat memberikan petunjuk dan pedoman hidup yang menyejukkan hati. Janganlah
dicampuri dengan pamrih untuk kepentingan golongan (Abdul Wachid B.S., 2006:151).
      Sebagai orang yang diharapkan membawa angin perubahan, seorang pendakwah dituntut
untuk memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Beriman kepada Allah SWT.
2. Ikhlash dalam melakukan dakwah dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi
3. Ramah dan penuh pengertian
4. Tawadhu atau rendah hati
5. Sederhana dan jujur dalam tindakannya
6. Tidak memilki sifat egoisme
7. Memiliki semangat yang tinggi dalam tugasnya
8. Sabar dan tawakal dalam melaksanak2an tugas dakwah
9. Memiliki jiwa toleransi yang tinggi
10. Memiliki sifat terbuka dan demokratis
11. Tidak memiliki penyakit hati atau dengki (Samsul Munir Amin, 2009:77).
                                                                                                    
       Dakwah tidak sesempit yang kita bayangkan, dakwah tidak harus melalui mimbar dan
dari satu majelis ke majelis yang lain, melainkan dengan berbagai cara yang dengannya dapat
mengantarkan manusia dari keadaan yang negatif menuju keadaan yang positif (Hamzah
Tualeka, 1993:27). Sehingga proses dakwah tidak monoton dan membosankan, tetapi dapat
menyentuh hati orang yang diajak.

       Penampilan fisik pendakwah juga sangat menentukan hasil akhir dari proses dakwah.
Karena setiap orang mempunyai persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu
busananya dan juga ornamen lain yang dipakainya (Deddy Mulyana, 2008:392). Dengan
semua sifat di atas seorang pendakwah diharapkan dapat menjadi suri teladan bagi
masyarakat objek dakwah. Karena sebagai panutan, maka sudah selayaknya bahwa figur
seorang pendakwah adalah figur yang dicontoh dalam segala aspek kehidupan manusia
muslim.
       Setiap pendakwah, hendaknya juga memiliki kepribadian yang baik. Sebab kata Prof. Dr.
Hamka (18:222): “Jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada
pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih populer kita sebut da’i”.
       Kepribadian yag dimaksud yakni meliputi kepribadian yang bersifat jasmani dan rohani
(phisis dan phychis). Kepribadian yang bersifat rohaniah (psychologis) pada dasarnya
mencakup masalah sifat, sikap, dan kemampuan diri pribadi seorang da’i. Di mana ketiga
masalah ini sudah dapat mencakup keseluruhan (kepribadian) yang harus dimilikinya.
Sedangkan kepribadian yang bersifat jasmaniyah, yakni meliputi sehat jasmani dan
berpakaian necis. Maksudnya ialah pakaian yang serasi antara tempat, suasana dan keadaan
tubuhnya, bukan berarti pakaian yang serba baik, serba baru dan serba mahal (Asmuni
Syukir, 1983:34-48).
       Kepribadian yang baik harus ditopang dengan mental yang sehat, di antara karakteristik
mental yang sehat adalah sebagai berikut :
1. Terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa
2. Dapat menyesuaikan diri
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
4. Tercapainya kebahagiaan pribadi dan orang lain (Yusria Ningsih, 2011:44-45).
3
 
      Pendakwah dituntut untuk memanfaatkan waktu dan peluang dakwah sebaik mungkin.
Seperti apakah dakwah yang efektif? Dakwah yang efektif adalah dakwah yang dapat
memberikan tidak hanya sebatas keinginan masyarakat akan tetapi lebih dari itu adalah
menjadi kebutuhan mereka. (Samsul Munir Amin, 2009:308). Untuk mencapai dakwah yang
demikian diperlukan pemahaman seorang pendakwah tidak hanya dalam satu disiplin ilmu,
tetapi ilmu yang lain penting juga dikuasai, seperti ilmu sosiologi sehingga sang pendakwah
dengan mudah dapat merumuskan komunikasi yang akan dilakukan setelah terlebih dahulu
mengetahui ikatan atas kelompok sosialnya (M. Munir, 2003:177).

  D. Kemuliaan Pendakwah
       Sebagaimana telah lazim kita ketahui, bahwa berdakwah wajib hukumnya dikerjakan
oleh setiap muslim. Dan balasan bagi mereka adalah pahala dari Allah SWT, selama mereka
berniat membela dan menegakkan agama Allah (Asmuni Syukir, 1983:28). Dengan adanya
jaminan tersebut sudah selayaknya bagi kita untuk saling berlomba dalam
kebaikan (fastabiqul khairat).
       Selain pahala yang didapat bagi para pendakwah, tentunya mereka juga mendapat
kemuliaan di sisi Allah. Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan kemuliaan para
pendakwah, di antaranya:
1. Apa yang disampaikan pendakwah adalah kata-kata yang terbaik. (QS. Fushshilat:33)
2. Pendakwah adalah pelaksana dan penerus risalah kenabian. (QS. an-Nahl:36)
3. Pendakwah berperan sebagai saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru
ke jalan Allah   SWT., dan sebagai lampu penerang. (QS. al-Ahzab: 45-46)
4. Pendakwah adalah pelopor pembentukan umat yang terbaik. (QS. Ali Imran:110)
5. Pendakwah adalah penolong dan pembela agama Allah SWT. (QS. al-Maidah:67 dan QS.
Muhammad:7)
6. Pendakwah adalah penjaga identitas utama orang-orang yang beriman. (QS. at-Taubah:71)
7. Para pendakwah diakui kedudukannya sebagai penegak dan penyelamat kehidupan
bersama di muka bumi. (QS. al-Hajj :40-41)
8. Pendakwah adalah penjaga sunah Rasulullah SAW (Moh. Ali Aziz, 2012:246-250).

       Meski bagi Allah sudah tentu pendakwah adalah mulia, namun belum tentu bagi
manusia. Ada 2 sudut pandang manusia dalam menilai kedudukan pendakwah, yakni:
1. Persepektif orang-orang yang telah mendapatkan hidayah. Bagi mereka, pendakwah adalah
orang yang mulia, utama dan terhormat. Mereka menganggap bahwa kehadiran pendakwah
adalah berkah dan anugerah. Mereka akan menerima, mendengarkan dan mengikuti apa yang
dikatakan oleh pendakwah.
2. Persepektif orang-orang yang belum mendapatkan hidayah. Bagi mereka, pendakwah
adalah penghalang bagi mereka. Apa yang disampaikan oleh pendakwah selalu bertentangan
dengan kemauan mereka karena menurut mereka kedudukan pendakwah adalah rendah.
Mereka menganggap pendakwah sebagai musuh. Jadi tidak heran jika mereka selalu berusaha
menghalang-halangi dan mengacaukan aktivitas pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:244).
E. Problematika Seputar Pendakwah
1. Pendakwah Perempuan
 

       Perbedaan pendapat tentang boleh atau tidaknya perempuan yang berdakwah di depan
umum masih muncul di kalangan para ulama. Sebagian dari mereka memperbolehkan dan
sebagian yang lain melarangnya. Di antara alasan para ulama melarang perempuan
berdakwah ialah terkait dengan batasan aurat perempuan di luar ibadah apalagi ketika
berkomunikasi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, apakah suara perempuan itu
aurat atau tidak, hal itu masih diperdebatkan. Juga keluarnya perempuan yang dianggap
menimbulkan fitnah, hal itu juga belum dirumuskan pasti di mana batasannya, dll.
       Jika kita melihat fakta sejarah, tentunya banyak pendakwah yang berasal dari kalangan
perempuan, salah satunya istri Nabi, yakni Aisyah r.a. tidak sedikit tabi’in yang berguru
kepadanya (Moh. Ali Aziz, 2012:251). Itu semua menandakan bahwa keberadaan perempuan
pendakwah juga diakui dalam Islam.
2. Pendakwah Anak-anak
       Telah banyak kita jumpai pendakwah mimbar yang dilakukan oleh anak-anak, bahkan
anak usia Taman Kanak-kanak. Mereka diminta berceramah di depan orang-orang dewasa.
Hal yang dipermasalahkan dari anak-anak sebagai pendakwah adalah belum adanya beban
tanggung jawab (taklif). Selain itu, kematangan berpikir dan kedewasaan bersikap serta
bertindak pada umumnya belum terjadi pada anak-anak.pengetahuan dan pengalamannya
juga masih terbatas.di samping itu, kewibawaan anak-anak dimata orang dewasa hampir tidak
ada. Kita yang sudah dewasa sering kali tidak memperhatikan isi pesannya karena kita sadar
bahwa mereka belum mukallaf .
     Meskipun demikian, dakwah yang dilakukan oleh anak-anak tetap dipandang baik, karena
hal tersebut sebagai proses pendidikan dan pelatihan bagi mereka, juga penampilan
pendakwah anak-anak dapat berfungsi sebagai pemberi semangat orang tua dalam mendidik
anak sekaligus bagi anak-anak lain untuk dapat meniru jejak mereka yang memahami
beberapa hal tentang ajaran islam dan bisa menyampaikannya dengan gaya yang memukau
(Moh. Ali Aziz, 2012:254-255).
3. Pendakwah Mualaf
    Dari sekian banyak pendakwah yang ada, tidak sedikit dari mereka terdiri dari orang-orang
yang pengetahuan keislamannya masih awal tapi mereka mempunyai semangat yang
berkobar-kobar. Hal ini terjadi pada mereka yang baru masuk Islam (mualaf)  tapi sudah
punya harapan dan cita-cita yang tinggi bagaimana Islam menjadi agama yang dapat diterima
dengan suka hati. Secara garis besar mualaf ada dua macam, yaitu orang yang masih kafir
tapi ada tanda-tanda tertarik dengan Islam dan orang yang sudah muslim tapi masih lemah
imannya. Mualaf jenis kedua inilah yang kita bicarakan dalam uraian ini (Moh. Ali
Aziz,  2012:256). Kejadian yang demikian kerap kali terjadi di tatanan masyarakat yang
kurang sadar akan pentingnya berdakwah. Bahkan mereka (mualaf) lebih peduli ketimbang
orang-orang yang sudah lama masuk Islam ataupun yang telah Islam sejak lahir.
     Kasus ini juga tidak luput dari pembahasan para ahli yang sering menuai pro kontra.
Karena mereka dikhawatirkan belum cukup modal pengetahuan agama untuk menjadi
seorang pendakwah. Namun di satu sisi pengalaman dan perasaan mualaf ketika masuk Islam
sering lebih menyentuh hati. Meskipun di depan mereka adalah para ulama dan cendikiawan
yang tentu pengetahuan agamanya lebih luas. Akan tetapi jika sang mualaf sudah mendalami
lmu agama dan menguasainya maka hal ini bisa menjadi pendorong bagi umat Islam pada
umumnya yang telah lebih dulu memeluk agama Islam tapi belum banyak mengetahui
tentang Islam (Moh. Ali Aziz, 2012:257).   

4. Honor Bagi Pendakwah

 Di zaman kapitalisme dan globalisasi seperti sekarang, kebutuhan hidup semakin tinggi.
Meskipun kita ketahui bersama bahwa dakwah bukan lahan bisnis dan ia merupakan kegiatan
sosial, tetapi seorang pendakwah tidak dilarang untuk menerima upah yang tidak dimintanya
tersebut. Mereka manusia biasa yang juga membutuhkan makan dan minum. Tapi bukan itu
tujuan utama seorang pendakwah. Namun di satu sisi mereka mempunyai keluarga yang juga
menjadi tanggung jawabnya, bagaimana mungkin setelah sibuk berdakwah kesana kemari
pendakwah masih bisa profesional untuk menghasilkan uang (Moh. Ali Aziz, 2012:257).
Sehingga sangat wajar ketika seorang pendakwah menerima upah atau honor atas jasanya
yang telah rela meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan dakwah dan pencerahan.
    Tapi beda lagi jika seorang pendakwah meminta honor untuk setiap dakwah yang
disampaikannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa meminta honor adalah makruh
hukumnya didasarkan pada al-Quran dan al-Hadits. Begitupun secara etika memang kurang
pantas dan dapat menjatuhkan martabat pendakwah itu sendiri. Kata meminta berarti
pendakwah sendiri yang menentukan besaran honorariumnya (Moh. Ali Aziz, 2012:259).
     Dalam perspektif manajemen dakwah, pendakwah tidak perlu meminta upah kepada mitra
dakwah. Organisasi dakwah yang menunjuk seseorang sebagai pendakwah haruslah yang
memikirkan upahnya sesuai dengan kelayakan umum. Hal demikian diharapkan agar supaya
ada timbal balik antara pendakwah dengan lembaga dakwah atau masyarakat sebagai bagian
dari mitra dakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:260). 
      
  
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
    Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pendakwah adalah orang
yang mengajak dan membimbing masyarakat dengan cara-cara yang baik dan dapat
menyentuh hati mereka. Sebagai pendakwah yang diharapkan jadi suri teladan, sifat-sifat
nabi harus dimiliki, meskipun tidak mungkin sama seperti nabi tapi minimal mendekati
karakter mereka. Keluesan dan keuletan sang pendakwah juga diharapkan mampu membuat
hati mitra dakwah terpikat sehingga dalam proses dakwah mereka dapat dengan mudah
merangkul masyarakat. 
B. Saran
     Untuk menjadi pendakwah tidak semudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu
evaluasi selalu harus senantiasa dilakukan demi perbaikan figur pendakwah. Pendakwah
jangan hanya mampu dan pandai olah vokal tetapi juga diharapkan sesuai antara ucapan
dengan perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahamadi, Abu, dkk. Kamus Pintar Agama Islam.  Solo: CV. Aneka, 1991.
Ali Aziz, Moh. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2012.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi.  Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Munir Amin, Samsul. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.
Munir, M, dkk. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2003.
Mubasyaroh.  Sejarah Dakwah. Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.
Ningsih, Yusria. Kesehatan Mental. Surabaya: IAIN SA Press, 2011.
Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: al-Ikhlas, 1983.
Tualeka, Hamzah. Pengantar Ilmu Dakwah. Surabaya: Indah Offset, 1993.
Wachid, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,
2006.
Wirawan Sarwono, Sarlito. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2011.

Anda mungkin juga menyukai