DI RUANG NIFAS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN
DISUSUN OLEH:
NIM: 18NS261
Oleh:
Mengetahui,
NIP. NIK.
Menyetujui,
Ketua Jurusan Program Studi Pofesi Ners
A. Latar Belakang
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ
genitaliaeksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami
gangguan, salah satunya adalah infeksi. Infeksi dapat mengenai organ
genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan
akibatnya. Tidak terkecuali pada glandulavestibularis major atau dikenal
dengan kelenjar bartholini. Kelenjar bartholini merupakan kelenjar yang
terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami
infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista
bartholini.
Kista bartholini adalah suatu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista
bartholini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi Belanda
pada tahun 1677 bernama Casper Bartholini. Kelenjar ini merupakan
kelenjar vestibular terbesar yang menyerupai kelenjar cowper (kelenjar
bulbouretral) pada laki-laki, yang letaknya tertutup dan berpasangan.
Kelenjar ini berfungsi untuk mensekresi cairan pembersih, mukus yang
alkalis ke dalam duktus yang bagian dalamnya tersusun atas sel kolumnar
dan bagian luar tersusun atas epitel transisional. Kista bartholini merupakan
kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar
bartholini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam
kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila
tersumbat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.
Kista bartholini ini merupakan masalah pada wanita usia subur,
kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun dengan sekitar 1
dalam 50 wanita akan mengalami kista bartholini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu dicermati.
Kebanyakan wanita hamil mengalami infeksiasimtomatik, beberapa disertai
dengan sindrom uretra, uretritis, atau infeksi kelenajar bartholini.
Kista bartholin rata-rata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya
unilateral dan asimtomatik. Kista yang lebih besar dapat menimbulkan
ketidaknyamanan terutama saat berhubungan seksual, duduk, atau jalan.
Pasien dengan abses bartholin biasanya mengeluhkan nyeri vulva yang
akut, berkembang secara cepat, dan progresif. Diagnosis kista dan abses
bartholin ditegakkan berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik.
Manajemen kista dan abses bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain medikamentosa, insisi dan drainase, pemasasangan word
catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrate, terapi laser, dan eksisi.
E. Metode
1. Ceramah
2. Simulasi
3. Tanya jawab
F. Media
1. Leaflet
2. Phantom Vagina
G. Pengorganisasian
1. Penanggungjawab : Dini Rahmayani, S.Kep.,Ns.,MPH
Wika Rispudyani, S.Kep.,Ns
2. Penyaji : Muhammad Nasrullah, S.Kep.
H. Skema Kegiatan
Peserta Penyaji
I. Proses Kegiatan
Tindakan
Proses Waktu
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
J. Evaluasi:
1. Evaluasi struktur
a. Persiapan media yang akan digunakan (leaflet) dan phantom
vagina
b. Persiapan tempat yang digunakan
c. Kontrak waktu
d. Persiapan SAP
2. Evaluasi proses
a. Selama penyuluhan kesehatan, peserta memperhatikan
penjelasan yang disampaikan
b. Selama penyuluhan kesehatan, peserta aktif bertanya tentang
penjelasan yang disampaikan.
c. Selama penyuluhan kesehatan, peserta aktif menjawab
pertanyaan yang diajukan.
3. Evaluasi Hasil Akhir
Diharapkan peserta pendidikan kesehatan dapat :
a. Mengetahui pengertian tentang kista bartholin.
b. Mengetahui penyebab kista bartholin.
c. Mengetahui tanda dan gejala kista bartholin.
d. Mengetahui penatalaksanaan kista bartholin (Marsupialisasi).
e. Mengetahui cara perawatan Vulva Hygiene.
DAFTAR PUSTAKA
Dinata, Fredy. (2011). Jurnal: Kelainan pada Kelenjar Bartolin. Bandung; Media
Komunikasi PPDS ObGyn Unair
Medforth, Janet. Dkk. (2012). Kebidanan Oxford Edisi Terjemahan. Jakarta; EGC
Jhonson. Ruth & Wendy. (2010). Buku Ajar Praktik Kebidanan Edisi Terjemahan.
Jakarta. EGC
Lampiran 1. Materi
1. Dekatkan alat-alat
2. Atur posisi litotomi
3. Lepas celana dalam
4. Cuci tangan
5. Kenakan sarung tangan
6. Pasang perlak dan pispot
7. Guyur alat genitalia luar dengan air bersih
8. Ambil kapas savlon dengan pinset bungkung ibu jari dan telunjuk kiri
dengan kapas savlon dan renggangkan labia
9. Dengan tangan kanan ambil kapas savlon dengan menggunakan pinset
10. Usapkan kapas savlon pada labia mayora kanan, labia mayora kiri dan
minora. Satu kapas digunakan untuk satu labia. Sekali usap dan buang
kebengkok.
11. Pasang pembalut dan celana dalam
12. Rapikan alat
13. Kembalikan pasien pada posisi semula
14. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
15. Dokumentasikan tindakan
Lampiran 2.
Leaflet
Lampiran 3
Absensi Peserta
NO NAMA TANDA
TANGAN
Lampiran 4
Absensi Panitia
NO NAMA TANDA
TANGAN