Anda di halaman 1dari 9

SISTEM MASYARAKAT

TRADISIONAL MANDAILING

YANDI SYAPUTRA HASIBUAN


217050001
ANTROPOLOGI POLITIK
JUM’AT, NOVEMBER 2021
Pengertian Sistem Sosial.
 Jaringan interaksi/hubungan antar aktor (Talcott
Parsons).
 Pluralitas pemikiran individu yang berinteraksi
satu sama lain dengan norma dan makna budaya
bersama (Ogbum dan Nimkoff).
 Suatu sistem daripada tindakan-tindakan, yang
terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara
berbagai individu, tumbuh dan berkembang tidak
secara kebetulan, tapi tumbuh dan berkembang di
atas standard penilaian umum masyarakat
(Nasikun).
Dengan demikian, sistem sosial adalah hubungan
antar individu baik secara vertikal maupun
hirozontal dalam suatu wilayah yang terbatas,
tumbuh dan berkembang, serta bersifat unik
sehingga berbeda dengan masyarakat di wilayah
yang berbeda.
Masyarakat Mandailing.
Nama Mandailing disebut berasal dari kata Mandehilang (dalam bahasa
Minangkabau, artinya Ibu yang hilang). Ada lagi menyebutkan Mandailing
berasal dari kata Mundahilang, kata Mundahilang, kata Mandalay (nama kota
di Burma) dan kata Mandala Holing (nama kerajaan di Portibi, Gunung Tua)
Munda adalag nama bangsa India Utara, yang menyingkir ke Selatan pada
tahun 1500 SM karena desakan Bangsa Aria. Sebagian bangsa Munda masuk
ke Sumatera melalui pelabuhan Barus di Pantai Barat Sumatera, hingga
dalam perkembangannya mereka terus bermigrasi ke Utara Sumatera, lalu
mendiami wilayah Sipirok, Kotanopan, Panyabungan dan lain-lain.
Dalam “Sejarah Marga-marga Mandailing”, (Arbain Lubis). Marga yang
merupakan salah satu identitas penting masyarakat dikatakan bahwa nenek
moyang Mandailing berasal dari Bugis (Sulawesi Selatan), yang dibawa oleh
Angin Bugis yang kemudian disebut sebagai Marga Lubis. Dalam
perkembangannya lahirlah marga-marga, seperti Hasibuan, Harahap,
Pulungan, Hutasuhut, Rangkuti, Parinduri, Nasution. Marga-marga ini
merupakan hasil dari Marga Lubis tersebut
Sistem Masyarakat Mandailing.

Sebagaimana masyarakat pada umumnya, masyarakat Mandailing


juga mengatur tatanan sosial-nya agar supaya tercapai keutuhan
masyarakat, tersimpul, dan harmonis. Dalam hal kekerabatan antar
individu dalam masyarakat Mandailing tercermin dalam konsep
Dalihan Natolu. Masyarakat yang ideal menurut Mandailing adalah
masyarakat yang di dalamnya saling berinteraksi satu sama lain dan
di dalamnya ditemukan holong (kasih sayang). Karena itu ada istilah
holong do mula ni ugari (kasih sayang awal dari adat), atau holong
do maroban domu, domu do maroban parsaulian (kasih sayang
membawa keakraban, keakraban membawa kebaikan bersama).
Dalihan Natolu merupakan tungku segitiga dalam etnis Mandailing yang saling
berhubungan satu sama lain, yang terdiri dari: Mora (pemberi anak gadis),
Kahanggi (kerabat satu marga), dan Anak Boru (penerima anak gadis). Setiap orang
secara simbolik harus memposisikan dirinya dalam segitiga itu. Hak dan kewajiban
seseorang ditentukan oleh posisinya dalam pola itu. Tetapi, sewaktu-sewaktu posisi
itu dapat berubah karena terjadinya perkawinan.
Selain itu, juga dikenal kelompok kekerabatan tambahan,
yakni:

(1) Mora ni Mora, yaitu kelompok mora dari mora


(2) Pisang Raut, yaitu kelompok anak boru dari anak boru
(3) Kahanggi pareban, yaitu kerabat dari beberapa keluarga
batih yang berlainan marga, tetapi sama-sama menjadi anak
boru dari satu keluarga yang bermarga tertentu.
(4) Koum Sisolkot. Koum merupakan kekerabatan yang
terbentuk karena hubungan
perkawinan. Sisolkot kekerabatan merujuk kepada adanya
pertalian darah. Koum meliputi anggota yang lebih banyak.
Dalam hal ranah pemerintahan, Mandailing di perintah oleh seorang
Raja ni huta yang bersifat patrilineal, di damping oleh tetua adat
dan alim ulama.

RAJA

NATOBANG NATORAS

ALIM ULAMA
 Tempat Raja bernaung disebut
Bagas Godang (Rumah
Raja/Besar). Sedangkan tempat
untuk musyawarah dengan para
tetua adat (natobang natoras),
alim ulama untuk menghasilkan
keputusan berada di depan Bagas
Godang yang disebut Sopo Sio
Rancang Magodang Inganan Ni
Partahian Paradatan Parosu-
rosuan Ni Hula Dohot Dongan
(Balai Sidang Agung Tempat
Bermusyawarah/Mufakat,
Melakukan Sidang Adat dan
Tempat Menjalin Keakraban Para
Tokoh Terhormat dan Para
Kerabat.

Anda mungkin juga menyukai