Anda di halaman 1dari 11

Nama : Sumardiono

NIM : 180510079
Kelas : II-A
Semester :4
Mata Kuliah : Filsafat Ketuhanan
Dosen : Alexsander Naununu, Lic. Phil

PAHAM KETUHANAN AGAMA MALIM DIBANDINGKAN DENGAN PEMIKIRAN


TOKOH THOMAS AQUINAS

PENDAHULUAN

Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaanya di mana ia berasal


dan berada. Hal ini dikarenakan kebudayaan lahir dari dukungan masyarakat disekitarnya.
Kebudayaan merupakan salah satu warisan yang diturunkan mengenai cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh banyak orang yang dipengaruhi adat istiadat yang berlaku dalam
kelompok itu sendiri. Indonesia terkenal dengan negara yang memiliki keanekaragaman suku
dan budayanya. Karakter yang dimiliki oleh masing-masing suku dan budaya menjadi ciri khas
tersendiri sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih dalam. Perbedaan mereka dari satu sama
lain dapat dilihat dari sifat, adat istiadat, dan kebiasaan lainnya yang khas.

Dalam kesempatan kali ini penulis akan memperdalam paham ketuhanan menurut suku
dan budaya batak dan nantinya akan dikaitkan dengan pemikiran filsuf yaitu Thomas Aquinas.
Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa wilayah di Indonesia. Di
pulau Sumatera sendiri khususnya di Sumatera Utara, suku Batak bisa ditemukan hampir
diseluruh wilayah Indonesia. Masyarakat Batak Toba adalah termasuk sub-etnis batak, yang
diantaranya adalah Karo, Simalungun, Ankola, Pak-pak dan Mandailing.

Suku Batak Toba memiliki kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh
leluhurnya. Batak Toba memiliki unsur sistem kekerabatan, hukum, adat, kesenian, dan agama
yang berbeda-beda. Sebagian besar ajaran dan budaya batak terdapat dalam ajaran agama Malim.
Unsur-unsur dalam budaya batak ini sebelumnya tidak dikatakan sebagai sebuah agama. Setelah
datang agama asing yang berasal dari luar suku batak maka agama itu disebut sebagai agama
Malim.

Agama adalah suatu kepercayaan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
pemeluknya. Keyakinan akan suatu agama sudah ada dan diwariskan dari nenek moyang secara
turun-temurun yang telah disosialisasikan. Agama akan tetap berada selama masyarakat
pemeluknya masih percaya kepada agama tersebut. Dalam hal ini kajian agama dapat dibagi
menjadi dua dimensi yang berbeda yaitu teologis dan sosiologis. Konteks kajian teologis berawal
dari kepercayaan mengenai suatu kebenaran dalam agama tersebut. Dalam konteks sosiologis
agama dilihat sebagai pemberi ajaran yang mewujud dalam kehidupan sehari-hari penganutnya.

AGAMA PARMALIM

Agama malim1 merupakan salah satu ajaran tradisional dari salah satu suku di Indonesia
yaitu suku Batak Toba. Parmalim mengikuti ajaran-ajaran yang dianut oleh para pendahulu
mereka yang meyakini bahwa agama tersebut akan membawa berkah bagi para pengikutnya.
Parmalim mempercayai bahwa langit, bumi, dan segala isinya termasuk manusia diciptakan
oleh suatu kekuatan yang maha besar yaitu Mulajadi Nabolon.2 Mereka percaya bahwa setiap
orang yang taat kepada ajaran agama malim dan bebuat kebaikan kepada sesama manusia serta
ciptaanNya akan mendapatkan pahala di dunia ini maupun nanti di dunia akhirat.

Zaman sekarang agama parmalim hidup di tengah-tengah masyarakat yang berbeda


kepercayaan. Kehidupan penganut agama parmalim juga mengikuti adat-istiadat kebiasaan orang
Batak, sebab adat Batak yang murni dan agama parmalim adalah dua hal yang saling mendukung
satu sama lain. Adat dan kepercayaan adalah sejalan dalam kehidupan parmalim. Hal ini
dibuktikan dari pengikut Agama parmalim adalah kebanyakan orang Batak Toba, dalam

1
Malim adalah agama asli dari Tanah Batak. Sebagaimana diyakini bahwa Adam dan Hawa adalah
manusia pertama di Bumi ini dalam Islam, Kristen dan Yahudi bagi agama Malim kisah Raja Ihat dan Boru serta
keturunan-keturunannya adalah bagian dari ajaran dan keyakinan mereka yang dianggap sebagai manusia
pertama. Para pengikutnya disebut sebagai parugamo Malim atau disebut sebagai Parmalim.
2
Mulajadi Nabolon adalah dewa tertinggi dalam mitologi masyarakat suku Batak. Bagi penganut agama
Malim Mulajadi Nabolon merupakan Tuhan pencipta dunia dan segala isinya.
peribadatan agama parmalim juga menggunakan bahasa Batak Toba, pemakaian ulos serta
penggunaan Gondang parmalim sebagai pengiring dalam upacara ritual.3

Dalam agama parmalim ada tiga tahap yang harus disediakan dalam peribadatan.
Pertama, yaitu penyusunan tempat serta penyajian ke tempat yang sudah ditentukan, sesajian
dipersembahkan dengan diiringi oleh doa kepada Mulajadi Nabolon. Tahap Kedua, adalah tarian
yang dipersembahkan penganut agama parmalim yang dipersembahkan kepada leluhur dan
dipercayai hadir ditengah-tengah mereka. Tahap ketiga, adalah penutupan upacara yang
bersama-sama dilakukan oleh masyarakat parmalim. Dalam peribadatannya parmalim selalu
menggunakan aek pangurason (air pentahiran), daupa (dupa), sitompion (sesajian), serta
parnilahon gondang (musik pengiring yaitu bunyia-bunyian gondang) sebagai perantara manusia
kepada Tuhan Yang Maha Esa (Mulajadi Nabolon).

Kosmologi orang Batak tradisionil membagi eksistensi dalam tiga tingkat kehidupan atau
dunia. Banua Ginjang (dunia atas) yang dihuni oleh dewa-dewa atau leluhur mereka. Banua
Tongga (dunia tengah) yang dihuni oleh para hantu yang diperintah oleh sang Ular Naga. Dewa-
dewa dianggap hidup seperti laki-laki dengan didampingi oleh istri, anak-anak serta budak-
budaknya dan gelanggang untuk kehidupan manusia. Terkahir adalah Banua Toru (dunia bawah)
adalah tempat tinggal ternak mereka untuk bermain, berperang, serta berdiskusi diantara
mereka.4

Orang Batak sangat percaya bahwa Mulajadi Nabolon bukan hanya sebagai pencipta
segala sesuatu tentang alam semesta. Mulajadi Nabolon adalah Makrokosmos dan Mikrokosmos.
Orang Batak Toba mengalami seluruh ruang kosmis sebagai suatu totalitas dunia bawah, dunia-
tengah dan dunia atas. Setiap tingkat mempunyai fungsi khusus dalam kesabaran kehidupan
eksistensi. Juga ada terlihat atau dipahami bahwa mitologi Batak dilukiskan dengan sebuah
pohon kehidupan, yang tingginya dari dunia-bawah sampai ke dunia-atas, simbol dewata
tertinggi dalam menyatukan segala kehidupan (eksistensi) dan mewakili keseluruhan tata tertib

3
Sian Raja Turi, Batak Parmalim Penganut Agama Yahudi Terakhir di Tano Batak, diakses dari
https://www.kompasiana.com/7anrajaturi/54f41d4d745513a12b6c8610/batak-parmalim-penganut-agama-
yahudi-terakhir-di-tano-batak, pada tanggal 29 Maret 2020 pukul 09.45
4
Sokemd A Manullang, Perubahan Sosial Suku Batak : Dari Kanibalisme ke Humanisme (Jember,
Universitas Jember), hlm. 13.
kosmis. Nasib setiap orang tercatat pada pohon kehidupan, yang dari padaNya seluruh kehidupan
berasal.

Sistem kepercayaan agama lokal parmalim ini bersifat Monotoisme, sebab parmalim
hanya mengakui Tuhan yang satu dan berkuasa penuh atas segala sesuatu. Ajaran malim dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian: Pertama ialah ajaran yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan Mulajadi Nabolon melalui upacara ritual atau ibadat Mararisabtu, Mardebata,
Martutuaek, Pasahat Tondi, Mangan Napaet Sipaha Sada, Sipaha Lima yang bermakna sebagai
ucapan syukur dan meminta berkat kehidupan. Kedua, adalah ajaran yang mengatur hubungan
sesama.

Pandangan parmalim terkait hidup dan mati agama ini tepatnya lebih mengenal
kekekalan setelah kematian. Parmalim percaya kepada Mula Jadi Nabolon sebagai Tuhannya.
Hidup dan mati manusia dalam parmalim berada pada kuasa Mula Jadi Nabolon. Mereka juga
percaya terhadap keberadaan arwah para leluhur. Namun belum ada ajaran yang pasti pemberian
penilaian atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan
tidak punya keturunanan. Orang Batak penganut malim mempunyai konsepsi bahwa alam
semesta beserta isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon.5 Dia bertempat tinggal di atas langit
dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukanya. Bagi suku Batak yang
menganut ajaran parmalim, Mula Jadi Nabolon adalah maha pencipta manusia, langit, bumi dan
segala isi alam semesta.

THOMAS AQUINAS

Thomas Aquinas adalah salah satu tokoh filsafat barat pada abad pertengahan. Ia lahir di
salah satu kota di Italia pada tahun 1225.6 Thomas Aquinas berasal dari keturunan keluarga
bangsawan, ayahnya bernama Pangeran Landulf dan ibunya bernama Theodora. Kehidupan
keluarga Thomas berlatar belakang penganut agama Katolik yang taat. Latar belakang
keluarganya inilah juga yang nantinya akan mempengaruhi latar belakang pendidikan, pemikiran
dan tujuan hidupnya.

5
Sokemd A Manullang, Perubahan Sosial Suku Batak : Dari Kanibalisme ke Humanisme …, hlm. 13.
6
Vivian Boland, St. Thomas Aquinas (London: Bloomsbury, 2014), hlm. 8.
Pada saat berumur berumur lima tahun hingga lima belas tahun, Thomas memulai
pendidikannya di salah satu Biara Benedictus yaitu di Monte Cassino. Sepuluh tahun yang dilalui
oleh Thomas Aquinas adalah pendidikan untuk mempersiapkan dirinya menjadi seorang
biarawan, ia melanjutkan belajar berbagai bahasa asing di negara lain dan beralih menjadi
seorang anggota Ordo Dominikan. Keputusan Thomas Aquinas untuk menjadi seorang biarawan
ditentang oleh keluarganya sendiri yang menganut agama Katolik yang taat, akan tetapi karena
tekad bulatnya yang kuat sehingga membuat hati orangtuanya luluh dan merestui pilihannya
untuk menjadi seorang birawan Ordo Dominikan pada tahun 1245.7

Pendidikan biaranya dimulai di kota Napels, tepatnya di Universitas Frederick II selama


enam tahun, kemudia melanjutkan pendidikannya di Prancis dan dibimbing oleh seorang
penganut Aristotelian termahsyur yaitu Albertus Agung.8 Dari pembimbingnya inilah Thomas
mendapatkan ilmu mengenai teori-teori filsafat Aristoteles.

Pemikiran Thomas Aqunias tidak terlepas dari dua tokoh besar yaitu Albertus Agung dan
Aristoteles.9 Hingga pada akhirnya Thomas Aquinas mencetuskan pemikirannya sendiri
mengenai keharmonisan antara akal dan agama.10 Adapun pemikiran-pemikiran Thomas Aquinas
yaitu filsafat thomisme, hakekat dan keberadaan Tuhan, argumen kosmologi, pemikiran tentang
penciptaan, mahluk murni, jiwa, dan Etika Teologis. Dalam kesempatan ini hanya akan dibahas
mengenai empat pemikirannya saja yaitu hakekat dan keberadaan Tuhan, pemikiran tentang
penciptaan, argumen kosmologi dan etika teologis.

Thomas Aquinas berpendapat bahwa Tuhan adalah mahluk yang sempurna


keberadaanNya dan tidak dapat berkembang lagi. Dalam ajarannya Thomas menyatakan bahwa
Tuhan itu ada dan hanya terdiri dari satu mahluk. Filsafat ini pada akhirnya akan membedakan
Tuhan dan mahluk yang diciptakanNya, dimana Tuhan ada hanya satu dan mahluk yang
diciptakanNya tidak bersifat satu yang artinya banyak.11 Thomas mengungkapkan bahwa Tuhan
adalah actus purus, dimana Tuhan dinyataka keberadaanNya secara nyata dan bersifat tunggal
dari mahluk-mahluk yang diciptakanNya.
7
Vivian Boland, OP, St. Thomas Aquinas …, hlm. 9.
8
Vivian Boland, OP, St. Thomas Aquinas …, hlm. 9.
9
Joseph Pilsner, The Specification of Human Actions In St. Thomas Aquinas, (New York: Oxford University
Press, 2006), hlm. 21.
10
Vivian Boland, OP, St. Thomas Aquinas …, hlm. 113.
11
Robert Miner, Thomas Aquinas on the Passion, (New York: Cambridge Press, 2009), hlm. 92.
Dalam dimensi kosmologis, Thomas Aquinas berpendapat bahwa manusia mengenal
Allah dan keberadaanNya melalui akal yang dimilikinya, meskipun pengetahuan mereka
mengenai Allah dengan menggunakan akal tidak jelas dan menyelamatkan. Dengan akal yang
dimiliki oleh manusia, maka manusia dapat mengenal Allah itu dengan sifat-sifat yang
dimilikiNya. Thomas Aquinas menyampaikan lima bukti adanya keberadaan Tuhan atau dikenal
sebagai via quinque (lima jalan).12

Pertama, Thomas Aquinas melihat dari gerak. Adanya gerak di dunia ini mengharuskan
kita menerima bahwa ada sumber penggerak pertama yaitu Allah. Menurut Thomas sesuatu yang
bergerak pasti digerakkan oleh penggerak.13 Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa
batas. Maka disimpulkan harus ada penggerak pertama. Penggerak pertama ini adalah Allah
sendiri.

Kedua, Thomas Aquinas mengamati bahwa di dunia ini terdapat keteraturan dalam
sebab-sebab yang menghasilkan dan berdaya guna. Menurutnya tidak ada sebab-sebab yang
menghasilkan dirinya sendiri.14 Oleh karena itu, Thomas menyimpulkan bahwa ada sebab
berdaya guna yang pertama yaitu Allah.

Ketiga, Thomas Aquinas melihat bahwa di dalam dunia ini ada seuatu yang ada dan yang
tidak ada. Maka semua hal itu tidak akan berada jika tidak ada yang mengadakannya sehingga
segala sesuatunya itu diadakan. Jika segala sesuatu hanya mewujudkan kemunginan saja, tentu
harus ada sesuatu yang adanya mewujudkan suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya
adalah suatu keharusan, adanya itu disebabkan oleh sesuatu yang lain, sebab-sebab itu tak
mugkin ditarik hingga tiada batasnya.15 Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang perlu mutlak,
yang tak disebabkan oleh sesuatu yang lain, inilah Allah.

Keempat, Thomas Aquinas melihat di antara segala yang ada di bumi ini terdapat hal-hal
yang lebih baik maupun kurang baik. Menurutnya yang lebih baik akan mendekati nilai yang
terbaik. Maka, segala sesuatunya harus mencapai nilai kebenaran yang terbaik. Thomas Aquinas
menyimpulkan bahwa dari segala sesuatu harus ada yang menjadi penyebab yang baik, yang

12
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hlm. 106.
13
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 107.
14
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 107.
15
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 107.
benar, dan yang mulia sehingga menjadi patokan yang terbaik.16 Penyebab yang menjadikan hal
itu adalah Allah sendiri.

Kelima, menurut pengamatan Thomas Aquinas bahwa segala sesuatu yang tidak berakal
contohnya yaitu tubuh alamiah, berbuat menuju pada akhirnya. Dari hal ini nampak bahwa
semuanya itu tidak mungkin kebetulan dalam mencapai sebuah akhirnya, tetapi memang dibuat
demikian adanya. Maka disimpulkan bahwa apa yang tidak berakal tidak mungkin bergerak
menuju sampai pada akhirnya, jika tidak digerakkan oleh yang berakal dan berpengetahuan yaitu
Allah.17

Dari kelima jalan yang dibuktikan oleh Thomas Aquinas, dapat disimpulkan bahwa ada
suatu tokoh yang berada karena dirinya sendiri yaitu Allah, tetapi semua tidak dapat dibuktikan
hakikat Allah yang sebenarnya kepada manusia. Para mahluk mengetahui Allah tanpa
mengetahui bentuk nyatanya. Akan tetapi pada dasarnya semua mahluk memang mengetahui
beberapa filsafat tentang Allah.18 Berpijak pada keyakinan bahwa manusia memiliki kelebihan
dibandingkan dengan mahluk yang lainnya yaitu dengan akal, Thomas Aquinas berpendapat
bahwa ada tiga cara yang dapat ditempuh manusia untuk mengetahui Tuhannya. Pertama, segala
sesuatu yang baik dapat dikenakan kepada Allah. Kedua, kebalikan dari yang pertama yaitu
segala yang ada pada mahluk tentu tidak ada pada Allah dengan cara yang sama. Ketiga, segala
sesuatu yang baik pada mahluk tertentu tidak melebihi Allah sendiri.

Pemikiran Thomas Aquinas yang tidak kalah penting yaitu mengenai tentang filsafat teori
penciptaan. Filsafat ini tidak lepas dari ajaran tentang partisipasi, yaitu ajaran dasar yang
diberikan oleh Agustius yang mengikuti paham Neoplatonisme.19 Dalam pemikirannya ini
Thomas Aquinas mempunyai sedikit perbedaan argumen. Jika Agustinus menekankan
emansipasi mahluk, Thomas Aquinas lebih menekankan pada kelebihan Allah, yaitu murni
karena Allah yang menciptakan keberadaan segala sesuatu yang ada di dunia ini.

16
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 107.
17
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 107.
18
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 108..
19
Vivian Boland, OP, St. Thomas Aquinas …, hlm. 25.
Penciptaan memang merupakan perbuatan Allah secara kontinu dan
berkelanjutan.20Adapun segala mahluk yang lainnya adalah bersifat fana. Allah yang kekal
menciptakan ruang dan waktu. Penciptaan yang dibuat oleh Allah dilakukan secara kontinu
untuk menciptakan para mahluk untuk dipelihara.21 Maka dari itu tidak ada sifat dualisme antara
Allah dan mahluk ciptaanNya, seperti manusia dengan alam semesta. Allah berkuasa penuh atas
perwujudan mahluk yang ada di dunia ini karena Dia sendirilah yang menciptakan segala
sesuatunya.

Tidak terlepas dari hubungan dan kehidupan manusia, filsafat etika teologis yang
disampaikan oleh Thomas Aquinas berbicara tentang moral. Etika mencakup moral bagi setiap
manusia baik individu maupun hidup secara bersama-sama. Menurut Thomas Aquinas tindakkan
manusia yang mengarah kepada tujuan akhir yang berkaitan dengan kegiatan manusiawi bukan
dengan kegiatan manusia.22 Perintah moral yang paling dasar adalah melakukan yang baik dan
benar serta menghindari tindakan yang jahat.

Berbeda dengan pemikiran para filsuf lain yang hidup di zamannya, Thomas Aquinas
menganut pola pikir dengan metode induktif. Dia menyesuaikan etika dengan kenyataan hidup
yang ada. Etikanya bersifat teologis yaitu berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang sebagai
Sang Pencipta.23 Akan tetapi, etika teologis yang disampaikannya tidak menghilangkan
pemikiran lainnya mengenai moral yaitu mengarahkan manusia pada garis hidup dan akalnya.
Realisasinya adalah setiap manusia mengarahkan hidup pada tujuan akhirnya yaitu secara
perorangan dengan meyakini Allah, dan secara kelompok masyarakat manusia dapat saling
membantu dan mengendalikan nafsu yang tidak lepas dari diri dan jiwanya.

Menurut Thomas Aquinas, pada dasarnya semua nafsu adalah bersifat baik. Nafsu
menjadi jahat disebabkan ketika nafsu-nafsu melanggar wilayah masing-masing sesama manusia
dan tidak mendukung akal serta kehendak.24 Kejahatan akan selalu ada ketika kebaikan masih
ada. Nafsu dapat dikendalikan melalui akal yang merupakan pencerminan dari akal Ilahi, akal
yang menjadi dasar kehidupan yang berpijak pada Allah sehingga akal tersebut menghasilkan
20
Vivian Boland, OP, St. Thomas Aquinas …, hlm. 135..
21
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 36.
22
Vivian Boland, OP, St. Thomas Aquinas …, hlm. 161.
23
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 111.
24
Harun Widiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, …, hlm. 112.
kebajikan. Pandangan Thomas Aquinas mengenai peraturan menunjukkkan kelebihan etika
filsafat yang dia sampaikan dibandingkan dengan etika teolog yang lain.

ANALISIS PERBANDINGAN

Baik pemikiran Thomas Aquinas dan agama parmalim sama-sama menerapkan argumen
tentang keberadaan Tuhan yang satu dan cara tindakan manusia melakukan yang baik dan benar
hingga kepada tujuan akhir sesuai dengan ajaran iman kepercayaannya. Bagi agama Malim tuhan
mereka adalah Mulajadi Nabolon tetapi bagi Thomas Aquinas, Tuhan yang ia yakini adalah
Yesus Kristus. Keduanya sama-sama berpandangan bahwa ada suatu penggerak yang tidak
digerakkan sehingga terciptalah dunia ini. Tuhan yang keduanya yakini memiliki perbedaan
dengan hasil ciptaanNya.

Dalam pengenalan akan Tuhan, agama Malim mereka menemukannya dalam hasil
ciptaanNya yang sempurna dan Thomas Aquinas juga berpendapat yang sama, akan tetapi yang
membedakannya adalah Thomas Aquinas lebih menekankan kepada pengenalan akan Tuhan
melalui akal yang dapat dipikirkan karena menurut Thomas akal adalah pemberian yang Ilahi
maka akal itu lebih dapat untuk mengenal Allah bukan hanya melalui panca indera. Pemikiran
tentang pengenalan akan Tuhan memiliki pandangan yang sama bahwa Tuhan dilihat oleh
ciptaanNya dan peran Tuhan sendiri adalah melihat ciptaanNya secara kontinu dan berkelanjutan
memeliharanya.

Kelima jalan yang dikenal dengan via quinque dari Thomas Aquinas yang berusaha
untuk menemukan keberadaan Allah juga digunakan oleh pengikut agama Malim. Keduanya
melihat keberadaan Tuhan melalui akal dan melihat dari yang ada disekitarnya. Sifat-sifat Allah
dalam pemikiran kedua pandagan ini memiliki persamaan yaitu memandang Tuhan sebagai
pencipta yang baik. Jika Thomas Aquinas berpendapat bahwa Tuhan bersifat baik karena segala
kebaikan ada pada diriNya, agama Malim melihat kebaikan Tuhan dari pemberian tempat yang
baik bagi para leluhur mereka yang melindungi mereka dan memberkati mereka agar senantiasa
diberi kesehatan, rezeki hingga pada keturunannya juga.

Dalam sikap kepada Tuhan, Thomas Aquinas menyatakan tentang etika teologisnya yang
menjelaskan tentang sikap manusia kepada Tuhan haruslah yang sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat tetapi juga sesuai dengan kehendak Tuhan yaitu bertindak baik dan
benar. Agama Malim berpendapat bahwa tindakan yang baik dan benar adalah nilai yang didapat
dari ajaran keyakinan mereka serta hidup dalam budaya Batak. Keduanya sama-sama
membicarakan tentang sikap yang baik dan benar yang diajarkan oleh Tuhan. Dalam
menentukan sikap yang baik dan benar juga dilihat dari Tuhan yang menjadi sumber segala
kebaikan dan kebenaran.

KESIMPULAN

Kajian agama Malim dengan membandingkannya melalui pemikiran Thomas Aquinas


berguna untuk menjelaskan lebih mendalam paham tentang Ketuhanan yang menyangkut iman
yang dipercayai. Kedua pemikiran tersebut sama-sama berusaha menunjukkan tentang
keberadaan Tuhan yang senantiasa melindungi, membimbing dan memberkati mereka. Kekuatan
yang berasal dari Tuhan mereka yakini sebagai pembentuk dan penggerak segala sesuatu yang
ada di dunia ini.

Sebagai mahluk ciptaanNya, manusia berusaha untuk menemukan penciptaNya melalui


akal dan pengalam yang dihayati semasa hidupnya. Manusia berusaha menemukan tujuan
akhirnya dengan menjadikan Tuhan sebagai pedoman hidupnya. Manusia berusaha untuk
berbuat baik dan benar karena Tuhanlah yang sebagai penciptanya menjadi sumber kebaikan dan
kebenaran. Nafsu-nafsu yang ada dalam diri manusia dipelihara dengan baik agar sesuai dengan
yang diimani serta tidak menganggu kehidupan orang banyak dalam lingkup bermasyarakat.
Tindakan yang dilakukan sesuai iman yang dipercayai tidak bertentangan dengan aturan-aturan
yang hidup di tengah masyarakat.

Relevansi yang dapat saya ambil bahwa Tuhan dapat ditemukan baik melalui akan
maupun melalui penghayatan hidup selama ini. Tuhan yang sebagai pencipta, menciptakan
manusia dengan baik sehingga sebagai mahluk ciptaanNya juga harus berusaha untuk bersikap
baik dan benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Perjumpaan dengan Tuhan juga dapat dilakukan
dengan cara berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa dan acara-acara ritual yang
diselenggarakan oleh agama manapun. Manusia mempunyai tujuan akhir hidupnya untuk dapat
bersatu dengan Tuhan Sang Pencipta dengan berusaha melakukan segala kebaikan dan
kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Bertens, K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1986.

Boland, V. St. Thomas Aquinas. London: Bloomsbury. 2014

Milner, R. Thomas Aquinas on the Passion. New York: Cambridge Press. 2009.

Pilsner, J. The Spesification of Huma Actions In St. Thomas Aquinas. New York: Oxford
University Press. 2006.

Simanjuntak, B. A. Konsepku Membangun Bangso Batak: Manusia, Agama, dan Budaya.


Jakarta: Penerbit Obor. 2012.

Widiwijono, H. Sari Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta: Kanisius. 1983.

Artikel

Manullang A, Sokemd, Perubahan Sosial Suku Batak: Dari Kanibalisme Menuju


Humanisme,. Jurnal: Universitas Jember.

Sumber Internet

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak

https://www.kompasiana.com/7anrajaturi/54f41d4d745513a12b6c8610/batak-parmalim-
penganut-agama-yahudi-terakhir-di-tano-batak

Anda mungkin juga menyukai