Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI.

Bab I. PENDAHULUAN
Latar belakang penulisan.
Rumusan Permasalahan.
Tujuan
Bab II. PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG TIMBULNYA UPACARA
IJAMBE.
B. KAKIKAT UPACARA KEMATIAN di kalangan
suku Dayak Maanyan dan konsewensinya kalau
idak dilaksanakan.
C. PELAKU UTAMA UPACARA IJAMBE.
D. URUTAN PELAKSANAAN UPACARA IJAMBE.
E. PENGARUHNYA BAGI GEREJA DAN
MASYARAKAT.
Bab III. KESIMPULAN.
BAB I
PENDAHULUAN.

1. LATAR BELAKANG PENULISAN.

Gereja yang hidup dilingkungan masyarakat suku akan selalu terpengaruh


oleh adat istiadat, kebudayaan dan agama dari masyarakat suku disekitarnya.
Bagi warga gereja yang kurang mempunyai pemahaman yang mendalam tentang
isi Alkitab, maka adat istiadat dari masyarakat suku yang di sekitarnya akan
dianggapnhya baik untuk diteruskan bagi kehidupan.

2. RUMUSAN PEMASALAHAN.
Adapun yang menjadi permasalahan adalah apakah agama suku ini sangat
terpengaruh dalam kehidupangereja dan masyarakat.

3. TUJUAN.
Tujuanya adalah untuk mengetahui sejauh mana agama suku terhadap gereja
yang ada disekitarnya.

BAB II
PEMBAHASAN.

Dari mana asalnya orang Maanyan ini, sampai sekarang belum dapat
diketahui. Ada yang berpendapat mereka datang dari Cina, dan ada pula yang
berpendapat mereka datang dari Amerika tengah, atau Amarika selatan. Tetapi,
semua oendapat mengakaui bahwa orang-orang Maanyan itu tergolong Proto
melayu.
Sejak lama mereka menjadi penduduk asli kalimantan dan bertempat tinggal di
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tenggara yang sekarang termasuk propinsi
Kalimanatan Selatan dan Kalimantan Tengah. Mereka pernah mempunyai
kerajaan bernama NANSARUNAI. Nama Maanyan timbul sesudah kerajaan
Nansarunai dikalahkan oleh kerajaan Majapahit ( abad ke 13-14).
Diketahui pula bahwa orang Maanyan mempunyai adat istiadat yang dibagi
dalam dua bidang utama, yaitu : 1. Adat istiadat yang mengantur hal ikwal
mengenai mati, dan adat istiadat yang mengatur hal ikwal hidup.

A. LATAR BELAKANG TIMBULNYA UPACARA IJAMBE.

Ijambe adalah upacara kematian yang terdapat di suku Dayak Maanyan.kata


Ijambe ini berasal dari kata kerja Ijambe (Bahasa Maanyan = Memegang).
Menurut keterangan adanya kematian yang meninggalkan mayat seperti yang
sekarang kita alami, terjadi sejak kasus Jawa ilang. Jawa ilang adalah orang yang
perama yang matinya diupacarakan dengan Upacara Ijambe. Ijambe
dilaksanakan semala 10 hari 10 malam yang pada dasarnya diselenggarakan oleh
keluarga yang meninggak. Yang meninggak dikuburkan dulu dan kemudian
sesudah sekurang-kurangnya dua tahun, yaitu sesudah pembusukan mayat
berakhir dan mayat hanya tinggal tulang-belulang saja, barulah upacara Ijambe itu
dilaksanakan.

B. HAKIKAT UPACARA KEMATIAN DIKALANGAN SUKU DAYAK


MAANYAN DAN KOSEKWENSINYA KALAU TIDAK
DILAKSANAKAN.

Hakikat dari upacara Ijambe ini ialah mengantar arwah yang meninggalkan
ketumpuk tatau atau tumpuk adiau dimana manusia hidup dalam segala
kesempurnaannya.
Yang menjadi kosekwensinya adalah arwah yang mininggal tidak akan bisa
tenang, dia akan terus gentayangan di bumi dan menggangu tata kehidupan damai
antara manusia dan bumi.
C. PELAKU UTAMA UPACARA IJAMBE.

- Damang.
Adalah kepala dari sebuah wilayah hukum (adat) yang disebut
Kedamangan.

- Penghulu.
Adalah Pemangku Adat ditiap-tiap kampung.

- Pamakal.
Adalah esebuah sebutan lain dari Kepala Kampung.

- Wadian.
Adalah mereka yan berwenang melaksanakan bidang sakralnya pada suatu
upacara.

D. URUTAN PELAKSANAAN UPACARA IJAMBE.

1. Ibungkat.
Ialah pengalian kembali mayat-mayat yang akan diupacarakan.

2. Tarawen (hari I).


Secara harafiah arti tarawen adalah mencari dedaunan dan itu adalah tanda
permulaan dari upacara Ijambe.

3. Niit uei (hari II).


Secara harafiahniit uei berarti meraut rotan.

4. Narajak (hari III).


Arti Narajak ialah mendirikan tiang-tiang dan dalam kaitannya dengan
upacara Ijambe adalah mendirikan tiang-tiang mengililingi tempat pembankaran
tulang (papuian).
5. Nahu (hari IV).
Adalah kata yang menjelaskan perbuatan yang membuat sesuatu menjadi
lahu, melepuh atau terbakar.

6. Mue rare (hari V)


Adalah pembuat diding dari bambu di sekeliling tempat orang menyalakan
api pada hari mapui yaitu tulang-tulang dibakar.

7. Ngurat (hari VI).


Yaitu melukis papan-papan penutup papuin.

8. Nansaran (Hari VII).


Ialah beranda tempat meletakan peti yang berisi tulang-belulang.

9. Mendirikan Baluntung.
Adalah sebuah tuang untuk tempat menambatkan binatang korban.

10. Nampatei (Hari VIII)


Adalah membunuh binatang korban.

11. Mapui (hari IX).


Adalah hari terakhir dari upacara Ijambe.

E. PENGARUHNYA BAGI GEREJA DAN MASYARAKAT.

Sebagai warga gereja yang hidup ditengah masyarakat maka tidak mungkin
bisa melepaskan diri dari unsur-unsur kebudayaan yang ada.
Adapun unsur kebudayaan/adat yang fositif yang bisa diambil dalam
upacara keagamaan oleh gerja dan masyarakat adalah :
- unsur gotong-royongnya yang tinggi selama pelaksanaan sampai selesai.
- Rasa cinta dan hormat kepada orang tua yang mereka wujudkan dalam
kesetian mereka meyelenggarakan upacara kematian (ijambe) sekalipun
biaya untuk itu cukup mahal.
Sedangkan unsur negatig yang tidak perlu diambil oleh gereja dan
masyarakat.
- Unsur perjudian.
- Minum, minuman keras yan berlebihan.
Dalam upacara Ijambe ini kesempatan yang dapat diperoleh untuk
pembinaan warga gereja adalah munculnya kekuatiran dari mereka tentang
bagaimana nasip mereka nanti, bertitik tolak dari rasa kuatir ini maka ada banyak
dari antara mereka saat ini ingin mencari jalan keluar yang lebih praktis dan
menyangkinkan dan kesempatan ini adalah merupakan salah satu kesempatan
untuk lebih meningkatkan upaya pembinaan warga gereja.
Yang menjadi hambatannya adalah ternyata masih ada warga gereja yang
berpandangan bahwa segala sesuatu yang berhubungan degan upacara keagamaan
itu, semuanya baik dan harus dilestarikan.
Pengaruhnya positifnya bagi gereja dan masyarakat yang sampai sekarang
masih ada adalah :
Sikap gotong-royong dalam membantu oramg yang sedang musibah
kematian. Seperti dalam halnya menunggu jenasah sampai dikuburkan.
Pengaruh negatifnya bagi gereja dan masyarakat yang sampai sekarang
masih ada ialah :
Seperti kepercayaan kepada benda-benda yang memiliki penunggu atau
juga kepercayaan kepada pantangan-pantangan.

BAB III
KESIMPULAN.

Pengaruhnya kebudayaan suku dayak ini tidak dapat dipisahkan dari


kehidupan baik itu dilingkungan gereja maupun lingkungan masyarakat.
Dalam perjumpaan dengan adat/kebudayaan suatu suku baik gereja maupun
masyarakat harus mampu membedakan unsur-unsur mana yang bersifat rotual da
unsur mana yang hanya bersifat adat / kebudayaan biasa.
DAFTAR PUSTAKA.

PENGARUH ADAT ISTIADAT SUKU DAYAK KALIMANTAN TENGAH


DALAM PEMBANGUNAN AGAMA (KRISTEN) PROTESTAN.
Diterbitkan oleh : Proyek pembinaan Pendidikan Agama Kristen
Protestan pada Perguruan Tinggi Jakarta tahun Anggaran 1991/1992
Sejarah daerah Kalimantan Tengah.
TUGAS BEDAH BUKU

KESIMPULAN/INTI PIKIRAN PENULIS BUKU.


Yang menjadi inti pikiran penulis buku ini adalah ia ingin menceritakan
tentang pengaruh adat/budaya suku dayak ini kepada masyarakat apapun yang
ingin diceritakannya adalah tentang pengaruh adat/budaya agama suku terhadap
mesyarakat dan gereja.
Yang pertama-tama dia menceritakan asal mula adat/kebudayaan suatu suku
kemudian dia menceritakan ritus-ritusnya serta konsekwensi-konsewensinya dan
yang paling terpenting dari semuanya adalah dia ingin menjelaskan tentang
pengaruh adat/kebudayaan suku tersebut terhadap gereja terhadap kebudayaan
tersebut apakah bisa diterima atau tidak dan apa saja pengaruh positif dan negatif
dari semuanya itu bagi masyarakat dan gereja.

TANGGAPAN.

Sebagai orang yang hidup dilingkungan masyarakat yang memiliki


kebudayaan yang berbeda-beda maka kita tidak bisa lepas dari yang
namanya adat/kebudayaan suatu daerah dan itu semua tergantung kepada
kita pakah kita mau atau tidak menerima kebudayaan mereka, namun
sepanjang semuanya positif mengapa tidak. Sebagai orang yang memiliki
iman kita harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
karena sebagai umat Tuhan kita harus melakukan yang terbaik. Begitu
dengan gereja jika kebudayaan/adat sesuatu suku itu baik mengapa tidak kta
tiru dan kita terapkan dalam kehidupan sepanjang itu positif apapun
bentuknya. Tidak mungkin dari sesuatu kebudayaan/ adat itu tidak ada
terpangaruh positif dan negatifnya dan dari semuanya itu yag tentu bisa kota
lestarikan adalah pengaruhnya yang baik.

Anda mungkin juga menyukai