Abstraksi: There are contrast social phenomena being in Rupat Island i.e. (a) the
phenomenon of the chronic poverty of Akit ethnic people; and (b) the
phenomenon of the building of Rupat Island as an economic growth zona.
Meanwhile, since 1969, HKBP, Christian Batak Protestant Church, had done
Zending ministry in Rupat Island among Akit ethnic people, as known the
indigeneous people. But, to face the acceleration of the change in Rupat Island,
Church, as a community of the followers of Jesus Christ, had not given many
attentions to the struggling of life of Akit ethnic people yet. Instead of serving the
economic life of the poor people, Church had lived the paradigm of Zending
milieu that Church services only the human needs of a spiritual life. By the very
fact of chronic poverty and the heavy struggling of life of Akit ethnic people,
Church was challenged to live her faith, to build her theology of contextual
economy and to empower the poor people.
Kata-kata kunci: Akit ethnic people, chronic poverty, economic growth zona,
church, HKBP, theology of contextual economy, empowerment of the poor
people.
Seorang pendeta adalah pelayan rohani! ekonomi dan bisnis, dimana jemaat
Demikianlah identifikasi dari masyarakat, bergumul setiap hari dipahami bukanlah
jemaat dan juga kalangan pendeta sendiri wilayah pelayanan pendeta. Semua
mengenai kependetaan. Dahulu, saya kegiatan yang diklaim bersifat duniawi
sendiri pun memahami demikian. Seorang tidak pantas dimasuki oleh pendeta karena
pendeta di jemaat lokal bertanggung jawab urusan pendeta hanya kegiatan yang
melayani kebutuhan spiritual jemaat. bersifat surgawi. Pemahaman demikian
Tugasnya berdoa, berkhotbah dan sudah tidak relevan dan signifikan lagi!
penggembalaan. Sementara kegiatan
2
meminta kepada sang raja supaya diijinkan hutan) tinggal di daerah hutan (di atas
pindah ke daerah baru. Sang raja Suku Akit). Mereka ini dikenal sebagai
mengijinkan dengan syarat, mereka harus Suku Hutan.
mencari dan menyediakan banyak kayu Setiap suku dipimpin oleh seorang
yang diperlukan untuk pesta pernikahan Batin, orang yang diakui mendapat
putrinya. Syarat tersebut diterima oleh para karisma dari roh para leluhur. Seorang
leluhur, dan mereka pun mencari daerah Batin menjadi pemersatu warga demi
hutan yang penuh dengan kayu-kayu. kesinambungan adat istiadat dan upacara
Akhirnya, mereka menemukan dan keagamaan, yang diyakini berasal dari roh
memasuki Pulau Rupat yang belum dihuni para leluhur. Jadi, sejak awal masyarakat
manusia. Mereka melakukan pekerjaan pribumi ini sangat terikat pada adat istiadat
secara bergotong royong dengan dan upacara keagamaan mereka yang
membentuk tiga kelompok kerja, yakni: (1) diadakan secara massal, seperti
Penebang kayu; (2) Pengangkut dan pernikahan, penyembuhan orang sakit, dan
perakit kayu; (3) Peretas / pembersih penguburan orang yang meninggal dunia.
sungai sebagai jalur kayu-kayu yang sudah Jabatan Batin ini diturunkan kepada putra
dibentuk seperti rakit. Demikianlah syarat sang Batin setelah sang Batin meninggal
sang raja dapat dipenuhi oleh para leluhur dunia. Oleh karena seorang Batin sangat
mereka. Ketika sang raja mempertanyakan berpengaruh bagi warganya, maka
daerah mana yang mereka (para leluhur) pemerintah menetapkan seorang Batin
pilih sebagai tempat tinggal baru, para sebagai kepala desa. Misalnya, Kepala
leluhur memilih Pulau Rupat. Desa Hutan Panjang, sekitar tahun 1990-
Setelah para leluhur berada di an, adalah seorang Batin. Batin juga
Pulau Rupat, mereka menetapkan kawasan dibantu oleh beberapa bomo (dukun)
tempat tinggal mereka sesuai dengan dalam acara penyembuhan orang sakit dan
wilayah kerja dari setiap kelompok kerja di penguburan orang yang meninggal dunia.
atas. Kelompok ketiga (peretas / pembuat Seiring dengan berjalannya waktu,
jalur kayu yang sudah dirakit) tinggal di masyarakat pribumi menyebut diri mereka
tepi pesisir pantai. Mereka ini dikenal sebagai Suku Akit. Masyarakat pendatang
sebagai Suku Hatas. Kelompok kedua pun mengenal masyarakat pribumi ini
(pengangkut dan perakit kayu) tinggal di demikian. Namun, di balik sebutan
daerah pedalaman (di atas Suku Hatas). tersebut, ada pergumulan hidup manusia
Mereka dikenal sebagai Suku Akit. Dan, yang sangat memprihatinkan, yakni
kelompok pertama (penebang kayu di punahnya eksistensi komunitas Suku
4
Hutan dan Suku Hatas di Pulau Rupat dan Kepunahan eksistensi dua suku dari
juga dari sejarah dunia. Eksistensi masyarakat pribumi ini, yakni Suku Hatas
masyarakat pribumi ini sangat berkaitan dan Suku Hutan, memperlihatkan
erat dengan kepemilikan tanah. Dan ketidakmampuan mereka bertahan hidup
kemampuan mereka untuk tetap memiliki masalah kemiskinan. Kawasan dari
kawasan tempat tinggal mereka sangat komunitas Suku Hutan yang jauh berada
berkaitan erat dengan kemampuan mereka di dalam hutan menyebabkan warga dari
bertahan hidup terhadap ancaman komunitas ini dalam waktu yang sangat
kemiskinan. lama sulit bergaul dengan masyarakat di
Bagi masyarakat pribumi ini, tanah luar kawasan tersebut. Kesulitan demikian
mempunyai nilai spiritual dan ekonomis. pun mengondisikan mereka hidup dalam
Tanah mempunyai nilai spiritual, karena kemiskinan yang terisolasi atau jauh dari
tanah tempat tinggal setiap suku perhatian pemerintah setempat. Akhirnya,
merupakan kawasan yang telah dipilih dan sejumlah keluarga—berdasarkan informasi
diwariskan oleh para leluhur sendiri dari beberapa jemaat setempat—
kepada mereka. Di kemudian hari, warga melakukan perpindahan keluar dari Pulau
dari setiap suku secara bergotong royong Rupat dan tinggal di daerah Bengkalis.
memperluas lahan kawasan mereka yang Beda halnya dengan warga
diperuntukkan bagi anak cucu mereka. komunitas Suku Hatas. Kawasan mereka
Meskipun para leluhur telah meninggal disebut berada di Desa Titi Akar, mulai
dunia, tetapi mereka meyakini bahwa roh dari pesisir pantai hingga ke Dusun Hutan
para leluhur itu tetap hidup bersama Ayu. Perubahan sosial sangat kentara di
dengan mereka di kawasan tersebut. Itu kawasan ini. Pada tahun 2006, ketika saya
sebabnya, mereka berusaha pertama kali hadir di Pulau Rupat melalui
mempertahankan tanah warisan, karena pelabuhan di Desa Titi Akar ini, saya
dengan demikian hubungan mereka dengan mengamati kondisi sosial tersebut. Mulai
roh-roh para leluhur dan orang tua yang dari pelabuhan hingga ke Dusun Hutan
telah meninggal dunia akan tetap Ayu, dusun yang bersebelahan dengan
terpelihara. Di samping nilai spiritual, Dusun Sungai Bantal (bagian dari Desa
tanah juga mempunyai nilai ekonomis, Hutan Panjang), mayoritas penduduknya
karena di atas tanah tersebutlah mereka adalah para etnis pendatang seperti
menjalani kehidupan sehari-hari dan Tionghoa, Melayu, Jawa, dan Batak.
mencari nafkah. Sedangkan warga dari Suku Hatas menjadi
minoritas. Di kawasan ini, warga dari
5
etnis Tionghoa menguasai kegiatan bisnis harga 2 ha tanah nilainya Rp. 6 juta hingga
dan pertanian. Mereka memiliki toko atau Rp. 8 juta. Ketika aset tanah sudah habis,
kedai, klenteng, hotel, perkebunan kelapa masing-masing keluarga mencari daerah di
sawit ribuan hektar dan beberapa rumah Pulau Rupat yang belum dimiliki manusia.
burung walet berupa bangunan bertingkat. Umumnya, mereka yang pindah ini tinggal
Warga dari etnis Jawa, Melayu dan Batak di hutan yang jauh dari ruang publik.
bekerja sebagai polisi dan militer di pos Adapun sejumlah keluarga dari Suku Hatas
polisi dan militer di pelabuhan, sebagai ini yang masih tinggal di Desa Titi Akar,
dokter dan perawat di Rumah Sakit dan bukanlah karena mereka lebih sanggup
Puskesmas, sebagai guru di beberapa berkompetisi dan mampu bertahan hidup.
sekolah, berjualan di pasar, sebagai petani Mereka juga hidup dalam kemiskinan.
di perkebunan karet dan kelapa sawit Mereka tidak pindah karena seiring dengan
dimana masing-masing keluarga memiliki perjalanan waktu, semakin sulit mencari
beberapa hektar di kawasan ini. Sedangkan daerah yang tidak dimiliki manusia.
warga dari Suku Hatas ini bekerja petani di Satu-satunya komunitas yang
perkebunan karet dan buruh di perkebunan masih ada hingga hari ini adalah komunitas
kelapa sawit serta nelayan. Suku Akit. Warga sisa dari kedua suku
Dari tahun ke tahun, jumlah warga yang sudah punah bergabung dengan Suku
dari Suku Hatas di kawasan warisan Akit. Demikianlah masyarakat pribumi ini
leluhur mereka ini semakin berkurang. dikenal sebagai Suku Akit. Kawasan Suku
Mereka tidak mampu berkompetisi dengan Akit ini berada di Desa Hutan Panjang.
warga pendatang. Secara ekonomi mereka Akses menuju desa ini dari pelabuhan
miskin dan terjebak dalam perangkap relatif lebih mudah daripada kawasan Suku
kemiskinan. Kemiskinan telah memaksa Hutan. Juga, perubahan sosial belum
mereka untuk menjual tanah warisan kentara seperti di Desa Titi Akar. Tetapi,
supaya dapat memenuhi kebutuhan hidup kondisi hidup mereka setiap hari
sehari-hari, tuntutan adat istiadat dan memperlihatkan kemiskinan yang
upacara keagamaan. Keputusan demikian memprihatinkan. Kondisi yang demikian
justru semakin memiskinkan mereka. semakin kentara dengan adanya usaha
Kondisi mereka yang miskin justru percepatan pembangunan Pulau Rupat.
menjadi keuntungan bagi warga
pendatang, karena hanya warga pendatang 1.2 Konteks Kemiskinan yang Parah
yang sanggup membeli tanah yang Berkaitan dengan kenyataan hidup
ditawarkan. Di tahun 2007, misalnya, masyarakat Suku Akit di Pulau Rupat, saya
6
anggota keluarga yang masih mampu istiadat dan upacara keagamaan sangat
bekerja. berarti bagi mereka. Untuk
(c) Isolation: Umumnya, pemukiman melaksanakan keduanya, mereka
mereka jauh dari jalan umum, mereka terpaksa menjual tanah, bahkan juga
tinggal dekat pada atau dalam hutan, berutang. Tuan rumah yang
tempat tinggal mereka jauh dari akses mengadakan adat istiadat dan upacara
terhadap pasar, sekolah, kantor kepala keagamaan, misalnya penguburan
desa, rumah sakit atau balai orang tua yang meninggal dunia, harus
pengobatan. Tidak banyak dari mereka menyediakan dana yang cukup banyak,
memakai listrik, karena jauh dari lokasi karena banyak tamu yang harus diberi
pembangkit listrik. Umumnya, mereka makan dan minum. Para tamu yang
memakai lampu dinding, karena tidak datang pun tinggal bersama dengan
mampu membiayai pemakaian ginset. tuan rumah selama 2 hari 2 malam. Itu
Keluarga yang mempunyai ginset pun berarti para tamu itu pun tidak bekerja
hanya memakainya selama 3-4 jam di untuk menghasilkan uang. Kondisi
malam hari. Masih banyak badan jalan tersebut menyebabkan orang tua tidak
umum di pemukiman mereka belum mampu membiayai pendidikan anak-
diaspal sehingga selama musim hujan anak mereka minimal sekolah dasar.
jalan penuh dengan lumpur dan di Akibatnya, banyak anak-anak dan
musim kemarau penuh dengan abu. pemuda/i mereka tidak memiliki
Kondisi jalan rusak menyebabkan pendidikan yang memenuhi syarat
beberapa keluarga yang mempunyai sebagai pegawai negeri maupun
lahan kelapa sawit atau karet, terpaksa pekerja di perusahaan-perusahaan yang
mengeluarkan biaya pengangkutan akan berdiri di pulau ini.
yang besar sehingga penghasilan (e) Powerlessness: Mereka tidak berdaya
mereka tetap tidak cukup membayar untuk menolak undang-undang yang
utang di kedai / toko. melarang pembalakan. Kegiatan
(d) Vulnerability: Mereka tidak memiliki pembalakan merupakan sumber nafkah
tabungan, karena hasil kerja mereka yang banyak dilakukan kaum laki-laki
dipergunakan untuk mencicil dewasa dari masyarakat Suku Akit.
pembayaran utang. Mereka rentan Pemerintah memberlakukan undang-
sekali untuk menjadi miskin, karena undang tanpa mencari solusi yang baik
keadaan yang memaksa mereka harus bagi masyarakat Suku Akit yang
mengeluarkan uang yang banyak. Adat menjadi korban. Sementara, mereka
10
sosial antara warga pendatang dan tetapi sangat sangar terhadap masyarakat
masyarakat Suku Akit. Saya sendiri Suku Akit yang miskin.
mendengarkan keluhan dari warga Suku
Akit betapa mereka sangat apatis dan 4. Teologi Ekonomi yang Kontekstual
pesimis memandang masa depan mereka di Pulau Rupat
sebagai invidu, keluarga dan komunitas di Kondisi pergumulan hidup di atas
Pulau Rupat. menuntut gereja harus memiliki teologi
Siapa yang diuntungkan dari eokonomi yang kontekstual. HKBP sendiri
pembangunan tersebut? Saya mengamati, sebagai gereja yang melakukan pelayanan
bahwa masyarakat pendatang dan para Zending sejak April 1969 di Pulau Rupat
investor sangat menikmati percepatan belum memiliki teologi ekonomi yang
pembangunan itu. Mereka memiliki kontekstual. Sebenarnya, selain pelayanan
sejumlah kesiapan untuk berkompetisi gerejawi, HKBP juga melakukan
pada perubahan situasi menuju Pulau pelayanan di bidang pendidikan sekolah
Rupat sebagai zona pertumbuhan ekonomi. dasar dan kesehatan. Ketiga jenis
Mereka memiliki modal yang cukup untuk pelayanan tersebut menjadi rutinitas yang
membeli tanah-tanah masyarakat Suku sama sekali tidak menolong masyarakat
Akit. Di samping itu, mereka juga telah Suku Akit keluar dari kemiskinan yang
memiliki penghasilan, kegiatan bisnis dan parah.
keterampilan. Malah, semakin banyak Eka Darmaputera, melalui
orang dari luar Pulau Rupat berusaha untuk makalahnya yang berjudul “Gereja
berinvestasi di Pulau Rupat ini. Tetapi, Mencari Jalan Baru Kehadirannya:
masyarakat Suku Akit justru melihat Melawan Konflik Diri, Menghadapi
pembangunan itu sebagai ancaman bagi Tekanan Eksternal”, pada Seminar Agama-
mereka. Setiap keluarga Suku Akit sudah agama Balitbang PGI di Magelang,
kehilangan aset tanah. Adapun tanah yang September 1998, mengatakan:
masih ada, mereka pakai sebagai tempat Bila kesekitaran kita telah begitu
berubah, akan tetapi gereja-gereja kita
tinggal putra-putri mereka yang tidak berubah, alias tidak terpengaruh
berkeluarga. Mereka tidak mempunyai oleh perubahan-perubahan tersebut,
ini artinya adalah selama ini tidak
penghasilan, kegiatan bisnis dan terjadi interaksi yang signifikan
antara gereja dan lingkungan
keterampilan yang mapan. Jadi, kesekitarannya…ketiadaan interaksi
pembangunan yang dibuat oleh pemerintah yang signifikan ini hanya bisa
diartikan satu saja: gereja-gereja kita
sangat ramah terhadap pemilik modal, sedang menuju kepada irrelevansi
total! Padahal sesuatu yang tidak
relevan, tidak mungkin berfungsi.
16
Dan sesuatu yang tidak berfungsi? berdoalah untuk kota itu kepada
Mati!9
TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah
gereja menghadirkan diri secara “pas” baik Babelonia, tempat mereka tinggal,
dalam menjawab tuntutan internal maupun karena shalom di kota itu pasti menjadi
jiwa, pembaptisan, dan penambahan bagi Israel hanya mendoakan shalom atas
jumlah jemaat, sementara jemaatnya Yerusalem dan Israel (lih. Mzm. 122:8;
sosial, dan budaya, maka gereja demikian membalaskan dendam mereka kepada
Berkenaan dengan hal itu, saya Allah bagi umat Isreal. Perintah
Pulau Rupat sebagai berikut: Rupat. Umat yang berdoa adalah juga
dengan Firman Allah. Ketika umat Israel sekitarnya. Gereja harus memperlihatkan
berfirman kepada mereka melalui Nabi Allah yang maha hadir dan yang
Suku Akit. Keberdayaan mereka memiliki tujuan yang sama. Mereka patut
memungkinkan mereka dapat diberi perhatian dan gereja harus berpihak
melakukan kegiatan ekonomi demi kepada yang miskin ini. Hal ini sesuai
kelanjutan hidup mereka. Dengan dengan khotbah perdana Yesus di sinagoge
adanya pendapatan mereka yang (Luk. 4:16-21), bahwa Yesus hadir dengan
semakin baik, maka hal itu juga akan misi untuk mewujudkan pembebasan bagi
meningkatkan kesejahteraan hidup dan orang-orang miskin. Sehubungan dengan
kemampuan daya beli mereka terhadap itu, teologi ekonomi masih harus
produk yang ditawarkan di pasar. dikembangkan dalam planning action
sehingga teori benar-benar menjadi nyata
Kesimpulan dan Rekomendasi di dalam aksinya.
Saya telah mencoba Saya sendiri memahami, bahwa
memperhadapkan suatu fenomena yang percepatan pembangunan Pulau Rupat
kontras, yakni fenomena kemiskinan sebagai zona pertumbuhan ekonomi,
masyarakat Suku Akit dan percepatan merupakan sesuatu yang baik. Tetapi, hal
pembangunan Pulau Rupat sebagai zona yang sangat mendesak adalah
pertumbuhan ekonomi. Sejatinya, mengupayakan pemberdayaan masyakarat
pembangunan tersebut berdampak baik miskin agar mereka dapat ikutserta sebagai
pada kehidupan masyarakat Suku Akit. pelaku bisnis yang aktif, mandiri dan
Namun, fakta di lapangan memperlihatkan, kreatif di Pulau Rupat. Dalam kondisi yang
bahwa pemerintah masih memperlakukan demikian, gereja hadir sebagai komunitas
masyarakat miskin sebagai pelaku yang yang berkomitmen mengikut Yesus
pasif dan tidak berdaya. Pemerintah lebih Kristus, yang di dalam komunitas itu
memprioritaskan para pemilik modal sendiri terdapat orang-orang miskin, juga
dengan memfasilitasi semua kepentingan hadir sebagai sahabat yang solider,
mereka. Sedangkan, usaha pembedaan berpihak dan aktif mendampingi bagi
masyarakat miskin belum berlangsung. orang-orang miskin, baik anggotanya
Oleh karena itu, gereja (HKBP) maupun masyarakat miskin yang lebih
seharusnya melihat kondisi-kondisi yang luas.
tidak ideal tersebut sebagai panggilan bagi
gereja supaya bertindak secara konkrit di
Pulau Rupat dalam rangka mereduksi Daftar Pustaka
hingga mengatasi persoalan kemanusiaan Banawiratma, J. B. dan Müller, J.
1993 Berteologi Sosial Lintas Ilmu:
bersama dengan semua komunitas yang
Kemiskinan Sebagai Tantangan
21
Tabel 1
Kecamatan Luas (KM²) Desa / KK Jumlah Penduduk Jumlah
Kelurahan Laki-laki Perempuan
Rupat 928,4 10 6.154 15.381 15.088 30.469
Rupat Utara 638,5 5 2.903 5.752 5.856 11.608
Total 1.566,9 15 9.057 21.133 20.944 42.077
Tabel 2
Tahun Orang Miskin di desa Orang Miskin di kota Jumlah Persentase
2006 338.600 226.300 564.900 11,85
2007 328.100 246.400 574.500 11,20
2008 321.600 245.100 566.670 10,63
2009 301.900 225.600 527.490 9,48
2010 291.340 208.920 500.260 8,65
Tabel/Skema 3
Sistem “poverty trap”
Lack of asset
Broken relationships
With neighbour and God
Tabel 4
1950s-60s 1970s-80s 1990s-00s 2010+
Awaking Regulating Contributing Transforming
Industrial growth Economic growth Multinational brands Global markets, with
delivers wealth and with increased serve more diverse, instant connectivity,
expectation consumerism and informed and global trends and
international trade conscious customers rising ‘base of the
pyramid’
Western markets Product innovation Digital innovation Sustainable
thrive whilst the East supported by low- creates virtual innovation puts
recovers more cost automated businesses, faster and social and
slowly production more connected environment issues at
core of business
Migration to cities Improved lifestyle, Corporate Collaborative
accelerated by travel human and equal governance improves organizations and
and employment rights lead to new the ethical and social networked
practices behavior of business communities for new
business models
Flower-power Government Recycling, Sustainable markets
hippies raise social regulation on sustainable sourcing are most profitable,
and environment pollution and waste and disposal adopted as ‘doing good’
priorities through taxation as standard becomes the best way
to grow
1
Pulau Rupat adalah bagian dari Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Di pulau ini ada 2 kecamatan, yakni
Kecamatan Rupat Utara dan Kecamatan Rupat.
2
Pieris (1996, h. 47-49)
3
http://www.depnakertrans.go.id/PULAURUPAT.pdf (diunduh: 14/12/2011)
4
http://www.semenanjung.com/news/ (diunduh: 14/12/2011)
5
Myers (1999, h. 66-67)
6
Myers (1999, h. 68)
7
Banawiratma (1993, h. 128-129)
8
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=24575 (diakses:14/12/2011)
9
Eka Darmaputera, “Jalan Baru Kehadiran Gereja”, dalam Sinaga (2005, h. 470)
10
Sinaga (2005, h. 472)
23
11
Davidson (1985, h. 63-65)
12
Fisk (2010, h.5)
13
Fisk (2010, h.7-8)
14
Dwidjowijoto (2007, h. 10-11)
15
Dwidjowijoto (2007, h. 47)
16
Dwidjowijoto (2007, h. 47)