Anda di halaman 1dari 23

1

TEOLOGI EKONOMI KONTEKSTUAL


SEBAGAI RESPON TERHADAP KEMISKINAN MASYARAKAT SUKU
AKIT
DI PULAU RUPAT1

PDT. SAMPE WARUWU


Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Ilmu Teologi, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

Abstraksi: There are contrast social phenomena being in Rupat Island i.e. (a) the
phenomenon of the chronic poverty of Akit ethnic people; and (b) the
phenomenon of the building of Rupat Island as an economic growth zona.
Meanwhile, since 1969, HKBP, Christian Batak Protestant Church, had done
Zending ministry in Rupat Island among Akit ethnic people, as known the
indigeneous people. But, to face the acceleration of the change in Rupat Island,
Church, as a community of the followers of Jesus Christ, had not given many
attentions to the struggling of life of Akit ethnic people yet. Instead of serving the
economic life of the poor people, Church had lived the paradigm of Zending
milieu that Church services only the human needs of a spiritual life. By the very
fact of chronic poverty and the heavy struggling of life of Akit ethnic people,
Church was challenged to live her faith, to build her theology of contextual
economy and to empower the poor people.

Kata-kata kunci: Akit ethnic people, chronic poverty, economic growth zona,
church, HKBP, theology of contextual economy, empowerment of the poor
people.

Seorang pendeta adalah pelayan rohani! ekonomi dan bisnis, dimana jemaat
Demikianlah identifikasi dari masyarakat, bergumul setiap hari dipahami bukanlah
jemaat dan juga kalangan pendeta sendiri wilayah pelayanan pendeta. Semua
mengenai kependetaan. Dahulu, saya kegiatan yang diklaim bersifat duniawi
sendiri pun memahami demikian. Seorang tidak pantas dimasuki oleh pendeta karena
pendeta di jemaat lokal bertanggung jawab urusan pendeta hanya kegiatan yang
melayani kebutuhan spiritual jemaat. bersifat surgawi. Pemahaman demikian
Tugasnya berdoa, berkhotbah dan sudah tidak relevan dan signifikan lagi!
penggembalaan. Sementara kegiatan
2

Sekarang, saya memahami, pendeta kegelisahan teologis saya mengenai


sejatinya berpartisipasi aktif dalam upaya kehadiran gereja (baca: HKBP) di Pulau
pembebasan atau pemerdekaan hidup Rupat. Sebagai pimpinan pelayanan
manusia yang bergumul dalam urusan- Zending HKBP di pulau ini, saya telah
urusan duniawi. Gereja bukanlah bangunan tinggal dan hidup bersama dengan jemaat
tempat jemaat datang dan berkumpul untuk dan masyarakat Suku Akit selama 4 tahun
berdoa, menyanyikan lagu pujian dan (2006-2010). Berbeda dengan jemaat di
mendengarkan khotbah. Tetapi, gereja Gereja HKBP umumnya yang mayoritas
merupakan komunitas yang mengikuti adalah Suku Batak, justru jemaat yang
gerakan Yesus Kristus dan yang menerima dilayani Zending HKBP di Pulau Rupat
energi dan daya dari Allah oleh Roh Kudus adalah warga Suku Akit. Secara historis,
untuk mentransformasi hidup baik jemaat pelayanan Zending dari HKBP di tengah-
maupun masyarakat kepada kondisi hidup tengah masyarakat Suku Akit telah dimulai
yang berprikemanusiaan dan bermartabat. sejak April 1969. Dengan demikian,
Sesungguhnya, ini bukanlah sesuatu yang pelayanan ini telah berusia 41 tahun hingga
baru. Jika hal-hal yang bersifat duniawi tahun 2010. Ada 2 fenomena kehidupan
dipandang secara negatif sehingga dijauhi, sehari-hari yang berlangsung di Pulau
sebaliknya, narasi-narasi Injil menegaskan, Rupat ini, yakni: (a) Kemiskinan jemaat
bahwa dunia ini telah menjadi arena dan masyarakat Suku Akit; dan (b)
pemberitaan dan kehadiran Kerajaan Pembangunan Pulau Rupat menjadi zona
Allah. Allah di dalam Yesus Kristus dan pertumbuhan ekonomi.
melalui Roh Kudus justru telah berkarya di
dunia ini hingga kini. Demikian pula 1. Fenomena Kemiskinan Masyarakat
hingga akhir zaman. Tidak ada Suku Akit
penyelenggaraan pelayanan Kerajaan 1.1 Masyarakat Suku Akit
Surga tanpa terlibat aktif dalam pusaran Dari beberapa orang jemaat yang
urusan-urusan duniawi. Oleh karena itu, sudah lanjut usia, saya memperoleh cerita
gereja menjadi alien (asing) dan mati jika lisan mengenai sejarah Suku Akit. Dahulu,
tidak peka terhadap konteks pergumulan para leluhur mereka tinggal di pesisir
manusia di sekitarnya dan tidak bergerak Sungai Siak, wilayah Kerajaan Siak yang
untuk mereduksi atau mengatasi dirajai oleh Raja Sri Indrapura. Di daerah
pergumulan hidup itu. tersebut, mereka merasa terancam karena
Sehubungan dengan itu, saya adanya gangguan dari binatang buas
membuat tulisan ini berangkat dari seperti gajah dan harimau. Lalu, mereka
3

meminta kepada sang raja supaya diijinkan hutan) tinggal di daerah hutan (di atas
pindah ke daerah baru. Sang raja Suku Akit). Mereka ini dikenal sebagai
mengijinkan dengan syarat, mereka harus Suku Hutan.
mencari dan menyediakan banyak kayu Setiap suku dipimpin oleh seorang
yang diperlukan untuk pesta pernikahan Batin, orang yang diakui mendapat
putrinya. Syarat tersebut diterima oleh para karisma dari roh para leluhur. Seorang
leluhur, dan mereka pun mencari daerah Batin menjadi pemersatu warga demi
hutan yang penuh dengan kayu-kayu. kesinambungan adat istiadat dan upacara
Akhirnya, mereka menemukan dan keagamaan, yang diyakini berasal dari roh
memasuki Pulau Rupat yang belum dihuni para leluhur. Jadi, sejak awal masyarakat
manusia. Mereka melakukan pekerjaan pribumi ini sangat terikat pada adat istiadat
secara bergotong royong dengan dan upacara keagamaan mereka yang
membentuk tiga kelompok kerja, yakni: (1) diadakan secara massal, seperti
Penebang kayu; (2) Pengangkut dan pernikahan, penyembuhan orang sakit, dan
perakit kayu; (3) Peretas / pembersih penguburan orang yang meninggal dunia.
sungai sebagai jalur kayu-kayu yang sudah Jabatan Batin ini diturunkan kepada putra
dibentuk seperti rakit. Demikianlah syarat sang Batin setelah sang Batin meninggal
sang raja dapat dipenuhi oleh para leluhur dunia. Oleh karena seorang Batin sangat
mereka. Ketika sang raja mempertanyakan berpengaruh bagi warganya, maka
daerah mana yang mereka (para leluhur) pemerintah menetapkan seorang Batin
pilih sebagai tempat tinggal baru, para sebagai kepala desa. Misalnya, Kepala
leluhur memilih Pulau Rupat. Desa Hutan Panjang, sekitar tahun 1990-
Setelah para leluhur berada di an, adalah seorang Batin. Batin juga
Pulau Rupat, mereka menetapkan kawasan dibantu oleh beberapa bomo (dukun)
tempat tinggal mereka sesuai dengan dalam acara penyembuhan orang sakit dan
wilayah kerja dari setiap kelompok kerja di penguburan orang yang meninggal dunia.
atas. Kelompok ketiga (peretas / pembuat Seiring dengan berjalannya waktu,
jalur kayu yang sudah dirakit) tinggal di masyarakat pribumi menyebut diri mereka
tepi pesisir pantai. Mereka ini dikenal sebagai Suku Akit. Masyarakat pendatang
sebagai Suku Hatas. Kelompok kedua pun mengenal masyarakat pribumi ini
(pengangkut dan perakit kayu) tinggal di demikian. Namun, di balik sebutan
daerah pedalaman (di atas Suku Hatas). tersebut, ada pergumulan hidup manusia
Mereka dikenal sebagai Suku Akit. Dan, yang sangat memprihatinkan, yakni
kelompok pertama (penebang kayu di punahnya eksistensi komunitas Suku
4

Hutan dan Suku Hatas di Pulau Rupat dan Kepunahan eksistensi dua suku dari
juga dari sejarah dunia. Eksistensi masyarakat pribumi ini, yakni Suku Hatas
masyarakat pribumi ini sangat berkaitan dan Suku Hutan, memperlihatkan
erat dengan kepemilikan tanah. Dan ketidakmampuan mereka bertahan hidup
kemampuan mereka untuk tetap memiliki masalah kemiskinan. Kawasan dari
kawasan tempat tinggal mereka sangat komunitas Suku Hutan yang jauh berada
berkaitan erat dengan kemampuan mereka di dalam hutan menyebabkan warga dari
bertahan hidup terhadap ancaman komunitas ini dalam waktu yang sangat
kemiskinan. lama sulit bergaul dengan masyarakat di
Bagi masyarakat pribumi ini, tanah luar kawasan tersebut. Kesulitan demikian
mempunyai nilai spiritual dan ekonomis. pun mengondisikan mereka hidup dalam
Tanah mempunyai nilai spiritual, karena kemiskinan yang terisolasi atau jauh dari
tanah tempat tinggal setiap suku perhatian pemerintah setempat. Akhirnya,
merupakan kawasan yang telah dipilih dan sejumlah keluarga—berdasarkan informasi
diwariskan oleh para leluhur sendiri dari beberapa jemaat setempat—
kepada mereka. Di kemudian hari, warga melakukan perpindahan keluar dari Pulau
dari setiap suku secara bergotong royong Rupat dan tinggal di daerah Bengkalis.
memperluas lahan kawasan mereka yang Beda halnya dengan warga
diperuntukkan bagi anak cucu mereka. komunitas Suku Hatas. Kawasan mereka
Meskipun para leluhur telah meninggal disebut berada di Desa Titi Akar, mulai
dunia, tetapi mereka meyakini bahwa roh dari pesisir pantai hingga ke Dusun Hutan
para leluhur itu tetap hidup bersama Ayu. Perubahan sosial sangat kentara di
dengan mereka di kawasan tersebut. Itu kawasan ini. Pada tahun 2006, ketika saya
sebabnya, mereka berusaha pertama kali hadir di Pulau Rupat melalui
mempertahankan tanah warisan, karena pelabuhan di Desa Titi Akar ini, saya
dengan demikian hubungan mereka dengan mengamati kondisi sosial tersebut. Mulai
roh-roh para leluhur dan orang tua yang dari pelabuhan hingga ke Dusun Hutan
telah meninggal dunia akan tetap Ayu, dusun yang bersebelahan dengan
terpelihara. Di samping nilai spiritual, Dusun Sungai Bantal (bagian dari Desa
tanah juga mempunyai nilai ekonomis, Hutan Panjang), mayoritas penduduknya
karena di atas tanah tersebutlah mereka adalah para etnis pendatang seperti
menjalani kehidupan sehari-hari dan Tionghoa, Melayu, Jawa, dan Batak.
mencari nafkah. Sedangkan warga dari Suku Hatas menjadi
minoritas. Di kawasan ini, warga dari
5

etnis Tionghoa menguasai kegiatan bisnis harga 2 ha tanah nilainya Rp. 6 juta hingga
dan pertanian. Mereka memiliki toko atau Rp. 8 juta. Ketika aset tanah sudah habis,
kedai, klenteng, hotel, perkebunan kelapa masing-masing keluarga mencari daerah di
sawit ribuan hektar dan beberapa rumah Pulau Rupat yang belum dimiliki manusia.
burung walet berupa bangunan bertingkat. Umumnya, mereka yang pindah ini tinggal
Warga dari etnis Jawa, Melayu dan Batak di hutan yang jauh dari ruang publik.
bekerja sebagai polisi dan militer di pos Adapun sejumlah keluarga dari Suku Hatas
polisi dan militer di pelabuhan, sebagai ini yang masih tinggal di Desa Titi Akar,
dokter dan perawat di Rumah Sakit dan bukanlah karena mereka lebih sanggup
Puskesmas, sebagai guru di beberapa berkompetisi dan mampu bertahan hidup.
sekolah, berjualan di pasar, sebagai petani Mereka juga hidup dalam kemiskinan.
di perkebunan karet dan kelapa sawit Mereka tidak pindah karena seiring dengan
dimana masing-masing keluarga memiliki perjalanan waktu, semakin sulit mencari
beberapa hektar di kawasan ini. Sedangkan daerah yang tidak dimiliki manusia.
warga dari Suku Hatas ini bekerja petani di Satu-satunya komunitas yang
perkebunan karet dan buruh di perkebunan masih ada hingga hari ini adalah komunitas
kelapa sawit serta nelayan. Suku Akit. Warga sisa dari kedua suku
Dari tahun ke tahun, jumlah warga yang sudah punah bergabung dengan Suku
dari Suku Hatas di kawasan warisan Akit. Demikianlah masyarakat pribumi ini
leluhur mereka ini semakin berkurang. dikenal sebagai Suku Akit. Kawasan Suku
Mereka tidak mampu berkompetisi dengan Akit ini berada di Desa Hutan Panjang.
warga pendatang. Secara ekonomi mereka Akses menuju desa ini dari pelabuhan
miskin dan terjebak dalam perangkap relatif lebih mudah daripada kawasan Suku
kemiskinan. Kemiskinan telah memaksa Hutan. Juga, perubahan sosial belum
mereka untuk menjual tanah warisan kentara seperti di Desa Titi Akar. Tetapi,
supaya dapat memenuhi kebutuhan hidup kondisi hidup mereka setiap hari
sehari-hari, tuntutan adat istiadat dan memperlihatkan kemiskinan yang
upacara keagamaan. Keputusan demikian memprihatinkan. Kondisi yang demikian
justru semakin memiskinkan mereka. semakin kentara dengan adanya usaha
Kondisi mereka yang miskin justru percepatan pembangunan Pulau Rupat.
menjadi keuntungan bagi warga
pendatang, karena hanya warga pendatang 1.2 Konteks Kemiskinan yang Parah
yang sanggup membeli tanah yang Berkaitan dengan kenyataan hidup
ditawarkan. Di tahun 2007, misalnya, masyarakat Suku Akit di Pulau Rupat, saya
6

berkesimpulan, bahwa mereka hidup di dengan kemiskinan seluruh masyarakat


2
dalam kemiskinan yang parah. Pieris yang tinggal di desa dan kota dari wilayah
menegaskan, bahwa selain konteks Provinsi Riau. Kenyataan kemiskinan versi
kemajemukan agama-agama, satu lagi pemerintah di wilayah Prov. Riau
konteks besar di Asia dimana gereja-gereja disampaikan oleh Kepala Badan Pusat
Kristen berada adalah kemiskinan yang Statistik (BPS) Riau, Abdul
parah. Menurutnya, kemiskinan yang parah Manaf, sebagai berikut:4 (lihat tabel 2)
menunjuk pada kenyataan banyaknya Berkaitan dengan kedua data di atas,
orang miskin sebagai akibat dari tanggapan saya adalah sebagai berikut:
“kemiskinan yang dipaksakan”. 1) Data-data tersebut tidak akurat dan tidak
Di dalam uraian Pieris tersebut, ada mengungkapkan kenyataan yang
dua hal yang perlu digarisbawahi, yakni (a) sesungguhnya. Data statistik mengenai
kenyataan banyaknya orang miskin; (b) kemiskinan di atas memperlihatkan
kemiskinan yang dipaksakan, yang berarti bahwa kemiskinan semakin berkurang
bahwa ada penyebab besar di luar diri dari tahun ke tahun. Pembuatan data-
orang miskin itu sendiri yang memaksa data itu sarat dengan usaha pencitraan
mereka menjadi miskin, yaitu struktur diri atau pretasi pemerintah. Data-data
politik, ekonomi dan sosial yang tidak adil. mengenai kemiskinan dipolitisasi.
(a) Kenyataan Banyaknya Orang 2) Data statistik mengenai kependudukan
Miskin didasarkan pada kepemilikan Kartu
Berapa banyak jumlah penduduk Tanda Penduduk (KTP). Masyarakat
masyarakat Suku Akit di Pulau Rupat? Suku Akit banyak yang tidak memiliki
Berapa banyak dari antara mereka yang KTP. Itu berarti selama tidak memiliki
miskin? Sejujurnya, belum ada data KTP, sesungguhnya mereka tidak
statistik dari pemerintah khusus mengenai dihitung sebagai warga Indonesia dan
masyarakat Suku Akit. Mereka kemiskinan mereka pun diabaikan. Hal
diperhitungkan sebagai bagian dari ini terungkap pada saat pembagian
keseluruhan penduduk di Pulau Rupat. Beras Miskin (raskin) dan Bantuan
Data statistik kependudukan yang dapat Langsung Tunai (BLT) yang sebenarnya
ditemukan adalah data pada tahun 2007 merupakan hak warga miskin. Tetapi,
mengenai penduduk yang tinggal di Pulau banyak masyarakat Suku Akit yang
Rupat.3 (lihat tabel 1) miskin tidak mendapatkan hak mereka
Data statistik mengenai kemiskinan karena tidak memiliki KTP.
masyarakat Suku Akit pun disatukan
7

3) Tentu saja masyarakat miskin yang Secara kuantitatif, data-data di atas


belum memiliki KTP ini ingin sekali dari pemerintah tidak bisa mengungkapkan
memiliki KTP. Memang pemerintah kondisi riil fenomena kemiskinan yang
mengatakan bahwa KTP itu gratis, dialami masyarakat Suku Akit. Oleh karena
tetapi tidak demikian di Pulau Rupat. itu, secara kualitatif saya mencoba untuk
Pembuatan KTP hanya dapat diproses mendeskripsikan hasil pengamatan saya
oleh aparat pemerintah di tingkat desa, selama 4 tahun mengenai fenomena
kecamatan dan kabupaten jika setiap kemiskinan yang parah yang dialami oleh
keluarga sudah memiliki Kartu masyarakat Suku Akit. Untuk
Keluarga (KK). Proses pembuatan KK mendeskripsikannya, saya memakai teori
dan KTP di pulau ini membutuhkan Robert Chambers, “Rural Development:
waktu yang lama dan biaya yang mahal. Putting the Last First” (1983), yang telah
Sementara KK setiap tahun selalu dikutip dan dikembangkan oleh Myers.
berganti warna dan modelnya. Robert Chambers menegaskan, bahwa
Nampaknya, pembuatan KK dan KTP kaum miskin hidup sebagai kelompok
ini telah menjadi “mesin penghasil yang tidak beruntung. Lalu, Robert
uang” bagi aparat pemerintah. Chambers membuat dan menyebutkan 5
Setidaknya, biaya yang harus elemen “poverty trap” (perangkap
dikeluarkan setiap orang yang ingin kemiskinan) yang dialami rumah tangga
memiliki KTP adalah Rp.200.000,-. Di (lihat poin 1-5). Selanjutnya, Myers
samping penggunaan KTP ini hanya menambahkan satu elemen lain yakni
sekitar Pulau Rupat saja, masyarakat spiritual poverty.5
Suku Akit yang miskin ini tidak Myers menambahkan, bahwa setiap
bersedia mengurus KK dan KTP elemen di dalam sistem “poverty trap”
disebabkan biaya yang sangat mahal tersebut saling berhubungan dan
dan birokrasi yang bertele-tele. memperkuat satu sama lain. Jika satu
4) Data statistik mengenai kependudukan elemen bermasalah maka elemen-elemen
dan kemiskinan itu tidak akurat karena lainnya juga bermasalah yang
banyak dari warga Suku Akit yang menghasilkan kemiskinan.6
tinggal terisolasi atau jauh dari ruang- Fenomena kemiskinan yang parah
ruang publik (jalan umum, rumah sakit, masyarakat Suku Akit adalah sebagai
sekolah, pasar, kantor desa). Mayoritas berikut:
mereka tidak didata sebagai penduduk (a) Material poverty: Mereka rentan
resmi. tersingkir karena tidak mampu
8

bertahan hidup terhadap desakan Selain tidak cukup melunasi utang,


pembangunan Pulau Rupat sebagai penghasilan dari jerih payah mereka
zona pertumbuhan ekonomi. Mereka bekerja ternyata juta tidak cukup untuk
menjual tanah untuk mengatasi memenuhi kebutuhan tiap hari,
kemiskinan mereka, misalnya supaya membiayai kesehatan, membiayai
ada biaya untuk mengobati keluarga pendidikan putra-putri mereka, dan
yang sakit, menikahkan anak, atau juga membiayai pelaksanaan adat
mengadakan adat istiadat penguburan istiadat mereka.
orang tua yang meninggal dunia. (b) Physical weakness: Mereka rentan
Tetapi, pilihan itu justru semakin menderita penyakit yang parah, karena
memiskinkan mereka. Kemiskinan tenaga mereka yang terkuras saat
telah menyebabkan warga dari bekerja tidak diimbangi dengan asupan
komunitas Suku Hutan dan Suku Hatas gizi yang cukup. Anggota keluarga
memutuskan untuk meninggalkan yang sakit tidak dibawa berobat, karena
tanah warisan leluhur dan pindah di mereka tidak mempunyai uang yang
daerah yang belum dimiliki manusia. cukup. Dalam mengupayakan
Keputusan untuk pindah di daerah baru kesembuhan, biasanya mereka selalu
belakangan ini tidak lagi mendahulukan ritual penyembuhan
memungkinkan bagi masyarakat yang dipimpin oleh bomo (dukun).
miskin yang sudah tidak memiliki Tuan rumah harus menyediakan dana
tanah, karena hampir seluruh tanah yang relatif banyak untuk membayar
daratan telah dimiliki oleh manusia di jasa sang bomo dan menyediakan
Pulau Rupat. Rumah mereka umumnya makanan-minuman bagi semua tamu
adalah rumah kayu yang berukuran yang hadir dan tinggal di rumah tuan
rata-rata 6 M x 6 M, atap daun rumbia rumah selama beberapa hari. Jika sang
dan dihuni banyak orang (sekitar 6-8 bomo gagal, maka orang yang sakit itu
orang). Mereka mengonsumsi air hujan dibawa berobat kepada perawat /
yang ditampung. Sedangkan di musim dokter. Tentu saja kondisi orang yang
kemarau, mereka mengonsumsi air sakit semakin parah, bahkan tidak
sumur yang sebenarnya tidak layak jarang sejumlah orang sakit akhirnya
diminum. Sanitasi rumah tangga meninggal dunia. Umumnya, orang tua
buruk. Hampir setiap keluarga yang sudah berusia 50 tahun sudah
memiliki utang di 2 atau 3 kedai / toko sakit-sakitan dan menjadi tanggungan
untuk memenuhi kebutuhan setiap hari.
9

anggota keluarga yang masih mampu istiadat dan upacara keagamaan sangat
bekerja. berarti bagi mereka. Untuk
(c) Isolation: Umumnya, pemukiman melaksanakan keduanya, mereka
mereka jauh dari jalan umum, mereka terpaksa menjual tanah, bahkan juga
tinggal dekat pada atau dalam hutan, berutang. Tuan rumah yang
tempat tinggal mereka jauh dari akses mengadakan adat istiadat dan upacara
terhadap pasar, sekolah, kantor kepala keagamaan, misalnya penguburan
desa, rumah sakit atau balai orang tua yang meninggal dunia, harus
pengobatan. Tidak banyak dari mereka menyediakan dana yang cukup banyak,
memakai listrik, karena jauh dari lokasi karena banyak tamu yang harus diberi
pembangkit listrik. Umumnya, mereka makan dan minum. Para tamu yang
memakai lampu dinding, karena tidak datang pun tinggal bersama dengan
mampu membiayai pemakaian ginset. tuan rumah selama 2 hari 2 malam. Itu
Keluarga yang mempunyai ginset pun berarti para tamu itu pun tidak bekerja
hanya memakainya selama 3-4 jam di untuk menghasilkan uang. Kondisi
malam hari. Masih banyak badan jalan tersebut menyebabkan orang tua tidak
umum di pemukiman mereka belum mampu membiayai pendidikan anak-
diaspal sehingga selama musim hujan anak mereka minimal sekolah dasar.
jalan penuh dengan lumpur dan di Akibatnya, banyak anak-anak dan
musim kemarau penuh dengan abu. pemuda/i mereka tidak memiliki
Kondisi jalan rusak menyebabkan pendidikan yang memenuhi syarat
beberapa keluarga yang mempunyai sebagai pegawai negeri maupun
lahan kelapa sawit atau karet, terpaksa pekerja di perusahaan-perusahaan yang
mengeluarkan biaya pengangkutan akan berdiri di pulau ini.
yang besar sehingga penghasilan (e) Powerlessness: Mereka tidak berdaya
mereka tetap tidak cukup membayar untuk menolak undang-undang yang
utang di kedai / toko. melarang pembalakan. Kegiatan
(d) Vulnerability: Mereka tidak memiliki pembalakan merupakan sumber nafkah
tabungan, karena hasil kerja mereka yang banyak dilakukan kaum laki-laki
dipergunakan untuk mencicil dewasa dari masyarakat Suku Akit.
pembayaran utang. Mereka rentan Pemerintah memberlakukan undang-
sekali untuk menjadi miskin, karena undang tanpa mencari solusi yang baik
keadaan yang memaksa mereka harus bagi masyarakat Suku Akit yang
mengeluarkan uang yang banyak. Adat menjadi korban. Sementara, mereka
10

sendiri menyaksikan beberapa pemilik bukan Suku Akit lebih memprioritaskan


modal dibiarkan oleh aparat kemajuan etnis mereka masing-masing.
pemerintah dan kepolisian melakukan (f) Spiritual poverty: Meskipun mereka
pembalakan liar. Mereka selalu telah menjadi warga dari agama Kristen
menjadi pihak yang dirugikan dan atau Budha, mereka tetap melakukan
diabaikan oleh pemerintah. Misalnya, upacara keagamaan tradisional mereka.
pembangunan jalan, sekolah, rumah Di dalam setiap pelaksanaan adat
sakit, dll, di atas tanah mereka tidak istiadat pun tetap diadakan ritual
pernah diberikan ganti rugi. Tidak ada penyembahan kepada roh-roh para
ganti rugi dari pemerintah. Mereka leluhur. Ketaatan melakukan adat
tidak berdaya untuk menolak hadirnya istiadat dan upacara keagamaan
PT. RAPP, yakni perusahaan pembuat merupakan ekspresi relasi mereka
kertas yang menguasai puluhan ribu dengan para leluhur. Mereka berharap
hektar lahan untuk penanaman pohon roh-roh para leluhur dan juga roh dari
bahan baku kertas di dekat kawasan orang tua yang meninggal dunia
pemukiman mereka. Penguasaan lahan menjaga dan memberkahi mereka
yang direstui pemerintah itu telah dengan banyak rejeki. Sehubungan
membatasi perluasan lahan pemukiman dengan itu pula, fenomena kerasukan
dan perkebunan warga Suku Akit. dipahami sebagai kedekatan roh-roh
Mereka rentan tertipu oleh beberapa leluhur pada seseorang. Orang yang
pemilik modal yang menjanjikan akan dirasuki itu telah dipilih roh-roh para
memberikan hasil pengolahan lahan- leluhur menjadi bomo (dukun) yang
lahan yang dipinjamkan mereka kepada membantu penyembuhan orang sakit.
pemilik modal. Hasil yang dijanjikan Kemiskinan yang mereka alami
tidak pernah diberikan. Malahan lahan- menyebabkan mereka merasa minder,
lahan mereka dirampas oleh pemilik kecil, lemah, tidak berharga. Interaksi
modal yang didukung oleh pemerintah dengan etnis lain pun terbatas. Mereka
mulai dari desa hingga kabupaten. cenderung curiga dan menjaga jarak
Masyarakat Suku Akit tidak berdaya terhadap etnis lain, apalagi pendatang
untuk menuntut para pemilik modal baru.
yang curang itu. Aspirasi mereka
dalam rapat pertemuan di tingkat desa (b) Kemiskinan yang Dipaksakan
kurang ditanggapi. Aparat pemerintah
desa hingga kabupaten yang mayoritas
11

Mengapa warga Suku Akit miskin? Ketika penghasilan sudah habis,


Menurut saya, ada dua faktor penyebab maka mereka kembali ke dalam
kemiskinan mereka: hutan untuk membalak. Jadi, hidup
(i) Faktor internal, yakni dari diri sangat santai dan tidak berorientasi
mereka sendiri. Jika ditelurusi pada ke masa depan. Mereka tidak
sejarah keberadaan mereka di Pulau menabung dan tidak berminat
Rupat, dapat dikatakan, bahwa mendukung pendidikan anak-anak
masyarakat Suku Akit itu adalah mereka. Pendidikan tidak menjamin
penduduk yang pindah dari pesisir mereka beroleh penghasilan besar
Sungai Siak. Mereka hidup secara seperti pekerjaan membalak di dalam
komunal yang dipimpin oleh seorang hutan. Itu sebabnya, UU anti illegal
Batin. Kegiatan kerja didasarkan logging merupakan ancaman dari
pada petunjuk sang Batin dan bomo mereka. Meskipun demikian, mereka
(dukun). Sebelum mereka beralih ke tidak langsung menaati UU tersebut.
pertanian (mengalihfungsikan tanah Beberapa orang dari mereka
jadi lahan perkebunan karet dan melakukan pembalakan dan mereka
kelapa sawit), penghasilan utama ditangkap dan dipenjarakan oleh
mereka adalah membalak kayu di polisi. Secara terpaksa, mereka
dalam hutan. Kaum laki-laki yang mencoba mengolah tanah-tanah
dipandang mampu bekerja umumnya warisan leluhur yang sudah lama
melakukan pekerjaan ini. Setelah menjadi lahan “tidur”. Mereka
mereka membalak di dalam hutan membuat ladang padi, perkebunan
selama 2 minggu dan kayu-kayu karet dan kelapa sawit. Tetapi, semua
yang mereka hasilkan dijual kepada lahan tersebut kurang dikelola dan
toke (pemilik modal yang selanjutnya dipelihara dengan baik sehingga
menjual kayu-kayu itu ke Malaysia penghasilan mereka tidak cukup
dan Singapura), mereka kembali ke untuk memenuhi kebutuhan setiap
kampung untuk beristrahat. Dalam hari. Di samping itu, adat istiadat
waktu yang relatif singkat, dan upacara keagamaan menuntut
penghasilan dari kegiatan mereka harus mengeluarkan banyak
pembalakan ini cukup membayar uang. Dan, para tamu yang datang
utang di kedai, membeli kebutuhan pada pesta pernikahan, ritual
hidup setiap hari, dan berfoya-fota penyembuhan dan upacara
seperti minum minuman keras. pemberangkatan orang yang
12

meninggal dunia, pun tidak bekerja masyarakat Suku Akit. Ironisnya,


di ladang mereka. Kebiasaan- sejumlah pemilik modal melakukan
kebiasaan demikian turut pembalakan hutan ternyata didukung
memiskinkan mereka. oleh aparat pemerintah, aparat
kepolisian dan militer. Dapat
(ii) Faktor eksternal, yakni struktur- dikatakan, bahwa UU tersebut hanya
struktur politik, ekonomi dan sosial berlaku kepada masyarakat lemah,
di luar diri warga Suku Akit sendiri. tetapi tidak bagi para pemilik modal.
Struktur-struktur tersebut berpotensi Struktur ekonomi, bahwa meskipun
membuat mereka ketergantungan dan Suku Akit adalah masyarakat
tidak berdaya. Berkaitan dengan pribumi di Pulau Rupat, tetapi
kondisi ini, Banawiratma dan Muller seluruh kegiatan perdagangan
menyatakan:7 dikuasai oleh warga pendatang
“…paling berat dalam semua (seperti China, Jawa, Melayu, Nias).
kemiskinan yaitu pengalaman
ketidakberdayaan dan Merekalah yang menentukan harga.
ketergantungan. Orang miskin Mereka tidak peduli apakah
hidup bagaikan penjara dengan
tembok tinggi yang tak bisa masyarakat Suku Akit memiliki
dilampaui, bahkan melihat ke luar
pun tidak mungkin. Mereka hidup kemampuan daya beli atau tidak.
dalam keadaan terbelenggu hampir Nyatanya, hampir semua keluarga
tanpa harapan. Mereka tak ada
pengalaman selain kemiskinan. Suku Akit memiliki utang di
Mereka tak punya pendidikan
beberapa kedai / toko. Mereka
yang bisa membuka mata, mereka
tak punya kuasa dan koneksi, membayar utang dengan hasil
mereka tak punya modal. Dan
kalau mereka berusaha maju, perkebunan mereka seperti karet dan
maka hampir pasti akan terkena kelapa sawit. Harga pun ditentukan
macam-macam halangan dan
rintangan”. oleh pemilik kedai / toko dengan
Struktur politik, misalnya, dimana sewenang-wenang. Akibatnya,
pemerintah memberlakukan UU anti mereka tetap berada dalam
pembalakan liar telah perangkap utang. Struktur sosial, ada
menghancurkan kehidupan ekonomi gap yang lebar antara masyarakat
masyarakat Suku Akit di Pulau Suku Akit dengan warga pendatang.
Rupat. Pemerintah yang notabene Secara ekonomi warga pendatang
bermaksud mencegah kerusakan lebih mapan daripada masyarakat
hutan, tidak peduli bahwa Suku Akit. Mayoritas aparat
keputusannya mengorbankan pemerintah desa pun adalah warga
13

pendatang. Dengan demikian, (a) Pulau Rupat merupakan pulau


pergumulan hidup masyarakat Suku terluar Indonesia yang berhadapan
Akit kurang seringkali diabaikan dengan Selat Malaka. Pulau terluar
karena aparat pemerintahan desa ini perlu dibangun dalam rangka
lebih memprioritaskan pembangunan pertahanan Indonesia.
di daerah pemukiman mereka. Itu (b) Pulau Rupat berada di persilangan
sebabnya, dusun-dusun yang dihuni antara Malaysia dengan Singapura.
warga pendatang jauh lebih maju Posisi strategis ini sangat potensial
dibandingkan dusun-dusun yang menjadikan Pulau Rupat sebagai
dihuni mayoritas masyarakat Suku daerah pertumbuhan ekonomi.
Akit. Terlebih lagi, pembangunan (c) Pulau Rupat menjadi satu-satunya
percepatan Pulau Rupat sebagai zona pulau yang dapat dikembangkan
pertumbuhan ekonomi semakin sebagai daerah pertumbuhan
memperlihatkan kesenjangan ekonomi di Provinsi Riau, seperti
ekonomi dan sosial antara warga Pulau Batam (bagian dari Provinsi
pendatang dan masyarakat Suku Kepulauan Riau).
Akit. Masyarakat Suku Akit yang (d) Pulau Rupat mempunyai pantai
lemah justru semakin lemah dan putih sepanjang 17 KM yang
rentan terpinggirkan, sementara para berhadapan langsung dengan Selat
warga pendatang lebih siap Malaka, jalur lalu lintas
menghadapi perubahan di Pulau perdagangan internasional. Oleh
Rupat. karena itu, Pulau Rupat sangat
potensi menjadi daerah pariwisata.
2. Fenomena Pembangunan Pulau Beberapa upaya yang dilakukan oleh
Rupat sebagai Zona Pertumbuhan pemerintah (tingkat pusat dan daerah)
Ekonomi untuk membangun Pulau Rupat sebagai
Rencana pemerintah untuk zona pertumbuhan ekonomi, adalah:
membuat Pulau Rupat sebagai zona (a) Pemerintah memberlakukan UU
pertumbuhan ekonomi, sebenarnya telah anti-pembalakan liar. Undang-
lama dibuat. Tetapi, realisasi dari rencana undang ini ternyata hanya berlaku
itu semakin gencar pada 10 tahun bagi masyarakat lemah seperti
belakangan ini. Ada beberapa alasan masyarakat Suku Akit agar tidak
pembangunan Pulau Rupat: melakukan pembalakan di hutan.
Nyatanya, banyak hutan yang
14

dahulu adalah lahan “tidur” telah dimaksudkan untuk mempercepat


dikuasai oleh para investor. Jadi, pertumbuhan ekonomi.
undang-undang ini, nampaknya,
hendak memperuntukkan hutan 3. Korelasi di Antara Kedua Fenomena
untuk kepentingan para investor. Ada 2 fenomena yang sangat
(b) Program transmigrasi. Pada penting untuk diperhatikan. Pertama,
tanggal 25 Juni 2009, Menteri fenomena kemiskinan yang parah sebagai
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pergumulan hidup masyarakat Suku Akit
Eman Suparno, telah di Pulau Rupat. Kemiskinan tersebut harus
mencanangkan Program direduksi dan diatasi. Kedua, fenomena
transmigrasi Kota Terpadu Mandiri percepatan pembangunan Pulau Rupat
(KTM). Program ini diperuntukkan sebagai zona pertumbuhan ekonomi.
bagi keluarga-keluarga miskin yang Sejatinya, pembangunan tersebut
ada di Bengkalis dan Riau secara merupakan solusi yang tepat untuk
umum serta keluarga yang mereduksi atau mengatasi kemiskinan
didatangkan dari Pulau Jawa. KTM masyarakat Suku Akit. Oleh karena itu,
tersebut meliputi 5 desa di Pulau patut dipertanyakan: apakah pemerintah
Rupat yang secara umum dihuni sungguh-sungguh memiliki niat
oleh masyarakat Suku Akit. Itu memaksudkan pembangunan tersebut
berarti lahan-lahan “tidur” di untuk pembebasan atau pemerdekaan
kawasan masyarakat Suku Akit masyarakat Suku Akit dari penjara
akan dikelola oleh keluarga peserta kemiskinan? Nyatanya, secara historis,
program transmigrasi. Program pemerintah tidak sungguh-sungguh
transmigrasi KTM juga akan dikuti berpihak kepada masyarakat Suku Akit
dengan pembangunan pabrik gula yang lemah dan miskin ini. Pemerintah
lengkap dengan perkebunan mulai dari tingkat desa hingga ke tingkat
tebunya. Lahan yang disediakan pusat lebih berpihak kepada kelompok
untuk program transmigrasi itu masyarakat yang lebih siap ikut serta di
adalah seluas 2.300 hektar.8 dalam perubahan di Pulau Rupat, yakni
(c) Pemerintah Indonesia dan Malaysia warga pendatang dan para investor. Selain
akan membangun jembatan yang memperlihatkan kemiskinan yang parah
menghubungkan Malaka-Pulau dari masyarakat Suku Akit, percepatan
Rupat-Dumai. Jembatan ini pembangunan tersebut juga semakin
memperlihatkan kesenjangan ekonomi dan
15

sosial antara warga pendatang dan tetapi sangat sangar terhadap masyarakat
masyarakat Suku Akit. Saya sendiri Suku Akit yang miskin.
mendengarkan keluhan dari warga Suku
Akit betapa mereka sangat apatis dan 4. Teologi Ekonomi yang Kontekstual
pesimis memandang masa depan mereka di Pulau Rupat
sebagai invidu, keluarga dan komunitas di Kondisi pergumulan hidup di atas
Pulau Rupat. menuntut gereja harus memiliki teologi
Siapa yang diuntungkan dari eokonomi yang kontekstual. HKBP sendiri
pembangunan tersebut? Saya mengamati, sebagai gereja yang melakukan pelayanan
bahwa masyarakat pendatang dan para Zending sejak April 1969 di Pulau Rupat
investor sangat menikmati percepatan belum memiliki teologi ekonomi yang
pembangunan itu. Mereka memiliki kontekstual. Sebenarnya, selain pelayanan
sejumlah kesiapan untuk berkompetisi gerejawi, HKBP juga melakukan
pada perubahan situasi menuju Pulau pelayanan di bidang pendidikan sekolah
Rupat sebagai zona pertumbuhan ekonomi. dasar dan kesehatan. Ketiga jenis
Mereka memiliki modal yang cukup untuk pelayanan tersebut menjadi rutinitas yang
membeli tanah-tanah masyarakat Suku sama sekali tidak menolong masyarakat
Akit. Di samping itu, mereka juga telah Suku Akit keluar dari kemiskinan yang
memiliki penghasilan, kegiatan bisnis dan parah.
keterampilan. Malah, semakin banyak Eka Darmaputera, melalui
orang dari luar Pulau Rupat berusaha untuk makalahnya yang berjudul “Gereja
berinvestasi di Pulau Rupat ini. Tetapi, Mencari Jalan Baru Kehadirannya:
masyarakat Suku Akit justru melihat Melawan Konflik Diri, Menghadapi
pembangunan itu sebagai ancaman bagi Tekanan Eksternal”, pada Seminar Agama-
mereka. Setiap keluarga Suku Akit sudah agama Balitbang PGI di Magelang,
kehilangan aset tanah. Adapun tanah yang September 1998, mengatakan:
masih ada, mereka pakai sebagai tempat Bila kesekitaran kita telah begitu
berubah, akan tetapi gereja-gereja kita
tinggal putra-putri mereka yang tidak berubah, alias tidak terpengaruh
berkeluarga. Mereka tidak mempunyai oleh perubahan-perubahan tersebut,
ini artinya adalah selama ini tidak
penghasilan, kegiatan bisnis dan terjadi interaksi yang signifikan
antara gereja dan lingkungan
keterampilan yang mapan. Jadi, kesekitarannya…ketiadaan interaksi
pembangunan yang dibuat oleh pemerintah yang signifikan ini hanya bisa
diartikan satu saja: gereja-gereja kita
sangat ramah terhadap pemilik modal, sedang menuju kepada irrelevansi
total! Padahal sesuatu yang tidak
relevan, tidak mungkin berfungsi.
16

Dan sesuatu yang tidak berfungsi? berdoalah untuk kota itu kepada
Mati!9
TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah

Oleh karena itu, menurut Eka kesejahteraanmu” (29:7). Israel sangat

Darmaputera, gereja harus mencari kaget karena: (a) Mereka harus

paradigma baru yang memungkinkan “mengusahakan” shalom di negeri

gereja menghadirkan diri secara “pas” baik Babelonia, tempat mereka tinggal,

dalam menjawab tuntutan internal maupun karena shalom di kota itu pasti menjadi

eksternalnya, agar kehadirannya kembali shalom mereka sendiri. Sebelum firman

menjadi signifikan, relevan, dan itu disampaikan Yeremia, mereka tidak

fungsional.10 berpikir tinggal lama di Babelonia,

Dengan demikian, ketika gereja melainkan segera kembali ke Yerusalem.

lebih memfokuskan pelayanannya hanya (b) Mereka harus “mendoakan” Negeri

pada pelayanan spiritual, pemenangan Babelonia. Padahal sebelumnya lazim

jiwa, pembaptisan, dan penambahan bagi Israel hanya mendoakan shalom atas

jumlah jemaat, sementara jemaatnya Yerusalem dan Israel (lih. Mzm. 122:8;

sendiri dan masyarakat sekitarnya 125:5; 128:6). Sedangkan terhadap umat

mengalami pergumulan hidup yang di luar Israel, mereka akan berdoa

memprihatinkan secara politik, ekonomi, dengan isak tangis supaya TUHAN

sosial, dan budaya, maka gereja demikian membalaskan dendam mereka kepada

benar-benar tidak relevan, signifikan dan musuh-musuh yang mengancam negeri

fungsional. Gereja demikian sudah mati. mereka termasuk orang-orang Babelonia

Sejatinya, pelayanan gereja di Pulau Rupat (Mzm. 137:7-8).11

harus mentransformasi hidup masyarakat Berdoa dan mengusahakan

Suku Akit secara holistik. kesejahteraan, itulah penekanan perintah

Berkenaan dengan hal itu, saya Allah bagi umat Isreal. Perintah

mengajukan teologi yang kontekstual di demikian berlaku bagi HKBP di Pulau

Pulau Rupat sebagai berikut: Rupat. Umat yang berdoa adalah juga

i) Mengusahakan kesejahteraan umat yang pro aktif mengusahakan

masyarakat. Hal ini sangat sesuai kesejahteraan jemaat dan masyarakat

dengan Firman Allah. Ketika umat Israel sekitarnya. Gereja harus memperlihatkan

hidup di pembuangan Babelonia, Allah keberadaan sebagai perwujudan dari

berfirman kepada mereka melalui Nabi Allah yang maha hadir dan yang

Yeremia: “Usahakanlah kesejahteraan menghendaki pembebasan manusia dari

kota ke mana kamu Aku buang, dan penderitaan.


17

telah menjadikan proses pembuatan


Dengan memperhatikan pergumulan KK dan KTP ini sebagai “mesin
hidup jemaat dan masyarakat sekitarnya, penghasil uang”. Untuk
yakni Suku Akit, gereja dapat melakukan memangkas jalur korupsi demikian,
beberapa hal berikut: masyarakat miskin dapat
(a) Membangun komunitas basis yang diorganisir untuk mengurus
mengorganisir potensi masyarakat pembuatan KK dan KTP itu. Beban
Suku Akit. Selama ini gereja pembuatan KK dan KTP tidak
memposisikan masyarakat Suku diminta dari setiap orang,
Akit sebagai objek yang lemah dan melainkan ditanggung bersama
miskin yang membutuhkan berupa biaya transportasi aparat
pelayanan. Mereka tidak dianggap desa bersama perwakilan
sebagai subjek yang memiliki masyarakat (boleh dari gereja) ke
potensi. Komunitas basis ini tidak tingkat kecamatan. KTP ini sangat
hanya mencakup jemaat, melainkan penting agar masyarakat Suku Akit
masyarakat Suku Akit. Komunitas yang miskin ini diakui sebagai
ini dibangun melalui proses warga negara dan kemiskinan
peyadaran agar mereka dengan mereka patut mendapat perhatian
gereja sama-sama berjuang. Tidak pemerintah. Pemerintah hanya
ada jaminan bahwa komunitas ini memperhitungkan jumlah orang
akan berhasil dalam waktu singkat. miskin data statistik yakni orang
Oleh karena itu, gereja harus miskin yang memiliki KTP.
mampu bersabat dan kesetiaan (c) Adanya kerjasama lintas gereja dan
untuk mendampingi komunitas ini. agama. Di tengah-tengah
Komunitas ini dapat dibuat sesuai masyarakat Suku Akit, ada Gereja
dengan kegiatan ekonomi yang HKBP, GPdI, Katolik, Karismatik
sesuai dengan potensi wilayah. dan agama Budha. Kerjasama ini
Misalnya, komunitas basis petani, sangat penting dalam mereduksi
peternak, nelayan, dll. kemiskinan. Para pemimpin gereja
(b) Memperjuangkan ada KK dan KTP dan agama pun harus dibangun
gratis bagi masyarakat Suku Akit. kesadarannya masing-masing,
Pemerintah sendiri menyatakan, betapa mendesaknya untuk
KK dan KTP itu gratis. Tetapi membela masyarakat Suku Akit
aparat pemerintah di Pulau RUpat yang lemah dan miskin ini di
18

hadapan pemerintah yang lebih Fisk12 memberikan gambaran mengenai


berpiahk kepada para investor. bagaimana perkembangan isu-isu sosial
(d) Memperjuangkan keluarga- dan lingkungan telah menjadi perhatian
keluarga miskin benar-benar utama para pelaku bisnis. (lihat tabel 4)
diprioritaskan dalam program
transmigrasi di Pulau Rupat. Menurut Peter Fisk, bahwa pelaku bisnis
Program tersebut dipastikan tidak perlu memberikan perhatian terhadap
menjadi proyek yang marak dengan tantangan-tantangan ekonomi, sosial dan
praktek korupsi dan suap. lingkungan secara holistik. Semua itu
(e) Melakukan pelatihan-pelatihan dapat dikombinasikan sebagai kekuatan-
kerja yang sesuai dengan area kekuatan yang berpotensi menciptakan
pemukiman dan keinginan sebuah dunia yang lebih baik. Oleh
masyarakat Suku Akit. Semua ini karena itu, perlu dicatat, bahwa
dimaksudkan agar masyarakat pertumbuhan ekonomi hanya akan terus
miskin menjadi berdaya, memiliki berkelanjutan jika aktifitas-aktifitas
kemampuan, kreatif, inovatif, dan bisnis terintegrasi dengan prioritas sosial
mampu beradaptasi dengan dan lingkungan.13 Sehubungan dengan
perubahan lingkungan yang terus paradigma baru dalam kegiatan ekonomi
berubah. Masyarakat miskin harus dan bisnis demikian, para pemimpin
memiliki lapangan pekerjaan agar gereja dan agama dengan pro aktif
mereka mempunyai penghasil menyuarakan agar pemerintah dan para
untuk melanjutkan kehidupan pemilik modal memperhatikan
mereka. paradigma baru tersebut. Percepatan
pembangunan Pulau Rupat sebagai zona
ii) Paradigma Baru dalam Aktifitas pertumbuhan ekonomi tidak boleh
Bisnis mengabaikan masalah-masalah sosial
Dewasa ini, para pelaku bisnis telah dan lingkungan. Justru, dengan ada
menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi integrasi ekonomi dan bisnis dengan
suatu saat akan berhenti jika aktifitas prioritas sosial dan lingkungan, semua
bisnis mengabaikan isu-isu sosial dan pihak akan sama-sama diuntungkan.
lingkungan. Oleh karena, itu seluruh
kegiatan bisnis di Pulau Rupat harus iii) Masyarakat Sebagai Pelaku Aktif
didasarkan pada paradigma baru, yakni Dalam Kegiatan Bisnis
3 P (Planet, People, dan Profit). Peter
19

Selama ini, pembangunan dilakukan Pembangunan ekonomi tidak boleh


dengan pola government driven. mengabaikan aspek-aspek kualitatif dari
Artinya, pembangunan hanya dijalankan pembangunan itu sendiri, yakni
oleh pemerintah. Rakyat dikondisikan kemiskinan, kesenjangan, dan human
“tidak berdaya” yang pada akhirnya resources development.15 Jika selama
rakyat menjadi manja, menang sendiri, ini dipakai konsep trickle down effect,
dan tidak mau diajak bertanggung maka seharusnya diterapkan konsep
jawab. Hari ini pun kita sudah growth with distribution. Dalam konsep
melihatnya. Desakan untuk mempunyai trickle down effect, pendapatan dicapai
the strong leader, atau konsep “Ratu semata-mata dengan instrumen fiskal
Adil” adalah konsep rakyat yang “tidak (pajak) dan pemberian santunan, tanpa
berdaya”, dan sekaligus memberitahu terlalu mementingkan peran serta dan
kita sebuah fenomena “rakyat yang keterlibatan rakyat banyak sebagai
tidak dewasa”. Oleh karena itu, pelaku ekonomi. Dalam kerangka
pemerintah harus melibatkan seluruh konsep ini jumlah dan keberdayaan
rakyat di dalam pembangunan. Dengan pelaku ekonomi dalam pasar tidak
demikian, pemerintah harus menjadikan menjadi perhatian utama. Sementara
pemberdayaan sebagai nilai dan pilihan dalam konsep growth with distribution,
kebijakan, sekaligus sebagai distribusi pendapatan dicapai selain
pembelajaran sosial, dalam arti kita dengan “mengendalikan” yang besar
selalu belajar bagaimana melakukan lewat kebijakan fiskal, juga
pemberdayaan yang semakin hari “mengangkat” kelompok kecil dengan
semakin baik. Karena, seperti kata memberikan bekal dan ruang lebih besar
cendekiawan Soedjatmoko, kepada masyarakat luas untuk berperan
pembangunan tidak lain adalah belajar serta dalam aktifitas ekonomi sehingga
untuk hidup lebih baik daripada hari dapat menikmati pendapatannya secara
kemarin. Dan, pembelajaran adalah langsung.16 Dengan demikian,
bagian inti dari pembangunan pada pertumbuhan ekonomi tidak
zaman kini, dan, mungkin, sampai dimaksudkan untuk menyediakan dana
kurun waktu yang panjang di masa yang cukup untuk memberi santunan
14
depan. kepada masyarakat miskin. Tetapi,
pertumbuhan ekonomi di Pulau Rupat
D) Pertumbuhan Ekonomi yang menjadi modal pemberdayaan
Memberdayakan Masyarakat Miskin masyarakat miskin seperti masyarakat
20

Suku Akit. Keberdayaan mereka memiliki tujuan yang sama. Mereka patut
memungkinkan mereka dapat diberi perhatian dan gereja harus berpihak
melakukan kegiatan ekonomi demi kepada yang miskin ini. Hal ini sesuai
kelanjutan hidup mereka. Dengan dengan khotbah perdana Yesus di sinagoge
adanya pendapatan mereka yang (Luk. 4:16-21), bahwa Yesus hadir dengan
semakin baik, maka hal itu juga akan misi untuk mewujudkan pembebasan bagi
meningkatkan kesejahteraan hidup dan orang-orang miskin. Sehubungan dengan
kemampuan daya beli mereka terhadap itu, teologi ekonomi masih harus
produk yang ditawarkan di pasar. dikembangkan dalam planning action
sehingga teori benar-benar menjadi nyata
Kesimpulan dan Rekomendasi di dalam aksinya.
Saya telah mencoba Saya sendiri memahami, bahwa
memperhadapkan suatu fenomena yang percepatan pembangunan Pulau Rupat
kontras, yakni fenomena kemiskinan sebagai zona pertumbuhan ekonomi,
masyarakat Suku Akit dan percepatan merupakan sesuatu yang baik. Tetapi, hal
pembangunan Pulau Rupat sebagai zona yang sangat mendesak adalah
pertumbuhan ekonomi. Sejatinya, mengupayakan pemberdayaan masyakarat
pembangunan tersebut berdampak baik miskin agar mereka dapat ikutserta sebagai
pada kehidupan masyarakat Suku Akit. pelaku bisnis yang aktif, mandiri dan
Namun, fakta di lapangan memperlihatkan, kreatif di Pulau Rupat. Dalam kondisi yang
bahwa pemerintah masih memperlakukan demikian, gereja hadir sebagai komunitas
masyarakat miskin sebagai pelaku yang yang berkomitmen mengikut Yesus
pasif dan tidak berdaya. Pemerintah lebih Kristus, yang di dalam komunitas itu
memprioritaskan para pemilik modal sendiri terdapat orang-orang miskin, juga
dengan memfasilitasi semua kepentingan hadir sebagai sahabat yang solider,
mereka. Sedangkan, usaha pembedaan berpihak dan aktif mendampingi bagi
masyarakat miskin belum berlangsung. orang-orang miskin, baik anggotanya
Oleh karena itu, gereja (HKBP) maupun masyarakat miskin yang lebih
seharusnya melihat kondisi-kondisi yang luas.
tidak ideal tersebut sebagai panggilan bagi
gereja supaya bertindak secara konkrit di
Pulau Rupat dalam rangka mereduksi Daftar Pustaka
hingga mengatasi persoalan kemanusiaan Banawiratma, J. B. dan Müller, J.
1993 Berteologi Sosial Lintas Ilmu:
bersama dengan semua komunitas yang
Kemiskinan Sebagai Tantangan
21

Hidup Beriman, Yogyakarta: Transformational Development,


Kanisius Maryknoll, New York: Orbis
Sinaga, Martin L. dkk (peny.). Books
2005 Pergulatan Kehadiran Kristen di Pieris, Aloysius.
Indonesia: Teks-teks Terpilih Eka 1996 Berteologi Dalam Konteks Asia,
Darmaputera, Jakarta:BPK-GM Yogyakarta: Kanisius
Davidson, Robert. Wrihatnolo, Randy R. dan Dwidjowijoto,
1985 Jeremiah Volume 2 and Riant Nugroho.
Lamentations, Kentucky: 2007 Manajemen Pemberdayaan,
Westminster John Knox Press Jakarta: Elex Media Kamputindo
Fisk, Peter.
2010 People, Planet, Profit: How to http://www.depnakertrans.go.id/PULAUR
embrace sustainability for UPAT.pdf (diunduh:
innovation and business growth, 14/12/2011)
Great Britain & USA: Kogan http://www.semenanjung.com/news/
Page Limited (diunduh: 14/12/2011)
Myers, Bryant L. http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr
1999 Walking With The Poor:
=24575 (diakses:14/12/2011)
Principles and Practices of

Tabel 1
Kecamatan Luas (KM²) Desa / KK Jumlah Penduduk Jumlah
Kelurahan Laki-laki Perempuan
Rupat 928,4 10 6.154 15.381 15.088 30.469
Rupat Utara 638,5 5 2.903 5.752 5.856 11.608
Total 1.566,9 15 9.057 21.133 20.944 42.077

Tabel 2
Tahun Orang Miskin di desa Orang Miskin di kota Jumlah Persentase
2006 338.600 226.300 564.900 11,85
2007 328.100 246.400 574.500 11,20
2008 321.600 245.100 566.670 10,63
2009 301.900 225.600 527.490 9,48
2010 291.340 208.920 500.260 8,65

Tabel/Skema 3
Sistem “poverty trap”

Lack of asset

Lack of strength Lack of reserves


Too many dependents Lack of choices
Easy of coerce
22

Lack of assets Lack of influence


Lack of education Lack of social power
Excluded from system Exploited by powers

Broken relationships
With neighbour and God

Tabel 4
1950s-60s 1970s-80s 1990s-00s 2010+
Awaking Regulating Contributing Transforming
Industrial growth Economic growth Multinational brands Global markets, with
delivers wealth and with increased serve more diverse, instant connectivity,
expectation consumerism and informed and global trends and
international trade conscious customers rising ‘base of the
pyramid’
Western markets Product innovation Digital innovation Sustainable
thrive whilst the East supported by low- creates virtual innovation puts
recovers more cost automated businesses, faster and social and
slowly production more connected environment issues at
core of business
Migration to cities Improved lifestyle, Corporate Collaborative
accelerated by travel human and equal governance improves organizations and
and employment rights lead to new the ethical and social networked
practices behavior of business communities for new
business models
Flower-power Government Recycling, Sustainable markets
hippies raise social regulation on sustainable sourcing are most profitable,
and environment pollution and waste and disposal adopted as ‘doing good’
priorities through taxation as standard becomes the best way
to grow

1
Pulau Rupat adalah bagian dari Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Di pulau ini ada 2 kecamatan, yakni
Kecamatan Rupat Utara dan Kecamatan Rupat.
2
Pieris (1996, h. 47-49)
3
http://www.depnakertrans.go.id/PULAURUPAT.pdf (diunduh: 14/12/2011)
4
http://www.semenanjung.com/news/ (diunduh: 14/12/2011)
5
Myers (1999, h. 66-67)
6
Myers (1999, h. 68)
7
Banawiratma (1993, h. 128-129)
8
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=24575 (diakses:14/12/2011)
9
Eka Darmaputera, “Jalan Baru Kehadiran Gereja”, dalam Sinaga (2005, h. 470)
10
Sinaga (2005, h. 472)
23

11
Davidson (1985, h. 63-65)
12
Fisk (2010, h.5)
13
Fisk (2010, h.7-8)
14
Dwidjowijoto (2007, h. 10-11)
15
Dwidjowijoto (2007, h. 47)
16
Dwidjowijoto (2007, h. 47)

Anda mungkin juga menyukai