Anda di halaman 1dari 22

Nama : Jose Andreas Sipayung

Yeheskiel Simamora
Nadya Chrismavidia
Tingkat/Jurusan : IIIA/Teologi
Mata Kuliah : Sejarah Gereja Indonesia II
Dosen Pengampu : Berthalyna Tarigan M.Th

I. Pendahuluan
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, diamanatkan untuk memberitakan Injil

keseluruh dunia melalui konteks di mana Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua

hadir dan berada untuk memberitakan Injil Yesus Krsitus. Dalam melaksanakan

amanat ini, GKI diperhadapkan dengan kompleksitas permasalahan. Kompleksitas

permasalahan ini bisa dikatakan seperti masalah etnis, kemiskinan. Pada kali ini

kami kel 7 akan membahas tentang Kekristenan di Tanah Papua

II. Pembahasan
2.1. Letak Geografis Papua

Secara Astronomi Pulau Papua terletak di 0̊ 20’ Lintang Selatan (LS) sampai 10̊ 42’
LS dan membentang dari 131̊ Bujur Timur (BT) hingga 151̊ BT. Sebagian besar wilayahnya
merupakan hutan hujan tropis yang disebabkan oleh banyaknya dan pengunungan tinggi.
Kondisi iklim di Papua cukup ekstrem dengan curah hujan antara 18000 mm sampai 3000
mm dengan kelembapan berkisar 80%-89%. Kondisi iklim tersebut ikut memengaruhi
persebaran penduduk disana hingga menjadi tidak merata. wilayah Papua memiliki luas
mencapai 786.000 km persegi. akan tetapi, yang menjadi bagian Indonesia henya mencapai
418.707.7 km persegi, dimana wilayah lainnya masuk Papua Nugini. 1 Lapangan pl Protestan
di Irian pada masa yang dibahas dalam pasal ini ialah pantai utara beserta pulau-pulaunya,
pulau-pulau di barat (Raja Ampat dan lain-lain), dan daerah pantai selatan bagian barat
Daerah Selatan bagian timur menjadi tempat Misi bekerja. batasnya ialah garis 4°30' Lintang

1
https://m-kumparan-com.cdn.amproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/kumparantravel/kondisi-
geografis-pulau-papua.com. Diakses pada tanggal 15 Maret 2022,PKL 12.20.
Selatan. Daerah-daerah tersebut berpenduduk jarang sekali, apalagi dalam abad yang lampau,
disebabkan keadaan alam serta perang antar-suku yang berkecamuk terus-menerus. Beberapa
suku yang penting dalam sejarah pl sampai tahun-tahun 1930-an ialah suku Numfor (di pulau
Numfor dan di Pantai Timur daerah Kepala Burung) dan orang Biak (di pulau Biak dan
berbagai tempat perantauan). Suku-suku yang relatif besar ini pun jumlahnya paling banter
beberapa puluh ribu orang, yang hidup berserak, sehingga kampung-kampung sangat kecil.
Meninggalkan daerah suku sendiri, malah kampung sendiri, sangat berbahaya. Sejak abad ke-
15 atau ke-16, Irian bagian barat termasuk wilayah kekuasaan Tidore (bnd. § 2 dan 5).
Hanya. Tidore tidak mendirikan pemerintahan yang teratur di daerah itu. Pada tahun 1828
bagian barat pulau Irian (yang oleh orang Belanda dinamakan Nieuw-Guinea) secara resmi
dinyatakan jajahan Belanda. Tetapi baru pada tahun 1898 penjajahan itu diteguhkan dengan
didirikannya aparat pemerintahan yang modern. Mulai waktu itu suku suku didamaikan.
Antara tahun 1898-1942 yang menjadi "ibukota" Irian ialah Manokwari, di ujung timurlaut
daerah Kepala Burung.2

2.2. Konteks Kehidupan Papua Sebelum Masuknya Kekristenan

Waktu itu daerah-daerah yang dikenal orang luar masih terbatas pada daerah pantai di
pulau- pulau bagian barat saja. Suku-suku yang tinggal di Teluk Cenderawa sih, di daerah
Pantai Utara dan Selatan dari Kepala Burung-dan di kepulauan Raja Empat didatangi oleh
pedagang dan bajak laut yang mencari barang-barang dagangan, termasuk budak-budak.
Kadang kadang kapal asing bangsa-bangsa Eropa, Cina dan orang dari Ternate-Tidore,
Buton, dan lain-lain datang untuk maksud perdagangan.

Tetapi pada umumnya suku-suku Irian di situ, yang jumlahnya masing-masing tidak
besar, tinggal agak terasing satu dari yang lain dan yang terjadi terutama dalam bentuk
peperangan dan perampokan di antara mereka sendiri. Masing-masing suku hidup menurut
keadaan adat-istiadat dan kepercayaannya sendiri, walaupun persamaan ada sehingga mereka
dapat berkomunikasi satu dengan yang lain. Tingkat kehidupan materiil sangat sederhana,
mereka bergantung pada hasil yang bisa diambil dari laut (ikan, dan lain lain) dan hutan
(kelapa, daun-daunan, dan sago). Tidak hanya seca materiil kehidupan mereka dekat dengan
laut, tetapi mithe-mithe, ceritera-ceritera, legende-legende dan nyanyiah-nyanyian banyak ber
hubungan dengan laut. Suku-suku itu tinggal dalam kampung-kam pung kecil, terutama
dalam ikatan-ikatan kekeluargaan (kelompok-kelompok perkerabatan) menurut tradisi yang

2
Th. Van den End, J.Weitjens, Ragi Carita 2, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 120.
bersifat turun-temurun (adat-istiadat), Agama suku dipegang keras. Kepercayaan, yang
mengambil peranan yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari berkisar pada roh-roh
nenek moyang dan (roh-roh yang berhubung dengan tempat-tempat atau benda-benda tertentu
yang sering terukir dalam berhala yang disebut “rumsram”, “Kormar”. Upacara-upacara
diadakan pada semua peristiwa penting dalam kehidupan seseorang dan berhubung dengan
usaha-usaha atau kejadian-kejadian yang penting dalam kehidupan persekutuan (kampung
atau golongan perkerabatan) teristimewa peperangan. Dalam peperangan mengambil kepala
musuh dan makan daging musuh atau minum darahnya bukan hal yang luar biasa. Yang
terakhir (cannibalisme dimaksudkan terutama sebagai tanda mengolok-olok menghina
musuh. Tetapi prang-orang yang ditangkap dalam perang antar suku, khususnya perempuan
dan anak-anak sering diambil untuk dijadikan budak, mungkin untuk dijual bilamana ada
yang datang mencari budak Oleh sebab itu walaupun keadaan hidup tidak berat, berkat alam
yang kaya serta subur, pada umumnya kehidupan suku-suku di daerah pantai Irian Barat
waktu itu tidak begitu tentram dan aman.

Satu hal cukup jelas kiranya. Keadaan manusia Irian pada waktu itu sangat jauh
bedanya dari (bahkan boleh dikatakan sama sekali ber lainan dengan) keadaan manusia Eropa
yang datang untuk menyebar kan agama Kristen kepada mereka.3

2.3. Masuknya Kekristenan Ke Papua

Irian Jaya Di Papua, ladang-ladang pekabaran Injil Protestan terseBar luas di pantai
utara dan pulau-pulau di sekitarnya, serta di pulau-pulau kecil bagian barat (Raja Ampat,
dll.), dan bahkan mencapai daerah pantai selatan bagian barat. Sampai tahun 1940, beberapa
suku-suku menjadi ladang terpenting di sepanjang sejarah pekabaran Injil, meliputi suku
Numfor (di Pulau Numfor dan pantai timur daerah kepala burung) dan suku Biak (di Pulau
Biak dan pelbagai daerah perantauan). Fakta- fakta berikut ini berkaitan erat dengan sejarah
Gereja di Papua:

1. Geissler dan Ottow, dua orang penginjil pertama berkebanggsaan Belanda, tiba pada tahun
1855. Keduanya diutus untuk melayani suku Numfor.

2. Geissler dan Ottow termasuk golongan "zendeling pertukangan". Mereka bekerja secara
mandiri dengan menebang pepohonan, membangun rumah, membuat perabotan kayu, dan
berdagang untuk membiayai kehidupan dan pelayanan mereka.

3
F. Ukur dan F.L.Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII, Hal 18-19
3. Keduanya menjalin hubungan yang akrab dengan orang-orang Numfor dan mengundang
mereka untuk menghadiri kebaktian di rumah kedua penginjil tersebut. Bahasa pengantar
menggunakan bahasa Numfor. Kemudian, pada tahun 1861, mereka telah mengumpulkan
nyanyian-nyanyian rohani dalam bahasa Numfor, yang disusul dengan penerjemahan
beberapa kitab-kitab Perjanjian Baru. Tetapi, mereka juga tetap menjaga jarak hingga batas-
batas tertentu agar tidak dipengaruhi oleh kebudayaan Numfor secara negatif (baca van den
End, Ragi Carita II:113-115). Sebagai hasilnya, Gereja dapat berdiri di antara orang- orang
Numfor.

4. Pada tahun-tahun selanjutnya, berdatangan lebih banyak utusan UZV. Mereka menjelajahi
pelbagai tempat di daerah pedalaman. Para zendeling tersebut menghadapi banyak rintangan
alam dan kejutan budaya: cuaca yang buruk, ancaman penyakit malaria, dan keganasan
beberapa suku-suku kanibal. Akibatnya, jatuh banyak korban dari kalangan zendeling.
Namun pada tahun mereka telah membaptis 80.000 orang Papua. Kebanyakan menjadi
pengikut Kristus setelah melalui proses pertobatan missal warga sekampung. 4 GKI Papua
lahir, hidup, dan berkembang di tengah-tengah masyarakat kesukuan, adat dan kebudayaan
yang sangat majemuk. Sejak semula sampai kini gereja terus bergumul menghadapi berbagai
masalah yang berhubungan dengan adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan serta kepercayaan-
kepercayaan suku. Peran penting gereja di Papua ialah selain memberitakan injil kebenaran
gereja juga berusaha menjawab persoalan pokok yang berhubungan dengan kebudayaan
sekitarnya.5

Penyiaran injil di pegunungan tengah:

Penyiaran injil di antara orang me di paniai, penginjilan di daerah siriwo, penginjilan di


antara orang moni, penginjilan di antara orang damal dan beoga, dan ilaga, penginjilan di
antara orang amungme dan timika, penginjilan di jila, penginjilan di antara orang nduga,
penginjilan di antara orang dani barat, penginjilan di daerah sinak, turumo dan doufo,
penginjilan di lembah balim, penginjilan di bagian selatan lembah balim.6

2.4. Kekristenan Di Papua Pada Masa Hindia-Belanda

2.4.1. Pertumbuhan

4
Jonatha E. Cuver, Sejarah Gereja Indonesia, (Bandung: Biji Sesawi, 2014), 98-100.
5
H. Kramer, Theologi Kaum Awam, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1995), 255
6
Benny Giay, Gembalakanlah Umatku, (Jayapura: Deiyai, 1998) 4
Selama masa sebelum kedatangan pemberita Injil pertama, raja-raja di sebelah barat
Irian Jaya sering, berhubungan dengan kerajaan kerajaan serta kesultanan-kesultanan di
Maluku (Bacan, Tidore, dan lain-lain), "Suku-suku Irian Barat seringkali masuk daerah-
daerah lain di Indonesia untuk berdagang serta mengayau dan membawa budak"). Sejak
Tanah Irian dilihat untuk pertama kali oleh orang Barat (Dua orang kapten Portugis pada
tahun 1511-1512), berulang kali didapatkannya pula oleh penjelajah-penjelajah Portugis,
Spanyol, Belanda, Inggris dan lain-lain. Tetapi belum ada yang menempatkan pejabat
pemerintah asing di Irian Jaya. Pemisahan Irian Barat dari Irian Timur baru digariskan (pada
garis derajat 141° sebelah timur Jayapura lurus dari utara ke selatan) pada tahun 1928. Antara
tahun-1848 dan 1855 dua orang pendeta, satu di Nederland, (Zetten) dan satu di Jerman
(Berlin), bertemu dalam usahanya demi Pekabaran Inil. Pada tahun 1848 (Pdt. O.G.
Heldering telah mem bentuk suatu perhimpunan yang dinamakannya "Utusan-Tukang"
dengan maksud mengutus "Utusan-Tukang" ke daerah-daerah orang khalaik/kafir. Menurut
teori, mereka dapat mencari nafkahnya r melalui pekerjaan pertukangannya sambil
memberitakan Iniil dan mengajar orang asli melalui contohnya. Dengan demikian ongkos
pengutusan hanya ongkos kapal saja tidak perlu menggaji para utusan. Pada waktu itu juga
Pdt. Gössner di Berlin mulai menyediakan pemuda-pemuan untuk diutuskan ke mana-mana
sebagai pekabar Injil Setelah ternyata bahwa tujuan dan rencana Heldering sangat cocok
dengan pikiran Gosner, Gossner mengirim beberapa calon utusan kepada Heldering yang
mendidik mereka lebih jauh di tempat nyardi Zetten. Dari kelompok ini dua orang diutus ke
Irian Barat.

1. Perintisan oleh Utusan-utusan Gossner: 1855-1863

Dua utusan tersebut bernama Otter) dan Geissler) Rupanya persp an yang diberikan
kepada mereka oleh Heldering dan Gossner tidak berdasarkan pengetahuan tentang keadaan
yang sebenarnya di Trias Jaya, sebab cabang pertukangan mereka, yaitu kayu, sepatu, besi
dan pertanian, tidak mendapat pasaran di Mansinam (Manokwari) dan Kwawi tempat yang
dipilih oleh Ottow setelah ia dua tahun bersama Geissler di Mansinam. Keadaan mereka
sukar sekali karena pendudul asli tidak memerlukan hasil pertukangan mereka sehingga
mereka tidak mempunval ponenharian yang tetap. Oltow meninggal tahun 1862 di Kwawi
tetapi Geissler bekerja terus sampai tahun 1869, Selama periode ini buah pekerjaan Ottow
dan Geissler belum namonk. Di atas batu nisan Ottow di Kwawi tertulis kata-kata nas Yoh.
20:29 "Ber bahagialah orang yang percaya meskipun tiada nampak
2. Perintisan dan Penanaman oleh utusan-utusan UZV 1863-1907

Empat pendeta utusan Utrechtsche Zendings Vereniging (UZV) menyusul datang


tanggal 18 April 1863, sehari sesudah. Ny Ottow herangkat ke Ternate. Bersama utusan-
utusan UZV lain yang menyusul selama periode ini mereka mempunyai (Badan Zending
yang meng ongkosi kehidupan dan pekerjaan mereka, sehingga dapat memberi tenaga dan
perhatian penuh kepada usaha penanaman Injil. Pekerjaan di Mansinam dan Kwawi
diperkuat, dan diperluas dengan penempatan tenaga utusan di Meoswar dan Andai, Wariap,
Momi, Sjari, Windesi dan Jendi di pulau Roon. Pekerjaan berangsur-angsur-meluas tetapi
keadaan tetap sulit sekali sebab perhubungan antar pulau hanya dapat dengan perahu. Angin
ribut dan perahu-peráhu hongi mendatangkan bahaya. Tetapi yang lebih berat lagi ialah peri
hidup orang Irian yang sukar ditinggalkan, termasuk peperangan, upacara serta kepercayaan
kafir beserta cara hidup yang kafir pula dan yang tidak mau tinduk pada InjiL. Orang Irian
pertama yang dibaptiskan oleh Geissler) ialah dua orang perempuan pada 1-1-1865 Yang
berikut ialah tiga orang laki-laki dan seorang perempuan empat tahun kemudian oleh
Cicissler pula. Dalam duapuluhlima (25) tahun pertama (1855-1880) hanya dibaptiskan 22
orang, dan dari 1881 sampai 1900 selama duapuluh rahun lagi. 209 orang dewasa dan anak-
anak dibaptis pula. Sampai dengan 1900 pembaptisan dilakukan hanya di Mansinam, Kwawi
dan Andai, dan sebagian dari mereka yang dibaptis berasal dari lain-lain tempat, seperti Biak,
Wandamen, Wariap, Amberbaken, dan sebagai nya, orang-orang yang sudah diambil sebagai
anak piara oleh pendeta atau pengerja Zending, adi selama 45 tahun pertama 231 orang Irian
dibaptis. Orang-orang dewasa di antaranya terus diteguhkan sidi karena sudah mengaku
imannya.) Pada bagian akhir masa ini, pelayaran tetap oleh kapal KPM dimulai (tahun 1890)
sekali tiga bulan. Dan pada tahun 1898 pusat pemerintah an ditempatkan di Manokwari dan
di Fak-Fak.)

2.4.2. Perkembangan

Sampai dengan tahun 1907 pekerjaan penginjilan oleh tenaga Zen ding UZV baru
mencapai enam tempat, semuanya terletak di bagian barat dari Teluk Cenderawasih (waktu
itu disebut Goelvink Baai). Dalam periode ketiga ini pekerjaan dapat diperluas ke barat
(sampai ke Sorong), ke utara (sampai ke Biak-Supiori), ke selatan (sampai ke Fak-Fak) dan
ke timur (sampai Sentani), berkat bertambahnya tenaga utusan dari Negeri Belanda,
pendidikan dan pengangkatan beberapa orang Guru Sekolah Jemaat dari orang Irian dan pula
peurasukan tenaga penginjil dari Maluku, Sangihe-Talaud dan Halmahega.] Perluasan
pekerjaan demikian, dimungkinkan antara lain, oleh karena semakin lancar perhubungan laut
dan semakin luas daerah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Irian. Dalam periode ini
perkembangan pekaburan Injil lebih pesat dari periode sebelumnya. Di daerah-daerah tertentu
terdapat pergerakan pertebatan yang menyolok, misalnya di Pulau Roon yang dirangsang
oleh mimpi Jan Ajamiseba, anak angkat

2.4.3. Pergumulan

Para perintis di Irian pun sadar bahwa tenaga mereka kurang. Karena itu mereka
meminta bantuan dari Eropa. Bantuan itu datang dari pihak UZV yang baru saja didirikan.
Pada tahun 1863 Ottow sudah meninggal setahun sebelumnya, tiga orang utusan UZV tiba di
Mansinam. Salah seorang di antaranya ialah J.L. van Hasselt, yang bertahan di Irian sampai
tahun 1907. Asas-asas yang dianut UZV dalam hal metode pl berbeda dengan asas Gossner
dan Heldring. UZV berikhtiar agar para calon zendeling menikmati pendidikan yang agak
lengkap (§ 30), dan mereka ini menerima gaji dengan teratur. Namun, di lapangan pada
umumnya mereka mengikuti pola kerja seperti yang digambarkan di atas, meskipun dalam
beberapa hal sikap mereka lebih terbuka. Van Hasselt memberitakan Firman lebih banyak
dalam bentuk percakapan dengan para pendengarnya. Di antara rekan-rekannya ada yang
kadang kala menunjukkan pengertian terhadap makna sosial upacara-upacara orang Irian,
sehingga mereka tidak menolaknya mentah-mentah. Peng urus di negeri Belanda malah
khawatir, jangan-jangan mereka tertarik oleh agama kafir, seperti yang sudah terjadi berkali-
kali di daerah Lautan Pasifik. Para perintis memulai pekerjaannya di Mansinam, Sesudah
enam Meoswar tahun mereka membuka pos kedua di daratan, yaitu di Dorch (setengah jam
berdayung dari Mansinam). Setibanya tenaga UZV pekerjaan diper luas ke arah Selatan:
berturut-turut orang mendirikan pos pl Roon, Andai, dan Windesi. Perluasan ini pun
berlangsung dengan susah payah, karena banyak zendeling (dan keluarganya) meninggal
dunia atau terpaksa pulang ke tanah air. Pada tahun 1863 umpamanya, terdapat lima orang
tenaga Eropa di lapangan, setahun sesudahnya tinggal du pada tahun 1868 ada lagi delapan
orang, tapi tiga tahun kemudian tiga orang dari mereka sudah meninggal dan seorang lagi
terpaksa diberhentikan.7

2.5. Kekristenan Di Papua Pada Masa Jepang

2.5.1. Pertumbuhan

7
Th. Van den End, J.Weitjens, Ragi Carita 2, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 123-124
Pada masa Perang Dunia II, jemaat-jemaat di Irian mengalami goncangan yang besar.
Di daerah-daerah tertentu, semua guru (Ambon) bersama keluarganya tewas terbunuh oleh
orang Jepang. Di daerah lain berlangsung gerakan anti-Jepang berupa gerakan Koreri, yang
ditumpas dengan banyak pertumpahan darah (daerah Teluk Cenderawasih). Pun kedatangan
Sekutu pada tahun 1944, dengan perlengkapan raksasa ber tumpuk-tumpuk di pantai,
menggoyangkan kehidupan tradisional orang Irian. Kegiatan jemaat hanya bisa
dilangsungkan secara terbatas. Hal ini disebabkan tekanan dari pihak Jepang, namun juga
oleh kebijakan para zendeling, yang pada waktu digiring ke penjara tidak meninggalkan
organisasi gereja yang mantap serta pengerja-pengerja pribumi yang telah dipersiapkan untuk
menjadi pengganti mereka.

2.5.2. Perkembangan

kebijakan oleh para zendeling, yang pada waktu digiring ke penjara tidak
meninggalkan organisasi gereja yang mantap serta pengerja-pengerja pribumi yang
dipersiapkan sebagai pengganti mereka. Sama seperti di beberapa daerah lain, begitu juga di
Irian peristiwa perang dunia mempercepat kemajuan proses ke arah kemandirian gereja yang
telah mulai di rintis menjelang tahun 1940. Pada tahun 1945 sejumlah pengantar jemaat
diangkat menjadi pejabat zendeling dan pada tahun 1950, sembilan orang, diantaranya tujuh
orang asal Irian menjadi pendeta berwenang penuh disamping para pendeta zending bangsa
Eropa.8

2.5.3. Pergumulan

Akibat pertama dari masuknya tentara Jepang ke Inan-Barat pada permulaan tahun
1942 ialah hilangnya pimpinan Gereja, sebab semina pengerja Zending-ditawan dan dibawa
ke luar dari Irian. Resor-resor ditinggalkan tanpa pimpinan, begitu juga semua lembaga dan
usaha yang dipimpin langsung atau tidak langsung oleh utusan Belanda. Jemaat-jemaat dan
bakal jemaat hidup di bawah pimpinan Gurn Jemaat, Penginjil atau anggota Majelis Jemaat
lainnya. Oleh sebab belum ditahbiskan orang Indonesia menjadi pendeta, selama Perang
Dania ke-II Gereja di Irian tidak mendapat pelayanan sakramen. Keadaan sukar sekali, dan
pekerjaan pekabaran Injil serta pelayanan biasa mengalami kesulitan-kesulitan yang luar
biasa. Banyak guru dan pemimpin pribumi ditawan. Ada yang dibunuh. Ketakutan terhadap
tentara Jepang mengakibatkan guru-guru Jemaat dan Penginjil lain meninggalkan
pekerjaannya. Anak-anak sekolah dan para orang tua di bawah pimpinan guru-gurunya
8
Van Den End, Ragi Carita 2, 130.
dipaksa bekerja keras untuk kepen tingan tentara Jepang. Kebutuhan sehari-hari, terutama
sandang-pa ngan, menyebabkan banyak guru pergi mencari pekerjaan di kota-ko ta, dan
sebagainya. Jadi penderitaan dan bahaya fisik berat sekali selama perang berlangsung.9

Selama masa pendudukan Jepang, perhubungan antara resor-resor terputus sama


sekali. Gereja sebagai organisasi se-Irian Jaya lumpuh. Kehidupan Gerajani hanya dapat
dilangsungkan pada tingkat setempat saja, atau dalam lingkunan yang sangat terbatas.

Pada tanggal 24 April 1944 tentara Amerika (Sekutu) mendarat di Holandia


(Jayapura) di bawah pimpinan Jenderal Mac Arthur. Pada saat itu terjadilah pemboman-
pemboman dan pertempuran-pertempur an sengit di beberapa tempat, antara lain: Hollandia,
Sarmi, Wakde, Biak Numfoor, Serui, Nabire, Miei, Manokwari, Sauspor, Sorong dan lain-
lain, sehingga banyak tempat / rumah-rumah penduduk bahkan hasil kerja pera Zendeling
rusak binasa". 13) Tetapi selama Jepang belum menyerah (tanggal 15 Agustus 1945) wilayah
Irian Jaya di pergunakan sebagai basis menyerang terus tentara Jepang.10

2.6. Kekristenan Di Papua Pada Masa Indonesia Merdeka

2.6.1. Pertumbuhan

Irian Barat (nama waktu itu) tidak mengalami Revolusi Kemerdeka. an seperti
wilayah Indonesia Bagian Barat dan Tengah. Pemerintahan Hindia Belanda kembali bersama
dengan Tentara Sekutu dan me lanjutkan pemerintahannya atas daerah ini sampai tanggal 1
Mei 1963. Jadi selama masa yang keempat ini tidak ada perubahan politik-pemerintahan yang
radikal; yang terjadi ialah usaha dalam semua bidang untuk membangun kembali apa yang
telah rusak akibat Perang Dunia ke-II. Dengan demikian Gereja di Irian Jaya diusahakan
pembangunannya kembali olch Zending Belanda yang telah lama bekerja di sini, sebagai
persiapan menuju Gereja yang berdiri sendiri.

2.6.2. Perkembangan

mempersiapkan GKI untuk berdiri sendiri, bagaimanapun bentuk pemerintahan atas


wilayah Irian Barat, walaupun sebagian besar dari Zendeling Belanda mendukung ide Negara
Papua Merdeka, yang juga diharapkan dan direncanakan Pemerintahan Belanda (NICA)
Konsolidasi (pembangunan kembali agar kokoh) pekerjaan dan organisasi Gereja (resor-
resor, Klasis klasis dan lain-lain). Untuk ini didatangkan tenaga Pendeta Belanda sebanyak-
9
F. Ukur dan F.L.Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII, Hal 27
10
F. Ukur dan F.L.Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII, Hal 20
banyaknya dan diangkat wakil-pendeta Irian dan Maluku. Pengembangan pendidikan dan
persekolahan se luas-luasnya dengan bantuan penuh dari Pemerintah, yang pada tahun 1955
memberi subsidi penuh kepada sekolah-sekolah Zending, bahkan menyerahkan seluruh
bidang pendidikan kepada dua badan swasta, Zending NHK dan Missi Katolik. Dalam
melaksanakan policy-policy ini ZNHK mengambil berbagai langkah, antara lain, Sekolah
Penginjil di Miei dibuka kembali, Kursus Guru Jemaat (di atas tingkat SGB) diadakan di
Serui dan suatu Sekolah Theologia dibuka di Serui (1954). Nampak dalam perkembang an ini
bahwa dalam membangun kembali GKI diberi tekanan kepada "tanggung jawab yang harus
dipikul oleh sekalian anggota".11

2.6.3. Pergumulan

Pergerakan-pergerakan sukuisme, nasionalisme yang di dalamnya terselip unsur-unsur


agama, yaitu campuran agama moyang dengan mythe-mythe dengan agama Kristen. Hal
mana timbul tepat waktu terjali vacuum di dalam bidang pemerintahan dan agama, yaitu
masa peralihan antara hilangnya pemerintah Hindia Belanda dan tibanya pemerintah militer
Je pang. Kehidupan materiil serta mental spirituil rusak dilanda banjir peperangan dan
pergerakan-pergerakan yang bercorak 'messianse beweging itu.12

2.7. Kekristenan Di Papua Pada Masa Orde Lama (1945-1966)

2.7.1. Pertumbuhan

Salah satu hasil keputusan perundingan Meja Bundar 1949 menyatakan bahwa Irian
Jaya masih terlepas dari Republik Indonesia, dan untuk sementara berada dalam asuhan
pemerintah Belanda. Situasi gerejani di sanapun praktis masih berada dalam asuhan dan
pimpinan pihak zending. Usaha kearah pendewasaan Gereja disana berjalan sangat lamban.
Kemudian setelah melewati beberapa fase peristiwa politis, akhirnya di tahun 1963 Irian Jaya
dipersatukan kembali dengan Republik Indonesia. Dalam periode peralihan tersebut pihak
DGI telah ikut memainkan peranan yang penting. Dengan bantuan dan kerjasama seluruh
gereja-gereja di Indonesia, Gereja di Irian Jaya berkembang dengan pesat. Pertumbuhan
gereja di sana terutama nampak dalam jumlah pertambahan ang. gota. Pada waktu Irian Jaya
kembali kepada Republik di tahun 1963, jumlah anggota Gereja Kristen Injili di sana tercatat
sebanyak 130.000 jiwa. Statistik tahun 1972 menunjukkan jumlah sebanyak 3.600 anggota.13

11
F. Ukur dan F.L.Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII, Hal 29
12
F. Ukur dan F.L.Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII, Hal 27
13
Jerih dan Joang Laporan Nasional Survey Menyeluruh Gereja Di Indonesia, 518-519.
2.7.2. Perkembangan

Pada masa orde lama dikatakan kembali pembangunan terhadap kekristenan di Irian
Jaya, khususnya daerah irian Barat yang tidak mengalami revolusi kemerdekaan
seperti wilayah Indonesia Barat dan Tengah, perang dunia yang berlangsung turut
mempercepat proses kemandirian gereja pada tahun 1945 sejumlah pengantar jemaat
diangkat menjadi pejabat yang selalu bersemangat menyebarkan injil dalam bulan
Maret dan April 1957, penginjilan semakin luas. Pekabaran injil telah dimulai kepada
orang-orang Damai, beoaga dan illaga.14 Pada tahun 1952 seorang guru asli Irian yang
bernama Rumainum yang dimasukkan ke sekolah Teologi Makassar menjadi pendeta
pertama yang berpendidikan teologia dari Irian yang selanjutnya pada bulan Oktober
menjadi ketua sinode GKI-Irian yang merupakan rapat sinode sebagai gereja pertama
kalinya di Irian.15

GKI Irian Jaya masuk menjadi anggota DGI/PGI (Dewan/Persekutuan-Timur) dan


WCC (Dewan Gereja-gereja sedunia). Dengannya cakrawala bertambah luas dan
komunikasi konfrontasi langsung dengan masalah-masalah. GKI menjalin
hubunganjga dengan ELCONG (Evengelical Lutheran Church On New Guinea) dan
jadi peserta konperensi tentang pendidikan teologi di Samoa yang memberi
kesempatam mengadakan kontak dengan orang-orang Kristen dari Malenesia dan
Pasifik. Pusat pendidikan P3S (Pusat Pendidikan Pekerja Sosial) bagi pekerjaan di
tengah para wanita dan pemudi di buka tanggal 2 April 1962. Nona L. Swaan telah
merintis jalannya sejak tahun 1957 dengan kemudian dihantu oleh Nona J. Van Der
Leeq. Di kemudian hari dua orang wanita Irian, yaitu Tina Demimetau dan Johana
Rumadas dapat mengambil alih pimpinan; mereka dibantu oleh dua orang tenaga
Belanda dan seseorang Jawa.

2.7.3. Pergumulan

Para pekabar injil sangat menderita pada saat itu, banyak dari mereka serta anak
isterinya yang meninggal dunia. Setelah perang dunia II kegiatan gerejawi sedikit
demi sedikit dipulihkan. penduduk pribumi masih memerlukan pendidikan lanjutan
sehingga para pekabar injil tetap dibutuhkan di Papua. sayang sekali, hanya sedikit
yang bersedia yang melamar. dulu pelayanan zending ditanggulangi oleh beberapa

14
Benny Glay, Gembalakanlah Umatku (Irianjaya: Deylay, 1998), 7-8.
15
Th Van den End, Ajaib Dimata Kita, 213.
yayasan di Belanda seperti UV. Pada tahun 1951 gereja Netherlandse Hervormde
Kerk di Belanda mengambil keputusan bahwa peraturan gereja harus diubah mulai
dari tahun itu bukan yayasan, melainkan gereja sendiri yang bertanggung jawab atas
zending di Papua Barat.

2.8. Kekristenan Di Papua Pada Masa Orde Baru (1966-1998)

2.8.1. Pertumbuhan

Kalau masa sebelumnya disebut masa pengeluasan pekabaran Injil, masa ini
merupakan masa memperkuat dan mengintensipkan usaha-usaha zending diwilayah
kerjanya yang luas. Akibat pertama dari masuknya tentara Jepang ke Papua Irian
Barat pada permulaan tahun 1942 ialah hilangnya pimpinan gereja, sebab semua
pengerja zending ditawan dan dibawa keluar dari irian. Resor-resor ditinggalkan tanpa
pimpinan, begitu juga semua lembaga dan usaha yang dipimpin laangsung atau tidak
langsungoleh utusan Belanda. Jemaat-jemaat dan bakal hidup dibawah pimpinanGuru
Jemaat, penginjil atau anggota majelis jemaat lainnya. Oleh sebab belum ditahbiskan
orang Indonesia menjadi pendeta, selama perang dunia II gereja Irian tidak mendapat
pelayanan Sakramen.16

Sewaktu sidang sinode umum GKI pada bulan Oktober 1971 di biak pada masa ini
dikatakan sebagai masa pengharapan dan pembangunan oleh sebab 2 hal. Yang perta
ma diharapkan dengan dilalauinya masa yang penuh dengan pergumulan dan tantanga
n yang berat antara 1956 dan 1971, perode berikut akan lebih cerah karena kestabilan
politik yang sudah tercapai dan keadaan ekonomis yang membaik akibat dari berjalan
nya program pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Yang kedua, berhubung ant
ara lain dengan perkembangan politik sinode umum keempat telah dipilih badan peker
ja yang hamper semua anggotanya merupakan pendeta yang lebih muda dengan pendi
dikan theologia yang lebih tinggi. Pada masa ini pekabaran injilpun semakin ditingkat
kan kedaerah-daerah pedalaman Irian Jaya khususnya pada suku Timika. Ditimika ad
a seorang pelayan/utusan zending untuk mengabarkan injil yaitu Isak Ownmawe. Aka
n tetapi pada tahun 1948, ia pergi ke fak-fak untuk melanjutkan pendidikan PGAK ka
rena itu pelayan di Timika dilanjutkan oleh pendeta Noakh Nawipa.17 Pada tahun 196
2 sekolah-sekolah diserahkan kepada yayasan persekolahan Kristen, kerja-kerja social
16
F. Ukur dan F.L. Cooley, Benih Yang Tumbuh 8, 75 (Jakarta: Penelitian dan Studi Gereja-Gereja di
Indonesia, 1977), 27-29
17
F. C. Kamma, ajaib di mata kita ( Jakarta : BPK-GM, 1994), 530.
di kota sedang terbentu, pekerjaan dikalangan pemuda juga, organisasi-organisasi wan
ita beserta kadernya. Semua ittu berangsur-angsur mulai dijalani oleh gereja injili yan
g masih muda itu, pada tahun yang sama juga GKI Irian masuk kepadan keanggotaan
DGI/PGI dan EACC ( konfrensi Kristen asia timur ) dan WCC ( dewan gereja sedunia
).18

2.8.2. Perkembangan

Pada tahun 1971, statistik berjumlah 77 orang, untuk melayani GKI di papua Irian
Jaya yang mencakup 800 Jemaat besar dan kecil. itu berarti bahwa rata-rata seorang
pendeta melayani kurang lebih sepuluh jemaat. Tetapi ada sejumlah pendeta yang
tugas pokoknya bukan pelayanan jemaat, melainkan pejabat sinode, klasis, rektor atau
pengajar Theologia, kursus guru jemaat atau sekolah penginjil dan sebagainya.
Pendeta-pendeta GKI tergolong dua macam: mereka yang telah menempuh
pendidikan Teologi 4 tahun (antara1954 dan 1966) atau 6 tahun 1967 dan ditahbiskan
setelah bekerja sebagai vikaris, dan mereka disebut sebagai pendeta angkatan, yaitu
yang belum tamat dari sekolah tetapi cakap, jujur dan benyak pengalaman pun telah
bekerja baik sebagai guru jemaat ataupenginjil, ditahbiskan “diteguhkan dalam
jabatannya dengan penuh tanggung jawab”19

2.8.3. Pergumulan

Masa yang penting ini mulai setelah Sidang Synode Darurat GKI ke-III bulan
Desember 1962, dan berlangsung sampai Sidang Synode GKI ke-IV bulan Oktober
1971. Selama delapan setengah tahun ini terjadilah perkembangan-perkembangan
serta peristiwa-peristiwa yang sangat penting, baik dalam wilayah Irian Jaya pada
umumnya, mau pun dalam Gereja Kristen Injili sendiri.

Pada tanggal 1 Mei 1963 dilakukan penyerahan pemerintahan atas wilayah Irian Jaya
dari UNTEA ke Pemerintah RI. Dalam beberapa tahun yang menyusul instansi-
instansi pemerintah sipil dan militer mendirikan dan melengkapi formasi dan cara
kerja mereka di satu wilayah yang amat baru baginya. Kalau di bagian atas dikatakan
bahwa pimpinan GKI mengambil alih dari Zending pada waktunya tetapi belum
dipersiapkan seperlunya untuk memikul tugasnya yang berat itu, harus dikatakan di
sini bahwa pengalaman-pengalaman. pihak RI maupun pihak rakyat Irian pada tahun-
18
F. C. Kamma, ajaib di mata kita, 527-528.
19
F. Ukur dan F.L. Cooley, Benih Yang Tumbuh 8, 75.
tahun pertama ini? mencerminkan secara jelas bahwa dua belah pihak sama sekali
belum dipersiapkan seperlunya untuk tugasnya setelah penyerahan 1 Mei 1963 itu.
Berhubung dengan keadaan ekonomi dan politik di seluruh negara tahun 1963-1966,
dengan sendirinya banyak barang dan hal. yang baru dimasukkan dan berkembang di
Irian Jaya waktu itu," yang mungkin dilambangkan oleh peristiwa G 30 S/ PKI bulan!
September 1965.20

2.9. Tokoh-tokoh Kekristenan di Papua

Carl Willem Ottow dan Johann Gottlob Geisler

Carl Willem Ottow dan Johann Gottlob Geisler, dalam Bahasa Jerman disebutkan
kalimat itu berbunyi “Im Namen Gottes betretten wir dieses land”. Mereka inilah para
penginjil pertama yang menginjakkan kaki di negeri Papua. Pada tanggal 5 Februari
1855 kedua penginjil ini mendarat di pulau Mansinam, disebelah Timur Laut kepala
Burung. persis pada hari minggu pagi. Mereka menyatakan kegembiraan dan
keterharuan mereka, serta memohon kepada Tuhan agar mereka diberikan
kebijaksanaan dan kearifan (juga keberanian) dalam menjalankan tugas sebagai
pekabar injil di negeri yang belum mereka kenal.21

Carl Willem Ottow

lahir di Lucken Waldey Jerman 24 Januari 1826, setiap hari minggu mereka
diwajibkan Gereja ibu mereka selalu mencegah mereka untuk tidak mengenal godaan-
godaan dunia ini. Usia 18tahun ia terkean pada khotbah seorang Pendeta sehingga ia
tertarik hati untuk menyebar agama Kristen pada orang-orang kafir di belahan dunia.
Pendidikan Ottow terikat di zending WerkKlieden. Istri Ottow bernama Nyonya.
Auguzta Wel Helmin Eletz. Pekerjaan Ottow adalah sebagai seorang pembuat laya
kapal, ia diminta oleh pendeta Gossner untuk menjadi calon zendeling tukang, karena
iman Ottow yang sangat baik. Zendeling Ottow bekerja di papua selama kurang lebih
tujuah setengah tahun, dua tahun di Mansinam lima setengah tahun di Kwawi dan
meninggal dunia karena sakit pada tanggal 09 November 1862 dan dikuburkan
disamping rumahnya. Diatas Nizan Ottow terukir kata-kata Kitab Suci dari injil

20
F.Ukur dan F.L. Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII, Hal 33-34.
21
Andreas A. Yewangoe, Tidak Ada Penumpang Gelap Warga Gereja, Warga Bangsa (Jakarta: BPK-
GM, 2009), 89.
Yohannes 20:29 B “berbaghagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”.
Masa Ottow saat meninggal dunia relatif masih muda hanya 35 tahun.22

Johann Gottlob Geisler

Lahir di Langen Reichenbach-Jerman 18 Februari 1830 lahir dan dibesarkan


dikeluarga kristen yang aktif, ayahnya seorang penjahit . Diterima sebagai anggota
gereja waktu berusia 14 tahun. Pada waktu ayahnya membawa ke berlin dan belajar
pada seorang tukang perabot rumah tangga Ia secara teratur pergi ke Gereja dan
mengunjungi sekolah minggu untuk orang dewasa pendidikan Geissler adalah
Zendeing Werklieden, istrinya bernama Paulini Justin Reynaert. Ia melangsungkan
ibadah pernikahannya pada tanggal 24 Februari 1862 di Ternate dan dilayani Pendeta
Hovoker. Geisler waktu berusia 21 tahun yaitu pada tanggal 14 Agustus 1851 disuatu
pesta zending, Ia mendengar khotbah mengenainast;pergilah keseluruh dunia dan dia
mendaftarkan diri untuk pekerjaan zending, iapun tidak ragu-ragu lagi.
pengharapannya muncul dalam kata-kata nast tadi; kepadaku telah diberikan segala
kuasa disurga dan di bumi (Matius 28:18). Pada tanggal 27 Oktober 1851 Johan
Geissler diterima oleh pendeta Goosner, dan pada akhir bulan Februari 1952 dia
ditahbiskan menjadi pekerja dan langsung berangkat Indonesia lewat Belanda.23

Siegfried Zollner

Pdt. Siegfried Zollner adalah seorang Jerman yang pada tahun 1960 datang ke tanah
Papua waktu itu sebagai misionaris untuk melakukan pelayanan penginjilan di daerah
pengunungan tengh Papua,khususnya didaerah Yalimo dibawah pimpinan GKI di
Tanah Papua. Pdt Siegfried Zollner didampingi seorang dokter dari Zending Belanda
Yaitu Dr. Vriend yang bersama-sama diutus ke Tanah Papua atas kerja sama United
Evangelical Mission (VEM) Jerman dan Gereja Kristen Injili (GKI) ditanah Papua
untuk membuka Pos pekabaran injil di daerah Yalimo. Siegfried Zollner meayani
selama 14 tahun sejak Ia tiba ditanah Papua pada tahun1960 hingga 1973 saat ia
kembali ke Jerman. Tetapi untuk saat ini ia sering kembali ke Tanah Papua untuk
melayani di antara orang Yali di pengunungan Tengah.24

22
Junus Dumais, Kapita Selecta Masyarakat Adat Budaya Agama dan Injil, 9 th Ametha Dari Tidak
Ada Menjadi Ada (...: Uwais Jnspirasi Indonesia, 2018), 45.
23
Junus Dumais, 46.
24
http://majalahkemitrangki.blogspot.com/2015/02/bagian-ke-i-kisah-penginjilan-pdt-dr.html?m=1.
diakses Pada tanggal 15 Maret 2022, PKL 15:31.WIB.
J.L. van Hasselt

Pada bulah September 1906 Starrenburg tiba bersama Van Hasselt Jr di Teluk Doreh
dengan maksud mempelajari bahasa dan metode kerja. Van Hasselt dan istrinya sudah
bekerja di irian sejak tahun 1863. Van Hasselt menjadi saksi daya hidup di Mansinam.
Sesudah 51 tahun pekabaran injil kebanyakan orang masih menjaga jarak. “pekerjaan
Zending” van Hasselt yang terakhir diluar jemaatnya sendiri berlangsung di
Meoswar.25

 Tindakan pertama: mendidik lebih banyak anak muda untuk di ikutsertakan d`


alam karya zendeling, juga di pos-pos zendeling sehingga para zendeling akan
sempat melakukan karyanya yang sebenarnya.
 Diputuskan untuk memberitakan kelulusan kepada Saudara Van Hasselt Jr.
Dan Van Starrenburg dalam mempelajari keadaan negeri dan rakyatnya
melalui pelajaran-pelajaran.

Van Hasselt Jr. Dan D.B. Starrenburg yang masih muda itu di beri tugas
melaksanakan kebijakan baru itu. Pada akhir tahun pertama kegiatan Hueting (akhir
1897) sudah terjadi kebangunan besar di Halmahera, yang akan berlangsung terus
bertahun-tahun lamanya, dan yang mengakibatkan bergeraknya rakyat banyak.
Kebangunan ini didahului oleh “Gerakan Andil” (Andi adalah Ratu Adil) yang dapat
di perbandingkan dengan gerekan-gerakan koreri di wilayah orang Nunfor dan Biak.
Terutama Huetinglah yang mampu memanfaatkan saat yang secara psikologis tepat
itu. Ia segera bertindak di saat memuncaknya gerakan ini dan mampu menjuruskabn
gerakan itu di jalan Agama Kristen. Banyak daerah menyatakan mau menerima Injil
dan terjadilah kekurangan tenaga pengajar.26

2.10. Tokoh Pendeta Lokal di Papua

1. Pendeta F.J.S. Rumainum (almarhum) asal Biak

Dia dipilih dalam Sidang Umum GKI Irian Jaya pertama yang diselenggarakan 16 –
29 Oktober 1956 di Abepura. Dalam masa kepemimpinannya GKI di Irian jaya Barat
diresmikan melalui surat keputusan yang ditanda tangani Gubernur Nederlands Nieuw
Guinea, pada 8 Pebruari 1957. Dalam periode ini telah terjadi beberapa

25
F. C. Kamma, ajaib di mata kita, 183-191.
26
F.C.Kamma, Ajaib di Mata Kita III, 169-170.
peristiwa penting, diantaranya : GKI di Papua menjadi Anggota Dewan Gereja-gereja
Indonesia (DGI) Jakarta dan menjadi anggota DewanGereja-gereja Dunia (DGD)
setelah diterima dalam Sidang Raya Gereja-gereja se-dunia di Uppsala, Swedia pada
Juli 1968. Inilah awal sikap politik Gereja memperjuangkan Papua menjadi wilayah
Indonesia. Dilaksanakanlah Trikora 1962. Peralihan Papua dari kekuasaan
pemerintahan Belanda kepada Indonesia. Persiapan pelaksanaan Penentuan Pendapat
Rakyat (PAPERA) Papua, Rumainum menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua
selama tiga periode secara berturut-turut, 1956 – 1968.

2. Pendeta Jan Mamoribo (almarhum) asal Biak

Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua kedua, periode 1968 – 1971. Selama
periode ini, GKI tidak secara langsung terlibat dalam persiapan pelaksanaan Pepera.
Penanganan warga jemaat yang menjadi korban pelaksanaan Pepera. Penanganan
pengungsi. Persiapan pelaksanaan pemilu pertama bersama pemerintah Indonesia
awal Orde Baru. Dimasa kepemimpinannya, banyak Pendeta menjadi anggota
legislative dengan alasan sumber daya manusia dangat memadai. Sejak itu dan
seterusnya banyak pendeta menjadi politisi yang kemudian sulit memisahkan
pekerjaan sebagai hamba Tuhan dan tugas sebagai politisi. Setelah turun dari jabatan
ketua, Pdt. Jan Mamoribo menjadi Ketua DPRD Irian Jaya periode 1971 – 1975, dan
menjadi Wakil Gubernur Irian Jaya bersama Gubernur Acub Zainal selama setahun,
1975 – 1976.

3. Pendeta Mesakh Koibur Asal Biak

Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua keempat periode 1977 – 1979. Sebelum
menjadi ketua, dia orang Papua pertama yang menjadi sekretaris selama dua periode
di jaman ketua GKI dipimpin orang Belanda. Dijaman ini situasi kian normal,
pembangunan muali digiatkan. Mesakh Koibur sekretaris pertama Sinode GKI
bersama Pdt. Rumainum membuat Surat Gembala kepada Wali Gereja Kristen
Injili agar memilih ikut Indonesia, serta rakyat Papua ikut pemilu kedua tahun 1977.
Setelah habis masa jabatan, Pdt. Mesakh Koibur menjadi anggota DPRD Provinsi
Irian Jaya periode 1977 – 1982.

4. Pendeta Willem Maloali Asal Sentani


Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua ketiga, periode 1971 – 1977. Pemerintan
Orde Baru dimulai. Pada periode ini gereja lebih banyak terlibat dalam pelaksanaan
proyek pembangunan. Tetapi juga gereja menghadapi pemberontakan Organisasi
Papua Merdeka (OPM) yang pertama di Manokwari pimpinan Awom bersaudara,
masyarakat tidak setuju pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan di Papua.
Terjadi pengeboman di jayawijaya saat J.B. Wenas menjadi Dandim di sana. Pada
masa ini gereja di perhadapkan pada pilihan yang sulit. Selain melaksanakan
pembangunan juga harus menghadapi tuduhan sebagai pendukung Gerekan OPM.
Maloali menjadi Ketua DPRD Irian Jaya periode 1982 – 1987, menjadi anggota DPR
RI dari fraksi Partai Golongan Karya periode 1992 – 1999.

5. Pendeta Lukas Sabarofek Asal Biak

Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua yang kelima periode 1979 – 1980. Dia
menjadi ketua pengganti antar waktu, sehingga melaksanakan tugas-tugas ketua
umumnya, Mesakh Koibur yang dipilih menjadi anggota DPRD Provinsi Irian Jaya.
Lukas yang saat itu wakil ketua dipilih menjadi ketua pengganti antar waktu melalui
rapat pekerja lengkap BPAS GKI, pada Juli 1979 di Serui. Setelah habis masa
jabatan, dia menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP selma lima tahun, 1999 –
2004.

6. Pendeta Penehas Sawen Asal Biak

Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua keenam, periode 1980 – 1988. Periode ini
Gereja menghadapi masalah yang paling sulit dalam memberikan pelayanan firman
Tuhan. Situasi yang sedang pulih saat itu kemudian terjadi gejolak sosial politik yang
luar biasa. Terjadi pengungsian secara besar-besaran ke Papua Neuw Guinea.
Terjadi penangkapan dan pembunuhan Group Musik Mambesak Arnold Ap. GKI
bersama Keuskupan Jayapura dan gereja-gereja di wilayah Pasifik bekerja sama
memberikan pelayanan pastoral bagi pengungsi di tempat pengungsian di Papua
Neuw Guinea. Gereja kemudian terlibat dalam pemulihan hubungan diplomatik akibat
pengungsian. Mengatur warga di lintas batas. Dalam melakukan pekerjaan itu, Sawen
dibantu sekretarisnya Pdt. Phil Erari. Setelah tidak lagi menjadi ketua, Sawen menjadi
anggota DPR Papua periode 2004 – 2009.

7. Pendeta Willem F. Rumsarwir, S.Th. Asal Biak


Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua ke tujuh, periode 1988 – 1996. Situasi
Papua semakin membaik, namun terjadi perubahan politik di Indonesia, terjadi
peralihan dari kekuasaan Orde Baru ke reformasi. Isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan
lingkungan hidup mulai terungkap ke permukaan. Gereja banyak terlibat dalam
upaya penegakkan (HAM). Kontekstualisasi teologia Melanesia mulai
dikembangkan di lingkungan gereja. Setelah habis masa jabatan, Rumsarwir menjadi
anggota MPR RI utusan daerah Papua periode 1992 – 1997. Menjadi anggota DPR RI
Fraksi Partai Golongan Karya periode 1997 – 1999. Dan sekarang menjadi anggota
Majelis Rakyat Papua mewakili unsur agama, periode 2005 – 2010.

8. Pendeta Herman Saud, M.Th. Asal Sorong

Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua kedelapan periode 1996 – 2005, ini adalah
periode mengambang kontekstualisasi Teologia Melanesia mulai digiatkan di
lingkungan jemaat terjadi reformasi politik di Indonesia yang kemudian berkembang
menjadi krisis multimensi yang berkepanjangan. Aspirasi rakyat Papua menuntut
merdeka terlepas dari Indonesia mulai muncul disertai pengibaran bendera Bintang
Kejora di seluruh pelosok tanah Papua. Terjadi Biak berdarah 1997.Benturan tawaran
antara Merdeka dengan Otonomi Khusus dari pemerintah pusat, terjadi benturan
kepentingan yang kemudian timbul konflik Irian Jaya Barat dan Papua. Pelaksanaan
Mubes dan Kongres Papua. Penculikan dan pembunuhan Ketua Dewan Presidium
Papua Theys Hiyo Eluay. Terjadi berbagai kekerasan politik oleh aparat di mana-
mana di Papua. Gereja mulai mempelopori Papua sebagai Zona Damai. Suaka politik
warga Papua ke Australia. Pembentukan Persekutuan Gereja-Gereja di Papua. Dan
membangun komunikasi lintas agama.Setelah turun dari jabatan, Herman Saud terus
ikut berjuang dalam dialog antar lembaga untuk membangun budaya damai di Papua
bersama lintas agama : Keuskupan Jayapura (Katolik), Islam, Hindu dan Budha,
Lembaga Swadaya Masyarakat serta tokoh agama dan tokoh masyarakat.

9. Pendeta Corinus Berotabui, M.Th.(almarhum) Asal Yapen Waropen

Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua kesembilan periode 2006 – 2011. Periode
ini tetap melanjutkan pekerjaan pelayanan jemaat, juga terus membina komunikasi
lintas agama untuk membangun budaya damai di Tanah Papua. Terlibat dalam
penyelesaian bentrokan Abepura 16 Maret 2006. Pelaksanaan pembangunan di Papua
melalui Otonomi Khusus. Persiapan perayaan 50 tahun GKI di Tanah
Papua.Perkembangan Sinode GKI di Tanah Papua sejak terbentuk 26 Oktober
1956 sampai sekarang lebih banyak gereja terlibat dalam penyelesaian masalah
politik. Sesuai visi dan misi gereja yaitu melayani, bersaksi dan bersekutu dalam
tindakan nyata : melindungi, melayani, menyelamatkan umat serta berlaku sebagai
agen perubahan.

10. Pendeta Yemima Krey, STh Asal Biak

Menjadi ketua BP AS GKI di Tanah Papua yang kesepuluh, periode 2008–2011.


menjadi ketua pengganti antar waktu, Pdt.Yemima Krey yang sebelumnya menjabat
Sekretaris BPAS juga Alumni STT GKI Isak Semuel Keyne. Kepemimpinannya
memiliki kepribadian tinggi yang mencerminkan sosok Bin Syowi yang disiplin, dan
mengedepankan Tri Panggilan Gereja yakni Bersekutu, Bersaksi dan Melayani.27

III. Kesimpulan
Dapat disimpulkan masuknya Kekristenan di Papua melalui fakta fakta berikut ini
yang berkaitan masuknya Kekristenan Di Papua:

1. Geissler dan Ottow, dua orang penginjil pertama berkebanggsaan Belanda, tiba
pada tahun 1855. Keduanya diutus untuk melayani suku Numfor
2. Geissler dan Ottow termasuk golongan "zendeling pertukangan". Mereka bekerja
secara mandiri dengan menebang pepohonan, membangun rumah, membuat
perabotan kayu, dan berdagang untuk membiayai kehidupan dan pelayanan
mereka.
3. Keduanya menjalin hubungan yang akrab dengan orang-orang Numfor dan
mengundang mereka untuk menghadiri kebaktian di rumah kedua penginjil
tersebut. Bahasa pengantar menggunakan bahasa Numfor. Kemudian, pada tahun
1861, mereka telah mengumpulkan nyanyian-nyanyian rohani dalam bahasa
Numfor, yang disusul dengan penerjemahan beberapa kitab-kitab Perjanjian Baru.
Tetapi, mereka juga tetap menjaga jarak hingga batas-batas tertentu agar tidak
dipengaruhi oleh kebudayaan Numfor secara negatif (baca van den End, Ragi
Carita II:113-115). Sebagai hasilnya, Gereja dapat berdiri di antara orang- orang
Numfor.

27
http://ypslmanokwari.blogspot.com/2012/02/pimpinan-sinode-gki-di-tanah-papua-1956.html, diakses
pada Rabu, 22 Februari 2022 Pukul 15.21WIB.
4. Pada tahun-tahun selanjutnya, berdatangan lebih banyak utusan UZV. Mereka
menjelajahi pelbagai tempat di daerah pedalaman. Para zendeling tersebut
menghadapi banyak rintangan alam dan kejutan budaya: cuaca yang buruk,
ancaman penyakit malaria, dan keganasan beberapa suku-suku kanibal.
Akibatnya, jatuh banyak korban dari kalangan zendeling. Namun pada tahun
mereka telah membaptis 80.000 orang Papua. Kebanyakan menjadi pengikut
Kristus setelah melalui proses pertobatan missal warga sekampung. GKI Papua
lahir, hidup, dan berkembang di tengah-tengah masyarakat kesukuan, adat dan
kebudayaan yang sangat majemuk. Sejak semula sampai kini gereja terus
bergumul menghadapi berbagai masalah yang berhubungan dengan adat-istiadat,
tradisi dan kebiasaan serta kepercayaan-kepercayaan suku. Peran penting gereja di
Papua ialah selain memberitakan injil kebenaran gereja juga berusaha menjawab
persoalan pokok yang berhubungan dengan kebudayaan sekitarnya.
Sejak Tanah Irian dilihat untuk pertama kali oleh orang Barat (Dua orang kapten
Portugis pada tahun 1511-1512), berulang kali didapatkannya pula oleh
penjelajah-penjelajah Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan lain-lain. Tetapi
belum ada yang menempatkan pejabat pemerintah asing di Irian Jaya. Pemisahan
Irian Barat dari Irian Timur baru digariskan (pada garis derajat 141° sebelah timur
Jayapura lurus dari utara ke selatan) pada tahun 1928. Antara tahun-1848 dan
1855 dua orang pendeta, satu di Nederland, (Zetten) dan satu di Jerman (Berlin),
bertemu dalam usahanya demi Pekabaran Inil. Pada tahun 1848 (Pdt. O.G.
Heldering telah mem bentuk suatu perhimpunan yang dinamakannya "Utusan-
Tukang" dengan maksud mengutus "Utusan-Tukang" ke daerah-daerah orang
khalaik/kafir. Itulah yang menyebabkan masuknya pertumbuhan Kekristenan di
Papua pada saat itu.

IV. Daftar Pustaka


Den, Th. Van End, Weitjens, J., Ragi Carita 2, Jakarta: BPK-GM, 2012
Dumais, Junus, Kapita Selecta Masyarakat Adat Budaya Agama dan Injil, 9th
Ametha Dari Tidak Ada Menjadi Ada ...: Uwais Jnspirasi Indonesia, 2018.
E. Jonathan, Cuver, Sejarah Gereja Indonesia, Bandung: Biji Sesawi, 2014.
Giay, Benny, Gembalakanlah Umatku, Jayapura: Deiyai, 1998.
Jerih dan Joang Laporan Nasional Survey Menyeluruh Gereja Di Indonesia.
Kamma, F. C., Ajaib Di Mata Kita, Jakarta : BPK-GM, 1994.
Kramer, H., Theologi Kaum Awam, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1995.
Yewangoe, Andreas A., Tidak Ada Penumpang Gelap Warga Gereja, Warga Bangsa
Jakarta: BPK-GM, 2009.
V. Sumber Lain
https://mkumparancom.cdn.amproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/
kumparantravel/kondis-geografis-pulau-papua.com.
http://majalahkemitrangki.blogspot.com/2015/02/bagian-ke-i-kisah-penginjilan-pdt-
dr.html?m=1.
http://ypslmanokwari.blogspot.com/2012/02/pimpinan-sinode-gki-di-tanah-papua-
1956.html.

Anda mungkin juga menyukai