Anda di halaman 1dari 6

Judul : Kabar Keselamatan di Poso

Pengarang : J. Kruyt
Penerbit : BPK Gunung Mulia
Tahun : 1977
RINGKASAN
A. PENDAHULUAN
Usaha pemberitaan Injil di daerah Poso dimulai dari Gorontalo oleh Kruyt dan Andriani.
Memang ada perbedaan antara suku-suku itu, tetapi Injil masih bisa menyatukan sisi rohani mereka.
Daerah itu merupakan daerah yang bergunung-gunung dan juga dikelilingi sungai. Umumnya
orang-orang di daerah itu berasal dari Poso sendiri dan dari daerah Mori. Orang-orang Poso lebih
bisa berpegang pada tradisi nenek moyang sedangkan orang Mori cenderung lebih mudah untuk
meninggalkan tradisi-tradisi lama. Pada daerah orang-orang Poso inilah Kruyt dan Andriani tinggal
selama di daerah pewartaan Injil itu.
Masyarakat Poso mengenal daerah tempat tinggal mereka dengan sebutan Lipu. Dalam
daerah itu, dikenal dua tingkatan masyarakat, yakni orang merdeka atau kabosenya dan budak atau
watua. Masyarakat itu memiliki paling tidak, satu orang yang berwibawa dan berani untuk
memimpin dan mengarahkan anggota masyarakat tersebut. Ia juga mempunyai tanggung jawab
untuk mengadili perkara masyarakat. Biasanya, mereka itu adalah kaum lelaki. Para wanita
cenderung tidak memiliki peran yang besar dalam kegiatan masyarakat meskipun mereka orang
merdeka.
Masyarakat juga masih sangat bergantung pada alam dan percaya akan hal-hal mistis.
Mereka memiliki imam-imam sendiri untuk ritual keagamaan tradisional. Kepercayaan itu juga
menjadikan mereka tekun melakukan ritual khususnya yang berkaitan dengan pertanian. Pertanian
mempunyai peran sentral dalam kehidupan masyarakat di daerah itu. Mereka juga mengaitkan
pertanian dengan surga. Bagi mereka bahan pertanian itu berasal dari surga, sehingga setiap kali
mereka bersyukur atas hasil pertanian mereka, mereka menghadap ke langit.
Orang-orang di daerah Poso sangat ramah sehingga rasanya tidak perlu untuk
menerjemahkan Injil ke dalam bahasa mereka. Mereka juga memiliki keteraturan yang jelas dalam
hal hukum dan penghayatan budaya mereka. Salah satu yang paling kelihatan adalah kebersamaan
mereka. Mereka suka mengurus banyak hal secara bersama-sama. Sama halnya dengan keperluan
keluarga. Dalam keluarga, istri mengurus semua hal mengenai keperluan rumah tangga dan suami
bertanggung jawab untuk mengurus penghidupan keluarga. Sementara itu, orang-orang melakukan
proses tukar-menukar barang dalam perekonomian. Mereka tidak mengenal yang namanya uang,
sehingga tidak ada pasar di daerah itu.

1
B. PERTEMUAN
Pada tahun 1890, Nederlandsch Zendelinggenootschap (NZG) atau Perserikatan Utusan-
utusan Injil Belanda mengutus A.C Kruyt untuk bekerja di Sulawesi Tengah. Pada saat itu, mereka
hanya mengetahui sedikit informasi mengenai daerah Poso. Informasi itu juga hanya berasal dari
orang-orang Bugis yang berada di pesisir pantai. Hubungan para pewarta Injil, yakni Kruyt dan
Andriani makin lama makin intensif dengan warga di daerah itu. Mereka berusaha mewartakan Injil
dan menerjemahkannya ke dalam bahasa setempat. Akan tetapi, ada perbedaan antara kedua orang
ini yang menghalangi karya pemberitaan Injil. Mereka tidak sejalan dalam proses pemberitaan Injil.
Andriani lebih banyak meninggalkan daerah itu karena masalah kesehatan. Pada akhirnya, Kruyt
mempunyai peran dan kedudukan yang lebih kuat dalam pewartaan Injil.
Tantangan terbesar Kruyt dan Andriani dalam pekabaran Injil di daerah itu adalah bahasa
dan peran mereka dalam masyarakat. Mereka belum sepenuhnya memahami bahasa setempat dan
peran mereka juga masih dipandang sebelah mata oleh warga. Mereka hanya fasih berbahasa
Melayu, sementara di daerah itu bahasa Melayu kurang digunakan bagi komunikasi sehari-hari.
Selain itu, untuk mempunyai pengaruh dalam masyarakat, Kruyt harus mengenal dan dikenal oleh
banyak orang. Cara yang ia tempuh adalah mengikuti upacara-upacara kematian yang dikenal
dengan sintuwu. Memang kesempatan untuk mewartakan Injil pada kegiatan itu sangat tidak
mungkin. Pada awal proses pewartaanya, ia sering tidak dipandang orang-orang di sana. Hingga
akhirnya ia menyadari bahwa harus menciptakan suatu keseganan di antara masyarakat itu. Setelah
ia berhasil, ia akhirnya dikenal sebagai kabosenya juga dalam masyarakat. Dengan demikian, ia
mempunyai lebih banyak peran dalam berbicara di masyarakat.
Kruyt dan Andriani berusaha berbuat baik kepada orang-orang di daerah itu dengan
memberikan ringgit sebagai pinjaman bagi mereka untuk membayar hutang. Akan tetapi, tindakan
itu malah merenggangkan relasi mereka dengan masyarakat. Pada suatu kali, ada seorang yang
meminjam uang kepada mereka dengan jaminan seorang budak yang masih kecil. Mereka
kemudian menebus budak itu dan membesarkannya. Budak itu bernama Pentjali. Pentjali inilah
nanti yang membantu mereka mewartakan Injil kepada orang-orang di sana dan melayani jemaat di
klasis Pebato. Perkembangan itu membawa kemajuan juga bagi perkembangan pewartaan Injil di
daerah itu hingga mereka bisa mendirikan sekolah karena kerja sama dengan raja-raja di daerah itu.
Akan tetapi, pendirian sekolah itu ternyata disalahmengerti oleh warga di sana. Mereka mulai
mengaitkan sekolah itu dengan perbudakan oleh para kompani (sebutan untuk orang Belanda)
karena biaya sekolah yang terlalu tinggi.
Usaha lain sebagai salah satu bentuk pemberitaan Injil adalah dari bidang kesehatan yang
dilakukan oleh Kruyt dan Andriani adalah melalui pertolongan kepada orang-orang sakit.
Pertolongan kepada orang-orang sakit ini merupakan usaha untuk memperoleh kontak dengan
2
orang-orang pribumi sebanyak-banyaknya bagi ladang pewartaan, namun ada tantangan berupa
tempat tinggal mereka yang berjauhan. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tinggal di salah satu
daerah yang berpenduduk banyak. Tinggal dalam masyarakat yang banyak itu, membuat mereka
ingin segera menyelesaikan terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa ibu masyarakat setempat, yaitu
bahasa Bare’e. Oleh karena penerjemahan Kitab Suci yang begitu membutuhkan waktu, mereka
membuat buku-buku cerita Kitab Suci terlebih dahulu sebagai sarana pewartaan bagi anak-anak.
Perkembangan yang dilakukan oleh Kruyt, setelah mampu masuk ke dalam lingkup politik
masyarakat adalah mengkhususkan hari Minggu. Ia mulai mengajak beberapa orang untuk
mengikuti kebaktian, akan tetapi respon mereka kasih sangat kurang. Hanya beberapa orang saja
yang mengalami bahwa mengkhususkan hari Minggu adalah penting. Pengkhususan hari Minggu
yang sukses kemudian dilanjutkan pada pengenalan nama Allah kepada orang-orang Poso. Kruyt
dan Andriani awalnya menggunakan kata Pue Lamoa untuk menyebut Allah. Namun, kemudian
mereka mulai bingung ketika lamoa itu ternyata digunakan juga untuk nama dewa orang-orang
Poso. Pada akhirnya, seiring dengan perkembangan Injil, mereka menggunakan Pue Ala untuk
menyebut Allah dan Pue Isa untuk menyebut Yesus. Akan tetapi, sebutan ini kemudian menjadi
sumber kebingungan di antara masyarakat ketika mereka mulai bergaul dengan mereka yang
beragama Islam. Meskipun demikian, Kruyt tetap mengajar mereka mengenai Injil melalui cerita-
cerita tentang Yesus dan mengenai pentingnya jiwa manusia diselamatkan untuk hidup yang kekal.

C. MASA PERALIHAN
pada hari Natal 1909 dibaptislah sebanyak 168 orang menjadi Kristen oleh pendeta Hofman. Di
antara orang-orang itu, ada Papa i Wunte, seorang yang paling berpengaruh di daerah Poso itu, yang
menjadi penggerak masyarakat agar mereka dibaptis. Pembaptisan besar-besaran ini merupakan
sebuah resolusi dari perubahan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Pemerintah
kolonial/Hindia Belanda telah ada di sekitar daerah itu sejak lama. Utusan mereka yang kemudian
melaksanakan pewartaan di daerah Poso itu adalah Kruyt. Ia datang ke daerah itu dan tinggal di
antara orang-orang yang tidak tertib sama sekali. Ia akhirnya meminta bantuan kepada pemerintah
kolonial untuk menertibkan daerah itu dan menyudahi pertikaian antar suku-suku di sekitar daerah
tersebut. Perkembangan sesudahnya malah berpengaruh bagi perkembangan kompania yang secara
tidak langsung menetapkan penjajahan di daerah itu dengan memaksa mereka membuat jalan ke
Parigi. Kruyt dan Andriani sangat menentang kelaliman para kompania dalam pemerintahan
mengenai hal ini. Kegigihan Andriani dan Kruyt itu menggugah hati masyarakat di sana untuk
masuk ke agama Kristen. Mereka melihat apa yang Kruyt lakukan bagi mereka. Selain itu, mereka
juga melihat contoh hidup dari teman-teman Kruyt yang berkulit putih lainnya bahwa mereka selalu
berdoa kepada Pua Ala dan mereka selalu baik-baik saja. Sementara itu, orang-orang Poso hanya
3
menghadap dewa-dewa mereka jika mereka butuh saja. Hal ini memotivasi mereka untuk juga
memeluk agama Kristen.

D. KEBIJAKSANAAN
Perkembangan pewartaan Injil yang berkembang semakin pesat dam masuk ke dalam hampir
seluruh bagian hidup masyarakat, maka dibutuhkan beberapa kebijakan dalam mengatur
perkembangan pewartaan Injil dalam mengatur jemaat. Selain itu, pekerjaan para zending juga
semakin berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Dengan semakin banyaknya orang
yang menetap di sekitar sungai Poso, pewartaan mengenai Injil juga semakin berkembang menuju
ke daerah-daerah di luar Poso. Pewartaan itu sampai daerah Luwuk dan Palu. Pewartaan Injil di
daerah Palu berkaitan pula dengan porang-orang Toraja Barat yang tinggal di daerah sekitar itu.
Sementara itu, di daerah Luwuk, pewartaan itu berkembang dengan pesat di daerah Banggai.
Salah satu masalah yang muncul dengan semakin luasnya campur tangan pemerintah dalam
masyarakat adalah pemberlakuan hari Minggu sebagai hari untuk berkerja. Kruyt telah
mengusahakan untuk menjadikan hari Minggu sebagai waktu untuk pemberitaan Injil. Kebijakan
pemerintah untuk mempekerjakan orang pada hari membuat pewartaan Injil kurang mempunyai
waktu khusus lagi. Hal ini berpengaruh bagi pewartaan Injil. Satu sisi membawa kebaikan karena
masyarakat mulai dapat membedakan mana yang pemerintah kolonial dan mana pewarta Injil, tetapi
di sisi lain ada godaan bagi para zending untuk bersandar di lengan pemerintah kolonial.
Perkembangan lain yang dilakukan oleh zending di daerah Poso adalah melanjutkan karya
pendidikan yang telah dirintis oleh Kruyt dan Andriani. Pengembangan ini rupanya mendapat
perhatian dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat kolonial. Sekolah-sekolah itu kemudian
memungkinkan murid-murid untuk belajar banyak hal dan mengembangkan masyarakat mereka.
Namun adanya campur tangan pemerintah dalam pendidikan yang diselenggarakan oleh zending ini
membuat para pewarta tidak bebas mewartakan Injil kepada para murid. Meskipun koordinasi
dengan pemerintah berjalan baik, pemerintah masih memegang kendali yang besar. Pada akhirnya,
Peraturan-Poso menghasilkan keputusan penuh bagi zending untuk mengolah sekolah sendiri.
Dengan semikian, para murid semakin memungkinkan untuk diajari mengenai banyak hal mengenai
iman dan persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
Pada saat sekolah-sekolah mulai berdiri, zending menggunakan juga jasa masyarakat sekitar
untuk membantu mereka mengajar para murid. Mereka kemudian memanggil guru-guru untuk
membantu mereka. Keputusan itu menghasilkan dampak positif dan negatif dalam pewartaan. Para
guru di satu sisi memberikan sumbangan pemikiran, namun mereka juga sangat suka mengutang
kepada zending untuk memenuhi keinginan mereka. Kebiasaan ini membuat zending harus
bertindak keras. Selain itu, peningkatan kualitas guru juga sangat dibutuhkan bagi pengembangan
4
pengetahuan para murid. Oleh karena itu, para guru mendapat kesempatan untuk menjalani
pendidikan sebelum mengajar. Semakin banyak sekolah yang terbentuk sehingga tenaga guru
sangat diperlukan, tetapi juga harus merupakan guru yang berkualitas. Untuk mempermudah proses
pewartaan mereka, asrama mulai dibangun sehingga pendidikan mereka menjadi terpusat di satu
tempat.
E. PERKEMBANGAN DALAM MASYARAKAT
Pada awal peribadatan dilakukan di salah satu rumah jemaat. Setelah rumah jemaat,
perkembangan selanjutnya membawa mereka pada peribadatan di kelas-kelas yang ada. Beberapa
orang kemudian mengusulkan untuk membangun gedung gereja bagi tempat peribadatan mereka.
Gedung gereja itu kemudian terbentuk juga dan segala kegiatan peribadatan dipusatkan di gedung
gereja. Setelah berhasil dengan membangun gereja, hal selanjutnya adalah membuat panduan
nyanyian bagi jemaat yang digunakan pada setiap peribadatan. Perkembangan selanjutnya adalah
pembicaraan mengenai sakramen, terutama sakramen baptis. Sakramen baptis ini mulai
diperkenalkan dengan mengucapkan janji kepercayaan mereka pada Allah.
Hal lain yang tidak kalah penting bagi semakin diperkenalkannya agama Kristen bagi orang-
orang Poso adalah pelaksanaan perjamuan kudus. Jemaat antusias mengikuti perjamuan, tetapi ada
kecenderungan munculnya kesalahpahaman mengenai perjamuan itu. Jalan untuk menyelesaikan
hal itu adalah memberikan pengajaran dan pemahaman bagi mereka mengenai hal itu. Dengan
demikian, hal yang paling penting selanjutnya adalah memulai pengajaran iman ke tahap yang lebih
jauh lagi. Meskipun berbagai hal itu telah dilakukan, masih ada saja kecenderungan untuk kembali
pada kebiasaan lama untuk melakukan upacara-upacara pemujaan kepada roh alam. Berbagai
kebiasaan lama ingin dihidupkan kembali. Permasalahan kemudian muncul karena para pemuka
suku yang sebelumnya adalah pelaksana upacara-uparacara itu telah menjadi Kristen. Pada akhirnya
banyak pula yang mendua hati dengan perayaan suku sehingga iman Kristen mereka nampak suam-
suam kuku.
Tindakan yang dilakukan para zending untuk mengatur jemaat adalah memberlakukan hukum
Kristen bagi seluruh jemaat. Agama mulai mengatur cara mereka bertingkahlaku dan menjalankan
agama mereka. Gereja mengatur menjalankan agama mereka. Hal itu berkaitan dengan masalah
solidaritas, kedudukan budak, kemabukan, poligami, perceraian, pergaulan di antara laki-laki dan
perempuan, pernikahan. Hal yang menjadi penekanan mereka adalah sumpah untuk perkawinan dan
janji setia mereka yang malakukan perkawinan Gereja. Ada ikatan yang jelas untuk mengarahkan
hidup perkawinan mereka sehingga kebiasaan lama mereka yang poligami dapat diatasi.
Persiapan untuk menjadikan Gereja sebagai sebuah badan keagamaan semakin berkembang.
Zending mulai memperkenalkan dan membentuk pengurus Gereja dan memperkanalkan hari-hari
perayaan dalam Gereja. Semakin hari semakin berkembanglah Gereja di Poso untuk menjadi Gereja
5
yang berdikari. Berbagai usaha silakukan untuk dapat menghasilkan pendanaan sendiri dan
bagaimana cara mengurus pendanaan. Semua hal berusaha dijelaskan dan dipakai oleh zending
untuk memajukan Gereja.

F. GEREJA YANG DITERAPKAN SEBAGAI BADAN


Gereja di daerah Poso terus berkembang dari sejak Kruyt datang ke tanah Poso hingga masa
penjajahan Jepang di Indonesia. Gereja tidak terpengaruh oleh penjajahan itu dan tetap bertumbuh
hingga pada tahun sesudah penjajahan Jepang. Memang selama masa penjajahan Jepang, cukup
banyak masalah yang terjadi terutama berkaitan dengan pencabutan wewenang pendeta untuk
mewartakan Injil. Pencabutan ini pada akhirnya berakhir pula ketika penjajahan berakhir. Pada
akhirnya perjalanan panjang Gereja di daerah Sulawesi Tengah, khususnya Poso, mencapai tahap
institusi pada tanggal 18 Oktober 1947 dalam sebuah pertemuan besar. Gereja itu menjadi institusi
dengan nama GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah).

Anda mungkin juga menyukai