Anda di halaman 1dari 3

Proses masuknya Injil di Tanah Tabi tidak bisa dilepaskan dari sejarah masuknya

Injil di Papua, tepatnya di Mansinam pada 5 Februari 1855. Kedua peristiwa ini
merupakan bagian tidak terpisahkan.

Sebelum kedatangan Van Hassel, beberapa waktu sebelumnya tepatnya tanggal 3


April 1893 pendeta Gottlieb Lodick Bink tiba di Teluk Youtefa dan disambut oleh
Yantiway sang Ondoafi Besar Tabati-Injros dengan sukacita. Oleh penguasa teluk itu
G.L Bink diberi waktu dan ruang untuk bergaul dengan masyarakat lokal.

Ada kisah menarik ketika G.L Bink berlabuh di tempat ini. Menurut cerita, ketika
kapal itu mendarat ada sekitar 8 orang kulit putih yang turun dan mereka meminta
untuk bertemu dengan pemimpin (ondoafi). Mereka kemudian diantar ke rumah
ondoafi di Pulau Debi. Namun ondoafi tidak bisa keluar rumah tapi lewat
pembantunya, dengan bahasa isyarat ia memerintahkan kedelapan orang itu
menghadap ke Timur. kwani, kata sang ondoafi. Lalu 8 orang tersebut disuruh
menghadap ke Barat, dan sekali lagi ondoafi berkata kwani. Kwani dalam bahasa
setempat berarti baik. Mereka ini orang baik, jangan diapa-apakan, kata ondoafi.

Jadi jika di daerah lain para penginjil tidak serta merta diterima oleh penduduk
pribumi, berbeda dengan tempat ini. G.L Bink dan rombongannya justru disambut
dengan baik. Padahal budaya suku-suku di teluk ini hampir sama dengan suku-suku
lainnya, suka berperang dan tidak kompromi dengan orang asing.

G.L Bink tinggal selama 3 bulan di kampung ini, menikmati adat istiadat, melihat
langsung proses inisiasi pembinaan para pemuda dalam rumah adat yang disebut
mauw (karuari).

Dalam catatannya, G.L Bink mengatakan bahwa ada sebuah tempat, kampung yang
tertib, teratur, penduduknya sopan mereka hidup dalam kelompok yang baik. Pada
mereka tidak ada kebiasaan-kebiasaan pertengkaran dan kemabukan. Hal ini
menggambarkan bagaimana damainya kehidupan masyarakat di teluk ini pada
jaman dulu.
Selama 3 bulan, G.L Bink belajar banyak, dan ketika meninggalkan Tabati-Injros dia
membawa serta dua penduduk asli yang bernama Waro Itaar dan Fdore Hamadi.
Mereka dibawa ke markasnya di pulau Urol di Manokwari. Di sana mereka dididik
cukup lama untuk bias

berbahasa Melayu, melakukan pekerjaan pertukangan lalu mereka juga dibaptis


menjadi orang Kristen. Sayangnya Fdore Hamadi meninggal dunia di tempat ini.

Setelah melihat proses yang demikian, baik melalui laporan-laporan ke gereja pusat
di Belanda dan di Manokwari, mereka (Zending) kemudian mengijinkan pendeta Van
Hasselt pada tahun 1910 untuk datang kembali ke Metu Debi, bersama beberapa
orang Ambon yang menjadi guru dan di situlah tanggal 10 Maret proses pekabaran
Injil di Tanah Tabi mulai dilakukan secara penuh dan jadilah Metu Debi menjadi
pusat pendidikan pertama di Jayapura. Pendidikan dasar berlangsung dengan
dipandu langsung Van Hasselt dan Guru Laurens Tanamal dengan dibantu oleh Waro
Itaar sebagai Juru Bahasa dari Van Hasselt yang berfungsi menjadi penerjemah.
Demikianlah awal dari berdirinya pusat pekabaran Injil untuk seluruh Tanah Tabi dan
pusat pendidikan pertama sampai pusat pemerintahan pertama ada di Tabati-Injros
itu.

Meskipun telah diterima, namun para penginjil ini mesti berjuang keras untuk
menyebarkan Injil di daerah ini. Banyak tantangan yang harus dihadapi, karena
masyarakat masih kukuh mempertahankan kepercayaan leluhur. Komunikasi secara
verbal belum secara langsung dilakukan. Semua pakai bahasa isyarat, tutur
Ondoafi Kampung Injros, Marthen Luther Drunyi .

DiMauw(Karuari) rumah adat tempat mendidik anak-anak dan para pemuda


diajarkan berbagai macam pengetahuan sampai ilmu hitam yang bisa
mencelakakan. Oleh penginjil, hal-hal tersebut harus dihilangkan karena
bertentangan dengan ajaran agama. Demikian pula dengan rumah yang dihuni
lebih dari satu keluarga, oleh penginjil diberi pengetahuan baru mengenai
kesehatan yang mengajarkan untuk hidup lebih bersih dan teratur sehingga pelan-
pelan masyarakat mulai membangun rumah masing-masing. Titik temu antara injil
dan adat itu adalah dalam hukum, misalnya tidak boleh mencuri.
Pada peristiwa wabah cacar air yang hebat di Teluk Humboldt dan Youtefa tahun
1908, sebagian besar masyarakat terselamatkan oleh vaksin yang diberikan Van
Hasselt Jr dan Starrenburg. Pasca kejadian ini banyak orang yang minta dibabtis.
Setelah itu muncullah Guru-Guru Injil yang lain seperti Chromi Korneles Itaar, Antoni
Hanasbe, Laurens Mano, dan lain-lain.

Meskipun di kemudian hari Van Hasselt lebih dikenal, namun menurut Ketua Klasis
GKI Jayapura pendeta William Itaar, proses peradaban baru itu sesungguhnya mulai
terjadi pada 3 april 1893 ketika pendeta G.L Bink melakukan interaksi di Tabati-
Injros, walaupun interaksi itu tidak seintensif yang dialakukan oleh Van Hasselt. Hal
inilah yang menyebabkana kecenderungan orang di Tanah Tabi ini melihat momen
10 Maret 1910 lebih penting dibanding 3 April 1893 itu. Karena G.L Bink datang
hanya mengamat-amati kehidupan masyarakat, sementara Van Hasselt terjun
langsung dalam kehidupan masyarakat, seperti mengajar dan membina
masyarakat, ujar Willem Itaar.

Anda mungkin juga menyukai