Anda di halaman 1dari 13

LAHIRNYA PAROKI SANTO MARTINUS KAIMANA

I. MASA SEBELUM TAHUN 1937.


Sejarah mencatat bahwa pada 11 Juli 1891 Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan
Gereja Katolik beroperasi juga di Irian Barat bagian Barat Daya. Pater Corenelis Le Cocq
dArmandville yang bekerja di Flores Timur ditugaskan untuk memasuki Irian Barat, dan
terealisir pada 22 Mei 1894 dengan mendaratnya Pater Cornelis Le Cocq dArmandville di
Skroe dekat Fakfak.
Mengenai Kaimana sendiri tidak banyak diketahui, hanya sekitar tahun 1937 terdapat 3
(tiga) keluarga Katolik dengan jumlah jiwa 15 orang yang berasal dari Kei datang ke Kaimana
untuk mencari nafkah. Mereka ini dilayani oleh Pastor-Pastor MSC, diantaranya Pater,
Kaspers MSC dan Pater De Young, MSC. Pelayanan mereka juga dilaksanakan sewaktu
mereka mengadakan kunjugan dari Fakfak ke Kokonao dan sebaliknya. Pelayanan ini
dilakukan berhubung kapal yang mereka tumpangi biasanya berlabuh di Kaimana sekitar dua
sampai tiga hari. Lama kelamaan dirasakan adanya kebutuhan tempat berteduh bagi para
Pastor yang singgah di Kaimana. Oleh sebab itu didatangkanlah tukang-tukang dari Langgur
untuk membangun sebuah Pastoran. Pastoran tersebut merupakan sebuah rumah panggung
yang beratapkan seng. Bentuk bangunannya sangat panjang, sehingga berfungsi ganda yaitu
sebagian digunakan sebagai tempat ibadah pada hari Minggu, dan sebagian lainnya
digunakan untuk para guru yang datang dari Kei untuk bertugas di Mimika. Pastoran
digunakan sebagai tempat ibadah pada hari Minggu sampai dengan Perang Dunia II
kemudian dipindahkan ke asrama tentara. Rumah Pastoran ini sekarang telah lanyap karena
dimusnahkan pada waktu pendudukan Jepang.

II. MENYONGSONG PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 1945.


Tanggal 28 September 1936 keluar Surat Keputusan dari Propaganda Fide di Roma bahwa
Ordo Santo Fransiskaan (OFM) dapat juga beroperasi di Irian Barat. Pada 30 Januari 1937
enam orang Imam Fransiskan tiba di Tanjung Priok Jakarta. Setelah beberapa waktu di Jawa,
mereka bertolak menuju Ujung Pandang, dilanjutkan menuju Ambon dengan menumpang
Kapal Van den Bosch. Mereka tiba di Tual pada 27 Februari 1937.

Pada 18 Maret 1937 Pater Louter , Pater Van Leeuwen serta Pater Philipus Tettaroo
mendarat di Kaimana, tetapi hanya beberapa jam saja karena Pater Louter akan turun di
Fakfak sedangkan Pater Tettaroo dan Pater Van Leeuwen akan terus ke Kokas karena
nantinya mereka akan menetap di Babo.
Pada permulaan tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Hal itu mempunyai dampak
bagi para Misionaris. Semua Misionaris ditangkap oleh tentara Jepang dan diinternir. Tahun
1945 barulah mereka semua dikembalikan ke posnya masing-masing, kecuali Pater Koen
Guilkers, OFM yang dibunuh di Ransiki (Manokwari) pada 16 April 1942 dan 3 (tiga) orang
Misionaris lainnya yang sedang sakit sebagai akibat penderitaan mereka selama diinternir.

III. MASA DARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN R.I. MENUJU SAAT TRIKORA (1963).
Pater Tettaroo sebagai Pastor Paroki Babo sempat melayani Kaimana dari tahun 1946
sampai 1947 selama 3 (tiga) kali. Beliau melakukan pelayanan dari tempat tinggalnya di
Mabriema. Jasa Pater Tettaroo bagi Kaimana sangat besar.
Tahun 1947, Kampung Werafuta minta seorang guru Katolik dan sejak saat itulah
masuklah agama Katolik di Werafuta dari yang sebelumnya beragama Protestan. Sementara
itu untuk kampung-kampung Islam seperti Kilimala, Mafua, Waroi, Waromi, dan Seraran
dibantu juga dengan dibangunnya sebuah sekolah yang juga diselenggarakan oleh misi. Pada
tahun 1947 ini juga didirikan 1 (satu) Sekolah Dasar Tiga Tahun di Kaimana, dengan jumlah
murid 27 orang dan seorang guru yaitu Herman Renyaan. Di Werafuta dibuka juga Sekolah
Dasar Tiga Tahun dengan jumlah murid 25 orang dan seorang guru yaitu Berchmans Setitit.
Tahun 1947 merupakan tahun panenan sekolah. Di Seraran (kampung Islam) dengan guru
Simon Resubun. Di Mafua dengan guru Leo Leisubun. Di Waromi dengan guru Thomas
Lefteu. Di Kilimala dengan guru V. Jamlean, Faustinus Durje dan Lodovikus Watratan. Selain
itu, masih terdapat juga sejumlah guru yang bertugas di Kaimana, yang layak dikenang
sebagai pelopor pembangunan. Mereka adalah :
1. Di Seraran : V. Wajaru, R. Rengil, dan L. Wamawejao.
2. Di Mafua : Ch. Nimbafu, dan D. Samderubun.
3. Di Waromi : Zakarias Rahayaan.
4. Di Werafuta : G. Ngamelubun, Piet Majao, N. Arpikini, M. Jemaro, C. Amereyau,
F.Durje,dll.
Tuhan tidak pernah melupakan umat-Nya yang sedang menderita. Pada tahun ini di
mana ada panenan ssekolah di wilayah Kaimana, didatangkan juga beberapa tenaga
Misionaris berkebangsaan Belanda untuk Irian Jaya, diantaranya adalah Pater Hogendjik dan
Pater L. Bisschop, yang tidak terlupakan jasanya oleh penduduk Kaimana. Pater L. Bisschop
disamping tugasnya sebagai Pastor Paroki di Mabriema sempat juga melayani Kaimana dan
Werafuta.
Menurut statistik 1948-Juli 1949 umat Katolik di Kota Kaimana yang dibaptis berjumlah
14 orang dan di Werafuta berjumlah 9 orang.
Pada tahun 1948 para Misionaris diberi kesempatan untuk memperluas daerah
pelayanannya ke beberapa kampung di sekitar Kaimana, antara lain Waho, Sisir Besar dan
Manggera. Penduduk juga minta agar seorang guru didatangkan ke sana, akan tetapi gagal
karena adanya perlawanan oleh pegawai pemerintah setempat.
Tahun 1949 Gereja Katolik di Irian Barat mendapat udara baru di mana Wilayah Irian
Barat bagian Utara dan Barat lepas dari Keuskupan Merauke dan masuk ke Perfektur
Apostolik Holandia (Jayapura).
Tahun 1953 merupakan tahun bersejarah bagi Gereja Katolik Kaimana karena pada
tahun itu Kaimana mendapat seorang Pastor tetap yakni Pater N. Verheijen, walaupun
jabatan sebenarnya adalah sebagai Pastor tentara. Selain itu Kaimana juga digembirakan
dengan kedatangan Meneer Wayers yang bertugas sebagai guru di SD. Beliau inilah yang
membuka Schakelschool sebagai kelanjutan Sekolah Dasar 3 tahun menjadi Sekolah Dasar
6 tahun. Dalam tahun ini juga Sekolah Misi membuka sekolah di kampung Kilimalo.
Pertambahan umat Katolik di Kaimana terlihat jelas dari data statistik tertanggal 1 Juli
1952 30 Juni 1953. Jumlah Umat Katolik di Kaimana 37 orang dan di Werafuta 19 orang.
Tahun 1954 jumlah Umat Katolik di Kaimana tercatat 97 orang dengan perincian sebagai
berikut :
a. Penduduk asli Irian : 4 orang.
b. Penduduk Indonesia lainnya (selain Irian) : 32 orang.
c. Eropa (sipil) : 11 orang.
d. Eropa (militer) : 50 orang.
Di antara mereka itu hanya 47 orang yang disebut Katolik Pascantes. Pada tahun 1954 ini
juga Umat di Werafuta berjumlah 73 orang.
Sebagai seorang Pastor Militer (almusinir), Pater N. Verheijen tidak lama memimpin
Paroki Kaimana sehingga beliau digantikan pada bulan April 1953 oleh Pater Van de Pavert
sampai dengan tahun 1956. Sesuai rencana Pater Van de Pavert digantikan oleh Pater J.
Kemp, OFM, akan tetapi beliau baru tiba 30 Juni 1957, sehingga kekosongan itu diisi oleh
seorang Pastor Tentara lainnya yaitu Pater L. Hooymans (seorang Pastor Redemtoris), serta
sesekali dikunjungi oleh Pater Van Maanen dari Fakfak.
Jumlah Umat Katolik di Kaimana pada 30 Juni 1957 adalah 106 orang (data tersebut
termasuk 36 orang Eropa dan 3 orang Cina), sedangkan di Werafuta berjumlah 108 orang.
Kenangan semasa Pater Van de Pavert :
a. Dalam suatu laporan kegiatan tournee yang dilaksanakan oleh Pater Van de Pavert
pada tanggal 12 20 November 1953, beliau mencatat peristiwa sebagai berikut :
Dengan sebuah perahu kecil dengan 5 orang pendayung, diantaranya Tua Gama
Philipus Kirva, kami berangkat pagi-pagi sekali lewat Tanjung Samora (Tjoa),
disiapkan di pantai makanan sampai keadan laut menjadi tenang. Kami
mempergunakan layar karena ada angin sedikit. Malam jam 19.30 kami tiba di Kali
Gobo. Layar tidak dipakai lagi. Dengan mendayung dan tokong kami tiba di
Sermoekoe Oebia pada jam 11 malam. Karena air turun, sehingga kami harus
beristirahat dulu sampai jam 03.30 pagi. Kami mendayung lagi dan tiba di Werafuta
jam 08.30. Sekolah sudah mulai. Periksa sekolah sedikit dan berikan anak-anak vry.
Gedung sekolah amat buruk seprti yang dilaporkan Penilik Sekolah yang baru saja
mengunjungi sekolah itu. Dalam rapat, rakyat berjanji membangun gedung sekolah
yang baru dalam waktu 2 bulan.
Sore hari diadakan pengakuan dosa untuk semua orang dan selanjutnya
sembahyang malam. Hampir seluruh kampung hadir.
Sesudah itu persiapan para calon nikah. Ditentukan hari pernikahan pada 17-11-
1953, tetapi pesta adat telah dimulai sejak 13-11-1953. Didirikan Rumah Goyang.
Acara dimulai sore hari : dansa, makan, dansa, beristirahat atau tidur, bangun,
makan, dansa, makan sampai jam 08.00. pada malam minggu dilarang oleh Pastor
untuk berpesta, karena Hari Tuhan. Walaupun ada 2 orang utusan meminta Pastor
untuk mencabut larangan itu, yang sama sekali tidak cocok dengan rencana mereka,
akan tetapi Pastor tetap bersikeras. Mereka pun gagal.
Pada tanggal 17-11-1953 acara dimulai dengan upacara adat pagi sekali (waktu
matahari terbit). Ini merupakan pemberian segala cahaya dan kebahagiaan dalam
hidup bersama. Sesudah rokok diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan di rumah keluarga perempuan, acara dimulai dengan nyanyian yang
diiringi tifa, dengan perarakan dan tarian menuju ke gereja. Hampir seluruh kampung
mengikuti acara tersebut.
Sesudah peneguhan nikah, acara makan bersama. Untuk hal ini ada persiapan yang
amat lama. Sesudah doa pembukaan diberikan waktu untuk makan kukis selama 5
menit, baru dilanjutkan dengan makanan pesta.

b. Pater Van de Pavert lah yang berusaha membangun sekolah di Kampung Seram,
sebab gedung sekolah waktu itu merupakan gedung pinjaman (Rumah Kongsi
Perkumpulan Cina). Dengan bekas motor Jepang dan lain-lainnya beliau berusaha
membuat satu mesin gergaji untuk untuk kayu gedung sekolah tersebut. Mesin ini
selama beliau ada berfungsi dengan baik, akan tetapi lenyap bersama kepergian
sang penemu. Gedung sekolah ini tidak ada lagi sekarang, hanya tinggal sedikit
puing pondasi (sekarang sudah jadi kuburan umum).
IV. GEMBALA UMAT YANG KOKOH KUAT BERJALAN.
A. PATER A.N. KEMP, OFM.
Pater A.N. Kemp, OFM dilahirkan di Oudewater (Belanda) pada tanggal 16
November 1905. Setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar beliau
meneruskannya ke Seminari Menengah dan kemudian pada bulan September
1924 beliau memasuki jenjang hidupnya sebagai seorang Biarawan Ordo Santo
Fransiskus (OFM). Beliau ditahbiskan menjadi Imam pada tanggal 15 Maret
1931 di Weert (Belanda). Kemudian ditunjuk sebagai Misionaris di Cina. Setelah
dipersiapkan selama satu setengah tahun di Roma, beliau bertolak ke Cina.
Sejak akhir tahun 1932, selain bertugas sebagai Pastor Paroki beliau juga
menjadi Rektor pada Sekolah Lanjutan di Luanfu dan kemudian ditangkap
tentara Jepang tahun 1941. Setelah Perang Dunia II beliau cuti ke negeri
Belanda (1946-1947). Selesai cuti beliau ditugaskan sebagai Superior Regularis
di Peking, selesai beliau menjabat sebagai Rektor Seminari selama 1 tahun.
Bulan Maret 1952 Pater Kemp ditangkap Komunis dan dipenjarakan .
Seratus hari terakhir masa penahanannya beliau disiksa dengan luar biasa.
Sepanjang hari beliau harus duduk tanpa bergerak sedikitpun di atas kursi dari
jam 06.00 pagi hingga jam 10.00 malam. Jika beliau melakukan satu gerakan,
langsung beliau dipukul. Malam hari pun beliau harus tetap melakukan hal yang
sama yakni tidur tanpa gerak sedikitpun. Tanggal 8 Agustus 1952 Pater Kemp
dikeluarkan dari negeri Cina dan tiba di negeri Belanda pada bulan September
1952.
Pada 7 Maret 1957 beliau diberangkatkan ke Irian Jaya dan kira-kira tiga
setengah bulan beliau tiba di Sorong, lalu pada 25 Juni 1957 beliau tiba di
Kaimana. Beliau mendatangkan beberapa guru untuk sekolah-sekolah Cina di
tempat di mana beliau bertugas. Perhatiannya cukup besar terhadap sekolah-
sekolah Cina seperti di Biak, Manokwari, Sorong, Fakfak, dan sementara waktu
juga di Kaimana. Kesibukannya sebagai Pastor Paroki dan Pastor Tentara, serta
minat yang begitu besar terhadap pendidikan menyebabkan Pater Kemp seolah-
olah tidak memperhatikan pemeliharaan tubuhnya sendiri.
Pada Februari 1966 beliau diketemukan oleh Pater Houdijk dalam keadaan
sakit parah di Pastoran Kaimana. Dengan pesawat Cessna beliau
diberangkatkan ke Enarotali untuk dirawat oleh para suster di sana. Perawatan
dilakukan di Enarotali , kemudian dilanjutkan perawatan di Jayapura tetapi
ternyata tidak berhasil. Kemudian diputuskan bahwa beliau harus
diberangkatkan ke Lae (PNG) untuk dirawat di sana, di salah satu rumah sakit
yang lebih baik. Akan tetapi karena penyakit yang menyerang beliau tidak dapat
disembuhkan, akhirnya Pater Kemp meninggal di rumah sakit tersebut pada 17
Juni 1966 bertepatan dengan Hari Raya Hati Yesus Yang Maha Kudus. Sewaktu
menemui ajalnya Pater Kemp didampingi oleh seorang dokter yang pernah
bertugas di Kaimana. Kepada dokter tersebut beliau berpesan agar Umat Katolik
di Kaimana dapat memaafkan semua teladan yang kurang baik yang pernah
beliau berikan. Ketika mendengar berita tersebut, Umat Katolik di Kaimana
sangat bersedih karena kehilangan gembala mereka yang sangat rendah hati.
Sebuah anekdot tentang Pater Kemp : Pater Kemp adalah seorang yang
suka bekerja dan bekerja keras. Seringkali kapal laut membawa barang-barang
untuk Fakfak dan Kokonao diturunkan di Kaimana. Urusan bongkar muat
barang-barang dari pelabuhan bisa dilakukannya sendirian. Suatu saat ketika
beliau sedang sibuk mengurusi barang-barang yang baru diturunkan, beliau
dipanggil oleh Komandan Militer. Beliau meninggalkan pekerjaannya, lalu
tergesa-gesa meninggalkan tempat itu dan masuk ke asrama militer dengan
pakaian kerjanya. Biasanya beliau berjubah jika mau masuk asrama itu.
Penampilannya yang seperti itu sama sekali tidak menguntungkan beliau.
Kemudian baru diketahui bahwa kedatangannya dilaporkan petugas jaga
sebagai berikut : Kapten, di depan pintu gerbang ada seseorang yang
tampaknya sangat kotor. Ia berjenggot dan mirip sekali dengan Pater!
Sewaktu Pater Kemp meninggalkan Kaimana beliau telah menempati
bangunan Pastoran yang baru selama 3 tahun yang pembangunannya telah
diselesaikan pada tahun 1963.
Sewaktu Pater Kemp meninggalkan Kaimana, Umat Katolik di Kaimana
berjumlah 154 orang terdiri dari penduduk Irian asli 60 orang, penduduk
Indonesia lainnya 57 orang, Tionghoa 30 orang, militer 7 orang. Sedangkan di
Kampung Werafuta Umat Katolik berjumlah 135 orang.

B. PATER H. MOUS, OFM.


Pater H. Mouss, OFM lahir di Bolsward (Belanda) 10 September 1916.
Setelah beliau menamatkan pendidikan dasar dan melanjutkan ke pendidikan
menengah, maka pada tahun 1935 beliau mulai dengan memilih cara hidup
sebagai seorang Biarawan. Beliau ditahbiskan Imam pada 11 Maret 1945 dan
ditunjuk untuk bekerja di Cina. Pater Mouss rupanya bukan hanya sebagai
penerus karya Pater Kemp sebagai gembala di Kaimana sja, tetapi sejak
permulaan masa tugasnya beliau menjadi semacam pengikut Pater Kemp,
antara lain Pater Mouss pernah belajar Bahasa Cina dari Pater Kemp semasa
tugas di Cina.
Pada 16 September 1947 Pater Mouss melalui Jakarta menuju Irian Barat.
Beliau tiba pada 28 Oktober 1947 dan mula-mula ditempatkan di Keerom (Arso-
Waris) hingga Juni 1954. Pater Mouss kemudian bertugas di Karoon, daerah
Kepala Burung. Setelah itu Pater Mouss cuti ke negeri Belanda. Sekembalinya
lagi ke Irian Barat beliau bertugas selama 2 tahun di Keroom, lalu ke Oksibil,
Pegunungan Bintang sampai dengan 16 Oktober 1964. Tahun 1965 beliau
dipindahkan ke Akimuga untuk selanjutnya pada Desember 1968 ditugaskan di
Kaimana sampai dengan April 1977, saat di mana Paroki Kaimana dialihkan dari
Keuskupan Jayapura ke Keuskupan Sorong.

V. KAIMANA DI BAWAH ASUHAN KEUSKUPAN SORONG.


A. LANGKAH-LANGKAH PERSIAPANNYA.
Semenjak tahun 1953 sebenarnya Ordo Fransiskan telah mendapat bantuan
dari Ordo Santo Agustinus dengan kedatangan Pater Van Diepen, OSA dan Pater
Sneltink, OSA. Sesudah Pater Van Diepen, OSA dan beberapa Pastor OSA
lainnya ditempatkan di daerah Jayapura (Arso, Waris), mereka menaruh perhatian
kepada Wilayah Kepala Burung. Pada 15 Januari 1960 daerah Manokwari sampai
dengan daerah Fakfak dipisahkan dari Vikariat Apostolik Jayapura menjadi
Prefect Apostolik Manokwari, dengan diangkatnya Mgr. P. Van Diepen, OSA
menjadi Prefect Apostolik.
Sejak keberangkatan Pater J. Kemp, OFM pada tahun 1966 sampai
datangnya Pater H. Mouss, OFM pada 24 Desember 1968, Umat Katolik di
Kaimana tanpa gembala yang tetap. Walaupun demikian suasana Paroki tidak
kelihatan loyo, tetapi teguh berdiri, karena umat sendiri merasa harus
bertanggung jawab atas maju mundurnya Paroki. Sebagai contoh dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Bidang gerejani.
Ibadah Hari Minggu dipimpin oleh seorang guru, begitu juga persiapan
permandian anak-anak serta persiapan komuni pertama juga dilakukan
oleh seorang guru yang lain.
2. Pembentukan Dewan Paroki yang pertama.
Pada 30 Oktober 1966 Dewan Paroki yang pertama dibentuk dengan
susunan sebagai berikut :
a. Ketua : F. Tethool.
b. Sekretaris : B. Taborat.
c. Bendahara : Thie Sui Giem.
d. Pencacah jiwa keluarga Katolik : F. Orun.
e. Pemimpin Ibadah : P. Renyaan.
f. Transportasi dan pengangkutan : Tan Kok An (bila Pastor datang).
g. Koster : Antonila Rejaan.
h. Pengurus Rumah Tangga Pastor : Ibu Tethool.
Dalam laporan rapat pembukaan, tugas Dewan Paroki adalah sebagai
berikut :
a. Menggantikan Pastor di segala bidang.
b. Mewakili Pastor sepenuhnya bila diperlukan.
Pembentukan Dewan Paroki ini, sesuai dengan pengarahan dari Pater
A.G. Bruisma, OFM, Pastor wilayah Kokonao-Kaimana untuk
mengambil alih tugas Pastor di segala bidang, kalau diperlukan. Hal ini
berlaku sekiranya Pastor tidak ada.
3. Bidang pendidikan.
Atas desakan umat pada 7 Maret 1963 dibentuklah Dewan Persekolahan
yang kemudian disetujui oleh Mgr. Staverman, OFM pada 23 Maret 1963,
dengan susunan keanggotaan sebagai berikut :
a. Ketua : F. Orun.
b. Wakil Ketua : A. Rejaan.
c. Sekretaris/ Bendahara : Pater J. Kemp, OFM.
d. Anggota : 1) S. Moportejau.
2) F. Tethool.
e. Penasehat : F. Renjaan.
Demi lancarnya pendidikan khususnya sarana penunjang berupa gedung
sekolah yang baru, maka Dewan Paroki Kaimana bersama Pater H.
Frankenmolen, OFM pada 23 Juni 1967 membentuk Panitia
Pembangunan Gedung Sekolah Baru dengan susunan kepanitiaan
sebagai berikut :
a. Ketua : Tan Ko San.
b. Penulis : E. Pohowain.
c. Bendahara : Thie Sui Giem.
d. Seksi Usaha : Thie Sui Giem.
e. .
Walaupun ada tenaga bantuan berupa POMG, akan tetapi
pembangunan gedung ini sering mengalami kemacetan antara lain : sulit
untuk memperoleh bahan apalagi Pater Hoogenboom pada pertengahan
tahun 1968 harus meninggalkan Kaimana.
Untuk mengatasi kesulitan ini, Bendahara Dewan Paroki bapak Thie Sui
Giem mengambil alih bersama Ketua Bapak F. Tethool. Kepada mereka
diserahkan juga 1 SSB untuk urusan komunikasi. Di tangan Pater H.
Mouss pembangunan sekolah diselesaikan pada 1970.
Kaimana mengalami masa transisi gembala yang tetap , akan tetapi
sering dikunjungi oleh para Pastor OFM antara lain Pater A.G. Bruisma,
OFM, Pater Jan Pieters, OFM, Pater J. Van de Pavert, OFM, Pater
Hoogenboom, OFM, dan Pater Frankenmolen, OFM. Mereka semua ini
bergantian mendatangi Kaimana untuk pelayanan Sakramen-Sakramen.
Khusus mengenai pelajaran Agama Katolik di sekolah-sekolah, didapat
laporan sebagai berikut :
1. Pater Frankenmolen, OFM.
Pada waktu itu pelajaran agama di SD diberikan oleh Kepala
Sekolah yang baru yaitu Bapak E. Pohowain yang sering juga
memimpin Kebaktian pada Hari Minggu. Sedangkan pelajaran
agama di SMp Negeri oleh guru P. Renjaan.
2. Pater H. Mouss, OFM.
Pater H. MOuss memberikan pelajaran agama di sekolah sebanyak
18 jam di SD YPPK dan 6 jam di SMP Negeri untuk 25 anak Katolik.
Jumlah total murid di SD sebanyak 161 orang, yang beragama
Katolik sebanyak 75 orang.

B. SAAT-SAAT PENYERAHAN.
Seperti telah diketahui bahwa Pater Herman Mouss, OFM menjadi gembala
terakhir di mana Paroki Kaimana diserahkan kepada asuhan Keuskupan Sorong
dari Keuskupan Jayapura. Pelayanan beliau dari tahun 1968 sampai 1977
merupakan suatu waktu terpanjang dari semua gembala terdahulu. Situasi
terakhir di mana beliau harus menyerahkan Paroki Kaimana kepada
penggantinya adalah sebagai berikut :
1. Situasi Umum.
Sebagai seorang yang punya semangat juang tinggi, Pater H. Mouss
berusaha memugar gereja yang telah dibangun oleh Pater J. Kemp pada
1958-1963 menjadi tempat ibadah yang wajar.
Untuk diketahui bahwa Gereja ini diberi nama SANTO MARTINUS. Nama
ini diberikan untuk mengenang Umat Paroki Santo Martinus dari Kota
Tegelen (dekat Venlo di Belanda) yang telah menyumbangkan uang demi
pembangunan gedung gereja ini. Gereja ini ditahbiskan oleh Mgr. R.
Staverman, OFM pada 18 Maret 1962. Hari itu merupakan suatu hari yang
tak mungkin dilupakan oleh umat Paroki karena diwarnai dengan pesta
yang sangat meriah.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa Pater H. Mouss berusaha
supaya Paroki Kaimana menjadi Paroki yang berdikari, artinya segala biaya
untuk keperluan Paroki atau Gereja termasuk honor untuk Pastor menjadi
tanggungan umat sendiri.

2. Umat yang Menggereja.


Untuk menuju kepemimpinan dalam tangan umat, pada 29 Juni 1974
dibentuk Dewan Paroki yang baru dengan susunan sebagai berikut :
a. Ketua I : Frans Thie.
b. Ketua II : E.D. Letsoin.
c. Sekretaris I : Alo Suhadi.
d. Sekretaris II : G. Kirua.
e. Bendahara : Thie Kian Tjo.
f. Anggota : 1) Peter Tan.
2) Meki Orun.
g. Penasehat : 1) E. Furimbe.
2) Fl. Tethool.
3) Oei Tian Kian.
h. Seksi-seksi :
1) Seksi Liturgi dan Kesenian : E.D. Letsoin.
2) Seksi sosial : Oei Tian Kian.

3. Pembentukan Kring.
Dewan Paroki dalam rapatnya pada 31 Mei 1976 memutuskan untuk
membentuk Kring-Kring di Paroki Kaimana dengan tujuan sebagai berikut :
a. Lebih mengaktifkan umat.
b. Membentuk keluarga Katolik dalam satu kesatuan.
c. Mengaktifkan kembali kebiasaan Doa Keluarga serta doa-doa lain
sesuai dengan kebutuhan (Doa Rosario, dsb).
Pembagian Kring sebagai berikut :
a. Kring I : Jl. Trikora, Ketua Kring Bpk F. Winarto.
b. Kring II : Jl. Diponegoro, Jl. Yos Sudarso, JL. Pelabuhan, Jl. Lettu Idrus,
dan keluarga Akimuga/ Paniai, dengan Ketua Kring Bpk. Ph. Gewab.
c. Kring III : Jl. Nikolas Kabes, Jl. PTT, Pasir Panjang, Kampung Baru,
dengan Ketua Kring Bpk. V. Yeuyanan.
d. Kring IV : Asrama Polisi, Asrama Kompi, Jl. Brawijaya, Jl. Cendrawasih,
dengan Ketua Kring Bpk. I. Inggama.
e. Kring V : Kampung Krooy, Kaki Air Kecil, dengan Ketua Kring Bpk. R.
Hegemur.

4. Merapikan Sekolah.
Bidang pendidikan juga menjadi minat khusus Pater H. Mouss. Oleh
karena itu dibuatlah satu formasi guru yang baru di sekolah-sekolah Katolik
di bawah asuhan YPPK, yakni di Kaimana dan Werafuta.
a. SD YPPK Kaimana
1) Kepala Sekolah : A. Yatiman.
2) Pembantu :
a) P. Bissa.
b) F. Suroto.
c) D. Sudarto.
d) A. Suhadi.
e) L. Waniayeau.
f) G. Kirua.
g) A. Kasrun.
b. SD YPPK Werafuta.
1) Kepala Sekolah : F. Durye.
2) Pembantu : Chr. Nimbafu.

C. SERAH TERIMA PASTOR PAROKI.


1. Pater Herman Mouss, OFM kepada Diakon Urbanus Siante.
Bulan April 1977, Gereja Katolik Kaimana mencatat satu sejarah baru yakni
serah terima jabatan Pastor Paroki dari Pater H. Mouss kepada Diakon
Urbanus Siante.
Bapak Uskup P. Van Diepen tidak sempat hadir pada waktu itu karena
sedang mengadakan perjalanan ke luar negeri, sehingga beliau diwakili oleh
Pater A. Neyzen, OSA yang juga menjabat Wakil Uskup pada waktu itu.
Dalam sambutan tertulisnya beliau menyampaikan ucapan syukur yang
sedalam-dalamnya kepada Pater Herman Mouss, OFM yang telah sekian
tahun berjuang demi umat di Kaimana. Hal ini terbukti dengan adanya
semangat kerukunan dan kesatuan, persaudaraan dan kebersamaan yang
memungkinkan umat merasa terlibat dan bertanggung jawab atas kelanjutan
hidup jemaat di Paroki Kaimana.
Sebagai seorang petugas baru yang menjabat Pastor Paroki, kepada
Diakon Urbanus Siante, Uskup P. Van Diepen, OSA menyerukan agar
mengangkat tugasnya dengan berani dan gembira.

2. Diakon Urbanus Siante kepada Diakon Demianus Surinde.


Diakon Urbanus Siante tidak lama memeimpin umat Kaimana. Sebagai
seorang petugas gereja, Urbanus juga adalah sebagai pegawai negeri
Departeman Agama.
Untuk mengisi kekosongan kursi Bimas Katolik Kabupaten Sorong
berhubung pejabat lama Bapak Sukardi harus menjalani masa pensiun maka
Diakon Urbanus harus pindah lagi dari Kaimana ke Sorong. Oleh sebab itu
Uskup P. Van Diepen menunjuk Diakon Demianus Surinde, BA yang selama
ini bekerja sebagai Pastor Pembantu di Paroki Santo Yohanes Bintuni untuk
menggantikan Diakon Urbanus Siante di Kaimana. Acara serah terima ini
dilaksanakan pada awal tahun 1981.
Satu hal yang sangat mengesankan bagi Diakon Demianus Surinde adalah
bahwa beliau dikukuhkan menjadi Diakon Permanen di tengah umat Kaimana.
Pengukuhan tersebut dilaksanakan pada 23 April 1984.

3. Diakon Demianus Surinde kepada Pater YGM. Hulshoff, OSA.


Tour of duty sudah merupakan hal biasa dalam mengemban tugas
walaupun memiliki segi positif maupun segi negatif. Tapi yang harus menjadi
patokan bagi setiap petugas adalah agar dapat menikmati situasi baru, dan
menghirup udara baru, dan menerapkan pengalaman yang ada pada situasi
yang baru pula. Demikian juga yang dialami Diakon Demianus Surinde.
Jabatan sebagai Pastor Paroki yang sudah diembannya sejak 1981
diserahkan kepada Pater YGM. Hulshoff, OSA, mantan Pastor Paroki Santo
Agustinus Manokwari. Acara serah terima dilaksanakan pada 7 November
1988, secara sederhana tetapi mengesankan.
Selama Diakon Demianus Surinde bertugas, telah diadakan perbaikan dan
pemeliharaan antara lain :
a. Perluasan gedung pastoran dengan penambahan ruangan.
b. Pengadaan bak penampungan di luar dan di dalam kamar mandi.
c. Pembuatan jembatan di atas parit dan pembuatan jalan serta perbaikan
parit sepanjang halaman depan dan keliling gereja.
d. Pemugaran pintu masuk dan tangga-tangga menuju gedung gereja.
Sesuai dengan statistik keadaan umat sewaktu diterima Pater Hulshoff,
OSA sebagai berikut :
a. Wilayah Paroki Santo Martinus Kaimana meliputi 3 (tiga) kecamatan,
yaitu :
1) Kecamatan Kaimana (termasuk Raona dan Pulau Adi) umat Katolik
berjumlah 1103 orang.
2) Kecamatan Arguni : umat Katolik berjumlah 50 orang.
3) Kecamatan Teluk Etna : umat Katolik berjumlah 200 orang.
Dengan demikian jumlah total umat Katolik adalah 1353 orang.
b. Di bidang pendidikan : terdapat 2 SD YPPK dan 1 TK YPPK.

MELANGKAH MENUJU MASA DEPAN.

Hambatan utama yang dialami sejak permulaan adalah kekurangan tenaga


guru dan katekis yang terus berlangsung. Pada tahun 1952, melalui surat
tertanggal 5 Oktober 1952 Pater Van de Pavert, OFM mengajukan permohonan
kepada Keuskupan untuk diijinkan melakukan kunjungan bersama-sama dengan
Pembantu Bupati Peters (Kaimana) sepanjang daerah sekitar sungai Titinima.
Pater Van de Pavert telah memperoleh informasi bahwa di sana terdapat
sekitar sembilan kampung yang belum terbuka bagi suatu kegiatan keagamaan.
Hanya masyarakat di situ pernah dijanjikan sebuah sekolah (Kristen Protestan)
oleh Bestir (CHBA) Mampioper.
Rencana Pater Pavert ini dibatalkan oleh Pimpinan Keuskupan berdasarkan
situasi Perlombaan untuk menduduki suatu wilayah tertentu yang ada di antara
beberapa lembaga keagamaan, lagipula tidak mungkin untuk berhasil dengan
usaha pasifikasi tersebut dilihat terutama akan kekurangan tenaga yang sedang
dialami. Lebih lanjut hal ini akan membawa konsekuensi yang berat dalam segi
kelanjutan usaha dan pembiayaan.
Pada tahun 1989 terdapat kira-kira 20 keluarga Katolik yang berasal dari
Mimika di kecamatan Teluk Etna, khususnya di Paparo dan Omba Pamuku.
Kebutuhan akan seorang tenaga pembina iman dan demi pemeliharaan
kehidupan rohaniah para warga Katolik tersebut benar-benar sangat dirasakan.
Hal ini terbukti bahwa sejak Juli 1969 seorang tokoh agama Fredigardus
Mikakomidi (Mamupoko) telah meminta kepada Pater Bruinsma, OFM di Kokonao
untuk menempatkan seorang guru di sana. Permintaan itu dikabulkan dengan
menempatkan seorang Guru Katekis di Paparo (Yamor Kecil).
Di samping itu di Kiruru terdapat beberapa pegawai dan guru beserta
keluarganya yang beragama Katolik. Jumlah mereka tidak banyak. Akan tetapi
dalam jumlah yang kecil ini mereka mencoba membentuk suatu Dewan Gereja
Stasi yang diketuai oleh Sdr. S. Kramandondo. Ia berperan sebagai Koordinator
semua kegiatan umat. Usaha mereka telah kelihatan dengan mencoba
membangun sebuah tempat ibadah (gedung gereja) yang sederhana. Keuletan ini
juga diikuti di beberapa tempat lain. Di Paparo juga dibentuk Dewan Gereja yang
diketuai Adolf Kamakaula dan di Omba diketuai oleh mantan katekis Frits Jamuni.
Di saat yang sama juga perkembangan umat Katolik sangat terasa dengan
masuknya PT. Adijaya Mulia yang mempekerjakan juga karyawan-karyawan
Katolik. Untuk itu diadakan satu tenaga guru agama bagi umat Katolik di tempat
kerja mereka di Pulau Adi. Pelayanan terhadap umat di Pulau Adi dilaksanakan
oleh Sdr. Leo Ohoiledwarin yang berperan aktif sebagai Pembantu Pastor.

Anda mungkin juga menyukai