PENGANTAR
Para Mahasiswa yang terkasih, dalam rangka menyongsong Tahun Yubileum
Agung Kerahiman Ilahi 2016, pada masa adven ini kita diajak untuk
mempersiapkan diri memasuki Tahun Suci atau Tahun Yubileum ini.
Tema tahun yubileum ini adalah Kerahiman Ilahi, yang
dirumuskan: MISERICORDES SICUT PATER (Luk. 6:36), yang
diindonesiakan menjadi: “Murah-hatilah Seperti Bapa”atau “Berbelaskasih
Seperti Bapa” atau juga ”Maharahim Seperti Bapa”. Bapak Uskup dalam
Surat Gembala Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi, dengan judul: “Murah-
hatilah Seperti Bapa” , menghendaki agar Tahun Yubileum ini, kita
diharapkan untuk menjadi rasul-rasul bekaskasih Bapa dan Kerahiman Ilahi
dimanapun kita berada - dalam hidup keseharian kita.
1. Tahun Yubileum sebagai Tahun Rahmat Tuhan: kita diajak untuk memahami apa
itu Yubileum, mulai dari makna alkitabiah dan praktek Gereja sepanjang
sejarahnya dalam merayakan Tahun Yubileum.
2. Tahun Yubileum sebagai Tahun Kerahiman Ilahi: inilah tema sentral Tahun
Yubileum ini. Pertemuan II ini mengajak kita untuk memahami apa itu kerahiman
dan kerahiman Ilahi? Kerahiman itu terjadi dalam situasi apa?
3. Tahun Yubileum sebagai Tahun Indulgensi: salah satu manfaat untuk menjalani
Tahun Yubileum adalah agar orang mendapatkan indulgensi. Apakah indulgensi
itu? Apa makna dan faedanya? Bagaimana orang bisa mendapatkan indulgensi itu?
4. Inkarnasi Allah, wujud nyata dari Kerahiman Ilahi: Peristiwa Allah menjadi
manusia, Sang Sabda menjadi daging merupakan wujud nyata dari Kerahiman
Ilahi. Bagaimana kita menyambut peristiwa inkarnasi ini? Apa persiapan kita
menyambut Hari Raya Natal.
=***=
MINGGU PERTAMA ADVEN: TAHUN YUBELEUM SEBAGAI TAHUN RAHMAT
Tahun Yobel yang diatur dalam Kitab Imamat 25, atau Tahun Rahmat Tuhan
yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya, digenapi dan terpenuhi pada “hari ini” dengan
kedatangan Sang Mesias. Kristus memaklumkan kedatangan Tahun Rahmat Tuhan
(bdk. Luk. 4: 19). Tuhan Yesus Kristus adalah pemenuhan, pencapaian dan
pelaksanaan Tahun Yobel. Jadi sebagai orang kristen, hendaknya kita hidup dan
menghidupi tahun yobel, dan hari ini Tuhan tidak meminta kita untuk mengamati
tahun yobel ini hanya sebagai bayangan dari ralitas dimana hidup dan keberadaan
kita.
Kita akan melihat dua contoh Kerahiman Ilahi, dari sekian banyak tawaran
tentang Kerahiman Ilahi, yang tersebar sepanjang halaman Alkitab dari
Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Secara khusus kita akan
merenungkan Panggilan Musa(Keluaran 3: 1-12) dan Panggilan Yesus (Lukas 4: 16-
21). Mari kita lihat bersama-sama : dari kedua teks ini, apa saja situasi malang
yang dialami oleh umat manusia? Dan apa saja wujud ‘kerahiman’ yang ditawarkan
Allah sebagai jalan keluar untuk mengatasi situasi malang tersebut?
Sekarang mari kita lihat apa saja situasi atau nasib malang yang menimpa
manusia di dalam kedua teks Firman Tuhan tersebut? Kita lihat bersama
Keluaran Bab 1 yang menjadi konteks untuk Panggilan Musa, khususnya
Keluaran 1: 15. Bentuk kemalangan yang ada di dalam teks ini adalah
penindasan, kerja paksa, dan bahkan pembunuhan.
Kemudian dalam Panggilan Yesus pada teks Lukas 4: 18-19. Di sini, bentuk
kemalangan yang dialami manusia adalah: hidup miskin, hidup sebagai orang
tawanan, cacat fisik (buta), dan penindasan.
Terhadap situasi dan nasib malang ini, apa yang ditawarkan oleh Allah
sebagai solusinya? Pertama, sebagai solusi atau jalan keluar dari situasi
malang yang dialami oleh Umat Israel di Mesir, Allah memanggil dan
mengutus Musa, untuk membebaskan mereka. Mari kita baca Keluaran 3:
7-10. Teks ini mnunjukkan bahwa Allah memperhatikan penderitaan umat-
Nya, dan bahwa Allahlah yang pertama-tama mengambil inisiatif untuk
membebaskan umat itu. Pembebasan dari kerja paksa dan penindasan inilah
wujud Kerahiman Allah terhadap umat-Nya.
Hal yang sama, berlaku juga untuk teks Luk. 4: 16-21. Mengatasi nasib
malang yang dialami manusia dalam ayat 18-19 itu, Yesus menyediakan diri
sebagai pembebas, ketika Tuhan kita memberikan penegasan atas teks itu
pada ayat 21, “Pada hari ini genaplah nas ini, sewaktu kamu mendengarnya!”
Demikian, dari sisi-tilik Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan, kita melihat bahwa
Kerahiman Allah selalu terikat-erat dengan situasi malang yang dialami manusia.
Mengatasi kemalangan manusia, Allah menghadirkan Musa dan Yesus sebagai
pekerja kerahiman-Nya.
“Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik Ajaran Magisterium atau Ajaran Para Paus.
Perayaan Tahun Jubileum Kerahiman Ilahi ini telah ditetapkan oleh Bapa
Suci Paus Fransiskus dalam suatu seruan apostolik (=Bulla) berjudul
WAJAH KERAHIMAN (=Misericordiae Vultus). Perayaan Tahun Jubileum
Kerahiman Ilahi ini mengambil tema: “Bermurah hati seperti Bapa”.
Dalam bahasa resmi Gereja, yaitu Bahasa Latin, tema yang diambil dari
Lukas 6: 36 itu berbunyi, “Misericordes sicut Pater”. Kata “misericordes”
merupakan gabungan dari kata “miserere” yang berarti “kemalangan” dan
kata “Cor/Cordis” yang berarti “hati”. Ketika digabungkan, kedua kata
ini menjadi “misericordes” yang mengandung makna: “ Belas-kasih yang
mengalir keluar dari hati yang penuh kasih, terutama ketika melihat aneka
nasib malang yang menimpa manusia ”.
Para Paus yang memiliki Kuasa Mengajar di dalam Gereja (=Megisterium)
secara berturut-turut menegaskan kaitan alkitabiah antara Kerahiman
Ilahi dengan kemalangan manusia tersebut, dan kaitan antara kerahiman
ilahi dengan Gereja dan karya-karya Gereja.
Paus Fransiskus kemudian menegaskan kembali peran Injil sebagai solusi atas
situasi malang umat manusia ini melalui ensiklik Sukacita Injil (= Evangelii
Gaudium). Selanjutnya agar supaya sukacita ini menjadi penuh, juga bagi para
pemilik kehidupan yang telah digerogoti oleh budaya kematian ini, Paus
Fransiskus menawarkan ‘kerahiman ilahi’ sebagai obat penyembuhnya, mengutip
Mazmur 103 : 3-4 (Lihat : Bulla ‘Wajah Keriman’ / ‘Misericordiae Vultus’ artikel 6
alinea 2).
Oleh karena situasi malang ini terus-menerus menggerogoti kehidupan
manusia, maka ada kebutuhan untuk terus-menerus merenungkan misteri
kerahiman ilahi ini, sebab di dalam Kerahiman Allah ini tersedia dan
tergantung keselamatan kita (Lihat : Bulla ‘Wajah Keriman’ /
‘Misericordiae Vultus’ artikel 2).
===================================================================
“Dalam Tahun Suci ini”, demikian Paus Fransiskus, “kita megharapkan
pengalaman membuka hati nya untuk mereka yang tinggal di pinggiran
terluar masyarakat : pinggiran yang tercipta oleh masyarakat modern itu
sendiri.
- Betapa banyak situasi yang tidak pasti dan menyakitkan ada di sunia
saat ini!
- Berapa banyak luka-luka yang ditanggung oleh tubuh mereka, yang tidak
memiliki suara karena jeritan mereka teredam dan tenggelam oleh
ketidak-pedulian orang kaya.
Selama Jubileum ini, Gereja akan lebih dipanggil untuk menyembuhkan
luka-luka tersebut, untuk meredakan mereka dengan minyak penghiburan,
untuk membebat mereka dengan kerahiman dan menyembuhkan mereka
dengan kesetiakawanan dan kepedulian ..., (Misecordiae Vultus artikel 15
alinea 1).”
====================================================================================
Dengan demikian, dari sisi-tilik Magisterium atau Ajaran Para Paus, kita melihat
penegasan bahwa Tahun Jubileum sungguh merupakan Tahun Kerahiman Ilahi,
atau tahun untuk saling menyembuhkan. Dan sarana penyembuhan yang paling
tepat dan pas untuk umat manusia dewasa ini adalah Sakramen Tobat . Demi
memberi kesempatan kepada umat manusia untuk mengalami Kerahiman
Ilahi yang dikerjakan Yesus di dalam Gereja-Nya melalui tindakan-tindakan
sakramental para pelayan jemaat, Paus Fransiskus akan berbagi kewenangannya
dengan mengangkat para Misionaris Kerahiman, untuk menjadi Confesores (Bapa-
bapa Pengakuan) dengan tugas untuk menjembatani perjumpaan antara Allah
dengan manusia (Misericordiae Vultus artikel18).
Pertanyaan refleksi :
1. Apakah kalian tahu tentang kerahiman Allah?
2. Apa rekan-rekan muda rasakan ketika melihat situasi
malang yang terjadi dalam masyarakat, misalnya sakit-
penyakit, perang saudara, bencana alam, pelanggaran HAM
dan keadilan?
=***=
c) Kita dipanggil Bapa untuk ikutserta dalam Tahun Yubeleum Sebagai Tahun
Indulgensi
Para Mahasiswa yang terkasih. Setelah kita mengerti tentang apa itu
indulgensi dan bagaimana cara kita memperoleh indulgensi, sekarang kita diajak
untuk merenungkan Sabda Yesus.
Dalam bacaan Injil Lukas 15:11-32, kita mendengarkan kisah Bapa yang baik
hati, yang mempunyai dua anak laki-laki (si sulung dan si bungsu). Kedua anaknya
memiliki kepribadian yang berbeda. Si sulung tinggal bersama Bapanya sedang si
bungsu pergi keluar dari rumah Bapanya-merantau.
Si sulung tinggal bersama Bapanya menggambarkan tetap terikat dengan
Bapanya. Keterikatan dengan Bapanya namun si sulung tetap berada pada
sikapnya sendiri. Ia tidak mau bertobat, ia hanya berada dalam naungan Bapanya
tetapi secara kepribadian ia tidak berkembang. Ia menutup diri dari belaskasih
Bapanya. Karena itu, si sulung pun membutuhkan pertobatan diri. Bapanya yang
baik hati, menerimanya juga dengan penuh kebaikan.
Si bungsu keluar dari rumah-pergi dari hadapan Bapanya, efeknya merasa
tidak nyaman, melarat, tidak mampu mengurus hidup yang diberikan Bapanya,
akibat paling jauh ialah jatuh dalam lumpur dosa, melarat, dan kehilangan
orientasi hidup. Dalam situasi yang mahaberat dialami si bungsu, ia menyadari
diri, mempunyai niat baik untuk kembali kepada Bapanya. Bapa yang baik tetap
pada hakekatnya, dengan penuh belaskasih, penuh kerahiman menerima si bungsu,
anaknya.
Masa Adven
Begitu pentingnya peristiwa kelahiran Yesus Sang Putera, sehingga Gereja
mempersiapkan umatnya untuk memperingatinya; dan masa persiapan ini
dikenal dengan masa Adven.
Kata “adven” sendiri berasal dari kata “adventus” dari bahasa Latin, yang
artinya “kedatangan”. Masa Adven yang kita kenal saat ini sebenarnya
telah melalui perkembangan yang cukup panjang. Pada tahun 590, sinode di
Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan persiapan kedatangan
Kristus. Kita juga menemukan bukti dari homili Minggu ke-2 masa Adven
dari St. Gregorius Agung (Masa kepausan 590-604). Sampai sekarang,
masa Adven ini dimulai dari hari Minggu terdekat dengan tanggal 30
November (hari raya St. Andreas) selama 4 minggu ke depan sampai
kepada hari Natal pada tanggal 25 Desember.
Maka kata “Adven” harus dimaknai dengan arti yang penuh, yaitu: dulu,
sekarang dan di waktu yang akan datang.
Ini adalah dasar dari pengertian tiga macam kedatangan Kristus yang
dipahami Gereja Katolik. Pemahaman ini menjiwai persiapan rohani umat;
dan hal ini tercermin dalam perayaan liturgi dalam Gereja Katolik. Sebab
di antara kedatangan-Nya yang pertama di Betlehem dan kedatangan-Nya
yang kedua di akhir zaman, Kristus tetap datang dan hadir di tengah umat-
Nya. Hanya saja, masa Adven menjadi istimewa karena secara khusus
Gereja mempersiapkan diri untuk memperingati peristiwa besar
penjelmaan Tuhan, menjelang peringatan hari kelahiran-Nya di dunia.
Pada masa Adven, umat Katolik sering melakukan ulah kesalehan yang baik,
yang berakar selama berabad-abad. Ulah kesalehan ini bertujuan untuk
membantu mempersiapkan umat dalam menyambut kedatangan Sang
Mesias. Semua ulah kesalehan ini mengingatkan umat akan Sang Mesias
yang sebelumnya telah dinubuatkan melalui perantaraan para nabi dalam
Perjanjian Lama. Ulah kesalehan ini juga mengingatkan umat Allah akan
Kristus yang lahir dari Perawan Maria dengan begitu banyak kesulitan,
yang akhirnya terlahir, namun Ia lahir di kandang, di tempat yang kurang
layak.
Lingkaran Adven
Lingkaran Adven adalah satu lingkaran yang biasanya terbuat dari daun-
daun segar, dengan empat lilin. Pada awal mulanya, sebelum kekristenan
berkembang di Jerman, (ada tradisi budaya...) orang-orang telah
menggunakan lingkaran daun, yang atasnya dipasang lilin untuk memberikan
pengharapan bahwa musim dingin yang gelap akan lewat.
Di abad pertengahan, umat Kristen mengadaptasi kebiasaan ini dan
memberikan makna yang baru pada lingkaran daun ini menjadi lingkaran
Adven, untuk menantikan kedatangan Mesias, Sang Terang – matahari
sejati. Dikatakan bahwa penyalaan lilin yang bertambah minggu demi
minggu sampai hari Natal merupakan permenungan akan tahapan karya
keselamatan Allah sebelum kedatangan Kristus, yang adalah Sang Terang
Dunia, yang akan menghapuskan kegelapan.
Di dalam dokumen Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, tidak
disebutkan warna lilin yang digunakan, sehingga umat dapat menggunakan
lilin warna putih ataupun ungu. Karena masa Adven juga menjadi masa
pertobatan, maka lilin dapat menggunakan warna ungu, yang menjadi simbol
pertobatan.
Kemudian di Minggu ke-3, atau disebut minggu Gaudete atau minggu
sukacita, dipasang lilin berwarna merah muda, yang menyatakan sukacita
karena masa penantiaan akan telah berjalan setengah dan akan berakhir.
Antifon ‘O’
Pada periode kedua atau periode langsung menantikan HR Natal, dari
tanggal 17-23 Desember, Antifon Maria pada Offisi Vesper/ Ibadat
Sore (dalam doa Brevir) ataupun dalam Bait Pengantar Injil dalam Misa
harian (dalam bahasa Latin) merupakan antifon sapaan kepada gelar-gelar
mesianis, yang diawali seruan ‘O’.
Maka ketujuh antifon ini disebut Antifon O atau Antifon Agung O. Setiap
antifon terdiri dari dua bagian; pertama diambil dari teks Kitab Suci,
yakni gelar-gelar Mesianis dari nubuat nabi Yesaya. Bagian kedua,
semacam sebuah litani, dengan seruan “Veni! Datanglah...” yang disertai
variasi permohonan dari masing-masing antifon. Dengan demikian, masing-
masing antifon menggaris-bawahi suatu gelar bagi Mesias yang diambil dari
Kitab Suci dan yang berhubungan dengan nubuat Yesaya mengenai
kedatangan Mesias.
Antifon O menggambarkan kerinduan hati umat manusia akan kedatangan
Sang Mesias. Dia, yang merupakan Sabda Kebijaksanaan Allah (O,
Sapientia), akan mengajarkan kepada manusia jalan Allah dengan cara Sang
Sabda menjadi manusia (lih. Yoh 1:1). Pemenuhan janji ini secara bertahap,
dengan menggambarkan beberapa karakter.
Kalau sebelum-Nya Allah menyatakan hukum-hukumnya dalam dua loh batu,
maka nanti Dia akan menyatakannya lewat seorangPribadi (O Adonai).
Pribadi ini akan datang dari keturunan Daud (O Radix Jesse), yang
menyatakan Inkarnasi Allah, di mana para raja akan bertekuk lutut di
hadapanNya. Dia mempunyai kekuasaan tak terbatas, yang digambarkan
sebagai kunci Daud (O Clavis David), yang akan membuka rantai-rantai
belenggu dan akan mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan
membawa terang (O Oriens) kepada bangsa-bangsa. Terang ini menyinari
semua orang, dan Dia akan menjadi raja segala bangsa (O Rex Gentium).
Dia akan datang kepada umat manusia dan akan tinggal menyertai umat
manusia (O Emmanuel). Itulah harapan dari umat manusia akan kedatangan
Sang Juru Selamat.
Cukup menarik bahwa bila kita beribadat menyambut HR Natal sampai
pada Antifon O ketujuh yakni “O Emmanuel” pada tanggal 23 Desember,
dan melihat kembali seluruh antifon dengan menghitung mundur,
yakni : Emmanuel – Rex –Oriens – Clavis – Radix – Adonai – Sapientia, maka
huruf pertama dari antifon-antifon itu membentuk suatu kalimat
dalam bahasa Latin : ERO CRAS, yang berarti : Esok, Aku akan datang.
Tuhan Yesus, yang kedatangannya kita persiapkan sepanjang Masa Adven
dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini, sekarang menjawab
kerinduan kita, dengan mengatakan, “ERO CRAS”, ‘Besok, Aku akan
datang’. Esok di Malam Natal, Sang Mesias akan datang dan tinggal
beserta kita. Suatu sapaan dari Tuhan yang Maharahim, menanggapi
permohonan dan kerinduan umat-Nya, yang menantikan kedatangan Sang
Juruselamat pada saat Natal.
Dengan mengikuti rangkaian ibadat menyambut peristiwa inkarnasi Allah
ini, Yesus sendiri berkata kepada kita : “Besok, di Malam Natal, Aku akan
berada di sana.” Iya, esok Sang Emanuel akan berada di setiap gereja,
terbaring di Palungan. Esok, di Hari Natal, Kanak Yesus akan berada di
setiap rumah dan keluarga, serta di setiap hati yang pantas menyambut
kedatanganNya.
Sumber:
Alfons Liwun (Katekis di Keuskupan Pangkalpinang – Bangka) – 1 Desember 2015.