Anda di halaman 1dari 17

BAHAN KATEKESE (MASA ADVEN 2015):TAHUN KERAHIMAN ILAHI

Bahan Bacaan Kitab Suci:

Minggu Adven I : Imamat 25: 10-18


Minggu Adven II : Lukas 4:16-21
Minggu Adven III : Lukas 15: 11-32
Minggu Adven IV : Matius 1: 18-25

PENGANTAR
 Para Mahasiswa yang terkasih, dalam rangka menyongsong Tahun Yubileum
Agung Kerahiman Ilahi 2016, pada masa adven ini kita diajak untuk
mempersiapkan diri memasuki Tahun Suci atau Tahun Yubileum ini.
 Tema tahun yubileum ini adalah Kerahiman Ilahi, yang
dirumuskan: MISERICORDES SICUT PATER (Luk. 6:36), yang
diindonesiakan menjadi: “Murah-hatilah Seperti Bapa”atau “Berbelaskasih
Seperti Bapa” atau juga ”Maharahim Seperti Bapa”. Bapak Uskup dalam
Surat Gembala Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi, dengan judul: “Murah-
hatilah Seperti Bapa” , menghendaki agar Tahun Yubileum ini, kita
diharapkan untuk menjadi rasul-rasul bekaskasih Bapa dan Kerahiman Ilahi
dimanapun kita berada - dalam hidup keseharian kita.

1. Tahun Yubileum sebagai Tahun Rahmat Tuhan: kita diajak untuk memahami apa
itu Yubileum, mulai dari makna alkitabiah dan praktek Gereja sepanjang
sejarahnya dalam merayakan Tahun Yubileum.

2. Tahun Yubileum sebagai Tahun Kerahiman Ilahi: inilah tema sentral Tahun
Yubileum ini. Pertemuan II ini mengajak kita untuk memahami apa itu kerahiman
dan kerahiman Ilahi? Kerahiman itu terjadi dalam situasi apa?

3. Tahun Yubileum sebagai Tahun Indulgensi: salah satu manfaat untuk menjalani
Tahun Yubileum adalah agar orang mendapatkan indulgensi. Apakah indulgensi
itu? Apa makna dan faedanya? Bagaimana orang bisa mendapatkan indulgensi itu?

4. Inkarnasi Allah, wujud nyata dari Kerahiman Ilahi: Peristiwa Allah menjadi
manusia, Sang Sabda menjadi daging merupakan wujud nyata dari Kerahiman
Ilahi. Bagaimana kita menyambut peristiwa inkarnasi ini? Apa persiapan kita
menyambut Hari Raya Natal.
=***=
MINGGU PERTAMA ADVEN: TAHUN YUBELEUM SEBAGAI TAHUN RAHMAT

 Paus Fransiskus, pada tahun kedua masa pontificatnya, memaklumkan


tahun 2016 sebagai Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi bagi Gereja, yakni,
mulai tanggal 8 Desember 2015, pada Hari Raya santa Perawan Maria
Dikandung Tanpa Noda, sampai tanggal 20 November 2016, Hari Raya
Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.
 Sepanjang tahun ini disebut Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi, suatu Tahun
Suci dan Tahun Rahmat Tuhan. Untuk lebih mendalami apa makna Tahun
Yubileum Kerahiman Ilahi ini, dalam pertemuan Adven I ini kita di ajak
untuk memahami: apa itu Tahun Yubileum atau disebut juga Tahun Yobel?
Kita mendalami dan merenungkannya dari arti alkitabiah : dari Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru, serta apa yang dipraktekan gereja sepanjang
sejarahnya.

Apa itu Tahun Yubileum?


Dalam perikope Kitab Imamat yang kita dengarkan dan bacakan tadi
menunjukan kepada kita apa itu Tahun Yubileum. Suatu perayaan tahun ke lima
puluh (50), setelah tujuh kali tujuh tahun sabat, yaitu tahun ke 49. Maka tahun
ke-50 disebut Tahun Yubileum.

Hukum Tahun Yubileum dalam Kitab Imamat


Kata ‘Yubileum’ berasal dari bahasa Ibrani yobel. Yobel adalah tanduk
kambing yang digunakan sebagai terompet, yang dibunyikan (ditiup) pada awal
tahun suci di Israel. Dari kitab imamat bab 25 yang kita dengarkan tadi
menunjukan suatu hukum perdata yang disimpulkan dalam dua hal, yakni :
pembelian kembali properti (rumah, dsb.) yang dulu dijual dan pembebasan para
budak.
Struktur soasial bangsa Israel didasarkan pada kepemilikan suku, klan dan
keluarga. Sumber kekayaan keluarga berasal dari harta kekayaan atau rumah
yang telah ditetapkan. Maka tanah atau rumah yang telah dijual karena berbagai
alasan, harus kembali ke pemilik asli pada tahun yobel. Para budak-belian harus
dibebaskan dan memperoleh kemerdekaan.
Aturan atau hukum ini dimaksudkan untuk penyegaran kembali tingkat
hidup sosial atau strata hidup sosial; dan jugauntuk mencegah pemiskinan dan
kemiskinan, serta mencegah kosentrasi kekayaan hanya berada di segelintir
orang kaya, yang menunjukan ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Maka dengan
maksud inilah tahun yobel harus diulang setiap 50 tanun.
Praktek pelaksaan Tahun Yubileum sebagaimana ditetapkan hukumnya di
atas juga menunjukan otoritas Allah atas alam ciptaan dan apa yang terkandung
di dalamnya dan manusia itu sendiri. Seluruh alam semesta adalah milik
Tuhan, manusia dipercayakan untuk mengelola bukan menjadi hak milik. Manusia
adalah orang asing (ay. 23), para pekerja dan penggarap di tanah milik Tuhan.
Demikian juga para hamba dan budak-belian mendapat kembali kebebasan,
karena Allah mengatakan “mereka adalah hamba-Ku” (ay. 42 dan 50). Maka tiada
yang harus tetap menjadi hamba bagi orang lain, karena mereka semua adalah
hamba Allah. Tuhan Allah berhak campur tangan untuk menegakkan ketertiban,
keadilan dan kesetaraan.

Yubileum menurut nabi Yesaya


Sayangnya, aturan hukum tersebut dalam Imamat 25 ini tidak cukup untuk
memecahkan masalah ketidakadilan sosial, bahkan praktek hukum ini kurang dan
tidak diperhatikan dengan serius. Namun dalam hati setiap orang israel tetap
berharap bahwa keadilan sosial dan kebebasan dipulihkan. Para nabi terus-
menerus mendesak dan mengobarkan warta kenabian agar bangsa Israel
mengakui Allah dan bahwa Allah adalah Tuhan atas langit dan bumi dan segala
isinya serta manusia yang berdiam di atasnya, sebagaimana diamanatkan dalam
Tahun Yubileum.
Nabi Yesaya melukiskan Tahun Yubileum sebagai berikut :
Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia
telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang
sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang
terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN
dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung. ( Yes
61:1-2)

Nabi Yesaya menegaskan bahwa tahun yubileum akan terpenuhi dengan


campur tangan Allah. Hal ini tidak akan diulang dalam setiap 50 tahun sebagai
tahun Yobel, tetapi Tuhan Allah sendiri turun tangan dan mengintervensi secara
paripurna dan sangat menentukan, yang disebut “Tahun rahmat Tuhan” (ay. 2).
Selama tahun rahmat Tuhan ini tak ada hukum manusia, yang ada adalah hukum
Allah, yakni Allah sendiri yang mengembalikan orang-orang yang berada di bawah
kuk kemiskinan dan perhambaan, dan mengembalikan martabat mereka, baik
pribadi maupun sosial.

Yubileum dalam Perjanjian Baru


Perjanjian Baru tidak ada refrensi yang eksplisit dari tahun yobel menurut
Kitab Imamat 25. Namun kita menemukan kutipan langsung dari Yesaya 61:1-2,
tentang nubuat mesianik dalam Lukas 4: 16 - 22. Di Sinagoga, Yesus membaca
kutipan dari nubuat nabi Yesaya ini, dan menempatkan diri-Nya dan karya-Nya
terpenuhi pada “hari ini”. Dari teks yang dibacakan, Yesus mengatakan bahwa Ia
diutus untuk mewartakan kabar gembira kepada kaum miskin (mereka yang
menerima manfaat dari Tahun Yobel), dan untuk membebaskan mereka yang
tertindas (suatu manfaat lain yang fundamental dari Tahun Yobel). Yesus
menyatakan juga bahwa penerima anugerah rahmat Tuhan tidak hanya orang
Israel tetapi juga untuk semua orang, seluruh umat manusia. Maka para murid
mendapat tugas pewartaan kabar gembira Injil ini ke seluruh dunia (bdk. Mat.
28: 29).
Melalui Yubileum sebagaimana dalam Kitab Imamat 25, kita lebih memahami
karya Tuhan Yesus Kristus. Dalam Yesus kita memperoleh syarat-syarat penting
dari Tahun Yobel ini, yakni :
· Pembelian kembali tanah, rumah dan harta milik, mendapat jaminan dari Tuhan
Yesus yang menjadi kekayaan rahmat yang tak terhingga bagi mereka yang
percaya (bdk. Ef. 1: 7,18 ; 3: 8, 16). Mereka mendapat ahli waris dari
pemerintahan-Nya yang mulia (bdk. Yak. 2: 5).
· Pembebasan para budak belian dalam Tahun Yobel, menunjuk kepada karya
Kristus yang membebaskan kaum beriman dari perbudakan dosa (bdk. Gal. 5: 1),
dan juga membebaskan alam ciptaan dari pengaruh dosa (bdk. Rom. 8: 21).

Tahun Yobel yang diatur dalam Kitab Imamat 25, atau Tahun Rahmat Tuhan
yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya, digenapi dan terpenuhi pada “hari ini” dengan
kedatangan Sang Mesias. Kristus memaklumkan kedatangan Tahun Rahmat Tuhan
(bdk. Luk. 4: 19). Tuhan Yesus Kristus adalah pemenuhan, pencapaian dan
pelaksanaan Tahun Yobel. Jadi sebagai orang kristen, hendaknya kita hidup dan
menghidupi tahun yobel, dan hari ini Tuhan tidak meminta kita untuk mengamati
tahun yobel ini hanya sebagai bayangan dari ralitas dimana hidup dan keberadaan
kita.

Tahun Yubileum dalam Perjalanan Sejarah Gereja


Gereja Katolik telah memulai tradisi Tahun Kudus sejak Paus Bonifasius
VIII, yakni tahun 1300; Yubileum kedua dilaksanakan tahun 1350. Para peziarah,
selain Basilika Santo Petrus, mengunjungi juga Basilika Santo Paulus di Luar
Tembok, juga Basilika santo Yohanes Lateran. Dengan berakhirnya skisma di
Barat, tahun 1425, Paus Martinus V memaklumkan Tahun Yubileum. Saat itu
beliau memperkenalkan dua hal penting, yakni : Medali Yubileum sebagai kenangan
tahun yubileum dan Pembukaan Pintu Suci (porta santa) di Basilika Santo
Yohanes Lateran. Sejak saat itu ada rencana dan usulan bahwa tahun yubileum
dilaksanakan 25 tahun sekali. Baru pada masa kepausan Paus Paulus II, dalam
bullanya pada tahun 1470, menetapkan bahwa Tahun Yubileum dilaksanakan
setiap 25 tahun. Hal ini dimaksud agar setiap generasi setidak-tidaknya dapat
mengalami satu Tahun Kudus. Ini disebut tahun yubileum ordinary. Pada tahun
1500, Paus Alexander VI menghendaki empat basilika di Roma memiliki Porta
Santa dan dibuka untuk para peziarah yang berkunjung pada tahun yubileum.
Meskipun Tahun Yubileum diadakan 25 tahun sekali, tetapi juga dirayakan
secara luar-biasa atau extra ordinary. Hal ini berkenaan dengan kesempatan
atau perayaan tertentu yang dianggap penting, maka Paus dapat memaklumkan
suatu tahun yubileum. Tahun yubileum extra ordinary atau luar- biasa ini dimulai
sejak abad XVI. Tahun Kudus Luar Biasa yang terakhir adalah tahun 1933,
dicanangkan oleh Pius XI untuk 1900 Tahun Penebusan, dan tahun 1983,
dicanangkan oleh Yohanes Paulus II untuk 1950 tahun Penebusan (atau ulang
tahun kebangkitun Tuhan Yesus Kristus ke-1950).
Di tahun 2016 ini, Paus Fransiskus memaklumkan suatu tahun yubileum
extraordinary atau tahun yubileum luar-biasa untuk mengenangkan 50 tahun
penutupan Konsili Vatikan II. Momentum ini memiliki makna khusus yakni
dorongan kepada Gereja untuk melanjutkan misi yang sudah dimulai oleh Konsili
Vatikan II. Tema untuk tahun yobel 2016 ini adalah Kerahiman Ilahi atau lebih
tepatnya: Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi (kita akan mendalaminya di pertemuan
II).

Rahmat Tahun Yubileum


Yubileum berarti saat pengampunan publik, diberikan dalam bentuk
indulgensi yang terbuka kepada semua orang, sebagai kesempatan untuk
memulihkan kembali hubungan dengan Allah dan sesama. Tahun Kudus
menjadi kesempatan untuk memperdalam iman dan hidup dengan komitmen
baru terhadap kesaksian Kristiani.
Pada hari tersebut, setiap orang Katolik dapat menerima indulgensi
penuh(tentang apa itu indulgensi akan kita dalami dan renungkan di pertemuan
III), dengan memenuhi syarat-syarat yang biasa (syarat umum menerima
Indulgensi Penuh), yaitu:
• Menerima Sakramen Tobat
• Menerima Komuni pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi
• Berdoa untuk intensi Bapa Suci. (berdoa 1x Bapa Kami dan 1x Salam Maria.)

Refleksi dan syaring bersama :


• Sebetulnya perayaan ‘yubileum’ atau ‘yobel’ tidak asing bagi kita. Ada perayaan
25 tahun, yang disebut pesta perak. Ada juga perayaan 50 tahun yang disebut
pesta emas, dst. yang mengungkapkan syukur, sukacita dan kegembiraan. Ada
ungkapan saling memaafkan dan mengampuni satu sama lain. Dan yang punya pesta
atau orang yang dirayakan pestanya disebut “Sang Yubilaris”. Bagaimana kita
memaknai perayaan ini? Apakah ada kaitannya dengan tahun yubileum atau tahun
yobel?
=***=

Mingu ke dua Advent: TAHUN YUBILEUM


SEBAGAI TAHUN KERAHIMAN ILAHI

Para Mahasiswa yang terkasih,


Bersama-sama, kita akan melihat apa saja Latar Belakang Tahun Jubileum
Kerahiman Ilahi ini, dari berbagai sisi-tilik atau sudut pandang, yakni :
a. dari sisi-tilik Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan,
b. dari Ajaran Paus atau sisi-tilik Magisterium.
Penjelasan perbagian:

“Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan.


 Dari sisi ini, kita melihat bahwa Kerahiman Ilahi itu tidak berdiri sendiri.
Kerahiman Ilahi itu selalu terarah kepada manusia. Kerahiman Ilahi itu
ditawarkan oleh Allah kepada manusia, khususnya ketika manusia
mengalami kemalangan.
 Kemalangan ini berarti bahwa manusia hidup jauh dari Allah: melawan
perintah-Nya atau menutup diri terhadap kasih dan rancangan
keselamatan Allah. Karena menjauh dari Allah, maka manusia juga menjauh
dari sesamanya.
 Mereka hidup dalam permusuhan satu sama lain, dan juga permusuhan
dengan Allah karena dosa-dosa yang telah dilakukan manusia itu.

Kita akan melihat dua contoh Kerahiman Ilahi, dari sekian banyak tawaran
tentang Kerahiman Ilahi, yang tersebar sepanjang halaman Alkitab dari
Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Secara khusus kita akan
merenungkan Panggilan Musa(Keluaran 3: 1-12) dan Panggilan Yesus (Lukas 4: 16-
21). Mari kita lihat bersama-sama : dari kedua teks ini, apa saja situasi malang
yang dialami oleh umat manusia? Dan apa saja wujud ‘kerahiman’ yang ditawarkan
Allah sebagai jalan keluar untuk mengatasi situasi malang tersebut?
 Sekarang mari kita lihat apa saja situasi atau nasib malang yang menimpa
manusia di dalam kedua teks Firman Tuhan tersebut? Kita lihat bersama
Keluaran Bab 1 yang menjadi konteks untuk Panggilan Musa, khususnya
Keluaran 1: 15. Bentuk kemalangan yang ada di dalam teks ini adalah
penindasan, kerja paksa, dan bahkan pembunuhan.
 Kemudian dalam Panggilan Yesus pada teks Lukas 4: 18-19. Di sini, bentuk
kemalangan yang dialami manusia adalah: hidup miskin, hidup sebagai orang
tawanan, cacat fisik (buta), dan penindasan.
 Terhadap situasi dan nasib malang ini, apa yang ditawarkan oleh Allah
sebagai solusinya? Pertama, sebagai solusi atau jalan keluar dari situasi
malang yang dialami oleh Umat Israel di Mesir, Allah memanggil dan
mengutus Musa, untuk membebaskan mereka. Mari kita baca Keluaran 3:
7-10. Teks ini mnunjukkan bahwa Allah memperhatikan penderitaan umat-
Nya, dan bahwa Allahlah yang pertama-tama mengambil inisiatif untuk
membebaskan umat itu. Pembebasan dari kerja paksa dan penindasan inilah
wujud Kerahiman Allah terhadap umat-Nya.
 Hal yang sama, berlaku juga untuk teks Luk. 4: 16-21. Mengatasi nasib
malang yang dialami manusia dalam ayat 18-19 itu, Yesus menyediakan diri
sebagai pembebas, ketika Tuhan kita memberikan penegasan atas teks itu
pada ayat 21, “Pada hari ini genaplah nas ini, sewaktu kamu mendengarnya!”
Demikian, dari sisi-tilik Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan, kita melihat bahwa
Kerahiman Allah selalu terikat-erat dengan situasi malang yang dialami manusia.
Mengatasi kemalangan manusia, Allah menghadirkan Musa dan Yesus sebagai
pekerja kerahiman-Nya.

“Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik Ajaran Magisterium atau Ajaran Para Paus.
 Perayaan Tahun Jubileum Kerahiman Ilahi ini telah ditetapkan oleh Bapa
Suci Paus Fransiskus dalam suatu seruan apostolik (=Bulla) berjudul
WAJAH KERAHIMAN (=Misericordiae Vultus). Perayaan Tahun Jubileum
Kerahiman Ilahi ini mengambil tema: “Bermurah hati seperti Bapa”.
 Dalam bahasa resmi Gereja, yaitu Bahasa Latin, tema yang diambil dari
Lukas 6: 36 itu berbunyi, “Misericordes sicut Pater”. Kata “misericordes”
merupakan gabungan dari kata “miserere” yang berarti “kemalangan” dan
kata “Cor/Cordis” yang berarti “hati”. Ketika digabungkan, kedua kata
ini menjadi “misericordes” yang mengandung makna: “ Belas-kasih yang
mengalir keluar dari hati yang penuh kasih, terutama ketika melihat aneka
nasib malang yang menimpa manusia ”.
 Para Paus yang memiliki Kuasa Mengajar di dalam Gereja (=Megisterium)
secara berturut-turut menegaskan kaitan alkitabiah antara Kerahiman
Ilahi dengan kemalangan manusia tersebut, dan kaitan antara kerahiman
ilahi dengan Gereja dan karya-karya Gereja.

 Bapa Suci, Santo Yohanes Paulus II berbicara mengenai aneka situasi


malang yang menimpa manusia secara berkelanjutan, sebagai “budaya
kematian, (= a culture of death).” Dalam ensiklik-nya, Dives in
Misericordia, St Yohanes Paulus II menegaskan tentang perlunya
pewartaan tentang kerahiman ilahi sebagai upaya untuk menangkal bahaya
besar yang dihadapi oleh umat manusia: “Hal ini ditentukan oleh kasih kepada
manusia, kepada semua yang bersifat manusiawi dan yang, menurut intuisi
banyak orang sezaman kita, terancam oleh sebuah bahaya besar. Misteri Kristus ...
mewajibkan saya untuk mewartakan ketika kasih Allah yang penuh kerahiman,
terungkap dalam misteri Kristus yang sama. Ia juga mewajibkan saya untuk
meminta bantuan kepada kerahiman itu dan meminta-minta kepadanya pada
tahap sulit, kristis dari sejarah Gereja dan sejarah dunia . ... Gereja mnghayati
sebuah kehidupan yang otentik ketika ia meng-aku-kan dan mewartakan
kerahman, sifat yang luar biasa dari Sang Penciota dan Sang Penebus – dan ketika
ia membawa orang-orang dekat dengan sumber kerahiman Sang Juruselamat,
adalah sang wali dan sang pemberi, (Lihat : Misericodiae Vultus artikel 11 alinea
2).”

 Selain itu, Paus Yohanes Paulus II juga telah berbicara


tentang Evangelium Vitae, yang menempatkan Injil sebagai ‘pembawa
kehidupan.’

Paus Fransiskus kemudian menegaskan kembali peran Injil sebagai solusi atas
situasi malang umat manusia ini melalui ensiklik Sukacita Injil (= Evangelii
Gaudium). Selanjutnya agar supaya sukacita ini menjadi penuh, juga bagi para
pemilik kehidupan yang telah digerogoti oleh budaya kematian ini, Paus
Fransiskus menawarkan ‘kerahiman ilahi’ sebagai obat penyembuhnya, mengutip
Mazmur 103 : 3-4 (Lihat : Bulla ‘Wajah Keriman’ / ‘Misericordiae Vultus’ artikel 6
alinea 2).
 Oleh karena situasi malang ini terus-menerus menggerogoti kehidupan
manusia, maka ada kebutuhan untuk terus-menerus merenungkan misteri
kerahiman ilahi ini, sebab di dalam Kerahiman Allah ini tersedia dan
tergantung keselamatan kita (Lihat : Bulla ‘Wajah Keriman’ /
‘Misericordiae Vultus’ artikel 2).
===================================================================
 “Dalam Tahun Suci ini”, demikian Paus Fransiskus, “kita megharapkan
pengalaman membuka hati nya untuk mereka yang tinggal di pinggiran
terluar masyarakat : pinggiran yang tercipta oleh masyarakat modern itu
sendiri.
- Betapa banyak situasi yang tidak pasti dan menyakitkan ada di sunia
saat ini!
- Berapa banyak luka-luka yang ditanggung oleh tubuh mereka, yang tidak
memiliki suara karena jeritan mereka teredam dan tenggelam oleh
ketidak-pedulian orang kaya.
Selama Jubileum ini, Gereja akan lebih dipanggil untuk menyembuhkan
luka-luka tersebut, untuk meredakan mereka dengan minyak penghiburan,
untuk membebat mereka dengan kerahiman dan menyembuhkan mereka
dengan kesetiakawanan dan kepedulian ..., (Misecordiae Vultus artikel 15
alinea 1).”
====================================================================================
Dengan demikian, dari sisi-tilik Magisterium atau Ajaran Para Paus, kita melihat
penegasan bahwa Tahun Jubileum sungguh merupakan Tahun Kerahiman Ilahi,
atau tahun untuk saling menyembuhkan. Dan sarana penyembuhan yang paling
tepat dan pas untuk umat manusia dewasa ini adalah Sakramen Tobat . Demi
memberi kesempatan kepada umat manusia untuk mengalami Kerahiman
Ilahi yang dikerjakan Yesus di dalam Gereja-Nya melalui tindakan-tindakan
sakramental para pelayan jemaat, Paus Fransiskus akan berbagi kewenangannya
dengan mengangkat para Misionaris Kerahiman, untuk menjadi Confesores (Bapa-
bapa Pengakuan) dengan tugas untuk menjembatani perjumpaan antara Allah
dengan manusia (Misericordiae Vultus artikel18).

“Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik ARDAS KAS 2016-2020


 Di sini sebaiknya kita perlu melihat latar belakang Tahun
Jubileum sebagai Tahun Kerahiman dari sudut pandang
ARDAS, yang menegaskan tentang karakter asli Gereja,
yang terus-menerus perlu membaharui diri (=ecclesia
semper reformanda). Dikaitkan dengan Tahun Jubileum,
penegasan ini mengandung panggilan kepada para putera-
puteri Gereja di Keuskupan Agung Semarang, untuk
membaharui diri, atau dengan kata lain ‘memenuhi diri
dengan Kerahiman Ilahi’ agar supaya melalui kehadiran-
Nya, kita – sebagai Gereja, - mampu menjadi pembawa
penyembuhan kepada aneka situasi malang yang melanda
masyarakat dewasasa ini. Mari kita terus mempebaharui
diri.

Secara pastoral-sakramental, wujud pembaharuan diri yang


direkomendasikan adalah Jalan Pertobatan. Ditegaskan, bahwa
‘Pertobatan Rohani merupakan Jalan kepada Kerahiman Allah
Menegaskan kembali artikel 17 dari Misericodiae Vultus dari
Paus Fransisku, kita diingatkan tentang pentingnya menerima
Sakramen Tobat, sebagai jalan sekaligus sarana untuk mengalami
Kerahiman Allah.

Pertanyaan refleksi :
1. Apakah kalian tahu tentang kerahiman Allah?
2. Apa rekan-rekan muda rasakan ketika melihat situasi
malang yang terjadi dalam masyarakat, misalnya sakit-
penyakit, perang saudara, bencana alam, pelanggaran HAM
dan keadilan?

=***=

Minggu ke 3 Advent: TAHUN YUBELEUM SEBAGAI TAHUN INDULGENSI


Pada bagian ini marilah kita pahami bersama ialah apa itu indulgensi,
bagaimana cara kita memperoleh indulgensi, dan bagaimana keikutsertaan kita
dalam memperoleh indulgensi ini dalam rangkaian seluruh perayaan Yubeleum
Kerahiman Ilahi nanti.
Para Mahasiswa yang terkasih,
Pada minggu adven pertama, kita sudah merenungkan Tahun Yubeleum sebagai
Tahun Rahmat Tuhan. Dan pada pertemuan kedua, kita merenungkan tema Tahun
Yubeleum sebagai Tahun Kerahiman Ilahi. Pada pertemuan adven ketiga kita
merenungkan tema Tahun Yubeleum sebagai Tahun Indulgensi. Tema minggu
ketiga adven ini, ada tiga hal pokok yang boleh kita renungkan bersama.

a) Apa itu Indulgensi?


Kata indulgensi berasal dari kata Latin, indulgentia yang
artinya hasil.Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1471 mengartikan indulgensi
sebagai berikut:‘penghapusan hukuman sementara di hadapan Allah sebagai
akibat dari dosa-dosa yang kesalahannya sudah diampuni’. Sementara Kitab
Hukum Katolik (KHK) 992 menyebut indulgensi adalah penghapusan di hadapan
Allah dari hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya
sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik
serta memenuhi syarat-syarat tertentu, diperoleh dengan pertolongan Gereja
yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan
menerapkan harta pemulihan Kristus dan para kudus" .
Dari dua pengertian tentang indulgensi tersebut di atas, kita boleh mencatat
ada tiga hal yang mendasar: Pertama, indulgensi adalah penghapusan hukuman
sementara (temporal) di hadapan Allah sebagai akibat dari dosa-dosa yang
kesalahannya sudah diampuni. Disini Gereja bermaksud bukan saja menolong umat
beriman untuk menyilih hukuman sementara atas dosa yang telah diampuni
kesalahannya, tetapi Gereja juga mendorong kaum berimannya agar melakukan
perbuatan-perbuatan saleh, tobat, dan cinta kasih, terutama perbuatan-
perbuatan yang semakin mengembangkan iman dan kebaikan bersama.
Kedua, Indulgensi diterima oleh umat beriman kristiani - Katolik yang
berdisposisi baik dan dengan syarat-syarat tertentu. Yang dimaksudkan umat
kristiani yang berdisposisi baik disini ialah seseorang yang Katolik, yang dalam
hubungan yang baik dengan Gereja, dan dalam keadaan rahmat; artinya tidak
dalam keadaan berdosa berat, atau mempunyai dosa berat yang belum diakui
dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Seseorang yang Katolik yang mau memperoleh
indulgensi memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti memiliki kebiasaan berdoa
sepanjang hidup mereka, melakukan kebaikan dan cinta kasih kepada semua
orang, dan lain-lain.
Ketiga, indulgensi diberikan oleh Yesus sebagai wujudnyata Kerahiman Bapa
di Surga melalui Gereja yang adalah pelayan keselamatan, yang mengambil tugas
Kristus dan para Rasul-Nya (bdk. Mat.18:18; Yoh. 20:22-23).
b) Bagaimana cara memperoleh Indulgensi?
Indulgensi terdiri atas dua, yaitu indulgensi sebagian ( partial indulgence),
kalau menghapus sebagian dari hukuman sementara, dan indulgensi penuh
(plenary indulgence) kalau membebaskan manusia dari seluruh hukuman
sementara (bdk. kan 993). Indulgensi sebagian dapat diperoleh lebih dari satu
kali sehari, kecuali ada ketentuan lain. Indulgensi penuh yang berkaitan dengan
sebuah gereja atau "tempat ibadat / ziarah" (oratorium), perbuatan yang harus
dikerjakan adalah: mengunjungi tempat suci itu dan mengucapkan doa Bapa Kami
satu kali dan Aku Percaya satu kali.
Setiap orang beriman dapat memperoleh indulgensi, entah sebagian atau
penuh, bagi dirinya sendiri, atau menerapkannya sebagai permohonan bai orang-
orang yang telah meninggal (bdk. kan 994).
Hanya otoritas Gereja yang dapat memberikan indulgensi dan menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan orang untuk mendapatkan
indulgensi (bdk. kan. 995).
Untuk memperoleh indulgensi penuh, harus memenuhi
persyaratan: pertama,menerima sakramen tobat: dapat dilaksanakan beberapa
hari sebelum atau sesudah melaksanakan perbuatan yang ditentukan Gereja
dengan satu Sakramen Tobat dapat diperoleh lebih dari satu indulgensi
penuh. Kedua, menerima komuni kudus : sangat diharapkan diterima pada hari
yang sama dengan pelaksanaan perbuatan yang ditentukan Gereja. Satu komuni
kudus hanya dapat diperoleh satu indulgensi penuh. Ketiga, mendoakan intensi
Sri Paus: mendoakan satu kali ‘Bapa Kami’ dan satu kali ‘Salam Maria’, dan diberi
kebebasan mengucapkan doa lain menurut kesalehan dan devosi masing-masing
sangat diharapkan diterima pada hari yang sama dengan pelaksanaan perbuatan
yang ditentukan Gereja, satu intensi Sri Paus hanya dapat diperoleh satu
indulgensi penuh. Keempat, tidak lekat pada dosa apapun.
Yubileum berarti saat pengampunan publik, diberikan dalam bentuk indulgensi
yang terbuka kepada semua orang, sebagai kesempatan untuk memulihkan
kembali hubungan dengan Allah dan sesama. Tahun Kudus menjadi kesempatan
untuk memperdalam iman dan hidup dengan komitmen baru terhadap kesaksian
Kristiani.

c) Kita dipanggil Bapa untuk ikutserta dalam Tahun Yubeleum Sebagai Tahun
Indulgensi
Para Mahasiswa yang terkasih. Setelah kita mengerti tentang apa itu
indulgensi dan bagaimana cara kita memperoleh indulgensi, sekarang kita diajak
untuk merenungkan Sabda Yesus.
Dalam bacaan Injil Lukas 15:11-32, kita mendengarkan kisah Bapa yang baik
hati, yang mempunyai dua anak laki-laki (si sulung dan si bungsu). Kedua anaknya
memiliki kepribadian yang berbeda. Si sulung tinggal bersama Bapanya sedang si
bungsu pergi keluar dari rumah Bapanya-merantau.
Si sulung tinggal bersama Bapanya menggambarkan tetap terikat dengan
Bapanya. Keterikatan dengan Bapanya namun si sulung tetap berada pada
sikapnya sendiri. Ia tidak mau bertobat, ia hanya berada dalam naungan Bapanya
tetapi secara kepribadian ia tidak berkembang. Ia menutup diri dari belaskasih
Bapanya. Karena itu, si sulung pun membutuhkan pertobatan diri. Bapanya yang
baik hati, menerimanya juga dengan penuh kebaikan.
Si bungsu keluar dari rumah-pergi dari hadapan Bapanya, efeknya merasa
tidak nyaman, melarat, tidak mampu mengurus hidup yang diberikan Bapanya,
akibat paling jauh ialah jatuh dalam lumpur dosa, melarat, dan kehilangan
orientasi hidup. Dalam situasi yang mahaberat dialami si bungsu, ia menyadari
diri, mempunyai niat baik untuk kembali kepada Bapanya. Bapa yang baik tetap
pada hakekatnya, dengan penuh belaskasih, penuh kerahiman menerima si bungsu,
anaknya.

d) Pertanyaan refleksi untuk kita:


1. Si sulung, anak yang selalu terikat dengan Bapanya, selalu ada di dekat Bapanya
setiap saat, sepanjang tahun. Namun, ia sendiri menutup dirinya, menolak
kebaikan Bapanya. Maka ia pun membutuhkan pertobatan. Terkadang, kita
seperti si sulung, keras hati dan tidak mau bertobat. Gengsi! Tahun Jubeleum
Tahun Kerahiman Ilahi, kita dipanggil untuk mengalami ke rahiman Ilahi.
2. Si bungsu, anak yang keluar dari rumah Bapanya-melarat. Keluar dari rumah
Bapa, dari hadapan Bapa, kehilangan jati diri, kehilangan orientasi hidupnya.
Dalam situasi itu, Bapa yang mahabaik sangat mengharapkan kehadirannya. Bapa
yang penuh belas kasih menantinya kepulangan si bungsu. Terkadang kita pun
seperti si bungsu.
=***=

MINGGU KEEMPAT ADVEN:


INKARNASI WUJUD NYATA KERAHIMAN ILAHI

Para Mahasiswa yang terkasih,


 Pada pendalaman Adven keempat ini, berbeda dengan tiga bagian
sebelumnya. Pada bagian sebelumnya, kita mempersiapkan diri untuk
memasuki Tahun Suci, Tahun Yubileum.
 Nnamun pada pertemuan keempat di masa adven ini, kita diajak untuk
mempersiapkan diri kita untuk merayakan Peristiwa Inkarnasi Allah,
sebagai wujud nyata dari Kerahiman Ilahi. Dengan kata lain pertemuan kita
keempat ini mempersiapkan kita untuk merayakan Hari Raya Natal.
 Mari kita mempersiapkan diri kita, menyadari kehadiran Tuhan di tengah
kita, dengan doa mengundang Tuhan.
 Pada bagian ini kita tidak mensharingkan sentuhan sabda Tuhan tetapi kita
akan melanjutkan permenungan kita mengenai kerahiman Ilahi. Tetapi kali
ini kita akan secara khusus merenungkan bagaimana wujud nyata
kerahiman ilahi yang kita temukan dalam diri Tuhan yang menjadi manusia
dalam diri Yesus.
Pada bagian yang ke empat ini kita akan secara khusus merenungkan tema
tentang Natal sebagai wujud nyata kerahiman Ilahi.
 Bagi umat Katolik, perayaan Natal didahului dengan persiapan masa Natal,
yaitu Masa Adven yang merupakan masa persiapan kedatangan Kristus.
Bagi banyak orang, Natal dan Adven identik dengan pohon natal, kandang
natal, dan hadiah natal. Namun, lebih daripada itu, hal yang terpenting
dilakukan adalah persiapan rohani untuk menyambut Kristus.
 Namun sayangnya, banyak orang kurang mengetahui alasan dan makna di
balik semua persiapan rohani yang dilakukan.

Masa Adven
 Begitu pentingnya peristiwa kelahiran Yesus Sang Putera, sehingga Gereja
mempersiapkan umatnya untuk memperingatinya; dan masa persiapan ini
dikenal dengan masa Adven.
 Kata “adven” sendiri berasal dari kata “adventus” dari bahasa Latin, yang
artinya “kedatangan”. Masa Adven yang kita kenal saat ini sebenarnya
telah melalui perkembangan yang cukup panjang. Pada tahun 590, sinode di
Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan persiapan kedatangan
Kristus. Kita juga menemukan bukti dari homili Minggu ke-2 masa Adven
dari St. Gregorius Agung (Masa kepausan 590-604). Sampai sekarang,
masa Adven ini dimulai dari hari Minggu terdekat dengan tanggal 30
November (hari raya St. Andreas) selama 4 minggu ke depan sampai
kepada hari Natal pada tanggal 25 Desember.

 Masa Adven ini berkaitan dengan permenungan akan kedatangan Kristus.


Kristus memang telah datang ke dunia, Ia akan datang kembali di akhir
zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya dan selalu hadir
di tengah- tengah umat-Nya.
 Maka dikatakan bahwa peringatan Adven merupakan perayaan akan tiga
hal:
- peringatan akan kedatangan Kristus yang pertama di dunia,
- kehadiran-Nya di tengah Gereja, dan
- penantian akan kedatangan-Nya kembali di akhir zaman.

 Maka kata “Adven” harus dimaknai dengan arti yang penuh, yaitu: dulu,
sekarang dan di waktu yang akan datang.
 Ini adalah dasar dari pengertian tiga macam kedatangan Kristus yang
dipahami Gereja Katolik. Pemahaman ini menjiwai persiapan rohani umat;
dan hal ini tercermin dalam perayaan liturgi dalam Gereja Katolik. Sebab
di antara kedatangan-Nya yang pertama di Betlehem dan kedatangan-Nya
yang kedua di akhir zaman, Kristus tetap datang dan hadir di tengah umat-
Nya. Hanya saja, masa Adven menjadi istimewa karena secara khusus
Gereja mempersiapkan diri untuk memperingati peristiwa besar
penjelmaan Tuhan, menjelang peringatan hari kelahiran-Nya di dunia.
 Pada masa Adven, umat Katolik sering melakukan ulah kesalehan yang baik,
yang berakar selama berabad-abad. Ulah kesalehan ini bertujuan untuk
membantu mempersiapkan umat dalam menyambut kedatangan Sang
Mesias. Semua ulah kesalehan ini mengingatkan umat akan Sang Mesias
yang sebelumnya telah dinubuatkan melalui perantaraan para nabi dalam
Perjanjian Lama. Ulah kesalehan ini juga mengingatkan umat Allah akan
Kristus yang lahir dari Perawan Maria dengan begitu banyak kesulitan,
yang akhirnya terlahir, namun Ia lahir di kandang, di tempat yang kurang
layak.

Mari sekarang kita membahas persiapan rohani yang


terkait dengan masa Adven.
Persiapan spiritual
 Karena masa Adven adalah masa penantian yang harus diisi dengan
pertobatan, sehingga kita mempersiapkan diri kita untuk menyambut
kedatangan Kristus, maka sudah seharusnya umat Allah mempersiapkan
diri secara spiritual. Persiapan yang terbaik adalah dengan lebih sering
menerima Sakramen Ekaristi dan juga menerima Sakramen Tobat.
 Sakramen Ekaristi menyadarkan kita akan kasih Allah yang memberikan
Putera-Nya untuk bersatu dengan kita, yang dimulai dengan peristiwa
Inkarnasi. Sakramen Tobat menyadarkan kita bahwa kita sebenarnya tidak
layak menyambut Kristus karena dosa-dosa kita, namun Kristus datang ke
dunia untuk menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Masa Adven adalah
waktu yang tepat untuk terus bertekun dalam doa-doa pribadi dan
membaca Kitab Suci. Sungguh baik kalau kita dapat mengikuti bacaan
Kitab Suci mengikuti kalender Gereja, karena bacaan-bacaan telah disusun
sedemikian rupa untuk mempersiapkan kita menyambut Sang Mesias.

Lingkaran Adven
 Lingkaran Adven adalah satu lingkaran yang biasanya terbuat dari daun-
daun segar, dengan empat lilin. Pada awal mulanya, sebelum kekristenan
berkembang di Jerman, (ada tradisi budaya...) orang-orang telah
menggunakan lingkaran daun, yang atasnya dipasang lilin untuk memberikan
pengharapan bahwa musim dingin yang gelap akan lewat.
 Di abad pertengahan, umat Kristen mengadaptasi kebiasaan ini dan
memberikan makna yang baru pada lingkaran daun ini menjadi lingkaran
Adven, untuk menantikan kedatangan Mesias, Sang Terang – matahari
sejati. Dikatakan bahwa penyalaan lilin yang bertambah minggu demi
minggu sampai hari Natal merupakan permenungan akan tahapan karya
keselamatan Allah sebelum kedatangan Kristus, yang adalah Sang Terang
Dunia, yang akan menghapuskan kegelapan.
 Di dalam dokumen Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, tidak
disebutkan warna lilin yang digunakan, sehingga umat dapat menggunakan
lilin warna putih ataupun ungu. Karena masa Adven juga menjadi masa
pertobatan, maka lilin dapat menggunakan warna ungu, yang menjadi simbol
pertobatan.
 Kemudian di Minggu ke-3, atau disebut minggu Gaudete atau minggu
sukacita, dipasang lilin berwarna merah muda, yang menyatakan sukacita
karena masa penantiaan akan telah berjalan setengah dan akan berakhir.

Antifon ‘O’
 Pada periode kedua atau periode langsung menantikan HR Natal, dari
tanggal 17-23 Desember, Antifon Maria pada Offisi Vesper/ Ibadat
Sore (dalam doa Brevir) ataupun dalam Bait Pengantar Injil dalam Misa
harian (dalam bahasa Latin) merupakan antifon sapaan kepada gelar-gelar
mesianis, yang diawali seruan ‘O’.
 Maka ketujuh antifon ini disebut Antifon O atau Antifon Agung O. Setiap
antifon terdiri dari dua bagian; pertama diambil dari teks Kitab Suci,
yakni gelar-gelar Mesianis dari nubuat nabi Yesaya. Bagian kedua,
semacam sebuah litani, dengan seruan “Veni! Datanglah...” yang disertai
variasi permohonan dari masing-masing antifon. Dengan demikian, masing-
masing antifon menggaris-bawahi suatu gelar bagi Mesias yang diambil dari
Kitab Suci dan yang berhubungan dengan nubuat Yesaya mengenai
kedatangan Mesias.
 Antifon O menggambarkan kerinduan hati umat manusia akan kedatangan
Sang Mesias. Dia, yang merupakan Sabda Kebijaksanaan Allah (O,
Sapientia), akan mengajarkan kepada manusia jalan Allah dengan cara Sang
Sabda menjadi manusia (lih. Yoh 1:1). Pemenuhan janji ini secara bertahap,
dengan menggambarkan beberapa karakter.
 Kalau sebelum-Nya Allah menyatakan hukum-hukumnya dalam dua loh batu,
maka nanti Dia akan menyatakannya lewat seorangPribadi (O Adonai).
Pribadi ini akan datang dari keturunan Daud (O Radix Jesse), yang
menyatakan Inkarnasi Allah, di mana para raja akan bertekuk lutut di
hadapanNya. Dia mempunyai kekuasaan tak terbatas, yang digambarkan
sebagai kunci Daud (O Clavis David), yang akan membuka rantai-rantai
belenggu dan akan mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan
membawa terang (O Oriens) kepada bangsa-bangsa. Terang ini menyinari
semua orang, dan Dia akan menjadi raja segala bangsa (O Rex Gentium).
Dia akan datang kepada umat manusia dan akan tinggal menyertai umat
manusia (O Emmanuel). Itulah harapan dari umat manusia akan kedatangan
Sang Juru Selamat.
 Cukup menarik bahwa bila kita beribadat menyambut HR Natal sampai
pada Antifon O ketujuh yakni “O Emmanuel” pada tanggal 23 Desember,
dan melihat kembali seluruh antifon dengan menghitung mundur,
yakni : Emmanuel – Rex –Oriens – Clavis – Radix – Adonai – Sapientia, maka
huruf pertama dari antifon-antifon itu membentuk suatu kalimat
dalam bahasa Latin : ERO CRAS, yang berarti : Esok, Aku akan datang.
Tuhan Yesus, yang kedatangannya kita persiapkan sepanjang Masa Adven
dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini, sekarang menjawab
kerinduan kita, dengan mengatakan, “ERO CRAS”, ‘Besok, Aku akan
datang’. Esok di Malam Natal, Sang Mesias akan datang dan tinggal
beserta kita. Suatu sapaan dari Tuhan yang Maharahim, menanggapi
permohonan dan kerinduan umat-Nya, yang menantikan kedatangan Sang
Juruselamat pada saat Natal.
 Dengan mengikuti rangkaian ibadat menyambut peristiwa inkarnasi Allah
ini, Yesus sendiri berkata kepada kita : “Besok, di Malam Natal, Aku akan
berada di sana.” Iya, esok Sang Emanuel akan berada di setiap gereja,
terbaring di Palungan. Esok, di Hari Natal, Kanak Yesus akan berada di
setiap rumah dan keluarga, serta di setiap hati yang pantas menyambut
kedatanganNya.

Mempersiapkan Natal dengan sungguh dan menangkap arti


Natal
 Adven adalah masa persiapan untuk menyambut kedatangan Kristus, yang
harus diisi dengan pertobatan, yaitu membersihkan rumah hati kita, agar
Kristus dapat lahir kembali di hati kita. Kalau kita mempersiapkan diri
dengan baik, maka kita akan mengalami Kristus yang hadir di dalam hati
kita, sehingga kita juga akan mempunyai tujuan yang sama dengan
Inkarnasi Kristus, yaitu untuk mengasihi dengan memberikan diri kepada
sesama kita.
 Dengan kata lain, Natal mengingatkan kita untuk dapat berbagi kasih
dengan sesama. Mari, pada masa Adven ini, kita mempersiapkan diri kita
dengan sebaik-baiknya. Dengan penuh iman kita memohon: “ Datanglah ya
Tuhan, lahirlah secara baru di dalam hatiku”.
Apa yang perlu kita siapkan untuk perayaan Natal ini baik pribadi mau pun
bersama sebagai paguyuban “Gereja kampus”?

Sumber:
Alfons Liwun (Katekis di Keuskupan Pangkalpinang – Bangka) – 1 Desember 2015.

Anda mungkin juga menyukai