9
Emanuel Richardus Buang Lela
10
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual
berasal dari Allah, Injil itu disampaikan pergumulan hidup Gereja di Keuskupan
melalui saluran manusiawi (2Kor.4:7) 3. Timika. Tidak jarang dari situasi-situasi
inilah lahir berbagai ketimpangan dan
2. Bertolak dari Konteks Hidup ketidakadilan sosial yang berujung pada
Tulisan ini mengangkat beberapa kekerasan, kerusuhan, dan korban jiwa5.
realitas hidup. Realitas-realitas ini Krisis pangan yang terjadi saat ini
merupakan representasi dari berbagai tampak dalam perubahan iklim, rendahnya
persoalan yang menjadi keprihatinan produksi bahan pangan, kerusakan sumber-
pastoral di Keuskupan Timika. Sudah sumber pangan, hilangnya sumber-sumber
sejak lama, keuskupan-keuskupan di Papua hayati, habisnya sumber daya alam,
bergumul dengan persoalan ketidakadilan munculnya penyakit dan gizi buruk, semakin
hingga persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) memperdalam jurang antara si kaya dan si
berat. Dalam hal ini, Gereja berjuang untuk miskin. Di lain pihak, kebijakan pemerintah
menjadi corong keselamatan bagi domba- dirasa tidak memihak masyarakat pemilik
domba yang tidak dapat bersuara atas hak ulayat. Masyarakat pemilik hak ulayat
ketidakadilan yang dialami. Sejak wilayah mengalami ketidakseimbangan karena
Keuskupan Timika masih bersatu dengan terdapat dominasi yang kuat dari pemerintah
Keuskupan Jayapura, Gereja Keuskupan dan investor serta meningkatnya arus
Jayapura sudah banyak berjuang demi penduduk dari luar yang pada umumnya
kemanusiaan yang adil dan beradab di menguasai sumber-sumber hak ekonomi
Tanah Misi yang sangat luas4. masyarakat lokal. Persoalan-persoalan ini
Setelah berkembang menjadi sebuah kebanyakan dialami di wilayah paroki-
keuskupan baru yang digembalai Mgr. John paroki di pedalaman6.
Philip Saklil, perhatian atas persoalan- Persoalan-persoalan kemanusiaan ini
persoalan ketidakadilan dan kemanusiaan juga merasuki dunia pendidikan. Kualitas
tidak pernah luput dari perhatian Gereja pendidikan di wilayah pedalaman Papua
Katolik Keuskupan Timika. Dengan motto, sungguh memprihatinkan. Gambaran
‘Parate Viam Domini’ (Persiapkanlah pendidikan yang miris ini nyaris berada di
jalan bagi Tuhan), Gereja Keuskupan seluruh kantong umat Katolik di pedalaman
Timika dengan berbagai upaya mencoba yang serba terbatas. Berhadapan dengan
mempersiapkan jalan Tuhan dengan situasi ini, sepertinya para misionaris awal
hadir dalam misi kemanusiaan di tengah sudah mempertimbangkannya dengan
masyarakat dan mendampingi para korban sangat matang, sehingga ketika mendirikan
ketidakadilan. Tantangan medan pastoral, paroki selalu dibarengi dengan pendirian
umat dari berbagai latar belakang suku sekolah dan asrama untuk orang-orang
dan bahasa, dan berbagai konflik vertikal Papua pedalaman yang tinggal jauh dari
dan horizontal yang seringkali terjadi, akses jalan. Oleh karena itu, setiap paroki
memanggil Gereja Keuskupan Timika di pedalaman bertanggung jawab atas
untuk menyuarakan seruan kenabian dengan sekolahnya dan semua sekolah tersebut
berbagai cara. Tidak jarang pula situasi bernaung di bawah payung Yayasan
sosial, politik, ekonomi, dan pertahanan dan Pendidikan dan Persekolahan Katolik
keamanan turut memperkeruh keadaan di (YPPK) keuskupan. Sekolah tidak hanya
wilayah pastoral Keuskupan Timika. Situasi- mengajarkan perihal pengetahuan semata,
situasi seperti inilah yang kerap menghiasi namun juga dibarengi dengan pendidikan
11
Emanuel Richardus Buang Lela
moral dan iman yang kuat, sehingga tidak bagi pihak tertentu, dan kepuasaan sesaat
jarang output yang dihasilkan sungguh- sebagai simbol bahwa pemerintah sungguh
sungguh berkualitas, bahkan ada yang memperhatikan masyarakatnya. Dana-dana
memilih untuk menjadi imam dan biarawan- itu sama sekali tidak membangun kehidupan
biarawati. masyarakat setempat, justru merusak moral
Persoalan saat ini adalah sekolah- dan melemahkan daya juang mereka untuk
sekolah Katolik yang dahulu kala terkenal bekerja dan berusaha. Oleh karena itu,
dengan kualitasnya karena menghasilkan tidak jarang angka kekerasan, penyakit
output yang luar biasa, kini tinggal kenangan. sosial dan kematian meningkat tajam di
Sekolah-sekolah Katolik dan paroki yang berbagai wilayah paroki-paroki pedalaman.
mengawasinya kewalahan dengan persoalan Jika kualitas pendidikan seperti ini, tentu
biaya operasional sekolah dan kekurangan saja paroki-paroki akan kewalahan dalam
guru-guru berkualitas yang setia tinggal kaderisasi pribadi-pribadi yang tersedia
di kampung-kampung untuk mendidik untuk pelayanan paroki kelak. Tidak dapat
anak-anak setempat. Sekolah-sekolah dipungkiri juga bahwa realitas ini akan
negeri yang sangat diharapkan karena membunuh benih-benih panggilan imam
memiliki kekuatan finansial yang mumpuni atau pun biarawan-biarawati.
juga tidak dapat menaikkan kualitas
pendidikan di daerah-daerah pedalaman. 3. Keluarga sebagai ‘Tungku Api
Dana dari pemerintah tidak dikontrol dan Kehidupan’
dievaluasi secara baik, sehingga banyak Tungku api bagi masyarakat adat
kali dimanfaatkan oknum-oknum tertentu Papua, khususnya di luar daerah perkotaan,
untuk memperkaya diri sendiri. Inilah bukan hanya menjadi sarana pengolahan
alasan utama para siswa lulusan sekolah di makanan, melainkan juga untuk penerangan,
pedalaman-pedalaman mengalami kesulitan penghangat tubuh, serta tempat perjumpaan
ketika harus melanjutkan pendidikan di keluarga dan para tamu. Banyak hal dapat
kota7. terjadi saat orang duduk di sekitar tungku
Kondisi pendidikan seperti ini api. Kegiatan masak dan makan di sekitar
membuat umat beriman tidak dapat kritis api menjadi kesempatan untuk bertemu
terhadap situasi hidup yang menjeratnya. dan berkomunikasi antaranggota keluarga.
Sekalipun dapat berpikir kritis, sudah pasti Pertemuan-pertemuan penting juga dapat
mereka tidak dapat bersuara dengan lantang diselenggarakan di sekitar tungku api. Bagi
menyuarakan segala pergumulan hidup masyarakat adat beberapa suku di Papua,
mereka. Lidah mereka kelu di hadapan mulut posisi duduk sekitar tungku api menentukan
senjata yang siap menerkam siapa saja yang peran dalam suatu komunitas suku. Di sekitar
berani menyuarakan ketidakadilan. Alih-alih tungku api itulah mereka duduk, berdialog,
mendapat tanggapan dan perhatian, mereka bermusyawarah, dan mengambil keputusan
justru dianggap sebagai pembangkang, dan kebijakan untuk kepentingan dan
anti-Indonesia, bagian dari Kelompok kebaikan bersama8. Keluarga merupakan
Kriminal Bersenjata (KKB), Operasi tempat katekese awal sebab Tuhan secara
Papua Merdeka (OPM), dan sebagainya. unik dapat hadir dalam dinamika kehidupan
Mirisnya lagi, mulut mereka disumpal setiap pribadi, dalam keluarga. Peran serta
oleh dana-dana tertentu yang tidak jarang orangtua dalam mendidik anak-anak dapat
menghasilkan persoalan baru, ladang uang terlihat dengan jelas dalam keluarga. Situasi
12
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual
13
Emanuel Richardus Buang Lela
14
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual
15
Emanuel Richardus Buang Lela
Lampiran:
Daftar Dekanat dan Paroki
Keuskupan Timika Tahun 2019
16
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual
Jumlah:
Dekanat: 6
Paroki 40
Kuasi Paroki: 4
* Paroki-paroki yang berada di wilayah pinggiran dan di pusat perkotaan.
17