Anda di halaman 1dari 9

Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :

Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual

PAROKI BERAROMA ‘TUNGKU API’:


MENUJU MODEL GEREJA PAPUA YANG KONTEKSTUAL
(Tanggapan atas Problematika Pastoral Paroki di Keuskupan Timika)

Emanuel Richardus | Program Magister Filsafat Sekolah Tinggi


Buang Lela Filsafat Teologia Widya Sasana Malang
Abstrak:
This study focuses on a search for a contextual Church model in the Diocese of
Timika. The purpose of this paper is to find patterns of preaching and parish services in
pastoral care so that it is more contextual, actual, and relevant to the life situation of the
faithful in the Diocese of Timika. The approach used in this research is a pastoral-cultur-
al-symbolic study. This study finds that the terminology of the cultural symbol ‘Tungku
Api’ can be used as a contextual and real means of preaching to answer contextual pas-
toral issues in the Timika Diocese of Papua.
Kata Kunci:
kontekstual, paroki, problematika, tungku api
A. PENDAHULUAN Ketika lelah, tungku api menjadi sarana
Paroki adalah lembaga Gereja yang yang tepat guna untuk menyegarkan tubuh
paling nyata hadir di tengah komunitas umat dan tempat bagi orang-orang berkumpul
beriman. Paroki adalah Gereja lokal yang di sekelilingnya untuk bercengkerama,
tidak terlepas dari budaya, pergumulan, bertukar pikiran, merencanakan kehidupan,
suka-duka, harapan dan kecemasan, serta dan sarana untuk saling mengenal dan
relasi antarumat dan komunitas agama lain. menghangatkan satu sama lain. Kebanyakan,
Gereja Keuskupan Timika sebagai Gereja letak tungku api berada di dalam
lokal turut menyadari dan merasakan rumah adat (asli) masyarakat setempat.
berbagai persoalan ini. Panorama hidup dan Berdasarkan pengertian terminologi ini,
problematika kehidupan komunitas umat dapat disimpulkan bahwa ‘Gerakan Tungku
beriman di wilayah Keuskupan Timika Api Kehidupan’ memiliki pengertian
membuat Gereja mencetuskan suatu gerakan yang kompleks. Akan tetapi, gerakan ini
bersama yang disebut dengan ‘Gerakan merupakan arah dasar untuk mengeliminir
Tungku Api Kehidupan’. Gerakan ini berbagai persoalan kehidupan umat beriman
bertujuan untuk melindungi dan mengelola di wilayah Keuskupan Timika. Gerakan
sumber hak hidup masyarakat lokal secara ini mengajak setiap orang untuk kembali
layak dan bermartabat. Terminologi ‘pulang ke rumah’. Di dalam rumah ada
‘Tungku Api’ sendiri merupakan ungkapan keselamatan, cinta, kerukunan, kehangatan,
simbolis-kultural yang merujuk pada dan masa depan yang cerah.
cara mengolah makanan orang asli Papua Berangkat dari gagasan itu tulisan
di wilayah pegunungan dan di pesisir ini memunculkan tiga rumusan masalah.
pantai yang menjadi wilayah pastoral Pertama, apa makna dari model paroki
Keuskupan Timika. Selain untuk mengolah beraroma ‘Tungku Api’. Kedua, konteks apa
makanan, tungku api juga bertujuan untuk yang menjadikan model paroki seperti ini
menghangatkan tubuh ketika sedang sangat penting saat ini. Ketiga, bagaimana
kedinginan. model paroki ‘Tungku Api’ memiliki

9
Emanuel Richardus Buang Lela

implikasi bagi kehidupan umat beriman kehidupan. Ia menjadi saksi kebahagiaan


dan pewartaan Injil di wilayah Keuskupan ketika keluarga merayakan kelahiran
Timika? Dengan membahas ketiga masalah anggota keluarga baru, kelulusan dari
itu, tulisan ini bertujuan menemukan pola suatu jenjang pendidikan, menerima Yesus
pewartaan dan pelayanan paroki di tengah dalam kehidupannya melalui penerimaan
reksa pastoral agar semakin kontekstual, sakramen-sakramen, dan ketika menghadapi
aktual, dan relevan dengan situasi kehidupan ajal pada akhir hidupnya. Singkatnya, bagi
umat beriman di Keuskupan Timika. sebagian besar umat Katolik, paroki adalah
pengalaman utama mereka di Gereja. Di
B. HASIL DAN PEMBAHASAN sinilah mereka berkumpul untuk Ibadat
1. Makna Model Paroki Beraroma Mingguan, merayakan momen yang
‘Tungku Api’ paling membahagiakan, dan berduka
Model paroki beraroma ‘Tungku Api’ atas kehilangan terdalam mereka. Paroki
adalah paroki yang siap dan tersedia bagi adalah bagian penting dari kehidupan umat
kehidupan umat beriman dari urusan altar Katolik1.
hingga dapur. Model paroki ini sungguh Bentuk paroki seperti ini masuk
menyelam dalam kehidupan umat beriman. dalam kategori model paroki yang
Model paroki ini tidak alergi terhadap asap melayani2. Model ini memandang Gereja
dari tungku api. Paroki ini bersedia dan sebagai pelayan bagi dunia, seperti Kristus
tersedia untuk berdialog dengan siapa dan yang datang untuk melayani siapa pun
apa saja. Ia terlibat dalam situasi kehidupan yang datang kepadanya. Dunia dipandang
umat beriman. Ia berada di garis terdepan sebagai ‘locus theologicus’. Oleh karena
jika terjadi ketidakadilan, ketidakbenaran, itu, Gereja harus melihat tanda-tanda
dan persoalan-persoalan kemanusiaan zaman di dalamnya. Tugas Gereja sebagai
lainnya di sekitarnya. Ia menyentuh realitas pelayan adalah menghidupkan terus-
hidup umat beriman di daerah-daerah menerus secara khusus harapan dan aspirasi
pesisir, pegunungan, pedesaan, perkotaan, akan kedatangan Kerajaan Allah dan nilai-
rawa, dan wilayah yang tandus sekalipun. Ia nilainya. Semangat pelayanan inilah yang
menjadi ‘rumah’ bagi siapa saja yang datang menjadi acuan bagi setiap umat beriman
kepada Allah dengan segala kekurangan dan untuk melayani sesamanya tanpa pandang
kelebihan dalam hidup. buluh, tanpa sekat-sekat primordialisme,
Model paroki ini hadir dalam setiap ras, etnis, dan berusaha menceburkan
momen berharga kehidupan manusia. Ia diri dalam setiap persoalan kemanusiaan
hadir dalam suka dan duka, harapan dan sesamanya. Semangat solider menjadi dasar
kecemasan, kegagalan dan keberhasilan dalam seluruh reksa pastoral paroki yang
hidup setiap umat beriman. Ia menjadi tempat beraroma ‘Tungku Api’. Paroki beraroma
yang hangat bagi setiap umat beriman yang ‘Tungku Api’ bertujuan menghadirkan
mengalami kekalutan, ketidakberdayaan, Kerajaan Allah, memberitakan Injil di
kebekuan, ketidaknyamanan ketika tengah budaya, pergumulan hidup manusia,
berhadapan dengan realitas kehidupan dan konteks hidupnya. Injil dalam konteks
yang dingin, kaku, remuk, dan buntu. Tidak ini adalah aneka macam pecahan kabar
hanya itu, paroki menjadi tempat ternyaman baik yang untuk memahaminya orang harus
ketika setiap umat beriman larut dalam mendengarnya dalam bahasanya sendiri
kebahagiaan ketika merayakan setiap momen (Kis.2:8). Dengan kata lain, walaupun

10
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual

berasal dari Allah, Injil itu disampaikan pergumulan hidup Gereja di Keuskupan
melalui saluran manusiawi (2Kor.4:7) 3. Timika. Tidak jarang dari situasi-situasi
inilah lahir berbagai ketimpangan dan
2. Bertolak dari Konteks Hidup ketidakadilan sosial yang berujung pada
Tulisan ini mengangkat beberapa kekerasan, kerusuhan, dan korban jiwa5.
realitas hidup. Realitas-realitas ini Krisis pangan yang terjadi saat ini
merupakan representasi dari berbagai tampak dalam perubahan iklim, rendahnya
persoalan yang menjadi keprihatinan produksi bahan pangan, kerusakan sumber-
pastoral di Keuskupan Timika. Sudah sumber pangan, hilangnya sumber-sumber
sejak lama, keuskupan-keuskupan di Papua hayati, habisnya sumber daya alam,
bergumul dengan persoalan ketidakadilan munculnya penyakit dan gizi buruk, semakin
hingga persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) memperdalam jurang antara si kaya dan si
berat. Dalam hal ini, Gereja berjuang untuk miskin. Di lain pihak, kebijakan pemerintah
menjadi corong keselamatan bagi domba- dirasa tidak memihak masyarakat pemilik
domba yang tidak dapat bersuara atas hak ulayat. Masyarakat pemilik hak ulayat
ketidakadilan yang dialami. Sejak wilayah mengalami ketidakseimbangan karena
Keuskupan Timika masih bersatu dengan terdapat dominasi yang kuat dari pemerintah
Keuskupan Jayapura, Gereja Keuskupan dan investor serta meningkatnya arus
Jayapura sudah banyak berjuang demi penduduk dari luar yang pada umumnya
kemanusiaan yang adil dan beradab di menguasai sumber-sumber hak ekonomi
Tanah Misi yang sangat luas4. masyarakat lokal. Persoalan-persoalan ini
Setelah berkembang menjadi sebuah kebanyakan dialami di wilayah paroki-
keuskupan baru yang digembalai Mgr. John paroki di pedalaman6.
Philip Saklil, perhatian atas persoalan- Persoalan-persoalan kemanusiaan ini
persoalan ketidakadilan dan kemanusiaan juga merasuki dunia pendidikan. Kualitas
tidak pernah luput dari perhatian Gereja pendidikan di wilayah pedalaman Papua
Katolik Keuskupan Timika. Dengan motto, sungguh memprihatinkan. Gambaran
‘Parate Viam Domini’ (Persiapkanlah pendidikan yang miris ini nyaris berada di
jalan bagi Tuhan), Gereja Keuskupan seluruh kantong umat Katolik di pedalaman
Timika dengan berbagai upaya mencoba yang serba terbatas. Berhadapan dengan
mempersiapkan jalan Tuhan dengan situasi ini, sepertinya para misionaris awal
hadir dalam misi kemanusiaan di tengah sudah mempertimbangkannya dengan
masyarakat dan mendampingi para korban sangat matang, sehingga ketika mendirikan
ketidakadilan. Tantangan medan pastoral, paroki selalu dibarengi dengan pendirian
umat dari berbagai latar belakang suku sekolah dan asrama untuk orang-orang
dan bahasa, dan berbagai konflik vertikal Papua pedalaman yang tinggal jauh dari
dan horizontal yang seringkali terjadi, akses jalan. Oleh karena itu, setiap paroki
memanggil Gereja Keuskupan Timika di pedalaman bertanggung jawab atas
untuk menyuarakan seruan kenabian dengan sekolahnya dan semua sekolah tersebut
berbagai cara. Tidak jarang pula situasi bernaung di bawah payung Yayasan
sosial, politik, ekonomi, dan pertahanan dan Pendidikan dan Persekolahan Katolik
keamanan turut memperkeruh keadaan di (YPPK) keuskupan. Sekolah tidak hanya
wilayah pastoral Keuskupan Timika. Situasi- mengajarkan perihal pengetahuan semata,
situasi seperti inilah yang kerap menghiasi namun juga dibarengi dengan pendidikan

11
Emanuel Richardus Buang Lela

moral dan iman yang kuat, sehingga tidak bagi pihak tertentu, dan kepuasaan sesaat
jarang output yang dihasilkan sungguh- sebagai simbol bahwa pemerintah sungguh
sungguh berkualitas, bahkan ada yang memperhatikan masyarakatnya. Dana-dana
memilih untuk menjadi imam dan biarawan- itu sama sekali tidak membangun kehidupan
biarawati. masyarakat setempat, justru merusak moral
Persoalan saat ini adalah sekolah- dan melemahkan daya juang mereka untuk
sekolah Katolik yang dahulu kala terkenal bekerja dan berusaha. Oleh karena itu,
dengan kualitasnya karena menghasilkan tidak jarang angka kekerasan, penyakit
output yang luar biasa, kini tinggal kenangan. sosial dan kematian meningkat tajam di
Sekolah-sekolah Katolik dan paroki yang berbagai wilayah paroki-paroki pedalaman.
mengawasinya kewalahan dengan persoalan Jika kualitas pendidikan seperti ini, tentu
biaya operasional sekolah dan kekurangan saja paroki-paroki akan kewalahan dalam
guru-guru berkualitas yang setia tinggal kaderisasi pribadi-pribadi yang tersedia
di kampung-kampung untuk mendidik untuk pelayanan paroki kelak. Tidak dapat
anak-anak setempat. Sekolah-sekolah dipungkiri juga bahwa realitas ini akan
negeri yang sangat diharapkan karena membunuh benih-benih panggilan imam
memiliki kekuatan finansial yang mumpuni atau pun biarawan-biarawati.
juga tidak dapat menaikkan kualitas
pendidikan di daerah-daerah pedalaman. 3. Keluarga sebagai ‘Tungku Api
Dana dari pemerintah tidak dikontrol dan Kehidupan’
dievaluasi secara baik, sehingga banyak Tungku api bagi masyarakat adat
kali dimanfaatkan oknum-oknum tertentu Papua, khususnya di luar daerah perkotaan,
untuk memperkaya diri sendiri. Inilah bukan hanya menjadi sarana pengolahan
alasan utama para siswa lulusan sekolah di makanan, melainkan juga untuk penerangan,
pedalaman-pedalaman mengalami kesulitan penghangat tubuh, serta tempat perjumpaan
ketika harus melanjutkan pendidikan di keluarga dan para tamu. Banyak hal dapat
kota7. terjadi saat orang duduk di sekitar tungku
Kondisi pendidikan seperti ini api. Kegiatan masak dan makan di sekitar
membuat umat beriman tidak dapat kritis api menjadi kesempatan untuk bertemu
terhadap situasi hidup yang menjeratnya. dan berkomunikasi antaranggota keluarga.
Sekalipun dapat berpikir kritis, sudah pasti Pertemuan-pertemuan penting juga dapat
mereka tidak dapat bersuara dengan lantang diselenggarakan di sekitar tungku api. Bagi
menyuarakan segala pergumulan hidup masyarakat adat beberapa suku di Papua,
mereka. Lidah mereka kelu di hadapan mulut posisi duduk sekitar tungku api menentukan
senjata yang siap menerkam siapa saja yang peran dalam suatu komunitas suku. Di sekitar
berani menyuarakan ketidakadilan. Alih-alih tungku api itulah mereka duduk, berdialog,
mendapat tanggapan dan perhatian, mereka bermusyawarah, dan mengambil keputusan
justru dianggap sebagai pembangkang, dan kebijakan untuk kepentingan dan
anti-Indonesia, bagian dari Kelompok kebaikan bersama8. Keluarga merupakan
Kriminal Bersenjata (KKB), Operasi tempat katekese awal sebab Tuhan secara
Papua Merdeka (OPM), dan sebagainya. unik dapat hadir dalam dinamika kehidupan
Mirisnya lagi, mulut mereka disumpal setiap pribadi, dalam keluarga. Peran serta
oleh dana-dana tertentu yang tidak jarang orangtua dalam mendidik anak-anak dapat
menghasilkan persoalan baru, ladang uang terlihat dengan jelas dalam keluarga. Situasi

12
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual

di dalam rumah milik keluarga-keluarga 4. Pastoral Paroki Bercorak Tungku


Katolik harus dibangun sedemikian rupa Api: Berpihak pada Yang Tidak
agar proses didikan pengetahuan serta Berdaya
praktik kekatolikan dapat menjadi habitus Paroki yang bercorak ‘Tungku Api’
setiap anggota keluarga9. adalah paroki yang bertolak dari konteks
Berhadapan dengan situasi konteks kehidupan umat beriman setempat. Ia
paroki-paroki di Keuskupan Timika, menyadari bahwa konteks memainkan
keluarga memiliki peran yang sangat peran penting dalam pelayanan pastoral dan
vital. Keluarga-keluarga adalah corong pewartaan Injil di tengah umat beriman.
keselamatan yang berhimpun dalam paroki- Kesadaran tersebut membangkitkan suatu
paroki. Dalam konteks ini, keluarga diajak bentuk reksa pastoral yang bertujuan untuk
untuk menjadi ‘Tungku Api’ kehidupan yang memberikan kesempatan dan peluang
nyata. Keluarga-keluarga menjadi tempat bagi pewartaan dan pelayanan pastoral
setiap orang menemukan kehangatan diri. bagi mereka yang tidak berdaya, lemah,
Di dalam keluarga ada cinta, harapan, dan dan menderita. Keberpihakan paroki bagi
kehidupan. Dalam suasana kehangatan itulah mereka yang tidak berdaya dan menderita
seorang anak diasuh, diasih, dibimbing, dan mesti diwujudnyatakan dalam tindakan
dibina menjadi pribadi yang bermartabat konkret. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
dan luhur di hadapan Tuhan dan sesama. rancangan visi-misi paroki yang bertolak
Di dalam kehangatan keluarga itulah Injil dari konteks hidup umat beriman. Visi-
diwartakan orangtua dengan ajaran Kitab misi tersebut dirumuskan dalam berbagai
Suci dan suri teladan yang luhur. program yang tepat-guna supaya pewartaan
Kehangatan keluarga juga dan pelayanan pastoral sungguh menyentuh
memungkinkan proses pewarisan budaya realitas hidup, budaya, dan pergumulan
dapat terwujud secara penuh. Dengan komunitas umat beriman setempat. Jika
demikian, sang anak mendapat perlengkapan tidak, pelayanan paroki akan salah sasaran
budaya yang penting untuk membentengi atau mungkin dapat dimanfaatkan oleh
dirinya dari pengaruh budaya materialisme, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
hedonisme, dan sekularisme di tengah dunia. Sama seperti pewartaan Sang Guru, paroki
Pada akhirnya, keluarga mesti menjadi saksi juga harus mengutamakan pemberitaan
Kristus di tengah dunia. Orangtua tidak pembebasan bagi mereka yang terbelenggu
sekadar menyampaikan Injil kepada anak- oleh penindasan dan ketidakadilan
anak mereka, melainkan dari anak-anak (Luk.4:19).
mereka sendiri, mereka dapat menerima Setelah memaparkan model paroki
Injil itu juga, dalam bentuk penghayatan yang beraroma ‘Tungku Api’ dan segala
mereka yang mendalam. Dalam situasi tantangan aktual yang dihadapi paroki-
zaman seperti ini, keluarga dituntut untuk paroki di Keuskupan Timika, pada bagian
berani memberi kesaksian akan imannya ini dirumuskan beberapa rekomendasi
dan kesetiaannya dalam hidup perkawinan pastoral11 yang kiranya dapat membantu
dan keluarga10. terwujudnya kehadiran model paroki
yang beraroma ‘Tungku Api’ yang aktual,
relevan, dan kontekstual.

13
Emanuel Richardus Buang Lela

a) Berpastoral hingga ‘Dapur’ c) Katekese Kontekstual


Paroki yang kontekstual dan beraroma Walaupun model paroki ini sangat
‘Tungku Api’ adalah Gereja yang solider terbuka pada realitas sosial, peran katekese
dengan duka dan kecemasan manusia tidak boleh disepelekan. Pewartaan iman
zaman ini. Pelayanan dan pewartaannya adalah kunci dan semangat awal untuk
tidak terbatas pada mimbar dan altar, namun berubah dan berbuah. Paroki tidak boleh
juga menyentuh aspek kehidupan umat lengah dengan pewartaan iman. Jika peran
beriman, tidak terkecuali persoalan makan katekese dikesampingkan, akan muncul
dan minum (Mat. 14:16). Kiranya upaya itu semangat materialisme, sekularisme dan
dapat dimulai dengan kunjungan umat atau hedonisme dalam Tubuh Mistik Kristus,
kunjungan pastoral dari Pastor Paroki atau yaitu Gereja sendiri.
anggota tim pastoral lainnya secara konstan
dan berkelanjutan. d) Paroki Berdialog
Sebagai suatu lembaga yang hidup
b) Berawal dari Pendidikan di tengah dunia, paroki tidak dapat
Pendidikan yang dimaksud adalah berjalan sendiri. Ia tidak boleh tertutup
pendidikan yang membebaskan. Pendidikan terhadap berbagai masukan dan pendapat
yang membebaskan akan menghasilkan dari pihak manapun. Oleh karena itu,
revolusi mental dan berdampak bagi dibutuhkan semangat kerja sama dan dialog
perubahan yang konkret. Melalui sekolah, dengan siapa dan apa saja demi hidup
manusia dapat dimanusiakan dan dapat dan kebaikan bersama. Sejumlah upaya
memanusiakan orang lain. Rantai ini akan berdialog dapat dikembangkan. Pertama,
membuat orang tidak lagi terjebak pada berdialog dengan pengalaman dan budaya
intimidasi, terbuai kondisi dan iming-iming setempat. Pengalaman dan budaya setempat
yang menggiurkan. Melalui pendidikan, memberikan kekayaan yang dapat ditimba
setiap orang dapat membangun kehidupannya bagi khazanah paroki yang kontekstual.
secara mandiri. Mereka tidak akan menjadi Kedua, berdialog dengan pemerintah dan
‘voices of voiceless’ atau bergantung LSM terkait. Paroki tidak dapat berjalan
pada kondisi. Dengan pendidikan, orang sendiri. Apa pun perjuangan paroki, tidak
dapat mengembangkan hidupnya, berdaya akan terwujud apabila tidak didukung
guna, dan berguna bagi sesama yang lain. oleh lembaga-lembaga lainnya. Ketiga,
Sistem pendidikan seperti itu tidak hanya berdialog dengan Gereja-Gereja lain dan
mencekok orang dengan ilmu pengetahuan agama-agama Non-Kristiani. Apapun
semata, tetapi juga dibarengi dengan ajaran- yang diperjuangkan Gereja Katolik tidak
ajaran moral dan iman yang berfaedah bagi akan terwujud apabila tidak didukung
kehidupannya kelak. Dengan demikian, “Ia Gereja dan agama lain. Komposisi umat
dapat menimbang-nimbang mana yang baik beriman di Papua bukan hanya terdiri
dan buruk dan dapat merasakan suara Allah dari umat Katolik, melainkan juga umat
untuk memperjuangkan kehidupan yang yang berasal dari agama-agama lain. Oleh
luhur, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga karena itu, dibutuhkan kerendahan hati
bagi lingkungan alam sekitarnya” (Laudato untuk bertukar pikiran demi kebaikan
Sì, 210). semua orang. Keempat, berdialog dengan
para pemangku adat dan para kepala suku
setempat. Hal ini penting untuk menimba

14
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual

inspirasi, pengalaman, dan juga perjuangan Gunung Mulia, 1999.


mereka bagi Gereja di Papua selama ini. Kristianto, A. Eddy. Menjadi Gereja yang
Mereka adalah representasi dari ratusan Berjalan Bersama Papua. Jakarta:
suku yang hidup di Papua dan tinggal di OBOR, 2017.
pedalaman-pedalaman. Kelima, berdialog Saklil, Yohanes Philipus. 2017. “Pendidikan
dengan realitas. Paroki sudah seharusnya dan Realitas Sosial di Papua,” Izak
memiliki kepekaan terhadap realitas di Resubun (eds.), Biarkan Tungku Api
sekitarnya. Pemikiran yang kritis, energik, Tetap Menyala: Gerakan Melindungi
dan reflektif uantuk membantu setiap orang dan Mengelola Sumber Hak Hidup
dalam mendengarkan suara Allah di tengah Ekonomi Masyarakat Adat Papua,
realitas kehidupan. Bunga Rampai Kisah Pengalaman
dan Analisis Reflektif. Pineleng:
C. SIMPULAN Percikan Hati, 2017.
Tulisan ini memberikan tanggapan
dan sekaligus tawaran bagi paroki-paroki di CATATAN AKHIR
Keuskupan Timika supaya semakin aktual 1
Robert J. Hater, The Catholic Parish: Hope for a
dan kontekstual di tengah dunia. Tidak Changing World (New Jersey: Paulist Press, 2004),
22.
dapat dipungkiri bahwa kehidupan paroki 2
Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Nusa
mendapat banyak tantangan baik secara Indah, 1987), 79-84.
internal maupun eksternal. Tantangan- 3
J. Andrew Kirk, Apa itu Misi? Suatu Penelusuran
tantangan itu terwujud dalam berbagai Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 102.
problematika yang tanpa disadari telah 4
A. Eddy Kristianto, Menjadi Gereja yang Berjalan
merongrong masuk dalam sendi-sendi Bersama Papua (Jakarta: Obor, 2017), 137-143.
kehidupan umat Allah. Sadar akan berbagai
5
Biru Kira, Berlayar ke Timur (Yogyakarta: Kanisius,
2014), 27-29.
problematika yang mengitari paroki- 6
Hampir 90% kantong-kantong umat Katolik
paroki, dibutuhkan suatu sikap tanggap Keuskupan Timika berada di wilayah-wilayah
dan kepekaan untuk terus mewartakan Injil pedalaman Papua. Berdasarkan data Keuskupan
dengan ajaran iman dan tindakan-tindakan Timika tahun 2019, hanya 11 paroki dari 40 paroki
konkret yang sesuai dengan konteks umat dan empat kuasi paroki yang berada di pinggiran dan
beriman setempat. pusat perkotaan. Sisanya berada di wilayah-wilayah
pedalaman (lih. lampiran).
7
Biru Kira, Berlayar ke Timur, 142-162.
DAFTAR PUSTAKA 8
Yohanes Philipus Saklil, “Biarkan Tungku Api
Dulles, Avery. Model-Model Gereja. Ende: Tetap Menyala: Gerakan Melindungi dan Mengelola
Nusa Indah, 1987. Sumber Hak Hidup Ekonomi Masyarakat Adat
Hater, Robert J. The Catholic Parish: Hope Papua,” Izak Resubun, dkk. (eds.), Bunga Rampai
for a Changing World. New Jersey: Kisah Pengalaman dan Analisis Reflektif (Pineleng:
Percikan Hati, 2017), 178.
Paulist Press, 2004. 9
Robert J. Hater, The Catholic Parish, 113.
Irawan, Al. Bagus. Gereja Misioner yang 10
Al. Bagus Irawan, Gereja Misioner yang Diterjang
Diterjang Sabda Allah. Yogyakarta: Sabda Allah (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 246-247.
Kanisius, 2011. 11
Rekomendasi ini tidak bersifat baku, melainkan
Kira, Biru. Berlayar ke Timur. Yogyakarta: dapat disesuaikan dengan konteks paroki setempat.
Kanisius, 2014. Rekomendasi ini dapat ditambah, dikurangi, dan
diganti sesuai dengan kebutuhan pastoral paroki
Kirk, J. Andrew. Apa itu Misi?: Suatu setempat.
Penelusuran Teologis. Jakarta: BPK

15
Emanuel Richardus Buang Lela

Lampiran:
Daftar Dekanat dan Paroki
Keuskupan Timika Tahun 2019

DEKANAT PAROKI Tahun Berdiri


Mimika-Agimuga 1 Januari 2005
Katedral Tiga Raja Timika* 8 Februari 1931
Maria Bintang Laut Kokonao 11 Agustus 1928
Maria Fatima Pronggo 10 Desember 1933
St. Yoseph Atuka 8 Juni 1966
St. Emmanuel Mapurujaya 8 Februari 1931
Kebangkitan Agimuga 1960
St. Petrus Karang Seneng SP3* 29 Juni 2006
St. Stefanus Sempan* 26 Desember 2007
Kuasi St. Sisilia Timika Jaya SP2* 7 Februari 2016
Moni-Puncak Jaya 1 Januari 2005
St. Misael Bilogai 22 September 1959
St. Yohanes Pemandi Bilai 15 Maret 1963
St. Petrus Ilaga 27 Januari 1966
St. Fransiskus Xaverius Titigi 25 Juni 2016
St. Petrus Mbugulo 21 November 2019
Kamuu Mapia 1 Januari 2005
St. Maria Immaculata Moanemani April 1953
St. Maria Rosari Modio 31 Maret 1956
Kristus Penebus Timeepa 30 November 1963
Maria Menerima Kabar Baik
28 Februari 2002
Bomomani
St. Maria Ratu Rosari Idakebo 1 April 2008
Kristus Terang Dunia Puweta 6 Oktober 2013
Keluarga Kudus Apouwo 20 September 2011
St. Petrus Mauwa 25 Juni 2017
St. Yohanes Pemandi Ugapuga 19 November 2017
Kuasi Paroki Hati Kristus Abouyaga 16 Oktober 2018

16
Paroki Beraroma ‘Tungku Api’ :
Menuju Model Gereja Papua Yang Kontekstual

Kuasi Paroki St. Yosep Deneiode 18 Juni 2019


Teluk Cenderawasih 1 Januari 2005
Kristus Sahabat Kita Nabire* 18 April 1965
Kristus Raja Siriwini Nabire* 29 November 2002
St. Maria Diangkat ke Surga Biak* 13 Oktober 1946
Bunda Maria Serui* 4 Mei 1928
Kerahiman Ilahi Biak* 14 Mei 2017
St. Yosep Nabire Barat* 25 November 2017
Kuasi Paroki St. Antonius Nabire* 6 September 2019
Paniai 1 Januari 2005
St. Yusuf Enarotali 1949
St. Fransiskus Asisi Epouto 1 Januari 1952
St. Fransiskus Obano 1 Desember 1971
Kristus Jaya Komopa 16 November 1966
Salib Suci Madi 29 Juli 2011
Kristus Sang Penebus Dauwagu 17 Juni 2018
Kristus Sang Gembala Wedaumamo 20 Juni 2018
St. Antonius Padua Yagai 21 Juni 2018
TIGI 25 Juni 2018
St. Yohanes Pemandi Waghete 1 Januari 1952
Segala Orang Kudus Diyai 16 November 1963
Kristus Kebangkitan Damabagata 3 Mei 2010
St. Yosep Wagomani 10 Januari 2018

Jumlah:
Dekanat: 6
Paroki 40
Kuasi Paroki: 4
* Paroki-paroki yang berada di wilayah pinggiran dan di pusat perkotaan.

17

Anda mungkin juga menyukai