Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

LARUNG ATAU SESAJI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Islam dan Budaya Lokal

Dosen Pengampu : Zaenal Arifin, M.S.I.

Kelas : PAI-C1AIR

Disusun Oleh:

Khoirotun Ni’mah ( 2110110085 )

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat.
Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang
membentuk lapisan budaya yang sangat menarik mencerminkan sejarah dan segala mitos
bagi sebuah komunitas pemilik kebudayaan tertentu. Dalam kaitan kebudayaan orang
dapat mengekspresikan budayanya dengan berbagai cara. Manusia memiliki
kecenderungan untuk terus menerus melestarikan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, dalam mengekspresikan budayanya.
Bentuk kebudayaan pada masyarakat Jawa seperti usaha mencari keselamatan
sudah berlangsung sejak belum mengenal teologi sebagaimana yang didapatkan dalam
teologi agama-agama formal (Islam, Kristen, Hindhu, dan Khong Hu Chu). Mereka
belum memiliki pemikiran yang reflektif tentang Tuhan hanya berdasarkan 2 dari
pengalaman hidup mereka setiap saat, di sekitar tempat mereka berada. Mitos pada
umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya
maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan sebagainya.
Mitos merupakan suatu kepercayaan yang ada pada masyarakat atau kalangan
tertentu yang meyakini, dan mitos merupakan sebuah kebudayaan yang dianggap
mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu.
Mitos dianggap sebagai suatu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai
rujukan, atau merupakan suatu dogma yang dianggap suci dan nyata adanya. Hal ini
menyiratkan bahwa dalam mitos pada kenyataannya melahirkan sebuah keyakinan karena
tokoh mitos bukan tokoh sembarangan. Keyakinan tersebut sering mempengaruhi pola
pikir ke arah takhayul.
Kebudayaan yang ada di Indonesia sangatlah banyak dan berbagai macam
ragamnya. Kebudayaan yang beragam tersebut memiliki pengaruh dalam membentuk
lapisan budaya yang sangat menarik yang seakan bercerita tentang sejarah dan segala
mitos bagi sebuah komunitas pemilik kebudayaan tertentu. Dalam kaitannya kebudayaan
orang dapat mengepresikan budayanya dengan berbagai cara baik secara verbal maupun
melalui gerak isyarat, dalam mengekspresikan budayanya manusia memiliki

2
kecenderungan untuk terus menerus melestarikan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
Penelitian ini difokuskan pada mitos atau kepercayaan yang terdapat dalam
upacara “Larung Sesaji” yang dianggap oleh masyarakat desa merupakan suatu kegiatan
yang dipercaya dapat menjauhkan desa dari segala macam bencana, serta mendapatkan
berkah atau keselamatan. Sebagai bentuk fakta budaya, peristiwa-peristiwa semacam ini
menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut sebagai informasi tentang kebudayaan yang
ada di Indonesia dan sebagai pengembangan bahan bacaan khususnya Bahasa Indonesia
dan bahan bacaan BIPA berkaitan dengan Bahasa Indonesia yang berbasis budaya.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian larung atau sesaji?
2. Makna tradisi larung atau sesaji?
3. Pelaksanaan tradsi larung atau sesaji?
4. Persepsi masyarakat terhadap larung atau sesaji?
5. Pandangan islam terhadap larung atau sesaji?
C. Tujuaan
1. Untuk mengetahui pengertian larung atau sesaji.
2. Untuk menjelaskan makna larung atau sesaji.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan tradisi larung atau sesaji
4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap larung atau sesaji.
5. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap larung atau sesaji.

3
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Larung atau Sesaji


Dalam KBBI Sesajen atau sajen adalah makanan (bunga-bungaan dan
sebagainya) yang disajikan kepada orang halus dan sebagainya. Sesajen berarti sajian
atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada
umumnya. Acara ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di tempat-tempat
tertentu. Karena tempat tersebut diyakini keramat. Sesajen juga diberikan kepada benda-
benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris, trisula dan sebagainya
untuk tujuan yang bersifat duniawi. Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara
tersebut merupakan hal biasa. Bahkan mereka menganggap hal itu sebagai bagian dari
kegiatan keagamaan. Mereka berkeyakinan jika suatu tempat atau benda keramat yang
biasa diberi sesaji namun tidak diberikan, maka orang yang tidak memberikan sesaji akan
kualat (celaka, terkena kutukan).1
Sesaji merupakan perangkat sajian yang ada di acara tradisi akan
menyelenggarakan acara atau hajadan. Buat pelaku, ada 2 jenis. Yang pertama buat
hargai adat dan yang kedua pelaku merasa mempunyai hubungan gaib di luar dirinya
hingga tidak bisa lepas dari sesaji jika mengadakan acara. Orang membuat sesaji sudah
harus tahu maknanya. Jadi bukan sekedar untuk sesaji karena disuruh pak dukun atau
orang tua-tua saja. Sesaji artinya nyiapin sajian pada waktu dan tempat yang sudah dalam
perhitungan hari baik. Sesaji mempunyai maksud menguatkan hubungan antara diri
pelaku dengan kekuatan gaib dirinya saat sudah atau akan melakukan hajad, hingga dia
merasa segar, punya daya dan kekuatan baru buat nggapai harapannya.

B. Makna Tradisi Larung atau Sesaji


Makna dari sesaji yaitu menghormati kepada sanak dayang seperti kloso lempit
untuk tempat kita hidup di dunia semoga diberi kebaikan dan keselamatan, pisang untuk
meminta kepada Allah SWT. Semoga diberi kelancaran dan keberkahan ketika bekerja,
1
Aqidah dan Tauhid “Pengertian dan Hukum Sesajen dalam Islam” https://islamhariini.com/sesajen-dalam-islam/
(diakses pada 19 November 2021

4
kelapa untuk menghormati cikal bakal, janur atau janatuka semoga mendapat surganya
Allah SWT., daun pisang kering berarti orang hidup sebelum bertindak harus berpikir,
daun jati untuk mempunyai keinginan besok kita bersatu dengan Allah SWT., telur berarti
manusia pasti ada asal usul, bunga kenanga berarti manusia mempunyai prinsip, bunga
mawar berarti orang hidup bermacam-macam, daun sirih berarti orang hidup harus
mempunyai pengetahuan.2
Menurut adat tradisi jawa memberikan sesajen kepada sesepuh, leluhur atau
nenek moyang serta mahkluk ciptaan Allah SWT. termasuk alam seisinya sebagai wujud
penghargaan atas rasa syukur kepada sang pencipta yang telah memberikan segala macam
kenikmatan di dunia. Sesajen bagi sebagian masyarakat yang bukan merupakan asli
keturunan jawa kadang menganggap sesajen sebagai sesuatu yang musyrik dan
bertentangan dengan agama islam, namun bagi orang jawa asli yang masih nguri-uri
budaya atau ilmu kejawen sebenarnya memberikan sesaji atau sesajen hal ini dikarenakan
sebagai bentuk tata krama sopan santun kepada pihak lain yang lebih tua atau pendahulu
termasuk kepada alam, mahluk halus, sesepuh, tumbuhan dan hewan.
Jadi, larung atau sesajen bukan berarti menyembah kepada ruh atau bertakhayul
tetapi bermakna sebagai bukti penghormatan rasa syukur kita kepada Allah SWT. yang
telah menciptakan kita ke dunia dengan dilengkapi bermacam kekayaan alam yang
melimpah bisa berupa pencegahan bertolak balak jika terjadi bencana yang tidak
diinginkan.

C. Pelaksanaan Larung atau Sesaji


Dengan kata lain, sesaji adalah wujud dari sistem religi masyarakat jawa atau
keluhuran budi pekerti dari orang jawa dalam menghormati juga menjalin tali silaturahmi
kepada Allah, para sesepuh, leluhur, nenek moyang, alam, makhluk lain dan sesamanya
sehingga terjalin kerukunan. Berikut dibawah ini beberapa contoh macam sesaji atau
sesajen menurut tradisi jawa yang wajib kamu ketahui agar kamu tidak melupakan
kearifan budaya jawa peninggalan leluhur. Macam-macam perbedaan tentang larung ataau
sesaji antara lain:
1. Sajen Brokohan
2
Kediri, V. 2020, 8 Mei. Filosofi dan Fungsi Sesaji dan Nogo Dino menurut Kejawen-Mbah Ji [video]. Youtube.
https://youtu.be/LINCPAAinlg

5
Sesajen brokohan diwujudkan dalam bentuk sesaji berupa kelapa tidak utuh, gula
jawa tidak utuh, cendol atau dawet dalam periuk kecil, dan telur bebek mentah. Di
samping itu, juga terdapat sesaji yang berupa sepasang ayam dewasa yang diletakkan
dalam kurungan kranji. Makna sesaji brokohan merupakan manifestasi dari siklus
manusia ketika masih di dalam rahim Sang Ilahi. Sebelum terbentuk, embrio berasal
dari pertemuan benih laki-laki yang berupa sperma (dalam bahasa Jawa kuno disebut
sukra) dengan benih perempuan yang berupa sel telur (atau swanita). Kelapa tidak utuh
merupakan simbol sel sperma, sedangkan gula jawa adalah simbol sel telur. Ketika
keduanya bertemu muncullah bibit kehidupan atau embrio, yang disimbolkan dengan
cendol atau dawet dalam periuk kecil. Menurut orang Jawa, roh dari embrio-embrio ini
masih berada di alam awang-uwung atau langit biru, disimbolkan dengan telur bebek
yang kulitnya berwarna biru langit. Siklus manusia yang masih berada di dalam rahim
Sang Ilahi belum bebas adanya, disimbolkan oleh sepasang ayam dewasa dalam
kurungan kranji.
2. Sajen Pisang Sanggan
Sesaji pisang sanggan diwujudkan dalam bentuk pisang raja setangkep (dua
sisir) yang buahnya berjumlah genap pada masing-masing sisirnya. Di atasnya terdapat
kembang telon (kanthil, melati, kenanga), seikat benang lawe, dan ubarampe kinang
atau ganten (daun sirih, enjet/kapur, gambir, susur/tembakau, buah jambe, dan daun
sogok telik), masing-masing diletakkan dalam sebuah takir dan ditambah dengan boreh.
Makna sajen pisang sanggan dan kembang telon adalah ketika sudah mencapai bulan
kelahiran, maka jabang bayi akan lahir ke dunia. Ceritanya, saat Batara Guru telah
mendapatkan air amerta (air kehidupan) dari hasil mengaduk-aduk laut, maka yang
digambarkan adalah wujud dunia ini, yang kemudian disimbolkan dengan pisang raja.
Orang Jawa kuno sudah beranggapan bahwa, bumi ini bulat tanpa ujung
pangkalnya. Sedangkan sesaji kembang telon, melati, kanthil, dan kenanga merupakan
perwujudan dari ketiga dunia ini. Paham Jawa Kuno mengenal adanya tiga dunia, yaitu
dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah. Sesaji dalam wujud ubarampe kinang dan
boreh bermakna bahwa bayi yang lahir pasti disambut dengan suasana suka cita seperti
makan kinang akan merasakan manis. Begitulah gambaran manusia hidup di bumi

6
dalam mencari hidup selalu ada pergulatan dan kesulitan, untuk meraih suatu
kebahagiaan dari tujuan hidup.
3. Sedekah laut
Tradisi sedekah laut adalah membuang, melarung, menghayutkan sesaji ke laut
dengan maksud memberikan makanan, berbagi berkah dari hasil masyarakat kepada
yang mbaurekso atau penguasa laut. Upacara Sedekah Laut merupakan upacara
tradisional masyarakat nelayan, masyarakat pesisir sebagai ungkapan rasa syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan dan rejeki dari hasil laut yang telah
diberikan selama satu, biasanya dilaksanakan pada setiap tahun Bulan Syuro/Muharam
pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon. Piranti atau uborampe yang ada dalam
sedekah laut antara lain :
a) Perahu tempel, yang nantinya dipakai untuk membawa sesaji yang akan dilabuh
ke ketengah laut.
b) Ancak, dari belahan bambu yang dianyam dengan bentuk segi empat untuk tempat
sesaji.
c) Jodhang, terbuat dari kayu yang dibuat empat persegi panjang untuk mengangkut
sesaji yang akan dibawa ke pesisir laut.
d) Tampah/tambir, bentuknya bulat dari anyaman bambu untuk tempat sesaji.
e) Pengaron, terbuat dari tanah liat untuk tempat nasi.
f) Takir, terbuat dari daun pisang yang dibentuk lalu pada kedua ujungnya diberi
janur atau daun nyiur muda untuk tempat jenang sesaji.
g) Ceketong, terbuat daun pisang untuk sendok.
Sesajinya ada macam-macam sesaji atau sesajen yang khusus untuk Kanjeng Ratu
Kidul penguasa pantai selatan atau pantai parangkusumo yang nantinya dilabuh, yaitu:
a) Bunga Telon, terdiri dari mawar, melati, kantil, kenanga dan sebagainya.
b) Alat-alat kecantikan khusus wanita meliputi bedhak, sisir, minyak wangi, pensil
alis, dan sebagainya.
c) Pakaian sak pengadek atau lengkap wanita, ada baju, celana, BH, kebaya yang
semuanya harus baru,
d) Jenang-jenangan, yang berwarna merah, putih, hitam, palang katul, dan
sebagainya.

7
e) Jajan pasar, yaitu makanan kecil-kecilan seperti kacang, lempeng, slondok, dan
sebagainya yang dibeli di pasar.Nasi udhuk atau nasi gurih, beras yang dimasak
bersama santan, garam, dan sebagainya.
f) Ayam ingkung, ayam jantan yang dimasak utuh dengan kedua kaki dan sayap
diikat.
g) Pisang sanggan, dari pisang raja yang berjumlah genap.
h) Pisang raja pulut, sesisir pisang raja dan sesisir pulut.
i) Lauk pauk, terdiri dari rempeyek, krupuk, kedelai, tanto dan sebagainya.
j) Lalapan, terdiri dari kol, buncis yang dirajang halus.3

D. Persepsi Masyarakat terhadap Larung atau Sesaji


Seperti yang kita ketahui bahwa tradisi larung atau sesajen telah ada sejak lama,
Dan kita dapat mengetahui bahwaa masyarakat sangat menerima serta menghormati tradisi
larung atau sesajen ini, Tidak lain dan tidak bukan karena masyarakat dalam memeluk
suatu tradisi dengan melihat kemanfaatannya dan impikasi atau makna yang terkandung
didalam tradisi yang dibawa. Seperti yang dikatan oleh seorang warga Desa Tanjungrejo
Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus yang bernama Ibu Tumarni, beliau berkata “Tradisi
Larung yang pernah dilakukan di Waduk Logung dulu saat pembukaan waduk tersebut
hanya untuk sebuah penghormatan rasa syukur kita kepada Allah SWT. bukan sebagai
bertakhayul kepada roh. Dan acara sesajen yang dilaksanakan pada acara tertentu seperti
pernikahan itu hanya sebagai simbol kita bersyukur kepada Allah SWT.”4

F. Pandangan Islam terhadap Larung atau Sesaji


Menaruh sesaji yg berupa makanan di tempat yang di anggap kramat atau
Melarungkan sesaji berupa Makanan hingga kepala Hewan ke laut setelah di bacakan Do'a.
Adapun tujuan setiap orang berbeda dan berkeyakinan yang berbeda pula, Sehingga
hukumnya pun tidak bisa di sapu rata sama. Ada yang berkeyakinan bahwa dengan larung
sesaji ini berharap di beri keselamatan dalam melaut oleh penguasa laut. Ada yang
berkeyakinan bahwa Allah lah yang memberikan semuanya, Namun Allah memberi
3
Simbaham, 10 Macam Jenis Sesaji atau Sajen Menurut Adat Tradisi Jawa, diakses dari https://gudangmisteri.com/2021/11/10-
macam-jenis-sesaji-atau-sajen-menurut-adat-tradisi-jawa.html, pada 20 November 2021.
4
Wawancara dengan Ibu Tumarni pada tanggal 22 November 2021

8
keselamatan melalui ritual Larung Sesaji ini. Ada yang sekedar menjaga tradisi leluhur.
Ada yang tidak berkeyakinan apapun karena keselamatan tidak ada lain hanya dari Allah.
Hukumnya di Tafshil (Di perinci)  :
1. DI HUKUMI KAFIR
Jika berkeyakinan bahwa keselamatan atau segala sesuatu terikat dan tergantung pada
sebab dan akibat seperti Api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong,
Makanan menyebabkan kenyang, Minum menyebabkan segar dan lain sebagainya (dengan
sendirinya tanpa ikut campurnya tangan ALLAH). Maka hukumnya KAFIR sesuai Ijma'
Ulama'.
2. DI HUKUMI FASIQ & AHLI BID'AH.
Jika berkeyakinan terjadinya sebab kekutan (kelebihan) yg di berikan Allah di dalamnya,
Maka menurut pendapat yg paling Sohih tidak sampai Kufur akan tetapi FASIQ & AHLI
BID'AH.
3. DI HUKUMI MU'MIN (Orang yang beriman).
Jika berkeyakinan yg menjadikan segalanya hanya Allah saja, dan segala sesuatu terkait
sebab- akibatnya itu sekedar kebiasa'an/kenbetulan semata, Maka Insya Allah Mu'min
sejati.
4. DI HUKUMI HARAM TANPA KUFUR.
Walaupun hati selamat dari kekufuran / Kemusyrikan karena berkeyakinan hanya Allah
yang memberi selamat, Namun jika ada unsur Tabdzir (Memubadzirkan/menyia-nyiakan
Harta) seperti dalam praktek Sesaji berupa makanan di larungkan ke Laut/Tidak di makan
maka Hukumnya HARAM.5

5
“Hukum Sesajen & Larung Sesajen Dalam Islam” https://www.kcdnews.com/2016/07/hukum-sesajen-dan-larung-sesajen.html

diakses pada 23 November 2021

9
BAB III
KESIMPULAN
Sesajen atau sajen adalah makanan (bunga-bungaan dan sebagainya)
yang disajikan kepada orang halus dan sebagainya. Sesajen berarti sajian atau hidangan.
Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Jadi,
larung atau sesajen bukan berarti menyembah kepada ruh atau bertakhayul tetapi bermakna
sebagai bukti penghormatan rasa syukur kita kepada Allah SWT. yang telah menciptakan
kita ke dunia dengan dilengkapi bermacam kekayaan alam yang melimpah bisa berupa
pencegahan bertolak balak jika terjadi bencana yang tidak diinginkan.
Menaruh sesaji yg berupa makanan di tempat yang di anggap kramat atau
Melarungkan sesaji berupa Makanan hingga kepala Hewan ke laut setelah di bacakan Do'a.
Adapun tujuan setiap orang berbeda dan berkeyakinan yang berbeda pula, Sehingga
hukumnya pun tidak bisa di sapu rata sama. Ada yang berkeyakinan bahwa dengan larung
sesaji ini berharap di beri keselamatan dalam melaut oleh penguasa laut.

10
DAFTAR PUSTAKA
Aqidah dan Tauhid. (2019). https://islamhariini.com/sesajen-dalam-islam/. (di akses pada 19
November 2021).

Kediri, Viper. “Filosofi dan Fungsi Sesaji dan Nogo Dino menurut Kejawen-Mbah Ji” Youtube,
diunggah oleh Viper Kediri, 8 Mei 2020, https://youtu.be/LINCPAAinlg.

Simbaham. (2021). 10 Macam Jenis Sesaji atau Sajen Menurut Adat Tradisi Jawa, diakses dari
https://gudangmisteri.com/2021/11/10-macam-jenis-sesaji-atau-sajen-menurut-adat-
tradisi-jawa.html, pada 20 November 2021.

Tumarni. Wawancara Pribadi. 22 November 2021.

Hukum Sesajen & Larung Sesajen Dalam Islam (2016)


https://www.kcdnews.com/2016/07/hukum-sesajen-dan-larung-sesajen.html diakses pada
23 November 2021.

11

Anda mungkin juga menyukai