Abstrak
Al-Qur’an selalu dijadikan landasan teologis dan praksis bagi umat Muslim dalam menjawab
problematika. Hadits adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw. baik
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan sebagai utusan Allah. Nabi Muhammad itu hidup pada
waktu tertentu dan tempat tertentu pula. Al-Qur’an dan Hadits bersifat shalihun li kulli zaman
wa makan. Oleh karena itu, memahami kitab tafsir dan hadits tidak hanya secara tekstual saja
tetapi juga dapat secara kontekstual dengan mengacu pada latar belakang, situasi dan kondisi.
Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis kitab tafsir dan kitab hadits secara tekstual dan
kontekstual. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan dengan teknik analisis
deskriptif melalui berbagai literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kitab tafsir
dan kitab hadits dapat dipahami secara tekstual (sesuai teks) dan kontekstual (sesuai sebab
turunnya dan faktor eksternal lainnya).
Abstract
The Qur’an is always used as the theological and praxis foundation for Muslims to answer
their problematic. The Hadits is everything that comes by the Prophet Muhammad, his
utterances, deeds, and his provisions as the Messenger of Allah. Prophet Muhammad lived
temporarily. The Qur’an and Hadits is shalihun li kulli zaman wa makan. Thus, understanding
tafsir and hadits not merely by textual approach but we need contextual approach refers to the
background, situation, and condition. The purpose of this study is to analyze tafsir and hadits in
textual and contextual approach. This study used library research, with descriptive analysis
techniques through some literature. The results of this study indicate that tafsir and hadits can
be understood in textual (according the text) and contextual approach (background and other
external factors)
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber ajaran Islam yang utama bagi umat Muhammad
SAW. Penafsiran terhadap Al-Qur’an telah ditemukan, tumbuh dan berkembang sejak masamasa
awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Al-Qur’an secara teks tidak berubah, namun
penafsiran atas teks, selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya,
Al-Qur’an selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan)
dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya.
Pemahaman secara kontekstual menghendaki pendekatan yang sesuai dengan makna
hadits. Dalam mencari pendekatan terhadap makna hadits, sangatlah tergantung kepada kandungan
matn hadits itu sendiri. Dan mungkin saja sebuah hadits cukup didekati dalam satu pendekatan,
mungkin saja lebih dari dua pendekatan atau mungkin multi dimensi pendekatan apabila
kandungan hadits itu lebih dari satu tema pokok (Mukhlis Mukhtar, 2015: 93).
Sampai saat ini, Al-Qur’an dah Hadits Nabi dipahami oleh umat Islam secara beragam.
Keragaman corak pemahaman umat Islam terhadap Al-Qur’an dah Hadits sangat dipengaruhi oleh
cara memahami teks, konteks, sosio-historisnya, dan lain sebagainya. Secara umum, cara
memahami teks keagamaan dikategorikan menjadi dua, yakni tekstual dan kontekstual (Hendri
Hermawan Adinugraha dan Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i, 2020: 30).
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kepustakaan atau library
research dengan teknik analisis deskriptif. Library research yaitu pengumpulan data dengan
menghimpun berbagai literatur. Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, menelaah,
menganalisis dari berbagai literatur seperti Al-Qur’an, Hadits, kitab maupun hasil penelitian lain
yang kemudian diambil kesimpulan dari hasil penelitian (Evanirosa, dkk, 2022: 111).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tafsir Ayat Ayat Aqidah secara Tekstual Kontekstual
Sebagai firman Allah SWT yang diperuntukkan kepada manusia, teks Al-Qur’an
merupakan teks historis. Dalam konteks inilah, Al-Qur’an telah beralih eksistensi, dari teks
Ilahi menjadi pemahaman atau teks manusia. Segala bentuk penjelasan terhadap Al-Qur’an
adalah upaya menyingkap tabir makna untuk memperoleh pesan dan petunjuk yang terkandung
di dalamnya.
Dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, Hadits memiliki peranan penting sebagai salah satu
sumber tafsir. Hal tersebut juga telah lebih dahulu diungkapkan dalam Al-Qur’an bahwa Nabi
Muhammad adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian, tafsir kontekstual
pertama kali adalah tafsir yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad dalam sejumlah kegiatan
yang dilakukan dalam membina masyarakat Muslim awal (Muhammad Hasbiyallah, 2018:
33). Dengan kata lain, istilah kontekstual secara umum berarti kecenderungan suatu aliran atau
pandangan yang mengacu pada dimensi konteks yang tidak semata-mata bertumpu pada
makna teks secara lahiriyah (literatur), tetapi juga melibatkan dimensi sosiohistoris teks dan
keterlibatan subjektif penafsir dalam aktifitas penafsirannya (Esti Oktavya, dkk., 2022).
Sofyan Habibi Anhar, dkk, Analisis Kitab Tafsir Dan Kitab Hadits secara Tekstual Kontekstual termasuk Maktabah
Syamilah dan Maktabah Mausu’ah| 3
"Hai orang-orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul- Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab- Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah
sesat sejauh-jauhnya.” (QS. al-Nisa : 135)
Filosofi iman terletak pada keyakinan dan penyerahan. Iman percaya dengan hati
dan menyatakan dengan lidah bertindak dengan tubuh. Iman sepenuhnya dedikasi dan
penyerahan kepada Allah dengan jiwa dan hati. Hadits telah menjelaskan tentang iman
dalam Islam secara komprehensif. Iman berarti percaya pada Allah dan malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, percaya pada hari kiamat, percaya kepada kadar baik
dan kadar buruk.
Islam agama yang lurus, Keberhasilan dan kegagalan hidup tergantung pada
pengamalan ajaran Islam, karena Islam adalah pedoman hidup yang lengkap. Dalam
Islam dapat menemukan solusi dari semua masalah. Allah tidak menyukai orang yang
tidak memiliki iman. Allah berfirman:
4 | At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam
"Katakanlah Muhammad, " Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang." (QS. Ali Imran [4]: 31).
Iman menimbulkan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai sosial berhubungan erat dengan
kehidupan manusia. Kegagalan dan keberhasilan hidup tergantung pada efektivitas
nilai-nilai sosial. Nilai- nilai sosial bisa positif atau negatif. Nilai-nilai positif dapat
dilihat dari sikap kejujuran, ketulusan, kepedulian, pemahaman, patriotisme, cinta dan
lain-lain. Nilai-nilai negatif seperti kebencian, mementingkan diri sendiri, pikiran
sempit, ketidakadilan, intoleransi, dan lain lain. Nilai nilai positif didapatkan dari iman
dan tauhid yang lurus (Halimatussa’diyah, 2020: 182).
Surat yang menjelaskan tentang keesaan Allah salah satunya adalah surat al-Ikhlas.
Surat al-Ikhlas disebut juga dengan surat (al-Asās), sebab surat al-Ikhlas berisi dasar-
dasar pokok agama (uşul al-din). Surat al-Ikhlas ini berisi tentang rukun-rukun akidah
dan syariat Islam yang paling penting, yakni menauhidkan Allah dan mensucikan-Nya
serta menyifati Allah dengan sifat-sifat sempurna dan menafikan sekutu bagi-Nya.
Ayat ini sekaligus menjadi bantahan bagi kaum nasrani yang mengatakan bahwa tuhan
itu tiga atau trinitas dan kaum yang menyembah banyak Tuhan.
Ayat pertama surat al-Ikhlas menegaskan kepada kita bahwa Rasulullah diminta
Allah untuk mengatakan kepada orang yang tidak meyakini-Nya dengan mengatakan
bahwa Allah itu Esa dalam dzat dan sifat-Nya. Dia Maha Esa dengan sifat ketuhanan-
Nya dan tiada sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan.
Ayat kedua menegaskan bahwa Allah menjadi tempat bergantung semua makhluk,
mereka meminta kepada Allah dan berharap apa yang diminta dikabulkan-Nya
sekaligus membantah atas keyakinan kaum musyrikin Arab yang meyakini adanya
perantara dan dzat selain Allah yang dapat memberi pertolongan dikemudian hari. Ibnu
Abbas menafsirkan kata al-Shomad dengan makna Allah yang dituju oleh seluruh
makhluk dalam memenuhi kebutuhan dan permintaan mereka. Dia-lah Allah yang
sempurna kekuasaan-Nya, Dzat yang Maha Mulia dan sempurna kemuliaan-Nya, Dzat
Maha Agung dan sempurna keagungan- Nya, Dzat yang Maha Lembut dan sempurna
kelembutan-Nya, Dzat yang Maha Mengetahui yang sempurna Ilmu-Nya, dan Dzat
yang Maha Bijaksana dan sempurna kebijaksanaan-Nya. Dialah Dzat yang sempurna
kemuliaan dan kekuasaan-Nya.
Ayat ketiga menegaskan bahwa tidak ada anak yang lahir dari-Nya dan Allah tidak
lahir dari apapun dan Allah tidak sejenis dengan apapun. Ayat ini juga menjadi
bantahan terhadap kaum musyrikin yang mengatakan bahwa para malaikat adalah anak
Allah, juga bantahan kepada orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Uzair
Sofyan Habibi Anhar, dkk, Analisis Kitab Tafsir Dan Kitab Hadits secara Tekstual Kontekstual termasuk Maktabah
Syamilah dan Maktabah Mausu’ah| 5
adalah putra Allah, sekaligus bantahan kepada umat nasrani yang berkata isa al-Masih
adalah anak Allah (Maizuddin, 2016: 4-5).
2. Analisis Kitab Hadits secara Tekstual dan Kontekstual
Hadits sebagai ucapan dan teks, sesungguhnya memiliki banyak variabel serta gagasan
yang tersembunyi yang harus dipertimbangkan agar lebih bisa mendekati kebenaran
mengenai gagasan yang hendak disampaikan oleh Rasul. Jika tanpa memahami motif di
balik penyampaian sebuah hadits, suasana-psikologis, dan sasaran ucapan Nabi, maka
mungkin sekali akan salah paham dalam membacanya (Liliek Channa AW, 2011: 398).
a. Hadits Tekstual
Teks bermakna kata-kata asli dari pengarangnya atau sesuatu yang tertulis. Kata
tekstual adalah kata sifat dari kata teks, sehingga bermakna bersifat teks atau bertumpu
pada teks. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendekatan tekstual hadits adalah
memahami makna dan maksud yang terkandung dalam hadits-hadits Nabi SAW
dengan cara bertumpu pada analisis teks hadits (Sakti, 2016: 92).
Pemahaman hadits-hadits Nabi saw. secara tekstual yaitu memahami dan
mengungkap makna hadits sesuai dengan teks (matan) hadits apa adanya. Matan hadits
adalah satu-satunya objek dalam memahami teks dalam model pendekatan tekstual.
Pemaknaan hadits dengan pendekatan tekstual lebih mengacu kepada aspek
normatifitas matan hadits daripada segi-segi eksternal teks. Konsekuensi logisnya,
hadits dipahami tidak boleh melampaui makna teks itu (Muhammad Yusuf, 2020:30).
Menurut Ali Mustafa Ya’qub hadits-hadits yang dapat dimaknai secara tekstual
yakni hadits yang berhubungan dengan perkara gaib, seperti hakikat Allah, malaikat,
surga, neraka, dan sebagainya. Selain itu, hal-hal yang berkaitan dengan ibadah
mahdlah seperti tata cara shalat, puasa, haji harus difahami secara tekstual dan harus
tunduk pada makna tekstual dari semua jenis pelaksanaan ibadah, baik yang bersumber
dari Al-Qur'an maupun Hadits. Sebab jika teks yang berbicara tentang ibadah mahdlah
tersebut dikontekstualisasikan, maka dapat berakibat hilangnya sifat universalitas
substansi teks tersebut, dan hal demikian bisa berdampak pada aturan pelaksanaan
ibadah yang berbeda-beda antara suku satu dengan suku lainnya, atau suatu negara dan
negara lainnya, sehingga masing-masing akan membuat aturan ibadah mereka sendiri,
karena perbedaan kondisi geografis, antropologis, dan sosiologis (Hasan Suaidi, 2020:
11-13). Contoh Hadits tekstual mengenai zakat perak sebagaimana yang diriwayatkan
Abu Dawud:
pasti sehingga tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal kewajiban,
nisab, dan kadar zakat perak (Amir Syarifuddin, 2011: 119).
b. Hadits Kontekstual
Kontekstual secara etimologis (lughowi), berasal dari kata benda bahasa Inggris
“context” yang berarti suasana, keadaan. Dalam penjelasan lain disebutkan konteks
berarti bagian dari teks atau pernyataan yang meliputi kata atau bagian tertulis tertentu
yang menentukan maknanya serta situasi di mana suatu peristiwa terjadi. Kata
kontekstual dapat diartikan sebagai sesuatu cara, metode, pendekatan, atau apa saja
yang mengacu pada konteks (realitas) (Hendri H. A dan Ahmad H. A. U, 2020: 36).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kontekstual adalah suatu
pendekatan untuk memahami suatu objek dengan memperhatikan dan menganalisis
faktor eksternal yang memengaruhi atau membentuk objek tersebut. Dalam kaitan
dengan pendekatan kontekstual, dibutuhkan pula pendekatan dengan teks-teks hadits
yang lain yang semakna atau membicarakan aspek yang sama. Konteks dalam
pemahaman hadits adalah situasi dan kondisi (ruang dan waktu, sosio-kultural,
lingkungan, kejadian) yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits (Muhammad
Yusuf, 2020: 32).
Contoh Hadits yang dipahami secara kontekstual. Rasulullah saw bersabda:
D. KESIMPULAN
Segala bentuk penjelasan terhadap Al-Qur’an adalah upaya menyingkap tabir makna untuk
memperoleh pesan dan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Persoalan keimanan terhadap ke-
Esaan Allah Swt. dijelaskan secara lugas dalam beberapa ayat Al-Qur'an, salah satunya QS. Al-
Ikhlas: 1-4. Surat al-Ikhlas berisi tentang rukun-rukun akidah dan syariat Islam yang paling
penting, yakni menauhidkan Allah dan mensucikan-Nya serta menyifati Allah dengan sifat-sifat
sempurna dan menafikan sekutu bagi-Nya, sekaligus menjadi bantahan bagi kaum nasrani yang
mengatakan bahwa tuhan itu tiga. Dalam ajaran Islam, unsur akidah merupakan pondasi dan dasar
yang kokoh yang bertujuan untuk memberikan pendidikan rohani dalam menjalani kehidupan,
menyucikan jiwa kemudian mengarahkannya untuk mencapai puncak dan sifat-sifat yang tertinggi
dan luhur, serta mampu membentengi diri dengan akidah yang kokoh dan keyakinan yang kuat.
Hadits sebagai ucapan dan teks, sesungguhnya memiliki banyak variabel serta gagasan
yang tersembunyi yang harus dipertimbangkan agar lebih bisa mendekati kebenaran mengenai
gagasan yang hendak disampaikan oleh Rasul. Pemahaman hadits-hadits Nabi saw. secara tekstual
yaitu memahami dan mengungkap makna hadits sesuai dengan teks (matan) hadits apa adanya.
Sofyan Habibi Anhar, dkk, Analisis Kitab Tafsir Dan Kitab Hadits secara Tekstual Kontekstual termasuk Maktabah
Syamilah dan Maktabah Mausu’ah| 9
Kontekstual adalah suatu pendekatan dalam memahami suatu objek dengan memperhatikan dan
menganalisis faktor eksternal, seperti situasi dan kondisi (ruang dan waktu, sosio-kultural,
lingkungan, kejadian) yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits. Ibadah mahdlah tidak
memerlukan pemahaman kontekstual, sedangkan ibadah ghayr mahdlah memerlukan pemahaman
kontekstual dengan tetap berpegang pada moral ideal nash.
Maktabah Syamilah adalah software perpustakaan digital yang berisikan ribuan kitab-kitab
mengenai pengetahuan keislaman yang dapat diakses dengan mudah. Mulai dari kitab tafsir,
Ulumul Quran, fiqih, filsafat, Hadits, Ulumul Hadits, sastra, perawi hadits, biografi para ulama,
akidah, sejarah dan lain sebagainya. sedangkan Maktabah Mausu’ah al-Tafsir wa Ulumi Al-
Qur’an adalah software yang berisi kumpulan kitab-kitab tafsir dan kitab ilmu Al-Qur’an, yang
menghimpun 16 kitab rujukan terdiri dari 11 kitab tafsir, 4 kitab ilmu Al-Qur’an, dan 1 kitab Asbab
al-Nuzul.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H. H & Ahmad H. A. U. 2020. Memahami Studi Islam dengan Pendekatan Tekstual
dan Kontekstual. Farabi: Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah.
17(1).
Channa AW, Liliek. 2011. Memahami Makna Hadis Secara Tekstual Dan Kontekstual. Ulumuna:
Jurnal Studi Keislaman. 12(2).
Daud, Z, Norazman A, & Rabaatul A. J. 2022 Analisis Pengaplikasian Pelajar Terhadap Perisian
Maktabah Syamilah dalam Pengajian Hadis. Proceeding of International Prohetic
Conference. (8).
Evanirosa, dkk. 2022. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research). Bandung: Media Sains
Indonesia.
Halimatussa’diyah. 2020. Karakteristik Tafsir Di Indonesia: Analisis terhadap Tafsir Juz ‘Amma
Risālat al-Qawl al-Bayān dan Kitāb al-Burhān. Ciputat: Sakata Cendekia.
Hasbiyallah, Muhammad. 2018. Paradigma Tafsir Kontekstual: Upaya Membumikan Nilai-Nilai
Al-Qur’an. Al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. 12(1).
Helmy, Muhammad Irfan. 2020. Pendekatan Sosiologis-Historis dalam Fiqh Al-Hadits:
Kontribusi Pendekatan Asbab al-Wurud dalam Pemahaman Hadis secara Kontekstual.
Yogyakarta: Kreasi Total Media.
Maizuddin. 2016. Tafsir Ayat-Ayat Aqidah. Banda Aceh: Searfiqh.
Maulida, Rahma. 2020. Efektivitas Penggunaan Software Mausu’ah at Tafsir Wa ‘Ulumil Qur’an
di Kalangan Mahasantri PP Wahid Hasyim Yogyakarta. Nun: Jurnal Studi Alquran dan
Tafsir di Nusantara. 6(1).
Oktavya, Esti, dkk. 2022. Konsep Dialetika Penafsiran al-Qur’an: Tekstual, Kontekstual, dan
Deradikalisasi. Gunung Djati Conference Series. 9.
Riyaldi, Rino, dkk. 2021. Pentafsiran Al-Quran dalam Bidang Akidah Menurut Dawam Rahardjo.
2(1).
10 | At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam
Romziana, Luthviyah, dkk. 2022. Pelatihan Mencari Sumber Rujukan Kitab Tafsir Hadis Melalui
Sofware Maktabah Syamilah di Universitas Nurul Jadid Paiton Program Studi Ilmu Al-
Quran dan Tafsir. Budimas: Jurnal Pengabdian Masyarakat. 4(2).
Sakti. 2020. Diskursus Studi Qur’an-Hadis Kontemporer. Bogor: Guepedia.
Suaidi, Hasan. 2020. Metode Pemahaman Hadis: Studi Komparatif Pemikiran Syuhudi Ismail dan
Ali Mustafa Ya’qub. Pekalongan: PT Nasya Expanding Management.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta: Kencana, 2011.
Yusuf, Muhammad. 2020. Relasi Teks dan Konteks: Memahami Hadis-Hadis ‘Kontradiktif’
Melalui Manhaj Imam Syafi’i. Yogyakarta: Indie Book Corner.
Zemakhsyari dan Nilna Fadlillah. 2018. Software Ensiklopedi (Mausu’ah Al-Tafsir Wa ‘Ulumi
Al-Qur’an). Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadis. 17(2).