Disusun Oleh:
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini manusia mempunyai banyak tujuan yang sangat
tinggi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini menyebabkan manusia
berusaha keras untuk mengembangankan ilmu pengetahuan sehingga manusia
menjadi makhluk yang mulia di muka bumi ini. Pada setiap manusia terdapat
potensi-potensi untuk bisa dikembangkan secara kreatif dan inovatif. Manusia
mampu menalar, artinya berfikir secara logis dan analitis, karena kemampuan
menalar dan mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya,
maka manusia bukan saja mempunyai ilmu pengetahuan, melainkan mampu
mengembangkannya.
Manusia melalui perjalanan panjang dalam mencari hakikat dan makna
hidupnya. Pengalaman demi pengalaman telah dilalui, akhirnya manusia berada
dalam puncak kemajuan melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
ini mendominasi segala aspek kehidupan yang mendesak spritualitas sampai
terpojok pada “lorong yang sangat sempit”.1 Terjadinya penyebab utama
merosotnya peran Agama dalam beradaban modern yaitu karena agama dianggap
tidak memiliki kontribusi langsung bagi upaya mengejar kehidupan fisik-material.
Bahkan seperti ditandaskan Mehden bahwa banyak ilmuan sosial Amerika yang
menilai agama sebagai faktor negatif dalam proses modernisasi. Agama bagi
mereka adalah suatu penghambat dalam meraih modernisasi. Jadi agama adalah
penghambat kemajuan. Anggapan ini telah berakar sejak abad ke 19.2
Perkembangan ilmu pengetahuan telah melahirkan berbagai macam dampak
terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya, disatu sisi dia mampu membantu
dan meringankan beban manusia, namun disisi lain juga menghancurkan nilai-
nilai kemanusiaan
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Sekularisasi
2. Latar Belakang Lahirnya Sekularisasi
3. Landasan Pokok Sekularisasi
4. Sekularisasi Ilmu Pengetahuan Ditinjau dari Epistimologi, Aksiologi
1
Muh. Rusli Karim, Agama Modernisasi dan Sekularisasi, (Cet.I; Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994), h. 113.
2
Muh. Rusli Karim, Agama Modernisasi dan Sekularisasi), 115-116.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sekularisasi
Secara harfiah, ‘sekular’ atau ‘sekularisasi’ berasal dari bahasa Latin yaitu
saeculum, yang berarti masa (waktu) atau generasi. Tetapi dalam Latin Kristen -
seperti disebut Niyazi Berkes.- kata ini diartikan “dunia masa kini”.3
Kata saeculum sebenarnya adalah sebenarnya adalah salah satu dari dua
kata Latin yang berarti ‘dunia’. Kata lainnya ialah mundus. Saeculum
menunjukkan waktu dan mundus menunjukkan ruang. Saeculum sendiri adalah
lawan dari kata eternum yang artinya ‘abadi’, yang digunakan untuk menunjukkan
alam yang kekal abadi, yaitu alam sesudah dunia ini.4
Sekularisasi menurut Cornelis van Peursen seorang Theolog dari Belanda,
didefiniskan sebagai pembebasan manusia, “pertama-tama dari agama dan
kemudian dari metafisika yang mengatur nalar dan bahasanya”. Itu berarti
terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religius dan religius-semu,
terhalaunya semua pandangan-pandangan dunia yang tertutup, terpatahkannya
semua mitos supranatural dan lambing-lambang suci ‘defatalisasi sejarah,
penemuan manusia akan kenyataan bahwa dia ditinggalkan dengan dunia di
tangannya, sehingga dia tidak bisa lagi menyalahkan nasib atau kemalangan atas
apa yang ia perbuat dengannya; manusialah yang mengalihkan perhatiannya lepas
dari dunia-dunia di atas sana ke arah dunia sini dan waktu kini.5
Menurut Surjanto Poepowardojo, pada hakikatnya sekularisasi
menginginkan adanya pembebasan tajam antara agama dan ilmu pengetahuan, dan
memandang ilmu pengetahuan otonom pada dirinya.6
3
Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,
1994, h. 12.
4
Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,
1994, h. 12.
5
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, Bandung: Penerbit
Pustaka, 1981, h.20.
6
Pradoyo, Sekularisasi dalam Polemik, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, h.19-20.
2
3
7
Yusuf Qardhawi, Sekuler Ekstrim, Terj. Nabhani Idris, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000, h.1.
8
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, h.1287.
4
pemerintahan. Sedangkan tugas Allah yang diwakili gereja berada pada bagian
agama atau rohani, sehingga tidak ada intervensi antar keduanya. Meskipun
demikian, ilmu pengetahuan dalam kitab tetap ditempatkan sebagai kebutuhan
dalam kehidupan manusia. Sesuai dengan ajaran Kristiani yang mengatakan
manusia itu sebagai gambaran dan rupa Tuhan sedangkan Tuhan sendiri
merupakan sumber terang dan pengetahuan. Oleh karena itu Tuhan menghendaki
supaya kenal padanya dan meyelidiki segala yang diciptaka-Nya, sehingga dapat
memperoleh pengetahuan.
Sekularisasi secara formal diperkenalkan oleh G.J Holyoake (1817-1906
M), merupakan reaksinya terhadap tindakan gereja-gereja yang bersifat otoriter
terhadap sains. Sedangkan Galeleo (lahir 1564 M) dipandang sebagai pahlawan
sekularisai ilmu penetahuan. Wujud orientasi aliran ini adalah pembebasan
berpikir di luar ajaran agama, sehingga mereka mengambil kesimpulan bahwa
ilmuan bebas berfikir sesuai dengan profesinya dan bagi agamawan yang tidak
respon diberikan kebebasan mengatur urusan akhirat.
9
Nihaya, Filsafat Umum: dari Yunani sampai Modern, Makassar: Berkah Utami, 1999, h.136.
6
10
Muhammad Natsir Mahmud, Epistimologi dan Studi Islam Kontemporer, Makassar: tp,
2000, h.1.
7
11
Rita Hanafi Soetriono, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Andi
Ofset, 2007, h.47.
12
H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang Sekularisme, Jakarta:
Bulan Bintang, 1997, h.25.
8
13
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2008, h.262.
9
Sebaliknya, pada hari dunia yang sekarang sedang kita jalani ini,
belum berlaku hukum-hukum akhirat. Hukum yang mengatur perikehidupan
kita ialah hukum-hukum kemasyarakatan manusia. Memang hukum-hukum
itu bukan ciptaan manusia sendiri, melanikan juga ciptaan Tuhan
(sunnatullah), tetapi hukum itu tidak diterangkan sebagai doktrin-doktrin
agama. Dan manusia sendirilah yang harus berusaha memahaminya, dengan
bekal kecerdasan yang telah dianugerahkan kepadanya, kemudian
memanfaatkan pengetahuannya itu untuk mengatur perikehidupan
masyarakatnya lebih lanjut. Oleh karena itu terdapat konsistensi antara
sekularisasi dengan rasionalisme dan empirisme, sebab inti sekularisasi
adalah pemahaman masalah dunia dengan mengarahkan kecerdasan rasio.
Konsekwensi epistimologi sekuler dari segi aksiologi menyebabkan ilmu itu
bebas nilai, karena nilai hanya diberikan oleh manusia pemakainya.
Masalah nilai dalam perkembangan ilmu sudah disoroti, terutama
pada masa Copernicus pada abad ke-16 yang mwengemukakan bahwa bumi
mengelilingi matahari sedangkan agama pada waktu itu menyebutkan
matahari yang mengelilingi bumi. Timbullah suatu konflik antara ilmu yang
ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, dengan sikap yang berpendapat
bahwa ilmu harus didasarkan pada nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran-
ajaran diluar bidang keilmuan seperti agama. Perkembangan selanjutnya, para
ilmuan berhasil memperoleh kemenangan agar ilmu bebas nilai. Artinya ilmu
mempunyai otonomi untuk berkembang dengan tidak dipengaruhi nilai-nilai
yang bersifat dogmatis, karena bebas nilai maka ilmu tidak boleh mempunyai
tanggung jawab moral. Akhirnya ilmu berkembang untuk ilmu, mempunyai
kebebasan bergerak kemanapun arahnya.14
14
Rita Hanafi Soetriono, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Andi
Ofset, 2007, h.128.
10
15
Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, Ciputat:
Logos Wacana Ilmu, 2002, h.170.
11
16
Amsar Bakhtiar, Filsafat Agama, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999, h.232.
12
17
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut al-Qur’an, Terj. Agus Effendi, Bandung:
Mizan, 1998, h.55-56.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Secular berarti duniawi, sehingga yang disebut sekular adalah yang bersifat
keduniaan, artinya masalah dunia tetap dijadikan masalah dunia dan masalah
agama (akhirat) tetap dijadikan masalah agama. Dengan demikian sekular
adalah sifat melepaskan dunia ini dari agama. Untik itu diperlukan proses,
proses itulah yang disebut sekularisasi.
2. Sekularisasi secara formal diperkenalkan oleh G.J Holyoake (1817-1906 M),
merupakan reaksinya terhadap tindakan gereja-gereja yang bersifat otoriter
terhadap sains. Sedangkan Galeleo (lahir 1564 M) dipandang sebagai
pahlawan sekularisai ilmu penetahuan. Wujud orientasi aliran ini adalah
pembebasan berpikir di luar ajaran agama, sehingga mereka mengambil
kesimpulan bahwa ilmuan bebas berfikir sesuai dengan profesinya dan bagi
agamawan yang tidak respon diberikan kebebasan mengatur urusan akhirat.
3. Adapun ajaran-ajaran pokok sekularisasi ilmu pengetahuan yaitu:
a. Prinsip-prinsip esensial dalam mencari kemajuan dengan alat material
semata-semata.
b. Etika dan moralitas didasarkan pada kebenaran ilmiah tanpa ada ikatan
agama dan metafisika.
c. Masih mengakui agama pada batas tertentu dengan ketentuan,
d. Menekankan perlunya toleransi semua golongan masyarakat tanpa
mengenal perbedaan agama.
e. Menjunjung tinggi penggunaan rasio dan kecerdasaan.
4. Sekulerisasi ilmu pengetahuan dapat ditinjau dari segi epsitimologi dan juga
aksiologi. Secara formal epistimologi sekularisasi ilmu pengetahuan
berbentuk rasionalisme dan empirisme. Dimana memandang ilmu
pengetahuan berdasarkan pengamatan empiris dan menelaah secara rasio,
bukan keyakinan “iman” sebagai penilai. Sedangkan secara aksiologi
Perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan berbagai macam dampaknya
13
14
B. Saran
Dalam upaya menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah berusaha
untuk melengkapi bahan materi. Namun, kami menyadari masih adanya
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Baik dari segi materi maupun dalam
penyusunan makalah. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar dapat dijadikan acuan demi perbaikan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
15