Anda di halaman 1dari 25

KEBUDAYAAN DAN PERADABAN ISLAM

Oleh :Muhammad Fajar Ramadhan


Prodi :Sistem Informasi

FAKULTAS KOMPUTER

INSITUT BISNIS NUSANTARA


2022
Pendahuluan
Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang diciptakan oleh umat manusia dan sebagai
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Kebudayaan melekat dengan diri manusia, artinya
manusia yang menciptakan kebudayaan sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Terkait dengan ruang lingkup kebudayaan yang meliputi segala aspek kehidupan (hidup
ruhaniah) dan penghidupan (hidup jasmaniah) manusia. Bertolak dari manusia, khususnya jiwa,
terkhusus lagi pikir dan rasa, Sidi Gazalba merumuskan kebudayaan dipandang dari aspek
ruhaniah, yang menjadi hakikat manusia adalah “cara berpikir dan merasa, menyatakan diri
dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat, dalam suatu
ruang dan suatu waktu”. Dalam rangka memberi petunjuk bagaimana manusia hidup berbudi
daya, maka lahirlah aturan-aturan (norma) yang mengatur kehidupan manusia. Norma-norma
kehidupan tersebut umumnya termaktub dalam ajaran agama. Sehingga agama adalah merupakan
unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial-budaya tahap awal manusia. Dengan kata lain
bahwa agama adalah fitrah.
Agama tidak hanya dapat dilihat sebagai ”hasil” kebudayaan. Pada agama-agama tertentu
peranan kuat juga dimainkan oleh Yang Transenden, baik langsung maupun tidak langsung. Lagi
pula sesudah agama berperan dalam kehidupan manusia, tak terhindarkan pengaruh norma-
norma agama yang diterima sebagai yang baku. Agama ikut membentuk, secara positif ataupun
negatif, apa yang dipahami, dirumuskan dan dilakukan manusia dalam menjalani kehidupan ini.
Bagaimana agama dan kebudayaan saling berkaitan satu dengan lainnya nampak dalam ritual
agama. Berbagai simbol dan ungkapan budaya, misalnya bahasa, gerak, tanda-tanda, musik,
karya arsitektur dan yang lainnya dipakai manusia untuk mengekspresikan pengalaman
keagamaan.
Pembahasan tentang Islam dalam diskusi kebudayaan selalu menjadi sesuatu yang
menarik. Namun seperti diketahui bahwa dalam perspektif Islam, agama mengajarkan kepada
manusia dua pola hubungan yaitu hubungan secara vertikal yakni dengan Allah SWT dan
hubungan dengan sesama manusia
Masjid adalah salah satu lambang Islam. Ia adalah barometer atau ukuran dari suasana
dan keadaan masyarakat muslim yang ada di sekitarnya. Maka pembangunan masjid bermakna
pembangunan Islam dalam suatu masyarakat. Memahami masjid secara universal berarti juga
memahaminya sebagai sebuah instrumen sosial masyarakat Islam yang tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat Islam itu sendiri.
Keberadaan masjid pada umumnya merupakan salah satu perwujudan aspirasi umat Islam
sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Mengingat fungsinya yang strategis, maka
perlu dibina sebaik-baiknya, baik segi fisik bangunan maupun segi kegiatan pemakmurannya.
Pada masa Nabi saw. ataupun di masa sesudahnya, masjid menjadi pusat atau sentral
kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan pun mencakup, ideologi, politik,
ekonomi, sosial, peradilan dan kemiliteran dibahas dan dipecahkan di lembaga masjid. Masjid
berfungsi pula sebagai pusat pengembangan kebudayaan Islam, terutama saat gedung-gedung
khusus untuk itu belum didirikan. Masjid juga merupakan ajang halaqah atau diskusi, tempat
mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama maupun umum.
Konsep Kebudayaan dan Unsur-Unsur Kebudayaan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Beberapa alasan mengapa orang
mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi
budaya; Budaya adalah suatu perangkat nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang
mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika,
“keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya
yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai
perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-
anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan
hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,
norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Edward Burnett Tylor mengemukakan, bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengemukakan bahwa, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan, bahwa kebudayaan adalah manisfestasi dari cara
berfikir.
C.A. Van Peursen mengatakan, bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai
manifestasi kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang, berlainan
dengan hewan-hewan, maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu
mengubah alam.
Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1980) yang mengutip pendapat
Claude Kluckhohn, bahwa kebudayaan adalah sebagai seluruh ide, gagasan, dan tindakan
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses
belajar mengajar (learned action). Kemudian ditinjau secara umum, budaya terdiri dari dua
dimensi, yaitu wujud dan isi.
Dalam dimensi wujud, budaya terdiri dari tiga unsur, yaitu: wujud dalam bentuk ide atau
gagasan, wujud dalam bentuk aktivitas atau kegiatan, dan wujud dalam bentuk benda-benda
atau artifak.
Ditinjau dari dimensi isi atau sering disebut tujuh unsur kebudayaan universal, maka
kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: sistem religi, bahasa, teknologi dan peralatan hidup,
sistem mata pencaharian, sistem organisasi sosial, pendidikan, dan kesenian.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang
memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Unsur-Unsur Kebudayaan :
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia menyebutnya
sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah : Kesenian,
Sistem teknologi dan peralatan, Sistem organisasi masyarakat, Bahasa, Sistem mata pencaharian
hidup dan sistem ekonomi, Sistem pengetahuan, Sistem religi.
1. Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat
memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
2. Sistem teknologi dan peralatan
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu
yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam
makhluk hidup yang lain.
3. Sistem organisasi masyarakat
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai
makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing –
masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
4. Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk
mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang
dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
5. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu
yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam
makhluk hidup yang lain.
6. Sistem pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda
sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu
disampaikan agar yang lain juga mengerti.
7. Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena
kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.

Adapun C. Kluckhohn dalam karyanya Universals Categories of Culture memaparkan ada tujuh
unsur kebudayaan yang dianggap cultural universals, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem kepercayaan (sistem religi). Setiap masyarakat memiliki keyakinan terhadap hal-
hal bersifat religi, bahkan pada masyarakat atheis (tidak percaya adanya Tuhan) sekali
pun.
2. Sistem pengetahuan. Setiap masyarakat mempunyai sistem pengetahuan yang mungkin
berbeda-beda pada setiap masyarakatnya.
3. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia. Setiap masyarakat juga memiliki pakaian,
perumahan, alat-alat rumah tangga, alat-alat produksi, senjata, dan sebagainya.
4. Mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi. Dalam masyarakat selalu ada mata
pencaharian atau sistem ekonomi, seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem
distribusi, dan sebagainya.
5. Sistem kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki kemasyarakatan, di
antaranya, sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem pekawinan.
6. Bahasa, baik lisan maupun tulisan. Masyarakat mana yang tidak memiliki bahasa?
Tentunya tidak ada masyarakat yang tidak memiliki bahasa, baik bahasa lisan maupun
tulisan.
7. Kesenian, baik seni rupa, seni suara, maupun seni lainnya. Setiap masyarakat mempunyai
berbagai macam seni yang tentunya berbeda dengan masyarakat lainnya.
Lain halnya dengan Bronislaw Malinowski. Ia mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan (politik).
Wujud dan Komponen Budaya

Sementara itu wujud nyata budaya sendiri menurut J.J. Hoenigman dibedakan menjadi
tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak, berikut adalah penjelasannya:

1. Gagasan (Wujud ideal). Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan
mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2. Aktivitas (Tindakan). Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.

3. Artefak (Karya). Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Kemudian, berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama, yakni:

1. Kebudayaan material. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan
seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

2. Kebudayaan non material. Kebudayaan non material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau
tarian tradisional.

Konsep Kebudayaan Islam

Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta, rasa dan karsa manusia yang berlandaskan
pada nilai nilai tauhid. Konsep kebudayaan islam merupakan pemikiran suatu bangsa yang
diwujudkan dengan tindakan bisa disebut dengan kebudayaan bangsa tersebut. Sebuah
pemikiran orang Islam yang direalisasikan dalam bentuk, dengan syarat pemikiran tersebut
harus berdasarkan perintah Allah atau ajaran-ajaran dalam Islam itu sendiri. Islam sangat
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Kebudayaan Islam merupakan
suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal, sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaanya
dan senantiasa diekspresikan.

Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak
sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali
membingungkan ketika kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita
sehari-hari. Koentjaraningrat misalnya, mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan
dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi
dan karya. Ia juga menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur universal yang terdapat dalam
semua kebudayaan yaitu, salah satunya adalah sistem religi. Pandangan di atas, menyatakan
bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem
yang memiliki sifat-sifat ideal, sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaanya dan senantiasa
diekspresikan.

Jadi dalam Islam terdapat dua aspek, yakni segi agama dan segi kebudayaan. Dengan
demikian, ada agama Islam dan ada kebudayaan Islam. Dalam pandangan ilmiah, antara
keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam pandangan Islam sendiri tak mungkin dipisahkan.
Antara yang kedua dan yang pertama membentuk integrasi. Demikian eratnya jalinan
integrasinya, sehingga sering sukar mendudukkan suatu perkara, apakah agama atau
kebudayaan. Misalnya nikah, talak, rujuk, dan waris. Dipandang dari kacamata kebudayaan,
perkara-perkara itu masuk kebudayaan. Tetapi ketentuan-ketentuannya berasal dari Tuhan.
Dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia menaati perintah dan larangan-Nya.
Namun hubungan manusia dengan manusia, ia masuk kategori kebudayaan.

Dalam Islam, jika dibicarakan istilah kebudayaan, biasanya selalu merujuk kepada
istilah yang sejenis, seperti: thaqafah, tamaddun, dan adab. Istilah ini dipakai dalam seluruh
kurun waktu sepanjang sejarah Islam.

1. Athtahaqafah
Kata lain yang maknanya merujuk kepada kebudayaan dalam Islam adalah
thaqafah, yang biasanya digabung dengan al-Islamiyah, artinya adalah keseluruhan cara hidup,
berpikir, nilai-nilai, sikap, institusi, serta artifak yang membantu manusia dalam hidup, yang
berkembang dengan berasaskan kepada syariat Islam dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Dalam bahasa Arab, thaqafah artinya adalah pikiran atau akal seseorang itu menjadi
tajam, cerdas, atau mempunyai keahlian yang tinggi dalam bidang-bidang tertentu.
Selanjutnya istilah thaqafah, berarti membetulkan sesuatu, menjadi lebih baik dari pada
keadaan yang dulunya tidak begitu baik, ataupun menjadi berdisiplin. Kata thaqafah artinya
adalah ketajaman, kecerdasan, kecerdan akal, dan keahlian yang tinggi, yang diperoleh melalui
proses pendidikan. Jadi istilah ini, menekankan kepada manusia untuk selalu menggunakan
fikirannya, sebelum bertindak dan menghasilkan kebudayaan.

2 At-tamaddun
Tamaddun atau bentuk jamaknya tamaddunan , berasal dari bahasa Arab, yang
maknanya sering disejajarkan dengan istilah civilization dalam bahasa Inggris. Sivilisasi
sendiri awalnya berasal dari bahasa Perancis. Hingga tahun 1732, kata ini merujuk
kepada proses hukum. Pada akhir abad ke-18, istilah ini memiliki pengertian yang meluas tidak
hanya sebatas sebagai hukum, tetapi juga tahapan paling maju dari sebuah masyarakat.
Hawkes (1980:4) mengartikan sivilisasi sebagai kualitas tinggi yang dimiliki masyarakat.
Menurut orang Yunani, masyarakat yang tidak memiliki kota adalah masyarakat yang tidak
beradab, tidak memiliki sivilisasi. Collingwood mendefinisikan sivilisasi sebagai sebuah
proses untuk mencapai suatu tahap kehidupan masyarakat sipil atau menjadi lebih sopan.
Hasilnya melahirkan masyarakat perkotaan, masyarakat yang memiliki kehalusan budi.
Johnson menyatakan bahwa sivilisasi adalah sebagai suatu keadaan yang bertentangn
dengan kehidupan barbar, yang mencapai tahap kesopanan yang tingi (Collingwood 1947:281).
Konsep kebudayaan dalam Islam juga melibatkan istilah at-tamaddun, dan kebudayaan
Islam disebut at-tamaddun al-Islami. Istilah ini merujuk kepada karangan terkenal Tarikh at-
Tamaddun al-Islami yang ditulis oleh Jurzi Zaidan. Istilah ini berasal dari kata dasar
maddana, yamduru, dan mudunan, yang arinya adalah datang ke sebuah bandar, dengan harf bi
yang bermakna menduduki suatu tempat, maddana pula artinya membangun bandar-bandar
atau kota-kota, atau menjadi kaum atau seseorang yang mempunyai peradaban.
Dari istilah maddana ini muncul istilah lanjutan madinah yang artinya adalah kota dan
madani yang berasal dari kata al-madaniyah yang berarti peradaban dan kemakmuran hidup.
Istilah ini awalnya dipergunakan oleh Ibnu Khaldun, seorang sosiolog Islam terkenal (Hussein
1997:91). Dalam perkembangan sosial di Asia Tenggara, istilah madani begitu giat
dipopulerkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil Perdana Menteri Malaysia. Pengetian istilah
ini merangkum tingkah laku yang beradab seperti orang perkotaan, bersifat halus dalam budi
bahasa, serta makmur dalam pencapaian material.

3 Adab
Di antara istilh-istilah yang berkaitan dengan konsep kebudayaan dalam Islam, yang
selalu digunakan oleh para cendekiawan, termasuk di Indonesia, adalah istilah adab , atau kata
bentukannya peradaban. Ismail Faruqi menyatakan bahwa adab itu berarti culture atau
kebudayaan. Dalam konteks ini kita kaji Hadits Nabi Muhammad SAW yang bermaksud:
“Tuhan telah memberikan kepadaku pendidikan adab, addabani, dan Tuhan telah
memperbaiki atau menyempurnakan pendidikan adab terhadapku.” Adab yang dimaksud
adalah adab dalam pengertian yang paling luas, yang merangkumi kemampuan meletakkan
sesuatu itu pada tempat yang sewajarnya, yaitu sifat yang timbul dari kedalaman ilmu dan
disiplin seseorang. Sifat ini jika disebarkan ke dalam masyarakat dan kehidupan budaya,
maka akan menimbulkan kesan yang alamiah dan menyeluruh di dalam kehidupan kolektif.
Kesadaran tentang makna adab yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab Islam, seeprti
Adab ad-Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-Mawardi dan analisis tentang kehidupaan
yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya ‘Ulumuddin.
Dalam bahasa Indonesia pula kata adab atau peradaban sering digunakan dalam
berbagai literatur. Istilah peradaban biasanya merujuk kepada pengertian yang sama dengan
sivilisasi dari bahasa Inggris. Kata ini memiliki pengertian sebagai unsur budaya yang dianggap
mengandung nilai-nilai yang tinggi dan maju. Peradaban biasanya dikaitkan dengan halhal yang
mencapai tahap kesempurnaan di masa dan ruang tertentu.
Dalam sejarah umat manusia, istilah ini digunakan untuk berbagai peradaban yang
maju, seperti Indus, Sumeria, Assiria, Mesir, Inca, Oksidental, Oriental, dan lainnya. Dalam
Al-Quran juga dijelaskan tentang berbagai peradaban tersebut namun sebagian besar telah
pupus ditelan zaman.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dalam Perspektif Islam

Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada dua. Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya
dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang (Zuhdi, 2015).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran
(qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan (Ilmi, 2012). Ini bukan berarti menjadi
Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar
bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam
dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak
boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai
standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari (Ainiyah, 2013). Umat Islam
boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu
aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka umat Islam tidak boleh
memanfaatkannya, walau menghasilkan manfaat sesaat memenuhi kebutuhan manusia
(Arsyam, M. 2020).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang kini didominasi oleh perdaban barat satu
abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia (Nahadi, M.,
Sarimaya, F., & Rosdianti, S. R. 2011). Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal)
yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan
meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak
negatif yang diakibatkanya (Zahro, 2015). Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain
untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT
seperti sholat, puasa, dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda
Rasulullah SAW: “ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan
perempuan”. Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan.

1. Pengertian iptek dan kaitannya dengan Islam. Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu
beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam
yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) (Aji, 2017).
Sedang teknologi adalah pengetahuan dan keterampilan yang merupakan penerapan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan manusia seharihari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari
segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar
pemanfaatan iptek (Hasibuan, 2014). Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam)
wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek
yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek
yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.

2. Kewajiban mencari ilmu. Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk
beribadah kepada Allah. Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di
Al-Qur’an dan Al-Hadist (Wiartha, 2017). Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang
teguh dan sungguh-sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Disebutkan dalam
hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada, sedangkan yang lainnya akan
menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-
Qur’an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan
faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil). Dimasa pandemi covid-19,
terjadi transformasi dibidang agama khususnya di bidang dakwah (Sainuddin, 2020). Dari
transformasi inilah, maka sosial media menjadi salah satu trend dalam mendapatkan
pendidikan bagi keluarga khususnya (Disampaikan Pada Ceramah Jamaah Majelis Taklim
Masjid Nurul Ismi Mamoa, 28 Mei 2020) pendidikan agama. Dalam pendidikan agama,
dakwah menjadi salah satu yang dilakukan (Sainuddin, 2020). Dalam sebuah hadist rasulullah
bersabda, “mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada
selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata dan emas pada babi hutan.”(HR. Ibnu
Majah dan lainya) Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke negeri
cina”. Dalam hadist ini kita tidak dituntut mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist ini
rasulullah menyuruh kita mencari ilmu dari berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru
tetap dikejar. Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih
mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama (Kosim, 2015). Maka anak menjadi
orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini
orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari
ilmu-ilmu umum. Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama
adalah orang islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang
lain.”(HR. Ibnu Majah) Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau
menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling
utama dianding sedekah harta benda. Ini dikarenakan mengajarkan ilmu, khususnya ilmu
agama, berarti menenan amal yang muta’adi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan
hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.

3. Keutamaan orang yang berilmu Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi
dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai
gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan
mereka di sisi Allah SWT (Andriani, 2016). Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT
berfirman: "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang
berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan
para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya
sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-
Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan (Disampaikan Pada Ceramah Jamaah Majelis
Taklim Masjid Nurul Ismi Mamoa, 28 Mei 2020) petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua
(mahluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159)
Sumber Ilmu Pengetahuan

Dalam kajian filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia memiliki
sumber. Dengan kata lain pengetahuan itu tidak timbul dengan sendirinya. Ada empat
sumber pengetahuan yang dimaksud yaitu Rasio, Empiris, Intuisi, dan Wahyu. Keempat
sumber ini memiliki pengertian yang berbeda-beda dalam menafsirkan sumber dari
pengetahuan manusia tersebut.

1. Rasio, merupakan pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia. Pada sumber
pengetahuan ini diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil pemikiran manusia.

2. Empiris, merupakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami manusia.
Sumber pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan kegiatan manusia yang suka
memperhatikan gejala-gejala yang terjadi disekitarnya. Misalnya peristiwa terjadinya hujan di
bumi. Peristiwa ini terus terulang-ulang dan dengan proses kejadian yang sama. Hal ini
menjadi daya tarik bagi manusia, muncul pertanyaan mengapa selalu turun hujan. Dari
pengalaman itulah manusia tergerak untuk bernalar hingga melakukan penelitian penyebab
terjadinya hujan.

3. Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan secara tiba-tiba.
Terkadang kita sebagai manusia ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan, otak akan
berpikir sangat keras untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Tingkat berpikir
otak berbanding lurus dengan masalah yang akan diselesaikan. Semakin sulit tingkat
permaslahan yang akan dipecahkan semakin keras juga kinerja otak dalam berpikir
menyelesaikan masalah tersebut. Dalam kondisi tertentu, terkadang semakin kita berusaha
untuk memecahkan masalah, semakin sulit menemukan solusinya. Tapi dalam kondisi yang
berlawanan ketika kita tidak sedang berpikir untuk menyelesaikan masalah dan melakukan
aktivitas-aktivitas, kita seakan terpikirkan solusi untuk permasalahan. Solusi itu muncul tiba-
tiba dalam benak kita, tanpa sedikitpun kita menjadwalkan atau berusaha mencarinya. Hal
yang demikian bisa dikatakan sebagai intuisi.

4. Wahyu, atau bisa dikatakan dengan sumber pengetahuan yang non-analiktik karena tidak ada
proses berpikir dari manusia tersebut. Wahyu merupakan sumber pengetahuan yang berasal
dari yang Maha kuasa. Biasanya yang dapat menerima sumber pengetahuan yang seperti ini
adalah manusia-manusia pilihan. Contoh yang paling dekat adalah para nabiallah, yang
menerima pengetahuan dari Allah. Kisah-kisah merekapun banyak mengispirasi banyak
orang.

Dari keepat sumber pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa cara berpikir itu ada dua
yaitu analatik; Rasio, dan Empiris. Dikatakan sebagai cara berpikir yang analitik karena ada
proses berpikir yang rinci yang dilakukan manusia. Adapula cara berpikir yang non-analitik;
intuisi, dan wahyu yang tidak memiliki proses berpikir secara rinci yang dilakukan oleh
manusia.

Pada hakikatnya penalaran ilmiah terbagi atas dua, yakni Deduktif atau bisa dikatakan
berhubungan dengan rasional atau Induktif, berdasarkan empiris atau pengalaman dan data
lapangan. Keduanya dikombinasikan agar dapat ditarik kesimpulan dari penalaran ilmiah
tersebut. Dalam penarikan kesmipulanpun harus menggunakan logika induktif dan logika
deduktif. Setelah penarikan kesimpulan, menguji kebenaran dari suatu penalaranpun perlu
dilakukan. Suatu penalaran dianggap benar jika koherensi, korespondensi, dan pragmatis atau
ada manfaatnya.

Sikap Umat Islam Menghadapi Kemajuan Iptek


Iptek merupakan dasar dan pondasi yang menjadi penyangga bangunan peradaban
moderen barat sekarang ini. Masa depan suatu bangsa akan banyak ditentukan oleh tingkat
penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Suatu masyarakat atau bangsa tidak akan memiliki
keunggulan dan kemampuan daya saing yang tinggi, bila ia tidak mengambil dan
mengembangkan Iptek. Bisa dimengerti bila setiap bangsa di muka bumi sekarang ini,
berlombalomba serta bersaing secara ketat dalam penguasaan dan pengembangan iptek, dan
diakui bahwa iptek disatu sisi, telah memberikan “berkah” dan anugrah yang luar biasa bagi
kehidupan umat manusia. Namun di sisi lain, Iptek telah mendatangkan “petaka” yang pada
gilirannya mengancam nilainilai kemanusiaan.
Sebagai umat Islam, perlu adanya upaya kolektif dan antisipatif untuk menghadapi
perkembangan budaya manusia serta perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
sangat pesat dengan cara mencari keterkaitan nya dengan sistem nilai dan normal-norma yang
berada di dalam agama islam.
Menurut Mehdi Ghulsyani dalam menghadapi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, ilmuwan muslim dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Kelompok yang menganggap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, moderen bersifat netral
dan berusaha melegitimasi hasil-hasil Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, moderen dengan
mencari ayat-ayat Al-Qur'an yang sesuai.
- Kelompok yang bekerja dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, moderen, tetapi
berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen
yang tidak islami.
- Kelompok yang percaya adanya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Islam dan berusaha
membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang
mengintrodusir istilah "islamisasi ilmu pengetahuan".
Sikap kita sebagai muslim dalam menanggapi IPTEK, tentunya kita harus menanggap
dengan bijak. cara menaggapi IPTEK diantaranya :
 Resesif, kita harus menerimanya dengan bijak. jangan sampai kita menolaknya
terhadap perkembangan IPTEK. Kemajuan IPTEK itu tidak bisa kita tolak.
 Selektif, setelah menerima kita harus memilah dan memilih mana yang baik dan
mana yang tidak. Dengan dasar Al-Quran, hadits dan sunnah tentu kita bisa
melakukan hal ini.
 Digesif, IPTEK itu perlu kita arahkan, tentunya untuk amal ma,ruf nahi munkar.
 Adaftif, perlu juga kita sesuaikan dengan dengan jati diri kita sebagai muslim yang
pasti sesuai dengan dasar islam.
 Transmitif, kembangkanlah IPTEK untuk menyiarkan agama islam. Sebagai
contoh dengan adanya alquran seluler, quran digital dan sebagainya.
Sesungguhnya, dalam konsep Islam, pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas antara
ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan
manusia merupakan "jalan" untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Pengembangan yang
harus dilakukan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi
orang banyak, bukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang merusak alam dan sekitarnya.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, akan bermanfaat apabila :
1. Ilmu Pengetahuan tersebut bisa memberikan jalan pada kebenaran Allah dan bukan
menjauhkannya
2. Bisa membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik)
3. Bisa menyelesaikan persoalan umat.
Sebagai seorang muslim, kita seharusnya senantiasa memajukan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, tanpa perlu takut mengenai temuan-temuan yang berpotensi mematahkan
kepercayaan kita, karena sesungguhnya segala yang ada di Bumi ini adalah hasil ciptaan Allah
SWT. Dengan adanya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kita dapat mempermudah hidup kita
dan bisa membuat kita lebih menghargai ciptaan Allah SWT. Manusia harus mengamalkan
ilmunya dengan ikhlas serta dengan niat mencari ridho Allah SWT.
Selain itu manusia sebagai khalifah dimuka bumi haruslah menjaga serta melestarikan alam
ini tanpa melakukan kerusakan terhadapnya.

Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sangat penting bagi
kehidupan umat manusia. Tanpa menguasai Iptek manusia akan tetap dalam lumpur
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap Iptek dapat
mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai ‘abdullah saja menjadi
khalīfatullāh. Oleh karena itu, Islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah wajib.

Tanpa menguasai Iptek, umat manusia akan mengalami banyak hambatan dan kesulitan
dalam menjalani kehidupan di jagat ini. Pada zaman modern, seperti sekarang ini, ukuran
maju tidaknya suatu bangsa justru diukur dari penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Jika
suatu bangsa itu mampu menguasai Iptek, maka bangsa tersebut dikategorikan sebagai
bangsa yang maju, Sebaliknya, jika suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan Iptek,
maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa disebut bangsa
tertinggal atau disebut bangsa berkembang. Supaya bangsa Indonesia masuk ke dalam
kelompok bangsa yang maju.

Bagi orang beriman, iman dan ilmu harus seimbang. Iman merupakan stir atau kompas
sehingga orang beriman tidak kehilangan arah, dan tidak akan melupakan Tuhan
Penciptanya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan pesatnya peradaban di dunia ini bagi umat
mukmin tidaklah akan melupakan dirinya untuk mempersiapkan bekal kehidupan yanag
kekal di akhirat. Dalam mengukur kemajuan, umat mukminin, tidak melihat hanya pada sisi
peradaban dunia belaka, tapi bagaimana kehidupan mereka sekaligus dapat menjalankan
ajaran agamanya (mengikuti Al Qur’an dan Sunnah), di samping kemajuan di dunia ini.

Dalam rangka ini hendaklah kaum muslimin tidak tertinggal di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan upaya-upaya berikut :

a. Cekatan Menciptakan Alat

Al Qur’an menyebutkan ‘allama bil qalam (Tuhan mengajar manusia dengan qalam) apa
yang belum diketahuinya. Qalam artinya alat tulis. Bahwa Tuhan mengajar manusia tanpa
qalam bisa saja, tapi Dia hendak mendidik manusia untuk menulis dan membaca. Tulisan
membantu manusia untuk menyimpan ilmu dan mengembangkannya. Manusia dapat saja
menghafal banyak ilmu, tapi kemampuan daya ingat manusia terbatas, sehingga tanpa alat
tulis, ilmu tidak dapat disimpan lama dan tidak dapat cepat menyebar.

Sudahkah umat Islam menemukan dan menciptakan alat? Kemajuan zaman ditandai dengan
ditemukannya alat-alat yang kini dikenal dengan teknologi. Siapapun masyarakat yang terus
mencari dan menemukan alat-alat, akan hidup lebih mudah dan maju pesat dalam peradaban.

b. Menghargai Waktu

Ibarat pedang, kalau tak pandai memakainya, bisa melukai diri sendiri. Demikianlah pula
waktu, kalau tak cerdas menggunakannya akan berbahaya. Masyarakat maju adalah
masyarakat yang pandai dan amat menghargai waktu. Bagi pebisnis, waktu diibaratkan
uang. Sedikit lengah menggunakan waktu, akan mengakibatkan kerugian. Tapi waktu dapat
menggilas siapa saja yang tak mau menggunakannya dengan baik. Masyarakat yang santai,
malas-malasan dan tak pandai menggunakannya bukan saja takkan maju, tapi juga akan
tertinggal dan akan tergilas oleh zaman.

Untuk menghargai dan memberikan arti yang tinggi, Tuhan sering bersumpah menggunakan
ungkapan “Demi Waktu”. Demi Waktu Malam, Waktu Siang, Waktu Subuh, Waktu Dhuha,
Demi Waktu Ashar, dsb. Maka sebagai umat Islam, sudahkah kita memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya? Jawabannya akan dibuktikan oleh kemajuan yang telah dan akan kita capai.
c. Memiliki Etos Kerja yang Kuat

Orang-orang Islam, utamanya yanag berada di wilayah-wilayah yang subur dan makmur
tidak suka bekerja keras, dan tak tahan menghadapi kesulitan. Buat apa kerja keras kalau toh
dapat hidup makmur. Di Indonesia, dimana penduduknya mayoritas umat Islam memiliki
tanah yang subur sehingga digambarkan tongkat yang dilemparsaja ke tanah akan tumbuh
sebagai tanaman. Jadi buat apa susah-susah bekerja, kalau semua tersedia dengan hidup
santai.

Di daerah-daerah berpenduduk muslim, seperti negeri Arab dan kawasan Teluk yang
makmur dengan petrodolarnya, masyarakatnya tidak maksimal bekerja. Belum pernah kita
mendengar akhir-akhir ini ada penemuan baru di bidang teknologi yang dihasilkan oleh
orang muslim disana. Negara-negara yang maju di bidang iptek dan peradaban adalah
Negara-negara di mana masyarakatnya suka bekerja keras, memiliki etos kerja yang tinggi,
tekun dan sungguh-sungguh menghadapi berbagai kesulitan. Hasil dari bersulit-sulit
menciptakan berbagai alat adalah kemudahan-kemudahan, yang kini dinikmati bukan saja
oleh mereka yang menemukannya, melainkan untuk kemakmuran bagi seluruh umat
manusia. Al Qur’an mengatakan bahwa di samping kesulitan itu pasti ada kemudahan.
Dinyatakan dalam QS. 94 (Al-Nasyrah): 5-8.

Kebudayaan dan Peradaban Islam di Masa Lalu

Berkembangnya Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah peradaban dunia.
Bahkan, pesatnya perkembangan agama Islam itu, baik di barat maupun timur, pada abad ke-
8 sampai 13 Masehi mampu menguasai berbagai peradaban yang ada sebelumnya.

Tak salah bila peradaban Islam dianggap sebagai salah satu peradaban yang paling besar
pengaruhnya di dunia. Bahkan, hingga kini, berbagai jenis peradaban Islam itu masih dapat
disaksikan di sejumlah negara bekas kekuasaan Islam dahulu, misalnya Baghdad (Irak),
Andalusia (Spanyol), Fatimiyah (Mesir), Ottoman (Turki), Damaskus, Kufah, Syria, dan
sebagainya

Menurut Ma'ruf Misbah, Ja'far Sanusi, Abdullah Qusyairi, dan Syaid Sya'roni dalam
bukunya Sejarah Peradaban Islam, setidaknya ada dua sebab dan proses pertumbuhan
peradaban Islam, baik dari dalam maupun luar Islam. Dari dalam Islam, perkembangan
kebudayaan dan peradaban Islam itu karena bersumber langsung dari Alquran dan sunnah
yang mempunyai kekuatan luar biasa.

Sedangkan, dari luar Islam, peradaban Islam itu berkembang disebabkan proses
penyebaran Islam yang dilandasi dengan semangat persatuan, perkembangan institusi negara,
perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan daerah Islam.
Menurut Ma'ruf Misbah dkk, perkembangan peradaban Islam yang dilandasi dengan
semangat persatuan Islam telah ditanamkan Rasulullah SAW sejak awal perkembangan Islam
di Timur Tengah. Kemudian, dalam praktiknya, seiring dengan makin luasnya wilayah
kekuasaan Islam, gesekan atau kebudayaan masyarakat setempat memengaruhi umat Islam
untuk mengadopsi dan mewarnai peradaban lokal yang disesuaikan dengan ajaran Islam.

Kebudayaan islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat islam, tetapi
kebudayaan yang bersumber dari ajaran-ajaran islam/Kebudayaan yang bersifat islami.
Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal, sempurna, praktis,
aktual, diakui keberadaanya dan senantiasa diekspresikan. Al quran memandang kebudayaan
sebagai suatu proses dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia.
Perkembangan kebudayaan yang didasari dengan nilai-nilai keagamaan menunjukkan agama
memiliki fungsi yang demikian jelas. Maju mundurnya kehidupan umat manusia disebabkan
adanya hal hal yang terbatas dalam memecahkan berbagai persoalan dalam hidup dan
kehidupan manusia sehingga dibutuhkan suatu petunjuk berupa wahyu Allah serta sabda
Nabi Muhammad sebagai asas kebudayaan manusia Islam, yang selanjutnya tumbuh dan
berkembang menjadi suatu peradaban yaitu peradaban atau budaya yang Islami. Allah
mengutus para rasul dari jenis manusia dan dari kaumnya sendiri karena yang menjadi
sasaran dakwahnya adalah manusia. Misi kerasulan Muhammad saw adalah untuk
membimbing manusia menuju kepada sebuah tatanan masyarakat yang berbudaya. Hal ini
seperti yang disabdakan oleh beliau “sesungguhnya aku diutus ke dunia adalah untuk
menyempurnakan akhlak”. Tugas yang pertama dari misi karasulan adalah meletakkan dasar
dasar kebudayaan islam yang akan berkembang menjadi sebuah peradaban

Sejarah Peradaban Islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan


peradaban Islam dari satu waktu ke waktu lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai sekarang.
Periodesasi sejarah Islam secara lengkap dibagi dalam periode-periode sebagai berikut:

1) Periode Sejarah Klasik (Masa Nabi Adam –sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw).
Periode ini merupakan fase sejarah sejak Nabi Adam dan dilanjutkan dengan masa-masa para
nabi hingga sebelum diutusnya Rasulullah saw.

2) Periode Sejarah Rasulullah saw (570-632 M) Yang dimulai dari tahun 52 sebelum
hijriyah hingga tahun 11 H (570 M- 632 M). Di dalamnya diungkapkan tentang berdirinya
negara Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, yang menjadikan Madinah al-
Munawwarah sebagai pusat awal dari semua aktivitas negara yang kemudian meliputi semua
jazirah Arabia. Sejarah pada periode ini merupakan sejarah yang demikian indah yang
seharusnya dijadikan contoh dan suri teladan oleh kaum muslimin baik penguasa maupun
rakyat biasa.
3) Periode Sejarah Khulafa' Rasyidin (632-661 M) Periode ini dimulai sejak tahun 11 H
hingga 41 H (632-661 M). Pada masa itu terjadi penaklukan-penaklukan Islam di Persia,
Syam (Syiria), Mesir, dan lain-lain. Pada periode sejarah Khulafa' Rasyidin manusia betul-
betul berada dalam manhaj Islam yang benar.

4) Periode Pemerintahan Bani Umaiyah (661-749 M) Periode ini dimulai sejak tahun 41
H hingga 132 H (661-749 M). pada masa ini pemerintahan Islam mengalami perluasan yang
demikian signifikan. Hanya ada satu khalifah dalam pemerintahan Islam yang demikian
luasnya itu. Sayangnya, komitmen kepada syariat Islam mengalami sedikit kemerosotan
daripada periode sebelumnya.

5) Periode Pemerintahan Bani Abbasiyah (749-1258 M) Masa ini dimulai sejak tahun
132 H-656 H (749-1258 M). Periode ini merupakan masa kejayaan bagi pendidikan Islam
meskipun pada fase yang kedua terdapat beberapa pemerintahan dan kerajaan yang
independen, namun sebagiannya telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Islam.
Misalnya pemerintahan Saljuk, pemerintahan keturunan Zanki, pemerintahan bani Ayyub,
Ghazni, dan Murabithun. Pada masa ini pula muncul gerakan perang salib yang dilakukan
oleh negara-negara Eropa yang menaruh kebencian dan dendam pada negara-negara Islam di
kawasan Timur. Pemerintahan Abbasiyah hancur bersamaan dengan penyerbuan orang-orang
Mongolia yang melumatkan pemerintahan bani Abbasiyah ini.

6) Periode Pemerintahan Mamluk (1250-1517 M) Pemerintahan Mamluk dimulai sejak


tahun 648 H-923 H (1250- 1517 M). Goresan sejarah Islam paling penting di masa ini adalah
berhasil dibendungnya gelombang penyerbuan pasukan Mongolia ke beberapa belahan negeri
Islam. Juga berhasil dihabiskannya eksistensi kaum Salibis dari negara Islam.

7) Periode Pemerintahan Usmani (1517-1923 M) Pemerintahan Usmani dimulai sejak


tahun 923 H-1342 H (1517- 1923 M). Pada awal pemerintahan ini telah berhasil melakukan
ekspansi wilayah Islam terutama di kawasan Eropa Timur. Pada saat itu Hongaria berhasil
ditaklukkan, demikian pula dengan Beograd, Albania, Yunani, Romania, Serbia dan Bulgaria.
Pemerintahan ini juga telah mampu melebarkan kekuasaannya ke kawasan timur wilayah
Islam. Salah satu goresan sejarah paling agung yang berhasil dilakukan oleh pemerintahan
Usmani adalah ditaklukkannya Konstantinopel (yang merupakan ibukota Imperium
Romawi). Namun pada masa akhir pemerintahan Turki, kaum kolonial berhasil menaburkan
benih pemikiran nasionalisme. Kemudian pemikiran ini menjadi pemicu hancurnya
pemerintahan Islam serta terkoyak-koyaknya kaum muslimin menjadi negeri-negeri kecil
yang lemah dan terbelakang serta jauh dari agama mereka.

8) Periode Dunia Islam Kontemporer (1922-2000 M) Periode ini dimulai sejak tahun
1342-1420 H (1922-2000 M). Periode ini merupakan masa sejarah umat Islam sejak
berakhirnya masa Dinasti Turki Usmani hingga perjalanan sejarah umat Islam pada masa
sekarang.

Jejak Peradaban Islam dalam Kebudayaan Indonesia

Sejarah masuknya islam awalnya di bawa oleh pedagang Gujarat lalu di ikuti oleh
pedagang arab, Persia dan cina. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama islam ke
tempat mereka berlabuh di seluruh indonesia.

Selain pedagang ada juga dengan cara berdakwah, seperti penyebaran Islam di tanah
jawa yang di lakukan oleh para walisongo. Mereka lah sang pendakwah dan sang ulama
yang menyebarkan islam dengan cara pendekatan sosial budaya.

Di pulau jawa, Islam masuk melalui pesisir utara dengan di temukannya makam
Fatimah binti Maimun bin Hibatullah. Di Mojokerto juga telah di temukannya ratusan
makam islam kuno. Di perkirakan makam ini adalah makam para keluarga istana Majapahit.

Di kalimantan, islam masuk melalui pontianak pada abad 18. Di hulu sungai Pawan,
kalimantan barat di temukan pemakaman islam kuno. Di kalimantan timur islam masuk
melalui kerajaan Kutai, di kalimantan selatan melalui kerajaan banjar, dan dari kalimantan
tengah di temukannya masjid gede di kota Waringin yang di bangun pada tahun 1434 M. Di
sulawesi islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo.

Pulau Sumatera juga menjadi wilayah di nusantara yang menerima penyebaran


agama Islam terlebih dahulu dibandingkan dengan pulau lainnya atau daerah lainnya. Pulau
Sumatera menjadi daerah yang pertama mendapat penyebaran agama Islam dikarenakan
posisi pulau Sumatera yang dekat dengan selat Malaka yang pada masa itu merupakan pusat
bisnis atau pusat perdagangan.

Di selat Malaka ini banyak terdapat pedagang dari seluruh penjuru negri dan salah
satunya adalah pedagang yang berasal dari Timur Tengah seperti Arab dan Persia. Pedagang
dari Timur Tengah tidak hanya berdagang namun juga sambil menyebarkan agama Islam di
nusantara

Perkembangan Islam yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan
Islam di belahan bumi lain. Membaca Islam yang di Indonesia rasanya cukup penting. Sebab,
dari hasil pembacaan itu kita sebagai umat islam dapat mengetahui akan bagaimana
perkembangan islam di indonesia setelah islam mengalami beberapa fase perubahan dari waktu
ke waktu. Penulis mencatat beberapa bentuk peradaban Islam di Indonesia. Diantaranya adalah
Peradaban Pendidikan, Gerakan Masyarakat, Budaya dan Adat.
1. Pesantren; Peradaban Pendidikan Islam Indonesia
Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri
yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia.11 Selain
itu, dalam pendidikan Islam di Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar),
Madrasah Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat universitas
Islam di Indonesia juga kian maju seiring dengan perkembangan zaman, hal ini dapat dilihat dari
terus beragamnya universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai Institut
Agama Islam Negeri serta beberapa universitas Islam lainnya.
Pesantren sebagai sistem pendidikan tertua di Indonesia merupakan bukti Islam membuat
peradaban dalam bidang pendidikan yang berbeda sama sekali dengan sistem pendidikan
dimanapun. Hingga kini pesantren semakin banyak dijumpai sebagai lembaga pendidikan yang
bercorak Islam.

2. Gerakan Masyarakat Islam dan Politik


Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada
gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari pembaruan pemikiran pendidikan Islam di
Minangkabau, yang disusul oleh pembaruan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di
Indonesia.
Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasiorganisasi social semakin
berkembang membentuk organisasi-organisasi social keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam
(SDI) di Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulma di Majalengka. Jawa Barat (1911),
Muhammdiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920-an), Nahdlatul
Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Candung
Bukittinggi (1930) dan partai-partai politik, seperti Sarekat Islam (SI) yang merupakan
kelanjutan SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang
merupakan kelanjutan, dan perluasan dari organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam
Indonesia (PII) pada tahun 1938.12 Hingga saat ini juga berkembang Partai berbasis Islam.
Seperti PAN, PKS, PBB, dan PKB.

3. Budaya dan Adat Istiadat


Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Bahasa
Arab sudah banyak menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia, contohnya kata wajib, fardu,
lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran, jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga
banyak dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab). Kebiasaan yang banyak berkembang dari
budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam
hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan
shalawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di
Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.
4. Ekonomi
Peradaban dalam bidang Ekonomi juga tidak ketinggalan. Daerahdaerah pesisir sering
dikunjungi para pedagang Islam dari Arab, Persi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli
secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti
sedekah, infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat
perekonomian umat Islam semakin berkembang.

Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan, Kesultanan Demak
didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina
yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak
bersama Wali Songo sejak 1500 M.

4 jejak budaya islam dan peninggalan kerajaan islam di nusantara

1. Kerajaan samudera pasai,

Kerajaaan pasai memiliki banyak peninggalan yang cukup terkenal:Makam Sultan Malik Al
– Saleh, Koin emas dirham samudera pasai, Lonceng cakra Donya, Hikayat para raja pasai

2. Kerajaan aceh Darussalam

Peninggalan kerajaan aceh antara lain: Masjid Baiturrahman, Uang emas kerajaan aceh,
Taman sari gunongan, Makam Iskandar muda

3. Kerajaan Demak

Peninggalan kerajaan demak antara lain: Pawestren, Masjid agung demak, Soko tatal,
Makam sunan kalijaga, Pintu bledeg,

4. Kerajaan Cirebon

Peninggalan kerajaan Cirebon antara lain: Keraton kanoman, Keraton kasepuhan Cirebon,
Masjid sang cipta rasa, Keraton keprabon, Keraton kacirebonan, Makam sunan gunung jati,
Kereta singa barong kasepuhan

Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam

Masjid adalah salah satu lambang Islam. Ia adalah barometer atau ukuran dari suasana
dan keadaan masyarakat muslim yang ada di sekitarnya. Maka pembangunan masjid bermakna
pembangunan Islam dalam suatu masyarakat. Keruntuhan masjid bermakna keruntuhan Islam
dalam masyarakat.
Masjid berasal dari bahasa Arab sajada yang berarti tempat sujud atau tempat
menyembah Allah swt. Bumi yang kita tempati ini adalah masjid bagi kaum muslimin.
Setiap muslim boleh melakukan shalat di wilayah manapun di bumi ini; terkecuali di atas
kuburan, di tempat yang bernajis, dan di tempattempat yang menurut ukuran syariat Islam
tidak sesuai untk dijadikan tempat shalat.

Masjid tidak bisa dilepaskan dari masalah shalat. Berdasarkan sabda Nabi saw di atas,
setiap orang bisa melakukan shalat dimana saja, di rumah, di kebun, di tepi jalan, di
kendaraan, dan lain sebagainya. Selain itu, masjid merupakan tempat orang berkumpul dan
melakukan shalat secara berjamaah, dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan
silaturrahmi di kalangan kaum muslimin. Di masjid pulalah tempat terbaik untuk
melangsungkan shalat jumat.

Memahami masjid secara universal berarti juga memahaminya sebagai sebuah instrumen
sosial masyarakat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Islam itu sendiri.
Keberadaan masjid pada umumnya merupakan salah satu perwujudan aspirasi umat Islam
sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Mengingat fungsinya yang strategis, maka
perlu dibina sebaikbaiknya, baik segi fisik bangunan maupun segi kegiatan pemakmurannya
Pada masa Nabi saw. ataupun di masa sesudahnya, masjid menjadi pusat atau sentral
kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan pun mencakup, ideologi, politik,
ekonomi, sosial, peradilan dan kemiliteran dibahas dan dipecahkan di lembaga masjid. Masjid
berfungsi pula sebagai pusat pengembangan kebudayaan Islam, terutama saat gedung-gedung
khusus untuk itu belum didirikan. Masjid juga merupakan ajang halaqah atau diskusi, tempat
mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama ataupun umum.
Masjid di samping sebagai tempat ibadah umat Islam dalam arti khusus (mahdhah) juga
merupakan tempat beribadah secara luas, selama dilakukan dalam batas-batas syari‟ah. Masjid
yang besar, indah dan bersih adalah dambaan umat Islam, namun itu semua belum cukup apabila
tidak diisi dengan kegiatan-kegiatan memakmurkan masjid yang semarak. Adalah shalat
berjamaah yang merupakan parameter adanya kemakmuran masjid dan juga merupakan indikator
kereligiusan umat Islam di sekitarnya. Selain itu kegiatan-kegiatan sosial, dakwah, pendidikan
dan lain sebagainya juga akan menambah kesemarakan dalam memakmurkan masjid.
Masjid memiliki fungsi edukasi diantaranya adalah berfungsi untuk pengembangan nilai-
nilai humanis dan kesejahteraan umum. Fungsi tersebut bisa disebut sebagai fungsi edukasi.
Fungsi edukasi ini seringkali terlewatkan dari perhatian umat meski tetap disadari bahwa fungsi
tersebut penting untuk dikembangkan. Mengembangkan fungsi edukasi masjid dimulai dari
pemahaman tentang konsep pendidikan Islam secara benar dan tidak dimaknai secara sempit.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang secara komprehensif-integratif mengembangkan
potensi manusia baik fisikmaterial, emosi, dan juga spiritualnya.
Di zaman Rasulullah Muhammad SAW, masjid sudah menjadi pusat berbagai aktifitas
umat Islam pada waktu itu. Selain untuk pelaksanaan ibadah, masjid juga dijadikan tempat untuk
melakukan berbagai bentuk aktifitas muamalah.
Sebagai tempat ibadah, selama hidupnya Rasulullah selalu melaksanakan shalat wajib lima
waktu secara berjamaah dan menjadi imamnya di masjid di dekat rumahnya di Kota Madinah.
Berbagai bentuk aktifitas muamalah yang bersifat sosial seperti pembagian zakat, penyembelihan
qurban, pernikahan, dan sebagainya juga dilaksanakan di masjid.
Rasulullah juga menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Beliau mengajar murid-
muridnya yang sekaligus juga pengikutnya di masjid. Tradisi seperti ini terus berlanjut sampai
sekarang. Di masjid Madinah, sesudah shalat Magrib dan sesudah shalat Subuh, selalu kita temui
khalakahkhalakah kecil yang mengkaji Al Qur'an yang dipimpin seorang syeikh atau guru.
Perguruan tinggi di dunia Islam juga pada awalnya menyatu dengan masjid. Universitas
Al Qurawiyyin di Maroko dibangun tahun 859 M, yang bertahan dan terus berkembang sampai
sekarang. Universitas Al Azhar awal bahkan berada di dekat Pasar Khankhalili yang merupakan
pasar terbesar di pusat kota tua Kairo. Setelah berkembang, perguruan tinggi yang sangat
terkenal di dunia Islam sampai sekarang ini, kemudian membangun kampusnya di sejumlah
tempat di kota Kairo dan banyak kota di Mesir.
Ketika Rasulullah menjadi kepala negara Madinah, masjid Madinah juga menjadi pusat
pemerintahan untuk mengatur negara. Tradisi ini diteruskan oleh Khalifahu Rasyidin (Abu
Bakar, Umar, Usman, dan Ali). Rasulullah juga menggunakan masjid sebagai ruang pertemuan
dan tempat untuk memberikan pengarahan, tempat menyelesaikan sengketa atau pengadilan,
serta mengatur pertahanan dan keamanan negara. Karena itu pelatihan militer dan pelepasan
tentara menuju medan perang juga dilakukan di masjid.
Setelah Bani Umayyah yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi Khalifah,
barulah pusat pemerintahan dipindah dari masjid ke Istana. Muawiyah yang mengendalikan
negara dari kota Damaskus, Suriah, tampaknya terinspirasi oleh Bizantium yang menjadi
tetangganya. Penguasa Muslim berikutnya sampai sekarang terus mengikuti kebijakan Bani
Umayyah yang mengendalikan negara dari Istana. Di banyak negara muslim, masjid sebagai
pusat aktifitas ekonomi terus berkembang sampai sekarang. Hal ini terlihat dari lokasi pasar yang
selalu berada di dekat masjid. Bahkan di banyak bagian masjid dijadikan toko dan lokasi untuk
berdagang.
Belakangan fungsi masjid seperti di atas hanya tersisa di sejumlah tempat saja, sementara
di banyak masjid hanya digunakan untuk shalat saja. Kalaupun ada yang juga memanfaatkannya
untuk kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya, seperti kegiatan
pendidikan, soalsial, atau ekonomi, jumlahnya sangatlah terbatas. Untuk itu masjid juga harus
dijadikan pusat pengembangan pendidikan dan pusat pemberdayaan ekonomi, serta berbagai
macam bentuk muamalah yang terkait kegiatan sosial.

Jadi selain itu masjid mempunyai beberapa fungsi lainya di era sekarang ini yaitu:

1. Tempat Ibadah, Fungsi masjid sebagai tempat ibadah, khususnya shalat. Masjid
difungsikan sebagai sarana bagi umat muslim untuk melaksanakan shalat, baik shalat fardhu
maupun shalat sunnah. Hal ini sebagaimana yang tertuang di dalam salah satu surah
Alquran, Allah berfirman yang artinya: "Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah
kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah." (QS Al-Jin: 72)

2. Pusat Pendidikan, Selain sebagai tempat untuk shalat, masjid juga berfungsi sebagai
tempat kegiatan proses belajar mengajar dalam memperdalam ilmu agama Islam. Di mana
setiap muslim berhak untuk memberikan atau mendapatkan ilmu melalui kajian-kajian
agama yang diadakan di masjid.

3. Tempat Musyawarah, Fungsi masjid berikutnya yang tidak kalah penting ialah sebagai
tempat musyawarah. Dalam perkembangan umat muslim saat ini, kita tahu banyak masjid
yang telah digunakan umat muslim untuk membahas berbagai persoalan ke-umat-an.
Misalnya di Palestina, di mana masjid berfungsi sebagai tempat perjuangan pembebasan dan
tempat merumuskan gerakan.

4. Tempat Akad Nikah, Selain sebagai pusat musyawarah, fungsi masjid yang kerap
digunakan oleh umat muslim berikutnya ialah sebagai tempat nikah.Seperti yang sudah kita
ketahui bersama, banyak masjid yang dipilih oleh pasangan untuk melaksanakan akad nikah.
Tentunya hal ini karena masjid merupakan salah satu tempat yang dijaga kesuciannya.

5. Tempat Perlindungan, Fungsi masjid lainnya yaitu sebagai tempat berlindung. Ketika
terjadi bencana atau musibah, masjid menjadi salah satu tempat yang paling banyak
digunakan sebagai tempat perlindungan. Pasalnya, setiap muslim akan merasa aman dan
tentram ketika berada di dalam masjid.

Penutup

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kebudayaan Islam ialah kebudayaan
yang berdasarkan kepada nilai nilai ajaran Islam dan persoalan keagamaan dan sosial
kemasyarakatan berupa tafsir, sejarah Islam, sastra, teologi, fikh, dan pendidikan. Islam
memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk hidup berkebudayaan. Namun, perlu disadari
bahwa tidak ada kebebasan di dunia ini yang tidak terbatas. Hal yang dicari dan dikembangkan
menurut Islam ialah yang bermanfaat, yang dijauhi menurut Islam ialah yang mudharat
Problematika kebudayaan Islam di Indonesia adalah karena beranekaragamnya agama di
Indonesia, dan pengaruh kebudayaan asing yang turut berkembang di Indonesia. Pengaruh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang jika digunakan dalam hal hal negatif yang dapat
berpengaruh dengan rusaknya akhlak generasi muda terhadap kebudayaan Islam di Indonesia.
Daftar Pustaka
Abu A’la Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1998)
Dasuki Ahmad, Ikhtisar Perkembangan Islam, (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kementerian dan Pelajaran Malaysia, 1980)
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 1984)
, Tarikh al-Islam, Juz. II, (Mesir: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah,1976)
HAMKA, Sejarah Umat Islam, Jilid II dan III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)
Hasan Ahmad Mahmud, Al-‘Alam al-Islamy fi ‘Ashri al-Abbasy,
(Mesir: Dar al-Fikri
Ibnu Katsir, Al-Kamil fi al-Tarikh, Juz. III dan IV, (Bairut: Dar al-Shadri, 1985)
K. Ali A. Study of Islamic History, (Delhi: Idarah Adabiyah Delhi, 1980)
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Perkembangan,
(Jakarta: Gramedia,
1985)
Philip K. Hitti, History of the Arab, (London: The Mahmillah Press Limitted, 1981)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010)
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2009) Syed Amir Ali, Api Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1978)

Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Rosda Bandung,1988)


Tim Penulis Teks Books, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I,
(Ujung Pandang: IAIN
Alaudin, 1981)
Tim Penulis, Ensiklopedi Islam, Jilid 1-5, (Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, 2001)
Yusuf Rahman, Sejarah Kebudayaan Islam, (Pekanbaru: IAIN Suska, 1987)

Anda mungkin juga menyukai