Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEBUDAYAAN SUKU SUNDA


Ditunjukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah Antropologi
Dosen pengampu Dr. H. Asep Saepuloh, M.Si

Disusun oleh:
Anisa Pauji lestari (1208030027)

PROGRAM STUDI S1 SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, suku, budaya dan adat istiadat yang

berbeda-beda. Suku, budaya, etnis, maupun adat istiadat tersebut memiliki corak yang unik,

hanya dimiliki oleh suku yang bersangkutan tersebut dan tidak dimiliki oleh suku lain.

Suku, budaya dan adat istiadat tersebut mempengaruhi gaya dan pola hidup mereka, yang

pada akhirnya membentuk pula tatanan sosial kemasyarakatan masing-masing, dimana tatanan

tersebut akhirnya dipakai dalam pergaulan hidup sehari-hari yang bersifat intern, ( hanya berlaku

di dalam suku yang bersangkutan dan hanya di antara mereka saja ). Ketentuan yang berlaku di

dalam tatanan sosial etnis tersebut karena dipakai dalam pergaulan sehari-hari, dan berlaku

secara turun-temurun, akhirnya menjadi ‘kebiasaan’ yang tidak mencakup peristiwa-peristiwa

tertentu. ( misalnya hanya pada peristiwa pernikahan ) namun kemudian mencakup berbagai

aspke kehidupan lain, sehingga setiap tatanan, dipatuhi dan diberlakukan terhadap seluruh

anggota masyarakat yang bersangkutan. Hal tersebut dikenal dengan sebutan “tradisi, adat

istiadat, budaya, atau hukum kebiasaan ( customary law ) “.

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki

keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam

masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri

bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan

bagi bangsa Indonesia. Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu

pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar

kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah

bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku
bangsa inilah yang kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda

merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di

Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain.

Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari

sistem kekerabatan, tata cara perkawinan, pembagian waris, dan pidana,segi agama, mata

pencaharian, kesenian, dan lain sebagainya. Dari keunikan tersebut penulis tertarik untuk

membahasnya dalam makalah ini.

B. Identifikasi Masalah

Untuk memudahkan dalam pembahasan masalah maka maka penulis membatasi hanya

pada permasalahan bagaimana sebenarnya dengan sistem kekerabatan, tata cara perkawinan,

pembagian waris, sanksi pidana di dalam suku sunda?

C, Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem

sistem kekerabatan, tata cara perkawinan, pembagian waris, sanksi pidana di dalam suku sunda.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Tentang Sunda

Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur

kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju

keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik),

bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak

jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan

kesejahteraan lebih dari 1000 tahun .

Istilah Sunda kemungkinan juga berasal dari bahasa Sansekerta yakni sund atau suddha

yang berarti bersinar, terang, atau putih. Dalam bahasa Jawa kuno (Kawi) dan bahasa Bali

dikenal juga istilah Sunda dalam pengertian yang sama yakni bersih, suci, murni, tak

bercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan waspada. Menurut R.W. van Bemmelen seperti

dikutip Edi S. Ekadjati, istilah Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai

dataran bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai

Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang melingkar (Circum-Sunda

Mountain System) yang panjangnya sekira 7.000 km. Dataran Sunda itu terdiri atas dua bagian

utama, yaitu bagian Utara.yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang

Lautan Fasifik bagian Barat serta bagian Selatan hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India).

Dengan demikian, bagian Selatan dataran Sunda itu dibentuk oleh kawasan mulai Pulau Banda di
timur, terus ke arah barat melalui pulau-pulau di kepulauan Sunda Kecil (the lesser Sunda

island), Jawa, Sumatra, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai Arakan Yoma di Birma.

Selanjutnya, dataran ini bersambung dengan kawasan Sistem Gunung Himalaya di Barat dan

dataran Sahul di Timur. Dalam buku-buku ilmu bumi dikenal pula istilah Sunda Besar dan Sunda

Kecil. Sunda Besar adalah himpunan pulau yang berukuran besar, yaitu Sumatra, Jawa, Madura,

dan Kalimantan, sedangkan Sunda Kecil adalah pulau-pulau yang berukuran kecil yang kini

termasuk kedalam Provinsi Bali, Nusa Tenggara, dan Timor. Dalam perkembangannya, istilah

Sunda digunakan juga dalam konotasi manusia atau sekelompok manusia, yaitu dengan sebutan

urang Sunda (orang Sunda). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan keturunan

(hubungan darah) dan berdasarkan sosial budaya sekaligus. Menurut kriteria pertama, seseorang

bisa disebut orang Sunda, jika orang tuanya, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu ataupun

keduanya, orang Sunda, di mana pun ia atau mereka berada dan dibesarkan. Menurut kriteria

kedua, orang Sunda adalah orang yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda dan

dalam hidupnya menghayati serta mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda.

Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial budaya dan sikap orangnya yang dianggap

penting. Bisa saja seseorang yang orang tuanya atau leluhurnya orang Sunda, menjadi bukan

orang Sunda karena ia atau mereka tidak mengenal, menghayati, dan mempergunakan norma-

norma dan nilai-nilai sosial budaya Sunda dalam hidupnya . Dalam konteks ini, istilah Sunda,

juga dikaitkan secara erat dengan pengertian kebudayaan. Bahwa ada yang dinamakan

Kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang

Sunda yang pada umumnya berdomosili di Tanah Sunda. Dalam tata kehidupan sosial budaya

Indonesia digolongkan ke dalam kebudayaan daerah. Di samping memiliki persamaan-

persamaan dengan kebudayaan daerah lain di Indonesia, kebudayaan Sunda memiliki ciri-ciri
khas tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain. Secara umum,

masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, sering dikenal dengan masyarakat yang memiliki

budaya religius. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo “silih asih, silih asah, dan

silih asuh” (saling mengasihi, saling mempertajam diri, dan saling memelihara dan melindungi).

Di samping itu, Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan (handap

asor), rendah hati terhadap sesama; penghormatan kepada orang tua atau kepada orang yang

lebih tua, serta menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah ka nu leutik);

membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan (nulung ka nu butuh nalang

ka nu susah), dsb

B. Kebudayaan Suku Sunda

Kebudayaan adalah adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Budaya Sunda

dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter

masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat

menghormati orangtua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa

Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua . Kebudayaan Sunda

merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang

dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan- kebudayaan tersebut akan dijabarkan

sebagai berikut :
1.Sistem Kekerabatan dalam Suku Sunda

Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak

ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga.

Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat

mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku Sunda dikenal adanya pancakaki

yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan. Dicontohkannya,

pertama, saudara yang berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu),

buyut (piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur.

Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi, atau

uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan

tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik,

dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah (salsilah,

silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa

Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur/garis keturunan. Dalam sistem kekerabatan ada

nama-nama angkatan dalam arti hubungan kekerabatan, dalam hal ini orang Sunda mengenal 7

istilah kekerabatan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Keatas Kebawah

1. Kolot

2. Embah (Aki dan Nini)

3. Buyut

4. Bao
5. Janggawareng

6. Udeg-udeg

7. Kakait Siwur

1. Anak

2. Incu

3. Buyut

4. Bao

5. Janggawareng

6. Udeg-udeg
7. Kakait Siwur

Penelusuran garis keturunan (sakeseler) dalam khazanah kesundaan diistilahkan dengan

“pancakaki”. Kamus Umum Basa Sunda (1993), mengartikan “pancakaki” dengan dua

pengertian. Pertama, “pancakaki” menunjukkan hubungan seseorang dalam garis keluarga

(perenahna jelema ka jelema deui anu sakulawarga atawa kaasup baraya keneh). Kita pasti

mengenal istilah kekerabatan seperti indung, bapa, aki, nini, emang, bibi, Euceu, anak, incu,

buyut, alo, suan, kapiadi, kapilanceuk, aki ti gigir, nini ti gigir, dan sebagainya.

Istilah-istilah di atas merupakan sistem kekerabatan masyarakat Sunda yang didasarkan

pada hubungan seseorang dalam sebuah komunitas keluarga. Dalam sistem kekerabatan urang

Sunda diakui juga garis saudara (nasab) dari bapak dan ibu seperti bibi, emang, kapiadi,

kapilanceuk, nini ti gigir, aki ti gigir. Menurut Edi S Ekadjati (Kebudayaan Sunda, 2005) urang

Sunda memperhitungkan dan mengakui kekerabatan bilateral, baik dari garis bapak maupun ibu.
Berbeda dengan sistem kekerabatan orang Minang dan Batak yang menganut sistem kekerabatan

matriarchal dan patriarchal, yaitu hanya memperhitungkan garis ibu saja dan garis keturunan

bapak. Sedangkan pada pengertian kedua, “pancakaki” bisa diartikan sebagai suatu proses

penelusuran hubungan seseorang dalam jalur kekerabatan (mapay perenahna kabarayaan). Secara

empiris, ketika kita menganjangi suatu daerah, maka pihak yang dianjangi akan membuka

percakapan: “Ujang teh timana, jeung putra saha?”. Ini dilakukan untuk mengetahui asal-usul

keturunan tamu, sehingga sohibulbet atau pribumi, lebih akrab atau wanoh kepada semah guna

mendobrak kekikukan dalam berinteraksi. Maka, “pancakaki” pada pengertian kedua adalah

sebuah proses pengorekan informasi keturunan untuk menemukan garis kekerabatan yang

sempat putus. Biasanya, hal ini terjadi ketika seseorang nganjang ke suatu daerah dan di sana ia

menemukan bahwa antara si pemilik rumah dan dia ternyata ada ikatan persaudaraan. Maka, ada

pribahasa bahwa dunia itu tidak selebar daun kelor. Antara saya dan anda – mungkin kalau ber-

pancakaki – ternyata dulur! Minimalnya sadulur jauh. “Pancakaki” dalam bahasa Indonesia

mungkin agak sepadan dengan istilah “silsilah”, yakni kata yang digunakan untuk menunjukkan

asal-usul nenek moyang beserta keturunannya. Tapi, ada perbedaannya. Menurut Ajip Rosidi

(1996) “pancakaki” memiliki pengertian suatu hubungan seseorang dengan seseorang, yang

memastikan adanya tali keturunan atau persaudaraan. Namun, menjadi adat-istiadat-kebiasaan

yang penting dalam hidup urang Sunda, karena selain menggambarkan sifat-sifat urang Sunda

yang ingin selalu bersilaturahim, juga merupakan kebutuhan untuk menentukan sebutan masing-

masing pihak dalam menggunakan bahasa Sunda .

1. Leluhur Suku Sunda

Pada tahun 130 Masehi, di bumi Nusantara berdiri sebuah kerajaan yang mempunyai

pengaruh cukup besar. Kerajaan itu bernama Salakanagara, yang sekarang berada di wilayah
Propinsi Banten. Menurut Naskah Wangsakerta – Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara

(yang disusun sebuah panitia dengan ketua Pangeran Wangsakerta), Salakanegara

diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang pernah ada di Nusantara.

Konon, Salakanagara diyakini sebagai leluhur Suku Sunda. Hal tersebut dikarenakan

wilayah peradaban Salakanagara sama persis dengan wilayah peradaban orang Sunda selama

berabad-abad. Lebih dari itu, ada hal yang memperkuat lagi, yakni kesamaan kosakata antara

Sunda dan Salakanagara. Ditemukan pula bukti lain berupa Jam Sunda atau Jam

Salakanagara, suatu cara penyebutan Waktu/Jam yang juga berbahasa Sunda.

Ada beberapa ahli dan sejarawan yang membuktikan, bahwa tatar Pasundan memiliki nilai-

nilai sejarah yang tinggi. Mereka antara lain Husein Djajadiningrat, Tubagus H. Achmad,

Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan masih banyak lagi. Cukup banyak temuan-

temuan mereka yang disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku.

Masih ada yang lain seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph

Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain, yang turut

menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-

karyanya yang dirilis dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.


Adapun nama-nama raja yang pernah memerintah Kerajaan Salakanagara, adalah

Dewawarman I yang memerintah dari tahun 130-168 masehi. Raja ini aslinya merupakan

pedagang asal India dan setelah menjai raja memiliki julukan Prabu Darmalokapala Aji

Raksa Gapura Sagara. Dilanjutkan putra tertuanya, Dewawarman II atau Prabu

Digwijayakasa Dewawarmanputra yangh memerintah tahun 168-195 M.

Pasa tahun 195-238 M giliran bertahna Dewawarman III yang berjuluk Prabu Singasagara

Bimayasawirya. Dia merupakan putra dari Dewawarman II. Suksesi berikutnya terjadi tahun

238-252 M denga bertahtanya Dewawarman IV. Ia adalah menantu dari Dewawarman II

dengan gelar Raja Ujung Kulon. Menantu Dewawarman IV giliran memegang kekuasaan

sepanjang tahun 252-276 M yang juga disebut Dewawarman V.

Pada tahun 276 Dewawarman V gugur saat menghadapi najak laut, sehingga tahta

diduduki Mahisa Suramardini Warmandewi. Sang ratu yang berkuasa 276-289 masehi ini

merupakan putri tertua Dewawarman IV yang juga istri Dewawarman V.

Putra tertua mereka pun menggantikan posisi sebagai raja tahun 289-308 Masehi. Raja

Dewawarman VI ini memiliki julukan Sang Mokteng Samudera. Tahun 308-340 Masehi

bertahta Dewawarman VII dengan julukan Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati, yang

merupakan putra tertua Dewawarman VI. Setelah itu kembali berkuasa seorang ratu. Dia

adalah putri sulung Dewawarman VII,

Sphatikarnawa Warmandewi, yang memerintah 340-348 Masehi. Selanjutnya tahun 348-362

Masehi bertahta Dewawarman VIII atau Prabu Darmawirya Dewawarman. Ia merupakan

cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa. Ternyata Prabu Darmawirya menjadi


raja terakhir Salakanagara yang berkuasa penuh, karena sejak 362 Masehi saat Dewawarman

IX bertahta kerajaannya telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara. (Ki Bodronoyo)

2. Sistem Kepercayaan

Sistem kepercayaan suatu masyarakat terbentuk secara alamiah. Dimana sistem

kepercayaan merupakan pedoman hidup yang diyakini oleh suatu masyarakat dalam

menjalankan kehidupan sosial keagamaannya. Masyarakat Sunda sebagai sebuah suku

bangsa di Indonesia, memiliki sistem kepercayaan awal yang unik dan masih bertahan

sampai saat ini. Sistem kepercayaan tersebut sering dikenal dengan istilah Sunda Wiwitan

yang sekarang bertahan hidup pada komunitas masyarakat adat Baduy di Kanekes. Namun

demikian, fakta historis menunjukkan bahwa masyarakat Sunda dipengaruhi oleh beberapa

kebudayaan, diantaranya; pertama, kebudayaan Hindu-Budha yang datang dari anak benua

India, kedua, Kebudayaan Islam yang datang dari jazirah Arab, ketiga, kebudayaan Jawa,

keempat, kebudayaan Barat yang datang dari benua Eropa, dan kelima, kebudayaan nasional

karena Tatar Sunda terintegrasi dan menjadi bagian Negara Republik Indonesia dan

kebudayaan global. Walaupun dipengaruhi berbagai kebudayaan luar, masyarakat Sunda

memiliki identitas tersendiri, yang melekat pada komunitas masyarakat adat Baduy,

termasuk dalam sistem kepercayaannya, yaitu Sunda Wiwitan.

3. Ritual Tradisi suku sunda

Masyarakat suku Sunda di Jawa Barat mengenal banyak sekali tradisi upacara ritual.

Kearifan lokal tersebut banyak sekali mengandung nilai - nilai dan syarat dengan norma

yang ada di dalam masyarakat suku Sunda itu sendiri.


Sebenarnya inti dari tradisi tersebut adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah

Subhanahu Wata'ala atas segala karunia dan nikmat yang telah di terima selama ini.

Berikut ini adalah lima (5) ritual upacara adat suku Sunda Jawa Barat, antara lain :

1. Pesta Nelayan Pelabuhan Ratu

Salah satu ritual upacara masyarakat suku Sunda yang perlu kita ketahui adalah pesta

nelayan pelabuhan ratu. Ritual ini adalah upacara ritual khas masyarakat yang tinggal di

Kabupaten Sukabumi terutama masyarakat yang dekat dengan pantai pelabuhan ratu.

Sebagai salah satu bentuk upacara ritual masyarakat nelayan di pantai Pelabuhan

ratu,maka pesta laut tersebut merupakan wujud dari rasa syukur atas segala rahmat dan

karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam acara pesta laut ini, wisatawan

dapat menyaksikan upacara ritual berupa tari-tarian yang mengiringi sepasang raja dan ratu

yang diarak di atas pedati sebagai simbol dari penguasa Ratu Pantai Selatan. Sedangkan

acara puncaknya snediri adalah pelepasan ribuan Tukik ( anak penyu ) ke dalam laut.

2. Upacara Hajat Sasih Kampung Naga

Upacara Hajat Sasih Kampung Naga adalah salah satu ritual upacara adat suku Sunda

yang tinggal di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Upacara tersebut merupakan ungkapan

dan wujud rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan rasulNYA Muhammad SAW.

Upacara ritual tersebut juga merupakan sebuah penghormatan kepada leluhur warga

Tasikmalaya yaitu Eyang Singaparna, yang oleh masyarakat Tasikmalaya di angga sebagai

cikal bakal berdirinya Kampung Naga yang kemudian menurunkan orang Sanaga tersebut.
Upacara ritual yang cukup besar dalam penyelenggaraannya ini dihadiri oleh warga

Sanaga. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam upacara ritual tersebut antara lain adalah

mengganti pagar bambu yang mengelilingi Bumi Ageung, mencuci benda-benda pusaka,

beberesih (yaitu mandi di Sungai Ciwulan), kemudian membersihkan makam Eyang

Singaparna, bersalaman dengan kuncen, dan di akhiri dengan acara makan bersama di Balai

Patemon.

Upacara tersebut di selenggarakan setiap dua bulan sekali, yakni pada :

1- Tanggal 26-28 Muharram

2- Tanggal 10-14 Maulud

3- Tanggal 16-18 Jumadil Awal

4- Tanggal 14-16 Uwah

5- Tanggal 1-3 Syawal

6- Tanggal 10-12 Rayagung

3. Upacara Seren Taun

Upacara ritual Seren Taun, dilaksanakan pada setiap bulan Agustus setiapp tahunnya,

yang merupakan upacara ritual peyerahan hasil bumi berupa padi yang diperoleh dalam

kurun waktu satu tahun untuk disimpan di ‘leuit’ atau lumbung padi. Tujuan dari upacara
seren taun ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur, rasa hormat, serta ungkapan terima

kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Dewi Sri atas panen yang telah diperoleh selama

kurun waktu satu tahun ini.

Pada hari pelaksanaan ritual upacara ini,kita akan melihat barisan para peserta upacara

yang berangkat secara bersama-sama dari sebuah lapangan terbuka ke depan Leuit Si Jimat.

Barisan itu antara lain ujungan atau gebotan, juru rajah, pembawa pare bapa dan pare

indung, para pemungut padi yang tercecer, pembawa rengkong, alat-alat lembur, dan iringan

kesenian tradisional yaitu toleat, dogdog lojor, jipeng, angklung gubrag, dan ujungan.

Upacara ritual ini dimulai dengan ‘ngukus’ (yaitu membakar kemenyan), kemudian

‘ngadiukeun pare’ (memasukkan padi ke dalam leuit) yang dilakukan oleh Abah dan Ema

Anom, pembantu utama Abah dan Istri, serta dua orang saksi.

Upacara Seren Taun adalah sebuah upacara ritual yang penuh dengan nilai - nilai filosofis

dan kearifan masyarakat di dalamnya.

4. Upacara Mapag Sri

Upacara ritual Mapag Sri merupakan sebuah ritual upacara lokal yang cukup unik.

Keunikan yang akan dapat kita lihat adalah bahwa upacara ini menjunjung tinggi aturan

agama Islam, tetapi merupakan akulturasi atau percampuran adat tradisi Sunda kuno masih

sangat kental terasa di setiap bagian ritualnya. Upacara Mapag Sri ini di adakan di Kampung

Leuwi Panas, Desa Sinar Jati, Kecamatan Dawuan.

Upacara ritual ini dilaksanakan pada setiap bulan Agustus dan merupakan pernyataan

wujud rasa syukur atas keberhasilan pertanian yang diperoleh selama ini. Selain itu, upacara
Mapag Sri ini juga diadakan sebagai upaya untuk memelihara hubungan serta mendekatkan

diri kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Anda akan melihat bahwa upacara Mapag Sri ini dilaksanakan dengan cara mengarak

simbol Dewi Sri mengelilingi kampung, dengan diiringi oleh berbagai macam atraksi

kesenian. Setelah itu, kemudian diadakan pergelaran Wayang Kulit Purwa dengan lakon

Sulanjana (sebuah cerita mengenai asal-usul padi). Usai pergelaran wayang kulit perwa

kemudian dilanjutkan dengan selamatan dan acara memperebutkan air yang berasal dari

tujuh mata air yang dipercaya oleh masyarakat sebagai obat untuk segala macam penyakit

dan tolak bala.

5. Bubur Syura

Bubur Syura adalah sebuah ritual upacara tahunan yang diselenggarakan setiap tanggal

10 Muharam. Upacara Bubur Syura ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan hari Asyura,

yakni hari peringatan atas wafatnya Imam Husein (cucu Rasulullah saw) dalam peristiwa di

Karbala yang juga diperingati pada tanggal dan bulan yang sama dengan upacara bubur

syura ini. Upacara Bubur Syura tersebut oleh masyarakat justru dikaitkan dengan peristiwa

Nabi Nuh as. dan ritual upacara tersebut telah berjalan sejak lama. Akan tetapi, dalam

perkembangannya kemudian juga dikaitkan dengan mitos Nyi Pohaci Sanghyang Sri.

Upacara ritual tersebut diyakini oleh masyarakat bisa mendatangkan berkat kesejahteraan

dan ketenteraman. Pelaksanaannya mempunyai aturan - aturan tertentu dan memerlukan

berbagai macam perlengkapan, antara lain tempat upacara, sesajen, benda-benda keramat,

peralatan untuk pembuatan bubur, dan kesenian.


Tempat untuk melaksanakan ritual upacara tersebut bisa di dalam rumah, di luar rumah, di

tanah lapang, atau di tepi sungai, dan sebagainya. Pemilihan tempat sangat bergantung kepada

masyarakat pelaku ritual upacara itu sendiri. Misalnya di luar rumah salah seorang warga yang

dianggap mampu untuk melakukan upacara tersebut. Pemilihan tempat tersebut juga didasari

oleh alasan - alasan tertentu, yakni karena peserta ritual upacara tersebut memerlukan banyak

orang. Selain hal itu, tungku-tungku yang akan digunakan untuk proses pembuatan bubur benar-

benar memerlukan tempat yang cukup luas dan terbuka, sehingga akan lebih leluasa apabila di

adakan di luar rumah.

Jumlah perolehan bubur yang di masak juga diumumkan kepada seluruh pendukung ritual

upacara. Kemudian bubur - bubur itu dibagikan kepada seluruh pendukung dan peserta ritual

upacara tersebut secara merata dan sisanya dibagikan kepada tetangga terdekat yang tidak bisa

hadir pada saat pembuatan bubur. Dengan selesainya proses pembagian bubur, maka selesai juga

prosesi upacara ritual bubur Syura tersebut.

4. Karakter Orang Sunda

Orang Sunda dikenal ramah, periang, optimistis, sopan, dan cenderung menjalani

keseharian yang sederhana. Bangsa Portugis juga mencatat dalam Suma Oriental, bahwa

orang Sunda memiliki sifat yang pemberani dan jujur. Sifat-sifat ini merupakan bagian dari

karakteristik masyarakat Sunda, maupun orang Indonesia secara umum.

Sejarah juga mencatat bahwa suku Sunda adalah kelompok yang pertama kali melakukan

hubungan diplomatis dengan bangsa lain secara sejajar. Pada abad ke-15 terjalin hubungan
diplomatis antara Sunda dengan bangsa Portugis yang menghasilkan Prasasti Perjanjian

Sunda-Portugal.

Perjanjian ini dilakukan oleh Raja Samian atau sebutan lainnya adalah Sang Hyang

Surawisesa. Ia adalah raja pertama dari tanah air yang melakukan perjanjian dengan bangsa

lain. Hal yang perlu digarisbawahi adalah perjanjian ini dilakukan secara sejajar, bukan

karena terpaksa.

Di masa modern, beberapa tokoh politik juga cukup banyak yang berasal dari etnis

Sunda. Mulai dari menteri hingga wakil presiden. Selain posisi penting dalam bidang

pemerintahan, orang Sunda juga banyak yang menggeluti bidang seni. Banyak musisi, aktor,

dan penyanyi terkemuka sejak dulu hingga sekarang yang berasal dari Sunda.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur

kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan

menuju keutamaan hidup dan bisa juga juga berasal dari bahasa Sansekerta yakni sund atau

suddha yang berarti bersinar, terang, atau putih

Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang

membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari
kebudayaan yang mereka miliki baik dari sistem kekerabatan, tata cara perkawinan,

pembagian waris, dan pidana,segi agama, mata pencaharian, kesenian, dan lain sebagainya.

B. Saran

Suku sunda sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia haruslah dijaga kebudayaan

yang terkandung didalamnya mengingat keragaman dan keunikan kebudayaan ini sunggulah

unik dan menarik dan merupakan salah satu warisan nenek moyang bangsa indonesia yang

wajib dilestarikan oleh para generasi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://kultivar.blogspot.com/2008/02/sistem-kekerabatan-dan-perkawinan.html

https://sakola-sukron.blogspot.com/2007/10/kekerabatan-urang-sunda.html

http://sidaus.wordpress.com/2008/05/28/pembagian-harta-warisan/

http://www.kasundaan.org/id/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=82

http://www.forumbebas.com/thread-22622.html

http://3gplus.wordpress.com/2008/04/10/kebudayaan-suku-sunda-2/

https://www.harianmerapi.com/kearifan/2020/04/19/95778/salakanagara-kerajaan-paling-awal-di-
nusantara-1-disebut-sebagai-leluhur-suku-sunda#:~:text=Konon%2C%20Salakanagara%20diyakini
%20sebagai%20leluhur,orang%20Sunda%20selama%20berabad%2Dabad

https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605952763

https://www.anekabudaya.xyz/2019/11/lima-5-ritual-upacara-adat-khas-suku.html

https://rimbakita.com/suku-sunda/#:~:text=menjadi%20Kerajaan%20Sunda.-,Karakter%20Orang
%20Sunda,sifat%20yang%20pemberani%20dan%20jujur

Anda mungkin juga menyukai