Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak lahir di dunia, manusia telah melakukan tindakan komunikasi.

Dalam kehidupan, manusia terasa hampa tanpa adanya komunikasi. Tanpa

komunikasi, interaksi antar manusia, baik antar pribadi, kelompok, ataupun

organisasi tidak mungkin dapat terjadi. Dalam berkomunikasi, manusia

selalu berinteraksi dengan orang tertentu yang berasal dari latar belakang

budaya, adat-istiadat dan kebiasaan (Riswandi, 2018)

Komunikasi merupakan sebuah proses dimana sebuah interaksi antara

komunikator dan komunikan yang melakukan pertukaran pesan didalamnya

yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung, komunikasi sendiri

bisa dikatakan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan.

Menurut (Ahmad , 2011), komunikasi dapat didefinisikan sebagai apa yang

terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku dengan begitu konsep

hubungan perilaku sadar atau tidak sadar dan sengaja atau tidak sengaja

akan muncul dikehidupan manusia saat melakukan komunikasi satu dengan

lainnya.

Komunikasi selalu berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan

manusia dan komunikasi merupakan suatu aktivitas penting yang

mendukung dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi tidak hanya dijadikan

sebagai sarana pertukaran pesan dari seorang komunikator kepada


2

komunikan, namun juga untuk saling berinteraksi dan berhubungan antara

satu dengan yang lain (Mulyana, Ilmu Komunikasi, 2015).

Secara fundamental dalam Islam komunikasi memiliki etika, kaidah

bahkan sampai pada prinsip dasar komunikasi. Komunikasi dalam

perspektif islam, terjadi pada semua kalangan, tidak memandang usia, ras,

tingkatan masyarakat, pendidikan dan lain sebagainya. Dengan demikian

dalam perspektif Islam, Allah SWT berfirman tentang keberagaman bangsa,

bahasa dan budaya yang dalam QS Al Hujuraat ayat 43 :

Terjemahnya :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal” (QS Al Hujuraat ayat 43 :).

Berdasarkan firman Allah SWT pada ayat tersebut, menegaskan

kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga

dan merasa diri lebih tinggi dari yang lain, bukan saja antar satu bangsa,

suku, warna kulit dengan selainnya, yang mengantarkan untuk menegaskan

bahwa semua manusia derajat kemanusiannya sama di sisi Allah, tidak ada

perbedaan antara satu suku dengan yang lain. Ayat tersebut pun dapat

dikaitan dengan komunikasidigital dalam menindak lanjuti keluhan


3

pelanggan, bahwa hendaknya untuk menjaga komunikasi meskipun

memiliki latar belakang yang berbeda.

Pada hakekatnya Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu pulau ini

memiliki satu bahasa resmi (nasional) yakni bahasa indonesia, terdapat lebih

dari 1300 etnik/budaya diseluruh indonesia dengan jumlah bahasa daerah

lebih dari 700 bahasa (BPS, 2017).

Program transmigrasi yang dilancarkan pemerintah Indonesia sejak

zaman kolonial Belanda, menyebabkan tersebarnya berbagai etnik budaya di

Indonesia ke daerah-daerah lain di seluruh Indonesia, sehingga tidak heran

ketika terdapat berbagai etnik pendatang yang berada di salah satu wilayah

etnik lokal yang ada. Berdasarkan hal itu, komunikasi antar budaya

merupakan hal yang tidak dapat dihindari untuk terjadi dalam kehidupan

manusia sehari-hari.

Pada umum nya orang bugis mayoritas merantau dan menjadi tujuan

utamanya adalah pulau kalimantan. Sebagaimana umumnya perantau, tujuan

utama orang bugis merantau adalah berdimensi ekonomi, yaitu untuk

memperoleh penghidupan yang lebih baik, hal yang pertama di tinjau adalah

sanak keluarga atau teman yang lebih dulu bermukim di perantauan. Hal ini

menjaga agar sesama anggotanya tidak hilang, sehingga di peroleh

kesimpulan, bahwa orang bugis di perantauan cendrung berkelompok

(Sumber : tokoh adat bugis kalimantan Haji Herman baco SE.,MM).

(Martin billa ketua suku dayak kalimantan), mengungkapkan bahwa

orang kalimantan cendrung mengedepankan nilai-nilaI luhur/nenek moyang


4

ketimbang konflik. Keselarasan hidup baik di rana sosial maupun di rana

batin berupa persaan tentram dan nyaman, merupakan kondisi kehidupan

yang diidamkan oleh setiap orang kalimantan. Ketika menghadapi masalah,

orang kalimantan cendrung menggunakan adat istiadat sebagai instrumen

penyelesaian masalah.

Dahulunya para perantau bugis mengalami beberapa kesulitan dalam

berkomunikasi dengan masyarakat lokal, adanya perbedaan bahasa yang

dimana ketika orang bugis berbicara keras dan lantang kepada suku dayak,

mereka akan menganggap orang dari suku bugis sedang marah serta tidak

bisa berbicara dengan intonasi yang pelan. Namun suku Bugis menganggap

bahwa penyampaian yang dikeluarkan adalah biasa saja karena memang

seperti itulah kebiasaannya daripada suku bugis ketika berkomunikasi

(Sumber : tokoh masyrakat Hj Daeng Masalle),

Perbedaan budaya yang pernah menjadi permasalahan bagi suku

dayak adalah ketika suku bugis melaksankan acara pernikahan yang

dilengkapi dengan hiasan yang biasa dikenal dengan kata MALLAMMING,

sehingga hal demikianlah yang menjadi permasalahan di antara dua

kelompok yang kemudian pada akhirnya suku dayak bisa menerima budaya

demikian dengan proses beradaptasi. Kedua perbedaaan kultur sehingga

terjadinya permasalah komunikasi di antara dua kelompok tersebut

(Sumber : tokoh Masyrakat Bugis Hj Beddu Kelleng).


5

Hal inilah yang menarik peneliti untuk menganalisa fenomena pola

komunikasi ke dalam penelitian yang berjudul “Proses Adaptasi budaya

suku Bugis dan suku dayak di kecamatan pulau sebatik, kabupaten

nunukan, provinsi kalimantan utara).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman adaptasi komunikasi antar budaya pada perantau bugis di

kecamatan pulau sebatik kabupaten nunukan provinsi kalimantan utara?

2. Untuk mengatahui faktor pendukung dan penghambat adaptasi antar

budaya perantau bugis di pulau sebatik kabupaten nunukan provinsi

kalimantan utara

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui adaptasi komunikasi antar budaya pada perantau bugis

di kecamatan pulau sebatik kabupaten nunukan provinsi kalimantan

utara.

2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat adaptasi

antar budaya perantau bugis di pulau sebatik kabupaten nunukan provinsi

kalimantan utara.

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dalam

kepustakaan bagi penelitian akademisi khususnya penelitian disiplin ilmu

komunikasi dan melahirkan berbagai penelitian-penelitan baru dalam

kajian komunikasi antar budaya baik secara keseluruhan maupun secara


6

dasar. Diharapkan pula penelitian ini mampu menginspirasi tentang

bagaimana mengadaptasikan budaya yang dimiliki dengan budaya orang

lain melalui berbagai toleransi, praktek bahasa, agama maupun dalam

berbagai praktek kebudayaan lainnya agar tercapainya kebersamaan antar

keduanya sehingga dapat hidup berdampingan tanpa adanya konflik antar

dua etnik yang berbeda.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk tugas proposal program

studi Ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas

muhammadiyah makassar.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan

bacaan agar pembaca lebih memahami tentang adabtasi komunikasi

antar budaya kawasan perbatasan.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan

perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan peneliti. Selain

dari pada itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini.

Maka dalam tinjauan pustaka peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian

terdahulu sebagai berikut:

Tabel Penelitian Terdahulu

Nama dan Perbedaan Penelitian


No Metode dan Hasil Penelitian
Judul Penelitian Sebelumnya
Jenis penelitian yang di
gugunakan adalah penelitian
Kehfti Al
kualitatif untuk mendapatkan
Mawakia (2017). pemahaman yang lebih baik Penelitian yang di
Komunikasi mengenai adaptasi speech lakukan pada proses
antar budaya code mahasiswa madura dalam adaptasi speech code
madura dan komunikasi antarbuday di UIN dalam komunikasi antar
yokyakarta (studi sunan kalijaga yokyakarta. budaya madura dan
etnografi Hasil penelitian ini dapat yokyakarta berfukus
1
disimpulkan, bahwa adaptasi pada asimilasi, separasi,
adaptasi speech speech code yang dialami oleh integrasi dan ibriditas
code pada mahasiswa madura dalam budaya yang di lihat
mahasiswa berinteraksi dengan dari unsur speech code
madura di lingkungan masyarakat dalam komunikasi antar
masyarakat yokyakarta cendrung budaya.
yokyakarta) menggunakan metode
asimilasi, integrasi, dan
hibriditas.
Jenis penelitian ini adalah Pada kajian peneltian
deskriptif ku5alitatif. Adapun ini yang berfokus pada
teknik pola adaptasi
Said rasul (2016) pengumpulan data dilakukan komunikasi antar
2 Proses secara trianggulasi (gabungan), budaya pada
Komunikasi analisis data bersifat masyarakat aceh dan
antar induktif, dan hasil penelitian jawa di desa batu raja,
budaya( tentangi kualitatif lebih menekankan nangan raya. . Dalam
8

makna dari pada


generalisasi.
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa mereka
sebagai warga Gampoeng Batu menanggapi persoalan
Raja komunikasi antar
yaitu suku Aceh dan Jawa budaya dengan merujuk
dapat menjalani proses pada Teori komunikasi
komunikasi antarbudaya yang oleh Laswell yaitu who
nteraksi pada
baik, seperti adaptasi yang baik (siapa), say what
masyarakat aceh
yang dilakukan oleh (mengatakan apa), in
dan jawa di desa
masyarakat yang bersuku which channel (saluran
batu raja, nagan
Jawa dan juga terjadi komunikasi), to whom
raya.
akulturasi pada mereka, selain (kepada siapa), with
itu di dalamnya mereka juga what effect (dengan
melibatkan komponem- akibat apa)
komponem proses komunikasi
antarbudaya seperti bahasa,
prilaku nonverbal, gaya
komunikasi, dan nilai/asumsi.
9

Pada penelitian ini


Metode penelitian yang
sangat berbeda dari
digunakan adalah deskriptif
penelitian sebelumnya.
kualitatif, dimana untuk
Ini didasarkan pada
mendapatkan data dan
Penelitian ini bertujuan
informasi terkait, dilakukan
untuk mengungkap
pengumpulan data melalui
gambaran tentang
studi pustaka dari buku-buku
kehidupan migran
dan tulisan-tulisan hasil
Bugis di Pulau Sebatik.
penelitian yang concern
Mengungkap peran
dengan perbatasan, khususnya
migran Bugis dalam
perbatasan Indonesia dengan
Muhammad bidang sosial
Malaysia. Teknik lain yang
keagamaan, khususnya
Hairul Saleh digunakan adalah melalui
pengembangan
wawancara dengan warga
(2015) pendidikan keagamaan
perantau Bugis yang menjadi
di Kecamatan Sebatik,
pelaku. Hasil studi ini
DINAMIKA kabupaten Nunukan.
menunjukkan bahwa Migran
Serta, untuk melihat
MASYARAKA Bugis di Pulau Sebatik
dukungan dan
merupakan perantau-perantau
T hambatan yang
yang memiliki mimpi untuk
diperlukan untuk
PERBATASAN meningkatkan taraf hidupnya.
mengoptimalkan
3. Dengan memegang teguh
pengembangan sosial
(Eksistensi prinsip “kerja keras akan
budaya. Jenis penelitian
membawa hasil yang
Perantau Bugis adalah kualitatif dengan
maksimal” serta didukung oleh
menggunakan metode
di Pulau Sebatik kemampuan untuk bertahan
pengumpulan data
dan selalu siap menghadapi
Kalimantan melalui wawancara,
tantangan menjadikan Perantau
observasi dan studi
Bugis sebagian besar
Utara: Perspektif dokumen. Hasil
menguasai sumber-sumber
penelitian menunjukkan
Cultural Studies) ekonomi dan menjadi aktor
bahwasanya adaptasi
penting bagi keberlangsungan
kumunikasi antar
hidup masyarak at dan
budaya orang bugis dan
pembangunan di Pulau
orang dayak sudah
Sebatik. Interaksi antar sesama
dilakukan sejak puluhan
perantau Bugis di Pulau
tahun lalu. Pada
Sebatik, serta interaksi dengan
umumnya mereka
perantau dari wilayah lain dan
tinggal di wilayah
masyarakat asli, merupakan
pesisir dan sekitarnya.
modal sosial yang sangat
Hubungan mereka
menentukan bagi kesuksesan
dengan warga lokal dan
perantau Bugis di Pulau
pendatang lainnya
Sebatik
cukup harmonis.
10

B. Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang terjadi di

antara orang-orang dari kultur yang berbeda, yakni antara orang-orang yang

memiliki kepercayaan, nilai dan cara berperilaku kultural yang berbeda

(Devito, 2011).

Definisi Devito tersebut diatas menjelaskan bahwa perbedaan

kepercayaan, nilai dan cara berperilaku yang berbeda merupakan faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya komunikasi antar budaya. Sejalan

dengan definisi komunikasi antar budaya yang dikemukakan oleh Devito,

Stewart dalam Mulyana mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai

komunikasi yang terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda

bahasa, norma, adat dan kebiasaan (Rakhmat, 2001).

Komunikasi Antarbudaya adalah komunikasi yang berlansung

seseorang kelompok yang berlainan budaya. Komunikasi Antarbudaya

didefinisikan sebagai situasi komunikasi antara individu-individu atau

kelompok yang memiliki asal-usul bahasa dan budaya yang berbeda (Rasul,

2016).

Komunikasi dapat diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan

atau simbol. Sedangkan budaya berasal dari kata buddhi, yang artinya budi

atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi atau

akal (Lubis L. A., 2012).

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hidup sendiri, esensi ini

mendorong manusia untuk berinteraksi dengan orang lain melalui


11

komunikasi. Pembicaraan tentang adaptasi komunikasi antar budaya yang

tidak dapat di pisahkan dari pengertian kebudayaan. Komuniksi dan

kebudayaan tidak sekedar dua kata, tetapi dua konsep yang tidak dapat

dipisahkan. Budaya dan komunikasi berintraksi secara erat dan dinamis, akan

tetapi pada gilirannya budaya yang tercipta sangat mempengaruhi cara

berkomunikasi anggota budaya bersangkutan. (Mulyana, Ilmu Komunikasi,

2015).

Budaya mempunyai dampak yang besar dalam perilaku organisasi

yang dilakukan dalam situasi dan kondisi yang berbeda. hal ini sejalan seperti

yang dilakukan oleh (Desideria , 2011), bahwa setiap intraksi antar manusia

selalu di pengaruhi oleh drajat budaya, sosial dan fisikal, dimana intraksi itu

terjadi, maka disitulah proses komunikasi berlangsung.

Tema pokok yang sangat membedakan studi komunikasi antarbudaya

dari studi komunikasi lain nya adalah drajat perbedaan latar belakang

pengalaman yang relatif besar antara komunikasi yang disebabkan oleh

perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai asumsi dasar adalah bahwa

diantara individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat

kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang

pengalaman serta keseluruhan dibandingkan dengan mereka berasal dari

kebudayaan berlainan (Andini, 2019).

Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi,

gagasan, atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budaya.

Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga
12

melalui bahasa tubuh, gaya, tampilan pribadi, ataupun bantuan hal lain

disekitarnya yang memperjelas pesan. Komunikasi dan kebudayaan tidak

sekedar dua kata, tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Budaya itu

sendiri adalah sesuatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

suatu kelompok orang dari generasi ke generasi. Dari pengertian tersebut di

atas, komunikasi antar budaya dapat diartikan sebagai komunikasi antar

pribadi di antar dua orang berbeda latar belakang budaya melalui pertukaran

pesan-pesan yang disampaikan secera verbal (lisan dan tertulis) maupun non-

verbal (ekspresi wajah, sentuhan, intonasi suara, dan lainnya) serta

menghasilkan efek tertentu.

C. Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Proses komunikasi antarbudaya tidak akan berjalan mulus karena

terdapat hambatan-hambatan di dalamnya, sehingga dapat menajdi pemicu

munculnya konfilik antarbudaya. Chaney dan martin seperti di kutip oleh

sanjaya (2013) mengungkapkan bahwa hambatan komunikasi adalah segala

sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif

karna adanya perbedaan budaya antar komunikator dan komunikan.

Menurut anugrah dan kresnowati (2008), hambatan kimunikasi

hambatan komunikasi adalah hal-hal yang menyebabkan terdistorinya pesan

yang disampaikan sehingga komunikan tidak dapat menerima pesan yang di

sampaikan oleh komunikator secara utuh.

Faktor hambatan komunikasi antar budaya adalah adanya perbedaan

keadaan budaya, kondisi sosial masyarakat sehingga melahirkan nilai yang


13

dianggap luhur dan dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan

bermasyarakat yang kemudian disebut dengan budaya, Perbedaan ini juga di

sebut sebagai hal-hal yang secara tidak langsung menjadi hambatan yang

cukup mempengaruhi komunikasi antar budaya (Asmoro, 2022).

Hambatan-hambatan dalam komunikasi antarbudaya L.M Barna

dalam (Moulita, 2018) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor

penghambat komunikasi antarbudaya diantaranya yaitu:

a) Andaian kesamaan

Kesalahpahaman dapat muncul karena kita sering berpikir bahwa ada

kesamaan di antara setiap manusia di seluruh dunia yang dapat membuat

proses berkomunikasi menjadi mudah. Padahal kenyataannya, bentuk-bentuk

adaptasi terhadap kebutuhan baik biologis maupun sosial serta nilai-nilai,

kepercayaan, dan sikap di sekeliling kita adalah sangat berbeda antara budaya

satu dengan yang lain. Oleh karena tidak adanya satu tolak ukur yang dapat

digunakan sebagai acuan untuk pemahaman tersebut, maka sebaiknya setiap

pertemuan antarbudaya kita perlakukan secara khusus dengan cara mencari

tahu perihal apa saja yang berhubung kait dengan makna-makna persepsi dan

komunikasi yang dipegang oleh kelompok budaya yang kita hadapi.

b) Perbedaan bahasa

Permasalahan dalam penggunaan bahasa adalah apabila seseorang

hanya memperhatikan satu makna saja dari satu kata atau frasa yang ada pada

bahasa baru, tanpa mempedulikan konotasi atau konteksnya.


14

c) Kesalahan interpretasi nonverbal

Orang-orang dari budaya yang berbeda mendiami realitas sensori

yang berbeda pula. Mereka melihat, mendengar, dan merasakan hanya pada

apa yang dianggap bermakna bagi mereka.

d) Stereotip dan prasangka

Stereotip merupakan penghalang dalam komunikasi sebab dapat

mempengaruhi cara pandang yang objektif terhadap suatu stimulus. Stereotip

muncul karena ia telah ditanamkan dengan kuat sebagai mitos atau kebenaran

sejati oleh kebudayaan seseorang dan terkadang merasionalkan prasangka.

e) Kecenderungan untuk menghakimi/menilai

Faktor penghalang lainnya untuk memahami orang-orang yang

berbeda budaya adalah kecenderungan untuk menghakimi, untuk menerima,

atau menolak pernyataan dan tindakan dari orang atau kelompok lain,

sebelum memahami pikiran dan perasaan yang disampaikan oleh orang itu

sesuai sudut pandangnya.

f) Kecemasan Tinggi

Seseorang dapat disebut cakap dan kompeten dalam berkomunikasi

antarbudaya apabila seseorang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada,

termasuk rasa khawatir atau cemas ketika berinteraksi dengan individu dari

budaya yang berbeda.


15

D. Budaya

Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu.

Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak

dimiliki oleh sebagian orang yang lainnya melainkan budaya dimiliki oleh

seluruh manusia dan dengan demikian seharusnya budaya menjadi salah satu

faktor pemersatu (Khoiruddin Muchtar, 2016).

Budaya merupakan suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara

formal budaya dapat didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan

ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik di proleh

sekelompok besar orang dari generasi kegenerasi melalui usaha individu dan

kelompok. (Deddy Mulyana , 2014).

Komunikasi antar budaya meliputi komunikasi yang melibatkan

peserta yang mewakili pribadi, antar pribadi, kelompok dengan tekanan

perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku

komunikasi para peserta. Menurut Lusting dan Koester Komunikasi antar

budaya adalah proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional,

kontektual yang dilakukan oleh sejumlah orang. Karena memberikan derajat

kepentingan, mereka memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda

terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk prilaku tertentu sebagai makna

yang dipertukarkan (Khoiruddin Muchtar, 2016).


16

Budaya sebagai sebuah nilai atau praktik sosial yang berlaku dan

dipertukarkan dalam hubungan antarmanusia baik secara individu maupun

anggota masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya merupakan nilai-

nilai yang datang akibat interaksi antarmanusia di suatu daerah atau Negara

tertentu. Budaya inilah yang menjadi pedoman dasar bahkan bisa menjadi rel

bagi proses komunikasi antarmanusia yang ada di dalamnya. Karena ia

muncul dalam wilayah tertentu, tentu saja budaya memilki keragaman,

perbedaan, hingga keunikan yang membedakan antara satu wilayah dengan

wilayah lainnya (Rulli , 2012).

Dengan kata lain budaya adalah dunia yang dibuat bermakna; sesuatu

yang dikonstruksikan secara social dan dijaga melalui komunikasi. Budaya

membatasi sekaligus membebaskan kita; membedakan sekaligus menyatukan

kita. Budaya mendefinisikan realitas kita sehingga membentuk hal yang kita

pikirkan, rasakan, dan lakukan (S Rosli, 2012).

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.

Herskovits dan Bronislaw Malinowski dalam bukunya (Soekanto, 2012)

mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat

ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

Budaya adalah teradisi dan gaya hidup yang di pelajari dan didapatkan

secara social oleh anggota dalam suatu masyarakat, termasuk cara berfikir,

perasaan, dan tindakan yang di peroleh dan dilakukan berulang-ulang (Baran,

2012).
17

Budaya ialah sebagai sebuah nilai atau praktik sosial yang berlaku dan

dipertukarkan dalam hubungan antarmanusia baik secara individu maupun

anggota masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya merupakan nilai-

nilai yang datang akibat interaksi antarmanusia di suatu daerah atau Negara

tertentu. Budaya inilah yang menjadi pedoman dasar bahkan bisa menjadi rel

bagi proses komunikasi antarmanusia yang ada di dalamnya. Karena ia

muncul dalam wilayah tertentu, tentu saja budaya memilki keragaman,

perbedaan, hingga keunikan yang membedakan antara satu wilayah dengan

wilayah lainnya (Nasrullah, 2012).

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa

kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia

sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sementara itu, perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan

oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-

benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan

hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan

untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

E. Adaptasi Budaya

Setiap individu yang hidup dalam lingkungan baru akan melalui masa

penyesuaian diri yang disebut dengan adaptasi. Adaptasi yang dimaksud

yakni upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan termasuk budaya yang ada

di dalamnya. Menurut Kim adaptasi budaya adalah proses jangka panjang


18

menyesuaikan diri dan akhirnya merasa nyaman dengan lingkungan baru.

Setiap orang asing di lingkungan yang baru harus menanggapi setiap

tantangan untuk mencari cara agar dapat menjalankan fungsi di lingkungan

yang baru tersebut. Maka dari itu adaptasi merupakan proses mengalami

tekanan, penyesuaian diri dan perkembangan (Lubis L. A., 2015).

Adaptasi budaya terdiri dari dua kata yang masing-masing

mempunyai arti yaitu adaptasi dan budaya. Adaptasi adalah kemampuan

mahluk hidup dalam menyesuaikan diri dan kecendrungan mahluk hidup

dengan lingkungan yang baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. (Andini,

2019).

Adaptasi juga biasa diartikan sebagai cara-cara yang di pakai oleh

perantau untuk mengatasi rintangan-rintangan yang di hadapi dan untuk

memproleh keseimbangan-keseimbangan positif dengan kondisi latar

perantau. (Usman , Urbanisasi dan adaptasi, 2016).

Adaptasi merupakan hal yang sangat perlu untuk dilakukan dalam

kehidupan antarbangsa, antarnegara, maupun antarbudaya. Seseorang

dikatakan berhasil berkomunikasi dengan orang yang memiliki budaya

berbeda sangat diperlukan suatu adaptasi yang berguna untuk keharmonisan

hidup dalam masyarakat (Said, 2016).

Istilah adaptasi diadopsi dari istilah dalam ilmu biologi, yang berarti

suatu proses ketika makluk hidup selalu menyesuaikan diri dengan alam

sekitarnya. Dalam konteks sosial, adaptasi dipahami sebagai suatu proses

ketika penyesuian diri dapat dilakukan oleh individu atau kelompok-


19

kelompok yang mula-mula saling bertentangan, dengan cara menyesuaikan

diri dengan kepentingan yang berbeda dalam situasi tertentu (Yulianti, 2019).

Ruben dan Stewart berpendapat bahwa adaptasi budaya melibatkan

persuasi, seperti halnya pendidikan yang dilakukan oleh keluarga, gereja, dan

sekolah yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, nilai, dan aturan

yang orang lain anggap perlu. Seseorang akan lebih mudah dan seutuhnya

untuk beradaptasi terhadap budaya sendiri, sehingga sering menjadi sebuah

kesulitan dan menjadi masalah untuk melakukan penyesuaian ulang terhadap

budaya lain (Probowati, 2017).

F. Proses adaptasi komunikasi antar budaya

Proses Adaptasi dalam komunikasi antarbudaya merupakan faktor

penting untuk para pendatang yang memasuki ligkungan baru dimana

memiliki budaya berbeda. Para pendatang perlu mempersiapkan diri dalam

mengadapi tantangan perbedaan bahasa, kebiasaan, perilaku yang tidak biasa

atau mungkin aneh dan keanekaragaman budaya, baik dalam gaya

komunikasi verbal maupun non-verbal untuk mencapai kesuksesan

beradaptasi dengan lingkungan barunya (Reynaldi, 2019).

Prose pembudayaan nilai-nilai sosial dapat dilakukan melaluai

internalisasi, sosialisasi, enkulturasi, difusi (Racman, 2013).

1. Internalisasi

Internalisasi merupakan proses panjang sejak seorang individu

dilahirkan sampai hampir meninggal, menunjukan tempat di mana dia belajar

menanamkan dalam keperibadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu serta


20

emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya, waktu dari hari ke hari dalam

kehidupannya, sehingga bertambahlah pengalaman seorang manusia

mengenai bermacam-macam perasaan baru.

2). Sosialisasi

Sosialisasi menunjukkan proses seorang individu dari masa anak-anak

hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala

macam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan

sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Keterjadian proses

sosialisasi yang terjadi tentu saja berbeda-beda satu sama lainnya.

3). Enkulturasi

Enkulturasi menunjukkan seorang individu mempelajari dan

menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma

dan peraturan yang hidup dalam kehidupannya. Sejak kecil proses ini sudah

mulai tertanam dalam alam pikiran warga suatu masyarakat.

4). Defusi

Defusi menunjukan bahwa kebudayaan adalah proses penyebaran

unsur kebudayaan dari satu individu ke individu lain, dan dari satu

masyarakat ke masyarakat lain. Penyebaran dari individu ke individu lain

dalam batas satu masyarakat disebut difusi intra masyarakat. Sedangkan

penyebaran dari masyarakat kemasyarakat disebut difusi inter masyarakat.

Difusi mengandung tiga proses yang dibeda-bedakan seperti proses penyajian

unsur baru kepada suatu masyarakat, penerimaan unsur baru. dan proses

integrasi.
21

G. kulturasi Budaya

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul karna ada

kebudayaan asing yang masuk dan kebudayaan itu di terima serta diolah oleh

suatu kelompok masyarakat tanpa menghilangkan ciri khas kebudayaan

masyarakat itu sendiri. Akulturasi terjadi karna adanya keterbukaan suatu

masyrakat,’’perkawinan’’ dan kebudayaan, kontak dengan budaya lain,

sistem pendidikian yang maju dan mengejarkan seseorang untuk lebih berfikir

ilmiah dan objektif, keniginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal

baru dan toleransi terhadap perubahan (Ismail Suardi Wekke, 2021).

Akulturasi merupakan pencampuran dua hal yang saling melengkapi.

Istilah dalam antropologi mempunyai beberapa makna (acculturation, atau

culture contact) ini semua menyangkut konsep mengenai proses sosial yang

timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-

unsur asing itu lambat-laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri

tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu (Misnayanti, 2016).

Secara etimologis, kata akulturasi merupakan serapan dari bahasa

ingris, yaitu dari kata acculturation yang berarti penyesuaian diri. Dalam

kamus besar bahasa indonesia, akulturasi dimaknai sebagai peroses

pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling

mempengaruhui, proses masuknya pengaruh kebudyaan asing terhadap suatu

kelompok masyarakat, sebagian menyerap secara efektif sedikit atau banyak


22

unsur kebudyaan asing, dan sebagian menolak pengaruh tersebut (Dr. Sofyan

A.P. Kau, M.Ag., 2019).

Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsurunsur

dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur

kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam

kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri

(Muhammad, 2017).

H. Etnik

Menurut Koentjaraningrat etnik adalah suatu kesatuan sosial yang

dapat dibedakan dari kesatuan yang lain berdasarkan akar dan identitas

kebudayaan, terutama bahasa dengan kata lain etnis merupakan kelompok

manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali dikuatkan

oleh kesatuan bahasa (K, 2018).

Menurut Frederich Barth mengemukakan etnik menunjuk pada suatu

kelompok tertentu yang karna kesamaan ras, agama, usul-usul bangsa,

ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada nilai sistem kebudayaan

(adrian, 2012).

1. Etnik bugis

Masyarakat Etnis Bugis atau suku Bugis adalah suku yang tergolong

kedalam sukusuku Melayu Deutero. Kata bugis berasal dari kata To Ugi,

yang artinya yaitu orang Bugis. Penamaan Ugi merujuk pada raja pertama
23

kerajaan China yang terdapat di Panamma, Kabupaten Wajo, yaitu La

Sattumpugi. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau pengikut La

Sattumpugi Masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan

pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan

nelayan. Mata pencaharian lainnya yang diminati orang bugis adalah

pedagang (Humairah, 2021).

Selain itu masyarakat bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan

menekuni bidang pendidikan. Masyarakat bugis juga banyak ditemui di

belahan nusantara bahkan berdasarkan sensus penduduk Indonesia bahwa

populasi suku bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa telah tersebar di

berbagai provinsi di indonesia.

Masyarakat Bugis dikenal piawai sebagai merantau mengarungi 12

samudera. Wilayah perantauan suku Bugis hingga ke Malaysia, Filipina,

Brunei, Thailand dan masih banyak lagi. Suku Bugis juga merantau ke

Kalimantan Selatan pada abad Ke-17 dan mendirikan pemukiman

berdasarkan izin dari Raja Banjar (Humairah, 2021).

2. Etnik Dayak

Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-

orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama

berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang

Muslim namun tetap termasuk kategori dayak walaupun beberapa di

antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam

penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak


24

berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu sungai atau

pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga

berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa melayu yang berarti asli atau

pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah

dari bahasa jawa tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak

pada tempatnya (Yekti , 2004).

Penduduk suku Tidung berasal dari bagian utara Pulau Kalimantan.

Suku ini merupakan suku asli Kalimantan, yang mana dulu perna memiliki

Kerajaan Tidung. Namun, Kerajaan Tidung punah akibat politik adu

domba dari pihak Belanda. Suku Tidung juga merupakan suku anak Negri

di Sabah. Jadi, Suku ini merupakan suku bangsa yang terdapat di

Indonesia maupun di Malaysia (Negeri Sabah).

Suku Dayak Tidung adalah salah satu suku asli Nunukan yang

menganut agama Islam dan mengakui bahwa dirinya merupakan orang

Dayak. Hal ini berbeda dengan suku-suku lainnya yang telah memeluk

islam, biasanya tidak menganggap diri mereka sebagai orang Dayak.

Namun, ternyata tak semua masyarakat Tidung menyebut diri mereka

sebagai keturunan Dayak. Ada juga yang disebut dengan Tidung Ulun

Pagun, kelompok di daerah pesisir.

Asal usul Tidung Mengutip jurnal penelitian “Orang Tidung di Pulau

Sebatik: Identitas Etnik, Budaya dan Kehidupan Keagamaan” Karya

Muhammad Yamin Sani dan Rismawati Ibon, ada 3 versi asal mula suku

Tidung.
25

Menurut penjelasan Amir Hamzah, ketiga versi itu adalah versi

masyarakat Dayak Tidung itu sendiri, versi pemerintah Hindia Belanda

dan versi pemerintah Republik Indonesia. Pertama, versi masyarakat

Tidung meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari daratan Asia

yang bermigrasi sekitar abad ke 5 – 1 SM. Saat itu, terjadi eksodus

manusia dari daratan Asia menuju pulau-pulau di sebelah Timur dan

Selatan.

Mereka menduga mendarat di pantai Timur Provinsi Kalimantan

Utara, yaitu sekitar daerah Labuk dan Kinabatangan. Lalu, mereka

menyebar ke daerah-daerah pesisir pantai dan pulau-pulau di sebelah

Timur. Seperti wilayah Tarakan, Bulungan, Nunukan dan Pulau Sebatik.

Kedua, versi Hindia Belanda yang mengatakan bahwa suku Tidung

berasal dari Dayak Kayan. Versi ini diduga dilatarbelakangi kepentingan

politik tertentu, yang mana beberapa pemukiman penduduk Tidung

lainnya diabaikan. Terakhir, versi pemerintah Republik Indonesia

menyatakan suku Tidung adalah Dayak pantai yang berasal dari daerah

pegunungan di Menjelutung. Sementara suku Tidung yang mendalami

Pulau Sebatik sebagian besar dari Nunukan, disebut sebagai Ulun Pagun

atau orang kampung. Bahkan permukimannya pernah berpibdah-pindah

dari satu pinggiran sungai ke pinggiran sungai lainnya.

Saat ini, orang-orang dayak tersebar di sepanjang wilayah timur laut

pulau Kalimantan dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Di antaranya yaitu di

Kabupaten Nunukan Kecamatan Sebatik.


26

Orang dayak memili bahasa daerah yang mirip dengan Melayu,

karena wilayahnya yang dekat dari Malaysia. Kelompok bahasa Tidung

terdiri dari bahasa Tidung, Bulungan, Kelabakan, Murut Sembakung, dan

Murut Serundung. (Muharrorah, 2021).

I. Kerangka Pikir

Peneliti akan menganalisa proses adaptasi budaya etnik bugis

pendatang dengan masyarakat lokal melalui pendekatan deskriptif dengan

melihat latar belakang kedatangan etnik bugis di wilayah kalimantan.

Melihat tahap komunikasi yang dilakukan etnik bugis pendatang

dengan masyarakat lokal sesuai dengan simbol-simbol yang diperaktekkan

masing-masing menggunakan teori interaksi simbolik serta menggunakan

teori identitas etnik untuk melihat perubahan yang terjadi selama proses

komunikasi dan adaptasi. selanjutnya menetapkan berbagai faktor pendukung

maupun penghambat dalam proses komunikasi dan adaptasi budaya yang

pada akhirnya mencapai puncak pembaharuan budaya dari kedua etnik yang

saling berinteraksi dan beradaptasi.

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di dedikasikan sebagai

masalah penting. (Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D, 2009).
27

Komunikasi Antar Budaya

Adaptasi komunikasi Etnik Bugis dan Etnik Dayak

Proses adaptasi komunikasi antar budaya


- Proses Internalisasi
- Proses Sosialisasi Faktor Penghambat dan
- Proses Enkulturasi pendukung
- Difusi

Adabtasi Komunikasi Antar Budaya

J. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfocus pada sebagaimana proses adaptasi komuniaksi

masyarakat pendatang kepada masyarakat lokal serta mengetahui hambatan

yang di peroleh suku bugis kepada suku dayak setempat.

K. Deskripsi Fokus

Berdasarkan dengan uraian sebelumnya mengenai pada fokus

penelitian ini, maka deskripsi fokus penelitian merupakan uraian lebih lanjut

tentang penjabaran indikator dalam kerangka pikir, yaitu :

1). Adaptasi komunikasi antar budaya

Adaptasi Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang

terjadi pada masyrakat di mana pada kondisi tersebut menunjukan adanya

perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat dan kebiasaan sehari-hari.


28

2). Internalisasi

Proses internalisasi adalah dimana masyarakat pendatang baru dalam

kesehariannya mulai menyesuaikan cara berkomunikasi terhadap

masyarakat lokal. Dalam hal ini para pendatang baru mempelajari bahasa

dan dialek masyarakat setempat untuk berkomunikasi dengan baik. Hal ini

dilakukan untuk mendekatkan diri dengan masyarakat lokal tersebut.

3). Sosialisasi

Sosialisasi adalah suatu proses mempelajari norma, nilai, dan

beberapa persyartan lainnya yang diperlukan agar seorang individu dapat

terlibat di dalam kehidupan masyarakat. Selain belajar untuk mengenali

lingkungan berpartisipasi didalamnya, dalam hal proses sosialisasi ini

seseorang juga di tuntun untuk mampu menghayati kebudayaannya terkait

dengan norma-norma, nilai-nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat

setempat.

4).Enkulturasi

Enkulturasi adalah proses pembudayaan yang dilakukan oleh

masyarakat pendatang baru terhadap masyarakat lokal, Sehingga terjalinnya

hubungan emosional yang baik dan komunikasi yang akrab antara

masyarakat pendatang baru dan masyarakat setempat.

5).Difusi
29

Defusi adalah proses penyebaran unsur kebudayaan yang dilakukan

oleh masyarakat pendatang dan memperkenalkan kuliner asal daerah kepada

masyarakat lokal. Dalam konteks ini, komunikasi merupakan alat atau

media yang digunakan oleh masyarakat pendatang baru dalam

memperkenalkan kuliner daerah asal kepada masyarakat lokal. Dengan

adanya komunikasi yang baik yang terjalin antara masyarakat pendatang

baru dengan masyarakat lokal, para pendatang baru ingin memperkenalkan

identitas budaya asal mereka kepada msyarakat lokal.

6). Faktor pendukung

Faktor pendukung merupakan hal-hal yang ditemui serta menjadi

penunjang keberhasilan dalam prose adaptasi komunikasi antar budaya yang

di lakukan oleh masyarakat pendatang di kecamatan sebatik, kabupaten

nunukan, provinsi kalimantan utara.

7). Faktor Penghambat

Faktor penghambat merupakan hal-hal yang ditemui serta menjadi

kendala dalam keberhasilan Proses adaptasi komunikasi antar budaya yang

dilakukan oleh masyarakat pendatang di kecamatan sebatik, kabupaten

nunukan, provinsi kalimantan utara.


30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah melalui tahap seminar proposal

penelitian dan berlokasi di kecamatan sebatik, kabupaten nunukan,

provinsi kalimantan utara dengan tujuan untuk mengkaji dan menganalisa

tentang proses adaptasi komunikasi antar budaya.

B. Jenis Penelitian Kualitatif

1. Jenis penelitian

Berkaitan dengan judul penelitian terkait dengan adaptasi

komunikasi antar budaya pada perantau bugis, untuk memberikan

gambaran lebih jauh terkait dengan hal tersebut secara objektif, maka pada

penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yang menggambarkan

realita secara empirik di balik fenomena yang terjadi (Sugiyono, Metode

Penelitian dan Pengembangan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

R&D., 2015)

2. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan

deskriptif dengan didukung data kualitatif sebagaimana peneliti berusaha

untuk mengungkapakan suatu fakta atau realita terkait dengan


31

permasalahan yang terjadi pada fokus dan lokus kajian penelitian yang

keberadaanya tentunya berada pada wilayah penelitian.

C. Informan Penelitian

Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan secara non

probabilitas dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dimana teknik

pengambilan informan penelitian ini mencakup orang-orang yang diseleksi

atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan dan

kebutuhan peneliti . (Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan

Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D., 2015) Berikut ini tabel rencana

informan penelitian yang akan digunakan:

Tabel Informan Penelitian

No Informan penelitian Jumlah

1 Tokoh masyarakat 2

2 Masyarakat 2

3 Tokoh pemuda 2

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan

wawancara, observasi, dan dokumentasi (Yusuf, 2014)

1. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi

penelitian, yang dianggap perlu dengan cara mengamati, mencatat,


32

menganalisa secara sistematis terhadap gejala atau objek yang akan diteliti.

Observasi yang dilakukan yaitu observasi partisipatif yang berarti penelti

melakukan dan mengamati secara langsung proses komunikasi

berlangsung.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan

untuk mengumpulkan data penelitian secara sederhana. Sehingga bisa

dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu peristiwa atau proses

di mana seorang pewawancara berinteraksi dengan sumber informasi atau

yang di wawancarai melalui komunikasi langsung. Dapat juga dikatakan

bahwa wawancara merupakan dialog tatap muka (face to face) antara

pewawancara dengan sumber informasi, dan pewawancara secara langsung

menanyakan objek yang telah di rancang sebelumnya untuk di pelajari.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan tentang sesuatu yang telah berlalu atau

pekerjaan seseorang. Dokumen. Tentang peristiwa manusia atau populasi

peristiwa yang sesuai dalam konteks sosial yang lebih relevan dengan

prioritas. Penelitian merupakan sumber informasi yang sangat berguna

dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi dapat berupa teks tertulis, gambar

atau foto. Dokumentasi tertulis dapat berupa riwayat hidup, biografi, karya

tulis dan cerita. Selain itu, ada sumber budaya atau karya seni yang

menjadi sebagai sumber informasi untuk penelitian kualitatifz.

E. Teknik Analisis Data


33

Model analisis data yang digunakan adalah model analisis intraktif

Milesn dan Huberman (Sugiyono, 2015) yang terdiri dari pengumpulan data,

reduksi data, dan kesimpulan. Langka-langkah yang di lakukan dalam teknik

analisis data terdapat 4 proses yang saling berinteraksi.

a. Pengumpulan data

Dalam kegiatan ini penulis mengumpulkan semua catatan, foto-

foto kegiatan, rekaman wawancara, dokumen dokumen tertulis dari hasil

observasi dan wawancara, kemudian memilih berdasarkan pertanyaan dan

menyusunnya dalam urutan kronologis kegiatan pengumpulan data.

b. Data Reduction (Reduksi Data)

Dalam kegiatan ini, penulis mereduksi data dari beberapa data

dalam kegiatan ini, penulis mereduksi yang masih bersifat verpasif dan

kompleks, memeilih mana yang merupakan pokok-pokok utama atau

relevan, dan menfocuskan pada hal-hal penting dalam tema atau polanya

yang layak di tampilkan.

Ini adalah proses seleksi yang berfocus pada penyederhanaan dan

abstraksi data menta yang muncul dari catatan tertulis dilapangan.peneliti

mencari data yang relevan dengan konteks melalui kontak langsung

dengan informan,peristiwa, dan situasi di lokasi penelitian.

c. Data display (Penyajian Data)


34

Kegiatan yang dilakukan adalah merakit atau menyusun,

mengorganisasikan data menjadi informasi baru yang secara keseluruhan

dapat di jadikan sebagai kesimpulan atau nahan untuk tindakan selanjnya.

d. Conclusion Drawing/Verification

Penarikan kesimpulan dan validasi merupakan kegiatan utama

analisis data, yaitu menggunakan proses induktif yang tidak mengabaikan

prinsip-prinsip validasi, termasuk kemampuan untuk mengkonfirmasi,

membenarkan, mengukur,dan keteguhan. 

F. Teknik Pengabsahan Data

Keabsahan data akan menjadi titik awal untuk hasil tertulis yang

akurat dan terpercaya. Untuk mendapatkan tingkat keabsahan data,peneliti

menggunakan triangulasi yaitu perbandingan antara satu sumber dengan

sumberdata lainya. Menurut (Moleong, 2007) triangulasi adalah suatu teknik

ubntuk memeriksa keabsahan data,dengan menggunakan sesuatu yang lain. di

luar datas itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap

data tersebut. Menurut Moleong, triangulasi yang di pakai pada penelitian

adalah inspeksi pemeriksaan melalui sumber data.

Triangulasi sumber data berarti membandingkan atau memeriksa

tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

berbeda. Hal ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut (Moleong, 2007):

a. Membandingkan data output pengamatan menggunakan hasil wawancara.


35

b. Membandingkan keadaan dan perspektif menurut seseorang dengan

menggunakan berbagai pendapat orang lain.

c. Membandingkan output wawancara menggunakan isi dokumen yang

berkaitan.

DAFTAR PUSTAKA

adrian, F. (2012). Identitas Etnis Dalam Pemilihan Kepala Daerah. Skripsi, 19.

Ahmad , S. (2011). Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Pt Bumi Aksara.

Alo, L. (2011). Komunikasi Antar Budaya . Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Andini, b. (2019). Pola Komunikasi Mahasiswa Malaysia Dalam Proses Adaptasi


Budaya Di palembang (studi pada mahasiswa komunikasi penyiaran islam
di uin raden fatah palembang). Palembang: Skripsi.

Anwar, R. (2018). Hambatan Komunikasi Antarbudaya di kalangan Pelajar.


Jurnal, 145.
36

Anwar, R. (2018). Hambatan Komunikasi Antarbudaya Di kalangan Pelajar Asli


Papua Dengan Siswa Pendatang di kota Jayapura. Jurnal, 140.

Asmoro, L. P. (2022). Hambatan Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa. Skripsi,


14.

Azalia, A. (2016). Hambatan Dan Faktor Pendorong Berhasilnya Preoses


Adaptasi Keluarga Tionghoa Hokkian Disurakarta. Jurnal, 6.

Banunaek, A. M. (2021). Pengalaman Komunikasi Kelompok. Jurnal Jurusan


Ilmu Komunikasi, 10.

Baran, S. J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya.


Jakarta: Erlangga.

BPS. (2017, maret 8). https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id127.

Deddy Mulyana , J. (2014). Komunikasi Antar Budaya panduan berkomunikasi


dengan orang-orang Berbeda Budaya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Desideria , D. (2011). Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Universitas Terbuka.

Devito, J. A. (2011). Komunikasi antar manusia. Tangerang : Kharisma


Publishing Group.

Dr. Sofyan A.P. Kau, M.Ag., D. (2019). Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal .
Malang: PT. Cita Intrans Selaras.

Effendy. (2017). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek Komunikasi Dalam


Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

fikri, A. w. (2019). Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Asing. Skripsi, 13-16.

Humairah, W. (2021). Pola Adaptasi Sosial Etnis Bugis Dengan Etnis Berau.
Skripsi, 12.

Ismail Suardi Wekke, d. (2021). Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal Dalam
Perkawinan Masyarakat Sulawesi Utara Dan Gorontalo. Yogyakarta:
Samudra Biru (Anggota IKAPI).

Istiyanto, S. B. (2018). Etnografi Komunikasi Komunitas Sunda Paurangan.


Yogyakarta: Cv. pustaka ilmu grop .

K, I. D. (2018). Intraksi Sosal Etnis Lokal Dan Etnis Tionghoa Dalam Pencegahan
Konflik Di Kota Makassar. Skripsi, 33.
37

Karisna. (2019). Komponen Filsafat Dalam Ilmu Komunikasi. Indonesian Journal


Of Islamic Communication, 1(2).

karyaningsih, k. (2018). Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Khoiruddin Muchtar, I. A. (2016). Komunikasi Antar Budaya Dalam Perspektif


Antorpologi. Skripsi, 177.

Koentjaraningrat. (1993). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.


Yokyakarta: LkiS.

Koentjaraningrat. (2007). Manusia Dan Kebudyaan Di Indonesia. Jakarta :


Djambatan.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi: Di Sertai Contoh Praktis


Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran . Jakarta: Kencana.

Lubis, L. A. (2012). Pemahaman Praktis Komunikasi Antarbudaya. Medan: USU


Press.

Lubis, L. A. (2015). Gaya Berkomunikasi dan Adaptasi Budaya Mahasiswa Batak


di Yogyakarta. Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Vol. 2 No. 5.

Misnayanti. (2016). Akulturasi Budaya Lokal dan Budaya Islam Dalam Adat
Pernikahan Masyarakat Desa Keladi Kecamatan Suli Barat Kabupaten
Luwu. Skripsi, 10.

Moleong, L. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Moulita. (2018). Hambatan Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa.


Jurnal Interaksi, Vol. 2 No. 1.

Muhammad, H. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. Skripsi, 3.

Muharrorah, F. (2021, Mei 06). Asal Usul dan Kebudayaan Suku Tidung dari
Kalimantan Utara. Retrieved from Detikedu.com:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5559299/asal-usul-dan-
kebudayaan-suku-tidung-dari-kalimantan-utara.

Mulyana. (2015). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana. (2015). Ilmu Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


38

Mulyana, J. R. (2009). Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi


Dengan Orang orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasrullah, R. (2012). Komunikasi Antar Budaya di Era Budaya Siber. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Ningsih, M. C. (2017). Pola Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa Papua


Dengan Mahasiswa Yogyakarta di Kampus ugm Yogyakarta (Studi
Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Antar Budaya
Mahasiswa Papua Dengan Mahasiswa Yogyakarta Periode Desember
2016 – Februari 2017). Yokyakarta: Skripsi.

Ningsih, M. C. (2017). PolaKomunikasi Antar Budaya Mahasiswa Papua Dengan


Mahasiswa Yogyakarta di Kampus UGM Yogyakarta (Studi Deskriptif
Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa Papua
Dengan Mahasiswa Yogyakarta. Yogyakarta: Skripsi.

Ningsih, M. C. (2017). Skiripsi. Yokyakarta: Pola Komunikasi Antar Budaya


Mahasiswa Papua Dengan Mahasiswa Yokyakarta di Kampus UGM
Yokyakarta (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Antar
Budaya Mahasiswa Papua Dengan Mahasiswa Yogyakarta.

Ningsih, M. C. (2017). Skripsi. Yogyakarta: Pola Komunikasi Antar


BudayaMahasiswa Papua Dengan Mahasiswa Yogyakarta di Kampus
UGM Yogyakarta (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi
Antar Budaya Mahasiswa Papua Dengan Mahasiswa Yogyakarta Periode
Desember 2016 – Februari 2017).

Probowati, T. (2017). Proses Adaptasi Budaya Tokoh Utama Sabine Dalam.


Skripsi, 14.

Racman, M. (2013). Pengembangan pendidikan karakter Berwawasan Konservasi


Nilai-Nilai Sosial. Jurnal, 14-15.

Rakhmat, J. (2001). Komunikasi Antarbudaya (Panduan Berkomunikasi Dengan


Orang-Orang Berbeda Budaya). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rasul, S. (2016). Proses Komunikasi Antar Budaya. Skripsi, 14.

Reynaldi, D. (2019). Proses Adaptasi Dalam Komunikasi Antar Budaya. Jurnal,


2.

Rismawan, R. (2018). Pola Komunikasi Antarbudaya Santri Putra Pondok


Pesantren. Skripsi, 15.
39

Rismawan, R. (2018). POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA SANTRI


PUTRA PONDOK PESANTREN. Skripsi, 15.

Rismawan, R. (2018). Pola KomunikasiI Antarbudaya Santri Putra Pondok


Pesantren. Skripsi, 17.

Riswandi. (2018). Pola Komunikasi Masyarakat EtnikBugis Dengan Etnik Konjo


Di Desa Era Baru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai. Skripsi, 01.

Rogers, K. (1998). Fungsi Komunikasi Organisasi. Medan: Lembaga Penelitian


dan Penulisan Ilmiah Aqli 2008.

Rulli , N. (2012). Komunikasi Antar Budaya Di Era Budaya Siber. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

S Rosli, M. (2012). Pengantar Komunikasi Massa dan Budaya . Jakarta:


Erlangga.

Said, R. (2016). Proses Komunikasi Antar Budaya . Skripsi, 11.

Soekanto, S. (2012). Soaiologi Suatu Pengantar . Jakarta: Rajawali.

Suekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan Pendekatan Kualitatif,


Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tabe, T. (2020). Adaptasi Komunikasi Antarbudya Mahasiswa Darmahasiswa di


Universitas Negri Medan. Skripsi, 2.

Tubbs, S. S. (2008). Human Communication . Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Usman , P. (2016). Urbanisasi dan adaptasi. Jakarta: 83.

Usman, P. (2016). Urbanisasi dan adaptasi. Jakarta : LP3ES.

Yekti , M. (2004). Identitas Dayak. Yokyakarta: Lkis Yokyakarta.

Yulianti, R. (2019). Proses Adaptasi dan Intraksi Mahasiswa Malaysia Dengan


Mahasiswa Lokal. Skripsi, 15.

Yusuf. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian


Gabungan . Jakarta: Prenadamedia Group .
40

Anda mungkin juga menyukai