Anda di halaman 1dari 15

13

Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan

Lusiana Andriani Lubis


Program Studi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara
Jln. DR.Sofyan No.1 Kampus Universitas Sumatera Utara Medan
HP. 08126469794, e-mail : lus1ana_andr1an1@yahoo.com

Abstract

Purpose of intercultural communication research to determine the influence worldviews


and indigenous ethnic Chinese in the city of Medan. Three elements of world view that includes
the study of religion or beliefs, values and behavior, which is part of the theory of cultural
perception by Larry A Samovar, Richard E.Porter dan Edwin R. McDaniel. This study uses a
qualitative phenomenological approach which aims to look at various situations or social reali-
ties that apply to ethnic Chinese and indigenous in the city of Medan. Research using depth
interviews with a number of ethnic Chinese and indigenous informants. In addition, the obser-
vation and analysis of literature related to this research. Analysis of the data is written in a
narrative inductive. An important result showed that religion/belief is one that is right and not
be forced. However, through the marriage of the ethnic Chinese and indigenous religious con-
version to Islam and Christianity that religions outlook changed. In addition, intercultural com-
munication can change the perspective of the cultural values of ethnic Chinese and Natives in
the city of Medan. There by encouraging individual behavior becomes positive and its worldview.

Abstrak

Tujuan penelitian untuk mengetahui komunikasi antarbudaya mempengaruhi pandangan dunia


etnis Tionghoa dan pribumi di kota Medan. Tiga elemen pandangan dunia yang diteliti meliputi agama
atau kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku, yang merupakan bagian dari teori persepsi budaya menurut
Larry A.Samovar, Richard E.Porter dan Edwin R.McDaniel. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
melalui pendekatan fenomenologi yang bertujuan melihat berbagai situasi atau realitas sosial yang
berlaku terhadap etnis Tionghoa dan pribumi di kota Medan. Penelitian menggunakan wawancara
mendalam terhadap sejumlah informan etnis Tionghoa dan pribumi. Selain itu, pemerhatian dan analisis
kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian ini. Analisis data ditulis dalam bentuk naratif induktif.
Hasil penting penelitian menunjukkan bahwa agama atau kepercayaan merupakan satu yang hak dan
tidak dapat dipaksa. Namun melalui perkawinan antara etnis Tionghoa dan pribumi maka terjadinya
perpindahan agama kepada Islam dan Kristen sehingga pandangan keagamaanpun berubah. Selain itu,
komunikasi antarbudaya dapat mengubah cara pandang terhadap nilai-nilai budaya Tionghoa dan Pribumi
di kota Medan. Dengan demikian mendorong perilaku individu menjadi positif dan sekaligus pandangan
dunianya.

Kata kunci : komunikasi antarbudaya, pandangan dunia


14 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

Pendahuluan agama, nilai-nilai budaya dan perilaku), keduanya


sistem simbol (verbal dan tidak verbal) dan ketiga-
Persepsi budaya merupakan cara pandang nya organisasi sosial (keluarga dan institusi).
yang boleh saja sama dan juga berbeda pada diri Untuk memahami dunia, nilai-nilai dan
seseorang dalam memandang yang lain (kelompok prilaku orang lain kita harus memahami kerangka
sendiri, apalagi kelompok lainnya). Persoalan yang persepsinya. Dalam berkomunikasi antarbudaya
sering muncul berdasarkan kajian-kajian terdahulu yang ideal kita berharap banyak persamaan dalam
adalah pada pandangan yang berbeda dalam pengalaman dan persepsi budaya. Tetapi karakter
memandang kelompok atau etnis lainnya, sehingga budaya berkecenderungan memperkenalkan kita
berkecenderungan menimbulkan kesulitan ber- kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama
komunikasi antarbudaya dan dapat mempengaruhi atau berbeda. Oleh sebab itu ia membawa persepsi
interaksi di antara berbagai etnis. budaya yang berbeda-beda pada dunia di luar
Dalam buku yang berjudul “Communica- budaya sendiri.
tion Between Culture”, Samovar, Porter dan Mc Dari tulisan tersebut, komunikasi antara
Daniel (2007: 16-17) menggambarkan peristiwa manusia terikat oleh budaya, sebagaimana budaya
komunikasi antarbudaya dengan pandangan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya se-
berbeda dari orang-orang berbagai budaya. Me- hingga praktek dan perilaku komunikasi individu-
reka memberikan gambaran sebagai berikut; individu yang dibangun dalam budaya juga akan
“Mengapa masyarakat di Filipina dan Tiong- berbeda. Dapat dikatakan bahwa melalui penga-
hoa meletakkan anjing di dalam oven tetapi ruh budayalah manusia belajar berkomunikasi dan
orang-orang di Amerika Syarikat meletakkan memandang dunia mereka melalui kategori-kate-
mereka di atas bangku dan tempat tidur? Me- gori, konsep-konsep dan simbol-simbol. Selain itu,
ngapa masyarakat di Paris makan makanan terkesan bahwa masing-masing orang dari budaya
laut tetapi masyarakat di Santiago meracuni yang berbeda mempunyai pandangan yang tidak
makanan laut? Mengapa masyarakat di Iran sama dalam memposisikan satu objek ataupun
duduk di lantai dan berdoa lima kali sehari, keadaan, begitu pula sebaliknya.
tetapi masyarakat di Las Vegas berdiri sem- Bahkan Liliweri (2003: 256) mengatakan
alaman di depan mesin judi? Mengapa sete- bahwa komunikasi antarbudaya akan berkesan
ngah orang berbahasa Tagalog, sedangkan apabila setiap orang yang terlibat dalam proses
yang lainnya berbahasa Inggris? Mengapa komunikasi mampu meletakkan dan memfungsi-
sesetengah orang mengecat dan menghias se- kan komunikasi di dalam suatu konteks kebuda-
luruh bahagian tubuhnya, tetapi yang sebaha- yaan tertentu. Selain itu, komunikasi antarbudaya
gian lainnya menghabiskan ratusan ribu dolar sangat ditentukan oleh sejauhmana manusia mam-
untuk mengecat dan menghiasi wajah mereka? pu mengecilkan salah faham yang dilakukan oleh
Mengapa sesetengah orang berbicara dengan komunikator dan komunikan antarbudaya.
Tuhan, tetapi yang lainnya berharap Tuhan Sebagaimana beberapa kajian dari berba-
yang berbicara dengan mereka? Jawaban gai peneliti yang memberi perhatian kepada komu-
umum pada semua pertanyaaan tersebut ada- nikasi antarbudaya dan pandangan budaya coba
lah sama yaitu kebudayaanmu memberi ja- penulis rekamkan di bawah ini sebagai penguat
waban atas pertanyaan itu. Tidak terhitung dasar pemikiran dalam menjalankan penelitian.
pertanyaan lainnya tentang seperti apa dunia Antara lain:
dan bagaimana kamu hidup dan berkomunikasi Penelitian Latifah Pawanteh (2000:55-62)
dengan dunia itu” . berjudul “Away from Home and Still At Home:
Seterusnya Samovar, et al. (2006: 12-14) The Intercultural Adaptation of International
dalam teorinya mengatakan bahwa ada tiga elemen Student in Malaysia”, menegaskan bahwa;
utama yang membentuk persepsi budaya dan ber- “Pengalaman beberapa kelompok pelajar
pengaruh besar atau langsung terhadap individu antara bangsa yaitu pelajar yang berasal dari
peserta komunikasi antarbudaya. Yang pertamanya Jepang, Indonesia, Sudan dan Jordania yang
adalah pandangan dunia (sistem kepercayaan atau belajar di Malaysia dalam menelaha bentuk-
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 15

bentuk penyesuaian antara budaya yang dapat “Kita cenderung memberi simbol orang lain
mereka lakukan sepanjang berada di Malay- walaupun baru pada pertemuan awal.
sia mempunyai pengalaman budaya yang tidak Membuat simbol pada diri orang lain sangat
sama. Didapati bahwa lebih banyak persa- mempengaruhi dan menguasai diri kita dalam
maan antara budaya tuan rumah dengan buda- berhadapan dengan orang tersebut. Membuat
ya asli, lebih besar perasaan penerimaan, sikap simbol dapat menyesatkan dan berbahaya jika
positif dan hubungan yang erat. Misalnya saja kita melakukan perkiraan yang dangkal dan
dengan pelajar asal Indonesia terdapat persa- terlalu mudah mengenai orang yang tidak
maan antara Malaysia dan Indonesia dari segi begitu kita kenal baik. Hal inilah yang menjadi
bahasa, agama dan cara hidup. Pada pelajar satu alasan mengapa begitu banyak hubungan
asal Jordania, bahasa merupakan masalah dengan orang luar tidak begitu terjadi dengan
meskipun mereka dapat berkomunikasi dalam akrab (Yohanna, 2008:38)”.
bahasa Inggris. Pelajar asal Sudan yang bera- Juga penelitian yang dilakukanArifah Armi
gama Islam telah memberi simbol rakyat Ma- Lubis (2010:222) dengan judul “Identitas Etnis
laysia sebagai tidak ramah dalam bergaul dan Komunikasi Antarbudaya: Studi Kasus
dengan orang asing dan berlaku kurang berim- Peran Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya
bang’ terhadap orang-orang Afrika. Lain hal pada Mahasiswa Asal Malaysia di Fakultas
dengan pelajar Jepang yang menyatakan bah- Kedokteran USU”, menemukan bahwa;
wa tidak sulit dalam menyesuaikan diri di “Identitas etnis yang muncul pada kebanyakan
Malaysia terutamanya dengan etnis Cina yang informan adalah perasaan in-group, stereotip,
lebih terbuka berbanding etnis Melayu dan sikap etnosentrisme, pengetahuan tentang
India yang lebih berpikiran konservatif”. budaya etnis, rasa kepemilikan serta evaluasi
Suraya (2003:132-133) juga menemu- positif pada kelompok etnis. Para informan
kan bahwa; berupaya mempertahankan identitas etnis
“Setiap orang yang berkomunikasi dalam dengan menjaga nilai Melayu yang difahami.
konteks antara budaya setidaknya bersikap Di segi lain, mencoba untuk mengadakan
terbuka terhadap perbedaan nilai, keper- peleburan dengan mahasiswa pribumi dengan
cayaan dan sikap”. Menempatkan diri pada berusaha agar dapat berbahasa Indonesia.
posisi lawan bicara yang berasal dari budaya Kesadaran identitas etnis akan tinggi pada
yang berbeda, bersikap spontan dan deskrip- masa etnosentrisme, prasangka dan streotip
tif, mengkomunikasikan secara positif, meng- muncul, pada masa menemukan adanya per-
anggap berkomunikasi setara, tetap percaya bedaan nilai dan pola perilaku budaya yang
diri dan tenang dalam setiap situasi, serta sangat jauh”.
menghindari sikap etnosentrisme dan streotip Untuk kasus Medan dengan masyara-
yang berlebihan. katnya yang heterogen dari berbagai etnis dengan
Seterusnya Yohanna (2008:37-38), bah- pengalaman budaya yang melatarbelakanginya
wa; membuat dinamika komunikasi antarbudaya begitu
“Perbedaan antara dua atau lebih orientasi indah yang acapkali dapat mendatangkan kesa-
budaya sering menimbulkan konflik budaya. lahfahaman, ketidakpastian bahkan konflik dise-
Hal ini disebabkan setiap individu tidak babkan masing–masing pihak tidak mencoba
mengetahui sejauhmana bentuk, jenis, tingkat untuk saling memahami. Semisalnya tragedi Mei
harapan terhadap suatu nilai tertentu sehingga 1998 antara etnis Tionghoa dan Pribumi di beragai
komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa tempat menjadi satu pelajaran penting yang harus
dengan individu lainnya tidak dapat harmonis. difahami (Tan, 2004).
Prasangka dan sterotip sangat mempengaruhi Selain itu, yang menarik perhatian penulis
setiap kegiatan interaksi sehari-hari”. dari penelitian Subanindyo (2006:26) yang ber-
Sama halnya oleh Tarrant, Feinberg dan judul “Konflik Etnik di Indonesia: Penelitian
Tanafsky (1994:204-205); Kasus di Kota Medan” mendapati;
16 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

“Tidak terdapat dominasi etnis dan budaya Ramai, pasar Sambas, pasar Sunggal. Begitu pula
tertentu dan fenomena berbagai budaya di dalam pemilihan sekolah anak, seperti Sekolah
Medan Sumatera Utara merupakan suatu hal Nahyang, sekolah Sutomo , sekolah Budhiss dan
yang unik. Budaya asli seperti Melayu dan lain-lain (observasi, Januari 2007). Bahkan ada
Batak Karo berkecenderungan menghilang. satu kawasan hampir 100 persen dihuni oleh etnis
Komunitas etnis Tionghoa dan atau ketu- Tionghoa yaitu di kelurahan Sukaramai II Keca-
runannya sebenarnya terbentuk kemudian. matan Medan Area (wawancara dengan Kepala
Meskipun masyarakat etnis Tionghoa tidak Kelurahan, Januari 2007). Pusat kota dan jalan-
juga dominan, tetapi mereka mampu mem- jalan utama hampir keseluruhan dikuasai etnis
bentuk budaya yang signifikan pe-ngaruhnya Tionghoa sebagai pusat perdagangan dan jasa.
bagi masyarakat kota Medan. Interaksi antara Apalagi setelah melihat data Balai Pusat Statistik
etnis Tionghoa dengan pribumi masih sukar (BPS-2010), Sumatera Utara menunjukkan
berlangsung hingga kini di Medan. Ciri-ciri bahwa populasi masyarakat kota Medan yang
nyata ialah adanya kecenderungan yang kuat berjumlah 2.770.395 orang yang terdiri laki-laki
daripada setiap etnis untuk mempertahankan sebanyak 1.399.940 orang dan perempuan
identitasnya seperti dalam penggunaan bahasa 1.370.455 orang atau 641.707 Kepala Keluarga,
daerah apabila berjumpa dengan kelompok berasal dari 21 kecamatan dengan keluasan dae-
etnisnya, merasa etnisnya lebih baik berban- rah 265,10 km dan jumlah kepadatan penduduk
ding etnis lain. Masing-masing etnis berkecen- 7.860 orang per kilometer Masyarakat etnis Ti-
derungan memandang norma dan nilai-nilai onghoa menduduki posisi ketiga terbesar dengan
kelompok budayanya (organisasi sosialnya) jumlah penduduk 202.839 orang (25 persen dari
sebagai sesuatu yang mutlak dan dapat digu- jumlah populasi). Populasi berjumlah dengan lu-
nakan sebagai acuan untuk mengukur dan as daerah 265,10 kilometer dan kepadatan pen-
bertindak terhadap kelompok kebudayaan duduk kisaran 7.860 orang per kilometer (Sum-
lain. ber:Data Kependudukan Kota Medan, Desember
Juga penelitian Agustrisno (2007: 47), yang 2010).
berjudul “Respon Kultural dan Struktural Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas
Masyarakat Tionghoa Terhadap Pembangunan menjadikan dasar pemikiran dan perhatian penu-
di Kota Medan”, didapati bahwa integrasi sosial lis untuk menjalankan penelitian ini di kota Me-
antara etnis di kota Medan masih diwarnai adanya dan. Permasalahan yang mau dikaji adalah bagai-
unsur-unsur prasangka sosial, streotip sehingga manakah komunikasi antarbudaya mampu
menimbulkan jarak sosial dan ini menjadi mengubah pandangan dunia etnis Tionghoa dan
penghambat dalam pembangunan di kota Medan. pribumi di kota Medan. Secara spesifik yang mau
Hasil temuan Subanindyo (2006) dan dikaji adalah ketiga elemen pandangan dunia yai-
Agustrisno (2007) ini, didukung dengan tu agama atau kepercayaan, nilai-nilai budaya dan
pengamatan penulis di beberapa tempat di kota prilaku.
Medan yang mana Tionghoa Medan masih saja Tujuan penelitian ini adalah untuk menda-
mengeksklusifkan diri (pemilihan tempat tinggal, patkan data dari para informan mengenai ketiga-
belanja keperluan harian, pemilihan sekolah anak). tiganya elemen di atas mempunyai pengaruh
Hal ini tidak terlepas dari pengamatan penulis pada terhadap perubahan cara pandang yang telah ter-
pemilikan tempat tinggal yang sesama in group bentuk sebelumnya. Oleh karena dalam komu-
seperti Taman Mega Emas yang berada di kawasan nikasi antarbudaya kita harus mengangggap orang
Asia, Komplek Perumahan Cemara Hijau di yang berbeda budaya sebagai orang yang aktif,
kawasan Pulau Brayan, Komplek perumahan mempunyai nilai, perasaan, harapan, minat,
Sunggal di Kampung Lalang dan Komplek keperluan dan lain-lain sebagaimana diri kita
perumahan Setia Budi Indah di Tanjung Sari. Juga sendiri. Bahkan dalam berkomunikasi dengan
dalam berbelanja keperluan sehari-hari , mereka orang yang berbeda budaya, kita harus membuat
lebih memilih komunitasnya sendiri seperti pasar pertimbangan yang sewajarnya tentang nilai atau
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 17

keputusan sementara karena apa-apa yang kita alami. Pengalaman yang dipengaruhi oleh
anggap baik, sopan, indah atau tidak baik belum kesadaran tersebut, pada saatnya akan memun-
tentu ditafsirkan sama dalam budaya yang lain, culkan permasalahan baru dan di antaranya akan
bahkan boleh jadi menghasilkan satu pandangan terkait dengan asal mula kebudayaan itu sendiri.
yang lain. Menurut Creswell (1998:51) adalah “Where as
Pandangan dunia yang terbentuk antara a biography reports the meaning of the phe-
manusia tidak selalunya sama dalam menilai sesuatu nomenon”.
hal yang dipelajarinya melalui agama atau ke- Studi dengan faham fenomenologis de-
percayaan, begitu juga dengan nilai-nilai yang ngan demikian berupaya menjelaskan makna
terbentuk atau yang dipedomani dan terlihat dari pengalaman budaya dari etnis Tionghoa dan pri-
prilakunya. Sebagaimana yang dikatakan, Samo- bumi, yaitu mengenai pandangan dunia budaya
var, et al. (2007: 29-30) bahwa komunikasi antar- masing-masing etnis dalam memandang dan meni-
budaya merupakan suatu proses dinamis, yang lai etnis lainnya sehingga memudahkan di antara-
dilakukan oleh manusia melalui perilaku yang nya dalam berkomunikasi antarbudaya. Menurut
berbentuk verbal (lisan) dan bukan verbal (isyarat, Moleong (2000:9), inkuiri fenomenologis memulai
gerakan, bahasa tubuh) yang dikirim dan diterima dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk
serta ditanggapi oleh orang lain dengan latar be- menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti.
lakang budaya yang berbeda. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam dunia
konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian
Metode Penelitian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana
suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka
Metode penelitian adalah kualitatif dengan di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
menggunakan sudut pandang faham fenomeno- Bahkan Littlejohn (1996:204) menyebutkan “phe-
logis. Pada pandangan Edmund Husserl (1970: nomenology makes actual lived experience the
2-12), faham fenomenologis berusaha memahami basic data of reality”. Jadi fenomenologis menja-
budaya melalui pandangan pemilik budaya atau dikan pengalaman hidup yang sesungguhnya se-
pelakunya. Ilmu bukanlah bebas nilai dari apapun bagai data dasar dari realitas.
melainkan memiliki hubungan dengan nilai. Ketika Format penulisan dalam bentuk studi kasus
fenomenologi mulai menjelaskan bagaimana dengan menguraikan pengalaman-pengalaman
fenomena tersebut tersusun, ini berarti masih fe- budaya subjek secara apa adanya kasus per kasus.
nomenologi murni. Secara alamiah penulis budaya Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahu-
akan menanyakan persepsi subjek budaya (in- an mengenai peristiwa-peristiwa komunikasi
forman) terhadap apa yang dialaminya. Dari in- antarbudaya yang dibagi dalam tiga kategori yaitu
teraksi subjek budaya tersebut, baik kesadaran agama atau kepercayaan para informan, nilai-nilai
subjek sebagai kesadaran makna dan fungsi dari budaya dan prilaku. Penulis akan melakukannya
suatu fenomena itu merupakan dasar terjadinya dengan cara; (a) Mencatatkan segala peristiwa
penafsiran. Intinya adalah fenomena budaya tidak yang terjadi; (b) Berusaha memahaminya dari su-
lagi dijelaskan sebagaimana adanya, melainkan dut pandang orang-orang yang diwawancarai;
telah melalui penafsiran yang dilakukan oleh par- (c) Memberikan perhatian pada faktor-faktor yang
tisipan (informan) maupun penulis ketika membe- berhubungan satu sama lain; (d) Melakukan ana-
rikan umpan balik sehingga terjadi sebuah pema- lisis terperinci mengenai kasus per kasus dan situasi
haman yang lebih baik. tertentu (Daymon, 2007: 162).
Pendekatan fenomenologi akan berupa- Unit analisis tidak terfokus atau terkon-
ya menggambarkan fenomena kesadaran dan sentrasi pada suatu kawasan tertentu saja, baik
bagaimana fenomena itu tersusun. Dengan adanya secara Kecamatan maupun Kelurahan. Ada
kesadaran ini, tidak mengherankan jika pengamat beberapa kriteria tertentu sebagai panduan ke
kebudayaan dan pelaku budaya juga memiliki lapangan, yaitu; (1) penduduk Tionghoa dengan
kesadaran tertentu terhadap apa yang mereka Pribumi yang merupakan warganegara Indonesia;
18 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

(2) memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk); (3) seluruhan ada sepuluh orang (10 orang). Se-
hidup menetap di kawasan tersebut lebih dari tiga mentara itu, untuk informan Pribumi, penulis ti-
tahun karena diperkirakan sudah saling mengenal dak begitu sukar untuk menjumpainya dan me-
dan berinteraksi sesama masyarakat; (4) informan laksanakan wawancara. Mereka adalah Eka,
merupakan keluarga (suami, isteri ataupun anak M.A. Harahap, Dedi Sianturi, Mukti Sitompul, Lia
yang telah dewasa yang bisa bertanggungjawab Dahlia dan Rum Abu Huzaifah sebagai informan
terhadap jawaban yang diberikan), tokoh ma- terakhir. Dengan demikian keseluruhan informan
syarakat, pengajar (dosen atau guru), mahasiswa penelitian ada sebanyak tujuh belas orang (17
atau pelajar, pegawai negeri atau pegawai swasta. orang).
Keragaman ini diperlukan untuk melihat komunikasi Pengumpulan data wawancara di lapang-
antarbudaya dan pandangan dunia informan. an berlangsung lebih kurang empat bulan yaitu
Adapun teknik pengambilan sampel yang mulai tanggal 2 Februari hingga 30 Mei 2009.
digunakan adalah teknik snowball sampling Lamanya waktu di lapangan disebabkan beberapa
(teknik bola salju). Dengan teknik ini, dari mana hal; ada beberapa informan Tionghoa yang tidak
atau dari siapa ia dimulakan tidak menjadi per- bersedia diwawancarai dengan alasan sibuk, tidak
masalahan. Tetapi apabila penulisan sudah ber- punya waktu, rasa takut dan cemas, serta kampa-
langsung, maka pemilihan informan berikutnya nye pemilihan anggota legislatif (DPR,DPRD TK
bergantung kepada keperluan penulisan. Teknik I dan II serta DPD RI) pada bulan Maret hingga
bola salju ini menarik untuk digunakan karena 9 April 2009 yang menyebabkan kegiatan wa-
bermanfaat dalam mewawancarai para informan wancara dihentikan karena suasana tidak meng-
dengan mendalam (Moleong, 2000;Kriyantono, izinkan ditambah lagi untuk menghindari dari isu-
2006; Mulyana, 2007; Bungin, 2008). Dengan isu politik. Setelah pemilu berlangsung maka mulai
berpedoman kepada pendapat Spradley (1980: tanggal 23 April wawancara dilanjutkan dan ber-
3) melalui wawancara mendalam penulis mela- akhir pada 30 Mei 2009.
kukan learning by people (belajar dari masya- Analisis data disajikan dalam bentuk nara-
rakat) dan bukan study of people (mengkaji ma- tif induktif yaitu dengan cara; mengumpulkan ke-
syarakat). seluruhan data mentah dan menyusunnya ber-
Berbekalkan panduan tersebut, pertama dasarkan kategori-kategori, menjelaskan hu-
sekali penulis bergerak ke Perkumpulan Tionghoa bungan-hubungan antara kategori, dan mem-
Medan untuk mendapatkan informasi tokoh kunci bangun atau menjelaskan teori melalui teknik tri-
(key informan). Namun di lapangan tidak se- angulasi untuk memperoleh hasil yang boleh
mudah yang penulis harapkan, mereka kurang diandalkan (Moleong, 2000: 178-179).
bersahabat sebab ada rasa kuatir penelitian ini ada
kaitannya dengan politik. Penulis diarahkan pada Hasil Penelitian dan Pembahasan
satu nama yaitu Ibu Nuraini yang merupakan
Bendahara Himpunan Peleburan Muslim Tionghoa Agama atau Kepercayaan
Indonesia (HPMTI-SUMUT). Dari ibu Nuraini
sebagai tokoh kunci banyak informasi yang penulis Dari wawancara dan pengamatan ber-
dapatkan dan juga beberapa nama untuk dijumpai peranserta, terlihat adanya variasi yang meng-
untuk keperluan wawancara. Dari beberapa nama gambarkan karakter budaya masing-masing
yang beliau berikan ternyata hanya ada empat pengalaman informan dengan hal yang dirasa-
orang Tionghoa yang bersedia diwawancarai yaitu kannya, dijalankannya dan diamatinya dari realitas
Hadayani atau Sun Chong, Gunawan, Muhammad sosial yang ada yang harus diakui dan dihormati.
Fendi Leong dan Alim. Seterusnya dari keempat Agama atau kepercayaannya dan nilai-nilai yang
orang tersebut didapat lagi beberapa orang in- harus dipadukan tentang baik dan buruk, halal dan
forman Tionghoa yaitu Harry Yaputra, Cristina, haram, serta yang boleh dan tidak boleh dilakukan
Vebie Arica, Karen, Sofyan Tan dan Vincent Wi- menurut agama dan kepercayaannya. Hal ini
jaya dan J. Anto. Jumlah informan Tionghoa ke- mempengaruhi kepada nilai-nilai yang semula
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 19

dipedomani menjadi berubah dan dapat dilihat da- ditinggalkan seperti berjudi. Begitu juga da-
ri perilaku para informan dalam berinteraksi yang lam ziarah kubur sewaktu Cheng Beng atau
lebih fleksibel. Dalam artian tidak hanya sesama Qing Ming (yang berarti bersih dan terang.
in groupnya saja tetapi sudah membaur dengan Pada perayaan Cheng Beng dalam tradisi
etnis pribumi lainnya. Tionghoa, para anggota keluarga melakukan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ziarah kubur dan pembersihan kubur. Selan-
agama atau kepercayaan merupakan suatu yang jutnya melakukan sembahyang untuk arwah
hak bagi setiap manusia. Pada masyarakat etnis keluarga dan leluhur lengkap dengan berba-
Tionghoa di kota Medan banyak di antaranya gai sajian) masih sering mengikutinya demi
masih menganut kepercayaan Sinkretisme yang menghormati keluarga besar”.
telah diwariskan turun temurun. Berbeda halnya Muhammad Fendi Leong (usia 36 tahun
dengan etnis pribumi yang pada umunya beraga- pekerjaan Pengusaha), jujur memperakui bahwa;
ma Islam atau Kristen. Namun disebabkan per- Sepuluh tahun yang lalu, seawal memasuki
kawinan antara etnis maka terjadinya perpindah- agama Islam merupakan suatu hal yang
an agama terutamanya kepada agama islam bu- berat, ditambah lagi dibuang dalam keluarga
kanlah suatu hal yang mudah bagi etnis Tionghoa. besar lebih dari dua tahun. Segala peluang
Hal ini dikatakan oleh Key informan Nuraini bah- perniagaan diambil alih oleh keluarga (orang
wa “Tionghoa mualaf selalu mendapat perten- tua). Hal ini tidak membuatkan saya takut
tangan dari keluarga dan lingkungan komuni- sebab pilihan agama Islam adalah suatu yang
tasnya”. Hal ini juga sebagaimana dirasakan oleh hak”
beberapa informan di bawah ini. Bahkan dalam pengamatan penulis pada
Hadayani (Sun Chong usia 40 tahun keluarga ibu hadayani dan Bapak MA. Harahap,
pekerjaan Jualan Gorengan) mengatakan; untuk kasus keluarga dengan pasangannya mualaf,
“Pada permulaan masuk Islam untuk kegiatan jelas bahwa keluarga dengan pasangan yang
keagamaan (belajar agama Islam) selalu berbeda agama akan memiliki kemungkinan yang
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, takut lebih besar dalam menghadapi perbedaan nilai-nilai
diketahui. Masuk Islam karena kesadaran dan kebiasaan-kebiasaan dalam peranannya
akan kebenaran Islam melalui proses yang sebagai orang tua berbanding pasangan yang
panjang dan didukung dengan lingkungan berasal dari satu agama atau kepercayaan. Teru-
perumahan dan kerabat yang Muslim”. tama sekali tantangan yang lebih besar dihadapi
Gunawan (usia 49 tahun etnis Tionghoa adalah dalam menyesuaikan perbedaan (nilai-nilai
pekerjaan Pengusaha dan Dosen) mengatakan; budaya) dan cara mengasuh anak yang dikatakan
“Memeluk Islam karena kesadaran dan juga para informan kepada penulis, sehingga kedua-
faktor pergaulan dengan pribumi yang bera- duanya mempercayai bahwa sekolah Islam pilihan
gama Islam. Dengan beragama Islam semakin yang tepat untuk mendidik anak-anaknya agar
mudah diterima dalam masyarakat yang pembentukan pengetahuan keagamaan anak-
mayoritas beragama Islam. Sebelumnya de- anaknya lebih baik.
ngan beragama Buddha, tetap saja saya di- Seterusnya, penemuan data wawancara
kelompokkan pada masyarakat kelas dua. mendapati bahwa etnis Tionghoa mualaf telah
Dalam Islam diatur secara jelas batasan-ba- dipinggirkan dari keluarga inti maupun keluarga
tasan yang boleh dan tidak boleh (halal dan besar karena dianggap sial dan bahkan ada yang
haram) seperti tidak boleh meminum minum- tidak dianggap anak lagi setelah bertukar ke agama
an keras, memakan makanan yang diharam- Islam dan menikah dengan satu etnis pribumi
kan (babi dan anjing) berbohong dan berjudi”. (kasus Muhammad Fendy Leong dan Hadayani).
Alim (usia 45 tahun etnis Tionghoa pe- Bahkan kesan yang lebih lagi adalah pengamatan
kerjaan pedagang) mengatakan; penulis pada etnis Tionghoa yang mualaf dimana
“Meskipun sudah memilih Islam sebagai hubungan perdagangan terhenti karena
agama, tetap saja perilaku buruk sukar untuk perdagangan tersebut umumnya tumbuh dan
20 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

berkembang dari hubungan perdagangan keluarga. agama Islam dilihat sebagai tindakan atau
Sebagaimana dikutipkan Widyahartono (1989: penyempurnaan terakhir dari proses integrasi.
84), “Selama berabad-abad bangsa Tionghoa Secara otomatis proses pembauran akan lebih
mempunyai pandangan dunia bahwa individu cepat jika agamanya sudah sama” (dalam Tan,
adalah sebagian dari keluarga, keluarga sebagian 2004: 11). Bahkan Ali mengatakan bahwa
dari suku dan suku sebagian dari bangsa. Oleh Tionghoa Muslim Jakarta sukar direkam jejaknya
itu, dapat difahami dalam perdagangan pengusaha karena telah melebur, mereka telah menikah
Tionghoa selalu bermitra dengan anggota keluarga dengan pribumi dan menghilangkan identitas
dan sahabatnya” . budaya leluhurnya (Gatra.com, 2008). Oleh
Namun untuk etnis Tionghoa yang me- Satoshi Ishii,et al. (2006: 32-38) mengatakan
nikah dengan pribumi dan beralih ke agama Kris- bahwa kasus negara-negara Timur dan Asia
ten tidak mempunyai masalah atau hambatan yang Tenggara seperti Korea, Cina, Jepang, India dan
serius, sebagaimana yang dikatakan oleh J.Anto; yang lainnya, memeluk agama merupakan tradi-
”Dalam hal agama tidak banyak berubah, namun si yang menunjukkan keharmonisan tertinggi
dalam nilai-nilai disebabkan interaksi antara etnis sebagai makluk ciptaan Tuhan.
yang berbeda masing-masing pihak harus saling
memahami perbedaan yang ada”. Nilai-nilai
Apa yang penulis dapati ini, kenyataannya
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Glammer Hasil penelitian menunjukkan untuk ka-
tentang etnis Tionghoa Baba di Melaka (Afif, sus kota Medan peranan etnis tidak menonjol ka-
1999: 1) bahwa pada masyarakat Tionghoa yang rena tidak adanya etnis yang dominan atau mayo-
menganut agama Buddha dan Kristen tidak ritas di sini. Namun demikian, penonjolan “rasa
menemukan hambatan untuk tetap melaksanakan aku” yang menganggap superior dari “rasa kau”
ajaran-ajaran leluhur yang telah diyakininya. pada etnis lainnya sudah mulai berkurang dise-
Namun mengenai perpindahan kepercayaan atau babkan adanya perkawinan antara etnis Tionghoa
agama kepada Islam sangat berbeda, tidak hanya dan Pribumi, perpindahan agama atau keperca-
sekadar menyatakan perpindahan kepercayaan yaan, lingkungan pekerjaan dan tempat tinggal.
atau agama tetapi mencakupi perubahan identitas Hampir keseluruhan informan yang diwawanca-
budaya. Artinya keyakinan terhadap agama Islam rai tidak lagi mempertahankan norma atau nilai-
merupakan bentuk kesadaran kehidupan ke- nilainya, tetapi secara terbuka juga mau meneri-
agamaan melalui proses yang panjang. Seperti ma nilai-nilai positif dari etnis lainnya.
yang dijumpai pada penelitian Susiyanto (2006: Nilai-nilai budaya yang terbentuk sebe-
93) tentang Tionghoa mualaf di Bengkulu bahwa lumnya terutama dalam keluarga besar atau suku
perpindahan kepada Islam mensyaratkan khitan, (in group), seperti pada masyarakat Minangka-
pantang memakan makanan yang diharamkan bau, ada suatu peristilahan yaitu “Tali Tiga Sepi-
(seperti daging babi) dan pantang meminum mi- lin” yang bermakna Adat-Agama-Undang-undang.
numan keras (beralkohol), melacur, berbohong dan Ketiga-tiganya berkaitan dan menjadikan sebuah
berjudi. norma atau nilai-nilai yang harus dipatuhi (Amir,
Dengan demikian, pandangan keagamaan 2001: 157-158). Pada masyarakat Batak dengan
menjadi berubah disebabkan proses pembauran sebutan “Dalian Natolu”. Pada masyarakat Tiong-
budaya (melting pot) pada masyarakat yang ber- hoa dengan “Hubungan Segitiga” yang bermakna
pindah ke agama Islam jauh lebih cepat disebakan hubungan antara ajaran Konfusius-Keluarga-
etnis Tionghoa mualaf disambut dengan sangat ba- Kerja (Lubis, 1999). Keseluruhannya mengan-
ik dan sukacita oleh keluarga barunya, kelompok dung makna atau ajaran yang baik. Para infor-
masyarakat dan lingkungannya yang mayoritas Is- man menyadari bahwa untuk mengubah secara
lam (kasus Gunawan, Hadayani dan isteri bapak cepat nilai-nilai yang sudah menjadi sebuah pan-
MA Harahap). Oleh Junus Jahya dalam bukunya dangan kehidupan tidaklah mudah, diperlukan
‘Muslim Tionghoa’ mengatakan “ bertukar ke waktu dan frekuensi komunikasi antarbudaya yang
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 21

sering dilakukan. Hal ini seperti dikatakan Dedi Harry Yaputra (usia 45 tahun etnis
Sianturi (usia 33 tahun etnis Batak Toba pekerjaan Tionghoa pekerjaan Pedagang) mengatakan;
Pedagang sayur) dan M . Ilyas (usia 45 tahun etnis “Pada pandangan saya nilai-nilai yang di-
Melayu pekerjaan Bengkel), bahwa; amalkan orang pribumi masih sangat kuat
“Orang Tionghoa memiliki nilai-nilai yang dalam menjunjung tinggi adat budaya. Hal ini
kokoh sebagai pekerja keras dan tidak mudah juga sama dengan orang Tionghoa yang juga
putus asa, berbeda dengan nilai-nilai yang ada masih menjunjung tinggi budaya leluhur
pada pribumi yang suka bermalas-malasan Tiongkok. Pemikiran orang pribumi itu
kalau sudah ada (banyak) uang. Seterusnya, kadang-kadang sempit yang menilai bahwa
rata-rata orang Tionghoa itu baik, tetapi orang Tionghoa semua kaya, hidup semata-
kebaikannya kadangkala tergantung kepada mata demi uang, tidak mau bergaul dengan
keadaannya. Maksudnya adalah dengan pribumi dan tidak cinta kepada Indonesia.
orang-orang yang dianggap tidak penting Padahal tidak semua yang disangkakan oleh
mereka memisahkan diri dan tidak terlalu pribumi itu benar”.
banyak bergaul. Kalaupun mau bergaul karena Cristina (usia 21 tahun etnis Tionghoa
ada kepentingannya saja. Berbeda dengan kita Mahasiswi USU) mengatakan;
pribumi, apa adanya saja dalam bergaul, kalau “Menurut saya pribumi itu secara umum baik-
memang bisa dibantu ya dibantu dan kalau baik. Saya dalam berhubungan tidak banyak
tidak bisa yang terus terang saja”. masalah dan memiliki teman pribumi dari
M. A. Harahap (usia 48 tahun etnis berbagai etnis. Saya nyaman berkawan de-
Mandailing pekerjaan Supir Taksi), mengatakan; ngan masyarakat pribumi karena hal ini sudah
“Meskipun isteri saya asalnya Tionghoa, dibiasakan orang tua saya semenjak kecil
namun saya benci pada orang Tionghoa. Saya pada anak-anaknya. Bahkan dua orang dari
benci dengan ‘rasa aku’ yang mereka miliki saudara saya menikah dengan pribumi dan
dan suka berkuasa di provinsi ini, mau me- beragama Kristen dan diberi marga Batak
nang sendiri dan menganggap rendah pribu- Karo sebagaimana pribumi lainnya yang ada
mi. Memang tidak semuanya seperti itu, con- di Sidikalang yang mayoritas keturunan Batak
tohnya isteri saya yang mualaf, mampu mele- Karo”.
bur dengan masyarakat pribumi dan banyak Penemuan data tersebut di atas menun-
orang yang tidak menyangka dia adalah Tiong- jukkan bahwa semua informan mengakui bahwa
hoa”. pandangan dunia terhadap nilai-nilai mengalami
Dari sisi yang lain Mukti Sitompul (usia pergeseran dengan adanya komunikasi antar-
60 tahun etnis Batak pekerjaan Dosen USU), budaya dengan membawa serta latarbelakang
mengatakan; budaya yang berbeda seperti adat istiadat, norma
“Saya sudah 56 tahun mempunyai teman susila (nilai-nilai sosial) dan berbagai peraturan
Tionghoa, nilai-nilai yang kurang baik saya li- yang dapat membentuk suatu sistem kehidupan
hat dari pribumi (tidak semua) adalah suka bersama yang saling mengadakan penyesuaian.
menekan dan memeras Cina serta meman- Maknanya adalah adanya semangat komunitas
dang Cina sebagai ATM (mesin cetak uang). antara etnis Tionghoa dengan pribumi di kota
Sebaliknya nilai-nilai yang kurang baik dari Medan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
orang Cina (tidak semua) adalah memandang eksternal. Faktor internal dalam kelompok yaitu
pribumi itu sial, pemalas dan tidak menghargai dengan adanya ikatan emosional berdasarkan rasa
waktu. Akhirnya kedua-duanya sukar melebur kekeluargaan, penyatuan dan kasih sayang.
karena penilaian-penilaian yang sudah ter- Sedangkan faktor eksternal luar kelompok yaitu
bentuk sebelumnya. Cara pandang ini dapat masyarakat yang berada di dalam satu kawasan
berubah dengan memperbaiki frekuensi tertentu yang saling berdekatan. Kedua-duanya
berkomunikasi antarbudaya antara etnis faktor internal dan eksternal tersebut akan menjadi
Tionghoa dan Pribumi”. baik apabila komunikasi antarbudaya aktif
22 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

dilakukan secara berterusan sehingga membentuk komunikasi antarbudaya yang harmonis. Berbeda
kebersamaan sosial yang kukuh antara etnis dengan keluarga elit atau keluarga kaya terkesan
Tionghoa dengan pribumi di Medan. Sebaliknya adanya jarak sosial seperti pemilikan rumah yang
akan terjadi sekatan komunikasi antarbudaya eksklusif dan berbicara apabila perlu saja. Pada
apabila penilaian-penilaian dilakukan secara umumnya kedua-duanya coba untuk tidak me-
negatif sehingga membentuk prasangka, stereotip ngembangkan etnosentrisme masing-masing.
dan jarak sosial. Meskipun tanpa disengajakan etnosentrisme
Jika ditelusuri, penulis juga menjumpai tersebut kadang-kadang muncul dengan meman-
hubungan-hubungan yang terbentuk pada ma- dang atau menilai kebudayaan-kebudayaan etnis
syarakat etnis Tionghoa dengan pribumi di kota lain yang diukur dengan nilai yang diamalkan da-
Medan, tanpa disadari membentuk penilaian-pe- lam kebudayaannya sendiri. Artinya ialah adanya
nilaian tersendiri terhadap etnis yang berlainan (out kecenderungan memandang orang lain dengan
group). Selain wawancara dengan para in-forman menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan
yang berasal dari latar belakang pekerjaan yang kita sendiri sebagai kriteria untuk segala penilaian.
berbeda, penulis juga menyempatkan mengadakan Bahkan menurut etnis Tionghoa hubungan yang
pengamatan terhadap dua lokasi perumahan yaitu paling kuat hanya dapat dibangun atas asas
rumah susun di kawasan Sukaramai II dan rumah ‘guanxi’ (hubungan kekerabatan dekat, satu
mewah di kawasan Cemara Asri dan Setia Budi kelompok etnis) dan ‘shin yung’ (hubungan saling
Indah. Jelas kelihatan bahwa untuk kawasan percaya) sesama kelompok Tionghoa (Mazali,
rumah susun Sukaramai II antara etnisTionghoa 1994: 68-69). Pada hal kenyataannya hal ini tidak
dengan pribumi mampu hidup berdampingan dan berlaku pada keluarga menengah ke bawah.
bekerjasama seperti menjaga keamanan Seterusnya, penulis menemukan bahwa
lingkungan perumahan, membersihkan lingkungan, terbentuknya nilai-nilai budaya pada etos kerja
menolong tetangga yang terkena musibah, warga Tionghoa yaitu rajin, giat, gigih, jimat
menyambut perayaan hari-hari nasional seperti (berkecenderungan dipersepsikan sebagai pelit
HUT Kemerdekaan RI semua masyarakat terlibat oleh pribumi) dan pantang menyerah. Menurut
tanpa terkecuali. Sementara itu yang terjadi di penelitian Agustrisno (2007: 14) hal ini mengan-
kawasan perumahan elit Cemara Asri dan Setia dung nilai perinsip “So” pada etnis Tionghoa yang
Budi Indah adalah masing-masing keluarga melahirkan sikap rajin, giat, gigih, jimat dan pan-
bersikap individualistik, lebih berkecenderungan tang menyerah. Sesuatu hal yang berbeda dengan
eksklusif dan berkomunikasi membicarakan hal masyarakat pribumi secara umumnya. Namun hal
yang perlu saja. Hal ini diakui oleh Lia Dahmalia ini tidak semuanya benar sebab kesempatan dan
(usia 43 tahun etnis Sunda), sebagai ibu rumah peluang itu ada pada semua individu. Suatu hal
tangga dan bertetangga dengan etnis Tionghoa di yang perlu direnungkan apa yang dikatakan oleh
kompleks Setia Budi Indah lebih dari sepuluh Djoenaedi Joesoef (1996: 25), seorang yang telah
tahun. Beliau mengatakan; berhasil di Indonesia, beliau mengatakan bahwa;
“ Tidak semua orang Tionghoa itu jelek, tetapi “Semangat hidup yang tinggi disebabkan ker-
di Medan terkesan mereka mendominasi (ti- ja keras untuk menjaga kelangsungan hidup
dak seperti di Padang, Makasar dan Bandung atau meningkatkan usaha. Faktor perantau-
mereka melebur) sehingga terkesan ada ja- an yang mendorong dan mendasari kerja
rak sosial antara Tionghoa dengan pribumi. keras agar kemandirian dan bukan ditentukan
Umumnya mereka individualis dan tidak mau oleh budaya Tionghoa seperti yang dikatakan
berinteraksi dengan pribumi seperti yang ada banyak orang bahwa itulah yang menjadi
di kompleks saya ini. Begitupun mereka dapat faktor utama. Hal ini karena sebagai perantau
dipercayai untuk urusan perdagangan”. maka tumbuh semangat hidup tinggi dan mau
Apa yang dapat diambil disini adalah pa- bekerja keras (gigih). Saya rasa itulah yang
da masyarakat keluarga biasa terkesan adanya menjadi satu kunci kesuksesan (dalam
usaha kedua-dua belah pihak untuk tetap menjaga Agustrisno, 2007: 98)”.
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 23

Selain itu, penemuan data informan juga dengan sesama etnisnya, maupun di luar kelompok
menunjukkan bahwa keluarga berperanan dalam etnis. Antara lain adalah ;
menanamkan nilai-nilai budaya dan mengubah cara Eka (usia 35 tahun etnis Jawa), bekerja
pandang. Sebagaimana penelitian Galvin dan sebagai pembantu rumah kepada etnis Tionghoa
Brommel (1991: 3-20) menyoroti keluarga se- lebih dari tiga tahun. Dia mengatakan;
bagai tempat mengajarkan anak-anak untuk “Pada awal saya bekerja sebagai pembantu
mengenal dunia dan nilai-nilai budaya kelompok- rumah kepada etnis Tionghoa, saya diper-
nya dan budaya kelompok lain. Seterusnya Lubis lakukan secara kasar, setahun kemudian mu-
(1999: 152-153) mengakui bahwa penanaman lai baik kepada saya. Majikan saya meman-
moral atau nilai-nilai pertama sekali terjadi dalam dang pribumi (tidak semuanya) sebagai pe-
keluarga. Apabila di dalam keluarga wujud hu- malas, kerja sedikit uang mau banyak. Maka
bungan yang nyaman dan harmonis maka ma- beliau suka pelit kepada pribumi, termasuk
syarakat dunia akan tertib dan damai. Hal ini se- kepada saya (pelitnya melihat keadaan).
bagaimana yang penulis rasakan sendiri, bahwa Dalam perilaku bermasyarakat, beliau lebih
sebelumnya pandangan dunia penulis terhadap et- memilih hidup berkelompok dengan sesama
nis Tionghoa buruk seperti etnis Tionghoa mau orang Tionghoa di kompleks perumahan agar
untung sendiri, tidak mau berinteraksi dengan pri- tidak terganggu dan lebih nyaman katanya.
bumi, dan lain sebagainya, lambat laun berkurangan Begitu pula dalam hal pemilihan sekolah anak,
karena didikan dari keluarga tentang nilai-nilai yang berkecenderungan memilih sekolah swasta
harus menghormati satu dengan lainnya meskipun untuk anak-anaknya agar tidak timbul per-
lain etnis dan agama. masalahan dengan anak-anak pribumi dan
guru di sekolah negeri (pemerintah)”.
Perilaku Rum Abu Huzaifah (usia 30 tahun etnis
Jawa), bekerja sebagai wirausaha. Pengalaman-
Faktor perilaku merupakan penjelmahan nya bekerjasama dalam berdagang dengan etnis
dari nilai-nilai yang dikukuhkan oleh masing- Tionghoa adalah;
masing kelompok budaya. Perilaku budaya suatu “Kepada pribumi orang Tionghoa selalu
etnis merupakan suatu kecenderungan yang berkata kasar kepada bawahannya, suka
diperolehi dengan cara belajar untuk merespon memerintah dan tidak mau menolong, pelit
suatu objek secara konsisten. Data yang dihimpun dengan uang dan informasi, selalu curiga pada
dari para informan secara umum mereka menga- pribumi, menganggap pribumi itu bodoh dan
kui bahwa perlakuan diskriminatif masih tetap tidak tahu apa-apa, sangat terbelenggu (ber-
berlangsung sehingga sekarang, baik pada war- pihak pada etnisnya) dan acuh tak acuh ter-
ga Tionghoa maupun pribumi. Selain itu antara hadap lingkungannya. Mendiskriminasikan
masing-masing etnis, satu dengan yang lainnya jenis pekerjaan yang lebih mudah untuk
masih memandang miring sesuai dengan stereotip Tionghoa berbanding pribumi, juga kalaupun
yang telah terbentuk sebelumnya sehingga masih jenis pekerjaannya sama namun upah yang
saja adanya prasangka dan jarak antara warga lebih tinggi diberikan kepada Tionghoa
Tionghoa dengan pribumi di Medan. Komunikasi berbanding pribumi (selalu diberikan sem-
berlaku secara aktif sesama dalam kelompok. bunyi-sembunyi dalam menambah upah)”.
Manakala dengan luar kelompok komunikasi Lain halnya dengan Mukti Sitompul (60
hanya terbatas membahaskan hal-hal yang penting tahun atau Batak Mandailing), Dosen USU dan
saja. Kecuali bagi etnis tionghoa dan pribumi yang mempunyai pengalaman berkawan karib dengan
sudah mengadakan perkawinan campuran atau seorang Tionghoa selama 50 tahun, dia berkata;
adanya perpindahan agama atau kepercayaan “Diskriminasi pada etnis Tionghoa dengan
kepada Islam atau Kristen mereka merasa satu pribumi ada, pribumi mengesampingkan
keluarga besar. Tionghoa dan Tionghoa pun membentuk
Data seterusnya adalah mengenai perilaku kelompok-kelompok yang eksklusif.
budaya masing-masing etnis dalam berkomunikasi Sebaliknya Tionghoa juga berperilaku yang
24 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

sama sehingga pribumi merasa direndahkan. diperlakukan tidak adil. Seiring dengan waktu
Begitu juga jangan memandang stereotip dan pergaulan saya dengan pribumi, persepsi
secara berlebihan karena kita sama-sama saya sudah banyak berubah dalam meman-
warganegara Indonesia. Seperti perilaku etnis dang pribumi. Banyak di antaranya berperilaku
Tionghoa harus diubah jangan memandang ramah dan sopan serta saling menghargai,
pribumi itu semuanya pemalas, pemeras, tidak mau memeras dan menipu. Hal yang saya
pemarah, tidak menghargai waktu dan sial fikirkan adalah stereotip itu terbentuk ber-
berkawan dengan pribumi. Sebaliknya gantung lama atau tidaknya seseorang bergaul
perilaku pribumi juga harus diubah jangan suka dan mau bersikap terbuka dengan etnis lain.
menekan dan memanfaatkan Tionghoa untuk Sekarang ini saya mempunyai teman yang ma-
kepentingan peribadi dan kelompok. Juga yoritasnya etnis pribumi selain keluarga inti.
jangan menganggap semua Tionghoa itu kaya Kalaupun ada pendiskriminasian sudah se-
(banyak uang) karena ada di antara etnis makin kecil, yang utama adalah harus pan-
Tionghoa yang miskin dan berpendapatan dai membawakan diri dimanapun anda ber-
cukup makan saja seperti rekan saya ini yang ada”.
bekerja sebagai penanam sayur. Oleh sebab Penemuan data juga menunjukkan etnis
itu, diperlukan pembentukan kepercayaan- Tionghoa menempati posisi penting dalam pengu-
kepercayaan melalui hubungan-hubungan asaan ekonomi di Medan dan Indonesia secara
antara peribadi. Pengalaman antara budaya umum. Meskipun demikian, etnis Tionghoa ku-
harus diperluas dengan pemikiran-pemikiran rang mendapat tempat dalam bidang politik atau
yang positif seperti melalui pendidikan, per- dalam birokrasi. Mereka selalu diperlakukan
gaulan sehari-hari dan organisasi sosial”. secara berbeda dengan pribumi, seperti yang di-
Vebie Arica (usia 20 tahun etnis Tionghoa), ungkapkan oleh Wenny, Andri dan Gunawan;
mahasiswi USU mengatakan; “ ... dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk
“Hubungannya dengan pribumi seperti te- (KTP) warga Tionghoa diberi simbol 02
man-teman di sekolah dan universitas, jiran sedangkan pribumi 01. Urusan pribumi yang
dan pembantu rumah yang bekerja di rumah- selalu didahulukan dan warga Tionghoa ke-
nya cukup baik, saling menghargai dan meng- mudian. Manakala biaya untuk warga Tiong-
hormati dan bersikap seadanya. Hal ini diper- hoa lebih mahal berbanding pribumi karena
lukan untuk melandasi hubungan-hubungan dianggap orang kaya dan banyak uang. Pada
antar pribadi. Saya merasakan diskriminasi hal tidak semua warga Tionghoa di Medan ini
itu ada dengan menganggap orang Tionghoa kaya, banyak juga yang miskin”.
itu asing. Saya tidak kecil hati dan mengatakan Sofyan Tan (usia 50 tahun etnis Tionghoa),
tidak semua Tionghoa mengelompokkan sebagai tokoh masyarakat dan politik , menam-
dirinya (eksklusif). Contohnya saya dan orang bahkan:
tua, dalam memilih tempat tinggal tidak mesti “Perilaku pribumi tersebut berlaku untuk
harus sesama etnis Tionghoa. Dengan pribumi segala urusan hingga ke parkir mobil warga
juga boleh selama kawasan perumahan ter- Tionghoa di Medan dianggap sebagai mesin
sebut aman dan nyaman serta etnis pribumi ATM yang setiap waktu boleh mengeluarkan
mau berkawan dengan saya. Diskriminasi dan uang jika diperlukan. Menurutnya wajar saja
stereotip itu muncul karena kurangnya inte- apabila warga Tionghoa di Medan, utamanya
raksi dan komunikasi dengan etnis yang lain”. yang kaya memilih tempat perumahan yang
Demikian pula dengan apa yang dikatakan eksklusif, rumah berpagar tinggi dan dinding
oleh Karen (usia 22 tahun etnis Tionghoa), maha- berlapis dengan tujuan menghindari hal-hal
siswi USU; yang tidak diinginkan. Meskipun kadangkala
“Pada mulanya saya mempersepsikan pribumi merugikan individu Tionghoa itu sendiri andai
(tidak semuanya) berperilaku kasar, kurang saja terjadi kebakaran karena tiada satu pun
mau bersahabat dengan Tionghoa, kami suka yang dapat diselamatkan termasuk manusia
diejek dengan kata ‘Cina Luh’, diperas dan yang ada di dalamnya akan hangus terbakar”.
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 25

Gunawan (usia 39 tahun etnis Tionghoa) , Dari penemuan data di atas, prilaku ter-
sebagai dosen dan wirausaha mengatakan; bentuk merupakan sebuah proses belajar dari
“Ada juga stereotip yang dilekatkan pada kebudayaan dan apa yang di sekitarnya atau
warga Tionghoa sesuai dengan kalender lingkungan. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Tionghoa yaitu 12 Shio. Menurut pengamatan Samovar, et al. (2007: 17-19) bahwa: “ .... ke-
dan apa yang saya rasakan, ada lima Shio biasaan-kebiasaan berbagai etnis merupakan
yang merupakan simbol ketidakadilan (pe- sesuatu kekuatan kebudayaan yang mempe-
rilaku anarkhi) atas perilaku pribumi kepada ngaruhi bentuk perilaku manusia termasuk perilaku
etnis Tionghoa, yaitu Shio Kambing, warga komunikasinya”. Dengan melihat secara umum
Tionghoa selalu dijadikan kambing hitam komentar para informan dapat dikatakan bahwa
apabila terjadinya kekacauan di Indonesia suatu hal yang dapat diterima bahwa prilaku
seperti ekonomi Indonesia yang kacau-balau diskriminatif, stereotip, prasangka dan jarak sosial
yang dituduh penyebabnya adalah Tionghoa. adalah suatu cerminan masih kurang harmonisnya
Shio Lembu, yang menandakan warga komunikasi antarbudaya di antara etnis Tionghoa
Tionghoa menjadi perasan pribumi (tidak dan pribumi di kota Medan hingga sekarang. Oleh
semua) dalam segala hal, seperti uang karenanya, intensitas komunikasi antarbudaya
keamanan. Shio Ular, warga Tionghoa perlu dilakukan secara berterusan agar terbinanya
dijadikan alat percobaan untuk segala sesuatu hubungan yang harmonis.
yang berhubungan dengan perdagangan
seperti penentuan harga barang atau jasa. Simpulan
Shio Kuda, warga Tionghoa dianggap dapat
ditunggangi. Yang terakhir Shio Ayam, warga Pandangan dunia merupakan struktur yang
Tionghoa setiap waktu siap untuk dijadikan dipengaruhi oleh kebudayaan dimana kebudayaan
santapan atau dipotong layaknya seperti ayam telah menerima peranan yang berbagai, kemudian
yang dipotong”. menggerakkan atau membentuk sejenis semangat
Berbeda dengan Vincent Wijaya (usia 50 kepada individu untuk menjelaskan sebuah peris-
tahun etnisTionghoa), tokoh masyarakat Tionghoa tiwa. Sering kali pandang dunia dianggap sebagai
ini dalam pengamatannya jauh ke belakang ter- rumus persepsi dan asumsi fundamental yang
hadap sejarah atau peristiwa struktural. Beliau meliputi cara sebuah kebudayaan mengajarkan
mengatakan; anggotanya untuk menerangkan sebuah sistem
“Apa yang berlaku dengan masyarakat kepercayaan atau agama, nilai baik dan buruk
Tionghoa, pada umumnya masyarakat pribumi dan cara berperilaku.
tidak dapat dipersalahkan. Mereka melakukan Untuk kasus kota Medan, perpindahan
tindakan anarkhi tersebut disebabkan kemis- agama atau kepercayaan etnis Tionghoa kepada
kinan dan kebodohan serta kecemburuan Islam atau Kristen yang umumnya disebabkan
sosial terhadap etnis Tionghoa yang secara karena perkawinan dengan etnis pribumi memberi
ekonomi dapat hidup sejahtera bahkan ber- sumbangan besar sebagai salah satu aspek budaya
kecukupan (kaya raya). Permasalahannya yang telah turut berperanan dalam mengubah cara
adalah pada sistem, yaitu pemerintah harus pandang antara etnis. Pilihan agama tersebut
mampu membangkitkan ekonomi masyarakat dikarenakan agama Islam dan Kristen merupakan
agar masyarakat sejahtera, tidak miskin dan agama rakyat (folk religion) oleh masyarakat
dapat bersekolah. Kekejaman Mei 1998 me- pribumi di Sumatera Utara dan di kota Medan
rupakan suatu bentuk ketidakharmonisan khususnya.
dampak pribumi yang tidak sejahtera sehingga Selain itu, dengan meningkatkan frekuensi
mengganggu antara satu etnis dengan etnis komunikasi antarbudaya akan meningkatkan
yang lain. Terutamanya etnis Tionghoa yang pemahaman terhadap nilai-nilai budaya di antara
menjadi sasaran berbagai ketidakharmonisan etnis Tionghoa dan Pribumi di kota Medan sehingga
tersebut.” pandangan dunia terhadap masing-masing etnis
26 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012, halaman 13-27

bertambah luas dan ini dapat dilihat dari tampilan Galvin, Kathleen M. dan Bernard J Brommel ,
sikap atau prilaku sebagaimana yang dirasakan 1991, Family Communication: Cohe-
oleh para informan penelitian. sion and Change. 2nd.ed. Harper Collins,
New York.
Ucapan Terima Kasih Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis
Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta.
Penulis dalam kesempatan ini mengu- Latifah Pawanteh, 2000, Away from Home and
capkan terima kasih kepada pembimbing penelitian Still at Home : Intercultural Adaptation of
Prof Madya Muhamad MD.Yusoff dari Pusat International Students in Malaysia. Jour-
Pengajian Ilmu Komunikasi University Sains Ma- nal World Communication. Volume 29
laysia atas arahan yang diberikan. Kepada Dekan No. 3.
FISIP USU Prof. DR. Badaruddin MSi dan Liliweri, Alo, 2003, Dasar-Dasar Komunikasi
teman-teman di Magister Ilmu Komunikasi atas Antara budaya, Pustaka Pelajar, Yogya-
sumbang sarannya. Terimakasih juga disampaikan karta.
kepada para informan khususnya Key Informan Littlejohn, Stephen W, 1996, Theories of Hu-
Ibu Nuraini yang telah memberikan waktu luang man Communication, 5th(ed), Wad-
dan kerjasama guna mempermudah penulis dalam sworth Publishing Company, Belmont
menelusuri para informan penelitian. California.
Lubis, Lusiana Andriani, 2011, Persepsi
Daftar Pustaka Sukubangsa Tionghoa dan Peribumi
terhadap Interaksi Komunikasi Antar-
Afif, 1999, Etnik Cina dalam Kehidupan Sosial budaya di Sumatera Utara: Satu Kajian
Masyarakat Majemuk, Pustaka Utama Kasus di Bandar Medan, Disertasi (PhD),
Grafiti, Jakarta. University Sains Malaysia.
Agustrisno, 2007, Respons Kultural dan Struktural Lubis, Arifah Armi, 2010, Identitas Etnis dan
Masyarakat Tionghoa terhadap Pemba- Komunikasi Antarbudaya: Studi Kasus
ngunan di Kota Medan, Tesis (Master), Peran Etnis dalam Komunikasi Antar-
Universitas Sumatera Utara: Pasca Sarjana budaya pada Mahasiswa Asal Malaysia di
USU, Medan . Fakultas Kedokteran USU, Skripsi (S1),
Amir, M.S, 2001, Adat Minangkabau, Pola dan FISIP USU, Medan.
Tujuan Hidup Orang Minang, PT Lubis, Suwardi, 1999, Komunikasi Antara
Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Budaya: Kajian Kasus Etnik Batak
BPS, 2010, Medan dalam Angka, BPS Kota Toba dan Etnik Tionghoa di Sumatera
Medan dan Kependudukan Kota Medan. Utara, USU Press, Medan.
Bungin, Burhan, 2008, Metodologi Penelitian Mazali, 1994, Etnis Tionghoa, Majalah Prisma,
Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi dan No.8. Ogos.
Dasar Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian
lain, Kencana Prenada Media Group, Ja- Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung.
karta. Mulyana, Deddy dan Solatun, 2007, Kaedah
Creswell, John W., 1998, Qualitatif Inquiry and Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh
Research Design: Choosing Among Five Penelitian Kualitatif dengan Pende-
Traditions, Sage Publication, Thousand katan Praktis, Remaja Rosdakarya, Ban-
Oaks. dung.
Daymon, Christine dan Immy Holloway, 2007, Samovar, Larry.A., Richard E.Porter & Edwin R.
Communicating with Strangers, Mc. McDaniel, 2006, Intercultural Commu-
Graw Hill Companies, New York. nication (A Reader), 11th (ed), Thomson
Husserl, Edmund, 1970, The Idea of Phenom- and Wadsworth Publishing Company,
enology, 4th (ed), Martinus Nijhoff, Neth- Belmont California.
erlands.
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan 27

Samovar, Larry.A., Richard E.Porter & Edwin R. Suraya, 2003, Peranan Komunikasi dalam
McDaniel, 2007, Communication be- Penyatuan Budaya, Jurnal Universitas
tween Cultures 6th Edition, Thomson and Paramadina, Volume 3. No.1. Septem-
Wadsworth Publishing Company, Belmont ber 2003.
California. Susiyanto, 2006, Solidaritas Sosial Cina Muslim
Satoshi Ishii, Donald Kloff and Peggy Cooke, dan Non Muslim dan Faktor-faktor yang
2006, Our Locus in The Universe : Mempengaruhinya: Studi di Kota Beng-
World View and Intercultural Commu- kulu, Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi
nication, In Intercultural Communication Khusus, Jun.
(A Reader) By Larry A.Samovar, Richard Tan, Sofyan, 2004, Jalan Menuju Masyarakat
E.Porter & Edwin R.McDaniel, Thomson Anti Diskriminasi, Kippas, Medan.
and Wadsworth Publishing Company, Widyahartono, Bob, 1989, Kongsi & Spekulasi
Belmont California. Jaringan Kerja Bisnis Cina, Terjemahan
Spradley, James P,1980, Participant Observa- dari: Het Chineeshce Zakenleven in
tions, Rinehart and Winston, New York. Nederlandsch Indie, By Vleming Jr.
Subanindyo Hadiluwih, 2006, Konflik Etnik di (1926), Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Indonesia: Kajian Kes di Bandaraya Yohanna, 2008, Representase Etnis Tionghoa
Medan, Disertasi (PhD), Jabatan An- dalam Novel Dinsum Terakhir oleh Clara
tropologi dan Sosiologi, Fakulti Sastera Ng: Studi Analisis Wacana, Skripsi (S1),
dan Sains Sosial. Universiti Malaya, Ma- Universitas Sumatera Utara: FISIP USU,
laysia. Medan .

Anda mungkin juga menyukai