Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kontak antar budaya terjadi ketika suatu individu yang berasal dari satu
latar budaya tertentu melakukan kontak dengan anggota latar budaya lain, dan
mereka menyadari perbedaan diantara mereka. Komunikasi antar budaya adalah
suatu frase yang terdiri dari dua kata yaitu “komunikasi”, dan “antarbudaya”.
Kata komunikasi itu sendiri bisa dilihat dari dimensi etimologis, terminologis,
dan pragmatisnya. Dari dimensi etimologis, kata komunikasi dalam Bahasa
Indonesia merupakan kata serapan dari kata communication yang merupakan
kata bahasa inggris. Kata communication itu sendiri berasal dari kata lain
communis yang bermakna setara atau sama.Komunikasi antarbudaya merupakan
sebuah situasi yang terjadi bila pengirim pesan adalah anggota suatu budaya dan
penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain Komunikasi
anatar budaya melibatkan interaksi anatar orang-orang yang persepsi budaya dan
simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (Samovar dkk, 2010:13).
Indonesia negara yang memiliki ragam suku bangsa dan budaya yang
dikenal sebagai bangsa yang majemuk karena memiliki masyarakat yang terdiri
dari bermacam-macam suku bangsa dan kelompok etnis. Keberagaman budaya
di Indonesia nampak pada kebiasaan, adat istiadat,norma dan nilai, serta perilaku
dari masyarakatnya. Keberagaman suku bangsa dan budaya bisa menjadi
kekuatan tersendiri bagi pembangunan suatu negara. Namun disisi lain, tanpa
adanya kepekaan dan kesadaran yang baik untuk saling menghargai dan
menghormati perbedaan budaya tersebut, maka dengan mudah memancing
terjadinya konflik antar budaya. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan
bangsa Indonesia, yang berarti berbeda-beda namun tetap satu jua. Walaupun

1
2

berbeda suku bangsa dan budaya namun tetap menjadi bagian dari negara
kesatuan Republik Indonesia.
Setiap manusia memerlukan interaksi dalam kehidupannya untuk
memenuhi kebutuhan. Perbedaan latar belakang budaya, bahasa, dan kebiasaan
menyebabkan munculnya berbagai hambatan saat berkomunikasi antara etnis
Jawa dan Sunda, namun dengan adanya interaksi antara keduanya mampu
menciptakan hubungan yang kian harmonis antara keduanya. Setiap pendatang
memiliki caranya masing-masing untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan
barunya, begitu pula sebagai host culture, tentu saja memiliki pandangan masing-
masing terhadap para pendatang ketika awal mula terjadi interaksi.Tidak dapat
kita hindari bahwa hidup dan beraktifitas pada lingkungan budaya yang berbeda
membawa setiap orang yang mengalaminya pada situasi yang penuh dengan hal
baru. Komunikasi antar budaya menurut Charley H Dood merupakan komunikasi
yang melibatkan diri secara personal dan kelompok dengan tekanan atau batasan
perbedaan latar belakang kebudayaan. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa
mahasiswa beretnis batak yang berkuliah di universitas pasundan semuanya
menjalani proses komunikasi antar budaya. Perbedaan budaya didapati sebagai
hal mengarah pada pembatasan dan informan dituntut untuk bisa menyesuaikan
atas perbedaan budaya untuk menjalani hidupnya di Bandung serta memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan.
Interaksi sosial pada umumnya juga terjadi dalam lingkup Perguruan
Tinggi khususnya pada mahasiswa. Mahasiswa berasal dari beragam etnik dan
budaya. Perbedaan budaya tersebut dapat menyebabkan perbedaan pola interaksi
sosial yang berpotensi pada disharmonisasi dalam menjalin relasi dengan
lingkungan sosialnya. Salah satu fenomena yang muncul yaitu keberadaan
masyarakat pendatang etnis Jawa di perguruan tinggi Universitas Pasunsan. Di
Universitas Pasundan Bandung terdapat banyak mahasiswa yang berasal dari
etnis jawa, khususnya di Fakultas Ilmu Komunikasi, lebih dari 10 remaja yang
berasal dari jawa.
3

Dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai “Interaksi Simbolik Etnis


Jawa dan Sunda di Universitas Pasundan”. Kajian ini difokuskan ke pada
mahasiswa/i yang ada di Universitas Pasundan terkhusus kepada mahasiswa/i
Ilmu Komunikasi yang ada di Universitas Pasundan.

1.2 Fokus dan Pertanyaan Penelitian


1.2.1 Fokus Penelitian
Berdasarkan dari uraian dan latar belakang di atas menjadi fokus pada
penelitian ini adalah “Bagaimana interaksi simbolik etnis jawa dan sunda di
Universitas Pasundan”

1.2.2 Pertanyaan penelitian

Untuk meneliti bagaimana interaksi simbolik yang terjadi antara etnis jawa dan
sunda di Universitas Pasundan, maka dirumuskan beberapa pertanyaan seperti
berikut:

1. Bagaimana komunikasi yang dilakukan etnis jawa dan sunda di universitas


pasundan?
2. Apa saja faktor pendukung atau penghambat dalam berinteraksi antara dua
budaya yang berbeda?
3. Bagaimana cara mengatasi hambatan yang komunikasi antara etnis jawa dan
sunda di universitas pasundan?
4. Bagaimana bentuk toleransi antara etnis jawa dan sunda di universitas
pasundan?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
keharmonisan atau kerukunan yang terjadi saat berinteraksi antara etnis jawa dan
sunda di Universitas Pasundan. Adapun tujuan pokoknya yaitu sebagai berikut :
4

1. Untuk mengetahui proses komunikasi antara etnis jawa dan sunda di


Universitas Pasundan.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan hambatan yang terjadi antara etnis
jawa dan sunda di Universitas Pasundan.
3. Untuk mengetahui cara dari mengatasi hambatan komunikasi etnis jawa dan
sunda di Universitas Pasundan.
4. Untuk mengetahui bentuk dari toleransi antara etnis jawa dan sunda di
Universitas Pasundan.

1.5 Kegunaan Penelitian


Dari proposal penelitian ini semoga dapat bermanfaat untuk pengembangan
pengetahuan pada bidang sosiologi atau ilmu lainnya, terutama yang berkaitan
dengan interaksi simbolik antar etnis. Terdapat beberapa hal yang dapat
dipandang sebagai manfaat positif dengan mengangkat penelitian ini
diantaranya:

1. Kegunaan Teoritis
- Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan
untuk membangun mahasiswa/i antar etnis, terkhusus etnis jawa dan
sunda.
- Bisa menjadi rujukan perpustakaan atau penelitian selanjutnya mengenai
harmonisasi antar etnis atau pun interaksi simbolik dalam proses
komunikasi.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan untuk membangun kehidupan bersosial
didalam etnis, manajemen konflik antar etnis dan membangun pola fikir
masyarakat untuk menghargai keberagaman adat istiadat dan bahasa.

BAB II
5

KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Literatur


2.1.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan
dan acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi bagi
peneliti untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan. Maka penulis
mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut :

1. “POLA INTERAKSI MAHASISWA ETNIK BETAWI


DENGAN MASYARAKAT ETNIK SUNDA” Skripsi milik Tri
Mukti Agung (2014).

Penelitian Tri Mukti Agung (2014), berjudul “Pola Interaksi Mahasiswa


Etnik Betawi Dengan Masyarakat Etnik Sunda (Penelitian Pada Organisasi
Kedaerahan Keluarga Pelajar Dan Mahasiswa Bekasi (Kapemasi) Bandung)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana interaksi sosial yang
dilakukan mahasiswa etnik betawi dan masyarakat etnik sunda di Bandung
menggunakan interaksi simbolik. Dari hasil penelitian yang dilakukannya
bahwa bahasa memiliki peran penting dalam berinteraksi bahkan jika salah
memaknainya bisa terjadi kesalah pahaman. Dengan beberapa faktor
pendukung dan penghambat kedua etnik yang berbeda latarbelakang dapat
hidup berdamping namun meski demikian terkadang masih terjadi konflik
antara mahasiswa etnis betawi dan warga setempat.

2. “POLA INTERAKSI MASYARAKAT MULTIKULTURAL


(STUDI DI BLOK JAWA DESA BUMIWANGI
6

KECAMATAN CIPARAY KABUPATEN BANDUNG)”


Skripsi Milik Desi Wiranti (2019).

Berdasarkan penelitian Desi Wiranti (2019) yang berjudul “POLA


INTERAKSI MASYARAKAT MULTIKULTURAL (Studi di Blok Jawa
Desa Bumiwangi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung)”. Dalam
penelitiannya melakukan metode deskriptif kualitatif, menganalisis tentang
interaksi sosial masyarakat multikultural yang tinggal di suatu wilayah yang
sama. Melalui pendekatan ke masyarakat seperti mengikuti kegiatan
kemasyarakatan serta dari jalinan silaturahmi dapat mempererat hubungan
harmonis di Blok Jawa terdapat. Interaksi sosial yang dilakukan masyarakat
setempat dan pendatang pun cukup erat. Sifat sopan santun, ramah tamah,
dan menanamkan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan setempat terjalin
lancar pada masyarakat Blok Jawa. Dengan begitu bukan saja toleransi sosial
yang kuat, namun kebudayaan bangsa sendiripun akan tetap terjaga.

3. “DAMPAK URBANISASI TERHADAP INTERAKSI


MASYARAKAT PENDATANG DENGAN PRIBUMI :
PENELITIAN DI PERUM BAROS KENCANA
KELURAHAN BAROS KECAMATAN BAROS KOTA
SUKABUMI” proposal milik muhammad banyu wira (2020).

Dan penelitian terdahulu oleh Muhammad Banyu Wira Kusumah


(2020) dengan judul “Dampak urbanisasi terhadap interaksi masyarakat
pendatang dengan pribumi : Penelitian di Perum Baros Kencana Kelurahan
Baros Kecamatan Baros Kota Sukabumi”. Pada penelitian ini sama halnya
dengan dua penelitian diatas membahas tentang bagaimana interaksi antara
masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat. Selain itu tempat pada
penelitian ini berada di kota yang sudah modern. Laju urbanisasi di kota
7

besar sangat mempengaruhi bagaimana orang pendatang beradaptasi


dilingkungan baru dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Beberapa
bentuk perilaku yang dilakukan antara pendatang dan masyarakat setempat
agar terciptanya kerukunan seperti melakukan kegiatan bersama dengan
didasari menumbuhkan rasa toleransi tidak membeda-bedakan agama atau
budaya masing-masing, mengubah pola pikir agar lebih terbuka memiliki
pengalaman baru serta melakukan kegiatan bersama yang akan
menumbuhkan rasa kekerabatan dalam masyarakat.

Dalam penelitian kualitatif, pencarian dan pengadaan literatur atau


kepustakaan merupakan suatu hal yang penting. Kepustakaan merupakan
jembatan untuk peneliti mendapatkan landasan konstruksi teoritik, kajian
pustaka atau kajian teoritis mempunyai peranan penting dalam hal
penelitian. Dengan kajian pustaka peneliti dapat mengidentifikasi masalah
penelitian dan arah penelitian. Di dalam kajian teoritis bab II penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis Fenomena Interaksi etnis Jawa dan etnis Sunda
di Universitas Pasundan. Maka dari itu perlu mencantumkan kajian pustaka
guna mendukung pelaksanaan penelitian ini. Adapun kajian pustaka tersebut
mencangkup: (a) Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial (b) Ciri-Ciri
Interaksi Sosial (c) Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial (d) Jenis-Jenis Interaksi
Sosial (e) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial (f) Pola
Komunikasi dalam Interaksi Sosial.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Interaksi Simbolik

Sebagai pengantar tentang Teori Interaksi Simbolik, maka harus didefinisikan


terlebih dahulu arti dari kata “interaksi” dan “simbolik”. Menurut kamus
komunikasi (Effendy. 1989: 184) definisi interaksi adalah proses saling
8

mempengaruhi dalam bentuk perilaku atau kegiatan di antara anggota-anggota


masyarakat, dan definisi simbolik (Effendy. 1989: 352) adalah bersifat
melambangkan sesuatu.
Simbolik berasal dari bahasa Latin “Symbolic(us)” dan bahasa Yunani
“symbolicos”. Dan seperti yang dikatakan oleh Susanne K. Langer dalam Buku
Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Mulyana. 2008: 92), dimana salah satu
kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan
lambang, dimana manusia adalah satu-satunya hewan yang biasanya
menggunakan dengan cara lambang.
Herbert Blumer sebagai salah seorang tokoh interaksionisme simbolik
menyatakan bahwa organisasi masyarakat manusia merupakan kerangka di mana
terdapat tindakan sosial yang bukan ditentukan oleh kelakuan individunya. Ide
dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.
B. Watson.

Menurut Fisher, interaksi simbolik adalah teori yang melihat realitas sosial
yang diciptakan manusia. Sedangkan manusia sendiri mempunyai kemampuan
untuk berinteraksi secara simbolik, memiliki esensi kebudayaan, saling
berhubungan, bermasyarakat, dan memiliki buah pikiran.

Interaksi simbolik adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara
manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi
yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka
ciptakan. Realitas sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada
beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu
berlangsung secara sadar dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan
ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan
“simbol”.
9

Interaksi simbolik ada karena ide- ide dasar dalam membentuk makna
yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan
hubungannya di tengah interaksi sosial, dan bertujuan akhir untuk memediasi,
serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu
tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto
(2007: 136), makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk
membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain
melalui interaksi.
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara
lain:
1. Pikiran (Mind) adalah kemampuan
untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana
tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan
individu lain,
2. Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari
penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme
simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan
tentang diri sendiri (The-Self) dan dunia luarnya
3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan,
dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap
individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan
sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses
pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
”Mind, Self and Society”
merupakan karya George Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934
dalam PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga
tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai
teori interaksi simbolik.
10

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi
simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
2. Pentingnya konsep mengenai diri
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat
2.2.2 Makna Interaksi Simbolik

Herbert Blumer dalam Ahmadi D ( 2008: 309-3010), konsepnya tentang


interaksi simbolik, Blumer menunjuk kepada sifat khas dari tindakan atau
interaksi antar manusia. Kekhasannya bahwa manusia saling menerjemahkan,
mendefenisikan tindakannya, bukan hanya reaksi dari tindakan seseorang
terhadap orang lain. Tanggapan seseorang, tidak dibuat secara langsung atas
tindakan itu, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan. Olehnya, interaksi
dijembatani oleh penggunaan simbol, penafsiran, dan penemuan makna tindakan
orang lain.

Blumer Soeprapto (2002), mengatakan bahwa individu bukan dikelilingi


oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkan dan membentuk
perilakunya, sebaliknya ia membentuk objek-objek itu. Dengan begitu, manusia
merupakan actor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan objek yang
diketahuinya melalui apa yang disebutnya sebagai self-indication. Maksudnya,
proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberi makna dan memberi tindakan dalam konteks sosial.
Menurutnya dalam teori interaksi simbolik mempelajari suatu masyarakat
disebut “tindakan bersama”.

Dalam perspektif Blumer, teori interaksi simbolik mengandung beberapa


ide dasar, yaitu:
1. Masyarakat terdiri atas manusia yang bertinteraksi. Kegiatan tersebut
saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial;
11

2. Interaksi terdiri atas berbagai kegiatan manusia yang berhubungan


dengan kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup stimulus
respons, sedangkan interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan-
tindakan;
3. Objek-objek tidak memiliki makna yang intrinsik. Makna lebih
merupakan produk interaksi simbolis. Objek-objek tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu objek fisik, objek sosial,
dan objek abstrak;
4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal. Mereka juga melihat
dirinya sebagai objek
5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretasi yang dibuat manusia
itu sendiri
6. Tindakan tersebut saling berkaitan dan disesuaikan oleh anggota-
anggota kelompok. Ini merupakan “tindakan bersama”. Sebagian besar
“tindakan bersama” tersebut dilakukan berulang-ulang, namun dalam
kondisi yang stabil. Kemudian di saat lain ia melahirkan kebudayaan
(Bachtiar, 2006:249-250).

2.2.3 Konsep Diri Dalam Interaksi Simbolik

Menurut G. Herbert Mead dalam Ahmadi D ( 2008: 307-308), mengatakan


bahwa teori interaksi simbolik adalah tentang “diri” (self), menganggap bahwa
konsepsi-diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu
dengan orang lain. Bagi Mead, individu adalah makhluk yang bersifat sensitif,
aktif, kreatif, dan inovatif. Konsep “diri” (self) dapat bersifat sebagai objek
maupun subjek sekaligus. Objek yang dimaksud berlaku pada dirinya sendiri
sebagai n karakter dasar dari makhluk lain, sehingga mampu mencapai
kesadaran diri (self conciousness), dan dasar mengambil sikap untuk dirinya,
juga untuk situasi sosial.
12

Menurut Charles Horton Cooley dalam Ahmadi D ( 2008: 307-308),


mengatakan bahwa tentang “Diri” yang penting dalam perkembangan Interaksi
simbolik ini berusaha mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai
individu, namun bukan sebagai entitas yang terpisah dari masyarakat. Cooley
mendefinisikan “diri” sebagai segala sesuatu yang dirujuk dalam pembicaran
biasa melalui kata ganti orang pertama tunggal. Cooley berpendapat bahwa
“aku” (I), “daku”, (me), “milikku”, (mine), dan “diriku” (my self). Menurutnya,
segala sesuatu yang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi lebih kuat
dibandingkan dengan yang tidak dikaitkan dengan diri bahwa diri dapat dikenal
hanya melalui perasaan subjektif. Dalam teorinya the lookingglass self, Cooley
berargumen bahwa konsep diri individu secara signifikan ditentukan apa yang ia
pikirkan tentang pikiran orang lain mengenaidirinya. Artinya, individu
memerlukan respons orang lain yang ditafsirkan subjektif sebagai data dirinya,
(Mulyana, 2006).

Menurut William Jamesdalam Ahmadi D ( 2008: 307-308), menjelaskan


“Diri” tidak jauh berbeda dengan argumentasi Mead bahwa konsep “diri”(self)
dapat bersifat sebagai objek maupun subjek sekaligus. Objek yang dimaksud
berlaku pada dirinya sendiri sebagai karakter dasar dari makhluk lain, sehingga
mampu mencapai kesadaran diri (self conciousness), dan dasar mengambil sikap
untuk dirinya juga untuk situasi sosial. James mengakui bahwa individu
mempunyai banyak “diri” sebanyak kelompok berlainan yang merespon
individu tersebut. Prinsipnya bahwa “diri” merefleksikan masyarakat,
memerlukan suatu pandangan atas ‘diri” sesuai dengan realitas. William James
menyimpulkan bahwa tidak ada realitas tunggal, melainkan realitas yang tak
terbatas, seperti realitas kehidupan sehari-hari, mimpi, sains termasuk realitas
pribadi.

2.2.4 Ciri-ciri Interaksi Sosial


13

Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Jumlah pelaku lebih dari satu orang, artinya dalam sebuah interaksi sosial,
setidaknya ada dua orang yang sedang bertemu dan mengadakan hubungan.

b) Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol, artinya


dalam sebuah interaksi sosial didalamnya terdapat proses tukar-menukar in-
formasi atau biasa disebut dengan proses komunikasi dengan menggunakan
isyarat atau tanda yang dimaknai dengan simbol-simbol yang akan diungkap-
kan dalam komunikasi itu.

c) Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang
menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung, artinya dalam proses interaksi
dibatasi oleh dimensi waktu sehingga dapat menentukan sifat aksi yang se-dang
dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam interaksi.

d) Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut
dengan yang diperkirakan oleh pengamat, artinya dalam sebuah interaksi so-sial,
orang-orang yang terlibat didalamnya memiliki tujuan yang diinginkan oleh
mereka. Apakah untuk menggali informasi, atau sekedar beramah-tamah
atau yang lainnya.

2.2.5 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

a) Kerja Sama (Cooperation)

Kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana di dalamnya


terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama
dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktivitas masing-
masing. Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk
interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama
merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerjasama
untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar
14

bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan kepada


kerja sama. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja
sama, yaitu:

1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.

2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-


barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

3) Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru


dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai
salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi
organisasi yang bersangkutan.

4) Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan
yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih
tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan
lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama, maka sifatnya ala kooperatif.

5) Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu,


misalnya pemboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan,
dll.

2.2.6 Jenis-Jenis Interaksi Sosial

Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:

a). Interaksi antara individu dan individu

Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi.
Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun
sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar
15

akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-
masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau
minyak wangi atau bau keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika sedang
berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain.

b). Interaksi antara kelompok dan kelompok

Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan
sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya:
permusuhan antara Indonesia dengan Belanda pada zaman perang fisik.

c). Interaksi antara individu dengan kelompok

Interaksi antara individu dengan kelompok menunjukkan bahwa


kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompok. Bentuk
interaksi ini berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Contohnya: seorang guru
yang mengawasi murid-muridnya yang sedang mengerjakan ujian. Dalam hal
ini seorang guru sebagai individu berhubungan dengan murid-muridnya yang
berperan sebagai kelompok.

2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Interaksi sosial dalam prosesnya ada banyak faktor-faktor yang dapat


mempengaruhi interaksi sosial sehingga interaksi sosial tersebut dapat terjadi
dan terjalin baik. Faktor-faktor yang memengaruhi interaksi sosial diantaranya:

a). Imitasi

Imitasi berasal dari bahasa inggris, imitation yang artinya tiruan atau
peniruan. Faktor imitasi mempunyai peran yang sangat penting dalam prosesi
interaksi. Imitasi adalah proses meniru perilaku dan gaya seseorang yang
menjadi idolanya. Tindakan meniru dilakukan dengan belajar dan mengikuti
perbuatan orang lain yang menarik perhatiannya. Imitasi dapat terjadi
16

contohnya cara berpakaian, model rambut, gaya bicara, cara bertingkah laku,
dan sebagainya. Imitasi dapat bersifat positif jika mendorong seseorang untuk
mempertahankan, melestarikan, serta mentaati norma dan nilai yang berlaku.

b). Sugesti

Sugesti adalah pandangan atau sikap seseorang yang kemudian


diterima dan diikuti oleh pihak lain. Pihak pemberi sugesti biasanya adalah
orang yang beribawa dan dihormati, seperti dokter dan psikiater.
Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak penerima sugesti sedang
berada dalam keadaan kalut atau emosi yang tidak stabil sehingga menghambat
daya pikirnya.

c). Identifikasi

Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah


identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak
belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu
belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan
peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi.

d). Simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang


terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi
berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi,
berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu merupakan proses yang
sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati
cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Patut
ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping
simpati yang timbul dengan tiba-tiba. seseorang yang ikut merasa iba kepada
kawannya yang terbaring di rumah sakit dengan cara menjenguk. Atau,
17

seseorang memberikan ucapan selamat kepada teman karena ikut merasakan


senang atas keberhasilan kawannya tersebut dalam lomba baca puisi tingkat
nasional.

e). Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang diberikan kepada seseorang individu


kepada individu lainnya. Motivasi bertujuan agar orang yang diberi motivasi
tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan. Selain diberikan
kepada individu, motivasi juga dapat diberikan individu kepada kelompok,
kelompok kepada kelompok, dan kelompok kepada individu. Contoh motivasi
adalah ketika guru memberikan motivasi kepada anak didiknya agar semangat
belajar untuk menghadapi ujian.

f). Empati

Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau


mengindentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama
dengan orang atau kelompok lain. Misalnya, jika melihat seseorang mengalami
kecelakaan dan luka berat. kita berempati seolah-olah juga ikut merasakan
sakit orang tersebut. Dengaan kata lain, kita memposisikan diri kita pada orang
lain.

2.2.8 Pola Komunikasi dalam Interaksi Sosial

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain demi


kelangsungan hidupnya. Hubungan yang terjalin antar manusia disebut dengan
interaksi sosial. Soerjano sukanto secara khusus menjabarkan interaksi sosial sebagai
proses sosial yang ditandai dengan adanya hubugan antar individu, kelompok, atau
individu dengan kelompok.

Selain karena faktor kebutuhan yang timbul dari dalam dirinya yang tercakup
dalam kebutuhan mendasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan integratif, manusia juga
18

mempunyai naluri untuk selalu hidup berkelompok atau bersama dengan orang lain.
Hal ini disebut dengan naluri gregariousness. Dengan demikian, faktor-faktor yang
mendorong manusia untuk hidup bersama dengan orang lain adalah sebagai berikut:

a. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

b. Dorongan untuk mempertahankan diri

c. Dorongan untuk meneruskan generasi atau aturan

d. Dorongan untuk hidup bersama yang di wujudkan dalam bentuk hasrat untuk
menjadi satu dengan manusia sekelilingnya, dan hasrat untuk menjadi satu dengan
suasana alam sekitarnya.

Upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan mendasar, sosial dan intergratif


dilakukan melalui suatu proses yang disebut dengan interaksi sosial. Menurut Kinbal
Young dan Raymond W. Mack, interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan
sosial, oleh karena itu tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan
Bersama.

2.3 Etnisitas
Menurut Asmore, etnisitas menggambarkan karakteristik atau ciiri khas
budaya yang dimiliki suatu etnis yang membedakan dengan etnis lain. tetapi
hubungan antar etnisitas dan kebudayaan sangat kompleks maka dari itu hubungan
keduanya bukanlah hubungan satu lawan satu, dimana suatau kelompok yang
memiliki budaya tertentu, otomatis menjadi satu kelompok etnis tertentu.

Kaitan itu merupakan komunikasi sistematis yang berlangsung secara terus


menerus untuk mengkomunikasikan perbedaan budaya oleh kelompok-kelompok
yang mengklaim kelompoknya sebagai etnis-etnis yang berbeda.

2.3.1. Etnis Sunda


19

Etnis sunda adalah bagian dari masyarakat suku bangsa yang tinggal di bumi
nusantara sunda. Seperti penjelasan Koentjaraningrat, mengatakan suku sunda
ialah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu serta dialek
bahasa sunda sebagai bahasa ibu yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari
dari penjelsan tersebut merupakan bagian antropologi budaya.

Selain itu masyarakat sunda mempunyai sikap saling mengenal, saling atau
gotong royong yang menjadi ciri dari masyarakat sunda. Bahkan dikenal dengan
sistem kekerabatannya yang erat. Untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau
bersama masyarakat sunda agar dapat melaksanakan tugas secara bersama-sama,
relasi sosial ini menjadi hal utama digunakan sebagai medianya.

Etnis sunda ini memiliki prisinsip “cageur, bageur, bener, tur singer”, prinsip
tersebut merupakan filosofi kehidupan orang sunda sebagai pedoman pada
penerapan sistem pendidikan dan pengetahuan. Menjadi pedoman dalam
penerapan sistem pengetahuan atau pendidikan. Kata Cageur memiliki arti sehat
rohani dan jasmani. Bageur memiliki makna berprilaku baik, ramah, bertata krama
sopan, dan santun. Bener yang berarti jujur, amanah, takwa, dan penyayang. Pinter
yang berarti memiliki pengetahuan yang luas. Singer mempunyai makna kreatif
dan inovatif tidak terbatas pada kondisi dan situasi yang dihadapi. Dari makna
filosofi tersebutlah meraka memperoleh informasi dengan bermodalkan prinsip
pinter dan singer. Masyarakat sunda cenderung menyukai informasi yang dapat
dicerna oleh akal atau bersifat rasional daripada informasi yang irasional.

Masyarakat sunda memiliki ciri yang khas seperti perkenalan pribadi, gaya
dan ragam bahasa termasuk logat bicara, cara bicara, bahasa tubuh, cara menyapa,
dan ekspresi wajah. Hal tersebut menjadi ciri masyarakat sunda mengutamakan
sikap ramah dalam proses interaksi atau komunikasi agar dapat membangun
hubungan yang harmonis dalam masyarakat.

Memiliki karakter yang ramah dan terbuka itulah yang menjadikan para
pendatang merasa nyaman hidup berdampingan dengan masyarakat sunda
20

meskipun berbeda latar belakang individu baik itu secara etnis, budaya, agama,
dan sosial mereka dapat langsung menyatu dalam kehidupan bermasyarakat.

Proses interaksi masyarakat sunda dengan sesama etnis sunda menggunakan


bahasa verbal dengan menggunakan bahasa sunda dalam menyampaikan pesan
atau berkomunikasi. Tetapi saat berinteraksi dengan masyarakat yang bebeda
budayanya memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, supaya pesan
yang disampaikan dapat dimengerti dengan mudah oleh masing-masing pihak.
Dari pada itu masyarakat sunda mempunyai pola hubungan baik yang terbangun
diantara kelompoknya dengan kelompok lain.

2.3.2. Etnis Jawa

Kelompok masyarakat Indonesia pada awalnya terbentuk karena terdapat


suku-suku bangsa dan daerahnya. Salah satunya suku jawa. Suku jawa merupakan
suku dengan banyak masyarakatnya bahkan tersebar dibeberapa daerah di
Indonesia.

Suku jawa terkenal dengan perilaku gotong royong. Hal tersebut dapat
dilihat dari prinsipnya “saiyeg saekopraya gotong royong” dan “hapanjang-
hapunjung hapasir-wukir loh-jinawi, tata tentrem kertaraharja”. Prinsip-prinsip
tersebut mengajarkan hidup saling tolongmenolong sesama masyarakat atau
keluarga. Masyarakat jawa merasa dirinya bukan persekutuan orang-perorangan
melainkan suatu kesatuan bentuk “satu untuk semua dan semua untuk satu
(Hurusatoto 2008).Daripada itu prinsip hidup orang jawa banyak pengaruhnya
terhadap ketentraman hati yaitu ikhlas (nrima). Dengan prinsip ini orang jawa
merasa puas dengan nasibnya (Wijayanti and Nurwianti 2010).

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Teori Interaksi Simbolik

Penelitian ini menggunakan teori Interaksi Simbolik, teori ini merupkan teori
yang mencerminkan kegiatan interaksi yang terjadi di dalam penelitian ini, dalam
21

teori ini, informasi yang didapatkan bisa diolah menjadi sebuah definisi – definisi
yang merujuk kepada pola komunikasi yang terjadi. Teori Interaksi Simbolik ini
ada karena beberapa ide – ide dasar yang membentuk makna yang berasal dari
pemikiran manusia (Mind), mengenai diri kemudian merefleksikan makna dari
pikiran yaitu (Self), dan hubungan di tengah interaksi sosial bersama masyarakat
(Society) yang ikut membentuk suatu makna baru atau memberi makna baru
didalamnya.

1. Pikiran (Mind) Ini diartikan sebagai kemampuan dalam mengembangkan


pikiran yang bekerja karena menerima beberapa hal yang menyangkut ide,
gagasan ataupun jenis informasi yang kemudian akan berkembang dalam
pikiran manusia untuk di analisa kebenarannya. Dalam artian seperti
bagian ini pikiran berada dalam tahap membuat suatu rencana untuk
menginteretasi makna tersebut dari berbagai jenis ide, gagasan ataupun
informasi yang diterima.
2. Diri (Self) Diartikan sebagai definisi diri merupakan refleksi dari apa yang
ada dalam pikiran individu. Dalam merefleksikan diri dan proses
pengembangan diri, individu akan mengambil peran khusus kedalam suatu
kelompok ataupun menetapkan bagaimana ia akan bertingkah laku sesuai
dengan apa yang ia pikirkan dan juga memikirkan bagaimana individu ini
sendiri dilihat oleh orang lain.
3. Masyarakat (Society) Ini merupakan tahap untuk menyatukan diri kedalam
masyarakat, disini individu juga memilih makna yang akan diambil dalam
menerapkan sesuatu yang akan menjadi kegiatan secara terus menerus
ketika masih berada dalam lingkungan atau orang – orang yang sama.

Atau bisa juga ia sebagai individu yang berpartisipasi dalam memberi


makna baru di lingkungannya sebagai suatu perkembangan. Mind, Self dan
Society merupakan karya George Herbert Mead yang paling umum dan
banyak digunakan dalam kajian ilmu pengetahuan. Konsep ini memfokuskan
22

kepada tiga poin tersebut yang dipaparkan diatas danasumsi yang dibutuhkan
untuk menyusn diskusi mengenai teori interkasi simbolik.

Teori memiliki keterkaitan dengan penelitian karena pola komunikasi yang


diteliti meliputi cara interaksi serta berkomunikasi yang dilakukan oleh
komunitas Rumah Kultur, serta makna apa yang ditangkap oleh masyarakat
yang mempengaruhi cara berkomunikasi yang merujuk pada perilaku masing
masing anggota komunitas untuk bisa menyelenggarakan event ini untuk terus
berlanjut.

Pada bagian ini peneliti menjelaskan komunikasi antar komunitas yang


dibentuk sebuah pola komunikasi yang terorganisir untuk memudahkan
peneliti dalam merinci lebih lanjut, ini berkaitan erat dengan tiga tipe pola
komunikasi yaitu, Pikiran (Mind), Diri (Self), dan Masyarakat (Society), yang
merupakan rincian yang peneliti fokuskan. Pikiran, Diri, dan Masyarakat akan
menjadi komponen yang menjadi perhatian lebih, ini akan menjadi sebuah
topik atau kedalaman informasi menjadi lebih terbuka keberadaannya.
Alasannya, pendapat dan argument langsung dari komunitas Rumah Kultur,
dirangkup dalam ketiga bagan ini. Pengalaman serta tingkat daya paham
opinion leader dari komunitas Rumah Kultur akan dianalisa lebih lanjut
kedalam bagan ini dan dijelaskan lebih rinci untuk bahan informasi agar lebih
akurat dalam penyampaiannya.
23

2.3.2 Bagan Kerangka Pemikiran

INTERAKSI ETNIS JAWA DAN


ETNIS SUNDA DI UNIVERSITAS
PASUNDAN

TEORI INTERAKSI SIMBOLIK


TERDIRI DARI 3 YAITU

Society
Mind (Pikiran) Self (Diri)
(Masyarakat)

Merefleksikan makna Peran Komunitas pada


makna menyimpulkan
komunikasi dan sosialisasi masyarakat sekitar dalam
komunikasi secara ideal
dalam komunitas rumah membentuk pola
melalui simbol
kultur komunikasi

Bagan 1 Kerangka Pemikiran


24

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Subjek, objek dan metodologi


3.1.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal
atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan
Arikunto (2016:26). Subjek penelitian ini merupakan salah satu yang niatnya menjadi
sumber informasi yang dapat mengungkapkan fakta atau pertanyaan dalam penelitian.
Maka dari itu, subjek penelitian merupakan hal yang krusial karena menjadi bagian
dalam memberikan informasi,tanggapan dan masukan kepada peneliti.

Menurut Creswell mengenai jumlah informan yang dibutuhkan dalam sebuah


penelitian kualitatif, iallah:

Penelitian bertugas untuk mengumpulkan data dari orang yang mengalami


atau merasakan ssecara langsung, biasanya melalui wawancara dalam jangka
waktu yang berjumlah 5-25 informan atau orang. (Creswell, 2013:57).

3.1.1.1 Profil Informan

Tabel 1 Profil Informan

No. Nama Jenis Kelamin Fakultas Jurusan

1 Teguh Tirtayasa L FEB Manajemen


2 Nida P FEB Manajemen
3 Rafi Nurul Faturohman L FT Teknik Mesin
4 Anisa Fitriani P FISIP Ilmu
Komunikasi
25

5 Anisa Nurjanah P FKIP PGSD

3.1.1.2 Respon Informan


1. Teguh Tirtayasa merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Pasundan Bandung. Teguh mengatakan "Saya
berasal dari etnis Jawa Indramayu. Kalo saya sih gak ada hambatan
ya kalo berinteraksi sama teman-teman di kelas karna saya juga
lumayan ngerti bahasa sunda karna saya juga jawa Indramayu, terus
bentuk toleransinnya ya paling saya minta buat sama-sama pakai
bahasa Indonesia aja sih teh"
2. Nida merupakan mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pasundan Bandung. Menurutnya "Saya seorang etnis
Jawa beerasal dari Tegal. Kalo pengalaman saya sih selama interaksi
sama teman-teman etnis agak susah karna Jawa saya tu bener-bener
medok banget terus kalo denger teman dari etnis Sunda itu ga ngerti
banget apa yang mereka omongin. Buat bentuk toleransinya ya kami
dapat saling menghargai dan belajar satu sama lain. Saya juga
merasa bahwa keterbukaan dan toleransi sangat penting dalam
menjaga hubungan antar etnis di kampus."
3. Rafi Nurul Faturohman merupakan mahasiswa Fakultas Teknik
yang merupakan informan dari etnis sunda dan menurutnya "Saya
berasal dari etnis Sunda Bandung. Hambatan yang dialamin sih
hampir gak ada ya karena mungkin lingkungan saya itu Sunda jadi
mayoritas orang-orang pakenya bahasa Sunda dan Indonesia, dan
dari etnis lain juga khususnya yang dari Jawa juga pakenya bahasa
Indonesia. Jadi saya ngerti-ngerti saja kalo komunikasi sama orang
lain apalagi kalo beda etnis"
26

4. Anisa Fitriani sebagai mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial dan


Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. yang merupakan etnis
sunda berpendapat sebagaimana berikut "Aku berasal dari etnis
Sunda Bogor, dan aku ngerasa kami memiliki keunikan budaya dan
bahasa yang sangat penting untuk dilestarikan. Terus, aku juga
merasa bahwa berinteraksi dengan etnis Jawa dan etnis lainnya
dapat membuka pandangan dan memperkaya pengalaman hidup
kita. Nah kalo hambatan ya, jujur aja aku itu gapunya teman dari
etnis Jawa, tapi pernah sih sesekali berinteraksi sama mereka nah
kita sama-sama pake bahasa Indonesia jadi aman-aman saja sih. Aku
berharap sih kami dapat terus saling mendukung dan menghargai
keberagaman budaya di kampus. Bentuk toleransinya paling saling
menjaga "
5. Anisa Nurjanah sebagai mahasiswi dari Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan Bandung. Berpendapat
sebagai berikut "Saya berasal dari etnis Sunda Bandung, dan saya
merasa bahwa interaksi dengan teman-teman etnis Jawa sangat
menyenangkan. Kami dapat saling menghormati dan bekerja sama
dalam kegiatan kampus, dan saya merasa bahwa keberagaman
budaya adalah kekuatan kita. Saya senang bahwa kami dapat
menciptakan lingkungan kampus yang kaya gini”

3.2. Jenis Data Dan Sumber Data

3.2.1. Jenis Data


Data penelitian yang bersifat lunak atau soft data seperti tindakan,
kalimat, ungkapan, dan kata adalah bagian penelitian kualitatif. Data utama
kualitatif ialah data yang didapat dari tindakan dan ungkapan orang atau subjek
yang diteliti, diamati atau diwawancarai (Farida Nugrahani 2014).
27

Jenis data pada penelitian terdapat dua bagian yaitu data kuantitatif dan data
kualitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunkan jenis data kualitatif. Data kualitatif
adalah data yang dikumpulkan dari pertanyaan yang diajukan penulis pada informan
melalui teknik wawancara. Bentuk dari data kualitatif seperti ungkapan, kalimat atau
kata-kata disajikan melalui catatan, gambar/foto dan rekaman video.

3.2.2. Sumber Data


Data dalam penelitian pada dasarnya terdiri dari semua informasi atau informasi
secara alamiah yang dikumpulkan dan dipilih oleh penulis, bisa terdapat pada segala
suatu apapun yang menjadi sasaran atau bidang penelitian.

Umumnya data penelitian kualitatif merupakan data yang berisikan kata, kalimat,
ungkapan dan tindakan. Tindakan dan ungkapan kata-kata orang atau subjek yang
sedang diteliti merupakan data yang utama pada penelitian kualitatif (Farida Nugrahani
2014).

Sumber data terbagi menjadi dua bagian yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. (1).Data Primer yaitu data yang didapat dan dikumpulkan dari sumbernya
langsung narasumber atau informan. Teknik penelitian yang tepat untuk
mengumpulkan data primer yaitu teknik Observasi. (2). Data Sekunder merupakan
sumber data tambahan yang diambil tidak secara langsung dilapangan melainkan dari
sumber yang telah ada atau dibuat orang lain seperti jurnal ilmiah, buku dan lain-lain.
(Jamaludin 2018).

a. Sumber Data Primer

Sumber data pada penelitian ini melalui wawancara mendalam dengan tokoh
Mahasiswa/i yang berada di Universitas Pasundan mengenai bagaimana proses
interaksi simbolik antara kedua etnis tersebut dengan berbeda latar belakang sehingga
terjalinnya hubungan yang harmonis antara etnis sunda dan etnis jawa di Universitas
Pasundan.
28

b. Sumber Data Sekunder

Pada sumber data sekunder penulis menambahkan data penelitian dari beberapa
arsip atau dokumen, jurnal dan skripsi yang berhubungan dengan judul penelitian
penulis.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara dan sumber. Bisa dilihat
dari data yang didapat dan dikumpulkan secara alamiah melalui metode eksperimen
serta beberapa partisipan. Jika dilihat dari sumbernya pengumpulan data dapat
menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Kemudian
bisa dilihat dari Teknik pengumpulan data, dapat dilakukan dengan interview/wawan
cara, observasi atau pengamatan dan studi literature atau sumber bacaan yang
mendukung.

3.3.1. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan jika berkaitan dengan
perilaku manusia, seperti proses kerja, gejala-gejala alam dan sebagainya. Observasi
merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dengan observasi
penulis dapat mendokumentasikan secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi
subjek penelitian. Semua yang dilihat dan didengar pada saat proses observasi dapat
dicatat dan direkam untuk keperluan dalam penelitian.

Pengamatan atau observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek
dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah
fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya,
untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu
penelitian.

Tahapan observasi meliputi pengamatan secara umum dan lebih luas berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Proses observasi dimulai dengan mengidentifikasi
wilayah yang akan diteliti. Kemudian setelah melakukan identifikasi pada wilayah atau
29

tempat penelitian selanjutnya membuat pemetaan sehingga diperoleh gambaran umum


mengenai sasaran penelitian (Raco 2018). Dilihat dari proses pelaksanaannya
dibedakan menjadi observasi berperan (participant observation) dan observasi tidak
berperan (non participant observation).

a. Observasi Berperan

Pada teknik ini, peneliti menggali informasi mengenai perilaku dan kondisi lingkungan
penelitian menurut kondisi yang sebenarnya. Observasi berperan ini dapat dilakukan
baik secara formal atau informal, dengan melibatkan peneliti sebagai kelompok
masyarakat yang diteliti.

b. Observasi Non Partisipan

Pada observasi ini, peneliti tidak terlibat dengan subjek yang diamati tetapi hanya
berperan sebagai pengamat. Dengan teknik ini tidak akan didapat data yang mendalam
sampai makna atau nilai- nilai dibalik perilaku yang terlihat dan tercap dari subjek yang
diteliti. Observasi berperan karena lokasi penelitian termasuk daerah tempat kuliah
penulis jadi memungkinkan untuk terlibat secara langsung dan mengetahui kondisi
lingkungan tempat penelitian serta mengetahui proses interaksi mahasiswa dan
mahasiswi yang ada di Universitas Pasundan.

3.3.2. Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik penggalian data melalui percakapan yang
dilakukan dengan maksud tertentu dari beberapa pihak. Sebagaimana dijelaskan oleh
Lincoln dan Guba (1985:266) wawancara dapat dilakukan untuk mengkontruksi
kejadian, motivasi, organisasi kegiatan , tuntutan, dan lain-lain. Teknik ini dipilih
penulis untuk memperoleh data yang lebih banyak, mendalam dan akurat, bisa juga
menggunakan teknik wawancara mendalam.

Jenis wawancara mendalam dilakukan dengan santai dan terbuka serta tidak
berbentuk non-formal. Wawancara dilakukan berulang pada informan atau
30

partisipan yang sama dengan pertanyaan berbentuk terbuka-tertutup mengenai


fakta dari peristiwa atau aktivitas dan opini (Farida Nugrahani 2014).

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2019), wawancara adalah


merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstrusikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik penelitian pengumpulan data jika penulis


ingin menemukan permasalahan yang harus diteliti. Wawancara terbagi menjadi dua
jenis :

1. Wawancara Terstruktur, digunakan untuk mengetahui dengan jelas


mengenai informasi yang akan diperoleh. Pada wawancara struktur ini
setiap partisipan diberikan pertanyaan yang sama.
2. Wawancara Tidak Terstruktur, yaitu wawancara yang bebas dimana penulis
tidak menggunakan panduan wawancara yang telah tersusun secara
sistematis. Panduan wawancara biasanya berupa pokok permasalahan yang
akan ditanyakan (Sugiyono 2013).

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan lebih dominan


menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur agar pembahasan lebih terbuka
dan meluas pada proses interaksi simbolik etnis sunda dan etnis di Universitas
Pasundan.

Adapun informan atau partisipan yang penulis wawancari mengenai penelitian ini:

1. Teguh Tirtayasa mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) sebagai


informan pangkal dari etnis jawa yang ada di Universitas Pasundan dan dibantu oleh
informan Nida Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).

2. Rafi Nurul Faturohman mahasiswa Fakultas Teknik (FT) sebagai informan


pangkal dari etnis sunda yang ada di Universitas Pasundan serta dibantu oleh
31

informan kunci yaitu Anisa Fitriani (FISIP), AnisaNurjanah (FKIP), dan Nuriyah
Puadah (FKIP).

3.3.3. Kajian Pustaka


Dalam penelitian ini penulis menambahkan informasi dan data dari penelitian
sebelumnya sebagai bahan perbandingan, baik dalam kekuarangan atau kelebihan yang
sudah ada. Selain itu penulis menambahkan informasi dari buku-buku, jurnal maupun
skripsi untuk mendapatkan data yang sudah ada sebelumnya berkaitan dengan judul
penelitian.

Adapun beberapa sumber bacaan yang dijadikan referensi oleh penulis yaitu buku
Ambo Upe (2017) : Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filosofi Positivistik Ke Post
Positifistik, dan Jurnal Ilmu Sosial (2012) : Interaksionisme Simbolik Dalam
Kehidupan Bermasyarakat. Itulah beberapa sumber bacaan yang digunakan sebagai
acuan utama sebagai penambahan informasi mengenai penelitian penulis.

3.4. Teknik Analisis


Data Sebagaimana penjelasan dari penelitian kualitatif bahwa data diperoleh dari
beberpa sumber dengan memakai teknik pengumpulan data yang beragam dan
dilakukan terus menerus sampai data tersebut terpenuhi (Sugiyono 2013).

Bogdan berpendapat tentang analisis data kualitatif bahwa : “Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difaharni,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam


unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada
orang lain.”
32

Proses pengumpulan data merupakan bagian dari analisis data, proses ini hal
terpenting dalam metode ilmiah karena digunakan untuk memecahkan masalah
penelitian. Konsep analisis data kualitatif yaitu mengelompokan dan memilah data
menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola (Farida Nugrahani
2014). Proses analisis data kualitatif terdiri dari tahapan-tahapan berikut :

a. Reduksi Data

Reduksi data ini merupakan unsur utama dalam data kualitatif. Pada reduksi data
peneliti melakukan proses pemilihan, penyederhanaan serta pemfokusan dari semua
jenis informasi yang mendukung data penelitian pada saat observasi. Tujuan dari
reduksi data ini untuk memperjelas, menggolongkan serta mengorganisasikan data agar
dapat menemukan data yang valid.

b. Sajian Data

Sajian data yaitu kumpulan informasi dalam bentuk deskripsi yang lengkap
disusun berdasarkan pokok-pokok temuan yang ada pada reduksi data serta disusun
menggunakan bahasa peneliti yang sistematis, logis, dan agar mudah dipahami. Tujuan
sajian data ini untuk menjawab permasalahan penelitian serta dapat merumuskan
penemuan –penemuan dalam proses penelitian dan mengemukakan simpulan akhir.

c. Penarikan Simpulan/Verivikasi

Penarikan simpulan adalah bentuk penafsiran terhadap hasil analisis data. Pada
tahapan ini dilakukan verifikasi ulang meliputi pemeriksaan data yang terkumpul
dilapangan, reduksi data yang dibuat berdasarkan catatan lapangan, dan simpulan
sementara yang telah dirumuskan.

3.5. Tempat Dan Jadwal Penelitian


3.5.1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang penulis teliti yaitu di Universitas Pasundan fokus kajian
pada mahasiswa dan mahasiswi. Lokasi ini dipilih karena mahasiswa/i pada daerah
33

Bandung terdapat percampuran etnis (etnis jawa) sedangkan mayoritas masyarakat


Bandung beretnis Sunda yang menimbulkan terjadinya pluralism dan multietnis di
Bandung terkhusus pada lingkungan kampus pasundan.

3.5.2 Jadwal Penelitian


Tabel 2 Jadwal penelitian

TAHUN 2023
Kegiatan Maret April
1 2 3 4 1 2
Pembentukan 17
Kelompok Maret
Konfirmasi 21
Judul Maret
Obsevasi 28
Maret
Penyusunan 3 April
BAB I
Penyusunan 3 April
BAB II
Penyusunan 3 April
BAB III
Pengumpulan 5 April
Proposal

Anda mungkin juga menyukai