CULTURE SHOCK
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi yang efektif akan terjadi Ketika ada Kerjasama dan interaksi yang baik
dengan orang lain. Proses interaksi tersebut dapat juga dikatakan sebagai proses
komunikasi di mana akan ada dua pihak yang terlibat didalamnya, yakni komunikator
(pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan). Kegiatan dari interaksi ini bisa
menjadi sebuah proses komunikasi didalamnya, sehingga terjadi kesepahaman makna dan
tujuan yang sama. Komunikasi yang dilakukan dengan tidak baik akan berakibat
berubahnya pesan yang disampaikan atau ketidak selarasanantara penyampaian pesan dan
penerimaan makna.
Budaya secara umum adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam suatu daerah
atau masyarakat yang menyepakati seperangkat aturan dan norma sebagai bagian yang
khusus menggambarkan daerah atau masyarakat terjait. Budaya sendiri dapat menjadi
penjembatan dalam berkomunikasi, dua budaya yang sama akan menghasilkan makna
dan pengertian yang sama Ketika terjadi interaksi. Berbeda Ketika dua individu
berkomunikasi dengan latar budaya yang berbeda, maka akan timbul culture shock yang
akan menghambat proses komunikasi. Culture shock dapat terjadi dalam lingkungan yang
berbeda mengenai individu yang mengalami perpindahan dari satu daerah ke daerah
lainnya dalam negerinya sendiri dan individu yang berpindah ke negeri lain untuk periode
waktu lama (Dayakisni, 2012: 266).
Gegar budaya didefinisikan sebagai kegelisahan yang ada pada diri individu ketika
menemati lingkungan yang baru. Manusia dalam hidupnya pasti akan mengalami culture
shock, apabila individu memasuki lingukungan baru berarti meraka akan melakukan
kontak antarbudaya. Individu tersebut pasti akan bertemu dengan orang di lingkungan
baru yang ia kunjungi, maka komunikasi antarbudaya tidak dapat terhindarkan. Budaya
menjadi sebuah programming of mind karena interaksi yang terjadi akan membentuk
sebuah pola tertentu berdasarkan situasi dan kondisi seseorang pada saat berkomunikasi
(Nasrullah Rulli, 2012:16).
Yogyakarta adalah satu satu propinsi di Indonesia yang menjadi kota tujuan
pendidikan para mahasiswa perantauan untuk datang dan menlanjutkan Pendidikan ke
berbagai perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta. Yogyakarta sendiri memiliki jumlah
universitas kurang lebih 166 dengan fakultas dan jurusan yang berbeda di setiap
kampusnya (AyoKuliah.id). Data tersebut menunjukan tingginya kemungkinan pelajar
dari luar kota Yogyakarta untuk melanjutkan Pendidikan di tinggat perguruan tingggi ke
kota Yogyakarta. Hal inilah yang menjadikan kota Yogyakarta dijuluki sebagai kota
pelajar. Banyaknya perpindahan pelajar yang ingin melanjutkan Pendidikan di kota
Yogyakarta memungkinkan berbagai macam etnis hidup bersama dan saling berhubungan
satu sama lain.
Berdasarkan latar belakang budaya yang berbeda tersebut mahasiswa perantauan dari
luar kota Yogyakata harus menjalani proses penyesuaian diri dengan budaya baru yang
ada di kota Yogyakarta, pastinya mahasiswa perantauan tersebut harus melewati proses-
proses komunikasi antarbudaya sebagai upaya untuk menanggulangi culture shock yang
terjadi pada dirinya. Dengan upaya mengatasi masalah culture shock tersebut diharapkan
dapat mengurangi masalah culture shock dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi
dalam diri meraka akibat berada di lingungan baru, sehingga diharapakan mampu
membuat mereka lebih nyaman serta dapat menjalin interaksi dengan masyarakat
Yogyakarta.
Beberapa referensi yang peneliti ambil untuk dijadikan dasar melakukan penelitian ini
untuk menjadi tolak ukur agar dapat memberikan keberhasilan dari penelitian ini.
Nama Penulis,
Tahun, dan Judul
No Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian
Terdahulu
1 Rahma Yudi Kualitatis Komunikasi antarbudaya merupakan
Amartina. 2015. sebuah cara yang efektif untuk
Peran Komunikasi mengatasi gegar budaya para
Antarbudaya mahasiswa asing, hingga sampai
dalam Mengatasi pada tahap penyesuaian diri dengan
Gegar Budaya lingkungan dan budaya baru melalui
yang Dialami oleh komunikasi tatap muka dan
Mahasiswa Asing pemanfaat teknologi. Komunikasi
UNS kelompok, massa, dan budaya juga
membantu dalam proses adaptasi
dan penyesuaian diri melalui
interaksi kelompok, media massa,
dan acara-acara kebudayaan
2. Hajriadi. 2017. Deskriptif Culture Shock yang dialami oleh
Culture Shock Kualitatif mahasiswa IKPM Musi Banyuasin
Dalam Komunikasi berupa kesulitas dalam penyesuaian
Antarbudaya Fajar Bahasa baik verbal maupun
Iqbal. 2017. (Studi Nonverbal. Hal ini membuat
Kasus Pada kesulitan dalam berinteraksi dengan-
Mahasiswa teman yang berbeda budaya,
Fakultas Ilmu sehingga menimbulkan miss-
Sosial Dan comunication. Selain itu mahasiswa
Humaniora UIN IKPM Musi Banyuasin tidak suka
Sunan Kalijaga dengan makanan yang ada di Jogja
Yogyakarta) yang memiliki rasa makanan yang
cenderung manis.
3. Fajar Iqbal. 2017. Kualitatif Komunikasi yang dilakukan oleh
Komunikasi mahasiswa Fakultas Sosial dan
Antarbudaya Humaniora UIN Sunan Kalijaga
Mahasiswa Suku untuk dapat beradaptasi dengan
Banjar Di lingkungan kampus dilakukan
Yogyakta(Studi dengan proaktif melalui diskusi
Kasus Pada dengan kakak angkatan, mengikuti
Mahasiswa organisasi dan perkuliahan dengan
Fakultas Ilmu rajin. Selain itu, komunikasi yang
Sosial Dan fleksibel dengan lingkungan kampus
Humaniora UIN membuat ketegangan dan
Sunan Kalijaga perselisihan dapat dihindari, tanpa
Yogyakarta) menghilangkan identitas budaya
masing-masing mahasiswa.
Nama Penulis,
Tahun, Dan Judul
No Persamaan Perbedaan
Penelitian
Terdahulu
1 Rahma Yudi Membahas mengenai Subjek pada penelitian ini
Amartina. 2015. peran komunikasi adalah mahasiswa asing S-1
Peran Komunikasi antarbudaya untuk UNS, sedangkan penelitian
Antarbudaya dalam menanggulangi culture yang akan dilakukan
Mengatasi Gegar shock mengambil subjek
Budaya yang mahasiswa perantauan di
Dialami oleh Universitas Amikom
Mahasiswa Asing Yogyakarta
UNS
2. Hajriadi. 2017. Metode penelitian yang Batasan objek penelitian ini
Culture Shock digunakan, mulai dari mendeskripsikan penyebab
Dalam Komunikasi Teknik pengumpulan data, terjadinya gegar budaya dan
Antarbudaya Teknik pengambilan upaya mengatasi gegar
sumber, dan Teknik budaya, sedangkan
validasi data penelitian yang akan
dilakukan meliputi
keseluruhan fase gegar
budaya, serta peran
komunikas antarbudaya
dalam mengatasi culture
shock.
3. Fajar Iqbal. 2014. Pengambilan teori Subjek pada penelitian ini
Komunikasi Dalam pengurangan mengambil mahasiswa
Adaptasi Budaya ketidakpastian, Fakultas Ilmu Sosial dan
(Studi Kasus Pada penggunaan metode Humaniora UIN
Mahasiswa kualitatif, pemilihan lokasi Sunankalijaga, sedangkan
Fakultas Ilmu penelitian di Yogyakarta penelitian yang akan
Sosial Dan dilakukan mengambil subjek
Humaniora UIN mahasiswa perantauan di
Sunan Kalijaga Universitas Amikom
Yogyakarta) Yogyakarta. Penelitian
terdahulu menekankan pada
adaptasi budaya, sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan sekarang culture
shock pada mahasiswa
perantauan.
serta komunikasi antarbudaya dalam mengatasi culture shock yang mereka jalani ketika
memasuki lingkungan baru agar tercipta suatu adaptasi dan interaksi yang baik dan
ingin melihat bagaimana proses culture shock itu terjadi pada diri setiap individu.
Peneliti ingin melihat bagaimana meraka bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya di
kota Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk culture shock yang dialami oleh mahasiswa perantauan
Universitas Amikom Yogyakarta?
2. Bagaimana peran komunikasi antarbudaya dalam upaya mengatasi culture shock
yang dialami mahasiswa perantauan Universitas Amikom Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk culture shock yang dialami oleh mahasiswa
perantauan Universitas Amikom Yogyakarta
2. Untuk mengetahui peran komunikasi antarbudaya dalam upaya mengatasi culture
shock yang dialami mahasiswa perantauan Universitas Amikom Yogyakarta
BAB II
KERANGKA TEORI
Komunikasi dan kebudayaan bukan hanya sekadar kata, melainkan suatu konsep yang
tidak dapat dipisahkan. Komunikasi antar budaya adalah suatu proses komunikasi
simbolik, interpretative, transaksaional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang
yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu memberikan interpretasi
dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku
tertentu sebagai makna yang dipertukarkan. (Lustig dan koester intercultural
Comunication Competnece, 19923).
Berdasarkan pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar
budaya meliputi komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok dengan
tekanan pada latar belakang kebudayaan yang memepengaruhi perilaku komunikasi para
peserta. Komunikasi antar budaya terjadi pada orang dengan latar belakang suku dan
budaya yang berbeda, pada dasarnya komunikasi dalam praktinya memperhatikan
prinsip-prinsip komunikasi, baik disadari atau tidak oleh pelakunya. Maka dari itu
perilaku dari komunikasi antar budaya adalah karakter dari budaya aslinya.
Gegar budaya adalah kondisi dimana seseoarang merasakan kecemasan dan keanehan
dalam menghadapi kondisi lingkungan sosial budaya yang baru dan berbeda.
Sebagian besar orang biasanya akan melewati empat fase culture shock, meskipun
terhadap beberapa individu terdapat reaksi yang berbeda terhadpa gegar budaya dan
jangka waktu penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Konsep gegar budaya
diperkenalkan oleh Kalvero Oberg, ada empat tingkatan yang digambarkan dalam bentuk
kurva U, sehingga disebut U-curve (dalam Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007:336).
Fase-fase tersebut yaitu:
1. Fase Optimistik (Optimistic Phase), yaitu euforia atau gempita yang berfungsi sebagai
antisipasi memasuki kehidupan baru.
2. Fase Masalah Kultural (Cultural Problems), di mana masalah-masalah lingkungan
mulai muncul dan berkembang. Fase ini ditandai dengan timbulnya rasa kecewa dan tidak
puas terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tuan rumah (negara yang ditinggali saat ini).
3. Fase Kesembuhan (Recovery Phase), ketika ia mulai memahami keadaan kultural di
tempat dirinya tinggal sekarang, yang menjadi budaya barunya.
4. Fase Penyesuaian (Adjustment Phase), yaitu ketika seseorang memahami elemen-
elemen kunci dari budaya barunya, seperti nilai-nilai khusus, adat istiadat, keyakinan-
keyakinan, dan pola komunikasi.
Komunikasi menjadi hal yang penting di setiap bagian kehidupan manusia sosial,
setiap individu selalu berhubungan dan berkomunikasi dengan lingkungannya. Dalam
komunikasi antar budaya hal yang paling sulit adalah ketika merekan harus memulai
komunikasi dengan seseorang yang mereka tidak kenal, dan berbeda latar belakang
budaya yang berbeda. Agar komunikasi berjalan dengan lancar mereka harus
mempersiapkan diri mereka agar komunikasi berikutnya berjalan dengan baik.
1. Prakontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal,
apakah komunikan menyukai atau bahan menghindari komunikasi.
2. Initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari
kontak awal tersebut; misalnya apakah kita sama dengan mereka, apakah mereka
mengerti kita, atau apakah kita akan dirugikan dengan proses komunikasi dengan mereka.
3. Closure, mulai membuka diri yang mulanya tertutup, melalui atribusi dan
pengembangan kepribadian implisit.
D. Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori yang telah diurailan, maka peneliti Menyusun
kerangkan berfikir sebagai berikut :
METODE PENELITIAN
B. Metode Penelitian
a. Observasi
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya
melalui hasil kerja panca indera mata yang dibantu panca indera yang lain (Burhan,
2001). Dalam hal ini peneliti melakukan observasi secara terang-terangan dan
tersamar dengan jenis observasi non partisipasi atau pengamatan secara langsung
terhadap suatu fenomena yang dikaji.
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin memperoleh informasi dari seseorang laiinya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2010: 180). Menurut
Lincoln dan Guba dalam Moleong (2014: 186) tujuan dilakukan wawancara antara
lain: mengkrontruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, dan kepedulian. Ada dua jenis wawancara, wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan
informal (Mulyana, 2010b: 181). Hal ini dapat membantu proses wawancaa yang
tidak terlalu kaku dan dapat mencairkan suasana antara peneliti dengan narasumber.
Tujuannya supaya narasumber tetap merasa nyaman dengan suasana hati yang santai,
tetapi peneliti masih tetep memperoleh poin-poin informasi jawaban pertanyaan
wawancara dari narasumber.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk memperkuat gambaran lapangan bagi peneliti.
Hasil dokumentasi dapan dijadikan sebagai bukti otentik yang valid tentang
keabsahan penelitian yang dilakukan. Dokumentasi dapat berupa pengambilan
gambar ataupun video lapangan
d. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan berguna untuk mencari referensi mengenai penelitian.
Gambara langapanga, kondisi sosiokultural dapat diperkual dan diperdalam dengan
referensi catatan kepustakaan.
Dalam penelitian ini sumber data primer adalah hasil wawancara langsung
dengan informan yaitu mahasiswa perantauan di Universitas Amikom Yogyakarta
yang mengalami culture shock
Sumber data sekunder adalah data-data pelengkap dari data primer. Dalam penelitian
yang akan dilaksanan data sekunder adalah berupa buku, hasil penelitian, karta ilmiah,
artikel-artikel, literatur, serta segala informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.
1.Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah benda, hal atau orang yang terkait dengan penelitan yang
akan dilakukan. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa perantauan di
Universitas Amikom Yogyakarta. Subjek ditentuakn melalui purposive samling,
menurut Rachmat Kriyantono (2006: 156) menyatakan bahwa
3. Mahasiswa berasal dari luar daerah Yogyakarta dan sudah menetap di kota
Yogyakarta
2. Objek Penelitian
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti dalam
pengumpulan data. Instrumen utama dari penelitian kualitatif adalah peneliti itu
sendiri, sehingga dalam penelitian menggunakan instrumen penelitian berupa peneliti
itu sendiri, selanjutnya akan dikembangkan dengan instrument peneliian sederhana,
dengan tujuan dapat melengkapi data dan membandingkan data dengan data yang
telah ditemukan. Peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan
pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan. Dalam penelitian ini peneliti
dibantu dengan 3 alat penelitian yaitu:
a. Lembar observasi
Lembar observasi berisikan pedoman peneliti dalam melakukan pengamatan di
lingkungan saat ini, untuk mencari data tentang keadaan tempat penelitian dan peran
komunikasi antarbubaya dalam mengatasi culture shock
b. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk pedoman utama dalam pengumpulan data
responden sebagai bahan analisis dari informasi yang sifatnya umum ke khusus.
Wawancara ini ditujukan untuk mahasiswa perantauan yang sedang menempuh
Pendidikan di Universitas Amikom Yogyakarta
c. Pedoman Dokumentasi
Pedoman dokumentasi dilaksanakan dengan menggunakan dokumen, arsip untuk
menambah informasi dan dapat dijadikan sebagai bukti otentik penelitian. Dalam
penelitian ini dokumentasi berbentuk foto-foto, catatan,dan data pendudung laiinya.
DAFTAR PUSTAKA